Tujuan penelitian ini adalah menguji pengaruh manajemen laba akrual dan
manajemen laba riil terhadap kinerja perusahaan yang diukur
menggunakan Tobin’s Q. Manajemen laba akrual diproksikan dengan
discretionary accrual, sedangkan arus kas kegiatan operasional
perusahaan adalah proksi dari manajemen laba riil. Pengujian dilakukan
pada 62 perusahaan sektor manufaktur terdaftar di Bursa Efek Indonesia
periode 2015-2017. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen
laba akrual dan manajemen laba riil berpengaruh signifikan positif
terhadap kinerja perusahaan. Temuan ini mengindikasikan bahwa
manajemen perusahaan menggunakan pemilihan metode akuntansi dan
aktivitas riil perusahaan seperti penjualan, biaya produksi dan biaya
diskresioner untuk mengatur pola pelaporan laba. Hasil penelitian ini
mengimplikasikan investor perlu mengantisipasi terjadinya manajemen
laba dengan menilai prospek perusahaan dari jumlah laba yang
dilaporkan.
Perusahaan didirikan dengan tujuan agar dapat menjaga kelangsungan hidup
perusahaan dengan melakukan pertumbuhan serta meningkatkan dan mempertahankan
angka laba sehingga terlihat meningkat oleh pengguna laporan keuangan serta para
investor dari waktu-kewaktu. Bagi manajemen meningkatkan nilai perusahaan sangatlah
penting untuk memberikan kesejahteraan kepada pemilik perusahaan. Kinerja perusahaan
dalam jangka pendek dapat dievaluasi melalui laporan keuangan. Para pengguna laporan
keuangan selalu menitikberatkan pada tingkat laba perusahaan karena dapat menunjukkan
prestasi manajemen dalam mengelola perusahaan serta sebagai indikator dalam
pengukuran kinerja manajemen. Apabila tingkat laba yang diinginkan tidak dapat tercapai
maka terdapat kemungkinan adanya tindakan manajemen laba. Hal itu dibuktikan dengan
adanya beberapa skandal pelaporan akuntansi yang telah diketahui, antara lain skandal
manajemen yang dilakukan oleh beberapa perusahaan besar seperti Xerox Corporation
yang memanipulasi pendapatan perusahaan sebesar 6M USD.
Dalam teori keagenan, masalah agensi muncul ketika satu orang atau lebih
(principal) memperkerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian
mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Hubungan
antara principal dan agent dapat mengarah pada kondisi ketidakseimbangan informasi
(asymmetrical information) karena agent berada pada posisi yang memiliki informasi yang
lebih banyak tentang perusahaan dibandingkan dengan principal. Dengan asumsi bahwa
individu-individu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan diri sendiri, informasi
asimetri akan memberikan peluang bagi agent untuk menyembunyikan beberapa informasi
yang tidak diketahui oleh principal. Dalam kondisi informasi yang asimetri tersebut, agent
dapat mempengaruhi angka-angka akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan
dengan cara melakukan manajemen laba (earnings management).
Berbagai upaya telah dilakukan manajemen untuk meningkatkan kinerja
perusahaan salah satunya yaitu dengan manajemen laba. Namun demikian, adanya praktik
manajemen laba tidak dapat mencerminkan kondisi perusahaan yang sesungguhnya. Hal
ini dapat menyesatkan publik, khususnya pemakai laporan keuangan karena kinerja
perusahaan akan kelihatan baik namun tidak menggambarkan kondisi yang sesungguhnya.
Kondisi ini berpotensi dapat menyesatkan pengambilan keputusan oleh pemakai laporan
keuangan karena menggunakan informasi keuangan perusahaan yang tidak mencerminkan
fakta yang sebenarnya. Beberapa pendekatan dalam manajemen laba (earning
management) yaitu manajemen laba dengan pendekatan riil (real earning management)
dan pendekatan akrual (accrual earning management). Model pengukuran manajemen laba
akrual ini oleh beberapa peneliti dianggap masih belum dapat mengungkapkan kondisi
yang lengkap tentang praktik manajemen laba karena model tersebut mengabaikan
hubungan antara transaksi arus kas dan akrual. Menurut Sulistyanto (2008:212), terdapat
beberapa model yang digunakan selain model Jones yaitu Model Healy. Model Healy
merupakan model yang relatif sederhana karena menggunakan total akrual (total accruals)
sebagai proksi manajemen laba. Selain itu ada juga model Angelo dikembangkan dengan
menggunakan perubahan dalam total akrual (change in total accruals) sebagai proksi
manajemen laba.
Fenomena adanya praktik manajemen laba sering terjadi dalam pengelolaan
perusahaan. Sebagai contoh kasus pada PT Inovisi Infracom (INVS) pada tahun 2015 dan
kasus pada PT Bank Bukopin (tbk) pada tahun 2018. Dalam kasus ini Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) menemukan indikasi salah saji dalam laporan keuangan tiga tahun
terakhir, yaitu 2015, 2016, 2017 pada Toshiba Corporation. Raksasa teknologi dan
elektronik asal Jepang Toshiba Corporation diindikasikan memasukkan kerugian bersih
sebesar 10 miliar yen atau sekitar Rp1,17 triliun pada laporan keuangannya tahun
2014/2015. Hasil studi empiris tentang manajemen laba menunjukkan hasil yang beragam.
bahwa sebagian besar perusahaan publik
Indonesia cenderung melakukan manajemen laba berdasar transaksi riil daripada
transaksi akrual karena pengelolaan laba melalui aktivitas-aktivitas riil dianggap lebih
dapat menggungkapkan kemampuan perusahaan dalam mengelola laba dibandingkan
dengan manajemen laba berbasis akrual. Disamping itu ketertarikan manajer dalam
mengelola labanya melalui aktivitas riil dikarenakan manajer memiliki kesempatan untuk
memanipulasi aktivitas-aktivitas riil selama tahun buku. bahwa kegiatan manajemen laba riil melekat pada
perusahaan untuk mengindari adanya pelaporan rugi dan memenuhi permasalahan analisis.
Melalui analisis cross sectional, penelitian ini mengungkapkan bahwa kegiatan manajemen
laba riil ternyata kurang lazim terjadi pada perusahaan yang memiliki investor institusional
yang besar.
membuktikan bahwa manajemen laba rill sudah banyak dilakukan dan manajemen lebih
menyukai dalam mengelola labanya dengan melakukan manipulasi aktivitas-aktivitas riil
(manajemen laba riil).
