Home »
televisi 1
» televisi 1
televisi 1
2G Second Generation (Communications Network)
3G Third Generation (Communications Network)
AAC Advanced Audio Coding
ADTB-T Advanced Digital Television Broadcast – Terrestrial
API Application Programming Interface
ART Agence de Régulation des Télécommunications
ASCII American Standard Code for Information Interchange
ASI Asynchronous Serial interface
ASO Arbitrary Slice Ordering
ASPEC Advanced Spectre Entropy Coding
AT&T American Telephone & Telegraph
ATSC Advanced Television Systems Committee
AWGN Additive White Gaussian Noise
Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
BAT Bouquet Allocation Table
BBC British Broadcasting Corporation
BER Bit Error Rate
BIFS Binary Format for Scene
BPPT Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
BPS Badan Pusat Statistik
BSAC Bit-Sliced Arithmetic Coding
BST-OFDM
Band Segmented Transmission-Orthogonal Frequency
Division Multiplexing
BWS Broadcast Website
CCETT
Centre Commun d'Etudes Detélédiffusion et de
Télécommunications
CCIR Consultative Committee for International Radio
CDC Connected Device Configuration
CDMA Code Division Multiple Access
CIF Common Interleaved Frames
CIF Common Intermediate Format
COFDM Coded Orthogonal Frequency Division Multiplexing
CSA Conseil Supérieur de l'Audiovisuel
CSS 2.0 Cascading Style Sheets
CW Carrier-Wave
DAB Digital Audio Broadcasting
DAC Digital-to-Analog Converter
DBS Direct Broadcast Satellite
DCT Discrete Cosine Transform
DDR Digital Dividend Review
DECT Digital Enhanced Cordless Telecommunications
Depkominfo Departemen Komunikasi dan Informatika
DiBEG Digital Broadcasting Expert Group
DMB-T Digital Multimedia Broadcasting -Terrestrial
DMB-T/H Digital Multimedia Broadcasting – Terrestrial/Handheld
DOI Digital Opportunity Index
DPCM Differential Pulse Code Modulation
DSCQS Double-Stimulus Continuous Quality Scale
DSM-CC Digital Storage Media –Command and Control
DTH Direct to Home
DTT Digital Terrestrial TV
DVB-C Digital Video Broadcasting – Cable
DVB-H Digital Video Broadcasting-Handheld
DVB-HTML Digital Video Broadcasting-Hyper Text Markup Language
DVB-J Dgitial Video Broadcasting-Java
DVB-NIP Digital Video Broadcasting-Network Independent Protocols
DVB-RCT Digital Video Broadcasting -Terrestrial Return Channel
DVB-S Digital Video Broadcasting - Satellite
DVB-SI Digital Video Broadcasting-Service Information
DVB-T Digital Video Broadcasting-Terrestrial
EDTV Enhanced Definition TV
EIT Event Information Table
ELG European Launching Group
EPG Electronics Program Guide
ETSI The European Telocommunications Standards Institute
EVM Error Vector Magnitude
FEC Forward Error Correction
FFT Fast Fourier Transform
FIC Fast Information Channel
FMO Flexible Macroblock Ordering
FTA Free to Air
FTTH Fiber to the Home
GEM Globally Executable MHP
GPS Global Positioning Satellite
GSM Global System for Mobile Communications
HAVI-UI Home Audio Video Interoperability-User Interface
HDTV High Definition TV
HFC Hybrid Fiber Optic Coaxial
HTML Hyper Text Markup Language
IEC International Electrotechnical Commission
IEEE Institute of Electrical and Electronics Engineers
IFFT Inverse Fast Fourier Transform
IP Internet protokol
IRD Integrated Receiver-Decoder
IS Input Stream
ISDB-T Integrated Service Digital Broadcasting-Terrestrial
ISDN Integrated Services Digital Network
ISI Inter-Symbol Interference
ISO the International Organization for Standardization
ITE Informasi dan Transaksi Elektronik
ITS Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
ITU International Telecommunications Union
Java ME Java Mobile Edition
JMF Java Media Framework
JPEG Joint Photographic Experts Group
JPEG 2000 Joint Photographic Experts Group 2000
JVM Java Virtual Machine
JVT-ISO/IEC Joint Video Team-ISO/IEC
KBS Korean Broadcasting System
LIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan negara kita
LMDS Local Multipoint Distribution System
LO Local Oscilator
LOS Line-of-Sight
MAF Multimedia Application Formats
MASCAM Masking Pattern Adapted Subband Coding and Multiplexing
Mastel Masyarakat Telekomunikasi negara kita
MDA Media Development Authority
MER Modulation Error Rate
MFN Multi Frequency Network
MHEG Multimedia and Hypermedia Experts Group
MHP Multimedia Home Platform
MIP Megaframe Initialization Packet
MIT Massachusetts Institute of Technology
MMDS Multichannel Multipoint Distribution Service
MOT Multimedia Object Transfer
MP3 Moving Pictures Experts Group-1 Audio layer 3
MPEG-1 Moving Pictures Experts Group-1
MPEG-2 Moving Pictures Experts Group-2
MPEG-21 Moving Pictures Experts Group-21
MPEG-7 Moving Pictures Experts Group-7
MPEG-A Moving Pictures Experts Group-A
MPHPT
the Ministry of Public Management, Home Affairs, Posts and
Telecommunications
MPTS Multi Program Transport Stream
MUSICAM
Masking-pattern Adapted Universal Subband Integrated
Coding and Multiplexing
NAL Network Abstract Layer
NFP Network Facilities Provider
NGCN Next Generation Convergence Networks
NGN Next-Generation Network
NLOS Non Line-of-Sight
NTSC National Television Systems Committee
OCR Object Clock Reference
OD Object Description
Ofcom Office of Communications
OFDM Orthogonal Frequency Division Multiplexing
PAL Phase Alternation Line
PAM Pulse Amplitude Modulation
PBP Personal Basis Profile
PCR Program Clock Reference
PDA Personal Digital Assistant
PES Packetized Elementary Stream
PP Peraturan Pemerintah
PRBS Pseudo Random Binary Sequence
PSB Public Service Broadcaster
PSI Program Specific Information
PSK Phase Shift Keying
PSTN Public Switched Telecommunications Network
QAM Quadrature Amplitude Modulation
QCIF Quarter Common Intermediate Format
QEF Quasi Error Free
QPSK Quadrature Phase Shift Keying
RRI Radio Republik negara kita
RTOS Real-Time Operating System
SAC Standardization Administration of China
SAMBITS
System for Advanced Multimedia Broadcast and Information
Technology Services
SARFT State Administration of Radio, Film and Television
SAS Subscriber Authorization System
SBR Spectral Band Replication
SBTD-T Sistema Brasileiro de Televisao Digital Terrestre
SD Scene Description
SDM Sumber Daya Manusia
SDT Service Description Table
SDTV Standard Definition TV
SECAM SEQuentiel A Memoire -- Memory Sequential
SFN Single Frequency Network
SMATV Satellite Master Antenna TV
SMS Subscriber Management System
SNG Satellite News Gathering
SPTS Single Program Transport Stream
SRRC Square-Root Raised Cosine
SSCQE Single-Stimulus Continuous Quality Evaluation
STB Set-Top Box
StiMi Satellite Terrestrial Interactive Multi-service Infrastructure
STS Synchronous Time Stamp
TAO Telecommunication Advancement Organization of Japan
TDC Transparent Data Channel
T-DMB Terrestrial-Digital Multimedia Broadcasting
TDS-OFDM
Time Domain Synchronization-Orthogonal Frequency
Division Multiplexing
TIK Teknologi Informasi dan Komunikasi
TMCC Transmission and Multiplexing Configuration Control
TS Transport Stream
UHF Ultra High Frequency
USB Universal Serial Bus
VCEG Video Coding Experts Group
VHF Very High Frequency
VLC Variable Length Codes
VOD Video-on-Demand
VSB Vestigial Side Band
WLL Wireless Local Loop
XHTML Extensible Hyper Text Markup Language
XML Extensible Markup Language
Media penyiaran TV merupakan sarana penyampaian informasi
yang efisien dan banyak digunakan di negara kita maupun negara
lainnya di dunia. Pada saat ini jumlah penyelenggara siaran TV
nasional di negara kita ada 11 stasiun yang terdiri dari 1 lembaga
penyiaran TV publik yaitu TVRI dan 10 lembaga penyiaran TV
swasta yaitu ANTV (Anteve) ,Global TV (TVG), Indosiar, Lativi,
Metro TV, RCTI, SCTV, TPI, Trans TV dan TV7. Disamping
penyelenggara siaran TV nasional di negara kita juga terdapat
kurang lebih 70 an lebih penyelenggara siaran TV lokal atau daerah.
Dengan komposisi lembaga penyiaran TV seperti yang dijelaskan
diatas, diperkirakan di negara kita memiliki jumlah pemirsa TV
sebesar 40 juta orang, hal tersebut merupakan pangsa pasar yang
cukup besar dan menarik bagi para operator TV untuk melakukan
peningkatan investasi di dunia penyiaran TV. Para operator dalam
melakukan peningkatan investasi di bidang penyiaran TV tentunya
perlu untuk mengetahui parameter-parameter yang strategis
misalnya pada pemilihan teknologi penyiaran TV agar investasi
yang dilakukan bisa meningkatkan nilai tambah bagi pemirsa
maupun operator itu sendiri.
Perkembangan teknologi penyiaran TV terrestial (dari darat ke
darat) baik yang digunakan untuk permirsa diam (fixed) dan
pemirsa bergerak (mobile) mengalami perkembangan yang cukup
pesat seiring dengan berkembangnya teknologi digital. Saat ini
berbagai negara telah memutuskan untuk migrasi dari teknologi
penyiaran TV analog ke teknologi penyiaran TV digital. Mengapa
hal tersebut dilakukan, dikarenakan penyiaran TV terrestial dengan
menggunakan teknologi digital memiliki banyak keunggulan
dibandingkan dengan penyiaran TV dengan teknologi analog. Saat
ini, terdapat beberapa standard teknologi penyiaran TV digital yang
telah digunakan antara lain Digital Video Broadcasting Terrestial
(DVB-T) dari Eropa, Integrated Service Digital Broadcasting
Terrestial (ISDB-T) dari Jepang, Advanced Television Systems
Committee (ATSC) dari Amerika Serikat, Terrestrial-Digital
Multimedia Broadcasting (T-DMB) dari Korea Selatan, Digital
Multimedia Broadcasting Terrestrial (DMB-T) dari China. Meskipun
pemerintah negara kita telah menentukan akan menggunakan
teknologi penyiaran TV Digital DVB-T, maka dengan mengetahui
perbandingan masing-masing keunggulan teknologinya dan
pengalaman masing-masing negara dalam
mengimplementasikannya, akan banyak membantu dalam
membuat perencanaan yang lebih matang dan menyeluruh untuk
implementasi penyiaran TV digital di negara kita . Hal itu akan
mendatangkan nilai tambah yang sangat bermanfaat bagi operator,
konsumen dan regulator.
Munculnya paradigma konvergensi dengan meleburnya teknologi
telekomunikasi dan teknologi informasi mengakibatkan penyiaran
suara dan gambar bergerak dapat dinikmati oleh pemirsa dengan
berbagai perangkat dari yang berukuran kecil sampai yang
berukuran besar, demikian juga dari perangkat yang diam sampai
yang bergerak. Hal tersebut mengakibatkan model bisnis
penyiaran TV akan mengalami perubahan juga, mulai dari
infrastruktur jaringan, konten penyiaran, perangkat penyiaran,
serta regulasipun juga harus disesuaikan baik untuk pengaturan
frekuensi dan operasionalnya serta standardisasi perangkat. Agar
tidak menimbulkan berbagai permasalahan pada saat melakukan
implementasi penyiaran TV digital, diperlukan pengetahuan yang
memadai untuk menyusun langkah-langkah yang cukup strategi
yang bertujuan untuk mendorong kemajuan industri lokal di
negara kita .
Untuk uraian tentang tiga hal diatas seperti apa saja parameter
strategis dalam peningkatan investasi dalam penyiaran TV,
bagaimana perencanaan yang komprehensif untuk sistem dan
teknologi penyiaran TV digital dan bagaimana cara penyusunan
langkah strategis pada saat dilakukan migrasi ke penyiaran TV
digital. Kesemuanya tersebut telah dijelaskan dalam buku ini
secara rapi dan teratur, oleh karena itu dengan membaca buku
ini, para pembaca akan mendapatkan berbagai informasi yang
menyeluruh tentang penyiaran TV digital terrestial.
Maka agar memudahkan pembaca dalam melakukan ekplorasi,
buku ini diorganisasikan sebagai berikut : BAB I berisi tentang
uraian tentang sejarah penyiaran TV di dunia dan di negara kita ,
serta keunggulan teknologi penyiaran TV digital, hal ini
dimaksudkan agar para pembaca buku ini dapat memperoleh
gambaran singkat tentang karakteristik penyiaran TV analog dan
penyiaran TV digital di negara kita . Untuk mengetahui secara
menyeluruh tentang beberapa teori teknologi digital pada penyiaran
TV maka BAB II dalam buku ini telah memberikan penjelasan yang
cukup detil, hal tersebut dimaksudkan untuk memberikan
pembekalan pada pembaca agar dapat dengan mudah mengerti
penjelasan tentang teknologi penyiaran TV digital beserta
perbandingannya. Penjelasan tentang karakteristik teknologi
penyiaran TV digital terrestial yang saat ini sedang berkembang
telah diuraikan pada BAB III dan BAB IV
BAB V akan berisi penjelasan tentang teknik pengukuran dan
parameter pengukuran serta perangkat pengukuran yang
dibutuhkan saat implementasi penyiaran TV digital, selain itu
ditunjukan juga beberapa hasil pengukuran di Amerika, dan Brasil,
serta hasil pengukuran di negara kita saat ujicoba penyiaran TV
digital di Jakarta. Hal ini dimaksudkan agar pembaca dapat
mengetahui konsep perencanaan jaringan penyiaran TV digital.
BAB VI, BAB VII dan BAB VIII akan menitik beratkan tentang
perubahan model bisnis yang terjadi saat migrasi ke penyiaran
TV digital yang dimulai dengan penjelasan tentang konvergensi,
dilanjutkan dengan informasi migrasi penyiaran TV digital pada
berbagai negara dan ditutup dengan uraian peluang dan
tantangannya di negara kita .
Sebagai penutup editorial ini, saat ini banyak keinginan dan
harapan dari berbagai komponen masyarakat seperti operator
TV, regulator dan konsumer untuk migrasi ke penyiaran TV digital,
adanya buku ini diharapkan tiga komponen tersebut memiliki
persepsi yang sama dan pengetahuan yang seimbang tentang
teknologi penyiaran TV digital beserta prospek dan peluangnya,
sehingga migrasi ke penyiaran TV digital di negara kita menjadi
mulus dengan kendala seminimal mungkin sesuai dengan
harapan yang diinginkan.
televisi (TV) merupakan media penerima suara dan gambar
bergerak yang paling banyak digunakan di seluruh pelosok
dunia. Semua peristiwa besar yang terjadi di berbagai
sudut dunia, dengan cepat dapat diketahui masyarakat melalui
pesawat TV di berbagai belahan dunia berkat sistem penyiaran
TV (television broadcasting).
Saat ini di negara kita populasi pesawat TV telah mencapai lebih
dari 30 juta unit, dengan jumlah pemirsa lebih dari 200 juta orang
yang tersebar di semua perkotaan hingga pelosok pedesaan
terpencil. Proses perkembangan penyiaran TV memang telah
berlangsung dalam rentang waktu yang cukup panjang. Produk
teknologi modern ini pun telah tampil sebagai sarana penyebaran
informasi yang cukup efektif dan relatif murah pada masyarakat
luas, sehingga akan semakin berperan dalam memengaruhi
pembangunan karakter bangsa. Dengan demikian penguasaan
teknologi dan sistem penyiaran TV menjadi sangat strategis bagi
bangsa negara kita .
Dengan pesatnya perkembangan teknologi digital, yang
memberikan kontribusi dominan terhadap konverjensi di bidang
penyiaran, telekomunikasi dan teknologi informasi, memungkinkan
siaran TV berkualitas gambar yang tinggi dapat dinikmati pemirsa
dengan berbagai perangkat seperti telepon gengam (handphone),
PDA (personal digital assistant), komputer, maupun media TV yang
tak bergerak (fixed) dan bergerak (mobile). Berdasarkan
pengalaman negara lain yang telah mengganti sistem penyiaran
TV-nya ke teknologi digital, perubahan tersebut telah menyebabkan
terjadinya perubahan model usaha dan meningkatnya layanan
konten serta optimasi penggunaan kanal frekuensi, sehingga
migrasi sistem penyiaran TV analog ke sistem penyiaran TV
digital, akan sangat bermanfaat bagi pemerintah, masyarakat
maupun industri.
Penemuan prinsip dasar industri penyiaran TV dimulai sejak
penemuan efek foto listrik (photoelectric effect) oleh Joseph May
di Irlandia pada tahun 1873, berupa selenium bars yang disoroti
sinar matahari yang dapat menunjukkan variasi perubahan
tahanan listrik (electric resistance) akibat perubahan intensitas
cahaya (light intensity). Penemuan tersebut telah memberikan
inspirasi bahwa variasi perubahan intensitas cahaya dapat
ditransformasikan menjadi sinyal listrik dan memberi keyakinan
bahwa suatu obyek berupa gambar dapat ditransmisikan dari satu
tempat ke tempat lain.
Penemuan tersebut dilanjutkan para peneliti lain dengan fokus
penelitian efek photoelectric. Para peneliti itu antara lain George
Carey dari Boston, Amerika Serikat (1875), dan Constantin
Senlecq dari Perancis (1881). Mereka menemukan sistem yang
menggabungkan sejumlah sel photoelectric ke dalam satu atau
beberapa panel yang dilengkapi lampu-lampu cahaya sedemikian
rupa sehingga menghasilkan rangkaian elemen gambar (picture
elements) yang diyakini menjadi dasar bagi perkembangan
teknologi penyiaran TV modern saat ini.
Industri penyiaran TV untuk kali pertama diperkenalkan pada awal
1936, saat pelaksanaan Olimpiade Berlin, kemudian diikuti
Perancis pada tahun yang sama. Pada tahun ini pula perusahaan
dari Inggris, EMI Company, untuk kali pertama memproduksi
sistem televisi elektronik penuh dengan resolusi 405-line definition,
25 frames/second dan dilengkapi dengan interlace, yang didukung
oleh Marcony Company untuk pengembangan perangkat
transmitter, serta didukung oleh pemerintah Inggris dengan
mengesahkan standar scanning bagi sistem penyiaran TV.
Pada 1939, sistem penyiaran TV publik untuk kali pertama
dikenalkan di Amerika Serikat (AS) dengan sistem operasi 340-
line pada 30 frames/second. Dua tahun kemudian diadopsi standar
525-line 60 frames/second dan sejak itulah mulai dibangun
pemancar stasiun TV di kota-kota besar dunia seperti London,
Paris, Berlin, Roma dan New York. Perkembangan teknologi
penyiaran memang sempat terhambat akibat Perang Dunia II,
namun pada tahun 1952 dilanjutkan kembali dengan penggunaan
standar 625 lines, 50 frames/second khususnya untuk kawasan
Eropa. Sejak saat itulah paling tidak ada tiga standar scanning
TV yang digunakan di dunia, yaitu 819 lines yang digunakan di
Perancis, standar 625 lines yang digunakan secara luas di Eropa
dan 525 lines digunakan di AS.
Penelitian awal tentang sistem penyiaran TV warna dimulai pada
tahun 1928 oleh John Logie Baird di Inggris dan HE Ives di Amerika
Serikat. Namun pelaksanaannya secara reguler di Amerika Serikat
baru dimulai pada tahun 1953. Kemudian pada tahun 1960 Jepang
melanjutkan dengan menggunakan standar NTSC (National
Television Systems Committee). Sedangkan sebagian besar
negara Eropa baru mulai menggunakan sistem penyiaran TV
warna secara reguler pada tahun 1970. Standar penyiaran TV
warna, SECAM (SEQuentiel A Memoire — memory sequential)
kemudian diadopsi di Perancis dan sebagian Eropa Timur.
Sementara itu, sebagian besar negara di Eropa, Asia dan Australia
menggunakan standar PAL (Phase Alternation Line).
Tiga puluh tahun kemudian, tepatnya menjelang tahun 2000
teknologi penyiaran TV digital telah diujicobakan di berbagai negara
dengan media penyiaran yang semakin beragam, antara lain
sistem penyiaran TV digital terrestrial, TV digital kabel dan TV digital
satelit.
Di negara kita industri penyiaran TV baru dimulai sejak 1961, yang
ditandai dengan pengiriman teleks dari Presiden Soekarno yang
sedang berada di Wina pada 23 Oktober 1961, kepada Menteri
Penerangan RI saat itu, Maladi, yang berisi perintah agar segera
disiapkan proyek penyiaran TV nasional. Perintah tersebut segera
dilanjutkan dengan kerja persiapan siaran percobaan Televisi
Republik negara kita (TVRI) yang dilakukan pada 17 Agustus 1962,
dalam acara HUT Proklamasi Kemerdekaan Republik negara kita
XVII dari halaman Istana Merdeka Jakarta, dengan pemancar
cadangan berkekuatan 100 watt.
