Tampilkan postingan dengan label manajemen laba 7. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label manajemen laba 7. Tampilkan semua postingan

manajemen laba 7




 emakin tinggi kesalahan yang dibuat stakeholder maka semakin tinggi pula manfaat yang akan diterima oleh manajer. Oleh sebab itu manajemen laba hanya menguntungkan satu pihak tertentu, yaitu manajer perusahaan dan kelompoknya, dan merugikan pihak lain, baik pemilik, investor, kreditur, maupun pemerintah. Bahkan, dampak multiplier rekayasa informasi ini tidak hanya dirasakan oleh pihak-pihak itu, namun juga oleh publik yang tidak mempunyai hubungan sama sekali dengan perusahaan. Atau dengan kata lain manajemen laba tidak hanya mempengaruhi dan merugikan perekonomian mikro maupun juga mempengaruhi dan merugikan perekonomian makro, bahkan perekonomian global. Alasannya, saat ini perekonomian suatu negara tidak bisa dilepaskan dengan  perekonomian negara-negara lain di seluruh dunia, sehingga apa yang terjadi di negara tertentu akan berdampak secara luas perekonomian global. Selain itu seiring dengan semakin banyaknya perusahaan mutlinasional yang beroperasi di berbagai negara mengakibatkan apa yang terjadi di satu negara akan mempengaruhi perusahaan afiliasinya di negara lain.   Maka atas dasar alasan-alasan itulah para akademisi mulai mengembangkan model untuk mengidentifikasi dan mendeteksi manajemen laba. Ada tiga pendekatan yang telah dihasilkan seiringan dengan perkembangan ilmu dan riset  akuntansi ini, yaitu model yang berbasis aggregate accrual, spesific accruals, dan distribution of earnings after management. Namun sejauh ini hanya model berbasis aggregate accrual diterima secara umum sebagai model yang memberikan hasil yang paling kuat dalam mendeteksi manajemen laba. Alasannya, model ini sejalan dengan basis akuntansi akrual yang selama ini banyak dipergunakan (accruals basis of accounting), yang membuat munculnya komponen akrual yang sangat mudah untuk dipermainkan besar kecilnya. Selain itu, model aggregate accrual memakai  semua komponen laporan keuangan untuk mendeteksi rekayasa keuangan itu. Hal ini sejalan dengan basis akuntansi yang dipakai , sebab account akrual memang ada dalam setiap komponen laporan keuangan tanpa terkecuali. Model berbasis aggregate accrual ini dikembangkan oleh beberapa peneliti, yaitu Healy, DeAngelo, Jones, Dechow, Sloan, dan Sweeney, serta Kang dan Suvaramakrishnan.  

 

  A.  AKUNTANSI BERBASIS AKRUAL   Secara teoritis manajemen laba dilakukan dengan mempermainkan komponen-komponen akrual dalam laporan keuangan, sebab akrual merupakan komponen yang mudah untuk dipermainkan sesuai dengan keinginan orang yang melakukan pencatatan transaksi dan menyusun laporan keuangan. Alasannya, komponen akrual merupakan komponen yang tidak memerlukan bukti kas secara fisik, sehingga usaha  mempermainkan besar kecilnya komponen akrual tidak harus disertai dengan kas yang diterima atau dikeluarkan perusahaan. Oleh sebab itu usaha  awal untuk memahami manajemen laba adalah dengan memahami dasar akuntansi yang selama ini dipakai  dan diakui secara luas, yaitu akuntansi berbasis akrual. Basis akuntansi ini merupakan dasar pencatatan akuntansi yang mewajibkan perusahaan mengakui hak dan kewajiban tanpa memperhatikan kapan kas akan diterima atau dikeluarkan.  Untuk mengakui biaya yang sudah menjadi kewajiban maka perusahaan tidak perlu memperhatikan waktu dan pengeluaran kas. Artinya biaya dapat diakui pada periode tertentu walau pengeluaran kas telah terjadi pada periode sebelumnya. Atau sebaliknya biaya baru akan diakui periode yang akan datang meski pengeluaran kas telah dilakukan periode sebelumnya. Selain itu perusahaan juga bisa biaya yang merupakan komponen alokasi harga pokok aktiva yang dimilikinya, pada saat barang terjual. Sebaliknya metode pencatatan ini membuat perusahaan dapat menunda pendapatan periode berjalan menjadi pendapatan periode berikutnya, meskipun kas telah diterima. Artinya, perusahaan dapat mengakui pendapatan pada periode tertentu walaupun kas baru akan diterima pada periode yang akan datang. Hal ini mengakibatkan munculnya berbagai account akrual dalam laporan keuangan, misalkan piutang dagang, pendapatan diterima dimuka, hutang biaya, biaya depresiasi, dan biaya dikeluarkan dimuka, biaya cadangan, biaya depresiasi, dan lain-lain.  Model pencatatan akrual ini berbeda dengan model akuntansi berbasis kas (cash basis of acconting) yang hanya mengakui pendapatan pada saat kas diterima dan biaya pada saat kas dikeluarkan. Akuntansi berbasis kas ini menghitung dan menentukan laba periode berjalan tergantung pada penerimaan dan pengeluaran kas tunai sehingga prinsip penandingan (matching cost to revenue) diabaikan. Akibatnya, laporan keuangan yang dibuat dengan basis kas tidak dapat mencerminkan kinerja  

sesungguhnya suatu perusahaan selama periode tertentu. Model perhitungan laba semacam ini tidak sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum sehingga membuat akuntansi berbasis kas tidak diterima secara umum dan relatif jarang dipakai . sedang  model pencatatan akuntansi berbasis akrual ini diterima dan dipakai  di seluruh dunia sebab  memang tidak semua transaksi yang dilakukan perusahaan merupakan transaksi tunai.  Namun demikian ada kelemahan mendasar yang melekat (inherent) dalam akuntansi berbasis akrual, yaitu sifat account akrual yang yang rawan untuk direkayasa, dengan atau tanpa harus melanggar prinsip akuntansi berterima umum. Hanya dengan mempermainkan komponen-komponen akrual, khususnya komponen pendapatan dan biaya, perusahaan dapat mengatur besar kecilnya laba dalam suatu periode tertentu dibandingkan laba sesungguhnya. Sebagai contoh, untuk memperbesar pendapatan, perusahaan dapat mengakui barang yang dititipkan sebagai barang konsinyasi atau barang yang dikeluarkan dari perusahaan sebagai barang terjual. Atau sebaliknya, untuk memperkecil laba, perusahaan dapat menunda mengakui pendapatan periode berjalan menjadi pendapatan periode berikutnya. Selain itu, perusahaan juga dapat mengakui laba periode berjalan menjadi lebih kecil atau besar dibanding laba sesungguhnya, dengan cara mengatur besar kecilnya biaya. Atas dasar pemikiran ini maka laba dapat dihitung sebagai berikut:  Labait = Dkasit + capital contributionsit + dividen kasit + Dpiutangit + Dpersediaanit + Dpayablesit + Dplant assets,net of additions and disposals + ….. + etc   Secara konseptual model akuntansi berbasis akrual memakai  komponen kas dan akrual dalam laporan keuangan. Alasannya, ada dua macam transaksi yang selama ini biasa dilakukan perusahaan dalam proses usahanya, yaitau transaksi kas (tunai) maupun non-kas (non-tunai). Komponen kas merupakan komponen yang relatif sulit untuk direkayasa, sebab komponen ini menunjukkan berapa jumlah kas yang diterima perusahaan dalam periode tertentu. Artinya transaksi komponen kas harus disertai dengan bukti berupa uang atau yang setara dengan uang dalam jumlah yang sama, yang secara fisik yang ada. Sebaliknya, transaksi akrual merupakan transaksi yang tidak harus disertai dengan uang atau sejenisnya. Artinya seseorang tidak perlu harus  