Penelitian tentang manajemen laba melalui akrual diskresioner dan aktivitas riil
untuk menguji pengaruh manajemen laba melalui akrual
diskresioner dan aktivitas riil terhadap kinerja perusahaan pada perusahaan-perusahaan
yang tercatat di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2001 sampai dengan 2007. Hasil
penelitian menyimpulkan bahwa manajemen laba melalui akrual diskresioner tidak
terbukti secara signifikan mempengaruhi kinerja perusahaan, sedangkan aktivitas riil
terbukti secara signifikan mempengaruhi kinerja perusahaan. Berkaitan dengan manipulasi
laba pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO), studi
() tidak dapat membuktikan dugaan tersebut. menemukan bukti bahwa perusahaan melakukan manipulasi aktivitas riil melalui
arus kas kegiatan operasi dan mempengaruhi kinerja pada kelompok 50 perusahaan terbaik
menurut Swa 100 yang memiliki total aktiva diatas Rp. 1 triliun dan EVA terbaik pada
periode 2001-2006.
Fenomena manajemen laba menjadi isu yang menarik untuk diteliti. Hasil
penelitian yang masih beragam dan kontradiktif mendorong peneliti untuk menguji
kembali mengenai pengaruh manajemen laba melalui akrual diskresioner dan aktivitas riil
terhadap kinerja keuangan perusahaan di Bursa Efek Indonesia, khususnya pada
perusahaan manufaktur. Penelitian ini bertujuan menguji dua teknik manajemen laba yaitu
manajemen laba akrual dan manajemen laba riil. Kedua teknik manajemen laba tersebut
memiliki kelemahan dan kelebihan masing- masing sehingga mendorong manajer untuk
menggunakan kedua teknik manajemen laba tersebut untuk mencapai target laba. Selain
itu, penelitian ini juga bertujuan menguji dampak kedua teknik manajemen laba tersebut
terhadap kinerja perusahaan. Hasil penelitian ini memberikan kontribusi bagi pemakai
laporan keuangan agar lebih teliti dalam menggunakan laporan keuangan untuk
pengambilan keputusan karena laporan keuangan berpotensi tidak menyajikan informasi
yang sebenarnya tentang kinerja perusahaan.
2. Kerangka Teoretis Dan Pengembangan Hipotesis
Kerangka Teoretis
Agency Theory mengargumentasikan hubungan antara principal yaitu pemilik dan
agent atau manajer dalam mengelola perusahaan.
hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antar manajer (agent) dengan pemegang saham
perusahaan (principal). Principal adalah pihak yang memperkerjakan agent agar
melakukan tugas untuk kepentingan principal, sedangkan agent adalah pihak yang
menjalankan kepentingan principal. Hubungan antara agent dan principal menimbulkan
permasalahan agensi karena masing-masing pihak tersebut akan selalu berusaha untuk
memaksimalkan fungsi utilitasnya tersebut. Principal menginginkan retun yang tinggi atas
investasinya, sedangkan agen memiliki kepentingan untuk mendapatkan kompensasi yang
besar atas hasil kerjanya. Perbedaan tujuan itulah yang menyebabkan terjadinya conflict of
interest di antara pihak agen dan principal. Agent termotivasi untuk memaksimalkan
pemenuhan kebutuhan ekonomi dan pisikologisnya, antara lain dalam hal memperoleh
investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Konflik kepentingan semakin
meningkat terutama karena principal tidak dapat memonitor aktivitas CEO sehari-hari
untuk memastikan bahwa CEO bekerja sesuai dengan keinginan dari pemegang saham. Di
sisi lain, principal tidak memiliki informasi yang cukup tentang kinerja agent, sedangkan
agent mempunyai lebih banyak informasi mengenai perusahaan secara keseluruhan. Hal
inilah yang mengakibatkan adanya ketidak seimbangan informasi yang dimiliki oleh
principal dan agent ,
Manajemen laba merupakan aktivitas manajerial untuk mempengaruhi dan
mengintervensi laporan keuangan , Salah satu permasalahan yang
dialami oleh manajer ialah bagaimana menentukan seberapa banyak usaha yang dilakukan
untuk menjalankan perusahaan sebagai perwakilan dari pemegang saham. Orientasi
pencapaian laba menimbulkan kemungkinan-kemungkinan bahwa manajer akan
melalaikan kewajibannya. Laba bersih mencerminkan kinerja manajer, dan mengukur
seberapa besar usaha yang telah dilakukan manajer dalam menjalankan perusahaan , Hal tersebut membuat manajemen berusaha untuk melakukan manajemen laba
agar kinerja perusahaan tampak baik oleh pihak eksternal. Praktik manajemen laba masih
dipenuhi oleh berbagai kontroversi apa lagi ini juga dikaitkan dengan perilaku etis dalam
bisnis. Jauhnya sentuhan etika atas bisnis disebabkan oleh terlalu terfokusnya perhatian,
tanggung jawab dan kewajiban para pelaku bisnis dan manajer untuk memperoleh
keuntungan sebesar-besarnya, salah satunya dengan manajemen laba.
Penggunaan manajemen laba yang terlalu jauh dapat mengurangi kebermanfaatan
laporan keuangan bagi investor. Hal ini dapat terjadi jika terdapat informasi yang tidak
diungkapkan secara utuh untuk menutupi motif oportunistik manajer ,
Manajemen laba juga dapat menjadi sebuah strategi manajer untuk memperlancar
kompensasi mereka. Beberapa pola manajemen laba adalah income minimization, income
maximization, income smoothing dan taking bath . Adapun motivasi
yang mendorong manajer untuk melakukan manajemen laba dijelaskan dengan tiga
hipotesis utama dalam teori akuntansi positif (Positive Accounting Theory), yaitu bonus
plan hypothesis, debt covenant hypothesis dan political cost hypothesis.
Manajemen laba berbasis akrual dilakukan karena adanya keleluasaan kebijakan
dari manajemen dalam menentukan suatu praktik akuntansi. Komponen akrual merupakan
komponen yang digunakan dalam pencatatan dan penyusunan laporan keuangan. Praktik
manajemen laba yang bersifat akrual dapat dibuktikan melalui berbagai cara salah satunya
yang diukur dengan discretionary accruals dan revenue discretionary. Menurut Sulistyanto
(2008) akrual merupakan selisih antara kas masuk bersih dari hasil operasi perusahaan
dengan laba yang dilaporkan dalam laporan laba-rugi, yang bersifat discretionary accruals
dan non discretionary accruals. Revenue discretionary merupakan pengungkapan praktik
manajemen laba dengan dasar perbandingan pendapatan dan akrual untuk mengetahui
berapa besar tingkat manajemen laba melalui pendapatan.
