Home »
intelijen 1
» intelijen 1
intelijen 1
Badan Intelijen dari masa ke masa: Alat Negara atau
Memperalat Negara?
Tulisan ini merupakan *Muqaddimah* pada sebuah buku berjudul *Awas!
Operasi Intelijen*, yang diterbitkan oleh Ar Rahmah Media, Jakarta,
September 2006, khususnya pada halaman 6 hingga 21.
Oleh Irfan S. Awwas *)
SELAIN tentara dan polisi , badan intelijen merupakan salah satu alat negara,
bukan alat pemerintah atau alat dari rezim tertentu yang sedang
berkuasa. Namun dalam kenyataannya, terutama selama rezim Orde Baru
berkuasa, badan intelijen lebih terkesan sebagai alat penguasa.
Badan intelijen yang dimiliki negara RI, tidak saja BIN (Badan Intelijen
Negara), namun ada badan-badan intelijen di bawah kendali tentara , polisi ,
dan bahkan lembaga sipil lainnya. Pimpinan badan intelijen di tubuh tentara
dan polisi , tentu saja dijabat oleh perwira-perwira tentara dan polisi yang
masih aktif. Sedangkan badan intelijen di luar tentara -polisi seperti BIN,
mengapa lebih sering dijabat oleh para perwira tentara atau purnawirawan
tentara .
Menurut berbagai sumber yang berhasil dirangkum oleh badan Litbang
Majelis Mujahidin, selama empat dasawarsa lebih, sejak 1965 hingga
tahun 2006 ini, kepala badan inteljen selalu dijabat oleh perwira tentara
minimal berbintang dua.
Badan Pusat Intelijen (BPI) yang didirikan sejak November 1959 dan
pernah dipimpin Dr Subandrio (tokoh PKI), dibubarkan pada tahun 1965.
Sejak itu, badan intelijen bernama KIN (Komando Intelijen Negara) di
bawah pimpinan Jenderal tentara Soeharto yang saat itu juga menjabat
sebagai Menpangab/Menteri bidang Hankam/Ketua Presidium Kabinet
Ampera. Namun dalam kesehariannya, KIN dijalankan oleh Mayjen tentara
Hertasning, hingga tahun 1967.
Periode 1967-1968, setelah KIN dibubarkan, dibentuk BKI (Badan Kerja
Intelijen), yang dipimpin Mayjen tentara Sudirgo. Ternyata, Sudirgo
dianggap kekiri-kirian, maka KIN pun dibubarkan, lalu menjadi
BAKIN (Badan Koordinasi Intelijen Negara), dirintis oleh Letjen tentara
Yoga Soegama yang sempat menjalankan lembaga ini selama beberapa
bulan (November 1968 hingga Maret 1969).
Letjen tentara Yoga Soegama dikirim ke New York menduduki posisi sebagai
orang kedua untuk perwakilan negara kita di PBB (Perserikatan Bangsa-
Bangsa) dengan pangkat Duta Besar, setelah terjadi peristiwa kehilangan
tas berisi dokumen di bandara. Posisi Yoga dilanjutkan oleh Mayjen tentara
Sutopo Yuwono (1969-1974). Yoga kembali menduduki posisi Kepala
BAKIN (1974-1989), setelah sekitar lima tahun bertugas di New York.
Pasca kepemimpinan Letjen Yoga Soegama, berturut-turut BAKIN
dipimpin oleh Letjen tentara Soedibyo (1989-1997), lalu Mayjen tentara
Muthojib (1997-1998), dilanjutkan oleh Mayjen tentara ZA Maulani (1998-
1999), dan terakhir Letjen tentara Arie J. Kumaat (1999-2001). Tahun
2001, BAKIN menjadi BIN (Badan Intelijen Negara), dipimpin pertama
kali oleh Letjen tentara Purn AM Hendropriyono dan berfungsi menjalankan
koordinasi atas seluruh badan intelijen yang ada.
Sejak KIN hingga BIN, Drs. As'ad merupakan orang sipil pertama
yang berhasil menduduki posisi cukup tinggi, yaitu sebagai wakil kepala
badan intelijen, sejak 1998 hingga masa kekuasaan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono.
Oleh komunitas politik, Drs. As'ad disebut sebagai orang NU. Ia mulai
menduduki jabatan sebagai Waka BAKIN sejak BJ Habibie menggantikan
Soeharto sebagai Presiden RI. Drs. As'ad ketika itu mendampingi Mayjen
tentara Z.A . Maulani. Ketika Habibie turun dan digantikan Abdurrahman
Wahid, Drs As'ad tetap pada posisinya, namun kali ini ia mendampingi
Letjen tentara Arie J. Kumaat (Nashara). Pada saat jabatan Presiden RI
dipegang Megawati, Kumaat digantikan Letjen tentara Purn Abdullah
Makhmud Hendropriyono, kader PDI-P, dan Drs As'ad tetap pada
posisinya.