menunjukkan bukti sejumlah kas yang diterima atau dikeluarkannya untuk mengatur besar kecilnya angka-angka transaksinya.  Maka langkah awal untuk mengindentifikasi manajemen laba adalah dengan mengeluarkan komponen kas dari model akuntansi di atas untuk menghitung dan menentukan besarnya komponen akrual yang diperoleh perusahaan selama satu periode tertentu. Untuk itu laba akuntansi di atas harus dikurangi dengan arus kas yang diperoleh dari operasi perusahaan (cash flow from operation) selama periode ini . sedang  komponen arus kas yang lain, yaitu arus kas pendanaan (cash flow from financing) dan arus kas investasi (cash flow from investment), tidak dikurangkan dari laba akuntansi ini. Alasannya, kedua arus kas ini bukan merupakan hasil yang diperoleh dari operasional perusahaan selama periode bersangkutan, tetapi merupakan hasil yang diperoleh dari aktivitas non-operasional perusahaan (extraordinary activities). Maka atas dasar pemikiran itu secara matematis pemahaman di atas dapat dirumuskan sebagai berikut:  Labat = Kast – Total Akrualt  bila  besarnya kas yang diperoleh perusahaan dihitung sebagai cash flow from operation, maka rumus diatas dapat dirumuskan kembali sebagai berikut:    TACt = Labat – CFOt  Dimana: TACt = Total akrual periode-t.  CFOt = Arus kas dari operasi periode-t.  Setelah berhasil menentukan besarnya komponen akrual yang diperoleh perusahaan selama satu periode, maka langkah kedua adalah memisahkan komponen akrual itu menjadi dua komponen utama, yaitu discretionary accruals dan nondiscretionary accruals untuk menentukan apakah ada dan besar kecilnya aktivitas rekayasa manajerial itu. Discretionary accruals merupakan komponen akrual hasil rekayasa manajerial dengan memanfaatkan kebebasan dan keleluasaan dalam estimasi dan pemakaian standar akuntansi. Ada beberapa metode yang bisa dipakai manajer perusahaan untuk merekayasa besar kecilnya discretionary accruals ini sesuai dengan  

tujuan yang ingin dicapainya, misalkan kebebasan menentukan estimasi dan memilih metode depresiasi aktiva tetap, menentukan estimasi prosentase jumlah piutang tak tertagih, memilih metode penentuan jumlah persediaan, dan sebagainya.  sedang  nondiscretionary accruals merupakan komponen akrual yang diperoleh secara alamiah dari dasar pencatatan akrual dengan mengikuti standar akuntansi yang diterima secara umum, misalkan metode depresiasi dan penentuan persediaan yang dipilih harus mengikuti metode yang diakui dalam prinsip akuntansi. Atas dasar pemikiran bahwa komponen akrual yang bebas dipermainkan dengan kebijakan manajerial adalah discretionary accruals, maka sebagian besar model manajemen laba mengukur atau memproksikan aktivitas rekayasa ini dengan memakai  komponen discretionary accruals. Hingga atas dasar pemikiran itu, yaitu  total akrual merupakan penjumlahan discretionary accruals dan nondiscretionary accruals, model dasar untuk menghitung manajemen laba dapat dirumuskan sebagai berikut:  TACt = DAt + NDAt.  Dimana: TACt = Total akrual periode-t.  DAt = Discretionary accruals periode-t.  NDAt = Nondiscretionary accruals periode-t.  bila  TACt = Labat – CFOt  dirumuskan sebagai Labat = CFOt – TACt, maka formula di atas dapat dirumuskan kembali sebagai berikut:  Labat = CFOt + DAt + NDAt 

 Dimana: CFOt = Arus kas dari operasi periode-t.  DAt = Discretionary accruals periode-t.  NDAt = Nondiscretionary accruals periode-t.  Model akuntansi akrual di atas dengan jelas menunjukkan bahwa laba akuntansi terdiri dari komponen arus kas operasi, discretionary accruals, dan nondiscretionary accruals. Secara spesifik model ini juga menunjukkan bahwa untuk mendeteksi manajemen laba dimulai dengan menghitung laba yang diperoleh suatu perusahaan  

dalam satu periode tertentu. Selanjutnya laba ini dipecah menjadi laba kas dan laba non-kas akrual untuk menentukan jumlah laba akrual untuk menghitung nilai discretionary accruals dan nondiscretionary accruals. Secara empiris nilai discretionary accruals bisa nol, positif, atau negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan selalu melakukan manajemen laba dalam mencatat dan menyusun informasi keuangannya. Nilai nol menunjukkan manajemen laba dilakukan dengan pola perataan laba (income smoothing). sedang  nilai positif menunjukkan bahwa manajemen laba dilakukan dengan pola penaikkan laba (income increasing) dan nilai negatif menunjukkan manajemen laba dengan pola penurunan laba (income decreasing).  Secara konseptual model di atas memang sudah dapat dipakai untuk mendeteksi manajemen laba meski dalam perkembangannya model di atas diurai lebih detail untuk mendeteksi komponen-komponen dasar yang dipakai untuk mempermainkan besar kecilnya laba yang diperoleh perusahaan selama periode tertentu. usaha  ini penting untuk dilakukan mengingat bahwa untuk mengatur laba, manajer dapat mempermainkan semua komponen laporan keuangan, baik komponen lancar (current) maupun jangka panjang (long-term). Maka usaha  ini sebenarnya untuk mengidentifikasi kecenderungan manajerial dalam melakukan manajemen laba, apakah cenderung memakai  komponen lancar atau jangka (long-term assets). Untuk itu discretionay accruals dipecah menjadi discretionay current accruals dan discretionay long-term accruals, demikian juga dengan nondiscretionary accruals yang dapat dipecah menjadi nondiscretionay current accruals (NDCA) dan nondiscretionay long-term accruals (NDLTA) dan dirumuskan sebagai berikut:    TACt = (DCAt + DLTAt) +  (NDCAt + NDLTAt)  Dimana: TACt = Total akrual periode-t.  DCAt = Discretionary current accruals periode-t.  DCAt = Discretionary long-term accruals periode-t.  NDCAt = Nondiscretionary current accruals periode-t.  NDTAAt = Nondiscretionary long-term accruals periode-t.  bila  TACt = Labat – CFOt  dirumuskan sebagai Labat = CFOt – TACt, maka formula di atas dapat dirumuskan kembali sebagai berikut:   

Labat = CFOt + (DCAt + DLTAt) + (NDCAt + NDLTAt)  Dimana: CFOt = Arus kas dari operasi periode-t.  DCAt = Discretionary current accruals periode-t.  DCAt = Discretionary long-term accruals periode-t.  NDCAt = Nondiscretionary current accruals periode-t.  NDTAAt = Nondiscretionary long-term accruals periode-t.  Ilustrasi-pemakaian Model Dasar Manajemen Laba  Ilustrasi berikut ini akan menunjukkan bagaimana langkah-langkah di atas diterapkan untuk mengidentifikasi total akrual suatu perusahaan dalam suatu periode. Total akrual merupakan selisih dari laba bersih akuntansi dengan arus kas operasi dalam suatu periode. Ilustrasi ini memakai  data keuangan sebuah  perusahaan dengan periode pengamatan selama 5 tahun, yaitu tahun 1996 sampai dengan tahun 2000.   

