Pada awalnya tujuan didirikannya perusahaan berupa tujuan jangka pendek yang
hanya berorientasi laba. Untuk mencapai
tujuan jangka pendek perusahaan berupaya
meraih keuntungan sebesar besarnya sehingga memicu explorasi akan sumber daya
alam menjadi semakin tinggi. Bahkan terkadang tanpa memperhatikan lingkungan
sekitar baik keseimbangan lingkungan,
karyawan, ekosistem maupun perusahaan
itu sendiri. Namun sekarang tujuan per
usahaan sudah bergeser mengutamakan
tujuan jangka panjang yaitu keberlanjutan
atau sustainbility.
Sustainbility atau berkelanjutan yaitu
strategi manajemen dengan pendekatan
kinerja perusahaan secara berkelanjutan
dalam berbagai aspek yang meliputi: aspek
ekonomi, lingkungan, dan sosial, termasuk
potensi dalam menciptakan nilai perusahaan. Pelaporan kinerja ekonomi, lingkungan
dan sosial dilakukan dalam sebuah laporan
laporan tahunan atau laporan yang lebih
lengkap yang disebut Sustainbility Report.
Laporan Sustainbility memberikan informasi
akuntabilitas, responsibilitas, dan transparansi sebuah perusahaan kepada investor
dan stakeholder lainnya. Pengelolaan perusahaan yang baik akan melakukan pengungkapan informasi wajib maupun infor
masi sukarela sehingga hal ini akan berpengaruh pada nilai perusahaan. Hal ini
disebabkan pengungkapan informasi terbukti memberi manfaat positif bagi investor
dalam membantu keputusan investasi,
sehingga nilai perusahaan akan naik sebab
investor membeli saham perusahaan tersebut
Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 yang tentang” Perseroan
yang menjalankan kegiatan usahanya di
bidang dan atau berkaitan dengan sumber
daya alam wajib melaksanakan tanggung
jawab sosial dan lingkungan”.Peraturan ini
dilengkapi dengan peraturan UU no. 40
tahun 2007 Pasal 66 tentang tanggungjawab
sosial dan lingkungan wajib didiinformasi
dalam laporan tahunan. Masyarakat percaya
bahwa adanya efek negatif perusahaan saat
menjalankan operasinya sehingga manajemen dituntut tidak hanya berfokus memaksimalkan laba, namun memberikan
kontribusi yang baik dan positif pada
lingkungan.
Hal ini menjadi keharusan sebuah perusahaan melakukan aktivitas dengan bertanggung jawab pada lingkungan maupun
sosial yang dikenal dengan CSR (Corporate
Social Responsibility). Perusahaan diwajibkan
untuk tidak hanya menerapkan konsep
single bottom line, yaitu tidak hanya berorientasi pada tujuan profit tetapi perusahaan di tuntut untuk menerapkan Triple
bottom line yang merupakan konsep menguntungkan perusahaan dan menguntungkan
manusia dan lingkungan sekitar. Konsep
Triple Bottom Line telah dikembangkan oleh
John Elkington pada tahun 1999 yang
dikenal dengan “Canibals with Forks: the
Triple Bottom Line of 21st Century Business”
yang memjelaskan pentingnya profit, planet
dan people.,Usaha yang sukses
dapat diketahui dari informasi akuntansi
yang melaporkan profit serta memenuhi
tanggungjawab pada lingkungan (planet)
dan memenuhi tanggungjawab pada sosial
(people). Pendekatan Triple Bottom Line
menjelaskan bahwa perusahaan dipengaruhi
faktor internal dan eksternal ,Secara istilah konsep Triple Bottom Line
dianggap sama dengan Corporate Social
Responsibility (CSR). Konsep triple bottom line
(profit, people, planet) merupakan elemen
utama membangun sustainability development ,
Salah satu pendukung stakeholders oriented yaitu perusahaan harus menjalankan
strategi corporate social responsibility (CSR).
Maka pengungkapan corporate social
responsibility dianggap penting terhadap
keberlangsungan suatu perusahaaan. CSR
yang ada dapat dipakai sebagai media
untuk mendapatkan legitimacy dari para
pemangku kepentingan (stakeholders), hal ini
disebab kan peusahaan tidak bisa beroperasi dan bertahan tanpa bantuan dari
para stakeholdersnya.
Selain itu, pengungkapan CSR dalam
suatu perusahaan dapat dijadikan salah satu
cara untuk memenuhi hak-hak para
stakeholders dalam memperoleh informasi
yang berkaitan langsung dengan kegiatan
perusahaan, jika perusahaan terus berusaha
memperhatikan kepentingan stakeholders
maka perusahaan akan mendapatkan signal
yang akan diberikan kepada publik bahwa
perusahaan memiliki prospek yang panjang
dan akan terciptanya sustainability development
Perusahaan dapat dikatakan baik apabila dapat meningkatkan nilai perusahaannya untuk eksistensi jangka panjang. Nilai
perusahaan sering dikaitkan dengan harga
saham, semakin tinggi harga saham, semakin tinggi pula nilai perusahaan, sehingga
akan mempengaruhi investor dalam pengambilan keputusan investasi , Pengambilan keputusan investasi
tidak hanya berfokus pada informasi finansial saja tetapi juga diperlukannya pengungkapan informasi non-keuangan yang
juga dinilai sangat penting dalam pertimbangan pengambilan keputusan investasi ,
Maka nilai perusahaan yaitu hal yang
sangat penting bagi perusahaan dalam
membantu pendanaan perusahaan serta
menggambarkan kinerja yang dapat memberikan informasi untuk investor dalam
mengevaluasi perusahaan dalam keputusan
investasi. Beberapa informasi penting sebagai dasar penilaian investor dalam mengestimasi nilai perusahaan dapat dilihat
return. Tingkat pengembalian (return) investor dapat diprediksi dari laba perusahaannya. Nilai perusahaan pada perusahaan
yang sahamnya diperdagangkan pada
publik dan relevan untuk pengambilan
keputusan yaitu berkaitan dengan nilai
kapitalisasi pasarnya. Penilaian ini dikenal
dengan nilai pasar Tobins”q. Tobin’Q menunjukkan proforma manajemen dalam
mengelola aset perusahaan dan menunjukkan peluang investasi yang dimiliki perusahaan. Tingginya nilai perusahaan memberikan informasi bahwa perusahaan mampu memaksimalkan nilai perusahaan yang
dimiliki serta memberikan kepuasan pemegang saham. Dengan demikian nilai
perusahan penting diperhatikan oleh calon
investor. Semakin tinngi nilai perusahaan
maka semakin tinggi kemakmuran para
pemegang saham ,
Salah satu ukuran profitabilitas perusahaan yaitu Gross Profit Margin (GPM).
GPM merupakan kelebihan laba kotor
terhadap penjualan. GPM juga mengukur
seberapa efisien perusahaan memakai
bahan baku, tenaga kerja langsung, dan
peralatan untuk menghasilkan produk dan
jasa yang akan dijual dan menghasilkan
keuntungan. GPM ini memberikan informasi
yang sebenarnya kepada investor tentang
kinerja keuangan yang sesungguhnya dari
sebuah perusahaan. Untuk itu pengungkapan corporate social responsibility pada
perusahaan diharapkan akan berdampak
baik pada citra perusahaan sehingga akan
meningkatkan nilai perusahaan.