Setelah Megawati tidak lagi menghuni Istana Negara, akibat kalah dalam
Pilpres 2004 dan muncul Presiden Susilo Bambang Yudojono (SBY) yang
terpilih untuk pertama kalinya melalui pemilihan langsung, AM
Hendropriyono yang pernah menjadi atasan SBY melepaskan jabatannya.
Posisi Hendro lalu diisi oleh Letjen tentara Purn Syamsir Siregar.
Sementara itu, Drs As'ad tetap awet pada posisinya, entah sampai
kapan?
Naik turunnya kepala badan intelijen negara seirama dengan jatuh
bangunnya pemimpin puncak lembaga eksekutif (presiden), maka tidaklah
keliru bila ada yang menyimpulkan bahwa badan intelijen negara belum
menjadi alat negara sepenuhnya, namun lebih sering menjadi alat
penguasa.
Ali Moertopo dan Ekstrim
Konon Sosok intelijen yang paling dikenal dan licin yaitu Ali Moertopo,
meski ia belum pernah berhasil menduduki posisi puncak di lembaga
intelijen. Ali pertama kali secara resmi berkiprah di dalam lembaga
intelijen negara yaitu pada tahun 1969 1974, ketika Mayjen tentara
Sutopo Yuwono menjabat sebagai Kepala BAKIN, dan Ali Moertopo
mendampinginya sebagai Deputy Kepala BAKIN.
Pada tahun 1974-1989, ketika Kepala BAKIN dijabat oleh Letjen tentara
Yoga Soegama, Mayjen tentara Ali Moertopo menjabat sebagai Wakil Kepala
BAKIN, selama kurang lebih empat tahun (1974-1978). Posisinya
lalu digantikan oleh Mayjen tentara LB Moerdani (1978-1980), yang
juga menjabat sebagai Ketua G-I/Intel Hankam. Sebelum 1974, agenda
kerja intelijen lebih banyak mengurusi ekstrim kiri (komunis), dwikora
(konfrontasi dengan Malaysia), korupsi, pengamanan Pemilu, Timor Timur
(yang kala itu masih dijajah Portugis). Baru setelah tahun itu masuklah
agenda mengawasi ekstrim kanan khususnya generasi kedua DI/TII-NII.
Sebelum bergabung dengan tentara , Ali Moertopo pernah bergabung dengan
tentara * Hizbullah*, salah satu unsur cikal bakal tentara . Danu M. Hasan
yaitu salah seorang anak buah Ali di Hizbullah. Pada gilirannya, ketika
Ali masuk tentara , Danu bergabung ke dalam DI/TII. Danu M. Hasan sempat
menjabat Komandeman DI/TII se Jawa. Kelak, pasukan Danu berhasil
ditaklukkan oleh Banteng Raiders yang dikomandani Ali Moertopo.
Perjalanan berikutnya, pasca penaklukan, terjalinlah hubungan yang lebih
serius antara Ali dengan Danu di dalam kerangka "membina mantan
DI/TII". Pada persidangan kasus DI/TII, 1980-an, terungkap bahwa Ali
Murtopo secara khusus menugaskan Kolonel Pitut Soeharto untuk
menyusup ke golongan Islam, antara lain dengan mengecoh Haji
Ismail Pranoto (Hispran) di Jawa Timur. Di Jawa Barat, Pitut "membina"
Dodo Kartosoewirjo dan Ateng Djaelani. Namun gagal, kecuali Ateng
Djaelani, sehingga di kalangan pimpinan DI dia dianggap pengkhianat.
Pada 1976 muncul kasus Komando Jihad (Komji) yang merupakan muslihat
cerdik Ali Moertopo. Menggunakan istilah Islam sebagai perangkap
menjebak umat Islam. Pada mulanya, Ali Moertopo mengajak para
petinggi DI untuk menghadapi bahaya komunisme dari Utara (Vietnam).
Ketika itu Vietnam yang komunis berhasil mengalahkan tentara Amerika
(1975). Perang Vietnam berlangsung sejak 1961. Kemenangan komunisme
Vietnam, lalu dijadikan momok dan ancaman bagi negara kita yang
sejak awal Orde Baru sudah menjadi 'sekutu' AS. sebab , sejak awal
1970-an sudah terlihat kecenderungan bahwa AS akan dikalahkan oleh
kekuatan komunis Vietnam.