= Tahun laporan keuangan    Total akrual = Laba bersih-Arus kas operasi  Dari tabel di atas terlibat nilai total akrual untuk periode tertentu. Ada periode dimana laba bersih lebih kecil maupun lebih besar dibandingkan dengan arus kas operasi.  1. Laba bersih lebih kecil dibandingkan arus kas operasi.  usaha  semacam ini disebut income decreasing management. Ini bisa dilihat untuk data tahun 1996 dan 1998. Ada dua kemungkinan yang bisa dipakai untuk menjelaskan mengapa hal ini terjadi: a. Secara konseptual besar kecilnya arus kas operasi dipengaruhi oleh besar kecilnya transaksi penerimaan tunai. Artinya, semakin besar transaksi penerimaan tunainya semakin besar pula arus kas operasi atau semakin kecil transaksi penerimaan tunainya semakin kecil pula arus kas operasinya. Maka  

bila  yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu transaksi penerimaan tunai lebih kecil daripada arus kas operasi, kemungkinan besar perusahaan berusaha menyembunyikan pendapatan sesungguhnya.  usaha  di atas bisa dilakukan dengan mengakui penerimaan tunai sebagai pendapatan diterima dimuka sehingga transaksi ini harus dicatat dalam neraca sebagai komponen hutang dan bukan dalam laporan rugi laba sebagai komponen pendapatan. Selain mengakibatkan pendapatan periode berjalan akan menjadi lebih kecil dibandingkan pendapatan sesungguhnya maka pengakuan semacam ini membuat pendapatan periode berjalan menjadi lebih kecil dibandingkan arus kas operasi periode berjalan. Hingga laba bersih periode berjalan pun akan menjadi lebih rendah dibandingkan dengan laba bersih sesungguhnya maupun aru kas operasi sesungguhnya. b. Secara konseptual besar kecilnya laba bersih dipengaruhi oleh besar kecilnya biaya periode berjalan. Artinya, semakin besar biaya akan membuat semakin kecil  laba periode berjalan atau semakin kecil biaya akan membuat semakin besar laba periode berjalan. Oleh sebab itu tanpa harus menyembunyikan pendapatan sesungguhnya perusahaan dapat mempunyai laba bersih bisa lebih rendah daripada arus kas operasi bila  biaya yang dikeluarkan besar. Selain itu dengan mempermainkan biaya akrual menjadi lebih besar daripada biaya sesungguhnya laba bersih perusahaan pun juga bisa menjadi lebih kecil daripada arus kas operasi.  usaha  lain yang bisa dilakukan perusahaan adalah dengan mempermainkan pendapatan tunai periode berjalan agar menjadi lebih kecil daripada pendapatan sesungguhnya. usaha  ini akan mengakibatkan laba bersih menjadi lebih kecil daripada laba sesungguhnya meskipun perusahaan tidak mempermainkan biaya. usaha  lain lagi adalah dengan mengatur besar kecilnya pendapatan dan biaya sekaligus. Pendapatan tunai diatur susaha  lebih kecil dibandingkan pendapatan sesungguhnya, sedang  biaya diatur menjadi lebih besar daripada biaya sesungguhnya. Hal ini secara langsung juga akan mengakibatkan laba bersih periode berjalan menjadi lebih kecil dibandingkan arus kas operasinya.   

2. Laba bersih lebih besar dibandingkan arus kas operasi.  usaha  semacam ini disebut dengan income incresing management. Ini bisa dilihat untuk data tahun 1997, 1999, dan 2000. Ada dua kemungkinan yang bisa dipakai untuk menjelaskan mengapa hal ini terjadi: a. Hal ini menunjukkan bahwa selama satu periode tertentu perusahaan lebih banyak melakukan banyak transaksi penerimaan non tunai (kredit) daripada transaksi penerimaan tunai. Hingga pendapatan yang diakui selama periode itu akan lebih besar dibandingkan kas yang diterima. Akibatnya, laba bersih pada periode bersangkutan akan lebih besar dibandingkan arus kas operasinya. Kemungkinan lain adalah perusahaan mengakui pendapatan selama satu periode tertentu lebih besar dibandingkan pendapatan sesungguhnya. Hal ini bisa dilakukan dengan mempermainkan pendapatan-pendapatan akrual yang tidak memerlukan bukti kas secara fisik, misalkan mengakui pendapatan dari penjualan barang konsinyasi yang dititipkan kepada pihak lain yang sebenarnya belum terjual atau mengubah metode transaksi penjualan dari FOB destination menjadi FOB shipping point, sehingga barang yang baru dikirim kepada pembeli sudah dapat diakui sebagai penadapatan. usaha  semacam ini akan membuat pendapatan perusahaan akan menjadi lebih tinggi dibandingkan pendapatan sesungguhnya pada periode tertentu. Hingga laba bersih periode bersangkutan akan lebih besar dibandingkan arus kas operasinya. b. Secara konseptual besar kecilnya laba bersih juga dipengaruhi oleh besar kecilnya biaya periode berjalan. Artinya, semakin besar biaya akan membuat semakin kecil  laba periode berjalan atau semakin kecil biaya akan membuat semakin besar laba periode berjalan. Oleh sebab itu tanpa harus mempermainkan pendapatan sesungguhnya perusahaan dapat mempunyai laba bersih bisa lebih besar daripada arus kas operasi bila  biaya yang dikeluarkan relatif kecil. Selain itu perusahaan pun bisa mempermainkan biaya akrual menjadi lebih kecil daripada biaya sesungguhnya sehingga laba bersih perusahaan pun juga bisa menjadi lebih besar daripada arus kas operasi.  usaha  lain yang bisa dilakukan perusahaan adalah dengan mempermainkan pendapatan tunai periode berjalan agar menjadi lebih besar daripada pendapatan sesungguhnya. usaha  ini akan mengakibatkan laba bersih menjadi lebih besar  

daripada laba sesungguhnya meskipun perusahaan tidak mempermainkan biaya. usaha  lain lagi adalah dengan mengatur besar kecilnya pendapatan dan biaya sekaligus. Pendapatan tunai diatur susaha  lebih besar dibandingkan pendapatan sesungguhnya, sedang  biaya diatur menjadi lebih kecil daripada biaya sesungguhnya. Hal ini secara langsung juga akan mengakibatkan laba bersih periode berjalan menjadi lebih besar dibandingkan arus kas operasinya.  Untuk mengidentifikasi lebih lanjut manajemen laba maka nilai total akrual di atas harus dipecah menjadi discretionary accruals dan nondiscretionary accruals dengan mengggunakan model-model empiris yang dibahas akan di Bab 7-Model Empiris. Discretionary accruals merupakan proksi atau ukuran dari manajemen laba yang selama ini dipakai secara luas. Demikian juga dengan metode untuk memisahkan discretionary accruals menjadi dua komponen utama pembentuknya, yaitu discretionary current accruals dan discretionary long-term accruals.     B.  METODE MANAJEMEN LABA Semakin meluasnya aktivitas manajemen laba memang telah mengakibatkan hancurnya tatanan ekonomi, etika, dan moral, dipertanyakannya kembali kelayakan prinsip akuntansi serta integritas dan kredibilitas para pelaku ekonomi dan akuntan publik tidak ada kesepakatan antar pihak terhadap aktivitas kecurangan ini. Kelayakan prinsip akuntansi berterima umum ini disebabkan prinsip akuntansi merupakan regulation driven yang harus dipakai seseorang saat  mencatat transaksi dan membuat laporan keuangan. Oleh sebab itu saat ini berkembang dua pendapat yang dipakai untuk menjelaskan mengapa manajemen laba dilakukan perusahaan terkait dengan prinsip akuntansi ini.  1. Distorsi terhadap prinsip akuntansi  Ada pendapat yang menyatakan bahwa manajemen laba merupakan usaha  perusahaan untuk melakukan distorsi prinsip akuntansi berterima umum. Meskipun rekayasa informasi ini sebenarnya tidak selalu harus dilakukan dengan melanggar prinsip akuntansi itu. Sebab prinsip akuntansi yang mempunyai spektrum yang luas memang mudah dimanfaatkan oleh siapapun yang menguasai dan memahaminya. Sebagai contoh adalah kebebasan manajerial dalam mengestimasi nilai aktiva atau memilih dan mengganti metode akuntansi yang dipakai nya. Hanya dengan  