Discretionary accruals merupakan tindakan akrual yang dilakukan oleh manajer
karena manajemen dapat memilih kebijakan yang akan digunakan yang terdiri dari total
akrual, piutang, pendapatan dan plan, property dan equipment (PPE). Perhitungan akrual
diawali dengan perhitungan total akrual. Total akrual adalah selisih antara laba dan arus
kas berasal dari aktivitas operasi. Total akrual dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu
(1) bagian akrual yang memang sewajarnya ada dalam proses penyusunan laporan
keuangan, disebut normal accruals atau non-discretionary accruals, dan (2) bagian akrual
yang merupakan manipulasi data akuntansi yang disebut dengan abnormal atau
discretionary accruals. Discretionary accruals yang merupakan akrual yang ditentukan
oleh manajemen karena manajemen dapat memilih kebijakan dalam hal metode akuntasi
dan estimasi akuntasi. Disinilah kelemahan dari dasar akrual yang menimbulkan peluang
untuk manajer dalam melakukan praktik laba dengan tujuan tertentu.
Revenue discretionary membandingkan pendapatan tingkat kuartal ke 3 dan kuartal
ke 4 serta piutang usaha yang terdapat pada laporan keuangan yang bertujuan untuk
mengetahui berapa tingkat manipulasi yang digunakan dalam pengungkapan pendapatan
tersebut. bahwa pengungkapan pendapatan lebih awal
(premature revenue recognition) adalah bentuk paling umum dari manajemen pendapatan.
Dengan adanya pengakuan pendapatan secara premature yang dilakukan oleh perusahaan
akan berdampak pada pendapatan itu sendiri dan piutang perusahaan. Dengan mengakui
dan mencatat pendapatan periode yang akan datang atau belum terealisasi mengakibatkan
pendapatan periode berjalan lebih besar dari pada pendapatan sesungguhnya yang
berakibat seolah-oleh kinerja perusahaan lebih baik daripada kinerja sesungguhnya
mengembangkan dua formula yang berbeda yaitu
revenue model dan conditional revenue model. Perubahan PSAK 1 tahun 2009 yaitu mulai
efektif pada Januari 2011 menjadikan bahan pertimbangan dalam penggunaan dua formula
tersebut dimana hal ini mempengaruhi penggunaan formula revenue discretionary.
Formula tersebut adalah keuangan yang ada dalam prospectus yang merupakan sumber
informasi yang penting yang dapat dipakai sebagai sinyal kepada calon investor mengenai
informasi tentang nilai perusahaan.
model akrual yang biasa digunakan seperti
halnya model modified Jones memiliki kelemahan, seperti halnya
ketika pengujian dilakukan pada sampel yang memiliki kinerja keuangan ekstrim, begitu
juga ketika dilakukan pengujian pada sampel yang tidak dipilih secara acak melakukan pembentukan model yang dianggap mampu
membendung permasalahan yang terjadi pada model akrual yang ada, dengan melakukan
penambahan variabel return on assets (ROA) pada model pengukuran modified Jones
yang dikenal dengan performance matched model.
mendefinisikan tentang real earnings management (REM) atau
manajemen laba riil sebagai satu bentuk manajemen laba yang dilakukan melalui
manipulasi aktivitas operasional perusahaan. Manipulasi ini diukur dengan adanya satu
penyimpangan dari praktik operasional perusahaan. Manipulasi ini diukur dengan adanya
satu penyimpangan dari praktik operasional perusahaan yang normal. Motivasi manajemen
melakukan ini adalah adanya keinginan untuk “mengelabui” pelaporan keuangan
perusahaan untuk beberapa stakeholder dalam rangka memenuhi tujuan tertentu ,Penyimpangan ini sebenarnya tidak memberikan nilai tambah perusahaan
tetapi hanya sekedar untuk memenuhi sasaran pelaporan bagi manajer. Manajemen laba
riil merupakan teknik manipulasi laba yang dilakukan oleh manajemen melalui aktivitas
perusahaan sehari-hari selama periode akuntansi seperti kegiatan praktik operasional
normal. bahwa campur tangan manajer dalam
proses pelaporan keuangan tidak hanya melalui metode-metode atau estimasi-estimasi
akuntansi saja tetapi juga dilakukan melalui keputusan-keputusan yang berhubungan
dengan kegiatan operasional. Pergeseran dari manajemen akrual ke manajemen laba riil
ini menurut Roychowdhury (2006) disebabkan karena :
a. manipulasi akrual kemungkinan besar akan menarik perhatian auditor atau regulatory
scrutiny dibandingkan dengan keputusan-keputusan riil, seperti yang dihubungkan
dengan penetapan harga dan produksi.
b. mengandalkan pada manipulasi akrual saja membawa risiko. Realisasi akhir tahun yang
defisit antara laba yang tidak dimanipulasi dengan target laba yang diinginkan dapat
melebihi jumlah yang dimungkinkan untuk memanipulasi akrual setelah akhir periode
fiskal. Jika laba dilaporkan turun dari target maka kinerja perusahaan menjadi lemah
sehingga praktek manipulasi melalui aktivitas riil merupakan jalan aman dalam
mencapai target laba.
memberikan bukti pendukung bahwa para manajer lebih
menyukai manajemen laba riil dibanding manajemen laba akrual, karena aktivitas
manajemen laba riil sulit dibedakan dari keputusan bisnis optimal dan lebih sulit dideteksi,
meskipun biaya-biaya yang digunakan dalam aktivitas tersebut secara ekonomik signifikan
bagi perusahaan. Aktivitas riil seperti pengurangan biaya diskresioner lebih disukai oleh
manajer dibandingkan dengan manipulasi akrual sebagai cara dalam mengatur laba.
manajemen laba riil dapat dideteksi melalui 3 hal yaitu
arus kas operasi, biaya produksi, dan biaya diskresioner.