Berbagai riset tentang CSR dan nilai
perusahaan sudah banyak dilakukan. Diantaranya ,
menemukan bahwa CSR berpengaruh pada
nilai perusahaan pertambangan yang diukur
dengan nilai Tobin,s Q. riset ini juga
menemukan bahwa indeks pengungkapan
CSR berdasar GRI 2008-2011 pada perusahaan pertambangan di Indonesaia yaitu
rendah yaitu 10%. Demikian juga riset
yang dilakukan oleh ,menemukan bahwa Sustainbility Report
berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Berbeda dengan riset zmengungkapkan bahwa pengungkapan corporate social responsibility tidak
berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Demikian juga riset dengan populasi
perusahaan manufaktur yang terdaftar di
BEI tahun 2015-2017 yang mengungkapkan
corporate social responsibility telah dilakukan oleh
Berdasar analisis jalur temuan riset
menunjukkan bahwa kinerja keuangan
(ROE) tidak dapat berfungsi sebagai variabel
intervening dalam pengaruh CSR terhadap
nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur di BEI periode 2015-2017.
riset ini penting dilakukan sebab
berbagai hasil riset tentang pengaruh
CSR terhadap nilai perusahaan menujukkan
hasil yang berbeda-beda. riset ini
dilakukan untuk menguji kinerja triple
bottom line perusahaan yang diukur dengan
kinerja ekonomi, kinerja lingkungan dan
kinerja sosial terhadap nilai perusahaan
yang diukur dengan nilai Tobin’s Q.
Sebagaimana diketahui bahwa selama ini
kinerja ekonomi dalam triple bottom line
hanya mengukur kinerja berdasar aktivitas
ekonomi, lingkungan dan sosial dan tidak
mengukur langsung kinerja keuangan
berkaitan dengan kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan keuntungan berdasar
efisiensi pengunaan bahan dan tenaga kerja.
riset ini bertujuan menguji apakah
kinerja Triple Bottom Line yang meliputi:
kinerja ekonomi, kinerja lingkungan dan
kinerja sosial berpengaruh pada nilai perusahaan. Selanjutnya untuk menguji apakah
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan profit (GPM) merupakan indikator
variabel kinerja ekonomi dalam menentukan
Nilai Perusahaan
Triple Bottomline
pengungkapan Triple Bottom Line dan faktor yang
mempengaruhinya (Lintas Negara Indonesia dan Jepang). Ditemukan bahwa perusahaan di Jepang mengungkapkan kinerja
lingkungan lebih tinggi daripada negara
Indonesia. Demikian juga riset tentang
implementasi Triple Bottom Line di Indonesia
oleh Nurfajriyah (2011). Tujuan riset
ini mengidentifikasi program CSR PT.
Pertamina (persero) yang sudah berjalan dan
bagaimanakah implementasi konsep triple
bottom line dalam pelaksanaan aktivitas CSR.
Hasil riset menemukan kegiatankegiatan CSR PT. Pertamina (persero)
periode 2007-2009 telah memenuhi konsep
triple bottom line terdiri dari aktifitas
berkaitan profit, people, dan planet. Aktivitas
tanggungjawab bidang ekonomi (profit) PT.
Pertamina (persero) meliputi laba dan
produk-produk. Sedangkan tanggungjawab
lingkungan (planet) terdiri dari programprogram berkaitan penyelamatan dan kelestarian lingkungan. Selanjutnya tanggungjawab sosial (people) meliputi aktivitas CSR
bidang pendidikan, kesehatan, program
kemitraan serta infrastruktur dan bencana.
Global Reporting Initiative
Global Reporting Initiative (GRI) merupakan sebuah organisasi nirlaba yang mempromosikan sustainbility. GRI mengeluarkan
standar yang paling lazim sebgai pedoman
pelaporan keberlanjutan, pelaporan lingkungan sosial pemerintahan, pelaporan Triple
Bottom Line (TBL), dan pelaporan tanggungjawab sosial (CSR). GRI membuat pelaporan
keberlanjutan untuk seluruh organisasi.
Pedoman GRI dipakai oleh semua
organisasi lebih 3.000 organisasi dan 60
negara memakai pedoman untuk
menghasilkan laporan keberlanjutan. Pedoman GRI berlaku untuk bisnis, layanan
publik, perusahaan-perusahaan kecil, LSM,
dan industri lainnya. GRI mengharmonisasi
standar pelaporan lingkungan termasuk
audit lingkungan. GRI mendorong perusahaan melaporkan kinerja lingkungan
mereka dengan memakai kriteria
tertentu.
Definisi sustainability report dalam GRI
yaitu pengukuran, pengungkapan dan
akuntabilitas kinerja organisasi untuk
mencapai tujuan berkelanjutan, dilaporkan
kepada stakeholders. Sustainability report
merupakan laporan yang dikeluarkan oleh
perusahaan terdiri dari 3 aspek yaitu
ekonomi, sosial, lingkungan. Pengungkapan
sustainability report di Indonesia pada tahun
2016 bersifat voluntary, sehingga masih
sedikit perusahaan menerbitkan laporan
keberlanjutan. Dengan sustainability report
dapat memberikan gambaran kinerja berkelanjutan sebuah perusahaan
Teori Stakeholders
Teori stakeholder mengasumsikan eksistensi sebuah perusahaan memerlukan dukungan dengan stakeholder, sehingga kegiatan
perusahaan harus mempertimbangkan kepentingan stakeholder. Pengungkapan sosial
dan lingkungan dipandang sebagai diskusi
perusahaan dengan stakeholders . Organisasi memilih
menanggapi tuntutan stakeholders, yaitu
semua pihak dalam lingkungan baik dalam
organisasi ataupun luar organisasi yang
terkena dampak keputusan organisasi.
Menurut teori ini bahwa organisasi berusaha memenuhi tuntutan lingkungan dari
stakeholders , Teori
lain yang berdekatan dengan teori Stakeholders yaitu yang dikenal Good management
theor. Good management theory berpendapat
bahwa kinerja perusahaan secara keseluruhan akan meningkat apabila kebutuhan
berbagai pemangku kepentingan ditangani, Teori di mana
suatu perusahaan mendapat reputasi baik
dari stakeholders seiring dengan kinerja sosial
yang dilakukan perusahaan. Hal ini akan
membuat perusahaan lebih mudah untuk
mendapatkan posisi keuangan yang baik
pula, sehingga kinerja sosial perusahaan
merupakan hal yang perlu diperhatikan
terlebih dahulu dibandingkan dengan
kinerja keuangan perusahaan ,
Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan merupakan persepsi
investor terhadap tingkat keberhasilan suatu
perusahaan mengelola sumber daya yang
tercermin pada harga saham ,sebab nilai perusahaan merupakan salah satu faktor yang diperhatikan
oleh para calon investor dalam menentukan
keberhasilan suatu perusahaan dalam
kinerjanya yaitu dengan melihat dari nilai
perusahaan ini ,Salah
satu aspek yang bisa dijadikan sebagai
komponen dalam menilai baiknya suatu
nilai perusahaan yaitu dengan melihat
harga saham dari perusahaan itu. Sehingga
dapat dikatakan bahwa nilai perusahaan
yaitu saham yang dimiliki oleh suatu
perusahaan yang diterbitkan dalam pasar
modal yang bertujuan menarik minat
investor untuk membeli saham perusahaan
ini dengan harga yang sudah ditetapkan dan harus dibayarkan apabila pihak
investor ingin memiliki perusahaan ini .