mengganti estimasi atau metode akuntansi ini, manajer perusahaan dapat mengatur besar kecilnya laba yang harus diungkapkannya dalam laporan keuangan. Atau dengan kata lain, manajemen laba merupakan cermin dari usaha  manajer perusahaan untuk mencari dan memanfaatkan “celah” yang ada memang dalam prinsip akuntansi.  Maka bisa dikatakan bahwa manajemen laba mencerminkan sifat dasar manusia yang selalu berusaha memaksimalkan kesejahteraannya dari kelemahan peraturan yang ada. Apalagi pada dasarnya prinsip akuntansi hanyalah regulation driven dan bukan ethic driven, sehingga tidak bisa mengikat pemakainya untuk mengikutinya secara penuh. Oleh sebab itu sebaik apapun prinsip akuntansi tidak ada gunanya bila pemakainya tidak mempunyai niat baik untuk mematuhinya. Manajemen laba akan tetap dilakukan meskipun tidak ada celah dalam prinsip akuntansi.         2. Kegagalan prinsip akuntansi Ada pendapat yang menyatakan bahwa manajemen laba merupakan kegagalan prinsip akuntansi untuk menyediakan regulasi yang tepat. Hal ini disebabkan standar akuntansi tidak secara tegas mengatur metode mana yang boleh dipakai perusahaan dan metode mana yang dilarang untuk diterapkan. Hingga beragam metode dan prosedur akuntansi yang diterima dan diakui menyebabkan manajer perusahaan cenderung memilih dan memakai  metode sesuai dengan kepentingan dan tujuan yang ingin dicapainya. Misalnya, untuk mengatur besar kecilnya biaya depresiasi setiap periodenya manajer dapat memilih, menganti, dan memakai  ada metode garis lurus, saldo menurun, jumlah angka tahun, dan sebagainya. Atau metode first in first out (FIFO), last in first out LIFO, rata-rata (average), dan sebagainya untuk menentukan nilai persediaan yang dimiliki perusahaan.  Selain itu standar akuntansi juga tidak secara tegas mengatur periode estimasi yang diperkenankan untuk suatu aktiva tertentu. Perusahaan bebas menentukan nilai estimasi untuk aktiva yang dimilikinya sesuai dengan kepentingan dan tujuan yang dicapainya. Misalkan, untuk menurunkan laba yang dilaporkannya manajer perusahaan dapat mengaturnya melalui biaya depresiasi, yaitu membuat umur ekonomi aktiva tetap relatif panjang. Atau sebaliknya untuk menaikkan laba manajer perusahaan dapat menurunkan umur ekonomis aktiva tetap. Metode lain untuk mengatur besar kecilnya laba itu adalah mengatur nilai harga pokok  

penjualannya (cost of goods sold) dengan memakai  metode pengakuan persediaannya. Selain itu masih ada banyak metode-metode lain dapat dipakai  untuk mengatur laba sesuai dengan keinginan dan tujuan manajer.  Oleh sebab itu standar akuntansi seolah-olah mengakomodasi dan memberi kesempatan perusahaan untuk mengatur dan mengelola laba sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai perusahaan. Meskipun harus diakui munculnya manajemen laba tidak hanya masalah lemahnya standar akuntansi, tetapi juga merupakan masalah moral hazard pengelola perusahaan. Artinya, untuk membuat informasi yang jujur tidak hanya membutuhkan regulasi yang tidak mempunyai celah untuk dipermainkan (regulation driven), tetapi juga dibutuhkan sikap etis dan moral dari para pembuat informasi itu (ethic driven). Sebab hanya mengandalkan regulasi yang baik tanpa mempertimbangkan sikap etis dan moral seseorang akan sulit tercipta sesuatu dan kondisi yang lebih konduktif. Hingga regulasi yang baik serta sikap etis dan moral seharusnya berjalan seiring dan bersama-sama. Secara konseptual metode untuk melakukan manajemen laba dapat diklasifikasikan menjadi empat kelompok, yaitu accounting method choice, accounting method application, accounting method timing, dan timing. Accounting method choice merupakan usaha  untuk merekayasa informasi keuangan dengan cara memilih standar akuntansi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapainya. Accounting method application merupakan usaha  untuk merekayasa informasi keuangan dengan cara menerapkan dan memakai  standar akuntansi untuk mencapai tujuan yang ingin dicapainya. Accounting method timing merupakan usaha  untuk merekayasa informasi keuangan dengan menerapkan metode yang telah dipilihannya pada saat yang tepat. sedang  timing merupakan usaha  untuk merekayasa informasi keuangan dengan memilih dan menerapkan kebijakan manajerial pada saat yang tepat.  B.1.  ACCOUNTING METHOD CHOICE Ada berbagai metode akuntansi yang selama ini diakui oleh prinsip akuntansi, misalkan metode depresiasi garis lurus atau saldo menurun untuk mengalokasikan harga perolehan (cost) aktiva tetap. Metode FIFO atau LIFO untuk menentukan harga pokok persediaan. Selain itu ada metode estimasi akuntansi untuk menentukan umur ekonomis, prosentase biaya kerugian, dan penurunan nilai aktiva yang dimiliki perusahaan. Prinsip 

akuntansi juga memberi kebebasan kepada penggunanya untuk memilih metode dan prosedur akuntansi sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya. Selain itu, prinsip akuntansi memberi kebebasan untuk mengganti metode akuntansi yang selama ini dipakai nya, dengan catatan penggantian metode ini  diungkapkan dalam laporan keuangan yang dipublikasikannya.  Tabel 6.1 Metode Akutansi Metode Akuntansi Metode yang Bisa Dipilih Depresiasi § Garis lurus (straight line) § Saldo menurun (double declining balance) § Jumlah angka tahun (sum of year digit) Harga pokok persediaan § FIFO (first ini first out) § LFO (last ini first out) § Rata-rata (average) Sumber: Dikumpulkan dari berbagai sumber, 2005. Sejalan dengan kebebasan itu, manajer termotivasi dan terdorongan untuk memilih dan mengganti metode akuntansi yang selama ini dipakainya untuk mengoptimalkan kesejahteraan pribadi. Atau dengan kata lain, manajer hanya mau memakai  suatu metode akuntansi tertentu bila  ada manfaat yang bisa diperoleh. Hingga metode akuntansi yang tidak memberi manfaat jika dipakai  dalam melaporkan kinerja tidak akan pernah dipergunakan oleh manajer bersangkutan. Manajer juga akan menggantii satu metode tertentu dengan metode akuntansi yang lain bila  metode yang sebelumnya dipakai tidak sesuai dengan kepentingan yang ingin diwujudkannya. usaha  mengganti metode akuntansi dipergunakan manajer yang ingin mengatur besar kecilnya laba perusahaan yang akan disajikan dalam laporan keuangan. Secara konseptual, bila  manajer ingin melaporkan labanya lebih tinggi dari laba yang sesungguhnya, maka manajer dapat memilih,  memakai , atau mengganti metode akuntansi yang sesuai dengan tujuan yang dicapainya ini , misalkan memakai  metode FIFO untuk menentukan harga pokok persediaannya. Hal ini disebabkan metode FIFO memungkinkan harga pokok yang dipakai sebagai salah satu komponen untuk menghitung laba menjadi lebih kecil dibanding bila  memakai  metode LIFO untuk menghitung harga pokok persedian ini . Contoh lain adalah dengan mengubah metode depresiasi aktiva tetap saldo menurun menjadi garis lurus sebab metode ini membuat biaya depresiasi pada periode-periode awal relatif lebih kecil 