Gambar 1.2: Sebaran penggunaan Standar NTSC, PAL dan SECAM
Gambar 1.1: Sebaran pengguna standar TV berdasarkan jumlah baris per
frame
Pada 24 Agustus 1962, TVRI mengudara untuk kali pertama
dengan acara siaran langsung upacara pembukaan Asian Games
IV dari Stadion Utama Gelora Bung Karno. Pada tahun 1963
mulailah dirintis pembangunan stasiun daerah, yang pertama
adalah Stasiun Yogyakarta yang memulai siarannya pada akhir
tahun 1964; kemudian berturut-turut dilanjutkan pembangunan
Stasiun TVRI Medan, Surabaya, Makassar, Manado, Denpasar
dll, yang berfungsi sebagai stasiun penyiaran. Selanjutnya sejak
1977, secara bertahap dibentuklah banyak stasiun produksi keliling
(SPK), yang berfungsi sebagai perwakilan di daerah dan bertugas
memproduksi dan merekam paket acara di beberapa ibukota
provinsi untuk dikirim dan disiarkan melalui TVRI Stasiun Pusat
Jakarta.
Setelah cukup lama masyarakat hanya mendapat sajian siaran
TVRI, sejak awal dekade 1990-an mulai dibangun beberapa
stasiun TV swasta berjaringan (TV Swasta Nasional) antara lain,
RCTI, SCTV, Indosiar, Antv dan TPI yang dalam perkembangannya
diikuti oleh Trans TV, Metro TV, Global TV, La-TiVi dan Trans7
(d.h. TV 7). Saat ini juga sudah berdiri sejumlah stasiun TV di
berbagai daerah, sehingga mengakibatkan alokasi frekuensi untuk
penyiaran TV analog menjadi padat.
Dalam pemakaian standar dan alokasi frekuensi, negara kita
mengacu kepada standar 625 lines, 25 frames/s (CCIR/Europe,
systems B and G) kecuali TVRI yang juga bersiaran di kanal VHF
(Very High Frequency) band III dengan lebar pita 7MHz, dan dalam
siarannya digunakan kanal UHF (Ultra High Frequency) band IV
dan V dengan lebar pita (bandwidth) untuk satu program siaran
sebesar 8 MHz. Di kota-kota besar saat ini alokasi kanal frekuensi
untuk sistem penyiaran TV sudah relatif penuh dan upaya
penambahan siaran televisi baru sulit dilakukan.
Sebagian besar stasiun TV siaran nasional sudah sejak lama
menggunakan teknologi penyiaran digital melalui satelit (DVB-S-
Digital Video Broadcasting-Satellite) untuk kebutuhan siaran
nasionalnya. (Gambar 1.3)
Mereka juga menggunakan perangkat SNG (Satellite News
Gathering) yang menggunakan teknologi DVB-S untuk kebutuhan
pengiriman audio dan video siaran langsung dari satu tempat untuk
dipancarkan secara nasional melalui stasiun pusat yang berada
di Jakarta. (Gambar 1.4)
Gambar 1.3: Diagram TV Siaran Nasional
Gambar 1.4 : Diagram SNG untuk siaran langsung melalui satelit
Di samping TV terrestrial yang ada, sejak Agustus 1988 PT MNC
Skyvision yang dikenal dengan nama Indovision mulai memberikan
layanan TV satelit C-band DBS (Direct Broadcast Satellite)
langsung kepada pelanggannya menggunakan jasa satelit Palapa
C-2. Namun sejak 1997 layanan kepada pelanggan dialihkan
melalui satelit Cakrawarta-1. Satelit yang menggunakan frekuensi
S-band dan sinyalnya dapat diterima langsung di rumah pelanggan
menggunakan antena parabola berdiameter 80cm ini di-manage
dan dioperasikan oleh PT Media Citra Indostar (MCI). Akhir 1997
semua siaran TV yang disalurkan melalui Indovision ini telah
dialihkan menjadi layanan digital DBS yang memungkinkan
diperolehnya sinyal audio dan video dengan kualitas sangat prima.
Sejak 1994 Kabelvision memelopori pelayanan komunikasi
broadband di negara kita , menggunakan kabel coaxial berkapasitas
tinggi dan dukungan jaringan kabel serat optik sebagai tulang
punggung (backbone) untuk menyatukan sistem jaringan coaxial
yang ada. Kabelvision mampu menyediakan 88 saluran analog
program televisi, dan dengan teknologi digital kapasitasnya mampu
dikembangkan menjadi 100 gelombang digital. Sejak September
1999 perusahaan ini mulai menggunakan jaringan kecepatan tinggi
dan memberikan layanan transmisi internet dengan nama
Kabelnet. Layanan ini tersedia melalui PT Linknet yang merupakan
penyedia jasa internet, seperti Indosat, CBN, Uninet, Indonet, dan
Centrin.
Telkomvision sebagai salah satu perusahaan jasa multimedia
interaktif melalui TV kabel, TV satelit dan internet yang dikelola
oleh PT Indonusa Telemedia, sejak 2001 juga telah melayani
pelanggan di Jakarta, Surabaya, Bandung dan Denpasar. Jasa
multimedia tersebut disalurkan melalui transmisi HFC (Hybrid
Fiber Optic Coaxial) untuk TV kabel, serta dukungan Satelit
Telkom-1 untuk layanan DTH (Direct to Home) langsung ke TV
dan atau komputer pelanggan. Saat ini Telkomvision mampu
menyediakan layanan TV dengan total sekitar 40 kanal.
Televisi berlangganan Astro mulai beroperasi di negara kita pada
28 Februari 2006 dengan menyediakan 48 saluran yang disiarkan
ke pelanggan melalui teknologi satelit digital pada frekuensi Ku-
band. PT Direct Vision sebagai operator televisi ini terus
meningkatkan layanan kepada pelanggannya dengan
menyediakan sinyal berkualitas tinggi menggunakan teknologi
DVB-S.
Selain itu, ada PT Mentari Multimedia (M2V) penyedia TV berbayar
dengan teknologi terkini, yang mulai beroperasi pada bulan Juli
2006. M2V menyediakan layanan lebih dari 20 channel TV nasional
dan TV international, yang dipancarkan secara teresterial dengan
menggabungan teknologi DVB dan MMDS yang beroperasi pada
frekuensi L-Band atau 1.5 GHz. Siaran M2V dapat dinikmati di
dalam rumah (dalam keadaan tidak bergerak), maupun secara
bergerak di dalam mobil dengan menggunakan receiver khusus
bernama M-Box sehingga siarannya dapat ditangkap secara jernih
meskipun mobil bergerak di atas 100 km/jam. [M2V]
I.2. Teknologi Penyiaran TV Digital
Implementasi teknologi penyiaran TV digital bukanlah rekayasa
dan upaya yang mengharuskan pemirsa menggunakan pesawat
TV baru yang digital. Upaya ini lebih terfokus pada sinyal digital
yang ditransmisikan dari pemancar, sehingga pesawat TV yang
ada pada pemirsa cukup ditambahi perangkat set-top box agar
dapat menerima sinyal TV digital.
Dibandingkan dengan analog, kelebihan sinyal digital terletak pada
ketahanannya terhadap derau dan kemudahannya untuk diperbaiki
(recovery) pada bagian penerimanya dengan suatu kode koreksi
kesalahan (error correction code). Keuntungan lainnya adalah pada
konsumsi bandwidth yang lebih efisien serta efek interferensi yang
lebih rendah dan penggunaan sistem OFDM (Orthogonal
Frequency Division Multiplexing) yang tangguh dalam mengatasi
efek lintas jamak.
Pada sistem penyiaran TV analog, efek lintasan jamak ini akan
menimbulkan echo yang mengakibatkan munculnya gambar
ganda yang sangat mengganggu kenikmatan menonton.
Penyiaran TV digital bisa dioperasikan dengan daya yang rendah
serta menghasilkan kualitas gambar dan warna yang jauh lebih
bagus daripada penyiaran TV analog.
Dari segi layanan, sistem penyiaran TV digital mampu
meningkatkan kualitas siaran, di samping memberikan lebih
banyak pilihan program kepada pemirsa, serta memungkinkan
konverjensi dengan berbagai media seperti media internet, media
telepon seluler, dan PDA.(Lihat gambar 1.6) Pada sisi aplikasi,
siaran TV digital memberikan fleksibilitas aplikasi interaktif
sehingga akan sangat mendukung kebutuhan interaksi antara
penyedia jasa program dengan dengan penggunanya baik yang
bersifat komersial, seperti interactive advertisement, tele-news,
tele-banking, tele-shopping, maupun nonkomersial seperti tele-
education, tele-working dan tele-traffic.
Penyiaran TV digital secara umum didefinisikan sebagai
pengambilan atau penyimpanan gambar dan suara secara digital,
yang pemrosesannya (encoding-multiplexing) termasuk proses
transmisi, dilakukan secara digital dan kemudian setelah melalui
proses pengiriman melalui udara, proses penerimaan (receiving)
pada pesawat penerima, baik penerimaan tetap di rumah (fixed
reception) maupun yang bergerak (mobile reception) dilakukan
secara digital pula.
Pada teknologi penyiaran TV digital terdapat dua bagian
standarisasi. Bagian I ialah standar untuk kompresi dan
multiplexing, dan bagian II untuk kode koreksi kesalahan dan
sistem transmisi. Sebagian besar standar untuk bagian I
menggunakan MPEG-2 (Moving Pictures Experts Group-2) untuk
kompresi. Pada bagian II terdapat sejumlah standar penyiaran
TV digital yang saat ini berkembang, yaitu DVB-T (Digital Video
Broadcasting Terrestrial) dari Eropa, ISDB-T (Integrated Service
Digital Broadcasting Terrestrial) dari Jepang, ATSC (Advanced
Television Systems Committee) dari Amerika Serikat, T-DMB
(Terrestrial-Digital Multimedia Broadcasting) dari Korea Selatan,
DMB-T (Digital Multimedia Broadcasting Terrestrial ) dari China.
Masing-masing standar dan beberapa variannya telah diadopsi
oleh sejumlah negara. DVB diadopsi oleh semua negara Eropa,
sejumlah negara di Asia dan Australia, sedangkan ATSC oleh
Amerika Utara, sejumlah negara di Amerika Selatan dan Asia.
Standard ATSC yang diluncurkan kali pertama pada 1 November
1998 mengirimkan sinyal TV digital dengan teknik modulasi
amplitudo digital yang dipadu dengan pemfilteran VSB untuk
membatasi bandwidth. ATSC dipandang lebih sesuai untuk
penerima TV yang tidak bergerak dan sejak semula memang
dirancang untuk mampu mengantarkan sinyal HDTV (High
Definition TV).
DVB-T diluncurkan pada September 1998 dan ISDB-T pada 1
Desember 2003. Keduanya berbasis teknik OFDM (Orthogonal
Frequency Division Multiplexing) yang dikombinasikan dengan
interleaving dan memiliki kelebihan dalam menjangkau TV yang
bergerak, bahkan yang berada di mobil yang berjalan dengan
kecepatan tinggi.
Teknik OFDM membagi aliran informasi TV digital yang berlaju
tinggi ke dalam sejumlah sub-aliran dengan laju rendah yang
masing-masing akan memodulasi gelombang pembawa yang
saling orthogonal. Teknik ini mampu memberikan imunitas
terhadap efek lintasan jamak. Sedangkan interleaving –
pengubahan urutan simbol-simbol yang ditransmisikan untuk
ditata kembali pada penerima – akan memberikan kekebalan
terhadap gangguan kanal yang berupa fading maupun derau
impuls. Dipadu dengan dua lapis teknik pengodean untuk koreksi
sinyal, maka sistem DVB-T memiliki ketahanan tinggi terhadap
berbagai gangguan akibat kondisi kanal yang buruk dengan adanya
derau, lintasan jamak, dan variasi daya terima karena fading.
DVB-T juga dapat diimplementasikan dalam mode SFN (Single
Frequency Network) di mana suatu operator dapat memasang
beberapa pemancar dengan frekuensi yang sama tersebar pada
suatu area dengan tujuan memperluas dan memperbaiki kualitas
cakupan tanpa perlu menambah frekuensi.
Sedangkan sistem ISDB-T menggunakan BST-OFDM (Band
Segmented Transmission - OFDM) sebagai sistem transmisi.
Satu kanal TV selebar 6 MHz dibagi ke dalam 13 segmen yang
masing-masing dimodulasi secara OFDM yang dilengkapi dengan
time interleave yang membuat sistem ini lebih tahan menghadapi
gangguan multipath, impulse noise dan fading sehingga sangat
cocok sebagai aplikasi mobile reception.
Sistem T-DMB yang dikembangkan di Korea Selatan merupakan
modifikasi aplikasi sistem radio DAB (Digital Audio Broadcasting)
pada band VHF (6 MHz). DAB dipilih karena telah teruji
keandalannya, di samping karena efisien dalam penggunaan
frekuensi dan besaran bit-rate yang cukup untuk siaran TV digital.
Satu kanal VHF (6MHz - di Korea Selatan) dibagi dalam tiga blok
(A, B dan C). Masing-masing blok dapat digunakan untuk satu
program siaran TV mobile DMB. Semula pada DAB di Eropa, satu
kanal VHF (7MHz) dibagi dalam empat blok (A, B, C dan D).
Sekarang sarana itu juga akan digunakan masing-masing untuk
satu program TV mobile DMB.
Standar yang dirilis paling akhir adalah DMB-T yang dikembangkan
oleh Tsinghua University China yang merupakan modifikasi DVB-
T. Keunggulan DMB-T terletak pada sistem OFDM yang dilengkapi
sinkronisasi pada domain waktu (TDS-OFDM). Sinyal sinkronisasi
tersebut dikirimkan secara terpisah dari sinyal TV dengan
menggunakan teknologi spread spectrum sehingga memberikan
ketahanan lebih tinggi bagi sinyal sinkronisasi terhadap derau dan
interferensi sehingga proses deteksi OFDM yang membawa sinyal
TV menjadi lebih baik pula.
Di Eropa, Amerika, dan Jepang, migrasi ke sistem penyiaran TV
digital sudah dimulai sejak beberapa tahun yang lalu. Di Jerman,
proyek ini telah dimulai sejak 2003 di kota Berlin dan 2005 di
Munich. Pada akhir 2005 di Inggris telah dilakukan percobaan untuk
mematikan beberapa penyiaran TV analog. Pada 2010, Perancis
juga akan menerapkan hal yang sama. Hal ini dilakukan
untuk memastikan bahwa penghentian total sistem analog bisa
dilakukan pada tahun 2012.
Di Amerika Serikat, Kongres bahkan telah memberikan mandat
penghentian penyiaran TV analog secara total (switched off) pada
tahun 2009. Jepang melakukan hal serupa (2011), sementara
negara-negara lain di kawasan Asia juga akan mengikuti migrasi
total dari sistem analog ke sistem digital. Di Singapura, TV digital
telah diluncurkan sejak Agustus 2004 dan saat ini kurang lebih
250.000 rumah yang telah menikmatinya. Di Malaysia
pembangunan penyiaran TV digital juga sudah dirintis sejak tahun
1998 dan saat ini diharapkan 1,8 juta rumah bisa menikmati siaran
tersebut.
Bagaimana dengan negara kita yang berpenduduk banyak dengan
beragam kebudayaan yang tentunya sangat membutuhkan variasi
program-program siaran TV? Migrasi atau peralihan dari sistem
penyiaran TV analog ke TV digital merupakan hal yang tidak dapat
dihindari. Langkah pembuka menuju penyiaran TV digital
No Standard Codec Band
with
Modulasi
Pilihan
Modulasi
1. ATSC-T MPEG-2 (V)
Dolby AC-3
(A)
6/7/8
MHz
8-VSB 8-VSB
2. DVB-T MPEG-2 (V)
MPEG-2 BC
(A)
6/7/8
MHz
C-OFDM
QPSK/16
QAM/64Q
AM
3. ISDB-T MPEG-2 (V)
MPEG-2
ACC (A)
6/7/8
MHz
BST-
OFDM
DQPSK/Q
PSK/16Q
AM/64QA
M
4. T-DMB MPEG-4 1.536
MHz
OFDM DQPSK
5. DMB-T MPEG-2 6/7/8
MHz
TDS-
OFDM
sebenarnya sudah dimulai sejak 1997 dalam format TV digital
satelit. Hingga saat buku ini disusun jumlah pelanggannya telah
mencapai lebih dari 200.000. Namun, langkah selanjutnya untuk
menuju tingkat yang lebih masif memang sedang dalam tahap
persiapan.
Sejak tahun 2004 di bawah koordinasi Tim Nasional Migrasi Televisi
dan Radio dari Analog ke Digital, telah dilakukan sejumlah kajian
terhadap implementasi penyiaran TV digital. Serangkaian diskusi,
seminar, workshop dan lokakarya yang melibatkan tenaga ahli di
bidang penyiaran TV digital dari beberapa penjuru dunia telah
dilakukan. Bahkan uji coba siaran TV digital telah dilakukan sejak
pertengahan tahun 2006 dengan menggunakan channel 34 UHF
untuk standar DVB-T dan ch 27 UHF untuk standar T-DMB.
Dari hasil uji coba tersebut dapat dibuktikan bahwa teknologi DVB-
T mampu me-multiplex-kan beberapa program sekaligus. Enam
program siaran dapat “dimasukkan” secara serentak ke dalam
satu kanal TV berlebar pita 8MHz, dengan kualitas cukup baik. Di
samping itu penambahan varian DVB-H (handheld) mampu
menyediakan tambahan hingga enam program siaran lagi,
khususnya untuk penerimaan bergerak (mobile) dan sangat
memungkinkan bagi penambahan siaran-siaran TV baru.
Akhirnya, setelah melalui serangkaian telaah ilmiah, konsultasi
publik dan uji coba tersebut di atas, Pemerintah mengambil
keputusan untuk menggunakan standar penyiaran digital seperti
yang digunakan di kawasan Eropa. Dalam Peraturan Menteri
Komunikasi dan Informatika No. 07/P/M.KOMINFO/3/2007, yang
ditandatangani Menkominfo Sofyan Djalil, pada 21 Maret 2007,
tentang Standar Penyiaran Digital Terestrial untuk Televisi Tidak
Bergerak di negara kita , disebutkan bahwa Pemerintah menetapkan
DVB - T (Digital Video Broadcasting - Terestrial ) sebagai standar
penyiaran TV digital untuk pengguna tidak bergerak di negara kita .
Sedangkan standar penyiaran TV digital untuk pengguna bergerak
(mobile) sampai buku ini ditulis belum ada regulasinya.
Peraturan menteri tersebut jelas merupakan keputusan yang
amat penting. Peraturan ini menjadi pemandu bagi arah
perkembangan penyiaran televisi digital di masa mendatang.
Memang, masih banyak hal yang perlu diatur lebih lanjut oleh
Pemerintah dalam proses migrasi ini, seperti standarisasi
perangkat, dan jadual implementasi migrasi. Namun peraturan
menteri tersebut sudah bisa menjadi titik awal bagi semua
komponen masyarakat yang terlibat dalam dunia penyiaran televisi
untuk mengambil ancang-ancang dalam mempersiapkan diri
menyongsong era baru tersebut.
Era baru itu membuka peluang sekaligus tantangan baik yang
bersifat teknologis, ekonomis, maupun psikologis. Pada sisi
ekonomi, era menuju penyiaran digital ini membentang potensi
ekonomi yang luar biasa besar yang bakal membuka peluang
bisnis lebih banyak bagi masyarakat. Peluang usaha di bidang
rumah produksi, pembuatan aplikasi-aplikasi audio, video dan
multimedia, industri senetron, film, hiburan, komedi dan sejenisnya
menjadi potensi baru untuk menghidupkan ekonomi masyarakat.
Salah satu peluang itu, misalnya, adalah penyediaan perangkat
set-top box yang dibutuhkan TV analog untuk menerima siaran
digital. Alat ini diperlukan untuk mempercepat proses migrasi ke
sistem TV digital. Bila diasumsikan 50 persen saja dari jumlah
pemilik TV akan membutuhkan set-top box, maka diperlukan
pasokan 15 juta perangkat itu. Sementara untuk setiap pembeli
Gambar 1.7 : Contoh Model pengembangan layanan pada penyiaran
TV digital
TV baru juga diasumsikan 50 persennya membutuhkan perangkat
set-top box, maka harus tersedia 1,32 juta set-top box per tahun.
Dari satu kebutuhan atas alat itu saja sudah terbayang betapa
besar potensi ekonomi dari migrasi tersebut, belum lagi sekian
banyak kebutuhan lainnya. Karena itulah kalangan industri
pertelevisian lokal, baik penyedia perangkat keras maupun
perangkat lunak, perlu lebih tajam mengendus peluang-peluang
tersebut agar tidak diserobot oleh industri asing.
Di sisi lain, Pemerintah tentu diharapkan memberikan
perlindungan, kesempatan dan kemudahan-kemudahan bagi
industri dalam negeri untuk lebih dahulu berperan dalam
pengembangan industri penyiaran radio dan televisi digital ini
sebelum memberikan kesempatan kepada pihak asing untuk
masuk dan ikut berpartisipasi.
Perubahan ke sistem digital memang tak terelakkan. Dan sudah
wajar bahwa dalam setiap upaya menuju perubahan selalu terjadi
keraguan, selain optimisme. Keraguan, atau kekhawatiran terjadi,
salah satunya, karena kekurangtahuan atas bentuk dan arah dari
perubahan itu sendiri. Demikian pula dalam kasus perubahan
menuju era penyiaran digital ini. Karena itulah pada bab-bab
selanjutnya dalam buku ini memaparkan berbagai sisi dari
perubahan tersebut agar migrasi dari sistem penyiaran analog ke
digital dapat dipahami dan kelak dijalani dengan mulus.
mengapa sistem digital
menjadi sistem yang diperlukan terutama berkaitan
dengan penyiaran TV digital. Berikut ini beberapa alasan
Efisiensi spektrum frekuensi
Dengan mengimplementasikan TV digital maka dengan satu kanal
frekuensi bisa digunakan sekaligus untuk beberapa program
siaran. Dari segi efisiensi penggunaan kanal, jelas sistem TV digital
jauh lebih efisien dibandingkan siaran TV analog yang mensyaratkan
satu kanal hanya bisa untuk satu program siaran. Untuk
memperlihatkan seberapa efisien pemakaian spektrum frekuensi
pada siaran TV digital dapat dilihat pada gambar 2.1.