1. Arus kas operasi
Arus kas operasi berisi tentang rincian-rincian jumlah penerimaan dan pengeluaran kas
dari kegiatan operasional perusahaan. menjelaskan bahwa
metode yang dilakukan agar arus kas operasi berada pada target abnormal adalah
manajemen penjualan. Manajemen penjualan berkaitan dengan usaha manajer untuk
meningkatkan penjualan selama periode akuntansi hal ini agar dapat meningkatkan
laba yang sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Tindakan yang dilakukan untuk
meningkatkan penjualan yaitu melalui menawarkan diskon-diskon berlebih dan
menawarkan persyaratan kredit yang lunak. Hal ini semua dilakukan agar volume
penjualan meningkat serta mencapai target laba jangka pendek yang akan memberikan
efek adanya kinerja yang baik yang ditampilkan oleh manajer. Arus kas operasi berisi
tentang rincian-rincian jumlah penerimaan dan pengeluaran kas dari kegiatan
operasional perusahaan selama sehari-hari. Semakin rendah nilai arus kas operasi yang
abnormal maka akan semakin tinggi laba yang dilaporkan.
2. Biaya produksi
Teknik yang digunakan untuk menciptakan biaya produksi yang abnormal adalah
dengan cara membesarkan volume produksi pada tahun berjalan. Peningkatan volume
produksi yang tinggi ini adalah gambaran usaha untuk memotong harga atau
memperpanjang toleransi masa kredit untuk meningkatkan volume penjualan atau
menurunkan harga pokok produksi.
3. Biaya diskresioner
Praktik manipulasi laba melalui aktivitas riil yang selanjutnya adalah dengan cara biaya
diskresioner. Biaya diskresioner adalah biaya yang outputnya tidak bisa diukur secara
moneter dan tergantung pada kebijakan manajemen yang diterapkan oleh perusahaan.
Selain itu biaya diskresioner yang merupakan biaya-biaya yang tidak mempunyai
hubungan yang langsung dengan outputnya. Biaya diskresioner ini terdiri dari biaya
iklan, biaya riset dan pengembangan, biaya penjualan, serta biaya administrasi dan
umum atau yang biasa dikenal oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia dengan
sebutan biaya usaha. Perusahaan dapat mengurangi biaya diskresioner yang dilaporkan
dalam beban usaha yang bertujuan untuk meningkatkan laba. Kecenderungan
dilakukan ketika pengeluaran-pengeluaran tersebut tidak langsung menyebabkan
pendapatan dan laba. Jika perusahaan mengurangi atau memperkecil biaya diskresioner
dalam mencapai laba maka menyebabkan jumlah biaya diskresioner yang lebih rendah.
apabila pengurangan biaya diskresioner dalam
bentuk kas, maka pengurangan biaya-biaya tersebut akan berdampak pada arus kas
keluar sehingga berdampak positif pada arus kas operasi abnormal periode tersebut dan
kemungkinan menyebabkan arus kas yang rendah pada periode berikutnya.
menyatakan bahwa kinerja perusahaan dapat dilihat dari kinerja
keuangan dan kinerja saham. Kinerja perusahaan dapat diukur dengan menggunakan
beberapa metode kinerja perusahaan. Sering kali kinerja perusahaan dilihat melalui
perspektif keuangan yang bersumber dari laporan keuangan. Dari informasi itu, pihak-
pihak terkait akan melakukan perhitungan dan analisis dengan berbagai indikator
pengukuran seperti profit margin ratio yang didapatkan melalui perbandingan antara net
income dengan sales (total pendapatan/penjualan). Perbandingan ini menggambarkan
bagaimana efektivitas perusahaan meminimalkan beban-beban operasi sehingga nilai
keuntungan (net income) tidak jauh dari total penjualannya (sales).
Rasio lainnya yang juga sangat populer adalah Return on Assets atau ROA yang
hampir sama dengan profit margin, hanya perbedaannya adalah dalam pengukuran ini net
income dibandingkan dengan total aset perusahaan. Kedua pengukuran ini sangat populer
digunakan sebagai alat ukur kinerja keuangan perusahaan, sampai beberapa pihak mulai
memahami kekurangan pengukuran ini sehingga banyak pihak menyadari bahwa laporan
keuangan sangat rentan dimanipulasi oleh manajemen. Untuk memperoleh angka yang
besar dalam net income-nya, bisa saja perusahaan dengan sengaja mencatat penjualan yang
lebih besar dari seharusnya, atau sengaja menahan pengeluaran yang seharusnya
dimasukkan dalam periode tersebut. Mulai turunnya popularitas kedua rasio tersebut untuk
digunakan sebagai alat ukur perusahaan memunculkan alat ukur sebenarnya yang telah
lama ditemukan namun masih jarang digunakan karena memang tidak mudah diperoleh
datanya dan hanya terbatas pada perusahaan yang telah terdaftar di bursa efek. Pengukuran
itu dikenal dengan sebutan Tobin's Q ratio. Chucky adalah rasio nilai pasar aset
perusahaan yang diukur dengan nilai pasar dari saham yang beredar dan utang dengan
biaya penggantian aset perusahaan Semakin tinggi nilai pasar perusahaan
dibandingkan modalnya maka semakin banyak kelebihan yang dianggap sebagai
laba. Chucky dinilai bisa memberikan informasi yang paling baik karena rasio ini
mampu menjelaskan berbagai fenomena dalam kegiatan perusahaan, seperti misalnya
terjadinya cross-sectional dalam pengambilan keputusan investasi serta hubungan antara
kepemilikan saham manajemen dan nilai perusahaan. Chucky memasukkan semua unsur
hutang dan modal saham perusahaan tidak hanya unsur saham biasa, sehingga rasio ini
dinilai dapat memberikan informasi paling baik.
Pengembangan Hipotesis
Arus kas kegiatan operasi berisi rincian-rincian jumlah penerimaan dan
pengeluaran kas dari kegiatan operasional perusahaan. Roychowdhury (2006) menjelaskan
bahwa metode yang dilakukan agar arus kas operasi berada pada target abnormal adalah
manajemen penjualan. Manajemen penjualan digunakan sebagai percobaan para manajer
untuk meningkatkan penjualan secara temporer dalam tahun berjalan untuk meningkatkan
laba dalam pencapaian target laba. Tindakan yang dilakukan dalam mempercepat metode
ini adalah percepatan waktu penjualan dan atau perolehan tambahan penjualan melalui
potongan harga dan kredit yang lebih ringan. Peningkatan volume penjualan karena adanya
potongan harga atau diskon mungkin tidak akan terjadi ketika perusahaan kembali
menetapkan harga lama. Volume penjualan yang meningkat menyebabkan laba tahun
berjalan tinggi namun arus kas menurun karena kas masuk kecil akibat adanya penjualan
kredit dan potongan harga, sehingga aktivitas manajemen penjualan menyebabkan arus kas
kegiatan operasional periode sekarang menurun dibandingkan tingkat penjualan normal
dan pertumbuhan abnormal dari piutang.