Nilai perusahaan juga dapat dilihat dari
kemampuan sebuah perusahaan membayar
dividen. Jika perusahaan memperoleh laba
tinggi, maka kemampuan perusahaan akan
membayarkan dividen juga tinggi, sebaliknya seperti itu. Dengan dividen yang besar
akan meningkatkan nilai perusahaan (Harjito dan Martono, 2005).
Tingginya nilai perusahaan dapat memberikan gambaran perusahaan yang artinya
perusahaan mampu memaksimalkan nilai
perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan
ini dan dapat memberikan kepuasan
terhadap pemegang saham. Oleh sebab itu
nilai perusahan merupakan hal yang sangat
penting untuk diperhatikan oleh para calon
investor. Semakin tinngi nilai perusahaan
maka akan semakin tinggi juga kepuasan
serta kemakmuran yang dirasakan oleh para
pemegang saham.
Brigham dan Houston (2010) menyatakan nilai perusahaan sebagai nilai pasar
sebab peningkatan harga saham yang
maksimum dapat memberikan kemakmuran
kepada pemegang saham. Untuk itu perusahaan berusaha membuat kebijakan untuk
peningkatan kesejahteraan pemegang saham
dengan mengoptimalkan nilai perusahaan.
Suatu perusahaan dikatakan memiliki
nilai perusahaan yang baik jika kinerja
perusahaan juga baik. Nilai perusahaan
dapat tercermin dari harga sahamnya.
Apabila harga perusahaannya tinggi, maka
dapat dikatakan nilai perusahaannya juga
baik.
Perusahaan yang memiliki tanggung
jawab sosial yang baik akan mendapatkan
apresiasi positif dari stakeholder, sehingga
perusahaan dapat meningkatkan penjualan
dan mengurangi biaya yang berujung pada
meningkatnya profit perusahaan (Dean,
1998); (Eduardus dan Juniarti, 2016). Selain
itu, perusahaan juga akan mendapat banyak
keuntungan seperti kesetiaan pelanggan,
serta kepercayaan dari kreditor dan investor.
Hal ini akan memicu keuangan perusahaan
menjadi lebih baik sehingga laba perusahaan
meningkat dan akan diikuti oleh kenaikan
ROA perusahaan di tahun berikutnya
(Husnan dan Pamudji, 2013). Indikatorindikator nilai perusahaan diantaranya
yaitu : PER (Price Earning Ratio), PBV (Price
Book Value) dan Tobin’s Q. PER yaitu salah
ukuran nilai pasar perusahaan yaitu rasio
yang mengukur seberapa besar perbandingan antara harga saham perusahaan terhadap laba. PER mengukur harga yang
dibayarkan oleh investor untuk setiap dolar
laba yang diperoleh perusahaan (Ross et al.,
2015). Manfaat price earning ratio yaitu
untuk melihat bagaimana pasar menghargai
kinerja perusahaan yang dicerminkan oleh
earning per share nya. Price earning ratio
menunjukkan hubungan antara pasar saham
biasa dengan earning per share.
Sedangkan PBV yaitu mengukur nilai
yang diberikan pasar keuangan kepada
manajemen dan organisasi perusahaan sebagai sebuah perusahaan yang terus tumbuh
(Brigham dan Houston, 2010). Komponen
penting lain yang harus diperhatikan dalam
analisis kondisi perusahaan yaitu Price to
Book Value (PBV) yang merupakan salah satu
variabel yang dipertimbangkan seorang
investor dalam menentukan saham mana
PER = Harga pasar perlembar saham Laba
perlembar saham yang akan dibeli. Untuk
perusahaan-perusahaan yang berjalan dengan baik, umumnya rasio ini mencapai
diatas satu, yang menunjukkan bahwa nilai
pasar saham lebih besar dari nilai bukunya.
Tobin’s Q ditemukan oleh seorang
peraih Nobel dari Amerika Serikat yaitu
James Tobin. Tobin’s Q dapat dirumuskan
sebagai perbandingan nilai pasar aset
dengan perkiraan jumlah uang yang harus
dikeluarkan untuk mengganti seluruh aset
ini pada saat ini. Rasio Tobin’s Q
yaitu rasio nilai pasar aset perusahaan
dibagi dengan biaya penggantinya (Ross et
al., 2015). Nilai perusahaan merupakan hal
yang sangat penting bagi stakeholders sebab
nilai perusahaan yang sangat tinggi akan
diikuti oleh tingginya kemakmuran bagi
pemegang saham. Semakin tinggi harga
saham maka semakin meningkatnya nilai
perusahaan yang akan menunjukkan prospek perusahaan di masa yang akan datang.
Peningkatan nilai perusahaan dapat menggambarkan kesejahteraan dan kemakmuran
pemilik perusahaan, sehingga pemilik perusahaan akan mendorong para manajer
bekerja lebih keras lagi dengan menggunakan insentif untuk memaksimalkan
nilai perusahaan. Meningkatnya nilai perusahaan merupakan sebuah prestasi yang
sesuai dengan keinginan para pemiliknya,
maka kesejahteraan para pemilik perusahaan juga akan meningkat. Nilai perusahaan
dapat dikatakan baik apabila memiliki nilai
lebih dari 1 (>1)
Berkaitan dengan nilai perusahaan ada
beberapa faktor yang mempengaruhi Nilai
Perusahaan(Mutammimah, 2020). Hasil penelitian pada perusahaan manufaktur yang
terdafar di BEI tahun 2013-2017 ini
menunjukkan bahwa Kebijakan hutang dan
profitabilitas berpengaruh pada nilai perusahaan, namun kepemilikan manajerial,
Kebijakan Dividen, Ukuran Perusahaan,
Pertumbuhan Perusahaan tidak berpengaruh signifikan pada nilai perusahaan.
Hasil riset tentang nilai perusahaan di
Indonesia menemukan bahwa faktor –faktor
yang mempengaruhi nilai perusahaan adalah Dividend Payout dan ukuran perusahaan.
Sedangkan leverage dan profitabilitas tidak
berpengaruh pada nilai perusahaan (Gusaptono, 2010).
Kebijakan dividen merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan
akan dibagikan kepada pemegang saham
sebagai dividen atau akan ditahan dalam
bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi di masa datang. Pembayaran dividen
yang semakin meningkat menunjukkan
prospek perusahaan semakin bagus sehingga investor akan tertarik untuk membeli
saham dan nilai perusahaan akan meningkat.
Profitabilitas merupakan tingkat keuntungan bersih yang dapat diperoleh
sebuah perusahaan dari kegiatan opersasionalnya yangmana keuntungan ini ada
yang dibagikan kepada pihak pemegang
saham dalam bentuk dividen, dan bisa juga
keuntungan ini disimpan dan digunakan untuk meningkatkan kinerja kegiatan
operasional. Profitabilitas mengukur seberapa efisien suatu perusahaan dalam memanfaatkan asetnya dan mengelola kegiatan
operasinya (Ross et al., 2015). Profitabilitas
dapat diukur dengan profit margin, gross
profit margin, return on aset dan return on
equity.