Kualitas, keandalan
Kualitas siaran dari TV digital jauh lebih baik bila dibandingkan
dengan siaran TV analog. Berdasarkan penelitian, siaran TV digital
bebas dari derau, sehingga kualitas gambar dan keandalan siaran
TV digital jauh lebih baik.
yang mendasari perlunya migrasi ke sistem TV digital:
Kompatibilitas
Dengan TV digital maka beberapa standar siaran TV analog seperti
NTSC, PAL maupun SECAM dapat disiarkan dengan satu format,
MPEG-2, yang merupakan salah satu format standar untuk siaran
TV digital di dunia.
Skalabilitas
Dengan siaran dalam bentuk digital dimungkinkan meningkatkan
lebar layar televisi, dari bentuk layar standar yaitu SDTV (Standard
Definition TV) ke EDTV (Enhanced Definition TV ) atau bahkan
layar yang lebih lebar lagi (format 16:9) seperti HDTV (High
Definition TV). (Gambar 2.2)
2.2. Digitalisasi Sistem Penyiaran TV Analog
Gambar 2.3 memperlihatkan contoh blok diagram fungsi pada
pemancar TV digital. Perbedaannya dengan pemancar TV analog
adalah pada proses pengodean sumber dan multiplexing atau pada
pengodean kanal, sedangkan transmisinya tergantung standar
sistem siaran TV digital yang digunakan. Komponen yang akan
tetap ada pada siaran TV digital adalah RF-nya.
digital berdasarkan hasil pengukuran dengan Pixelmetrix
Pada sistem siaran TV digital, sumber (audio dan video sebagai
hasil dari proses yang dilakukan di studio) dikodekan menjadi data
digital sesuai standar yang digunakan untuk dijadikan program TV
yang akan disiarkan. Selanjutnya apabila ada beberapa program
maka program-program tersebut di-multiplex untuk bisa disiarkan
melalui pemancar menggunakan kanal yang tersedia. Dengan
menggunakan multiplex 1 kanal bisa digunakan bersamaan sesuai
dengan jumlah program yang akan disiarkan, dan data yang keluar
dari blok multiplex ini merupakan data digital. Selanjutnya di bagian
modulator data tersebut dimodulasi secara digital sehingga sinyal
yang keluar dari pemancar merupakan sinyal yang termodulasi
secara digital. Pada siaran TV analog, sinyal video komposit
dipancarkan sebagai sinyal AM dan sinyal audionya dipancarkan
sebagai sinyal FM yang keduanya merupakan sinyal termodulasi
analog.
Saat ini ada kemungkinan beberapa stasiun TV analog sudah
menggunakan perangkat digital dalam proses produksi di studio
(sumber), misal: video kamera dan juga pemrosesannya. Karena
sistem siaran masih dalam bentuk analog maka hasil pemrosesan
digital di bagian studio tersebut harus diubah kembali ke dalam
bentuk analog dengan menggunakan DAC (Digital-to-Analog
Converter) untuk bisa disiarkan. Dengan kondisi seperti ini, stasiun
siaran yang dalam proses di studionya sudah melakukan
digitalisasi akan lebih mudah untuk bermigrasi, dengan
menambahkan perangkat yang belum tersedia untuk dapat
melakukan siaran secara digital.
Kompresi adalah suatu konversi kebalikan dari suatu data ke suatu
format yang membutuhkan bit yang lebih sedikit. Kompresi
dilakukan supaya data dapat disimpan atau ditransmisikan secara
lebih efisien. Ukuran data dalam bentuk telah terkompres
(Compress, C) relatif terhadap ukuran aslinya (Original, O) dikenal
dengan rasio kompresi (R=C/O). Jika kebalikan proses, yaitu
dekompresi, menghasilkan bentuk replika dari data aslinya maka
kompresinya merupakan lossless. Lossy compression, biasanya
diaplikasikan pada data gambar yang tidak dimungkinkan
menghasilkan suatu replika dari gambar aslinya, tetapi memiliki
rasio kompresi yang lebih tinggi. Oleh karena itu, lossy
compression hanya dimungkinkan dengan suatu pendekatan dari
pembangkitan gambar aslinya. Untuk kompresi gambar,
keakuratan dari pendekatan ini umumnya menurun dengan
meningkatnya rasio kompresi.
Teknik-teknik kompresi yang digunakan untuk sistem digital dapat
dikategorikan ke dalam tiga kelompok utama yaitu [Collin,4]:
O Teknik kompresi yang dapat diaplikasikan untuk semua jenis
data.
O Teknik kompresi intraframe yang digunakan pada gambar.
O Teknik kompresi interframe yang digunakan pada deretan
Ada beberapa teknik kompresi jenis ini yaitu:
Pengodean run length
Run length encoding merupakan suatu teknik kompresi yang
menggantikan kejadian yang berurutan dari suatu simbol dengan
simbol yang diikuti dengan sejumlah waktu yang diulang. Sebagai
contoh deretan angka 111110000003355 dapat direpresentasikan
dengan 15063252. Teknik kompresi ini berguna apabila ada suatu
simbol yang panjang. Teknik kompresi ini berguna untuk gambar-
gambar yang memiliki area yang semua pikselnya memiliki nilai
sama.
Pengodean relatif
Pengodean relatif merupakan suatu teknik transmisi yang
berusaha untuk memperbaiki efisiensi dengan mengirimkan
perbedaan antara setiap nilai dan nilai pendahulunya (predecessor)
di tempat nilai itu sendiri. Oleh karena itu nilai 15106433003 akan
dikirimkan sebagai 1+441+621+03+0+3. Pemancar akan
memprediksi setiap nilai sama dengan nilai pendahulunya, dan
data yang dikirimkan merupakan perbedaan antara nilai yang
diprediksi dengan nilai sebenarnya. Differential Pulse Code
Modulation (DPCM) merupakan salah satu contoh dari pengodean
relatif. Sinyal modulasi ini hanya dapat memiliki satu dari 7
kemungkinan nilai (-3 to +3) sehingga memerlukan 3 bit per sampel.
Setiap sampel hanya dapat digambarkan dengan perbedaan dari
sampel sebelumnya. Setiap sampel yang memiliki setidaknya satu
pola kesamaan, kemudian dibandingkan dengan sampel
sebelumnya. Hanya dua bit yang dibutuhkan untuk
mengekspresikan hubungan antara sampel-sampel tersebut.
Pengodean sinyal dengan cara ini akan memberikan pengurangan
sepertiga jumlah bit.
Pengodean Huffman
Pengodean Huffman merupakan salah satu teknik kompresi yang
terkenal. Teknik ini menetapkan kode-kode dengan panjang
variabel (Variable Length Codes -VLC) ke simbol-simbol, sehingga
simbol yang paling sering muncul memiliki kode-kode yang paling
pendek. Pada dekompresi simbol-simbol tersebut dikembalikan
ke panjang kode tetap aslinya. Ketika digunakan untuk
mengkompres teks, misalnya, kode-kode panjang variabel
digunakan menggantikan kode-kode ASCII dan karakter-karakter
yang paling umum, seperti spasi, sedangkan e, dan t ditetapkan
sebagai kode-kode yang terpendek. Dengan cara ini maka
keseluruhan jumlah bit yang diperlukan untuk mengirim data dapat
berkurang dibandingkan dengan jumlah bit yang dibutuhkan jika
representasi panjang kode sebenarnya digunakan. Pengodean
Huffman terutama efektif untuk data yang didominasi oleh simbol-
simbol dalam jumlah kecil.
Pengodean aritmatik
Pengodean Huffman sangat efektif, tetapi hanya optimal jika
probabilitas dari tiap simbol merupakan negative power of two.
Pengodean aritmatik tidak memiliki keterbatasan dan pada
umumnya lebih efisien dibandingkan teknik Huffman yang lebih
terkenal. Kekurangannya, teknik ini lebih kompleks bila
dibandingkan dengan pengodean Huffman.
Pengodean Lempel-Ziv
Kompresor Lempel-Ziv menggunakan suatu kumpulan deretan
simbol. Pada saat kejadian deretan yang diulang dan diganti
dengan suatu referensi ke posisinya pada kumpulan deretan
simbol tersebut. Ada beberapa variasi dari teknik pengodean ini
dan perbedaan mereka terutama dalam bentuk pengelolaan suatu
kamus atau data dari kumpulan simbol. Yang paling terkenal dari
teknik ini adalah variasi Lempel-Ziv-Welch.
Kompresi intraframe merupakan kompresi yang diaplikasikan pada
gambar-gambar yang sifatnya tetap, seperti foto dan diagram, dan
mengeksploitasi redundansi pada gambar yang dikenal dengan
redundansi spasial. Teknik kompresi Intraframe dapat diaplikasikan
pada frame individu dari suatu deretan video. Ada beberapa teknik
jenis kompresi ini yaitu:
Subsampling
Subsampling merupakan teknik kompresi gambar yang paling
mendasar. Teknik ini mengurangi jumlah data dengan membuang
sebagian dari data. Sub-sampling mengurangi jumlah bit yang
dibutuhkan untuk menggambarkan suatu gambar, yang
mengakibatkan kualitas gambar yang dihasilkan lebih rendah dari
gambar aslinya. Pada umumnya sub-sampling gambar dilakukan
dengan salah satu dari dua cara. Cara pertama, gambar asli
digandakan tetapi hanya sebagian dari piksel aslinya yang
digunakan. Cara lainnya, sub-sampling dapat diimplementasikan
dengan menghitung nilai rata-rata piksel untuk setiap grup dari
beberapa piksel, kemudian menggantikan dari rata-rata ini ke lokasi
yang sesuai pada gambar yang diperkirakan. Teknik terakhir ini
lebih kompleks dibandingkan dengan teknik yang pertama, tetapi
kualitas hasilnya lebih bagus.
Sub-sampling umumnya lossy, dan tergantung pada kemampuan
persepsi manusia untuk mengisi gap yang ada. Penerima sendiri
dapat juga berusaha untuk mengisi gap yang ada dan mencoba
untuk memperbaiki piksel-piksel yang telah dibuang selama proses
sub-sampling. Dengan membandingkan piksel-piksel terdekat
dengan gambar yang telah dilakukan sub-sampling, nilai dari piksel-
piksel yang hilang di antara gap dapat diperkirakan. Proses ini
disebut dengan interpolasi. Interpolasi dapat digunakan untuk
membuat suatu gambar yang telah dilakukan proses subsampling
menjadi gambar yang memiliki resolusi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan aslinya.
Kuantisasi kasar
Kuantisasi kasar (Coarse quantization) sama dengan subsampling
dimana informasi dibuang, tapi kompresi dikaitkan dengan
pengurangan jumlah bit yang digunakan untuk menggambarkan
suatu piksel. Setiap piksel ditetapkan suatu nilai alternatif yang
jumlah nilai alternatifnya lebih kecil daripada gambar aslinya.
Sebagai contoh, pada gambar monokrom jumlah bayangan abu-
abunya dikurangi. Kuantisasi yang rentang jumlahnya kecil disebut
kuantisasi kasar.
Kuantisasi vektor
Kuantisasi vektor merupakan salah satu bentuk kuantisasi yang
lebih kompleks dimana pertama-tama aliran data input dibagi ke
dalam blok-blok. Suatu tabel didefinisikan yang berisi sejumlah
pola untuk blok dan setiap blok dikodekan menggunakan pola dari
tabel yang paling mirip. Jika jumlah level kuantisasi sangat kecil
maka kompresinya akan menjadi lossy. Karena gambar terkadang
berisi beberapa sektor kuantisasi vektor yang diulang, maka teknik
ini akan sangat berhasil untuk kompresi gambar. Pada contoh ini
kuantisasi vektor suatu deretan simbol dibagi ke dalam blok-blok
empat simbol dan selanjutnya blok-blok ini dibandingkan dengan
apa yang ada pada tabel. Setiap blok ditetapkan simbol pada entri
tabel yang paling bisa dilakukan penyusunan ulang. Simbol-simbol
ini membentuk deretan yang dikompres. Pada proses dekompresi
dibangkitkan suatu pendekatan deretan aslinya.
Pengodean transformasi
Pengodean transformasi merupakan suatu proses konversi
gambar yang mentransformasikan suatu gambar dari domain
spasial ke domain frekuensi. Transformasi yang paling umum
digunakan pada pengodean gambar adalah DCT (Discrete Cosine
Transform). Transformasi dari gambar-gambar yang besar dapat
dihindari menjadi kompleks dengan menyusun suatu gambar yang
besar ke blok-blok yang lebih kecil dan setiap blok dikodekan
secara terpisah. Blok-blok terkode DCT yang paling berguna adalah
koefisien-koefisien yang dapat dikuantisasi secara coarse tanpa
memengaruhi kualitas gambar yang dihasilkan dari inverse-DCT
dari koefisien-koefisien yang dikuantisasi.
2.3.3 .Teknik-teknik Kompresi Interframe
Kompresi Interframe merupakan kompresi yang diaplikasikan ke
sederetan frame video. Secara umum, relatif sedikit perubahan
yang terjadi dari satu frame video ke frame berikutnya. Kompresi
interframe mengeksploitasi persamaan antara frame yang
berurutan yang dikenal dengan redundansi sesaat, untuk
mengurangi ukuran data yang diperlukan untuk menggambarkan
deretan. Ada beberapa teknik kompresi interframe dengan
kompleksitas yang bervariasi, yang kebanyakan berusaha untuk
lebih efisien menggambarkan deretan dengan menggunakan
kembali frame penerima untuk membentuk frame baru.
Ada beberapa teknik kompresi jenis ini:
Subsampling
Subsampling dapat juga diaplikasikan ke video sebagai suatu teknik
kompresi interframe, dengan hanya mengirim beberapa frame.
Video digital yang telah di-subsampling mungkin hanya berisi
beberapa detik frame. Maka dekoder perlu untuk
menginterpolasikan frame yang hilang di sisi penerima.
Pengodean perbedaan
Pengodean perbedaan merupakan proses kompresi interframe
yang sangat sederhana. Setiap bagian frame dari deretan
dibandingkan dengan frame sebelumnya dan hanya piksel-piksel
yang telah berubah diperbarui. Dengan cara ini hanya sebagian
dari jumlah nilai piksel yang dikirimkan. Ada overhead yang
berhubungan dengan indikasi dimana piksel-piksel tersebut harus
diperbarui dan jika jumlah piksel yang diperbarui harus besar, maka
overhead ini akan memengaruhi kompresi. Ada dua modifikasi yang
dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini, walaupun ada
potensi kerugian. Pertama, intensitas dari beberapa piksel hanya
akan berubah sedikit dan pada saat dimungkinkan pengodean
maka akan menjadi lossy, dan hanya piksel yang berubah secara
nyata perlu diperbarui. Oleh karena itu, tidak semua piksel yang
diubah akan diperbarui. Kedua, pengodean perbedaan tidak hanya
perlu beroperasi pada level piksel tapi juga pada level blok.
Pengodean perbedaan berdasarkan blok
Jika frame-frame dibagi ke dalam blok-blok non--overlapping dan
setiap blok dibandingkan dengan lawannya pada frame
sebelumnya, kemudian hanya blok-blok yang berubah secara nyata
perlu diperbarui. Perbaruan seluruh blok piksel pada pengurangan
overhead diperlukan untuk menentukan perbaruan yang terjadi.
Misal pada piksel 160 x 120 pada frame dipecah menjadi 300 blok
piksel 8x8. Jumlah bit yang lebih sedikit diperlukan untuk mengatasi
satu blok dari 300 blok dibandingkan satu dari 19200 piksel individu.
Piksel-piksel diperbarui pada blok beberapa piksel, terutama jika
blok yang digunakan lebih besar. Demikian halnya sebagian dari
gambar dimana bagian atas blok yang diperbarui belum diperbarui.
Ketidakkontinyuan mungkin muncul dan masalah ini akan menjadi
buruk pada saat menggunakan blok yang lebih besar. Jadi pilihan
ukuran blok harus diinformasikan terlebih dahulu sehingga
diperoleh keseimbangan yang terbaik antara kualitas gambar dan
kompresi.
Pengodean perbedaan berdasarkan blok dapat diperbaiki lebih
lanjut dengan mengompensasi pergerakan antara frame-frame.
Pengodean perbedaan, hampir tidak berguna bila ada banyak
pergerakan. Hanya obyek-obyek yang tetap dalam gambar yang
dapat dikodekan secara efektif. Jika banyak pergerakan pada saat
kamera bergerak, maka akan sangat sedikit piksel tetap yang tidak
berubah. Untuk mengatasi masalah ini perlu untuk
mengompensasi sedemikian rupa obyek-obyek yang bergerak.
Kompensasi gerakan berdasarkan blok
Kompensasi gerakan berdasarkan blok berbeda dengan teknik-
teknik kompresi interframe lainnya. Teknik ini menghasilkan
pendekatan dari suatu frame dengan menggunakan ulang data
yang ada pada frame yang mendahuluinya. Ada tiga tahapan pada
jenis kompresi ini. Pertama, frame yang akan diperkirakan dibagi
ke dalam blok-blok non--overlapping. Selanjutnya setiap blok pada
frame tersebut dibandingkan ke area dengan ukuran sama dari
frame yang mendahului atau sebelumnya (past frame) agar
diperoleh area yang sama. Sebuah blok dari frame sekarang yang
sama areanya disebut target blok. Lokasi blok yang sama atau
sesuai pada past frame mungkin berbeda dengan lokasi target
blok pada frame sekarang (current frame). Perbedaan relatif dari
lokasi ini disebut dengan vektor gerakan (motion vector). Jika target
blok dan blok yang sesuai ditemukan pada lokasi yang sama pada
frame-frame yang dilihat maka vektor gerakan yang
menggambarkan perbedaan keduanya disebut vektor nol (zero
vector).
Terakhir, pada saat pengodean setiap blok frame yang diprediksi,
vektor gerakan membuat posisi detail dari target blok yang sesuai
dikodekan diganti dengan target blok itu sendiri. Karena diperlukan
lebih sedikit bit untuk mengodekan suatu vektor gerakan dibanding
untuk mengodekan blok-blok, maka akan diperoleh kompresi.
Search Threshold
Block CodingVector Coding
Transmission
Frame Segmentation
Prediction Error Coding
Motion Vector Correction
Block Matching
Blocks
Motion vectors
Blocks
Motion vectors
Past Frame Current Frame
Selama proses dekompresi, dekoder menggunakan vektor gerakan
untuk menyamakan blok-blok dari frame lama (frame yang
diterima) ke posisi yang sesuai pada pendekatan current frame
sehingga merekonstruksi gambar. Sebagai contoh, suatu replika
dari gambar yang dapat direkonstruksi setelah dekompresi.
Secara umum hal ini tidak mungkin dengan kompensasi gerakan
berdasarkan blok dan karenanya teknik ini lossy. Efektivitas teknik
kompresi yang menggunakan kompensasi gerakan berdasarkan
blok tergantung pada sejauh mana asumsi-asumsi berikut dapat
diikuti.
O Obyek-obyek bergerak pada bidang yang paralel dengan
bidang kamera, sehingga efek pembesaran (zoom) dan
pemutaran obyek tidak dipertimbangkan, meskipun ada
pelacakan pada bidang paralel terhadap gerakan obyek.
O Iluminasi merupakan bentuk yang sifatnya spasial dan
sementara. Yaitu tingkat pencahayaan konstan (tetap) untuk
semua gambar dan tidak berubah selamanya.
O Kemacetan dari satu obyek dengan obyek lainnya, dan yang
tidak menutupi latar belakang tidak dipertimbangkan.
Kompensasi gerakan dua arah (bidirectional motion compensation)
menggunakan blok-blok yang sesuai dari kedua frame baik frame
lama maupun frame selanjutnya untuk mengodekan frame
sekarang. Frame ke depan adalah suatu frame yang ditampilkan
setelah frame sekarang.
Kompresi dua arah (bidirectional compression) lebih berhasil
dibandingkan dengan kompresi yang hanya menggunakan past
frame tunggal, karena informasi yang tidak ditemukan pada past
frame mungkin ditentukan pada frame ke depan. Hal ini
memungkinkan lebih banyak blok digantikan dengan vektor-vektor
gerakan. Kompensasi gerakan dua arah memerlukan frame yang
dienkodekan dan dikirimkan pada urutan yang berbeda dari frame
yang akan ditampilkan.
Teknik-teknik kompresi tersebut di atas merupakan teknik kompresi
yang banyak digunakan untuk gambar, teks, atau gambar bergerak.
Berikut ini secara sekilas dijelaskan mengenai kompresi yang
dilakukan pada bagian audio.
Metode kompresi yang digunakan untuk kompresi audio digital
penyiaran (DAB) adalah MASCAM yang dikembangkan oleh
Institute fûr Rundfunktechnik (IRT) Munich pada tahun 1988
[Fischer, 2004]. Kemudian pada tahun 1989, metode kompresi
audio ini dikembangkan lagi menjadi MUSICAM (Masking pattern
Universal Subband Integrated Coding And Multiplexing), hasil kerja
sama CCETT, Philips dan Matsushita. Kedua metode kompresi
audio ini berdasarkan subband coding. Pada jenis kompresi audio
ini sinyal audio dipecah ke dalam sejumlah sub-band dengan
menyesuaikan tingkat pengurangan dari sinyal yang tidak sesuai.
Jenis kompresi audio lainnya adalah ASPEC yang dikembangkan
Fraunhofer Gesellschaft dengan Thomson. Metode kompresi ini
berdasarkan pada pengodean transformasi. Pada metode
kompresi ini sinyal audio akan diubah dari domain waktu ke domain
frekuensi dengan menggunakan DCT (Discrete Cosine Transform)
dengan membuang komponen sinyal yang tidak sesuai.
Kedua jenis metode kompresi ini dimasukkan ke dalam metode
kompresi MPEG-1 pada tahun 1990-an yaitu ISO/IEC 11172-3.