Dengan alasan menghadapi ancaman komunisme dari utara itulah, petinggi
DI pasca wafatnya Imam NII, As-Syahid Sekarmadji Maridjan
Kartosoewirjo, diminta mengorganisasikan laskar, semacam Pam
Swakarsa. Dalam waktu relatif singkat terkumpullah ribuan orang dari
seluruh penjuru Nusantara, siap menghadapi bahaya komunisme dari
utara.
Semangat membela tanah air dan mempertahankan aqidah Islam dari
bahaya komunisme inilah yang menjadi alasan bagi sejumlah orang
sehingga mau terlibat. Mereka yang berhasil direkrut pada umumnya
rakyat kebanyakan, mulai dari pedagang, guru mengaji, guru sekolah
umum, bahkan ada juga prajurit tentara . Walau sudah berhasil merekrut
ribuan orang, namun tidak ada satu tetes perbuatan radikal pun yang
dilakukan mereka. Tiba-tiba, secara licik mereka semua ditangkap, dan
dipenjarakan dengan tuduhan hendak mendirikan Negara Islam
negara kita, dituduh subversif, dan diberi label Komando Jihad.
Gerakan Islam dan Intelijen
Hampir tidak ada lembaga Islam pergerakan di negara kita yang steril dari
penetrasi intelijen. Bahkan sejak awal Orde Baru, hal ini sudah mulai
dilakukan. Tidak saja dalam rangka memata-matai, pada beberapa kasus
justru menjadi 'arsitek' bagi terciptanya anarkisme atau gerakan
radikal.
Awal tahun 1970, Ali Moertopo 'menggarap' Nur Hasan Ubaidah,
sehingga berhasil dinobatkan sebagai "Imam" sebuah kelompok puritan
ekstrim kanan yang lalu terkenal dengan nama Islam Jama'ah (IJ).
Salah satu ajarannya yaitu mengkafirkan orang Islam di luar
komunitasnya. Untuk menghindari protes massa akibat ajaran sesat yang
dikembangkannya, Lembaga ini berganti nama menjadi Lemkari, lalu
berganti lagi menjadi LDII hingga kini. Jenderal tentara Purn Rudini mantan
KASAD yang lalu menjadi Mendagri, ketika itu berada di belakang
perubahan nama dari IJ menjadi Lemkari, dan menjadi salah satu unsur
pendukung GOLKAR terutama sejak Pemilu 1971. Oleh MUI, IJ
atau Lemkari atau Darul Hadits dinyatakan sebagai aliran sesat. Bahkan
Kejaksaan Agung telah mengeluarkan pelarangan di tahun 1971, melalui
Surat Keputusan Jaksa Agung RI No: Kep-089/D.A./10/1971.
Meski tidak berhasil memproduksi berbagai tindakan radikal, setidaknya
Ali Moertopo –lalu dilanjutkan oleh Rudini– melalui Nur Hasan
Ubaidah dan Islam Jama'ah-nya telah berhasil mendiskreditkan Islam
sebagai sosok yang menakutkan, pemecah belah, bahkan sumber
anarkisme.
Pada tahun 1978, intelijen berhasil membina dan menyusupkan Hasan
Baw, mahasiswa IAIN Jogjakarta, ke dalam gerakan Warman, yang
terkenal dengan serangkaian aksi radikalnya dengan sebutan Teror
Warman di Jawa Tengah.
Tahun 1981 Najamuddin disusupkan ke dalam gerakan Jama'ah Imran di
Cimahi, Jawa Barat. Najamuddin pula lah yang merancang aksi anarkis
berupa penyerbuan Polsek Cicendo, bahkan merancang aksi pembajakan
pesawat Garuda. Peristiwa ini dikenal dengan kasus "Pembajakan Woyla".
Salah seorang "sutradara" pembajakan Woyla yaitu Mulyani (belakangan
lebih dikenal dengan nama A. Yani Wahid, kini almarhum). Sebagai
"sutradara" ia tidak ikut dalam aksi pembajakan, namun segala persiapan
pembajakan berada di tangannya.
Semasa hidupnya, almarhum berkawan karib dengan AM Hendropriyono,
bahkan ia menjadi motor penggerak di dalam mencetuskan konsep
*ishlah* untuk kasus Lampung Berdarah. Selain itu, almarhum juga
pernah menjadi staf Menkopolkam semasa dijabat Jenderal SBY. Bahkan
almarhum ikut pula mensukseskan SBY hingga mencapai puncak sebagai
Presiden RI.