dibandingkan jika memakai  metode saldo menurun. Namun sebaliknya, bila  depresiasi dilakukan pada periode-periode akhir pengalokasian harga perolehan aktiva tetap itu, metode saldo menurun yang dipakai untuk menurunkan biaya depresiasi. Hingga bila  biaya periode berjalan yang dikeluarkan perusahaan lebih kecil dari biaya sesungguhnya, maka laba periode berjalan akan lebih tinggi dari laba sesungguhnya.  Sebaliknya, bila  manajer ingin melaporkan labanya lebih rendah dari laba sesungguhnya maka manajer dapat memilih dan memakai  metode LIFO untuk menentukan harga pokok persediaan. Hal ini disebabkan metode LIFO memungkinkan harga pokok yang dipakai sebagai salah satu komponen untuk menghitung laba akan menjadi lebih besar dibanding bila  memakai  metode FIFO untuk menghitung harga pokok persedian ini . Contoh lain adalah dengan mengubah metode depresiasi aktiva tetap garis lurus menjadi saldo menurun sebab metode ini membuat biaya depresiasi pada periode-periode awal relatif lebih besar dibandingkan jika memakai  metode garis lurus. Namun sebaliknya, bila  depresiasi dilakukan pada periode-periode akhir pengalokasian harga perolehan aktiva tetap itu, metode garis lurus yang dipakai untuk menurunkan biaya depresiasi. Hingga bila  biaya periode berjalan yang dikeluarkan perusahaan lebih besar dari biaya sesungguhnya, maka laba periode berjalan akan lebih rendah dari laba sesungguhnya. Kebebasan dalam menentukan nilai estimasi juga akan dimanfaatkan manajer saat  mencatat transaksi dan menyusun laporan keuangan sesuai dengan kepentingannya. bila  manajer ingin membuat kinerja kelihatan lebih bagus dari yang seharusnya maka manajer menentukan nilai cenderung rendah, dan sebaliknya jika manajer ingin membuat kinerjanya kelihatan lebih rendah dari kinerja sesungguhnya. Untuk itu, manajer dapat menentukan estimasi umur ekonomis aktiva lebih tinggi dari umur ekonomis sebelumnya. Hal ini disebabkan umur ekonomis yang tinggi akan mengakibatkan biaya depresiasi per periode akan menjadi lebih rendah jika dibandingkan memakai  umur ekonomis aktiva yang relatif lebih pendek. Hingga sama halnya dengan penjelasan di atas, biaya periode yang rendah akan mengakibatkan laba periode berjalan menjadi lebih tinggi. Selain itu, manajer juga dapat menentukan estimasi umur ekonomis aktiva lebih pendek dari umur ekonomis sebelumnya. Hal ini disebabkan umur ekonomis yang pendek akan mengakibatkan biaya depresiasi per  

periode akan menjadi lebih tinggi jika dibandingkan memakai  umur ekonomis aktiva yang relatif lebih panjang.   B.2.  ACCOUNTING METHOD APPLICATION Setelah memilih metode akuntansi dan menentukan nilai estimasi akuntansi sesuai dengan kepentingannya, manajer membuat kebijakan bagaimana cara menerapkannya tanpa harus melanggar prinsip akuntansi. usaha  untuk memilih dan menerapkan metode akuntansi yang sesuai dengan kepentingan manajer, secara konseptual, bisa dilakukan untuk mengelola dan mengatur labanya agar lebih tinggi (income increasing) atau rendah (income decreasing) dari laba yang sesungguhnya. Manajer juga dapat memakai  usaha  semacam ini untuk mengelola dan mengatur agar labanya relatif merata selama beberapa periode (income smoothing). 

 bila  manajer menginginkan labanya menjadi lebih tinggi dari laba yang sesungguhnya, maka manajer dapat memakai  metode depresiasi aktiva tetap yang cenderung mengalokasikan harga perolehan aktiva tetap untuk periode-periode awal relatif lebih rendah dibandingkan periode selanjutnya. Manajer juga dapat melakukan strukturisasi estimasi umur ekonomis aktiva menjadi lebih panjang daripada umur ekonomis aktiva tetap yang selama ini telah dipakai. Selain itu, manajer dapat menentukan prosentase kerugian piutang lebih rendah dari biasanya. usaha  lain yang bisa dilakukan manajer adalah dengan memilih metode pengakuan harga pokok persediaan yang dapat membuat harga pokok penjualan lebih rendah dibanding jika memakai  metode lain untuk menghitung harga pokok ini , misalkan FIFO.     bila  manajer menginginkan labanya menjadi lebih rendah dari laba yang sesungguhnya, maka manajer dapat memakai  metode depresiasi aktiva tetap yang cenderung mengalokasikan harga perolehan aktiva tetap untuk periode-periode awal relatif lebih tinggi dibandingkan periode selanjutnya, misalkan metode saldo menurun atau metode jumlah angka tahun. Manajer juga dapat melakukan strukturisasi estimasi umur ekonomis aktiva menjadi lebih pendek daripada umur ekonomis aktiva tetap yang selama ini telah dipakai. Selain itu, manajer dapat menentukan prosentase kerugian piutang lebih tinggi dari biasanya. usaha  lain yang bisa dilakukan manajer adalah dengan memilih metode pengakuan harga pokok persediaan yang dapat membuat harga pokok penjualan lebih tinggi dibanding jika memakai  metode lain untuk menghitung harga pokok ini .  Terakhir, bila  manajer menginginkan labanya relatif merata selama beberapa periode, maka manajer dapat memakai  metode depresiasi aktiva tetap yang cenderung mengalokasikan harga perolehan aktiva tetap selama beberapa periode besarnya sama, misalkan metode depresiasi garis lurus. Manajer juga dapat melakukan strukturisasi estimasi umur ekonomis aktiva menjadi lebih panjang daripada umur ekonomis aktiva tetap yang selama ini telah dipakai. Selain itu, manajer dapat menentukan prosentase kerugian piutang relatif selalu sama selama beberapa periode.usaha  lain yang bisa dilakukan manajer adalah dengan memilih metode pengakuan harga pokok persediaan yang dapat membuat harga pokok penjualan relatif sama selama beberapa periode, misalkan metode average.  