MPEG-1 audio ini terdiri dari 3 lapis yaitu:
O Lapis I dan II biasanya menggunakan pengodean MUSICAM
O Lapis III secara prinsip menggunakan pengodean ASPEC.
Selanjutnya pada standar audio MPEG-2, ketiga lapis yang ada
pada MPEG-1 audio diambil alih, dan lapis II ditingkatkan
membentuk lapis II MC (multichannel) dan distandarisasi dengan
standar audio MPEG-2 ISO/IEC 13818-3 pada tahun 1994.
Seiring dengan kecenderungan teknologi siaran TV yang akan
mengarah ke siaran TV digital dengan berbagai keunggulannya,
kalangan industri perlu membuat suatu standar kompresi yang
dapat dijadikan acuan untuk membuat format siaran digital dengan
kualitas andal. Selain itu, standar yang dibuat tersebut harus dapat
saling beroperasi satu sama lain.
Terdapat banyak pilihan standar industri, dan masing-masing
memiliki ciri khusus yang kekhususan tersebut tidak akan sama
antara satu standar dengan standar yang lain, misalnya dalam
hal aplikasi yang didukung dan laju bit yang bisa dilayani.
Berikut ini dijelaskan beberapa standar industri untuk kompresi
audio dan video digital.
MPEG
Moving Picture Experts Group (MPEG) merupakan salah satu
kelompok kerja ISO/IEC, yang dibentuk pada tahun 1988 untuk
mengembangkan standar format audio dan video digital. Terdapat
beberapa standar MPEG yang ada dan yang sedang dikembangkan
[http://www.gigawave.co.uk/digitalcomp.html]. Setiap standar
kompresi dirancang untuk aplikasi laju bit tertentu.
JPEG
JPEG singkatan dari Joint Photographic Experts Group dan
standar ISO/IEC 10918. JPEG juga merupakan bagian kelompok
kerja ISO/IEC yang menekankan pada pembentukan standar untuk
pengodean gambar tone kontinyu. JPEG merupakan teknik
kompresi yang bersifat lossy yang digunakan untuk gambar-
gambar full color atau gray scale, dengan mengeksploitasi
kenyataan bahwa penglihatan manusia tidak akan mampu melihat
perubahan warna yang kecil. Contoh dari standar ini adalah JPEG
2000, yang menyediakan sistem pengodean gambar dengan
memakai teknik kompresi berdasarkan pada pemakaian teknologi
wavelet dan MotionJPEG.
DV
Digital Video merupakan format digital resolusi tinggi yang
digunakan pada kamera video dan camcorder. Standar ini
menggunakan DCT untuk mengkompres data piksel dan
merupakan bentuk kompresi lossy. Stream video yang dihasilkan
dikirim dari perangkat perekam melalui FireWire (IEEE 1394).
FireWire ini merupakan suatu serial bus dengan kecepatan tinggi
untuk bisa mentransfer data hingga 50 Mbps.
H.261
H.261 merupakan standar International Telecommunication Union
(ITU) yang dirancang untuk komunikasi dua arah seperti video
conferencing pada saluran ISDN (Integrated Services Digital
Networks ) dan mendukung laju data yang merupakan kelipatan
dari 64 Kbps. Algoritma ini berdasarkan pada DCT , dan dapat
diimplementasikan baik pada perangkat keras maupun perangkat
lunak serta menggunakan teknik kompresi intraframe dan
interframe. H.261 mendukung resolusi CIF (Common Intermediate
Format) dan QCIF.
H.263
H.263 merupakan standar kompresi berdasarkan pada standar
H.261 dengan beberapa peningkatan kinerja yang akan
memperbaiki kualitas video melalui modem. Standar ini mendukung
resolusi yang dipakai pada video konferensi yaitu CIF.
H.264
Standar ini pertama kali dipublikasikan pada tahun 2003 [ITU-T,
2002], [Richardson, 2007]. Standar ini merupakan rekomendasi
H.264 yang dikeluarkan oleh ITU-T dan ISO/IEC yaitu mengenai
Advanced Video Coding for Generic Audiovisual Services”.
Standar ini dibentuk berdasarkan konsep standar-standar
sebelumnya seperti MPEG-2 dan MPEG-4 Visual, yang
menawarkan potensi efisiensi kompresi lebih baik serta fleksibilitas
dalam proses kompresi, pengiriman dan penyimpanan video.
H.264 dapat menyampaikan kualitas yang sama seperti MPEG-2
tapi dengan lebar pita yang lebih sedikit.
Kompresi DivX
DivX merupakan suatu perangkat lunak yang menggunakan
standar MPEG-4 untuk mengkompres video digital, sehingga dapat
di-download melalui koneksi modem DSL/kabel dalam waktu yang
singkat tanpa mengurangi kualitas gambar visual. Versi terakhir
kompresi ini sedang dikembangkan melaluikerja sama antara
DivXNetworks dan komunitas open source. Standar kompresi ini
dapat bekerja pada beberapa platform sistem operasi seperti
Windows 98, ME, 2000, CE, Mac dan Linux.
Standar Laju bit
(MB/detik)
Delay
ETSI 140 140 0
ETSI 34 34 Diabaikan
ETSI 17 17
ETSi 8 8
Digibeta (kira-kira) 120 Diabaikan
Digital S 50
MPEG 1 1.5
MPEG 2 1.50-80 2 – 24 frame
Beta SX 18
EBU 24
News 8
MPEG 4 Tidak tersedia
Motion JPEG 30 – 100 3 frame
JPEG 2000 Tidak tersedia
DVC Pro
25/50/100
25/50/100 3 frame
DVCam 25 3 frame
DV 25 3 frame
Wavelet 18 – 100 < 1 mili detik
Firewire (IEEE
1394)
100/200/400
Selain standar-standar kompresi yang telah dibahas sebelumnya
ada beberapa standar kompresi lainnya yang tidak dibahas pada
sub-bab ini. menunjukkan beberapa standar kompresi
dengan informasi laju bit dan delay yang mungkin.
Perkembangan teknologi siaran TV yang mengarah ke siaran TV
digital telah menetapkan suatu standar kompresi untuk audio dan
video digital yaitu MPEG-2. ISO/IEC dan Motion Picture Experts
Group (MPEG) sebagai badan standar video digital yang
memiliki peranan sangat besar dalam memulai dan
mengembangkan komunikasi multimedia terutama
interoperabilitas antarjenis aplikasi yang menggunakan standar ini.
Perkembangan standar MPEG dapat dijelaskan sebagai berikut:
MPEG-1
Standar MPEG-1 atau ISO/IEC 11172 yang merupakan generasi
pertama dari keluarga MPEG, dikembangkan pada periode 1988-
1991, setelah selesainya rekomendasi ITU-T H.261 pada
pengodean video dengan target telefoni video dan konferensi video.
Standar MPEG-1 ini dirancang untuk memberikan solusi
pengodean digital audiovisual secara lengkap untuk media
penyimpanan digital seperti CD, DAT, drive optik dan cakram
Winchester pada kecepatan < 1.5 Mbit/detik.
MPEG-2
Standar MPEG-2 atau ISO/IEC 13818 ini mendefinisikan solusi
pengodean audiovisual terbaru dengan memfokuskan pada TV
digital dan kualitas penyimpanan menengah dan tinggi (termasuk
HDTV). MPEG-2 Video merupakan spesifikasi kerja sama MPEG
pertama yang dipublikasikan sebagai ISO/IEC 13818 bagian 2 dan
pada saat yang sama sebagai rekomendasi ITU-T H.262. Standar
MPEG-2 ini pada akhir tahun 1995 ditetapkan sebagai standar
pengodean sumber video dan audio untuk standar transmisi DVB-
T. Di Amerika Serikat, FCC yang mengesahkan ATSC sebagai
standar TV digital negaranya, menggunakan standar ini untuk
pengodean video, sedangkan untuk pengodean audio
menggunakan standar kompresi audio digital (AC3). Sedangkan
Jepang, yang mengembangkan standar TV digital sendiri yaitu
ISDB-T juga menggunakan standar ini.
MPEG-4
Standar MPEG-4 atau ISO/IEC 14496 yang diluncurkan pada tahun
1994, berkaitan dengan konsep dalam presentasi isi dari
audiovisual maju yang ditawarkan yaitu model representasi
berbasis obyek. Model berbasis obyek pada standar ini dapat
digunakan untuk menutupi kekurangan yang ada pada model
berbasis frame yang telah diadopsi oleh standar MPEG-1 dan
MPEG-2. Dengan mengadopsi model berbasis obyek ini, MPEG-
4 mengeluarkan pendekatan baru pada representasi isi multimedia
dimana alur audiovisual diambil sebagai suatu komposisi dari
obyek-obyek yang independen dengan pengodean, fitur dan
perilaku sendiri.
Arsitektur ini memungkinkan tersedianya kemampuan interaksi
yang lebih banyak, otomatis, atau berdasarkan kebutuhan
pengguna. Selain itu standar ini juga mampu beroperasi pada laju
bit yang bervariasi dari komunikasi bergerak personal dengan laju
bit yang rendah hingga produksi studio dengan kualitas tinggi. Salah
satu standar TV digital yang menggunakan standar MPEG-4 adalah
DVB-H.
MPEG-7
Standar MPEG-7 atau ISO/IEC 15938, diluncurkan pada tahun
1996 yang merupakan proyek MPEG yang disebut Multimedia
Content Description Interface yang ditujukan untuk menentukan
suatu standar cara menggambarkan berbagai jenis informasi
audiovisual. Salah satu contoh tujuan standar ini adalah mengirim
informasi latar belakang untuk suatu program siaran dengan
bantuan struktur data berbasis XML dan HTML. Sebagai ilustrasi
misalnya pada suatu aliran transpor MPEG-2, maka dapat
direpresentasikan dalam bentuk grafis yang atraktif ke pengguna
dan dilengkapi dengan fungsi-fungsi pencarian dengan suatu set-
top box modern. Standar ini pertama kali digunakan pada MHP
(multimedia home platform) suatu standar untuk set-top box dan
dalam SAMBITS.
MPEG-21
Standar MPEG-21 atau ISO/IEC 21000, dikembangkan pada tahun
2000 dan terkadang disebut Multimedia Framework. Tujuan
pengembangan standar ini adalah menyediakan tool atau metode
untuk melengkapi semua standar MPEG lainnya, termasuk di
dalamnya aplikasi-aplikasi berbasis client-server, peer-to-peer.
Standar MPEG-21 merupakan salah satu standar yang mengacu
pada manajemen dan melindungi hak-hak intelektual digital.
MPEG-A
Standar MPEG-A atau OSI/IEC 23000 diluncurkan pada tahun
2004. Standar ini sering disebut Multimedia Application Formats
(MAF). Target definisi dari MAF ini berdasarkan super-format yang
mengombinasikan tools yang telah didefinisikan sebagai standar-
standar MPEG sebagai bagian dari standar ini.
Dalam konteks siaran TV digital, standar ini belum begitu memiliki
andil yang signifikan, tapi memiliki potensi besar terutama
dalam era konvergensi kelak. Karena standar ini mampu
mengombinasikan tools yang telah distandarisasikan pada
standar-standar sebelumnya. Salah satu contoh standar MAF yang
telah selesai pada tahun 2006 adalah Music Player MAF.
Evolusi Standar MPEG
Standar Deskripsi Status
MPEG-1 Pengodean gambar
bergerak dan suara dengan
laju 1.5 Mbit/detik
Standar sejak
tahun 1992
MPEG-2 Televisi digital (SDTV dan
HDTV)
Standar sejak
tahun 1993
MPEG-3 Hanya sementara Tidak dapat
diaplikasikan
MPEG-4 Pengodean obyek-obyek
audio visual
Standar sejak
tahun 1999
MPEG-7 Multimedia Content
Description Interface
Standar sejak
tahun 2001
MPEG-21 Kerangka kerja Multimedia Standar sejak
tahun 2003
MPEG-A Format Aplikasi multimedia Dipublikasikan
tahun 2004
Modulasi digital mudah dilakukan dengan modulator I/Q.
Kebanyakan modulasi digital memetakan data ke sejumlah titik
diskrit pada suatu bidang I/Q, yang disebut titik-titik konstelasi.
Perpindahan dari satu titik ke titik yang lain secara bersamaan
dihasilkan modulasi amplitudo dan modulasi fasa. Untuk mengatasi
masalah ini dengan menggunakan sebuah modulator amplitudo
dan sebuah modulator fasa akan sulit dan kompleks. Cara ini
mungkin bisa juga dengan menggunakan suatu modulator fasa
konvensional. Sinyal mungkin akan mengitari asalnya dengan satu
arah terus-menerus, yang memerlukan kemampuan pergeseran
fasa yang tak berhingga. Sebagai alternatif, untuk memodulasi
amplitudo dan fasa akan lebih mudah apabila menggunakan I/Q
Modulator. I dan Q mengontrol sinyal-sinyal yang diikat tetapi
membungkus fase tak berhingga mungkin dengan fasa yang
sesuai dengan sinyal-sinyal I dan Q.
2.4.1. IQ Modulator
Diagram-diagram I/Q berguna karena diagram ini mencerminkan
cara sinyal-sinyal komunikasi digital dibuat dengan menggunakan
suatu modulator I/Q. Pada pemancar, sinyal-sinyal I dan Q
dicampur dengan osilator lokal (local oscilator- LO). Suatu
penggeser fasa 90 derajat ditempatkan pada salah satu jalur LO.
Sinyal-sinyal yang dipisahkan 90 derajat disebut dengan in
quadrature atau yang saling tegak lurus. Sinyal-sinyal in quadrature
tidak akan berinterferensi dengan sinyal lainnya. Kedua sinyal ini
merupakan komponen sinyal yang bebas. Pada saat
dikombinasikan kedua sinyal ini akan dijumlahkan menjadi suatu
sinyal output komposit. Ada dua sinyal bebas dalam I dan Q yang
dapat dikirimkan dan diterima dengan rangkaian sederhana. Ini
menyederhanakan dalam mendesain radio digital. Keuntungan dari
modulasi I/Q adalah kemudahan dalam mengombinasikan
komponen-komponen sinyal bebas ke dalam suatu sinyal komposit
tunggal dan selanjutnya membaginya ke dalam bagian komponen
bebasnya.
2.4.2. IQ Demodulator
Sinyal komposit dengan informasi besaran dan fasa (I dan Q)
sampai di-input penerima. Sinyal input dicampur dengan sinyal
osilator lokal pada suatu frekuensi pembawa dalam dua bentuk
sinyal. Satu sinyal pada fasa nol. Sinyal yang lain memiliki
pergeseran fase sebesar 90 derajat. Sinyal input komposit dipecah
menjadi in-phase, I, dan suatu komponen quadrature, Q. Kedua
komponen sinyal adalah bebas dan saling tegak lurus. Satu sinyal
dapat diubah tanpa mengganggu sinyal yang lain. Pada umumnya,
informasi tidak dapat diplotkan pada suatu format polar (kutub)
dan diinterpretasikan kembali sebagai nilai persegi tanpa
melakukan konversi dari polar ke persegi. Konversi ini sama dengan
yang dilakukan oleh proses penyampuran in-phase dan quadrature
pada radio digital. Penggeseran fasa dan dua mixer pada osilator
lokal dapat melakukan konversi secara akurat dan efisien.
Laju bit dan laju simbol
Untuk lebih memahami dan membandingkan efisiensi format
modulasi yang berbeda, pembaca perlu memahami terlebih dahulu
perbedaan antara laju bit dan laju simbol. Lebar pita sinyal untuk
kanal komunikasi yang dibutuhkan tergantung pada laju simbol
dan bukan pada laju bit dari suatu sistem.
Laju bit merupakan frekuensi dari suatu sistem aliran bit (bit stream).
Sebagai ilustrasi, suatu radio dengan penyampel 8 bit dengan
penyamplingan pada 10 kHz untuk percakapan. Laju bit, laju aliran
bit dasar untuk ini adalah 8 bit dikalikan dengan 10000 sampel
detik atau 80 Kbit per detik. Sedangkan laju simbol adalah laju bit
dibagi dengan jumlah bit yang dapat dikirimkan pada setiap simbol.
Bila satu bit dikirim per simbol maka laju simbol akan sama dengan
besar laju bitnya yaitu 80 Kbit per detik. Jika dua bit dikirim per
simbolnya, misal dalam QPSK, maka laju simbol akan menjadi
setengah dari laju bitnya atau hanya 40 Kbit per detik. Laju simbol
sering disebut laju baud.
Persyaratan Spektrum
Sebagai contoh dari bagaimana laju simbol memengaruhi
persyaratan spektrum dapat dilihat pada 8-Phase Shift Keying (8-
PSK). Ada 8 kondisi yang mungkin dimana sinyal dapat bertransisi
pada setiap saat. Fasa sinyal dapat mengambil delapan nilai pada
setiap waktu simbol. Karena 23 = 8, ada 3 bit per simbolnya. Hal
ini berarti laju simbol sepertiga dari laju bitnya. Oleh karena itu
relatif mudah untuk mendekodekannya.
Clock symbol
Clock symbol merepresentasikan frekuensi dan pewaktu
sebenarnya dari pengiriman simbol individu. Pada transisi clock
symbol, pembawa yang dikirim adalah pada nilai I/Q yang benar
untuk merepresentasikan simbol khusus (titik tertentu pada
konstelasi).
Pada sistem penyiaran TV digital digunakan teknik modulasi digital
QPSK, QAM dan OFDM yang akan dijelaskan sebagai berikut ;
Quadrature Phase Shift Keying (QPSK)
Jenis fasa modulasi yang umum adalah QPSK. Jenis modulasi
ini paling banyak digunakan pada aplikasi-aplikasi termasuk
layanan seluler CDMA (Code Division Multiple Access), WLL
(Wireless Local Loop), Iridium (suatu sistem satelit voice/data)
dan DVB-S (Digital Video Broadcasting - Satellite). Quadrature
berarti bahwa sinyal bergeser antara kondisi fasa yang dipisahkan
sebesar 90 derajat. Sinyal bergeser dengan kenaikan sebesar 90
derajat dari 45 ke 135, –45, atau –135 derajat. Titik-titik ini dipilih
sebagaimana titik ini dapat diimplementasikan dengan mudah,
dengan menggunakan sebuah modulator I/Q. Hanya dua nilai I
dan dua nilai Q diperlukan, dan ini memberikan 2 bit per simbolnya.
Di sini ada 4 kondisi karena 22 = 4. Oleh karena itu, QPSK
merupakan jenis modulasi yang memiliki lebar pita yang efisien
bila dibandingkan dengan BPSK.
(a) (b)
G b 2 9 K l i ( ) 16 QAM (b) 64 QAMGambar 2.9: Konstelasi (a) 16-QAM (b) 64-QAM
(hasil pengukuran dengan Pixelmetrix)
Gambar 2.8: Konstelasi QPSK
(hasil pengukuran dengan Pixelmetrix)
Quadrature Amplitude Modulation (QAM)
Jenis modulasi digital lainnya adalah QAM, yang digunakan pada
aplikasi-aplikasi, seperti radio digital gelombang mikro, DVB-C
(Digital Video Broadcasting - Cable) dan modem. Pada 16-state
Quadrature Amplitude Modulation (16-QAM), ada 4 nilai I dan 4
nilai Q. Sehingga total kondisi sinyal yang mungkin adalah 16. Hal
ini dapat transisi dari kondisi apa saja ke kondisi lainnya pada setiap
clock symbol. Karena 16 = 24, atau 4 bit per simbol dapat dikirim.
Bit-bit ini terdiri dari 2 bit untuk I dan 2 bit untuk Q. Laju simbolnya
adalah ¼ dari laju bit-nya. Sehingga format modulasi ini
menghasilkan suatu transmisi yang secara spektrum lebih efisien,
dibandingkan dengan BPSK, QPSK, 4-QAM atau 8-PSK.
Variasi lain dari QAM adalah 32-QAM. Dalam hal ini ada 6 nilai I
dan 6 nilai Q yang menghasilkan 36 kondisi yang mungkin (6x6=36).
Sehingga 4 kondisi simbol yang mengambil sebagian besar daya
untuk mengirim diabaikan. dengan ini maka akan mengurangi
jumlah daya puncak pemancar yang harus dibangkitkan. Karena
25 = 32, ada lima bit per simbol dan laju simbol adalah 1/5 dari laju
bit-nya.
Selain itu ada variasi lain QAM yaitu 64-QAM. Saat ini batas untuk
QAM adalah 256-QAM, dan tahap pengembangan berikutnya
adalah agar batas dapat dinaikkan hingga 512 atau 1024 QAM.
Sistem 256-QAM menggunakan 16 nilai I dan 16 nilai Q yang
menyediakan 256 kondisi yang mungkin. Karena 28 = 256, maka
setiap simbol dapat merepresentasikan 8 bit. Sinyal 256-QAM yang
dapat mengirim 8 bit per simbol sangatlah efisien. Akan tetapi
karena simbol-simbol tersebut sangat berdekatan maka
dimungkinkan terjadi kesalahan berupa derau dan distorsi. Sinyal-
sinyal ini membutuhkan daya yang relatif besar, karena itu akan
mengurangi efisiensi dayanya bila dibandingkan dengan skema
yang lebih sederhana.
Berikut adalah ilustrasi untuk membandingkan efisiensi
penggunaan lebar pita bila menggunakan modulasi 256-QAM dan
BPSK. BPSK menggunakan 80 Kilosimbol/detik untuk mengirim
1 bit per simbol. Sedangkan sistem yang menggunakan 256-QAM
mengirim 8 bit per simbol sehingga laju simbolnya adalah 10
Kilosimbol/detik. Sistem 256-QAM memungkinkan jumlah
informasi yang sama dikirim sebagai suatu BPSK dengan
menggunakan hanya 1/8 dari lebar pita. Jadi 8 kali lebih efisien
dalam penggunaan lebar pita. Tetapi sistem akan lebih kompleks
dan lebih mungkin mengalami kesalahan karena derau dan
distorsi. Laju kesalahan sistem QAM pada orde yang lebih tinggi
menurun lebih cepat bila dibandingkan dengan QPSK apabila ada
derau dan interferensi. Dengan demikian penurunan ini akan
menghasilkan sistem dengan BER (Bit Error Rate) yang lebih
tinggi.