Rahman & Hutagaol (2008) menemukan bukti saat perusahaan melakukan Initial
Public Offering (IPO) menggunakan ukuran manajemen laba akrual diskresioner dan
manajemen laba melalui akrual terbukti mempengaruhi kinerja pasar dalam jangka pendek.
bahwa kinerja pasar
perusahaan yang diduga cenderung melakukan manipulasi aktivitas riil melalui arus kas
kegiatan operasi lebih tinggi dibanding dengan kinerja pasar perusahaan yang diduga
cenderung tidak melakukan manipulasi aktivitas riil melalui arus kas kegiatan operasi. Hal
ini dikarenakan, adanya manipulasi aktivitas riil yang dilakukan perusahaan akan membuat
annual report perusahaan tampak baik, sehingga permintaan saham meningkat. Permintaan
saham yang semakin tinggi menunjukkan kinerja keuangan perusahaan yang semakin
tinggi. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan yang menyatakan bahwa perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI cenderung mengeksekusi manajemen laba rill dan nyata
melalui arus kas operasi dan biaya produksi. berdasar argumentasi tersebut di atas
dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1 : Manajemen laba riil berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan
Discretionary accruals yang merupakan teknik manajemen laba akrual yang kerap
kali digunakan oleh manajemen dengan tindakan akrual yang dilakukan oleh manajemen
karena manajer dapat memilih kebijakan yang akan digunakan. Akan tetapi
kecenderuangan penggunaan manajemen laba akrual dengan discretionary accruals ini
telah menjadi perhatian khusus oleh para auditor dalam pengungkapan praktik manajemen
laba. Jika hal ini ini terjadi dan perusahaan terbukti menggunakan discretionary accruals
maka akan memberikan pengaruh terhadap harga saham yang berkaitan langsung terhadap
kinerja perusahaan tersebut. Jika manajer melakukan manajemen laba akrual tahun
sekarang maka laba perusahaan akan meningkat yang akhirnya akan meningkatkan kinerja
perusahaan, jika kinerja perusahaan meningkat harga pasar saham akan meningkat.
Namun, pada periode berikutnya laba perusahaan akan berkurang sehingga menyebabkan
kinerja perusahaan akan mengalami penurunan dalam jangka panjang dan mempengaruhi
aliran kas perusahaan. Argumentasi ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari
dan Ahmar (2014) yang hasil penelitian membuktikan bahwa dengan menggunakan
revenue model mampu mengindikasikan 8 sektor industri dari jumlah keseluruhan 13
sektor industri pada perusahaan manufaktur yang terindikasi manajmen laba akrual.
Penggunaan conditional revenue model mampu menghasilkan 11 sektor industi dari
jumlah keseluruhan 18 sektor industri yang terindikasi manajemen laba akrual. Yusnita et
al. (2015) menemukan bahwa manajemen laba akrual yang dihitung menggunakan
discretionary accruals secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Chucky pada
perusahaan manufaktur. Hal ini menunjukkan adanya indikasi jika perusahaan melakukan
praktik manajamen laba akrual dengan discretionary accruals, maka penggunaan
discretionary accruals menjadi sorotan utama auditor dalam pengungkapannya. Dengan
demikian manajemen laba discretionary accruals akan berpengaruh terhadap kinerja
perusahaan sehingga dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H2 : manajemen Laba akrual berpengaruh terhadap kinerja keuangan
3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan studi explanatory research, yaitu penelitian yang
bertujuan menjelaskan hubungan kausalitas antar variabel. Variabel dependen dalam
penelitian ini adalah kinerja perusahaan, sedangkan manajemen laba akrual dan
manajemen laba riil merupakan variabel independen. Populasi dari penelitian ini adalah
perusahaan manufaktur terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2015-2017. Sumber data
peelitian adalah data sekunder berupa laporan keuangan perusahaan tahun 2015 sampai
dengan 2017. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive
sampling, yaitu pengambilan sampel dengan tujuan tertentu. Melalui teknik penyampelan
tersebut, maka diperoleh jumlah sampel penelitian sebanyak 62 perusahaan manufaktur
tercatat di Bursa Efek Indonesia dengan masa observasi 2015-2017. Adapun perhitungan
dan kriteria pengambilan sampel dinyatakan dalam tabel 1 berikut ini:
Pengukuran variabel dalam penelitian dijelaskan dalam definisi konseptual dan
operasional sebagai berikut:
a. Kinerja keuangan. Kinerja keuangan adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu yang
dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba. Dalam
penelitian ini kinerja keuangan perusahaan diproksikan dengan menggunakan
Chucky sebagai ukuran penilaian pasar Dengan demikian rumus
yang digunakan untuk menghitung Chucky adalah sebagai berikut:
Q = (MVE + DEBT) / TA
Keterangan:
MVE : harga penutupan saham akhir tahun buku x banyaknya saham biasa yang
beredar
DEBT : (utang lancar – aktiva lancar) + nilai buku persediaan + utang jangka panjang
TA : nilai buku total aktiva.