Pertanggung jawaban sosial perusahaan
(Corporate Social) merupakan mekanisme
bagi suatu organisasi untuk secara sukarela
mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan
interaksinya dengan stakeholders.Corporate
Social Responsibility (CSR) menjadi salah satu
factor yang mempengaruhi nilai perusahaan
sebab salah satu dasar pemikiran yang
melandasi etika bisnis sebuah perusahaan.
Semakin banyak perusahaan mengungkapkan CSR dalam laporan tahunan, maka
semakin baik pula nilai perusahaan di mata
investor, kreditor, ataupun masyarakat.
Gross Profit Margin
Kemampuan perusahaan dalm menghasilkan laba dkenal dengan istilah profitabilitas. Profitabilitas dapat diukur dengan
Gross Profit Margin (GPM). Gross Profit
Margin (GPM) merupakan kelebihan laba
kotor terhadap penjualan. GPM juga
mengukur seberapa efisien perusahaan
memakai bahan baku, tenaga kerja
langsung serta peralatan untuk menghasilkan produk dan jasa yang akan dijual dan
menghasilkan keuntungan. GPM ini memberikan informasi yang sebenarnya kepada
investor tentang kinerja keuangan yang
sesungguhnya dari sebuah perusahaan.
Hipotesis riset
riset Dahlia dan Siregar (2008)
pada tujuh puluh tujuh perusahaan yang
listed di BEI terbukti CSR berpengaruh pada
kinerja keuangan. Di Indonesia rata-rata
perusahaan mengungkapkan CSR yaitu
rendah. Hal ini dibuktikkan (Yapto et al.,
2013) bahwa pengungkapann CSR pada
perusahaan manufaktur pada tahun 2010-
2011 rata-rata sebesar 27,10. Demikian juga
Nurlela dan Islahudin (2007) meneliti pada
340 perusahaan non keuangan di BEI
menemukan bahwa CSR berpengaruh positif
pada nilai perusahaan.
riset lain yang menghasilkan
temuan yang sama dilakukan oleh Astuti et
al. (2018). riset dilaksanakan pada
perusahaan yang menerbitkan sustainability
report dan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) tahun 2012-2016. Hasil
riset menunjukkan bahwa pengungkapan corporate social responsibility berpengaruh positif dan signifikan terhadap
nilai perusahaan. Hal ini berarti bahwa
tinggi rendahnya indeks sustainability report
berdampak terhadap nilai perusahaan.
riset pengaruh pengungkapan
CSR terhadap nilai perusahaan juga dilakukan oleh Schadewitz dan Niskala (2020)
di Finlandia. riset ini menggunakan 276 sampel perusahaan go publik di
Finlandia dari tahun 2002 sampai 2005. Hasil
menunjukkan bahwa pengungkapan CSR
berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
Nilai perusahaan akan meningkat dan
dipandang baik jika perusahaan memperhatikan kesejahteraan para stakeholdernya
bukan hanya memperhatikan kepentingan
pemilik atau shareholder semata. Hal ini
disebab kan perusahaan tidak akan dapat
mencapai tujuan dengan baik jika tidak
didukung oleh stakeholdernya. Pada saat
perusahaan mengungkapkan corporate social
responsibility juga dapat meningkatkan
kepercayaan kepada para stakeholdernya.
Kepercayaan ini dapat ditunjukkan dengan
diterimanya produk-produk perusahaan
yang akan meningkatkan laba dimana saat
laba naik maka dapat berpengaruh terhadap
nilai perusahaan.
Berdasar urian di atas hipotesis penelitian ini:
H1 : Kinerja Triple Bottom Line dengan
indikator kinerja ekonomi, kinerja
lingkungan dan kinerja sosial berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Kinerja perusahaan dapat diukur
dengan ukuran keuangan seperti profitabilitas dan non keuangan seperti Triple
Bottom Line atau CSR. Profitabilitas yang
tinggi akan berdampak pada nilai perusahaan semakin tinggi sebab memberikan
tingkat imbal hasil yang tinggi untuk
investor. riset tentang profitabilitas
dan kinerja lingkungan terbukti dapat
berpengaruh pada nilai perusahaan yang
diukur dengan Tobin’Q. Bahwa kinerja
lingkungan berdasar ISO 26000 yang dimoderasi oleh profitabilitas berpengaruh
pada nilai perusahaan yang termasuk dalam
Indeks LQ-45 (Latifah, 2012). Maka hipotesis
kedua riset ini yaitu :
H2 : Kinerja Triple Bottom Line dengan Gross
Profit margin sebagai ukuran kinerja
ekonomi berpengaruh terhadap nilai
perusahaan.
METODE riset
riset ini dilakukan pada perusahaan industri dasar dan kimia yang
mempublikasikan Laporan Sustainbility
Report dan terdaftar di Bursa efek Indonesia
pada tahun 2018. Tehnik sampling riset
memakai purposive sampling, dengan
kriteria bahwa perusahaan Manufaktur
Sektor Industri dasar dan kimia ini
terdaftar di BEI tahun 2018, Perusahaan yang
menerbitkan Annual Report atau laporan
tahunan yang lengkap, perusahaan tidak
mengalami kerugian pada tahun 2018 dan
Laporan keuangan dinyatakan dalam rupiah
Perolehan data dilakukan dengan cara
mendownload web Idx. Variabel riset
meliputi variable independen yang terdiri
dari kinerja profit diukur dengan indikator
ekonomi GRI G-4 sejumlah 9 indikator,
kinerja planet diukur dengan GRI G-4 index
kategori lingkungan terdiri 34 indikator dan
kinerja people diukur dengan GRI index
kategori sosial 48 indikator. Pengukuran
kinerja Triple Bottom Line memakai
CSRIndeks, yaitu jumlah yang diungkapkan
dibanding total pengungkapan yang seharusnya dengan rumus: CSRIj =
∑ 𝑥𝑖𝑗
𝑛𝑗
,
dengan penjelasan CSRIj = Indikator pengungkapan corporate social responsibility, ∑xij =
jumlah item diungkapkan perusahaan, nj =
jumlah keseluruhan item, nj ≤91. Sebelumnya diukur dengan indikator GRI yaitu GRI
G-4 bahwa item yang diungkapkan perusahaan diberi nilai satu (1) dan nilai nol (0)
jika tidak diungkapkan. Selanjutnya indikator variable ekonomi yang berikutnya
yaitu Gross Profit Margin yang diukur
dengan laba kotor dibanding penjualan.
Sedangkan variabel dependennya yaitu
nilai perusahaan diukur dengan Tobin’s Q.
Nilai Tobin’s Q menunjukkan estimasi dari
pasar keuangan saat ini tentang nilai hasil
pengembalian dari setiap rupiah investasi di
masa yang akan datang.
Rumus nilai Q = (EMV+D)
(EBV+D)
dengan Q yaitu nilai perusahaan, EMV
yaitu nilai pasar ekuitas, EBV nilai buku
total aset dan D yaitu nilai buku total
Utang.
Analisis selanjutnya dilakukan analisisis
statistik deskriptif untuk mendeskripsi hasil.