Pada semua sistem modulasi digital, apabila sinyal input terdistorsi
atau mengalami peredaman maka penerima akan mengalami
kehilangan clock symbol. Apabila penerima tidak dapat
memperbaiki clock symbol, maka penerima tidak akan dapat
mendemodulasi sinyal atau tidak dapat menerima informasi
apapun. Dengan sedikit penurunan, clock symbol dapat diperbaiki,
tetapi akan noisy dan lokasi simbolnya juga noisy. Dalam beberapa
kasus, simbol akan turun jauh dari posisi yang diharapkan dan
akan mengganggu posisi yang didekatnya. Detektor level I dan Q
yang digunakan dalam demodulator akan diinterpretasikan berbeda
yang menyebabkan kesalahan bit. QPSK tidak efisien, tapi pada
modulasi ini kondisi saling berjauhan dan sistem dapat
Format Modulasi Limit Efisiensi lebar pita
BPSK 1 bit/detik/Hz
QPSK 2 bit/detik/Hz
8-PSK 3 bit/detik/Hz
16-QAM 4 bit/detik/Hz
32-QAM 5 bit/detik/Hz
64-QAM 6 bit/detik/Hz
256-QAM 8 bit/detik/Hz
Tabel Limit efisiensi lebar pita secara teori
mentoleransi lebih banyak derau sebelum mengalami kesalahan
simbol. QPSK tidak memiliki kondisi intermediasi antara lokasi 4
simbol sehingga sedikit peluang bagi demodulator salah dalam
menginterpretasikan simbol. QPSK memerlukan daya pemancar
lebih rendah dibandingkan dengan QAM untuk memperoleh BER
yang sama.
Limit efisiensi lebar pita secara teori
Efisiesi lebar pita menggambarkan seberapa efisien lebar pita yang
dialokasikan dimanfaatkan, atau kemampuan skema modulasi
mengakomodasi data pada lebar pita yang terbatas. Tabel 2.3
memaparkan batas/limit efisiensi lebar pita secara teori untuk
beberapa jenis modulasi.
Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM)
OFDM merupakan teknik modulasi multi-carrier yang digunakan
oleh beberapa standar nirkabel masa depan, seperti TV digital,
Wireless LAN, Metropolitan Area Networks, dan seluler. Dengan
OFDM, data yang telah dimodulasi ditransmisikan secara pararel
melalui sub-carrier- sub-carrier. Konsep dasar OFDM
Dengan cara ini, tiap sub-carrier menduduki lebar spektrum yang
sempit, dan kondisi kanal hanya memengaruhi amplitudo dan fasa
dari sub-carrier. Oleh sebab itu, untuk mengatasi frequency-
selective fading lebih mudah dilakukan pada OFDM karena hanya
diperlukan kompensasi dari amplitudo dan fasa dari tiap sub-
carrier. Pemrosesan sinyal dari OFDM juga relatif mudah karena
hanya diperlukan dua FFT (Fast Fourier Transform), masing-
masing satu di pemancar (modulator) menggunakan IFFT (Inverse
Fast Fourier Transform) dan penerima (demodulator)
menggunakan FFT (Fast Fourier Transform).
Salah satu kekurangan dari OFDM adalah pada rasio daya peak-
to-average, walau modulasi yang sederhana seperti QPSK
dilakukan pada sub-carrier. Hal ini disebabkan karena daya sinyal
yang ditransmisikan merupakan penjumlahan daya dari banyak
sub-carrier sehingga berdampak pada biaya dari penguat daya
(power amplifier).
Pengodean kesalahan dalam sistem digital digunakan untuk
mengurangi kesalahan baik pada sisi pengirim maupun penerima
pada sistem dengan modulasi carrier tunggal atau nodulasi dengan
banyak carrier. dua level
pendekatan pengodean FEC (Forward Error Correction) pada
transmisi DVB yaitu suatu pengodean modulasi “inner” dan suatu
kode perbaikan kesalahan simbol “outer”. Selain itu juga digunakan
interleaver dan de-interleaver untuk mengeksploitasi kemampuan
koreksi kesalahan dari kode FEC.
Penyedia layanan video kabel, satelit dan terestrial menggunakan
modulator televisi digital (DTV) untuk mengubah program-program
video (termasuk video, audio, dan data tambahan) ke dalam suatu
format yang dapat dipancarkan melalui media yang ada. Modulator
menerima data sebagai suatu aliran transpor program tunggal
(Single Program Transport Stream - SPTS) atau banyak program
(Multi Program Transport Stream - MPTS), dikirimkan melalui
penyiaran video digital (DVB) ASI (Asynchronous Serial Interface)
pada kecepatan 270 Mb/detik. Aliran transpor (Transport Stream -
TS) meliputi input audio, video, and data ancillary yang telah
dikodekan dengan skema kompresi seperti MPEG-2.
Modulator DTV melakukan pengodean FEC dan memetakan data
biner ke dalam skema modulasi yang sesuai untuk disiarkan.
Gambar 2.10. menunjukkan kode-kode FEC pada transmisi DVB.
Contoh skema modulasi yang digunakan untuk penyiaran TV digital
seperti yang telah dibahas pada sub-bab sebelumnya adalah :
quadrature amplitude modulation (QAM), quadrature phase shift
keying (QPSK), coded orthogonal frequency division multiplexing
(COFDM), dan vestigial sideband (VSB).
Semua modulator yang digunakan pada sistem penyiaran digital
tersebut harus menyediakan beberapa bentuk pengodean FEC
dan selanjutnya memetakan ke dalam skema modulasi yang
sesuai untuk penyiaran. Pada gambar dibawah ini diperlihatkan
proses pengodean pada transmisi DVB.
Pada siaran terestrial yang menggunakan modulasi COFDM
seperti yang digunakan pada beberapa negara yang
mengimplementasikan DVB-T, data pada COFDM didistribusikan
menggunakan beberapa frekuensi carrier yang saling ortogonal
satu sama lain. Modulasi COFDM ini memiliki antarmuka
baseband untuk menerima MPEG-TS. Sistem ini menerapkan
pengodean teknik-teknik Reed Solomon dan Viterbi untuk
menyediakan FEC dan melakukan penyisipan untuk mengurangi
kesalahan-kesalahan. Kemudian data dipetakan QAM ke sinyal
dan dikonversikan lagi.
Coded OFDM – COFDM
Coded OFDM, atau COFDM merupakan suatu istilah yang
digunakan untuk suatu sistem dimana pengodean kontrol
kesalahan dan proses modulasi OFDM dilakukan bersamaan
[Stott, 1998]. Langkah penting pada suatu sistem COFDM adalah
menyisipkan dan mengodekan bit-bit sebelum ke masuk IFFT.
Langkah ini dimaksudkan untuk mengambil bit-bit terdekat pada
data sumber dan menyebarkannya menggunakan subcarrier yang
banyak. Satu atau lebih subcarrier mungkin hilang atau rusak
karena nol frekuensi dan kehilangan ini akan menyebabkan suatu
aliran berdampingan (contiguous stream) dari kesalahan-
kesalahan bit. Kesalahan-kesalahan ini biasanya sulit untuk
diperbaiki. Penyisipan pada pemancar menyebarkan kesalahan-
kesalahan ini sehingga kesalahan bit menduduki sebagian dari
waktu. Spasi ini mempermudah dekoder untuk memperbaiki
kesalahan-kesalahan.
Langkah penting lainnya pada sistem COFDM adalah
menggunakan informasi kanal dari respon ekualiser untuk
menentukan keandalan dari bit yang diterima. Nilai-nilai dari respon
ekualiser digunakan untuk memperkirakan kekuatan dari subcarrier
yang diterima. Sebagai contoh, jika respon ekualiser memiliki nilai
yang besar pada frekuensi tertentu, maka hal ini akan sesuai
dengan nol frekuensi pada titik tersebut pada suatu kanal. Respon
ekualiser akan memiliki nilai yang besar pada titik tersebut
karena berusaha untuk mengompensasi sinyal lemah yang
diterima. Keandalan informasi ini diteruskan ke blok-blok
pengodean sehingga bit-bitnya sesuai ketika melakukan proses
pendekodean. Pada kondisi nol frekuensi bit-bit akan ditandai
dengan “low confidence” dan bit-bit ini kandungannya tidak sebesar
bit dari subcarrier yang kuat. Sistem COFDM mampu untuk
memberikan kinerja yang bagus pada kanal-kanal frekuensi terpilih
karena mengombinasikan kelebihan dari modulasi multicarrier dan
pengodean.
Sistem Penyiaran TV Digital
ATSC dan DVB-T
Sistem ATSC
dvanced Television Systems Committee merupakan
standar yang dibuat dan pertama kali digunakan di
Amerika Serikat untuk sistem televisi digital. Standar TV
ATSC sendiri adalah sebuah organisasi non-profit yang dibentuk
pada 1982 yang bertugas mengembangkan standar-standar teknis
untuk semua aspek dari televisi digital. Anggota ATSC terdiri dari
industri penyiaran, peralatan penyiaran, video, elektronik, komputer,
kabel, satelit, semikonduktor. Standar televisi digital ATSC juga
meliputi High Definition Television, Standar Definition Television,
penyiaran data, audio multikanal, dan penyiaran satelit ke rumah
secara langsung [ATSC 2007].
Pada 1987, ketika industri siaran di AS meminta FCC (Federal
Commission on Communications) untuk mempelajari
permasalahan seputar teknologi maju di bidang televisi dan
kemungkinan dampaknya terhadap layanan siaran TV, khalayak
umum masih menganggap mustahil menyiarkan HDTV melalui
A
digital ATSC diberlakukan sejak 16 Desember 1995 dengan
dirilisnya dokumen A/53 tentang Standar Televisi Digital oleh ATSC.
kanal TV terestrial 6 MHz seperti yang digunakan oleh siaran TV
analog berstandar NTSC. Namun perkembangan penting terjadi
sekitar 1993 ketika tiga kelompok riset yang mengembangkan
sistem TV digital secara terpisah sepakat untuk bersinergi dengan
mengambil nama Digital HDTV Grand Alliance dan memilih
sistem yang terbaik dari hasil riset mereka. Tiga kelompok riset
ini adalah kelompok pertama terdiri atas AT&T dan Zenith
Electronics, kelompok kedua adalah kerja sama General
Instrument dan MIT, serta yang ketiga adalah kolaborasi Philips,
Thomson, dan David Sarnoff Research Center. Grand Alliance ini
kemudian diangkat sebagai penyedia informasi utama oleh ATSC
dalam melaksanakan tugasnya.
Secara spesifik, ATSC menyusun standar-standar televisi untuk
media komunikasi yang berbeda terutama pada televisi digital,
sistem interaktif, dan komunikasi multimedia pita lebar. ATSC juga
mengembangkan strategi implementasi televisi digital dan
menyelenggarakan seminar terkait dengan standar ATSC.
Standar ATSC kemudian diadopsi oleh beberapa negara, di
antaranya Kanada (1997), Korea Selatan (1997), Taiwan (1998),
dan Argentina (1998) [McDowell 2002]. Hal ini terutama terjadi
sejak organisasi ATSC berubah dari suatu organisasi nasional
menjadi internasional pada 1996. ATSC sendiri tetap bekerja
sampai saat ini untuk mengembangkan standar-standar suplemen
untuk TV digital dan ikut terjun meninjau masalah-masalah
implementasi.
Isi dokumen A/53 yang mendasari materi bab ini dapat diperoleh
secara lengkap di situs ATSC, http://www.atsc.org. Pembahasan
dalam bab ini didasarkan pada versi 2007 tertanggal 3 Januari
2007 [ATSC 2007] dibagi ke dalam 6 bagian yang mencerminkan
konsep modularitas sistem, Overview Sistem
Standar ATSC mendefinisikan suatu sistem yang didesain untuk
transmisi video dan audio kualitas tinggi serta data melalui suatu
kanal radio selebar 6 MHz. Sistem tersebut mampu mengantarkan
sekitar 19 Mbps throughput melalui kanal siaran terestrial yang
hanya selebar 6 MHz, dan sekitar 38 Mbps melalui kanal TV kabel
selebar 6 MHz. Artinya, untuk mengompresi video yang beresolusi
sampai 5 kali lebih tinggi dari TV konvensional (standar NTSC)
diperlukan reduksi bit rate sampai 50 kali atau lebih. Untuk tujuan
tersebut, sistem ini telah dirancang agar mampu memanfaatkan
kapasitas kanal secara efisien dengan menerapkan teknologi
kompresi video dan audio yang kompleks, sambil tetap menjaga
tingkat kualitas.
Sistem televisi digital ATSC menggunakan MPEG-2 untuk
pengodean video dan Digital Audio Compression (AC-3) untuk
pengodean audio. Sinyal yang berasal dari beberapa sumber yang
telah melalui pengodean sumber dan kanal memodulasi
gelombang pembawa dengan teknik modulasi VSB (Vestigial
Sideband). Subsistem modulasi menawarkan dua mode: mode
siaran terestrial (8-VSB) dan mode laju data tinggi (16-VSB).
Berbeda dengan standar TV digital lainnya yang pada umumnya
berbasis sistem modulasi multicarrier OFDM, maka sistem
transmisi ATSC bertumpu pada sistem VSB yang menggunakan
frekuensi carrier tunggal.
Susbsistem Pengodean Sumber dan Kompresi
·Video
MPEG-2 dibakukan sebagai teknik kompresi video untuk standar
sistem TV digital ATSC, dengan karakteristik yang dijelaskan
secara rinci
Segmen
pengodean sumber yang pada gambar diwakili oleh adanya
pengode video, audio, dan transpor, menggunakan frekuensi yang
semuanya diturunkan dari frekuensi clock dasar sebesar 27 MHz.
Clock ini digunakan untuk membangkitkan sampel 42 bit dari
frekuensi yang dipartisi menjadi dua bagian sesuai spesifikasi
MPEG-2, yaitu 33 bit program clock reference base dan 9 bit
program clock reference extension. Yang pertama setara dengan
sampel dari clock 90 kHz yang terkunci terhadap clock 27 MHz
dan digunakan oleh pengode sumber audio dan video ketika
mengodekan PTS (Presentation Time Stamp) dan DTS (Decode
Time Stamp). Clock untuk audio dan video, berturut-turut
dinyatakan sebagai fa dan fv, juga terkunci terhadap clock 27 MHz
dengan syarat kondisi berupa adanya dua pasang bilangan bulat
(na, ma) dan (nv, mv) sedemikian hingga fa = na/ma ´ 27 MHz dan fv
= nv/mv ´ 27 MHz.
Terdapat sejumlah standar produksi perangkat TV yang
mendefinisikan format video yang berkaitan dengan format
kompresi yang ditentukan oleh ATSC, yaitu:
a. SMPTE 274M
b. SMPTE 296M
c. ITU-R BT.601-5
Format kompresi dapat ditentukan dari satu atau lebih format
video input. Sedangkan algoritma kompresi video untuk TV digital
harus mengikuti syntax pada Main Profile ISO/IEC 13818-2.
·Audio
Standar ATSC menetapkan penggunaan sistem AC-3 sebagai
standar kompresi audio yang ditentukan dalam dokumen ATSC
A/52 dengan karakteristik yang dijabarkan pada Bagian 5 dokumen
A/53 versi 2007. Gambar 3.2 mengilustrasikan subsistem audio
pada sistem TV digital ATSC. Subsistem ini terdiri dari pengode/
pendekode audio yang menempati posisi di antara jalur input/
4 dialogue (D) Associated Berisi dialog program yang
digunakan bersama
layanan ME. Layanan ini
dapat menyediakan dialog
dalam berbagai bahasa.
5 commentary
(C)
Associated Mirip dengan D, tetapi
hanya membawa audio
komentar program.
output audio dan subsistem transpor. Pengode audio berfungsi
membangkitkan aliran audio elementer yang merupakan hasil
pengodean dari sinyal input audio baseband aslinya. Pada
penerima, subsistem audio mendekode aliran audio elementer
ini kembali ke audio baseband.
Sistem audio membawa audio digital yang disampel pada
frekuensi 48 kHz, yang diperoleh dari clock 27 MHz dengan faktor
pengali na/ma = 2/1125. Layanan audio utama (main audio service)
dikodekan dengan laju bit 448 kbps atau kurang. Sedangkan audio
kanal tunggal yang berkaitan dengan layanan tambahan
(associated service) berisi elemen program tunggal dikodekan
dengan laju 128 kbps atau kurang. Layanan tambahan dua kanal
yang hanya berisi dialog dikodekan dengan laju 192 kbps atau
kurang. Sedangkan kombinasi laju bit untuk layanan main dan
associated yang akan diterima bersamaan harus kurang dari atau
sama dengan 576 kbps. Jenis-jenis layanan audio ini ditabelkan
sebagai berikut:
3.1.3. Sistem Multiplex Layanan dan Transpor
p g
6 emergency
(E)
Associated Layanan kanal tunggal
yang ditujukan untuk
penyisipan pengumuman
darurat atau prioritas
tinggi. Perangkat
pendekode yang
mendeteksi aktifnya
layanan E akan
menghentikan layanan
utama dan hanya
mereproduksi layanan E.
7 voice-over
(VO)
Associated Layanan kanal tunggal
yang memungkinkan
voice-over dilakukan pada
aliran audio elementer
tanpa perlu pendekodean
kembali ke baseband.
Protokol dan format transpor untuk ATSC adalah bagian kompatibel
dalam spesifikasi MPEG-2 yang didefinisikan dalam ISO/IEC
13818-1. Format ini berbasis pada pendekatan aliran transpor
dengan panjang paket yang tetap yang telah dioptimasi untuk
siaran TV digital.
Subsistem transpor terletak di antara fungsi pengode/pendekode
dan subsistem transmisi. Subsistem transpor pada pengode
berfungsi memformat aliran elementer hasil pengodean dan me-
multiplex berbagai komponen program untuk kemudian
ditransmisikan. Pada penerima, aliran elemen tersebut dibentuk
kembali untuk kemudian diteruskan ke pendekode. Subsistem
transpor juga menjalankan fungsi lapisan protokol yang lebih tinggi
yang berkaitan dengan sinkronisasi perangkat penerima.
Proses multiplex berlangsung dalam dua lapis. Pada lapis
pertama, aliran-aliran transpor program terbentuk dengan me-
multiplex paket-paket Transport Stream (TS) dari satu atau lebih
Packetized Elementary Stream (PES). Di lapis kedua, satu atau
lebih aliran transpor program tunggal yang terbentuk di lapis
pertama dikombinasi menjadi multipleks program-program. PSI
(Program Specific Information) yang dimiliki paket-paket TS
menentukan identifikasi program-program dan komponen-
komponen dalam tiap program. Keluaran dari subsistem transpor
adalah TS MPEG-2 yang terdefinisi pada laju konstan Tr Mbps jika
ditransmisikan dengan sistem 8-VSB, di mana Tr dapat dihitung
sebagai berikut:
Tr = 2 ´ (188/208) ´ (312/313) ´ (684/286) ´ 4,5
= 19,39... Mbps
Sedangkan laju simbol Sr (MSps atau megasimbol per detik)
adalah:
Sr = (684/286) ´ 4,5 = 10,76... MSps
Gambar 3.4 menunjukkan model head-end pada pemancar yang
menghubungkan IS (Input Stream) yaitu keluaran dari subsistem
transpor dengan sistem transmisi. Pada model digambarkan
bahwa pemancar dapat menerima tiga IS, yaitu masing-masing
untuk paket-paket TS yang dikirimkan melalui Main Service (IS-
Gambar 3.3: Organisasi fungsional pada sepasang pemancar
dan penerima untuk program tunggal
Gambar 3.4: Model referensi head-end
N) atau Enhanced (IS-Ea jika diinginkan laju 1/2 atau IS-Eb jika
diinginkan laju 1/4). Setiap saat hanya satu dari tiga input tersebut
yang dapat diambil oleh paket TS. Keputusan tentang salah satu
di antara tiga aliran yang akan diambil ditentukan oleh isi PID pada
setiap paket TS.
model referensi penerima (reference
receiver) yang menghubungkan demodulator VSB dan subsistem
transpor. Seperti halnya model head-end untuk pemancar, pada
reference receiver tidak mungkin terjadi pengiriman data pada
lebih dari satu sumber (TS-Ea, TSEb, atau TS-M). Namun jika
pada suatu saat tidak satu pun data tersedia, reference receiver
akan menyisipkan paket null untuk menjaga laju paket tetap
konstan pada 19,39 Mbps.
8-VSB untuk siaran terestrial dan 16-VSB untuk laju data tinggi.
Metode 8-VSB terdefinisi oleh sekelompok elemen pokok dan
berbagai elemen opsional. Elemen pokok ini disebut sebagai main
mode dan meliputi antara lain sistem FEC (Forward Error Control)
dan training sequence yang digunakan untuk melindungi data
layanan utama. Yang termasuk elemen opsional adalah lapisan
FEC tambahan sebelum tahap modulasi yang kemudian disebut
Enhanced 8-VSB atau E8-VSB. Tersedia pula sejumlah opsi laju
pengodean dan payload assignment.
Dengan demikian sistem 8-VSB pada ATSC menawarkan berbagai
sub-mode yang memungkinkan kompromi antara laju data dan
kualitas sinyal, sehingga bisa disesuaikan dengan kondisi
propagasi radio di lapangan serta keinginan operator siaran. Pada
subbab ini hanya akan dibahas secara rinci sistem transmisi untuk
main mode, sedangkan informasi tentang spesifikasi enhanced
mode hanya akan disinggung sedikit bilamana perlu.