b. Manajemen laba akrual. Praktik manajemen laba akrual dilakukan dengan
mempermainkan komponen-komponen akrual dalam laporan keuangan, sebab akrual
merupakan komponen yang mudah untuk dipermainkan sesuai keinginan orang yang
melakukan pencatatan dan penyusunan laporan keuangan (Sulistyanto, 2008). Praktik
laba yang bersifat akrual atau biasa disebut manajemen laba akrual dalam penelitian
ini diukur dengan model Jones yang dimodifikasi (Jones Modified Model) oleh
Dechow et al. (1995) untuk menghitung discretionary accruals. Perhitungan
discretionary accruals dihitung dengan cara sebagai berikut:
- Menentukan nilai total akrual dengan formulasi:
TAit = NIit – CFOit
- Menentukan nilai parameter α1, α2, α3 menggunakan Jones Model (1991),
dengan formulasi :
TAit = α1 + α2 ΔRevit + α3 PPEit + єit
- Melakukan skala data dengan cara semua variabel tersebut dibagi dengan asset
tahun sebelumnya (Ait – 1), sehingga formulasinya berubah menjadi :
TAit / Ait – 1 = α1 (1/ Ait – 1)+ α2 (ΔRevit / Ait – 1) + α3 ( PPEit / Ait – 1 ) + Ñ”it
- Menghitung nilai NDA dengan formulasi :
NDAit / Ait – 1 = α1 (1/ Ait – 1)+ α2 (ΔRevit / Ait – 1 - ΔRecit / Ait – 1) + α3 ( PPEit /Ait – 1 ) + Ñ”it
- Nilai parameter α1, α2, α3 adalah hasil dari perhitungan pada langkah ke 2
Menentukan nilai akrual diskresioner yang merupakan indikator manajemen
laba akrual dengan cara mengurangi total akrual dengan akrual non
diskresioner, dengan formula sebagai berikut :
DAit = TAit – NDAit
Keterangan :
TAit : Total akrual perusahaan i pada periode t
NIit : Laba bersih perusahaan i pada periode t
CFOit : Arus kas operasi perusahaan i pada periode t
NDAit : Akrual non diskresioner perusahaan i pada periode t
Ait : Akrual diskresioner perusahaan i pada periode t
TAit –1 : Total asset perusahaan i pada periode t-1
ΔRevit : Perubahan penjualan bersih perusahaan i pada periode t
ΔRecit : Perubahan piutang perusahaan i pada periode t
PPEit : Property, Plant and Equipment perusahaan i pada periode t
α1, α2, α3 : Parameter yang diperoleh dari persamaan regresi
єit : error term perusahaan i pada periode
c. Manajemen laba riil. Manajemen laba riil ini merupakan teknik manipulasi laba
yang dilakukan oleh manajemen melalui aktivitas perusahaan sehari-hari selama
periode akuntansi. Kegiatan manajemen laba riil dimulai dari kegiatan praktik
operasional normal, hal ini yang dimotivasi oleh manajer untuk mengetahui kinerja
dan kondisi perusahaan. Campur tangan manajer dalam proses pelaporan keuangan
tidak hanya melalui metode-metode atau estimasi-estimasi akuntansi saja tetapi
juga dilakukan melalui keputusan-keputusan yang berhubungan dengan kegian
operasional (Roychowdhury (2006). berdasar model Dechow et al. (1998) dan
Roychowdhury (2006) menggambarkan arus kas kegiatan operasi normal sebagai
fungsi linear dari penjualan dan perubahan penjualan dalam suatu periode yang di
hitung sebagai berikut :
CFOt / At-1 = α0 + α1 (1 / At-1) + ß1 (St / At-1) + ß2 (ΔSt / At-1) + εt
Keterangan :
CFOt : Arus kas kegiatan operasi perusahaan i pada tahun t
At-1 : Total aktiva perusahaan i pada tahun t
St : Penjualan perusahaan i pada tahun t
ΔSt : Penjualan perusahaan i pada tahun t dikurangi penjualan pada tahun t-1
α : Koefisien regresi
εt : error term pada tahun t
Prosedur analisis terlebih dahulu dengan melakukan pengujian asumsi
klasik yang terdiri dari uji normlaitas, heterokedastisitas, multikolinieritas dan
autokorelasi. Model penelitian menguji pengaruh manajemen laba riil dan
akrual terhadap kinerja perusahaan dengan asumsi manajemen melakukan
kombinasi pendekatan akrual dan riil dalam melakukan manajemen laba.
Adapun model persamaan matematis yang diuji adalah sebagai berikut :
Tq = α + ß1 DA + ß2ABN_CFOi + є
Keterangan :
Tq = Chucky
Α = Konstanta
ß1 DA = Manajemen laba akrual
ß2ABN_CFOi = Manajemen laba riil melalui arus kas operasi
Ñ” = error
4. Hasil dan Pembahasan
Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif digunakan untuk untuk mengetahui gambaran umum
data yang digunakan dalam penelitian ini sehingga dapat diketahui nilai minimum, nilai
maksimum, rata-rata dan standar deviasi dari setiap variabel, baik variabel terikat maupun
variabel bebas. Hasil pengujian statistik deskriptif disajikan pada tabel 1.
berdasar hasil pengujian statistik deskriptif pada tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata
Cash Flow From Operation (CFO) menunjukkan nilai positif, sehingga perusahaan yang
menjadi obyek penelitian cenderung melakukan manajemen laba riil dengan menaikkan
arus kas operasionalnya. Rata-rata Discretionary Accrual (DA) menunjukkan nilai negatif,
sehingga perusahaan yang menjadi obyek penelitian melakukan manajemen laba dengan
cara menurunkan pelaporan laba akrualnya. Nilai Chucky memiliki rata-rata 5,9117
dengan nilai minimum 4,43, dan nilai maksimum 7,87.
Uji Asumsi Klasik dan Uji Regresi Linier Berganda
Untuk memastikan bahwa syarat-syarat dalam analisis regresi terpenuhi dilakukan
uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari uji
normalitas, uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi sebagaimana
disajikan pada tabel 2 berikut ini :
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel independen
dan variabel dependen berdistribusi normal atau mendekati normal. Cara untuk mendeteksi
apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan uji statistik Kolmogorov-
Smirnov (K-S) adalah dimana dasar pengambilan keputusan untuk uji statistik apabila nilai
signifikansi Kolmogorov-Smirnov ≥ 0,05, maka data residual terdistribusi normal.
Sebaliknya jika nilai signifikansi Kolmogorov-Smirnov ≤ 0.05, maka data residual
terdistribusi secara tidak normal (Ghozali, 2006). Dari hasil pengujian dengan
menggunakan One Sample Kolmogorov-Smirnov Test pada tabel 2 dapat diketahui bahwa
nilai Asymp.Sig (2-tailed) adalah 0,200 yang lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan
bahwa berdasar unstandardized residual, variabel-variabel yang digunakan dalam
penelitian ini, yaitu: kinerja perusahaan, manajemen laba rill dan manajemen laba akrual
telah terdistribusi normal.