  

 B.3.  ACCOUNTING METHOD TIMING Selain mempunyai kebebasan untuk memilih dan menentukan metode atau standar akuntansi yang sesuai dengan kebutuhann, manajer juga mempunyai kebebasan untuk menentukan kebijakan kapan dan bagaimana suatu transaksi dan atau peristiwa diakui sebagai transaksi dan peristiwa akuntansi yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan. Artinya suatu transaksi atau peristiwa tidak harus dilaporkan pada periode terjadinya, namun dilaporkan dan diungkapkan diperiode lain sesuai kebijakan dan kepentingan perusahaan. Sebagai contoh kebijakan kapan dan seberapa besar piutang tak tertagih dan aktiva yang rusak harus dihapus dari pembukuan (write-off), mengestimasi nilai pasar persediaan yang akan dipakai dalam metode lower-of-cost-or-market. Atau dengan mengakui pendapatan dari penjualan barang-barang konsinyasi yang baru dititipakan pada pihak lain, padahal barang bersangkutan belum terjual. Cara lain adalah dengan mengubah metode transaksi penjualan dari metode FOB destination menjadi FOB shipping point yang akan membuat pendapatan lebih tinggi untuk periode bersangkutan.    Selain itu manajer bersangkutan juga dapat menentukan apakah memakai  klasifikasi apresiasi jangka panjang atau spekulasi jangka pendek dalam penerapan akuntansi market-to-market untuk investasi yang mempunyai pengaruh terhadap pengakuan keuntungan yang sebenarnya tidak dapat direalisasikan (unrealized) dan kerugian perusahaan. Seorang manajer juga dapat memutuskan bagaimana suatu peristiwa diklasifikasikan. Sebagai contoh kewajiban yang diakui sebagai kontijensi walaupun sebenarnya pasti dapat diterima, jadi menghindari pengakuan biaya dalam laporan laba-rugi. Penguasah ini  juga dapat mengklasifikasikan biaya tidak langsung sebagai biaya produk buka pada periode terjadinya agar pengekuaran ini  tidak kelihatan dalam laporan laba-rugi.   B.4.  TIMING Pemilihan waktu akuisisi aktiva dan disposisi dapat mempengaruh laba akuntansi. Pengusaha dapat memakai  metode ini saat  dan seberapa besar yang diinvestasikan dalam biaya research and development (R&D), pariwara, pemeliharaan, yang diakui sebagai biaya periodik (expenses) pada periode terjadinya pengeluaran  

ini . Pengusaha juga dapat memutuskan saat yang tepat penjualan plant, property, and equipment untuk dipercepat atau ditunda pengakuan keuntungan atau kerugiannya. Pengusaha juga dapat memutuskan mempercepat atau memperlambat pengiriman barang dagangan kepada konsumen pada akhir periode untuk mempengaruhi pendapatan, terakhir, pengusaha dapat memutuskan untuk mengubah jadwal konpensasinya untuk mempengaruhi biaya kompensasi diakui sebagai laba.   

  

OBYEK MANAJEMEN LABA  

 Ada dampak negatif dari pemakaian akuntansi berbasis akrual yang selama ini dipakai untuk mencatat semua transaksi dan peristiwa yang dilakukan dan dialami sebuah perusahaan, yaitu manajemen laba. Secara konseptual akuntansi berbasis akrual akan mencatat semua pengaruh keuangan yang terjadi dalam transaksi dan peristiwa yang dialami dan diakui perusahaan yang mempunyai konsekuensi kas yang terjadi selama periode tertentu, tanpa memperhatikan apakah kas langsung diterima dan dibayarkan secara tunai oleh perusahaan atau tidak. Selain itu model akuntansi ini mengakui adanya alokasi harga perolehan aktiva untuk beberapa periode tertentu. Hal ini mengakibatkan timbulnya berbagai account akrual dalam laporan keuangan perusahaan, misalnya: hutang, pendapatan diterima dimuka, piutang, biaya dibayarkan dimuka, biaya depresiasi, dan lain-lain.  

Akuntansi berbasis akrual memakai  prosedur akrual, defferal, pengalokasian yang bertujuan untuk menghubungkan pendapatan, biaya, keuntungan (gains), dan kerugian (losses) untuk menggambarkan kinerja perusahaan selama periode berjalan, meski kas belum diterima dan dikeluarkan. Jadi pengakuan pendapatan, biaya, keuntungan, dan kerugian serta kenaikan dan penurunan asset maupun kewajiban, termasuk laba (matching of cost and revenues), alokasi, dan amortisasi, merupakan esesnsi pemakaian akuntansi akrual untuk melakukan pengukuran terhadap kinerja suatu perusahaan. Hal ini sesuai dengan definisi akuntansi berbasis akrual yang dikeluarkan oleh Financial Accounting Board Standard (FASB), yaitu: Accrual accounting attemps to record the the financial effects on an entity of transactions and other events and circumtances the have cash consequences for the entity in the periods in which those transactions, events, and circumtances occur rather than only in the periods in which cash is received or paid by the entity (FASB 1965, SFAC No.6 paragraf 139). Dalam mengaplikasikan kebijakan akrual dipakai  accruals, defferal, dan prosedur alokasi yang bertujuan untuk menyesuaikan biaya dan pendapatan dengan periode terjadinya, bukan mengkaitkan biaya dan pendapatan berdasarkan pengeluaran dan penerimaan kas (cash basis). Oleh sebab  itu, mudah dimengerti bila  kebijakan akrual dalam ini dapat dimanfaatkan untuk melakukan manajemen laba. Antara lain, untuk tujuan increasing income earnings management, manajer perusahaan dapat memanfaatkan judgement dengan menurunkan estimasi tingkat piutang tak tertagih atau memperpanjang estimasi umur ekonomis aktiva tetap untuk melakukan depresiasi terhadap aktiva bersangkutan, mengubah metode akuntansi untuk depresiasi aktiva tetap dari metode saldo menurun menjadi metode garis lurus serta menggeser periode biaya dan pendapatan.  Sementara untuk decreasing income earnings management, manajer perusahaan dapat memanfaatkan judgement dengan menaikkan estimasi tingkat piutang tak tertagih atau memperpendek estimasi umur ekonomis aktiva tetap untuk melakukan depresiasi terhadap aktiva bersangkutan, mengubah metode akuntansi untuk depresiasi aktiva tetap dari metode saldo menurun menjadi metode garis lurus serta menggeser periode biaya dan pendapatan. Meski sebenarnya prinsip akuntansi memang memberikan kebebasan untuk melakukan perubahan judgement, metode akuntansi, serta penggeseran biaya dan  

pendapatan, namun jika hal itu dilakukan manajer perusahaan untuk mengoptimalkan kesejahteraan dan kepentingan pribadi dan bukan sebab  kondisi perusahaan yang menghendaki perubahan maka hal ini disebut manajemen laba. Oleh sebab itu memang ada beberapa komponen laporan keuangan yang mudah untuk dipermainkan dengan memanfaatkan kebebasan dalam memilih metode akuntansi dan menentukan nilai estimasi. Hingga membuat komponen-komponen ini seringkali dipakai  sebagai obyek rekayasa manajerial. Secara umum komponen-komponen ini diklasifikasikan menjadi aktiva lancar, aktiva tetap, hutang lancar, dan laba. Komponen aktiva lancar yang seringkali menjadi obyek rekayasa manajerial ini terdiri atas komponen kas atau setara kas, piutang, persediaan, dan biaya dibayar dimuka. sedang  komponen aktiva tetap yang seringkali menjadi obyek rekayasa manajerial adalah metode depreasasi dan nilai estimasi umur ekonomis aktiva bersangkutan. Komponen hutang lancar yang seringkali menjadi obyek rekayasa manajerial ini adalah hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang yang mau jatuh tempo. Sementara komponen laba yang seringkali menjadi obyek rekayasa manajerial adalah berbagai komponen pendapatan (revenues) dan biaya (expenses).  A.  AKTIVA LANCAR  Aktiva lancar (current assets) merupakan aktiva paling likuid yang dimiliki perusahaan. Secara teoritis suatu aktiva diklasifikasikan sebagai aktiva lancar bila  aktiva itu berupa kas atau setara kas yang dapat diwujudkan dalam bentuk kas dan siap untuk dipakai  kurang dari satu periode akuntansi atau operasi normal perusahaan. Sesuai dengan sifat fisiknya yang relatif ringan, kecil, dan mudah dibawa, aktiva lancar merupakan harta perusahaan yang paling mudah diselewengkan. Hal inilah yang membuat aktiva lancar mudah menjadi obyek manajemen laba. Selain itu usaha  rekayasa terhadap komponen kas dapat dilakukan dengan mempermainkan transaksi-transaksi yang terkait dengan komponen ini. Untuk menutupi kecurangan ini pelaku akan memanfaatkan komponen-komponen akrual yang mempunyai hubungan dengan kas. Akrual yang diperoleh dari usaha  merekayasa komponen-komponen aktiva lancar ini diklasifikasikan sebagai komponen discretionary current accruals.           Ada empat komponen utama aktiva lancar yang selama ini dikenal dan dipakai sebagai obyek rekayasa manajerial secara umum, yaitu, pertama, kas dan komponen  