· Struktur pemancar dan penerima
Gambar 3.6 menunjukkan diagram blok main service (di dalam
kotak besar di bagian atas) serta enhanced service di bagian
bawah gambar. Pada sistem yang hanya menerapkan main
service, data mengalami proses pengacakan dan pengodean FEC
berupa Reed-Solomon (207, 187), interleaving, dan pengodean
Trellis (konvolusional) berlaju 2/3. Selanjutnya paket-paket data
bersama dengan data segment sync dan data field sync dibentuk
menjadi frame-frame data untuk dikirimkan. Untuk enhanced mode
Pada dokumen A/53 ATSC, karakteristik sistem transmisi untuk
penyiaran terestrial dibahas pada bagian 2 yang menjelaskan
diagram blok dan ketentuan normatif dari sistem transmisi televisi
digital terestrial ATSC. Sistem transmisi untuk penyiaran terestrial
ATSC mampu menyalurkan laju data 19,28 Mbps dalam sebuah
kanal 6 MHz. Sebagai input dari sistem transmisi VSB adalah
aliran data serial sebesar 188 byte paket data MPEG (termasuk 1
sync data dan 187 byte data yang merepresentasikan laju data
payload 19,28 Mbps) dengan laju 19,39 Mbps.
Sistem proteksi terhadap kesalahan tersusun atas deretan
pengode Reed-Solomon (RS), interleaving, dan pengode Trellis
4 state. Dua lapis pengodean untuk deteksi dan koreksi kesalahan,
yaitu RS dan Trellis 4 state, memberikan proteksi rangkap
terhadap aliran data video yang dikirimkan. Sedangkan interleaving
– proses pengubahan urutan byte pada pemancar yang kemudian
ditata kembali pada penerima – bertujuan mengubah error yang
bersifat burst atau berderetan yang bisa terjadi karena fading
menjadi error yang lebih bersifat acak yang lebih mudah untuk
ditanggulangi. Jika digunakan enhanced mode, maka proteksi
terhadap error ini dibuat berlapis lebih banyak dengan adanya
pengode RS dan pengode konvolusional pada tambahan (gambar
3.6). Enhanced mode juga memberikan dua opsi yang
memungkinkan kompromi terhadap laju data untuk menjaga
kualitas penerimaan yang baik, terutama pada lingkungan dengan
kondisi propagasi yang buruk. Untuk tujuan ini tersedia beberapa
pilihan tingkat laju data.
Jika tahap demi tahap dalam proses proteksi pada main service
ditelusuri, maka tahap pertama adalah pengacakan data.
Pengacak data (data randomizer) bertugas mengacak seluruh
data input atau payload. Pengacak ini menghubungkan byte data
yang akan dikirim melalui gerbang XOR dengan deret biner acak
semu (pseudo random binary sequence atau PRBS) yang
berformat M sequence 16 bit.
Keluaran dari pengacak ini kemudian masuk ke dalam pengode
RS (207, 187). Teknik pengodean RS memiliki kemampuan
mengoreksi kesalahan byte yang berderetan (burst error) sebagai
akibat dari proses fading. Pada sistem ATSC, ukuran blok data
yang masuk ke pengode adalah 187 byte yang kemudian mendapat
tambahan 20 byte paritas RS untuk koreksi kesalahan sehingga
terdapat total 207 byte output. Dengan menerapkan ukuran kode
di atas dapat dilakukan koreksi kesalahan sampai 10 byte per
blok
Interleaver yang digunakan berbasis byte dan bersistem
konvolusional yang diterapkan dengan 52 segmen data. Hanya
byte data saja yang mengalami interleaving.
Keluaran interleaver kemudian masuk ke pengode Trellis berlaju
2/3. Pengode Trellis ini tersusun atas pengode konvolusional
berlaju 1/2 yang mengodekan satu bit input menjadi dua bit output,
serta suatu pre-coder untuk satu bit tambahan. Dengan demikian
untuk setiap dua bit input dikirimkan tiga bit output total. Bentuk
sinyal yang digunakan pada kode Trellis adalah konstelasi satu
dimensi yang terdiri dari 8 level (ekuivalen dengan 3 bit) – dengan
menyesuaikan level daya sinyal dan noise, kinerja BER yang
dihasilkan dapat dibandingkan dengan 8-PAM (Pulse Amplitude
Modulation) [Proakis, 1995]. Perangkat pengode yang digunakan
nantinya berbasis 4 state.
Di samping interleaving antar 52 segmen yang dilakukan setelah
pengode RS, interleaving intra-segmen pun harus dilakukan
terhadap simbol-simbol yang akan masuk ke pengode Trellis.
Dalam hal ini digunakan 12 pengode dan pendekode Trellis yang
identik yang akan mengodekan data-data yang telah mengalami
interleaving. Simbol-simbol dengan indeks (0, 12, 24, ...) dijadikan
satu grup dan masuk ke pengode pertama. Kemudian kelompok
simbol-simbol (1, 13, 25, ...) masuk ke pengode kedua. Demikian
seterusnya sampai terdapat total 12 kelompok, sesuai dengan
banyaknya pengode. Kemudian untuk setiap byte, bit-bit berindeks
gasal masuk ke pre-coder, sedangkan yang berindeks genap
masuk ke pengode konvolusional berlaju 1/2. Gambar 3.8 dan
3.9 menunjukkan diagram blok sistem pengode Trellis dan sistem
interleaving intra-segmen.
Berikutnya, paket data diorganisasi dalam suatu data field untuk
transmisi dengan diberi data segment sync dan data field sync.
Gambar 3.10 menunjukkan organisasi data untuk transmisi. Setiap
data frame terdiri dari dua data field yang masing-masing berisi
313 data segment. Data segment pertama adalah sinyal
sinkronisasi (data field sync) yang juga membawa training
sequence untuk digunakan oleh ekualiser pada penerima untuk
beradaptasi terhadap kondisi kanal yang berubah terhadap waktu.
Sementara 312 segmen lainnya membawa data yang setara
dengan paket transpor 188 byte ditambah byte dari proses FEC.
Setiap segmen terdiri atas 832 simbol, dengan 4 simbol pertama
dikirimkan dalam bentuk biner untuk sinkronisasi segmen.
Kemudian 828 simbol lainnya membawa 187 byte sisa dari paket
transpor ditambah byte tambahan FEC. Ke-828 simbol ini
dikirimkan sebagai sinyal dengan 8 level dan dengan demikian
masing-masing membawa tiga bit. Dengan demikian terdapat 828
´ 3 = 2484 bit data dalam tiap segmen, dengan perhitungan sebagai
berikut:
187 byte data + 20 byte RS = 207 byte
207 byte ´ 8 bit per byte = 1656 bit
Pengode Trellis laju 2/3 menghasilkan 3/2 ´ 1656 bit = 2484 bit.
Laju simbol:
Sr (MHz) = 4,5/286 ´ 684 = 10,76... MHz
Laju segmen data:
Gambar 3.9: Interleaving intra-segmen
Fseg = Sr/832 = 12,94... ´ 10
3 segmen per detik
Laju Data Frame
Fframe = Fseg /626 = 20,66... frame per detik
Frame yang dihasilkan telah berbentuk sinyal-sinyal 8 level yang
memodulasi suatu carrier tunggal dengan carrier yang ditekan.
Sebelum transmisi, sebagian besar pita spektrum bagian bawah
atau lower sideband dihilangkan dengan filter VSB yang berbentuk
akar raised cosine (square-root raised cosine) dengan daerah
transisi selebar 620 kHz. Spektrum VSB yang dihasilkan
Pada posisi frekuensi carrier yang
telah ditekan, pada jarak 310 kHz dari tepi bawah spektrum,
ditambahkan sinyal pilot kecil.
. Sistem Penyiaran TV Digital Standar DVB
Upaya pengembangan DVB sebagai standar global untuk
penyiaran televisi digital berawal dari pembentukan DVB Project
pada 11 September 1993 yang sebelumnya bernama European
Launching Group (ELG). DVB Project beranggotakan sekitar 250-
300 institusi yang berasal dari 30-an negara dan terdiri dari
broadcaster, manufaktur, network operator, badan regulasi dan
institusi akademik. Project DVB tidak menjalankan fungsi sebagai
regulator melainkan bekerja berdasarkan aspek bisnis dan
komersial.
Dalam perkembangan selanjutnya proyek DVB telah berhasil
mengembangkan serangkaian spesifikasi DVB yang tidak terbatas
pada video broadcasting namun juga telah merambah hingga ke
aplikasi dan layanan multimedia yaitu DVB-S2, DVB-S (generasi
kedua dan pertama dari sistem digital satelit), DVB-C (sistem
kabel digital), DVB-T (Sistem penyiaran digital terestrial), DVB-H
(sistem penyiaran digital dengan penerima handheld), DVB-DATA
(the Cyclical Data Delivery System), DVB-SI (Sistem pelayanan
informasi), dan DVB-MHP (middleware untuk TV interaktif).
DVB-S yang digunakan pada sistem penyiaran satelit
dikembangkan tahun 1993 berbasis pada teknik modulasi QPSK,
sedangkan DVB-C yang dikembangkan tahun 1994 berbasis
pada 64QAM. Untuk sistem penyiaran digital terestrial DVB-T
menggunakan OFDM dengan modulasi QAM dengan 2 mode yaitu
2K untuk menangani efek doppler dan 8K untuk menangani
multipath.
Saat ini, DVB Project mengembangkan DVB-S2 dengan
menggunakan 8-PSK dan turbo coding untuk penyiaran sistem
TV digital satelit dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi,
sedangkan untuk sistem penyiaran TV digital terestrialnya
dikembangkan DVB-H yang berbasis pada internet protocol (IP)
dan menggunakan modulasi OFDM-4K dengan sistem video
kompresi MPEG4 AVC atau SMPTE VC1 sehingga lebih efisien
dan dapat diterima perangkat handheld (time slicing).
menunjukkan perbandingan kinerja antara DVB-H dan DVB-T
dalam mengatasi pengaruh efek Doppler.
Implementasi penyiaran TV digital DVB di Eropa diawali tahun
1995 berupa penyiaran TV berlangganan dengan operator
Canalplus di Perancis, sedangkan untuk penyiaran TV digital
terestrial DVB-T diterapkan tahun 1997, 1998 dan 2002 masing-
masing di Swedia, Inggris dan Jerman. Untuk di Eropa peralihan
ke sistem digital pertama kalinya dilakukan di Berlin tahun 2003.
Standar penyiaran TV digital DVB dikembangkan berdasarkan latar
belakang pentingnya sistem penyiaran yang bersifat terbuka (open
system) yang ditunjang oleh kemampuan interoperability,
fleksibilitas dan aspek komersial. Sebagai suatu open system,
maka standar DVB dapat dimanfaatkan oleh para vendor untuk
mengembangkan berbagai layanan inovatif dan jasa nilai tambah
yang saling kompatibel dengan perangkat DVB dari vendor lain.
Selain itu, standar DVB memungkinkan terjadinya cross-medium
interoperability yang memungkinkan berbagai media delivery yang
berbeda dapat saling berinteroperasi. Salah satu aspek dari
interoperability adalah bahwa semua perangkat yang DVB-
compliant dari vendor yang berbeda dapat dengan mudah saling
terhubung dalam satu mata rantai penyiaran. Untuk mengetahui
standar DVB banyak dokumentasi yang bisa didapatkan di http://
www.dvb.org atau http://www.etsi.org, seperti beberapa informasi
standar DVB-T antara lain ETSI EN 300 744 V1.5.1 (2004-11)
yang berisi tentang framing structure, channel coding and
modulation for digital terrestrial television; ETSI TR 101 190 V1.2.1
(2004-11) yang berisi tentang Implementation guidelines for DVB
terrestrial services; Transmission aspects; dan ETSI TS 101 191
V1.4.1 (2004-06) yang berisi tentang DVB mega-frame for Single
Frequency Network (SFN) synchronization.
3.2.1. Overview Sistem
Salah satu keputusan mendasar yang diambil dalam menetapkan
standar DVB adalah pemilihan MPEG-2 sebagai data container.
Dengan konsepsi tersebut maka transmisi informasi digital dapat
dilakukan secara fleksibel tanpa perlu memberikan batasan jenis
informasi apa yang akan disimpan dalam data container tersebut.
Pemilihan MPEG-2 untuk sistem coding dan kompresi dilakukan
karena terbukti bahwa MPEG-2 mampu memberikan kualitas yang
baik sesuai dengan sumber daya yang tersedia. Selain itu, MPEG-
2 memungkinkan desain decoder yang fleksibel seiring
peningkatan kualitas pada sisi encoding. Setiap peningkatan unjuk
kerja baru karena pengembangan sistem encoding akan secara
otomatis direfleksikan pada kualitas gambar dari decoder.
Layanan sistem digital DVB masa depan akan terdiri dari berbagai
jenis program yang dikembangkan melalui sejumlah kanal
transmisi. Agar integrated receiver-decoder (IRD) dapat di-tune
untuk layanan tertentu secara otomatis melalui sistem navigasi
yang user friendly maka DVB menambahkan alat bantu navigasi
DVB-SI (Service Information) yang merupakan perluasan
programme specific information (PSI) dari MPEG-2. Service
information pada DVB berfungsi sebagai header terhadap
container MPEG sehingga receiver dapat mengetahui apa yang
diperlukan untuk mendekode sinyal.
DVB-T Carrier
Kanal DVB-T memiliki lebar bandwith 8, 7 dan 6 MHz dengan
mengoperasikan 2 mode yaitu 2K mode dengan 2048 titik dalam
IFFT dan 8K mode dengan 8192 titik dalam IFFT sebagai
gelombang pembawa (carrier) untuk melakukan transmisi data.
Jenis konten dalam gelombang pembawa dalam DVB-T beserta
besar kapasitasnya untuk kedua mode ditunjukkan dalam tabel
3.3.
Payload carrier akan digunakan untuk melakukan transmisi data
yang sesungguhnya, sedangkan TPS (Transmission Parameter
Signalling) carrier akan berada pada frekuensi yang ditentukan.
TPS merepresentasikan sebagai pembawa informasi kanal
sejumlah 68 simbol atau 68 bits, dimana 17 bitnya digunakan
abe 3 3
No Mode 2K Mode 8K Keterangan
1. 2048 8192 Carrier
2. 1705 6817 Used Carrier
3. 142/131 568/524 Scattered pilots
4. 45 177 Continual pilots
5. 17 68 TPS Carrier
6. 1512 6048 Payload carrier
Simbol-simbol tersebut
berisikan informasi tentang jenis mode, panjang guard interval,
jenis modulasi, code rate serta penggunaan hierarchical coding.
Contoh model spektrum untuk sinyal DVB-T dengan bandwidth
8MHz untuk mode 8K dan 2K ditunjukkan pada gambar 3.13.
DVB-T Modulator
Penyiaran TV digital DVB-T menggunakan teknik modulasi
COFDM, sehingga data akan didistribusikan menggunakan
beberapa frekuensi carrier yang saling ortogonal satu sama lain.
DVB-T menerapkan pengodean teknik Reed Solomon dan Viterbi
untuk menyediakan forward error correction dan melakukan
penyisipan untuk mengurangi kesalahan-kesalahan. Setelah
dilakukan kontrol kesalahan awal pada paket MPEG Transport
Stream (MPEG-TS), selanjutnya TS akan ditingkatkan 16 bytes
sebagai proteksi error yang diteruskan dalam block coding. DVB-
T Modulator memiliki 2 input untuk MPEG-TS yaitu high priority
path (HP) dan low priority path (LP) yang berbeda code rate-nya.
Kedua input ini digunakan modulasi hierarchical yang dimanfaatkan
ketika terjadi penerimaan yang kurang bagus di sisi penerima.
Gambar 3.14: Blok diagram DVB-T Modulator-bagian I
HP melakukan transmisi dengan low data rate dengan kompresi
tinggi menggunakan modulasi QPSK, sedangkan LP
menggunakan modulasi 16QAM atau 64QAM dengan low data rate
dan lower error correction. Pada sisi perangkat penerima HP dan
LP dengan teknik hirarki modulasi akan dipilih sesuai dengan
kondisi penerimaan. Secara lengkap bagan DVB-T modulator
pada sisi pemancar ditunjukkan dalam gambar 3.14 dan 3.15.
3.2.2. DVB-T Single Frequency Network (SFN)
DVB-T dapat diimplementasikan dengan SFN (single frequency
network) di mana stasiun TV yang sama dapat memasang
sejumlah pemancar dengan frekuensi yang sama dan tersebar
pada wilayah layanan yang luas, sehingga dapat meningkatkan
cakupan pelanggannya tanpa memerlukan lebih dari satu kanal
frekuensi. Maksimum jarak antarpemancar akan tergantung dari
penggunaan panjang dari guard interval dan signal delay saat
dilakukan tranmisi. Untuk menentukan jaringan pemancar sangat
dibutuhkan informasi tentang topografi wilayah. Gambar 3.16
menunjukkan jarak pemancar dengan panjang guard interval.
Setiap pemancar dalam suatu jaringan sistem SFN harus
dilakukan sikronisasi satu dengan yang lainnya karena distribusi
data untuk MPEG-2 multiplexer pada setiap DVB-T modulator dari
Gambar 3.15: Blok Diagram DVB-T Modulator-bagian II
pusat payload ke setiap pemancar dalam jaringan terdapat delay.
Media distribusi data dari pusat payload ke setiap pemancar bisa
digunakan kabel fiber optik atau satelit. DVB-T melakukan
modulasi dalam bentuk frame dengan satu frame dikomposisi oleh
68 simbol DVB-T OFDM, dan 4 frame merupakan satu superframe
yang diakomodasi oleh satu bilangan integer dalam paket transport
stream MPEG-2.
Sebagai konsekuensi agar terjadi sikronisasi dalam suatu jaringan
SFN setiap superframe harus dibangkitkan dan disiarkan dalam
waktu yang bersamaan oleh setiap pemancar. Maka DVB-T
modulator memerlukan suatu acuan yang dapat digunakan GPS
(Global Positioning Satellite)
Pengembangan Standar DVB-T
Penyiaran Multimedia dan Interactivity
Sistem DVB memiliki kemampuan untuk memanfaatkan return
path antara IRD dan service provider melalui modul subscriber
management. Untuk keperluan return path ini diperlukan modem
dan jaringan telepon atau TV kabel return path atau bahkan satelit
uplink. Return path ini dapat digunakan untuk mengirimkan sinyal
balik dari user seperti pada aplikasi televoting, games playing,
tele-shopping, and tele-banking, dan juga untuk mengirimkan
command browsing pada website internet.
Banyak layanan yang ditawarkan dalam DVB akan membutuhkan
beberapa bentuk interaksi antara pengguna dan program provider
atau operator network. Interaksi tersebut bisa berupa transmisi
sekelumit perintah tapi mungkin juga memerlukan interaksi cukup
intensif seperti yang terjadi pada TV interaktif. Berbagai anggota
DVB telah mengembangkan rencana komprehensif pengenalan
TV interaktif sejak tahun 1997. Berbagai spesifikasi return channel
DVB telah dipublikasikan oleh ETSI termasuk di dalamnya DVB-
RCC (Cable) dan DVB-RCT (telephone atau ISDN) yang
merupakan komplemen dari DVB-NIP (Network Independent
Gambar 3.17: Blok diagram Sistem SFN untuk DVB-T
Protocols) yang berdasarkan kepada MPEG-2 DSM-CC (Digital
Storage Media –Command and Control).
Untuk penyiaran multimedia DVB Project telah mengembangkan
sistem transpor untuk data tersebut dengan menggunakan
application programming interface (API). API akan menangani
model konten multimedia yang memiliki 2 kategori yang disebut
sebagai declarative content seperti HTML dan procedural content
yang harus dijalankan receiver dengan menggunakan animasi
grafis.
Saat ini pengembangan sistem penyiaran multimedia DVB tersebut
dinamakan MHP (Multimedia Home platform) yang berbasis Java.
MHP dirancang untuk dapat menjalankan 2 jenis konten multimedia
dengan menggunakan API. Generasi pertama MHP 1.0 telah
mampu melakukan interaktif multimedia. Saat ini MHP 1.1
menawarkan kemampuan melakukan seamless switching antara
penyiaran multimedia dan pengiriman halaman website.
Conditional Acces System (CAS)
Gambar 3.18: Arsitektur DVB MHP
CAS dalam sistem DVB bukan merupakan bagian dari standar.
Subsistem ini berfungsi sebagai kontrol akses terhadap program
atau layanan sehingga yang dapat menerima layanan hanyalah
pengguna yang sudah mendapat otorisasi. CAS terdiri dari
beberapa blok di antaranya mekanisme untuk mengacak program
atau layanan, subscriber management system (SMS), subscriber
authorization system (SAS) dan lainnya. SMS pada dasarnya
adalah data base yang berisi informasi pelanggan suatu layanan,
sedangkan SAS berfungsi meng-encrypt dan mengirimkan code-
words yang memungkinkan IRD dapat men-descrambler suatu
program.
DVB membebaskan penggunaan jenis CAS yang sesuai dengan
kebutuhan operator, namun DVB mengembangkan suatu common
scrambling algorithm, yaitu tools untuk mengacak transport
streams atau program elementary streams. Walaupun demikian
IRD yang menggunakan teknologi conditional access yang berbeda
mungkin tidak selalu dapat saling berinteroperasi. Ada dua
pendekatan yang dilakukan DVB untuk terjadinya interoperasi di
antara berbagai CAS yang berbeda yaitu :
· SimulCrypt, dalam hal ini beberapa program provider
melakukan negosiasi komersial sehingga memungkinkan
pengguna yang telah memiliki IRD dengan CAS proprietary
yang embedded di dalamnya dapat menikmati layanan dari
CAS yang berbeda karena adanya supply informasi
proprietary yang diperlukan.
· Multicrypt, berbagai teknologi CAS dapat berada pada satu
platform IRD yang sama sehingga dapat menerima
program yang disiarkan secara simultan dari beberapa
program yang CAS-nya berbeda.