Multikolinieritas terjadi apabila ada satu atau lebih variabel bebas yang berkorelasi
sempurna atau mendekati sempurna dengan variabel bebas lainnya, sehingga sulit sekali
untuk memisahkan pengaruh/dampak dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel
terikat . Untuk mengetahui suatu model regresi bebas dari
multikolinieritas antara lain adalah (1) mempunyai nilai VIF (Variance Inflation Factor) di
sekitar angka 1 dan mempunyai angka Tolerance mendekati 1. berdasar tabel 2 dapat
diketahui bahwa nilai tolerance variabel manajemen laba riil dan manajemen laba akrual
yakni 0.970 lebih besar dari 0,10, sedangkan nilai VIF variabel manajemen laba riil dan
manajemen laba akrual yakni 1,031 lebih kecil dari 10,00. Dengan demikian dapat
disimpulkan tidak terjadi masalah multikolonieritas.
Heteroskedastisitas adalah suatu keadaan dimana varian-varian dari kesalahan
pengganggu tidak konstan untuk semua nilai variabel bebas. Salah satu cara untuk
mengetahui heteroskedastisitas adalah dengan menggunakan uji Gletser. Hasil uji Gletser
menunjukkan bahwa nilai signifikansi manajemen laba riil dan manajemen laba akrual
lebih besar dari 0,05 sehingga tidak ada ketidaksamaan varian dari residual untuk semua
pengamatan pada model regresi linear.
Autokorelasi adalah hubungan antara error term pada satu observasi dengan
observasi lain. Diagnosis adanya autokorelasi dalam satu model regresi dilakukan melalui
Uji Durbin Watson. berdasar hasil pengujian autokorelasi diatas dengan menggunakan
metode Durbin-Watson dapat dilihat pada tabel 2 menunjukkan nilai Durbin-Watson
sebesar 1.909, yang berada diatas nilai du sebesar 1,7163 dan lebih rendah dari 4-du.
Dengan demikian diperoleh hasil 1,7163 < 1.909 < 2,2837, dimana nilai Durbin-Watson
sebesar 1.909 berada diantara du dan 4-du sehingga dapat dinyatakan bahwa model regresi
ini tidak terdapat masalah autokorelasi.
Hasil pengujian regresi liner berganda yang menunjukkan hasil uji F, nilai koefisien
determinasi dan hasil pengujian signifikansi parameter individual dinyatakan pada tabel 3
berikut ini:
berdasar tabel 3 dapat diketahui bahwa hasil uji ketepatan model atau Uji F
menunjukkan nilai signifikan dibawah 0,05 dan nilai statistik F sebesar 4,199 lebih besar
dari 1,96 sehingga dapat dinyatakan model layak digunakan untuk prediksi. Uji koefisien
determinasi (R²) bertujuan untuk menguji sejauh mana tingkat keterikatan atau kontribusi
variabel manajemen laba akrual (DAC) dan manajemen laba riil (CFO) terhadap variabel
kinerja perusahaan Chucky yang dapat dilihat dari besarnya nilai koefisien
determinasi (adjusted R-square). berdasar tabel 3 dapat diketahui nilai R Squre sebesar
0,027 atau 2.7% (nilai 0.027 adalah pengkuadratan dari koefisien korelasi atau R, yaitu
0.164 x 0.164) yang menunjukkan kontribusi dari variabel bebas yang terdiri dari
discretionary accrual (DA) dan arus kas operasi (CFO) terhadap kinerja perusahaan
Chucky Sedangkan sisanya (100% - 2.7% = 97.3%) dikontribusikan oleh faktor
lainnya di luar model yang dispesifikasikan. Koefisien korelasi berganda ditunjukkan
dengan (R) sebesar 0,164 atau 16.4% yang menunjukkan hubungan antara variabel bebas
tersebut terhadap kinerja perusahaan Chucky
Hasil pengujian signifikansi parameter individual atau uji t menunjukkan bahwa
manajemen laba akrual berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan yang diukur
dengan tobin’s Q. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari
0,05 dengan arah hubungan koefisien positif. Dengan demikian hipotesis pertama dalam
penelitian ini yang menyatakan bahwa manajemen laba akrual berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan didukung. Dalam penelitian ini discretionary accruals sebagai proksi
dari manajemen laba akrual berpengaruh terhadap kinerja perusahaan juga memiliki arah
positif. Hal ini dikarenakan pengungkapan discretionary accruals menjadi perhatian para
auditor untuk pendeteksiannya dan jika perusahaan terdekteksi melakukan manajemen laba
akrual maka akan berdampak terhadap harga pasar yang mempengaruhi suatu nilai
perusahaan. Discretionary accruals merupakan akrual yang ditentukan manajemen karena
manajemen dapat memilih kebijakan dalam hal metode dan estimasi akuntansi. Disinilah
kelemahan dari dasar akrual yang menimbulkan peluang untuk manajer
mengimplementasikan strategi manajemen laba. Dengan diterapkannya manajemen laba
akrual dengan discretionary accruals diharapkan dapat memberikan pengaruh terhadap
laba yang dilaporkan. Hal ini terjadi karena manajemen dapat memilih kebijakan dalam hal
metode dan estimasi akuntansi dengan memperhitungkan property, pabrik dan peralatan
dan perubahan pendapatan yang disesuaikan dengan perubahan piutang yang akan
mempengaruhi laba yang diperoleh pada akhir periode dengan laba yang tinggi inilah
mampu mensejahterakan para pemilik serta meningkatkan suatu nilai perusahaan.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan
yang menyatakan bahwa discretionary accrual berpengaruh positif signifikan terhadap
kinerja perusahaan yang menggunakan proksi tobins’Q. Namun demikian hasil penelitian
tidak sejalan hasil penelitian yang dilakukan oleh Herawaty (2008) yang menyatakan
bahwa manajemen laba akrual yang dihitung menggunkan discretionary accruals
berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian ini juga tidak konsisten
dengan hasil penelitian
yang menemukan bahwa discretionary accruals berpengaruh negatif terhadap nilai
perusahaan.
Hasil uji signifikansi parameter individual (uji t) terhadap pengaruh manajemen
laba riil terhadap kinerja perusahaan Chucky menunjukkan nilai signifikansi 0.015
yang lebih kecil dari 0,05 dengan arah koefisien positif. Hasil ini menunjukkan bahwa
hipotesis kedua dalam penelitian ini yang menyatakan bahwa manajemen laba riil
berpengaruh terhadap kinerja perusahaan didukung. Manajemen laba riil merupakan
penyimpangan dari aktivitas operasi normal perusahaan yang merujuk pada permainan
angka laba yang dilakukan melalui aktivitas-aktivitas yang berasal dari kegiatan bisnis
normal atau yang berhubungan dengan kegiatan operasional. Hasil analisis uji t
menunjukkan nilai signifikansi yaitu 0,000 < 0,05 dapat disimpulkan bahwa variabel
manajemen laba riil dengan pendekatan arus kas operasi berpengaruh terhadap variabel
kinerja perusahaan dengan indikator Tobin’s Q.