Sedangkan perancangan model menggunakan SEM-PLS. Yaitu model struktural
yang menghubungkan antara variabel laten
yang melibatkan hubungan antara variabel
independen dan dependen. Yaitu variabel
kinerja Triple Bottom Line terhadap Nilai
Perusahaan.
Perancangan model pengukuran dilakukan mendesain hubungan antar variabel
laten yang dipakai pada riset ini.
Model pengukuran ini mengkolerasikan
variabel laten dan manifest. riset ini
melibatkan variabel bebas yaitu kinerja
Triple Bottom Line dan Nilai Perusahaan
sebagai variabel terikat. Pengujian yang
dilakukan penilitian ini memakai SEMPLS dengan program WarpPLS 6.0. Keputusan penerimaan pengujian hipotesis
untuk pengujian pengaruh secara langsung
pada riset ini dengan memakai
nilai p sebagai kriteria penerimaan atau
penolakan hipotesis. riset ini menetapkan signifikasi 0,05 sehingga keputusan
diterima apabila nilai p<0,05 dan ditolak jika
nilai p>0,05.
Populasi dalam riset ini yaitu
seluruh perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI tahun 2018. Pengambilan
sampel memakai metode purposive
sampling didasarkan beberapa kriteria
tertentu yaitu: perusahaan Manufaktur
Sektor Industri dasar dan kimia yang
terdaftar di BEI tahun 2018. Perusahaan yang
menerbitkan Annual Report atau laporan
tahunan yang lengkap, perusahaan tidak
mengalami kerugian pada tahun 2018 dan
Laporan keuangan dinyatakan dalam
rupiah.
Berdasarkan kriteria ini ada
dua puluh perusahaan.
Berdasar tabel 1 di atas dapat diketahui
kinerja ekonomi perusahaan industri dasar
dan kimia dapat dikatakan masih tergolong
rendah sebab rata-rata hanya 0,238 atau
23,8%. Perusahaan dengan kode LMSH
memiliki kinerja ekonomi paling rendah dan
perusahaan dengan kode WTON dan INTP
memiliki kinerja ekonomi paling tinggi yaitu
0,670. Sedangkan kinerja lingkungan sudah
cukup baik yaitu rata-rata 45,7% dan kinerja
sosial juga cukup baik yaitu rata-rata sebesar
44,5%. Jika diamati lebih dalam kinerja
lingkungn yang paling tinggi yaitu
perusahaan dengan kode WTON dan INCI
dengan nilai 0,680, dan perusahaan yanag
memiliki kinerja lingkungan terendah
yaitu SULI yang hanya memiliki nilai
kinerja lingkungan sebesar 0,120(12%).
Untuk kinerja sosial rata-rata cukup baik,
meski ada perusahaan dengan nilai kinerja
sosial paling rendah yaitu perusahaan
dengan kode TRIT yaitu sebesar 0,210 dan
perusahaan yang memiliki kinerja sosial
paling tinggi yaitu BUDI sebesar 0,790
(79,0%). Nilai perusahaan industri dasar dan
kimia pada tahun 2018 memiliki nilai
perusahaan yang baik sebab rata-rata nilai
Tobin’s Q sebesar 1,096 yang lebih besar dari
pada angka satu (1) yang berarti nilai pasar
aset lebih besar dari pada nilai buku aset.
Namun ada perusahaan yang nilai perusahaan dengan Tobin’s Q dibawah 1 yaitu
perusahaan dengan kode SULI hanya 0,275)
yang berarti perusahaan ini tidak
memiliki nilai tambah sebab nilai pasar aset
lebih rendah dibanding nilai buku aset.
Sedangkan perusahaan yang memiliki nilai
Tobin’s Q terbesar yaitu perusahaan dengan
kode CPIN sebesar 2,345 yang berarti
perusahaan memiliki nilai pasar dua kali
lipat dibanding nilai bukunya.
Hasil Pengujian Model
Hipotesis yang dirumuskan menyatakan bahwa “Triple Bottom Line berpengaruh
positif terhadap nilai perusahaan”. Peneliti
terlebih dahulu akan menyajikan tabel
kecocokan model yang menunjukan apakah
data yang diuji sudah memenuhi kriteriakriteria yang ada.
Berdasarkan Tabel 1 composite reliability,
cronbach alpha, AVE terhadap Nilai Perusahaan memiliki nilai 1 atau > 0,7. Penilaian
dengan VIF menunjukkan nilai sebesar 1,
sehingga data riset dinyatakan bebas
kolinearitas. Nilai adjusted R2 menunjukkan
sebesar 39,9% yang berarti nilai perusahaan
dapat dijelaskan oleh variabel Triple Bottom
Line sebesar 39,9% dan sisanya sebesar 61.1%
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
dibahas dalam riset ini. Berdasar nilai
adjusted R2 dapat dikatakan bahwa model
riset ini termasuk moderate sebagaimana dalam (Ghozali, 2014) bahwa nilai
batas R2 memiliki nilai batas < 0.70, < 0.45, <
0.25 yaitu kuat, moderate dan lemah.
Berdasar nilai Chi-square sebesar 6.543 yang
berarti Triple Bottom Line terhadap Nilai
perusahaan memiliki validitas nilai prediktif
> 0 yang berarti model riset ini sudah
terkonstruksi dengan baik.
Berdasarkan Tabel 3 composite reliability,
cronbach alpha, AVE terhadap NP memiliki
nilai 1 atau > 0,7. Penilaian dengan VIF
menunjukkan nilai sebesar 1, sehingga data
riset dinyatakan bebas kolinearitas.
Nilai adjusted R2 menunjukkan sebesar 41,6%
yang berarti nilai perusahaan dapat
dijelaskan oleh variabel Triple Bottom Line
sebesar 41,6% dan sisanya sebesar 58.4%
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
dibahas dalam riset ini. Berdasar nilai
adjusted R2 dapat dikatakan bahwa model
riset ini termasuk moderate sebab
nilainya terletak antara 0,25 sampai 0,45.
Berdasar nilai Chi-square sebesar 6.068 yang
berarti Triple Bottom Line terhadap Nilai
perusahaan memiliki validitas nilai prediktif
> 0 yang berarti model riset ini sudah
terkonstruksi dengan baik.
Pengujian Hipotesis:
Hipotesis 1:
Kinerja Triple Bottom Line berpengaruh
positif sebesar 0,656 dan siginifikan pada
Nilai Perusahaan. Koefisien menunjukkan
pengaruh yang kuat dan siginifikan. Artinya
jika kinerja Triple Bottom Line naik 1% maka
Nilai Perusahaan akan naik sebesar 0,656%
Outer Model:
Sedangkan outer modelnya memakai
model refleksif pada Tabel 5 di atas menunjukkan hasil bahwa Triple Bottom Line ke
indikator X1 (Kinerja Ekonomi) menunjuk
kan indikator Triple Bottom Line namun tidak
signifikan, sebab nilai t hitung sebesar 1.471
dibawah t table (1,96). Sedangkan Triple
Bottom Line ke indikator X2 (Kinerja Lingkungan) menunjukkan bahwa X2 merupakan
indikator Triple Bottom Line sebab nilai t
sebesar 6.789 lebih besar dari t table (1,96)
dan siginifikan. Demikian juga Triple
Bottom Line ke indikator X3 (Kinerja sosial)
menunjukkan bahwa X3 merupakan indikator Triple Bottom Line sebab nilai t sebesar
2,194 lebih besar dari t table (1,96) dan
siginifikan. Berikut gambar untuk melengkapi model ini :
Dengan demikian H1 yang menyatakan
kinerja Triple Bottom Line berpengaruh pada
Nilai Perusahaan diterima. Berdasar gambar
3 di atas menunjukkan bahwa Triple Bottom
Line berpengaruh positif secara signifikan
pada Nilai Perusahaan dengan koesisen
sebesar 5.556 yang artinya jika Triple Bottom
Line naik 1% maka Nilai Perusahaan juga
naik sebesar 5.556%. Bahwasanya Triple
Bottom Line dibentuk oleh indikator X1
(kinerja ekonomi) sebesar 1,47. Kemudian
dibentuk oleh X2 (kinerja lingkungan)
sebesar 6,79 dan oleh (X3)kinerja sosial
sebesar 2,19.