ISistem Penyiaran TV Digital
ISDB-T, DMB-T, dan T-DMB
Integrated Services Digital
Broadcasting-Terrestrial (ISDB-T)
SDB-T adalah sistem penyiaran TV digital yang
dikembangkan oleh Jepang pada 1998, dan
telahdiimplementasikan di kota-kota besar di Jepang
ISDB-T memiliki enerji daya yang rendah dengan terminal yang
harganya murah. Ia dikembangkan pula untuk sistem transmisi
terestrial satelit dan kabel. ISDB-T mengadopsi MPEG2 sebagai
format videonya baik untuk HDTV dan SDTV, serta MPEG4 untuk
mobile-TV. ISDB-T telah diakui oleh ITU dan dipromosikan oleh
DiBEG (Digital Broadcasting Expert Group).
ISDB-T menerapkan teknologi BST-OFDM (Band Segmented
Transmission-Orthogonal Frequency Division Multiplexing). Ia
memiliki dua jenis transmisi dengan bandwidth masing-masing
5,6 MHz dan 429 kHz. Bandwidth 5,6 Mhz dipakai untuk program-
sejaktahun 1999. Sistem ini digunakan sebagai layanan aplikasi
multimedia dengan fitur-fitur yang lebih dari sekadar TV digital biasa
seperti HDTV, TV bergerak, tapi juga multilayanan lainnya seperti
data-teks, suara, program-program komputer yang semuanya
saling terintegrasi.
program TV digitalnya yang disegmentasi sebanyak 13 segmen
dinamai Wideband ISDB-T, dan 1 sampai 3 segmen sebagai
Narrowband ISDB-T dengan lebar per segmennya 429 kHz untuk
program-program audio dan atau data. Dua jenis transmisi tersebut
memanfaatkan secara bersama parameter-parameter lainnya
seperti pembentukan format encoding, multiplexing dan interval
carrier dari OFDM serta penyusunan konfigurasi frame.
SDB-T menyediakan fitur-fitur transmisi secara hirarki dengan
skema modulasi yang berbeda-beda seperti DQPSK, QPSK,
16QAM,64QAM dan internal encoding rate (1/2,2/3, 3/4, 5/6, 7/8).
Fitur ini merupakan bagian dari band segmented yang dialokasikan
ke sinyal-sinyal penerima bergerak, artinya : audio dan data yang
dikirim secara broadcast untuk mobile TV dan portable TV bisa
secara bersamaan diterima oleh sinyal televisi di rumah-rumah.
Setiap level hirarki bisa diset untuk setiap segmennya dengan
bandwidth 429 kHz. Informasi dapat dikirim ke penerima-penerima
dengan TMCC(Transmission and Multiplexing Configuration
Control) yang dialokasikan pada bagian dari gelombang pembawa
OFDM.
Dikarenakan segmen-segmen wide bandwidth dan narrow
bandwidth pada ISDB-T memanfaatkan parameter-parameter
OFDM secara bersama maka 5.6 MHz wide band dapat
mengikutkan 429 kHz narrow band secara langsung.
Konsekuensinya penerima dengan 429 kHz bisa menerima layanan
Gambar 4.1: Skema Modulasi Dari ISDB-T [Sato-2000]
untuk 5,6 MHz, dan penerima dengan 5,6 MHz juga bisa menerima
semua layanan pada 429 kHz.
ISDB-T memiliki karakteristik kemampuan sebagai berikut:
- Menyediakan berbagai layanan seperti HDTV, multikanal
SDTV, layanan data dan lain-lain.
- Memiliki kualitas transmisi yang memenuhi untuk layanan
penerima portable-TV dan mobile –TV.
- Menjamin fleksibilitas penggunaan kapasitas transmisi.
- Memenuhi pencapaian efektif pemanfaatan frekuensi dengan
menerapkan teknologi single frequency network.
4.2. Sistem DMB-T
Sistem DMB-T muncul sebagai reaksi pihak pemerintah, industri,
dan akademisi China terhadap isu implementasi TV digital di negara
mereka. Di satu sisi mereka sadar bahwa penerapan teknologi
TV digital di negara mereka tak terhindarkan. Namun di sisi lain,
mereka berupaya melindungi industri manufaktur lokal dengan
menciptakan standar baru. Dengan demikian industri luar tidak
memiliki keunggulan dalam kemapanan produksi seperti yang
pernah terjadi ketika China mengadopsi GSM untuk sistem seluler
mereka.
Tabel 4.1: Spesifikasi Umum ISDB T
Modulation 64QAM-OFDM, 16QAM-
OFDM, QPSK-OFDM,
DQPSK-OFDM
Error
Correction
Coding
Inner Coding, convolusion 7/8,
3/4,2/3, ½
Outer coding: RS(240, 188)
Interval
guard
1/16, 1/8, ¼
Interleaving Time, Frequency, bit, byte
Transmission
Channel
Coding Frequency
Domain
Multiplexing
BST-OFDM (Band Segmented
structure OFDM)
Conditional Access Multi-2
Data Broadcast ARIB STD B-24 (BML, ECMA
script)
Information Services ARIB STD B-10
Multiplexing Sistem MPEG-2
Audio-Coding MPEG-2 Audio (AAC)
Video-Coding MPEG-2 Video, MPEG-4 AVC
/H.264*
Tabel 4.1: Spesifikasi Umum ISDB-T
* H.264 digunakan pada salah satu segmen
penyiaran untuk telepon bergerak.
Dalam merumuskan standar baru, mereka berusaha menyisipkan
berbagai keunggulan teknologi dibanding standar-standar yang
telah ada sebelumnya. Sejak sekitar tahun 2000-an telah dimulai
usaha-usaha ke arah penyusunan standar baru. Setidaknya ada
dua kelompok, masing-masing dimotori oleh Tsinghua University
di Beijing dan Jiaotong University di Shanghai, yang berupaya
mengajukan dua sistem baru.
Sistem yang diajukan oleh Tsinghua University mengambil nama
DMB-T (Digital Multimedia Broadcast- Terrestrial) yang telah
dipatenkan di China dengan nama “Terrestrial digital multimedia/
television broadcasting system”, nomor paten 00 123 597.4,
tertanggal 21 Maret 2001. Seperti halnya DVB-T dan ISDB-T, sistem
ini juga berbasis OFDM. Subsistem transmisi yang menerapkan
TDS-OFDM (Time Domain Synchronization OFDM) adalah
kontribusi terpenting dari kelompok riset ini, dan memberikan
peningkatan terbesar relatif terhadap kinerja sistem-sistem OFDM
pendahulunya. Pada DMB-T, diterapkan teknik sinkronisasi waktu
dan frekuensi yang lebih akurat untuk OFDM dengan cara
menyisipkan deretan pseudo-noise sebagai pengganti cyclic prefix
di dalam guard interval. Teknik ini terbukti meningkatkan efisiensi
penggunaan spektrum serta memperbaiki kinerja sistem secara
keseluruhan dengan keunggulan beberapa dB di atas DVB-T.
Di pihak lain, Jiaotong University mengajukan sistem ADTB-T
(Advanced Digital Television Broadcast – Terrestrial) yang
menerapkan subistem transmisi dengan carrier tunggal dan
modulasi 8-VSB, menyerupai sistem ATSC. Seperti ATSC, sistem
p g
Metode Penyiaran digital Terestrial
Pita Frekuensi VHF/UHF,
Laju bit transmisi 19 Mbit/detik (64-QAM)
Lebar pita Transmisi 5.6 MHz*
Tabel 4.2: Spesifikasi kanal yang digunakan pada ISDB-T di Jepang
* Kompatibel dengan pita 6 Mhz untuk penyiaran terestrial
TV analog.
ini memiliki ketahanan tinggi terhadap derau, multipath, dan
interferensi. Namun tidak seperti ATSC, ADTB-T mengonsumsi
bandwidth 8 MHz untuk setiap carrier-nya dan memiliki kinerja yang
lebih baik pada kanal yang berubah terhadap waktu, sehingga
menjanjikan kemampuan untuk penerimaan pada kondisi bergerak
[CRC, 2003].
Kedua sistem tersebut akhirnya diakomodasi di dalam standar
TV digital China yang secara resmi diumumkan oleh badan
standarisasi SAC (Standardization Administration of China) pada
18 Agustus 2006 dan mulai berlaku efektif pada 1 Agustus 2007.
Standar ini dirilis dengan nomor GB 20600-2006 dengan nama
“Framing structure, Channel coding and modulation for digital
television terrestrial broadcasting system”, dengan sebutan DMB-
T/H (Digital Multimedia Broadcasting – Terrestrial/Handheld). Baik
sistem DMB-T usulan Tsinghua maupun ADTB-T dari Jiaotong
sama-sama terakomodasi dalam standar tersebut, sehingga
perangkat TV penerima perlu memiliki opsi untuk sistem modulasi
yang digunakan.
Dalam bagian ini hanya akan dibahas subsistem transmisi dari
DMB-T yang merupakan hasil riset Tsinghua University.
Pembahasan lebih difokuskan untuk meninjau perbedaannya
dengan sistem-sistem terdahulu yang juga berbasis OFDM.
Teknik Transmisi
Diagram teknik transmisi DMB-T (minus bagian pengodean-
pendekodean kanal dan modulator-demodulator) dapat dilihat pada
gambar 4.1. Pada sisi transmisi, 3780 simbol dikelompokkan ke
dalam satu simbol OFDM. Setiap simbol data dibawa oleh satu
subkanal tertentu melalui proses IFFT. Dalam proses ini, sebaris
378 simbol PN (Pseudo-Noise) disisipkan sebagai guard interval,
menggantikan peranan Cyclic Prefix (CP) pada standar-standar
sebelumnya. Simbol-simbol PN ini nantinya akan bermanfaat untuk
estimasi kanal dan sinkronisasi pada penerima. Keluaran dari IFFT
kemudian dilewatkan filter SRRC (Square-Root Raised Cosine)
untuk membentuk pulsa dan membatasi bandwidth selebar 8 MHz,
sebelum akhirnya digeser ke frekuensi tinggi (up-conversion),
dikuatkan oleh power amplifier, dan dipancarkan.
Pada penerima, sinyal yang diterima dilewatkan down-converter,
difilter SRRC, dan disampel. Hasilnya masuk secara paralel ke
synchronizer, estimator kanal, dan FFT. Hasil estimasi respon
impuls kanal itu lalu digunakan untuk ekualisasi dan deteksi, yang
kemudian digunakan dalam pengambilan keputusan mengenai titik
pada konstelasi simbol yang terdekat dengan sinyal yang diterima.
Tugas synchronizer adalah mencari awal tiap paket data dan tiap
simbol OFDM (sinkronisasi waktu) dan mengestimasi pergeseran
frekuensi atau offset (sinkronisasi frekuensi), sedemikian hingga
kompensasi delay dan frekuensi dapat dilakukan terhadap sinyal
yang diterima sebelum masuk ke tahap FFT. Proses sinkronisasi
G (Gambar 4.3: Teknik transmisi pada DMB-T (tanpa bagian
pengodean dan modulasi) [Zheng dkk, 2003]
waktu dan frekuensi ini menggunakan metode perata-rataan
dengan window terhadap hasil korelasi antara segmen PN yang
diterima dengan barisan PN aslinya.
Sementara itu adanya estimator kanal yang akurat memungkinkan
penerapan teknik modulasi koheren. Sifat kanal yang dispersif
merusak amplitudo dan fase sinyal yang dikirimkan, sehingga
respon kanal pada tiap subcarrier harus diketahui untuk dapat
mengompensasi efek perubahan amplitudo dan kanal tersebut,
sekaligus mengoreksi pergeseran fase akibat adanya timing offset
antara pemancar dan penerima. Dari pembahasan di atas, cukup
jelas pentingnya peran deret PN yang disisipkan pada tahap IFFT
sebagai header dari frame OFDM yang dikirimkan.
Diagram blok sistem penerima DMB-T lengkap dengan tahap
demodulasi dan dekode ditunjukkan gambar 4.4. Seperti halnya
DVB-T, DMB-T juga menerapkan teknik pengodean kanal dan
interleaving berlapis dua secara berselang-seling untuk mengatasi
efek derau impuls, derau burst, dan multipath fading.
Tabel 4.3 menunjukkan parameter-parameter sistem DMB-T yang
berbasis TDS-OFDM dan sistem DVB-T mode 8K yang berbasis
CP-OFDM (Cyclic Prefix OFDM). Tabel 4.4 menunjukkan
keunggulan DMB-T dalam efisiensi penggunaan spektrum
dibandingkan DVB-T yang menggunakan guard interval 1/32
sekalipun. Hasil kajian dengan simulasi juga menunjukkan
kelebihan DMB-T dalam akurasi sinkronisasi waktu dan akurasi
Gambar 4.4: Diagram blok lengkap sistem penerima DMB-T
[Nelson, 2005]
estimasi kanal dibandingkan dengan DVB-T untuk kondisi kanal
yang berubah terhadap waktu dengan frekuensi Doppler sampai
100 Hz [Zheng dkk, 2003].
4.3 Sistem T-DMB
Teknologi penyiaran TV digital T-DMB (Terrestrial-Digital Multimedia
Broadcasting) mulai diluncurkan pada 1 Desember 2005 di Korea
Selatan (Korsel). Hanya dalam waktu 6 bulan sejak peluncurannya,
teknologi penyiaran ini telah berhasil menggaet sekitar 1 juta
pelanggan. Kepopuleran T-DMB yang sedemikian pesat di Korsel
tersebut berkat dukungan kuat dari industri manufakturnya yang
memproduksi perangkat seperti telepon bergerak, navigator GPS,
laptop, kamera digital, pemutar MP3 dan set-top box berbasis
modul USB. Saat ini di Korsel sudah 7 kanal televisi dan 13 kanal
radio yang menggunakan sistem T-DMB.
Teknologi sistem penyiaran TV digital standar T-DMB ini
mengadopsi sistem Eureka-147 DAB (Digital Audio Broadcasting),
yang merupakan standar penyiaran audio digital di Eropa.
p
Parameter
CP-OFDM
(DVB-T 8K)
TDS-OFDM
(DMB-T)
Banyaknya subcarrier data 6116 3780
Banyaknya subcarrier untuk
training
701 378
Jumlah total subcarrier 8192 3780
Periode sampling ( s) 0,1094 0,1323
Bandwidth (MHz) 7,61 7,56
p gg p
CP-OFDM
(DVB-T 8K)
TDS-OFDM
(DMB-T)
Guard
interval
¼ 1/8 1/16 1/32 0
Efisiensi
spektrum
0,718 0,797 0,844 0,870 0,909
Tabel 4.3: Nilai parameter sistem
Tabel 4.4: Efisiensi penggunaan spektrum
Pengembangan T-DMB di Korsel semula bertujuan untuk
mendigitalisasi siaran radio dan televisi, agar bisa memberikan
pelayanan mobile multimedia dan data. Oleh karena itu, supaya
dapat diimplementasikan pada perangkat komunikasi bergerak
diperlukan berbagai modifikasi dan penambahan teknologi.
Modifikasi dilakukan pada bagian source coding dan channel coding
yaitu dengan mengunakan teknologi MPEG-4 untuk video, MPEG-
4 BIFS untuk pelayanan data dan mobility yang mampu melayani
pengguna bergerak sampai kecepatan 300 km/jam dengan kualitas
suara seperti CD.
Selanjutnya pada Desember 2004, T-DMB mengadopsi standar
WorldDAB, pada juli 2005 mengadopsi standar ETSI dan tahun
2006 mengadopsi standar ITU. Hal itu dilakukan supaya T-DMB
bisa memasuki pasar global.
Di luar Korsel, T-DMB telah diuji coba di 6 kota besar di Jerman
pada saat pelaksanaan Piala Dunia sepak bola Juni 2006 pada L-
band untuk telepon seluler dual band. Pada waktu yang
bersamaan, Samsung Electronics dan LG Electronics melakukan
uji coba implementasi T-DMB pada perangkat ponsel di Inggris.
Sedangkan di Perancis uji coba T-DMB dilakukan Oktober 2005
pada perangkat ponsel TV. Kanal frekuensi yang digunakan untuk
uji coba ini pada band III block 11B dengan daya pancar 3kW.
Di China, walaupun State Administration of Radio, Film and
Television (SARFT) sudah menentukan penggunaan standar DMB-
T, namun melakukan juga pengujian T-DMB di 3 kota yaitu Beijing,
Shanghai dan Guangzhou. Uji coba T-DMB dilakukan Oktober
2006 di New Delhi, India, oleh konsorsium MoTV yang merupakan
gabungan sebuah perusahaan Korsel dan sebuah stasiun
penyiaran di India.
Sudah banyak aplikasi yang memanfaatkan sistem T-DMB seperti
informasi lalulintas, penyiaran bencana, conditional access dan
kombinasi teknologi untuk penyiaran dan jaringan nirkabel.
Pengembangan teknologi ini masih terus berlanjut. Para peneliti
T-DMB tengah mengembangkan 3D DMB yang dapat
mentransmisikan konten dengan tampilan 3 dimensi di pesawat
TV, seperti yang diilustrasikan pada gambar 4.5.
No Diskripsi
Parameter
Uraian
1. Frekuensi Band Band III (175-240 MHz), L-
band (1452-1478 MHz), dan
UHF (791-796 MHz)
2. Bandwidth 1.536 MHz
3. Modulasi DQPSK
4. Transmisi OFDM
5. Channel Coding RS (204,188) Convolution Byte
Interleaver
6. Multiplexing MPEG-4 SL, MPEG-2 TS
7. Audio MPEG-1/2 Layer 2
(MUSICAM)
8. A/V CODEC MPEG-4(H.264) / Part 2 BSAC
9. Data Service MPEG-4 Part 1 BIFS
Tabel 4.5: Karakteristik teknologi penyiaran TV Digital T-DMB
Gambar 4.5: Konfigurasi sistem DMB-T untuk pelayanan
stereoscopic 3D
4.3.1. Spesifikasi Sistem
Pada perencanaan awal di tahun 1990, sistem Eureka-147 DAB
dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas audio digital dengan
bandwith 1.5 MHz. Namun, dalam pengembangannya justru
menjadi sistem T-DMB dengan melakukan perubahan dan
penambahan teknologi pada komponen layanan gambar bergerak
agar dapat diterima pada mobile communication terminals.
Penambahan teknologi tersebut meliputi penggunaan teknologi
MPEG-4, Error Protection (Reed-Solomon) dan byte interleaving.
Secara umum gambaran tentang perubahan sistem Eureka-147
DAB menjadi sistem T-DMB terpapar pada gambar 4.6.
DAB (Digital Audio Broadcasting)
Sistem DAB yang mengadopsi standar Eropa ETS 300 401 dan
Digital system A dalam ITU-R memiliki keandalan dan portablitas
dalam melayani multiplex siaran audio digital. Sistem ini beroperasi
pada frekuensi 3 GHz ke atas dengan media terestrial, satelit
maupun jaringan siaran kabel. Pada sistem ini beberapa sumber
audio dan data di-interleaved pada DAB Audio Frame Path dan
Data Server
MUSICAM Encoder
OFDM
Modulator
DAB
MUX
RF
Transmiter
AV DMB Encoder
Additional Modules for T-DMB
Video
Encoder
(AVC)
MPEG-2
TS
MUX
Video
Encoder
(BSAC)
RS
Encoder
(204,
188)
Conv.
Interlever
DAB System (300 401)
Gambar 4.6: Sistem T-DMB untuk TV mobile
Packet Mode Data Path. Standar pengodean untuk bentuk audio
berdasarkan ISO/IEC 11172-3 (MPEG-1 Audio Layer 2) and ISO/
IEC 13818-3 (MPEG-2 Audio Layer 2). Data audio frame-nya berisi
PAD (Program Associated Data), yang mengirimkan berbagai
informasi berupa dynamic range control, labeling, dan sejumlah
data teks.
Layanan data dapat dialirkan secara moda stream dan moda paket
yang selanjutnya di-multiplex setiap 24 milidetik dalam CIF
(Common Interleaved Frames). Pada frame transmisi multiplexer,
CIF dikombinasikan dengan FIC (Fast Information Channel ), yang
berisi informasi jenis layanan dan konfigurasi dari multiplex.
Selanjutnya frame transmisi dimodulasi dengan menggunakan
COFDM dengan metode p/4-DQPSK (Differential Quadrature
Phase Shift Keying) dan dikonversikan ke dalam frekuensi
gelombang radio. Sebelum proses modulasi, dilakukan teknik
convolutional bit-interleaving sehingga tingkat BER (Bit Error Rate
) kurang dari 10-4, yang secara lengkap ditunjukkan pada gambar
4.7.
Secara sederhana untuk skema transmisi dan penerimaan sistem
T-DMB ditunjukkan pada gambar 4.8.
Gambar 4.7: Diagram Blok Sistem DAB
4.3.2. Sistem Pengodean Sumber dan Kompresi
Audio-Video
Sistem pengodean Audio-Video H.264 merupakan standar
kompresi video yang dikembangkan oleh Joint Video Team (JVT-
ISO/IEC), MPEG dan ITU-T Video Coding Experts Group (VCEG).
Sistem ini memiliki algoritma pengodean yang sangat efisien
dibandingkan dengan skema pengodean video MPEG-2.
Kelebihan tersebut meliputi peningkatan kemampuan dalam
melakukan prediksi, metode transformasi dan pengodean metode
entropinya.
Selain itu, H.264 dilengkapi berbagai fitur terutama dalam
penanganan kesalahan, dan sangat fleksibel untuk beroperasi di
berbagai jaringan yang memiliki konfigurasi berbeda termasuk
NAL (Network Abstract Layer) unit syntax structure, Parameter
set structure, Flexible Macroblock Ordering (FMO), Arbitrary Slice
Ordering (ASO), redundant pictures, serta data partitioning. Semua
fitur Audio-Video Coding H.264 tersebut telah diadopsi sistem T-
DMB kecuali FMO, ASO dan redundant pictures.