lain yang setara kas (cash) yang dicatat sesuai dengan nilai yang telah ditetapkan. Kedua, piutang usaha (account receivable) yang dicatat pada estimasi jumlah yang mungkin dapat ditagih atau direalisasi. Ketiga, persediaan (inventory) yang dicatat pada nilai wajarnya. Keempat, komponen biaya dibayar dimuka (prepaid items) yang dicatat sesuai dengan biaya yang telah dikeluarkan secara tunai. usaha  rekayasa terhadap komponen-komponen ini dilakukan dengan mempermainkan besar kecilnya komponen bersangkutan. Untuk itu dapat berbagai metode akuntansi yang selama ini diterima dapat dipilih dan dipakai  sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai pelakunya, baik dengan melanggar maupun tanpa harus melanggar prinsip akuntansi berterima umum.  A.1.  KAS DAN SETARA KAS Kas adalah aktiva lancar yang paling mudah dan sering disalahgunakan, sesuai dengan sifatnya yang mudah untuk dipakai atau dibelanjakan. Secara konseptual ada beberapa cara merekayasa yang dapat dipakai seseorang untuk menyembunyikan kecurangannya dalam mengelola kas perusahaan.  1.   Lapping Lapping merupakan usaha  rekayasa manajerial dengan memakai atau menggelapkan kas perusahaan dengan cara menunda pencatatan transaksi bersangkutan sampai terjadi lagi transaksi yang serupa. Hingga bila  suatu transaksi penerimaan kas terjadi, misalnya penjualan tunai, maka transaksi ini langsung dicatat dalam pembukuan perusahaan. Transaksi ini baru akan dicatat saat  terjadi transaksi penerimaan kas yang lain sejumlah kas yang diterima dalam transaksi yang terakhir ini. Hal ini mengakibatkan terjadinya penundaan pencatatan transaksi sampai dengan periode berikutnya, sehingga kinerja periode terjadinya transaksi yang diselewengkan tidak lagi mencerminkan kondisi yang sesungguhnya.   2. Check kiting Check kiting merupakan usaha  rekayasa manajerial dengan menggelapkan kas perusahaan dengan menutupi kekurangan kas yang digelapkan dengan menarik cek dari bank dan menyetorkannya ke bank lain. Harapannya, pada saat pemeriksaan bank tempat penarikan belum mencatat penarikan kas ini, sedang  bank yang menerima setoran telah mencatat penyetoran itu. Atau sebaliknya pada saat  

pemeriksaan bank tempat penarikan telah mencatat penarikan kas ini, sedang  bank yang menerima setoran belum mencatat penyetoran itu.  A.2.  PIUTANG  Piutang merupakan tagihan perusahaan kepada pihak lain sebab  perusahaan telah menjual produknya kepada pihak lain secara kredit (non tunai). Secara konseptual piutang dapat berupa piutang tanpa disertai dengan perjanjian secara formal dan piutang yang disertai dengan perjanjian secara formal (piutang wesel). Ada beberapa alasan mengapa piutang menjadi obyek rekayasa manajerial, yaitu: piutang merupakan komponen laporan keuangan yang tidak mempunyai wujud fisik sehingga mudah untuk mengubah bukti-bukti transaksi yang menimbulkan piutang, mudah untuk mengubah bukti pencatatan piutang, kebebasan dalam menentukan estimasi prosentase biaya  kerugian piutang, dan kebebasan untuk memilih komponen yang dipakai sebagai dasar penghitungan biaya kerugian piutang.  Kedua kebebasan inilah yang seringkali disalahgunakan untuk mempermainkan besar kecilnya laba perusahaan mengoptimalkan kepentingan pribadi pengelola perusahaan. Untuk menaikkan laba yang diperoleh maka salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengecilkan biaya kerugian piutang untuk periode tertentu, yaitu dengan mengecilkan prosentase nilai untuk menghitung biaya kerugian piutang. Sebaliknya untuk menurunkan laba yang diperoleh maka salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan memperbesar biaya kerugian piutang untuk satu periode tertentu, yaitu dengan memperbesar prosentase nilai untuk menghitung biaya kerugian piutang. sedang  untuk menentukan mana komponen yang akan dipilih sebagai dasar penghitungan biaya kerugian piutang, biasanya perusahaan akan memilih antara besarnya piutang bersih atau penjualan bersih untuk periode bersangkutan. Pemilihan ini sangat tergantung pada besar kecilnya laba yang diinginkan perusahaan, besar kecilnya prosentase nilai kerugian piutang, dan besar kecilnya piutang atau penjualan bersihnya.  Ilustrasi- Penentuan Biaya Kerugian Piutang Ilustrasi berikut ini akan menunjukkan bagaimana dengan memakai  prosentase kerugian piutang yang berbeda akan menghasilkan biaya kerugian piutang  

yang berbeda yang berdampak pada besar kecilnya laba perusahaan. Ilustrasi ini juga menunjukkan bagaimana dengan memakai  komponen yang berbeda sebagai dasar penentuan biaya kerugian piutang akan menghasilkan biaya kerugian piutang yang berbeda yang berdampak pada besar kecilnya laba perusahaan. Ilustrasi ini memakai  data-data sebagai berikut: piutang bersih: Rp 1.000.0000 dan penjualan (pendapatan) bersih Rp 10.000.000, dengan memakai  prosentase kerugian piutang 10% dan 15%. Maka perhitungan biaya kerugian piutang untuk setiap nilai prosentase dan dasar penghitungan adalah:   Komponen Nilai Prosentase Kerugian Piutang Biaya Kerugian Piutang  (Rp) Piutang bersih 1.000.000 10% 10% x 1.000.000=100.000   15% 15% x 1.000.000=150.000 Penjualan bersih  10.000.0000 10% 10% x 10.000.000=1.000.000   15% 15% x 10.000.000=1.500.000  Dari tabel di atas terlibat bahwa dengan memakai  prosentase dan komponen dasar penghitungan kerugian piutang yang berbeda akan menghasilkan biaya kerugian piutang yang berbeda. Dengan memakai  dasar penghitungan yang sama tetapi prosentase kerugian piutang yang berbeda akan menghasilkan biaya kerugian piutang yang berbeda pula. Demikian juga dengan memakai  prosentase kerugian piutang yang sama tetapi dasar penghitungan berbeda akan menghasilkan biaya kerugian piutang yang berbeda. Perbedaan akibat perbedaan pemakaian dasar dan prosentase ini akan mempengaruhi besar kecilnya laba periode berjalan yang diterima perusahaan. bila  perusahaan ingin semakin mengecilkan labanya maka perusahaan harus semakin menaikkan prosentase kerugian piutangnya. Atau sebaliknya bila  perusahaan ingin membuat labanya lebih besar lagi maka perusahaan harus menurunkan prosentase kerugian piutangnya. Pemilihan seperti ini diperbolehkan oleh prinsip akuntansi, termasuk penggantian nilai estimasi yang dipergunakan, asal diungkapkan dalam laporan keuangan.  A.3.  PERSEDIAAN  