Dapat dikatakan indikator kinerja
lingkungan (X2) berkontribusi dominan
dalam membentuk Triple Bottom Line
berkaitan dengan Nilai perusahaan sebab
memiliki koefisien paling besar daripada
indikator ekonomi dan sosial.
Hipotesis 2:
Kinerja Triple Bottom Line berpengaruh
positif sebesar 0,668 dan siginifikan pada
Nilai Perusahaan. Kooefisien menunjukkan
pengaruh yang kuat dan siginifikan. Artinya
jika kinerja Triple Bottom Line naik 1% maka
Nilai Perusahaan akan naik sebesar 0,668%.
Outer Model:
Sedangkan outer modelnya menggunakan model refleksif pada Tabel 7 di atas
menunjukkan hasil bahwa Triple Bottom Line
ke indikator X1 yaitu Kinerja Ekonomi yang
diukur dengan Gross Profit Margin me
rupakan indikator Triple Bottom Line secara
signifikan, sebab nilai t statistiknya sebesar
1.917 diatas t tabel (1,96). Sedangkan Triple
Bottom Line ke indikator X2 (Kinerja Lingkungan) menunjukkan bahwa X2 merupakan
indikator Triple Bottom Line sebab nilai t
statistiknya sebesar 4,790 lebih besar dari t
tabel(1,96) dan siginifikan. Demikian juga
Triple Bottom Line ke indikator X3 (Kinerja
sosial) menunjukkan bahwa X3 merupakan
indikator Triple Bottom Line sebab nilai t
statistiknya sebesar 2,742 lebih besar dari t
tabel (1,96) dan siginifikan.
Berikut gambar untuk melengkapi
model ini :
Dengan demikian H2 yang menyatakan
Triple Bottom Line dengan indikator kinerja
ekonomi yang diukur dengan Gross Profit
Margin berpengaruh signifikan pada Nilai
Perusahaan yaitu diterima. Dapat dikatakan bahwa Triple Bottom Line berpengaruh
positif secara signifikan pada Nilai perusahaan dengan koesisen sebesar 4,307 yang
artinya jika Triple Bottom Line naik 1% maka
Nilai perusahaan naik sebesar 4,307%.
Bahwasanya Triple Bottom Line dibentuk
oleh indikator X1 (gross profit margin)
sebesar 1,91. Kemudian dibentuk oleh X2
(kinerja lingkungan) sebesar 4,79 dan oleh
(X3) kinerja sosial sebesar 2,74. Dapat
dikatakan indikator kinerja lingkungan (X2)
berkontribusi dominan dalam membentuk
Triple Bottom Line berkaitan dengan Nilai
perusahaan sebab memiliki koefisiesn
paling besar dalam memmbentuk triple
bottom line
Hipotesis 2:
Berikut disajikan tabel ringkasan
pengujian Hipotesis seperti di bawah in
Berdasar Tabel 8 dapat diketahui bahwa
H1 dan H2 diterima yang artinya kinerja
Triple Bottom Line berpengaruh pada Nilai
perusahaan. Demikian juga kinerja Triple
Bottom Line mengunakan indikator Gross
Profit Margin untuk kinerja ekonomi berpengaruh pada nilai perusahaan dengan
koefisiennya lebih tinggi dibanding jika
kinerja ekonomi diukur dengan indeks
pengungkapan ekonomi sesuai GRI G-4.
Pembahasan
Hasil riset ini memberikan bukti
bahwa pengungkapan kinerja Triple Bottom
Line yang tingi pada laporan tahunan akan
berdampak pada peningkatkan ke- yakinan
stakeholders terhadap perusahaan, sehingga
stakeholders akan mengapresisasi saham
perusahaan ini dan akan ber- dampak
pada nilai perusahaan yang diukur dengan
nipai pasar saham. Hasil ini terbukti pada
hasil pengujian hipotesis ke-1 yang menyatakan bahwa kinerja Triple Bottom Line
berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hal
ini diperkuat dengan hasil statistik deskriptif
yang menunjukkan bahwa perusahaan
indutri dasar dan kimia yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia memiliki kinerja Triple
Bottom Line yang cukup tinggi terutama
pada kinerja lingkungan dan sosial dengan
nilai rata-rata masing-masing sebfesar 0,457
dan 0,445. Namun kinerja ekonomi perusahaan industri sandang dan kimia ini
tergolong rendah sebab rata-rata hanya
0,238.
Hal ini seperti ditemukan pada pe
nelitian Rocio (2018) tentang organizational
logic to prioritize between the elements of triple
bottom line. Hasil riset menunjukkan
bahwa Public Hospital dan private hospital di
Spanyol berbeda dalam prioritas elemen
Triple Bottom Line. Untuk Private hospital
elemen paling crusial yaitu indikator
ekonomi. Sedangkan untuk public hospital
elemen utama yaitu lingkungan. Sebagaimana perusahaan industri sandang dan
kimia di Indonesia lebih banyak dimiliki
oleh public sehingga kinerja lingkungan dan
kinerja sosial lebih tinggi dibanding kinerja
ekonomi. Di Indonesia rata-rata pengungkapan CSR masih tergolong rendah sebagaimana temuan Najul (2018)tentang disclosure
of corporate sustainbility performance and firm
performance in Asia bahwa rata-rata level dan
kualitas CSR disclosure paling tinggi yaitu
Jepang, kemudian Korea. Indonesia memiliki level dan kualitas paling rendah.