G
K-DMB
A/V
Encoder
K-DMB
Service
Mux
DAB
Transmitter
(Eureka-147)
MPEG4 SL
Packetizer
MPEG2 TS
Mux
RS Encoder
(204,188)
Convolutional
Interleaver
RF
Signal
RF
Signal
DAB
Chipset
(Eureka-147)
K-DMB
Service
Demux
K-DMB
A/V
Decoder
Display
TFT-LCD
(Below 7
inch)
Convolutional
Deinterleaver
RS Decoder
(204,188)
MPEG2 TS
Demux
MPEG4 SL
Depacketizer
Tx
Rx
Gambar 4.8. Diagram TX dan RX sistem T-DMB
Sedangkan dalam pengodean audionya, sistem DMB-T
menggunakan BSAC (Bit-Sliced Arithmetic Coding) dan HE-ACC.
BSAC merupakan metode pengodean audio yang digunakan
dalam MPEG-4. Sistem kompresinya sangat mirip dengan skema
AAC (Advanced Audio Coding) yang digunakan dalam MPEG-2/
4. Sedangkan HE-ACC merupakan metode pengodean yang
dikombinasikan dari teknologi audio MPEG yang terdiri dari AAC
dan SBR (Spectral Band Replication) yang memiliki
kemampuan tinggi dalam low-bitrate audio codecs dengan kualitas
audio yang bagus dengan bitrate di bawah 48 kbps.
Sistem DMB-T mengadopsi core 2D profile/level 1 dalam sistem
MPEG-4 yaitu Scene Description (SD) untuk pengaturan
komposisi layar dan Object Description (OD) untuk pengaturan
konten. Hal tersebut digunakan untuk membantu mengaktivasikan
sistem MPEG-4 dalam sistem penyiaran interaktif TV digital DMB-
T yang dikenal dengan sebutan BIFS (Binary Format for Scene).
Sedangkan dalam transmisi konten MPEG-4 tetap digunakan
sistem MPEG-2 (MPEG-4 over MPEG-2 Systems) dengan
mekanisme multiplexing yaitu melakukan paketisasi konten MPEG-
4 ke dalam MPEG-2 TS dan melakukan sinkronisasi MPEG-4 OCR
(Object Clock Reference) dengan MPEG-2 PCR (Program Clock
Reference).
4.3.3. Sistem Multiplex Layanan dan Transpor
Sistem T-DMB juga memiliki protokol transpor data seperti
MOT (Multimedia Object Transfer), IP (Internet Protocol) Tunneling,
dan TDC (Transparent Data Channel). Protokol MOT didefinisikan
sebagai konsep ekspresi dan manipulasi objek multimedia yang
terdiri dari teks, gambar statis, gambar bergerak, dan deretan
audio. Protokol MOT dirancang dengan jaminan interoperabilitas
dengan berbagai layanan data dan aplikasi dari berbagai vendor
yang berbeda. Layanan data meliputi penyediaan BWS (Broadcast
Website) dan slide show, yang mirip dengan layanan web internet.
Manfaat Pengukuran
Sebelum mengimplementasikan sistem dan jaringan TV
digital, lebih dulu harus dilakukan tahap desain dan
perencanaan. Dalam tahap perencanaan ini target yang
Untuk dapat menentukan parameter sistem dan jaringan, perlu
dilakukan lebih dulu pengukuran propagasi. Tujuannya adalah
supaya setelah diimplementasikan kelak dapat tercapai target
wilayah yang diinginkan dengan kualitas cakupan yang memenuhi
standar. Untuk itu perlu dilakukan pengukuran daya dan cakupan,
pengukuran efek multipath, dan pengukuran efek Doppler.
Pengukuran ini dibahas pada bagian 5.2.
hendak dicapai oleh suatu jaringan perlu didefinisikan dalam
master plan. Parameter-parameter sistem dan jaringan perlu
ditetapkan melalui pra-evaluasi. Parameter jaringan di sini
termasuk lokasi pemancar (terutama jika menggunakan sistem
SFN) yang harus mempertimbangkan jarak maksimum
antarpemancar, serta target wilayah cakupan dan jenis pelanggan
yang hendak dicakup. Sedangkan parameter sistem meliputi tinggi
antena pemancar, daya pancar, serta parameter-parameter
modulasi dan coding, untuk memastikan kualitas sinyal yang
memadai sesuai kondisi lingkungan dan jenis pelanggan (fixed
vs mobile).
Pada tahap-tahap awal implementasi, jaringan yang telah
operasional perlu selalu dipantau sampai benar-benar dapat
dipastikan kualitas dan keandalannya. Demikian pula setelah tahap
operasional, pemantauan tetap harus dilakukan untuk mendeteksi
dini adanya penurunan kualitas dan atau keandalan dan untuk tetap
memberikan tingkat layanan terbaik kepada pemirsa TV sebagai
konsumen. Oleh sebab itu perlu juga dilakukan pengukuran pada
jaringan TV digital yang telah beroperasi. Tahap pengukuran ini
dijelaskan pada bagian 5.3.
Yang perlu digarisbawahi adalah ada perbedaan mendasar antara
sistem siaran analog dan digital yang memengaruhi teknik
pengukurannya. Pertama, pada sinyal TV digital informasi video
dan audio menjadi satu dalam payload yang dibawa oleh sistem
transpor, sedangkan pada sinyal TV analog video dan audio dapat
diukur secara terpisah. Kedua, pada penerimaan sinyal TV analog
berlaku sifat graceful degradation yaitu kualitas gambar menurun
secara bertahap seiring memburuknya rasio daya sinyal terhadap
daya noise (S/N). Sedangkan pada transmisi digital, ketika S/N
menurun bertahap, gambar dapat secara tiba-tiba hilang pada
saat S/N turun di bawah suatu nilai minimum atau threshold.
Fenomena ini menunjukkan bahwa S/N bukanlah satu-satunya
parameter terpenting dalam pengukuran transmisi TV digital. Hal
ini membawa kita pada perbedaan ketiga, yaitu adanya besaran-
besaran lain yang perlu diukur sebagai indikator kinerja suatu
sistem TV digital yang tidak dikenal pada sistem analog, di
antaranya terutama adalah BER (Bit Error Rate), MER (Modulation
Error Rate) dan EVM (Error Vector Magnitude).
5.2. Pengukuran Propagasi untuk Perencanaan
5.2.1. Mekanisme Propagasi dan Alat Ukur
Sebelum melakukan pengukuran propagasi radio, perlu dipahami
lebih dahulu berbagai mekanisme propagasi radio yang dapat
terjadi ketika suatu gelombang radio merambat dari antena
pemancar ke antena penerima sambil berinteraksi dengan obyek-
obyek di sekitar lintasan. Karena kondisi lingkungan yang bervariasi
antara satu lintasan dengan lintasan lain maka pada akhirnya
magnitudo atau daya sesaat gelombang yang terdeteksi oleh
suatu pesawat TV akan berbeda dengan yang diterima oleh
pesawat lain yang berbeda posisi. Untuk pesawat penerima yang
sifatnya portabel dan sedang dibawa oleh si pemilik yang sedang
bergerak, daya gelombang yang diterima pun akan berubah
terhadap waktu. Oleh karena itu, untuk tujuan analisis dan
perencanaan sistem komunikasi radio biasanya digunakan suatu
model statistik redaman lintasan radio dengan parameter-
parameter yang diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan. Di
samping itu, beberapa alat ukur yang diperlukan juga perlu dibahas
di sini.
A. Mekanisme propagasi radio
Apabila antena pemancar dan antena penerima bisa saling
memandang, tanpa ada obyek apapun di antara keduanya, maka
dapat dipastikan bahwa akan terdapat lintasan propagasi langsung
antara kedua antena. Kondisi ini seringkali disebut dengan kondisi
LOS (Line-of-Sight ). Seumpama antena pemancar dan penerima
terletak di tanah datar yang sangat luas, jauh dari gunung maupun
gedung-gedung, maka hanya akan terdapat satu lintasan
tambahan lagi yang berasal dari pantulan permukaan tanah.
Dengan demikian antena penerima akan menerima hasil jumlahan
gelombang yang datang melalui dua lintasan yang berbeda
tersebut. Misalkan jarak kedua antena relatif sangat besar
dibandingkan dengan dimensi ketinggian antena, maka gelombang
yang memantul pada permukaan tanah akan mengalami
pembalikan fase. Akibatnya jika selisih panjang antara kedua
lintasan merupakan kelipatan bulat dari panjang gelombang, maka
kedua gelombang akan saling meniadakan karena memiliki fase
yang berlawanan. Sebaliknya jika selisih jarak kedua lintasan
adalah kelipatan ganjil dari setengah gelombang, maka kedua
gelombang akan saling menguatkan.
Bila di antara dan di sekitar kedua antena terdapat berbagai obyek
pemantul, seperti gedung, bangunan, kendaraan, dan lain
sebagainya, sedangkan kondisi LOS masih terjaga, maka akan
terdapat banyak sekali lintasan propagasi yang bisa ditempuh oleh
gelombang radio. Akibatnya, yang terdeteksi oleh antena penerima
adalah penjumlahan dari gelombang-gelombang yang datang
melalui berbagai lintasan tersebut. Efek ini biasa disebut sebagai
efek multipath atau lintasan jamak. Karena keberadaan obyek-
obyek pemantul tersebut sangat variatif, maka akan sangat sulit
bagi kita untuk memprediksi dengan tepat magnitudo atau daya
sesaat gelombang yang diterima oleh antena penerima.
Apabila di antara kedua antena terdapat obyek penghalang –
kondisi yang biasa disebut non line-of-sight atau NLOS – maka
antena penerima masih dapat menerima gelombang radio dari
pemancar melalui proses pantulan maupun proses difraksi. Dalam
proses ini sebagian enerji gelombang radio yang merambat ke
sisi tepian obyek penghalang akan membelok ke segala arah,
termasuk di antaranya ke arah antena penerima. Dengan demikian,
pada kondisi NLOS penerima mendeteksi jumlahan gelombang
yang datang melalui berbagai proses pantulan dan difraksi
tersebut, namun tidak termasuk yang melalui lintasan langsung.
Akibatnya daya yang diterima pun sulit untuk diprediksi dengan
akurat. Gambar 5.1 mengilustrasikan kondisi LOS dengan dua
lintasan dan NLOS dengan difraksi.
B. Model redaman lintasan
Dari pembahasan di atas, diketahui bahwa daya yang diterima
oleh antena penerima sangat bergantung terhadap posisi antena
dan terhadap waktu, jika pesawat penerima tersebut bergerak.
Variasi daya terima terhadap posisi dapat dipilah-pilah berdasarkan
komponen penyebabnya. Gambar 5.2 mengilustrasikan variasi
daya total yang diterima terhadap jarak, beserta tiga komponennya
yaitu pengaruh jarak, pengaruh shadowing, dan pengaruh
multipath.
(i) pengaruh jarak
Untuk keperluan analisis biasanya digunakan model yang sangat
sederhana untuk menggambarkan pengaruh jarak d terhadap daya
terima Pr:
n
r dP
−∝
dengan pangkat n bernilai 2 untuk kondisi ruang bebas (tak ada
satu pun obyek termasuk permukaan tanah di sekitar antena
Gambar 5.2: Ilustrasi efek jarak, shadowing, dan
multipath fading pada daya yang diterima
pemancar dan penerima), 4 untuk kondisi dua lintasan, langsung
dan pantulan permukaan tanah, dengan jarak antarantena yang
sangat jauh, serta secara umum 3 – 5 untuk daerah perkotaan.
Sebagai contoh, dengan n = 4 maka daya akan melemah sampai
1/16 kali (atau turun sebesar 12 dB) jika jarak pemancar ke
penerima meningkat dua kali lipat saja.
Sejumlah model propagasi yang lebih rinci, dengan parameter
masukan yang lebih banyak, diajukan oleh berbagai pihak. Di
antaranya yang perlu diperhatikan untuk sistem siaran TV pada
pita VHF dan UHF adalah model Longley-Rice, Okumura-Hata
[Rappaport, 2002], dan model ITU-R sesuai dengan rekomendasi
P.1546 [ITU-R, 2005]. Khusus untuk rekomendasi ITU-R tersebut,
kurva-kurva pada Annex 2 yang berlaku untuk rentang frekuensi
30 – 300 MHz dan Annex 3 untuk 300 – 1000 MHz memberikan
median intensitas medan yang terukur pada suatu area berukuran
500 m × 500 m, masing-masing pada pita VHF dan UHF yang
digunakan untuk siaran TV. Gambar 5.3 menunjukkan grafik kurva
intensitas medan UHF yang terlampaui pada 50% lokasi untuk
persentase waktu 10%.
(ii) efek shadowing
Variasi daya sinyal karena shadowing terjadi akibat adanya variasi
di lingkungan sekitar lintasan propagasi, terutama obyek-obyek
yang berpotensi menjadi penghalang, seperti gedung-gedung
maupun terrain yang tidak rata. Sebagai ilustrasi, beberapa
pesawat TV yang berada pada lokasi yang berbeda namun
memiliki jarak yang sama dari pemancar akan mengalami daya
terima yang berbeda. Satu pesawat TV terhalang oleh gedung
tinggi terhadap pemancar. Pesawat TV yang lain hanya terpisah
oleh tanah datar yang luas, dan sebagainya. Perbedaan yang
demikian cenderung berskala besar, dalam arti agar halangan oleh
gedung tersebut hilang si pemilik pesawat TV harus bergerak
cukup jauh, sampai puluhan kali lipat panjang gelombang, hingga
melewati gedung tersebut.
(iii) efek multipath (lintasan jamak)
Variasi multipath adalah variasi skala kecil, karena perubahan efek
destruktif-konstruktif oleh lintasan jamak, seperti yang sudah
dibahas di atas, dapat terjadi dalam skala yang berorde sama
dengan panjang gelombang. Sebagai contoh, bagi gelombang 600
MHz dengan panjang 50 cm, pergeseran tempat penerimaan
Gambar 5.3: Kuat medan 600 MHz yang terlampaui pada
50% lokasi penerimaan dalam area 500 m × 500 m untuk
10% waktu [ITU-R, 2005]
sejauh 25 cm saja bisa menyebabkan perubahan magnitudo
sinyal yang cukup besar.
Dalam kaitan dengan multipath, dikenal pula adanya efek Doppler
akibat pergerakan pesawat penerima. Pengaruh pergerakan
pesawat penerima muncul dalam dua bentuk. Jika ditinjau di ranah
waktu, pergerakan ini menyebabkan perubahan kanal propagasi
radio terhadap waktu. Konsekuensinya, apabila siaran TV digital
ditargetkan juga kepada pemirsa yang sedang di jalan, maka TV
penerima harus memiliki kemampuan yang memadai untuk
menyesuaikan diri terhadap perubahan kanal. Sedangkan di ranah
frekuensi, terjadi pergeseran atau pelebaran spektrum frekuensi.
Efek dispersi frekuensi ini bisa terasa terutama pada sistem
komunikasi yang menggunakan multi-carrier (lebih dari satu
frekuensi gelombang pembawa) seperti OFDM karena
menurunkan ortogonalitas antar sub-carrier yang pada akhirnya
menyebabkan distorsi sinyal. Dalam hal ini perangkat penerima
harus dibekali ketahanan terhadap kemungkinan terjadinya efek
dispersi frekuensi ini. Gambar 5.4 mengilustrasikan efek variasi
kuat sinyal yang diterima sambil bergerak beserta spektrum
Doppler yang terjadi.
C. Alat ukur dan perangkat penunjang pengukuran
Suatu sistem pengukuran biasanya tersusun dari perangkat
antena yang terhubung dengan kabel ke alat ukur, serta alat bantu
lainnya seperti GPS receiver untuk menentukan koordinat, kamera
digital untuk dokumentasi gambar lingkungan pengukuran, dan
log book untuk mencatat pengamatan yang dianggap penting
selama proses pengukuran. Untuk proses pengukuran biasanya
digunakan antena dipole setengah panjang gelombang yang
standar. Namun jika dipole standar ini tak tersedia, dapat diganti
dengan antena yang mendekati prototipe antena yang kelak akan
dipakai oleh para pelanggan.
Untuk mengukur intensitas atau kuat sinyal ataupun daya dapat
digunakan salah satu dari field strength meter, power meter,
ataupun spectrum analyzer. Power meter digunakan untuk
mengukur daya, sedangkan field strength meter dapat langsung
mengukur kuat medan yang diterima oleh antena dan, pada jenis
yang sudah digital, biasanya langsung dapat memberikan daya
yang terukur. Spectrum analyzer memiliki keunggulan karena di
samping dapat digunakan untuk mengukur daya secara langsung
dari sinyal carrier tanpa modulasi, juga dapat mengukur spektrum
sinyal yang diterima. Dengan demikian spectrum analyzer akan
sangat bermanfaat untuk pengukuran spektrum sinyal TV digital,
terutama dalam mengevaluasi rasio proteksi.
Beberapa parameter penting pada sistem TV digital, seperti BER,
MER, atau EVM, hanya dapat diukur dengan perangkat khusus.
Pada saat ini sudah cukup banyak perusahaan pembuat alat ukur
yang menyediakan berbagai pilihan alat ukur TV digital berdasarkan
standar sistem yang dipakai. Sebagai contoh, alat ukur TV digital
khusus untuk sistem DVB-T pasti akan memiliki kemampuan
menerima sinyal DVB-T dengan berbagai parameter modulasi,
coding, dan guard interval, serta mampu mengukur BER dan MER
pada berbagai titik ukur pada struktur penerima.
5.2.2. Pengukuran Daya dan Cakupan
Secara logika sederhana, penentuan daerah cakupan dapat
langsung dilakukan dengan mengukur daya pada berbagai titik
lokasi di dalam daerah cakupan nominal yang direncanakan.
Persentase cakupan kemudian dapat langsung diperoleh dengan
menghitung porsi lokasi di mana daya terukur berada di bawah
suatu nilai minimum Pmin yang telah ditetapkan berdasarkan
standar sistem yang diacu. Namun proses semacam ini
memerlukan biaya, tenaga, dan waktu yang besar untuk dapat
memberikan hasil yang akurat. Apalagi persentase cakupan
hampir pasti bervariasi berdasarkan kondisi terrain dan geografis
wilayah sasaran. Oleh sebab itu diciptakan teknik pengukuran
cakupan yang berbasis pada estimasi statistik daya terukur yang
akan dijelaskan di bagian ini.
Sebelum memulai pengukuran daya dan cakupan, perlu dibuat
link budget untuk semacam reality check. Link budget ini bertujuan
menguji kelayakan sistem di atas kertas dengan spesifikasi
pemancar yang telah ditetapkan dan alat ukur yang digunakan.
Target akhirnya adalah mengecek apakah akan didapat marjin daya
yang cukup pada penerima untuk mengakomodasi kemungkinan
terjadi shadowing dan fading yang seharusnya masih bisa
ditoleransi pada pengukuran. Jika dari link budget diperoleh marjin
yang terlalu kecil, maka kemungkinan besar hasil pengukuran akan
memberikan daya terukur yang terlalu kecil, bahkan di bawah noise
floor atau sensitivitas alat ukur, sehingga tidak valid untuk digunakan
dalam analisis.
Proses perhitungan link budget sangat mirip dengan perencanaan
anggaran biaya, dengan item-item yang semua dinyatakan dalam
satuan desibel. Daya pancar dan setiap efek penguatan atau gain
yang bersifat memperbesar daya efektif adalah “pemasukan”,
sementara rugi, redaman propagasi, dan daya noise berperan
sebagai “pengeluaran”. Selisih dari pemasukan dan pengeluaran
ini pada link budget memberikan besarnya marjin daya yang
tersedia (lihat Tabel 5.1).
Pengukuran daya dilakukan pada lokasi-lokasi yang acak, dengan
jarak yang bervariasi dari antena pemancar. Diusahakan
pengambilan sampel cukup merata dari jarak yang terdekat
sampai terjauh, sesuai dengan radius daerah cakupan yang
direncanakan. Pada setiap lokasi pengukuran, dilakukan
pencatatan daya terukur dan koordinat lokasi dari GPS. Koordinat
ini nantinya digunakan dalam perhitungan jarak dari pemancar.
Data hasil pengukuran dapat digunakan untuk menentukan dua
parameter propagasi:
a. Pangkat n dari jarak, jika digunakan model pengaruh jarak yang
sederhana seperti dijelaskan pada Bagian 5.2.1. Nilai pangkat
n diperoleh dengan regresi linear terhadap persamaan:
dnPP dBmdBmr 10,0, log−=
Jika digunakan model Okumura-Hata, ITU-R P.1546, dan yang
sejenis, maka estimasi pangkat jarak ini tidak perlu dilakukan.
b. Simpangan baku (standard deviation) σ dari shadowing dalam
dB di sekitar median daya terima. Median daya terima ini dapat
diestimasi sebagai fungsi jarak dengan menggunakan model
di atas atau model Okumura-Hata dan ITU-R P.1546. Variasi
shadowing diperoleh dengan menghitung selisih dB antara
daya terukur dengan estimasi median daya pada setiap lokasi
pengukuran.
Gambar 5.5 mengilustrasikan perhitungan regresi linear untuk
memperoleh pangkat jarak dan variasi shadowing.
g p g
ERP (Pt + Gt) 75.00 dBm (+)
Redaman lintasan 136.33 dB (–)
Model Hata, urban
575 MHz
Ht = 100 m
Hr = 1.5 m
d = 5 km
Gain antena penerima (Gr) 5.00 dB (+)
Sensitivitas alat ukur -60.00 dBm (–)
Marjin daya 3.67 dB
Tabel 5.1: Contoh link budget pengukuran
Estimasi perse
Related Posts:
televisi 1 2G Second Generation (Communications Network) 3G Third Generation (Communications Network) AAC Advanced … Read More