Hasil pengujian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan
menunjukkan bahwa manajemen laba riil terbukti berpengaruh positif terhadap kinerja
perusahaan Chucky Secara umum investor di Indonesia lebih banyak melihat nilai
laba dari pada nilai Q yang dijadikan sebagai pedoman untuk mengambil keputusan
investasi. Hal ini karena nilai laba dapat terlihat secara langsung pada laporan keuangan,
sedangkan nilai Q tidak terdapat pada laporan keuangan melainkan harus menghitung
terlebih dahulu. Hal ini mengindikasikan bahwa variabel kinerja perusahaan Chucky
ternyata dipertimbangkan dalam melakukan penilaian perusahaan. Hasil penelitian ini
konsisten dengan penelitian terdahulu bahwa aktivitas real earnings management mempunyai pengaruh positif
terhadap kinerja perusahaan dalam konteks perusahaan di Indonesia.
Penelitian ini dapat menjadi informasi bagi para pelaku bisnis khususnya di
Indonesia mengenai manajemen laba. Setiap perusahaan dalam mengatur pola pelaporan
laba dapat dilakukan melalui pemilihan terhadap metode manajemen laba. Untuk mengatur
laba yang ingin dilaporkan, manajer tidak hanya melakukan manajemen laba melalui
pemilihan metode akuntansi saja, tapi juga melalui manipulasi aktivitas riil perusahaan.
Manipulasi aktivitas riil dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu manipulasi penjualan,
manipulasi biaya diskresioner dan manipulasi biaya produksi. Apabila perusahaan
melakukan potongan harga yang cenderung tinggi dalam jumlah besar atau memberikan
kredit dengan syarat lunak, maka perusahaan tersebut terindikasi melakukan kegiatan
mengatur laba melalui manipulasi penjualan dengan tujuan untuk melaporkan laba jangka
pendek yang tinggi. Jika perusahaan melakukan pengurangan yang cukup drastis dalam
alokasi biaya pengembangan dan biaya iklan, kemungkinan menandakan bahwa
perusahaan sedang berupaya untuk mengurangi beban pada periode tersebut agar
menunjukkan laba yang tinggi. Begitu juga apabila perusahaan melakukan produksi secara
besar-besaran jauh diatas level normal perusahaan, mengindikasikan bahwa perusahaan
tersebut berupaya menurunkan haga pokok produksi, dan meningkatkan jumlah produk
yang dijual sehingga dapat melaporkan laba yang tinggi. Oleh karena itu, investor perlu
menganalisis adanya manajemen laba disetiap perusahaan manufaktur yang terdapat
perbedaan dalam pemilihan antara manajemen laba rill dan manajemen laba akrual.
Investor juga perlu menganalisis kemungkinan terjadinya manajemen laba, agar pelaku
bisnis tidak mengambil analisis yang salah karena hanya menilai prospek perusahaan dari
jumlah laba yang dilaporkan.
5. Kesimpulan, Implikasi dan Keterbatasan
Tujuan penelitian ini adalah menguji pengaruh manajemen laba akrual dan
manajemen laba riil terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan menggunakan
Tobin’s Q. Dalam hal ini Discretionary Accrual (DA) merupakan proksi dari manajemen
laba akrual, sedangkan arus kas operasional merupakan proksi dari manajemen laba riil.
Pengujian dilakukan pada 62 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI sejak tahun
2015-2017. Hasil pengujian dengan regresi linier berganda menunjukkan bahwa
manajemen laba akrual dan manajemen laba riil berpengaruh positif terhadap kinerja
perusahaan. Semakin tinggi aktivitas manajemen laba riil akan semakin meningkatkan
kinerja perusahaan. Di sisi lain, kinerja perusahaan juga meningkat ketika perusahaan
mampu mengatur pelaporan laba melalui pemilihan metode akuntansi dengan
menggunakan manajemen laba akrual.
Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa setiap perusahaan dalam mengatur
pola pelaporan laba dapat dilakukan melalui pemilihan terhadap metode manajemen laba,
baik yang dilakukan dengan manajemen laba akrual melalui pemilihan metode akuntansi
saja atau melalui aktivitas riil perusahaan. Perusahaan juga dapat menggunakan metode
tersebut secara bersamaan dalam pelaporan laba perusahaan. Motivasi manajer melakukan
manipulasi aktivitas akrual melalui discretionary accrual adalah untuk menghindari
kerugian atau mencapai target laba tertentu pada periode bersangkutan dan apabila laba
tinggi maka harga saham atau kinerja keuangan perusahaan akan cenderung meningkat.
Setiap perusahaan dalam mengatur pola pelaporan laba dapat dilakukan melalui pemilihan
terhadap metode manajemen laba. Untuk mengatur laba yang ingin dilaporkan, manajer
tidak hanya melakukan manajemen laba melalui pemilihan metode akuntansi saja, tapi juga
melalui manipulasi aktivitas riil perusahaan. Manipulasi aktivitas riil dapat dilakukan
melalui tiga cara, yaitu manipulasi penjualan, manipulasi biaya diskresioner dan
manipulasi biaya produksi. Oleh karena itu, investor perlu menganalisis kemungkinan
adanya manajemen laba di setiap perusahaan manufaktur baik yang dilakukan melalui
aktivitas riil atau akrual sehingga investor dapat mengambil keputusan bisnis dan investasi
yang tepat terhadap prospek perusahaan dari jumlah laba yang dilaporkan.
Keterbatasan dalam jumlah observasi membuka peluang penelitian selanjutnya
dengan untuk menambah tahun pengamatan dan sampel yang lebih representatif terhadap
populasi. Selain itu untuk penelitian manajemen laba diharapkan model penelitian dapat
menginternalisasi variabel kontrol seperti ukuran perusahaan, tingkat profitabilitas dan
karakteristik perusahaan lainnya. Disarankan juga untuk penelitian selanjutnya agar
menggunakan sampel perusahaan bukan manufaktur saja tetapi semua jenis perusahaan
sektor yang lainnya karena setiap sektor memiliki karakteristik akrual yang berbeda.