Dapat diketahui bahwa jika perusahaan
melakukan pengelolaan dengan memperhatikan aspek ekonomi, lingkungan dan
sosial secara seimbang maka akan tercipta
manajemen yang kondusif sehingga investor
lebih memilih berinvestasi pada saham
perusahaan yang memiliki kinerja Triple
Bottom Line yang tinggi. Terutama keseimbangan penggunaan sumbser daya ekonomi, lingkungan dan sosial akan berdampak pada tujuan jangka panjang atau
sustainbility. Hal ini juga telah dibuktikan
oleh Widhiastuti et al. (2017) tentang kinerja
lingkungan yang diukur dengan CSR berpengaruh positif terhadap Return On Aset
dan return saham. Demikian juga riset
di Asia yang dilakukan oleh Najul (2018)
menemukan bahwa ada dampak positive antara Corporate Sustainbility performance
(CSP) dengan Firm Performance.
riset ini mendukung riset
yang telah dilakukan sebelumnya oleh
Latifah dan Luhur (2017) bahwa rata-rata
pengungkapan Sustainbility Report perusahaan go public di Indonesia pada tahun
2016 sebesar 38 % walaupun tergolong
masih rendah hasil ini membuktikan bahwa
pengungkapan Susatinbility Report(SR) dapat
meningkatkan nilai perusahaan.
riset lain yang hasilnya konsisten
dengan riset ini telah dilakukan oleh
Burhan dan Rahmanti (2012) Sampel perusahaannya yaitu 32 perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama
periode tahun 2006-2009. Hasil riset
menunjukkan bahwa pelaporan berkelanjutan (Sustainbility Report) yang meliputi:
pengungkapan kinerja ekonomi, pengungkapan kinerja lingkungan, dan pengungkapan kinerja sosial berpengaruh pada
kinerja perusahaan yang diukur dengan
Return On Asset(ROA).
Demikian juga Umbara dan Suryanawa
(2014) meneliti tentang pengungkapan
tanggungjawab sosial pada nilai perusahaan.
riset dilakukan untuk perusahaan tipe
High Profile dan tipe Low Profile. Nilai
perusahaan juga diukur dengan nilai Tobin’s
Q. Hasil riset menemukan bahwa CSR
perusahaan high profile rata-rata hanya
11,75% dan perusahaan low profile mengungkapkan CSR rata-rata sebesar 10,40%.
Meskipun nilai pengungkapan CSR relatif
rendah namun memounyai pengaruh terhadap nilai perusahaan. Hal ini juga
membuktikan bahwa sesuai perusahaan
yang mengungkapkan CSR lebih luas dapat
menarik minat investor untuk berinvestasi
pada perusahaan dengan demikian citra dan
nilai perusahaan meningkat. Sesuai dengan
teori stake holders: bahwa perusahaan
bukan sekedar enity namun harus mampu
memberikan benefit kepada semua stakeholders.
Berkaitan dengan stakeholder, perusahaan yang memiliki tingkat kinerja lingkunga
yang tinggi akan direspon positif oleh
stakeholder (investor) melalui fluktuasi harga
saham (Robbin dan Coulter, 1999). Perusahaan mengharapkan investor akan berreaksi positif terhadap itikad baik yang
dilakukan perusahaan kepada lingkungan
sekitar, sehingga akan menarik minat
investor untuk menginvestasikan dananya
pada perusahaan. Jika minat investor naik
maka akan mendorong harga saham naik.
saat harga saham naik maka akan
memberikan kemakmuran kepada para
investor yang artinya meningkatkan nilai
perusahaan yang tercermin pada nilai
pasarnya.
Jika dihubungkan dengan teori stakeholder, perusahaan go public yang wajib
melaporkan keuangannya kepada public
memiliki jumlah stakeholder yang tinggi,
mendapatkan pengawasan yang tinggi terhadap kegiatan operasional perusahaan dan
berdampak pada pelaksanaan CSR. Sehingga diharapkan keinginan dari stakeholder
dapat terakomodasi dan menghasilkan
hubungan yang harmonis antara perusahaan
dengan stakeholder. Seperti dijelaskan oleh
Purwanto (2011) bahwa perusahaan tidak
hanya dituntut untuk kepentingan perusahaan itu sendiri, melainkan juga harus
memberikan manfaat bagi stakeholders nya,
yaitu dengan mengungkapkan informasi
yang luas sebagai upaya menjaga keberlanjutan perusahaan dan perusahaan
terbebas dari resiko lingkungan maupun
masyarakat.
Namun riset ini berbeda dengan
temuan Wardoyo (2014). riset ini
dilakukan pada perbankan yang go public
dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil
peneitian menunjukkan bahwa CSR pada
perbankan yang go public di Bursa Efek
Indonesia pada tahun 2010 tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai. Perusahaan.
Demikian halnya berkaitan dengan
kinerja ekonomi yang diukur dengan ukuran
keuangan Gross Profit Margin (GPM) juga
berpengaruh pada nilai perusahaan. Gross
profit margin yaitu kemampuan perusahaan
menghasilkan laba kotor dari penjualan.
GPM juga mengukur seberapa efisien
perusahaan memakai bahan baku,
tenaga kerja langsung, dan peralatan untuk
menghasilkan produk dan jasa yang akan
dijual dan menghasilkan keuntungan. GPM
ini memberikan informasi yang sebenarnya
kepada investor tentang kinerja ekonomi
yang sesungguhnya dari sebuah perusahaan. Berdasar uji hipotesis ke-2 dapat
dibuktikan bahwa kinerja triple bottom line
dengan indikator ekonomi memakai
gross profit margin berpengaruh terhadap
nilai perusahaan. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa kinerja triple bottom line
dengan ukuran indeks ekonomi sesuai GRI
G-4 maupun dengan ukuran keuangan
yaitu sama-sama dapat mempengaruhi
nilai peusahaan. Dapat dikatakan bahwa
gross profit margin dapat menjadi indikator
kinerja ekonomi dalam penilaian triple
bottom line berkaitan dengan nilai perusahaan. Hal ini diperkuat hasil riset
yang menunjukkan bahwa Economics
Perfomance menunjukkan indeks paling
tinggi dibanding environment dan social
performance sehingga stakeholders lebih mementingkan kinerja ekonomi untuk menilai
sebuah perusahaan (Saurabh, 2016).
riset ini mendukung riset
tentang profitabilitas, CSR dan nilai perusahaan telah dilakukan oleh Pramana dan
Mustanda (2016) bahwa CSR mampu
memoderasi pengaruh profitabilitas terhadap Nilai perusahaan. Penelitan ini juga
memperkuat temuan Rosiana et al. (2013)
bahwa profitabilitas mampu mem perkuat
hubungan CSR dengan nilai perusahaan. Hal
ini menjadi bukti bahwa semakin banyak
informasi CSR yang diungkapkan maka
akan menimbulkan kepercayaan dari stakeholder dan shareholder sehingga laba perusahaan, citra perusahaan dan harga saham
meningkat. Dengan meningkatnya harga
saham ini akan mampu meningkatkan
nilai perusahaan. Jadi, semakin tinggi
tingkat profitabilitas maka semakin banyak
pengungkapan CSR yang dilakukan perusahaan sehingga dapat disimpulkan CSR
akan meningkatkan nilai perusahaan pada
saat profitabilitas meningkat. Maka kinerja
ekonomi dalam Triple bottom line dapat
ditambahkan sebuah ukuran keuangan
yaitu gross profit margin dalam menentukan
nilai perusahaan.
Temuan riset ini membuktikan
teori stakeholders bahwa teori stakeholder
mengasumsikan eksistensi perusahaan memerlukan dukungan stakeholder, sehingga
aktivitas perusahaan juga mempertimbangkan persetujuan dari stakeholder. Pengungkapan sosial dan lingkungan kemudian
dipandang sebagai dialog antara perusahaan
dengan stakeholders (Januarti dan Apriyanti,
2005).
Sesuai dengan teori stakeholders, perusahaan wajib memenuhi hak-hak stakeho
Blders untuk mendapatkan informasi yang
berkaitan langsung dengan perusahaan.