Persediaan merupakan barang-barang fisik yang dimiliki perusahaan untuk dijual kembali dalam operasi normal perusahaan (persediaan barang dagangan) atau untuk diproses lebih lanjut sebelum dijual dalam operasi normal perusahaan (persediaan bahan baku). Sebagai komponen laporan keuangan maka persediaan mempunyai peran ganda yang harus dijalankan, yaitu sebagai unsur penentu harga pokok penjualan (cost of goods sold) dalam laporan laba-rugi (income statement) dan salah satu unsur penentu nilai aktiva lancar didalam neraca (balancing sheet). Oleh sebab itu kesalahan dalam menentukan nilai satu unsur akan mempengaruhi unsur yang lain, sehingga bila  terjadi kesalahan dalam menentukan nilai persediaan akhir akan berdampak terhadap laporan laba-rugi dan neraca sekaligus. Sebagai contoh, bila  nilai persediaan dicatat terlalu tinggi maka akan mengakibatkan harga pokok penjualan menjadi terlalu rendah dan membuat laba yang dilaporkannnya menjadi terlalu tinggi. Sebaliknya bila  nilai persediaan dicatat terlalu rendah maka akan mengakibatkan harga pokok penjualan menjadi terlalu tinggi dan membuat laba yang dilaporkan menjadi terlalu rendah. Ada beberapa alasan mengapa persediaan menjadi salah satu komponen laporan keuangan yang seringkali dijadikan obyek rekayasa manajerial, yaitu kebebasan perusahaan untuk memilih dan memakai : 1. Metode Penentuan Harga Pokok     Perusahaan dalam melakukan transaksi penjualan mempunyai kebebasan untuk memilih dan memakai  metode penentuan harga pokok sesuai dengan tujuan yang ingin dicapainya. Standar akuntansi yang berlaku hanya mensyaratkan agar metode yang dipakai perusahaan diungkapkan dalam laporan keuangan, termasuk bila  perusahaan melakukan perubahan pemakaian metode penentuan harga pokok yang dipakainya menjadi metode penentuan harga pokok yang lain. Secara umum dikenal tiga metode penentuan harga pokok yang relatif sering dipakai oleh perusahaan-perusahaan dan diterima oleh undang-undang atau peraturan perpajakan, yaitu FIFO, LIFO, dan rata-rata. a.   FIFO (First In First Out) Metode penentuan harga pokok ini mengasumsikan bahwa biaya akan mengalir seperti suatu barisan tertentu. Artinya barang yang pertama masuk diasumsikan akan dipakai  (dijual) pertama kali pula dan barang yang masuk terakhir akan  

dipakai  (dijual) terakhir pula. Hingga persediaan akhir akan ditentukan dengan memakai  harga barang yang terakhir masuk ke perusahaan.  Penggunakan metode FIFO akan mengakibatkan nilai harga pokok penjualan cenderung lebih rendah dibandingkan dengan memakai  metode lain. Sebaliknya nilai persediaan akhir yang dimiliki perusahaan akan menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan memakai  metode lain. b.   LIFO (Last In First Out) Metode penentuan harga pokok ini mengasumsikan bahwa biaya akan mengalir secara kebalikan dengan suatu barisan tertentu. Artinya barang yang terakhir masuk diasumsikan akan dipakai  (dijual) pertama kali dan barang yang masuk pertama kali akan dipakai  (dijual) terakhir kali. Hingga persediaan akhir akan ditentukan dengan memakai  harga barang yang pertama masuk ke perusahaan.  Penggunakan metode LIFO akan mengakibatkan nilai harga pokok penjualan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan memakai  metode lain. Sebaliknya nilai persediaan akhir yang dimiliki perusahaan akan menjadi lebih rendah dibandingkan dengan memakai  metode lain. c.   Rata-rata (Average) Metode penentuan harga pokok ini mengasumsikan semua biaya besarnya sama. Artinya tidak ada pembedaan biaya antara harga barang pertama kali masuk dengan barang yang terakhir kali masuk. Hingga nilai persediaan akhir ditentukan atas dasar harga rata-rata tertimbang seluruh persediaan barang serupa yang dimiliki perusahaan. Faktor penimbang yang biasanya dipakai untuk menentukan harga pokok persediaan biasanya memakai  jumlah persediaan yang dimiliki perusahaan pada awal periode ditambah dengan jumlah barang yang dibeli perusahaan selama periode itu.  Penggunakan metode rata-rata akan mengakibatkan nilai harga pokok penjualan cenderung lebih rendah dibandingkan dengan memakai  metode LIFO dan lebih tinggi dibandingkan dengan memakai  metode FIFO. Sebaliknya nilai persediaan akhir yang dimiliki perusahaan akan menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan memakai  metode LIFO dan lebih rendah dibandingkan dengan memakai  metode FIFO.  

Secara konseptual manajemen laba dapat dilakukan dengan memanfaatkan penentuan harga pokok penjualan ini. bila  manajer menginginkan laba periode berjalannya lebih tinggi maka manajer dapat memakai  metode FIFO untuk menentukan harga pokok penjualannya. Hal ini disebabkan semakin rendah harga pokok penjualan semakin besar laba yang diperoleh. Sebaliknya bila  perusahaan mengingkan laba periode berjalannya lebih rendah maka manajer dapat memakai  metode LIFO atau rata-rata untuk menentukan harga pokok penjualannya. Hal ini disebabkan semakin besar harga pokok penjualan semakin kecil laba yang diperoleh. 2. Metode Transaksi Penjualan  Perusahaan dalam melakukan transaksi penjualan mempunyai kebebasan untuk memilih memakai  metode pengakuan penerimaan pendapatan penjualan sesuai dengan tujuannya, meskipun standar akuntansi yang berlaku mensyaratkan metode yang dipakai perusahaan diungkapkan dalam laporan keuangan, termasuk bila  perusahaan melakukan perubahan metode pengakuan pendapatan penjualan yang dipakainya menjadi metode pengakuan pendapatan penjualan yang lain.  a.   Barang Dalam Perjalanan Ada dua metode transaksi penjualan yang selama ini dikenal dan dipakai secara umum, yaitu: free on board (FOB) shipping point dan FOB destination.  § FOB shipping point merupakan metode pencatatan penjualan yang mengakui adanya transaksi penjualan pada saat barang mulai dikirim kepada pembeli. Hingga tanpa mempertimbangkan apakah barang sudah diterima pembeli atau belum perusahaan sudah dapat mencatatnya sebagai transaksi penjualan dan pengurangan nilai persediaan barang dagangan.  § FOB destination merupakan metode pencatatan penjualan yang mengakui adanya transaksi penjualan pada saat barang diterima oleh pembeli. Hingga pencatatan transaksi penjualan dan pengurangan nilai persediaan barang dagangan harus menunggu sampai barang secara pasti telah diterima oleh pembeli.  Kedua inilah yang seringkali disalahgunakan perusahaan untuk melakukan rekayasa manajerial. Untuk membuat laba lebih tinggi dari laba sesungguhnya, perusahaan dapat mengubah metode penjualannya dari FOB destination menjadi  

FOB shipping point atau menganggap semua penjualan dilakukan dengan metode FOB shipping point. Hingga setiap barang yang baru keluar dan dikirim kepada pembeli selalu dianggap sebagai transaksi penjualan, meskipun sebenarnya barang baru akan diterima oleh pembeli pada periode berikutnya. Hal inilah yang mengakibatkan terjadi pencatatan pendapatan penjualan lebih cepat satu periode dari pendapatan penjualan yang sesungguhnya dan membuat laba periode berjalan akan menjadi lebih tinggi dari laba sesungguhnya. Sebaliknya untuk membuat laba lebih rendah dari laba sesunggu