Laporan pertanggungjawaban sosial atau
Sustainability reporting merupakan praktik
pengukuran, pengungkapan, dan pertanggungjawaban kepada stakeholder internal
dan eksternal perusahaan terkait dengan
kinerja pencapaian tujuan keberlangsungan
perusahaan (Suharno, 2017).
Sebagaimana dikemukakan oleh Januarti dan Apriyanti (2005) sesuai teori
stakeholders bahwa ada beberapa alasan
yang mendorong perusahaan perlu memperhatikan kepentingan stakeholders, yaitu:
(1) Isu lingkungan melibatkan kepentingan
berbagai kelompok dalam masyarakat yang
dapat mengganggu kualitas hidup mereka;
(2) Era globalisasi mendorong produkproduk yang diperdagangkan harus bersahabat dengan lingkungan; (3) Para
investor dalam menanamkan modalnya
cenderung untuk memilih perusahaan yang
memiliki dan mengembangkan kebijakan
dan program lingkungan; (4) LSM dan
pecinta lingkungan semakin vokal dalam
melakukan kritik terhadap perusahaanperusahaan yang kurang peduli terhadap
lingkungan. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa tanggung jawab sosial
perusahaan bukan merupakan alat manajemen tetapi sebuah investasi jangka panjang
perusahaan untuk mencapai profitabilitas
dan keberlanjutan.
Bahwa profitabilitas dapat memperkuat
hubungan CSR dengan nilai perusahaan
juga telah diteliti oleh Sasmika dan Suprasto
(2016). Ditemukan bahwa CSR perusahaan
yang listing di BEI dengan moderasi
profitabilitas berpengaruh pada nilai perusahaan. CSR berpengaruh positif terhadap
nilai perusahaan dan proftibalitias mampu
memperkuat pengaruh CSR terhadap nilai
perusahaan.
Namun riset ini tidak mendukung
temuan Sutriningsih et al, (2019). riset
dengan populasi perusahaan manufaktur
yang terdaftar di BEI tahun 2015-2017.
Temuan riset ini menunjukkan
bahwa kinerja keuangan (ROE) tidak dapat
berfungsi sebagai variabel intervening
dalam pengaruh CSR terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur di
BEI periode 2015-2017. Atau dapat dikatakan
bahwa profitablitias tidak dapat menjadi
ukuran CSR dalam menetukan nilai perusahaan. Demikian juga hasil riset ini
tidak mendukung temuan Lastanti dan
Salim(2018) bahwa variabel pengungkapan
corporate social responsibility tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan seluruh perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
tahun 2014–2016.
Dengan demikian riset ini memperkuat temuan Suartana (2010) bahwa
tangung jawab sosial atau Corporate Social
Responsibility perusahaan bukan merupakan
alat impresi manajemen semata, tetapi merupakan investasi jangka panjang perusahaan untuk mencapai profitabilitas dan
keberlanjutan perusahaan. Hasil riset
ini memperkuat pendapat
bahwa perusahaan perlu mengkomunikasikan Program CSR untuk Meningkatkan
Citra Perusahaan. Kesuksesan Program CSR
dapat memiliki dampak positif untuk meningkatkan citra perusahaan jika dilakukan
secara kontinyu, terukur, dikelola dengan
baik, berorientasi internal dan eksternal.
Triple Bottom Line merupakan tujuan
jangka panjang sebuah perusahaan atau
tujuan keberlangsungan usaha. Hasil penelitian ini memperkuat riset tentang
penilaian perusahaan berdasar faktor
keuangan dan non keuangan. Faktor non
keuangan lain selain triple bottom line yaitu
green accounting. Sebagaimana riset
berkaitan dengan green accounting dengan
tujuan keberlangsungan usaha. Hasil
riset ini membuktikan bahwa
green accounting dapat memoderasi hasil atau
nilai produksi terhadap keberlangsungan
usaha. Hal ini bukti bahwa nilai perusahaan
dapat diukur dengan faktor keuangan dan
faktor non keuangan.
Berdasar hasil analisis data berkaitan
dengan kinerja triple bottom line dan nilai
perusahaan pada perusahaan manufaktur
sektor industri dasar dan kimia, dapat
disimpulkan bahwa kinerja triple bottom line
dengan indikator kinerja ekonomi, lingkungan dan sosial berpengaruh positif dan
signifikan terhadap nilai perusahaan yang
diukur dengan nilai pasar perusahaan yang
diukur dengan nilai pasar Tobin’s Q.
Demikian juga jika indikator ekonomi
diukur dengan ukuran keuangan berupa
profitabilitas yaitu gross profit margin maka
kinerja triple bottom line berpengaruh posistif
dan signifikan pada nilai perusahaan
berdasar nilai pasar Tobin’s Q. Sehingga
gross profit margin dapat menjadi ukuran
pada indikator kinerja ekonomi berkaitan
dengan nilai perusahaan.
Untuk itu dalam penilaian kinerja
berdasar pendekatan triple bottom line dapat
menentuan nilai perusahaan memakai
indikator ekonomi, indikator lingkungan
dan indikator sosial. Disamping itu indikator
keuangan berdasar profitabilitas yaitu gross
profit margin dapat menjadi tambahan
indikator kinerja ekonomi pada triple bottom
line untuk menentukan nilai perusahaan.
Keterbatasan riset ini hanya dilakukan
pada perusahaan yang bergerak pada
industri dasar dan kimia yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia pada tahun 2018
dengan jumlah sampel yang terbatas sehingga belum bisa menggambarkan secara
detail tentang kinerja Triple Bottom Line
perusahaan di Indonesia. Peneliti selanjut- nya dapat memperbanyak sampel riset
tidak membatasi scope industri tertentu atau
memperpanjang periode pengamatan sehingga dapat memperoleh hasil yang lebih
baik.
Kontribusi riset ini berguna untuk
menjadi model alternatif dalam mengukur
nilai perusahaan. Bahwa nilai perusahaan
yang diukur dengan nilai pasar Tobin’s Q
dapat ditentukan berdasar pelaporan Triple
Bottom line yang telah dilaporan dalam
pelaporan Corporate Social Responsibilty perusahaan. Temuan lain yang menjadi kebaruan riset ini yaitu bahwa kinerja
keuangan yang diukur dengan profitabilitas
berupa gross profit margin dapat menjadi
indikator ekonomi dalam triple bottom line
untuk membentuk nilai perusahaan. Dengan
demikian sebaiknya stakeholders menilai
kinerja perusahaan dapat menggabungkan
faktor keuangan seperti profitabilitas
dengan kinerja non keuangan yang meliputi
kinerja perusahaan dalam mengelola ekonomi, planet dan people atau yang dikenal
dengan triple bottom line.
Informasi ini berguna untuk para
stakeholders dalam pengambilan keputusan.
Seperti investor dalam mengambil keputusan investasi hendaknya tidak hanya
mempertimbangkan faktor keuangan saja
namun perlu mempertimbangkan faktor
kinerja triple bottom line atau CSR sebuah
perusahaan. Demikian juga pihak manajemen dapat meningkatkan nilai perusahaan
berdasar kinerja ekonomi, kinerja lingkungan dan kinerja sosial. Disamping keharusan memenuhi peraturan atau Undangundang terbukti secara empiris dapat
meningkatkan nilai perusahaan.