Stigmeninggal sasi ala Komando Jihad, juga terjadi pada kelompok pengajian
pimpinan Imran bin Zein ini. Sebagai sebuah kelompok, pemuda-pemuda
bersemangat kala itu sama sekali tidak menyebut dirinya sebagai
Jama'ah Imran. Barulah setelah pecah kasus penyerbuan Polsek Cicendo
dan Pembajakan Woyla, kelompok ini diberi label Jama'ah Imran oleh
aparat berwenang.
Sekalipun pada tahun 1983 Ali Moertopo meninggal mendadak di Gedung
Dewan Pers (jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat), namun kebijakan rekayasa
intelijennya tetap berlanjut. Tahun 1986, gerakan Usrah pimpinan Ibnu
Thayib kesusupan Syahroni dan Syafki, mantan preman blok M, yang
menyebabkan timbulnya sebuah peristiwa berdarah, sehingga, membawa
tokoh-tokoh kelompok ini masuk bui. Tahun 1988, Ibnu Thayib diberi
'order' sebagai umpan yang ternyata meleset, sebab umpan itu tidak
digubris. namun , lalu 'ditelan' oleh Nur Hidayat, seorang mantan
karateka Nasional yang pernah menjadi bagian dari gerakan Usrah Ibnu
Thayib. Lalu, pada Februari 1989, terjadilah tragedi yang terkenal
dengan Lampung Berdarah di dusun Talangsari III, desa Rajabasa Lama,
Lampung Tengah. Pembantaian yang menyebabkan tewasnya ratusan
orang, termasuk anak-anak dan wanita, dipimpin langsung oleh AM
Hendropriyono, Komandan Korem 043 Garuda Hitam, Lampung kala itu.
Pada tahun 1994, di Pandeglang terjadi penangkapan besar-besaran
terhadap 800 lebih jamaah NII KW-9. Mereka yang ditangkap aparat itu
yaitu mantan anggota NII KW-9 pimpinan Abu Toto alias Panji
Gumilang. Di hadapan aparat mereka mengaku baru saja melepaskan diri
dari keanggotaan NII KW-9, serta menjelaskan bahwa pimpinan mereka
yaitu Abu Toto. Mereka semua akhirnya dijebloskan ke penjara dengan
masa tahanan paling rendah 2-3 minggu, namun sosok yang bernama Abu
Toto sama sekali tidak disentuh aparat.
Siapa Abu Toto? Menurut Mohammad Soebari, Mantan Kabag Keuangan
DPR RI dan tokoh elite KW-9, di tahun 1980 ketika elite NII KW-9
ditangkap Ali Moertopo, Abu Toto kabur ke Sabah sambil membawa lari
uang jamaah sebanyak dua miliar rupiah. Toto muncul kembali sekitar
tahun 1988-1989 dan bergabung dengan Karim Hasan yang secara
ideologis sudah berbeda dengan Soebari. Toto berhasil meyakinkan Karim
Hasan yang secara aqidah sudah menyimpang itu untuk 'kembali' kepada
NII. Padahal, di tahun 1983, Karim Hasan sudah menyatakan keluar dari
NII faksi Adah Djaelani.
Tahun 1992, H. Rais Ahmad yang ketika itu menjabat sebagai pimpinan
NII KW-9 ditangkap aparat. Namun, Toto yang juga petinggi KW-9 tidak
tersentuh aparat. H. Rais akhirnya mendekam di tahanan hingga 1997
tanpa proses peradilan, hingga akhir hayatnya. Setelah H Rais ditangkap
(1992), Toto pun leluasa mengambil tongkat estafet kepemimpinan NII
KW-9 yang terus melanggengkan doktrin sesat ala Lembaga Kerasulan
yang disebarkan Karim Hasan, hingga kini.
Seluruh peristiwa penangkapan jamaah NII KW-9 di tahun 1992 dan
1994, yaitu atas laporan Toto sendiri. Menurut sumber dari kalangan
pergerakan, sudah sejak 1986 Toto direkrut aparat, disuruh pulang dari
pelariannya, lalu 'membangun kembali NII' setelah sebelumnya
masuk ke dalam lingkaran Karim Hasan, tokoh sekte Lembaga Kerasulan.
Pada tanggal 27 Agustus 1999, masyarakat pergerakan dikejutkan oleh
sebuah pemberitaan berkenaan dengan diresmikannya sebuah pesantren
oleh presiden BJ Habibie, di Indramayu. Pesantren termegah di Asia
Tenggara itu bernama Ma'had Al-Zaytun, yang dipimpin oleh Syaikh Al-
Ma'had AS Panji Gumilang.
Yang membuat kalangan pergerakan terkejut bukanlah kemegahan
pesantren yangvberdiri di tengah-tengah kemiskinan rakyat sekitarnya,
namun terutama tertuju kepada sosok yang bernama AS Panji Gumilang,
yang tak lain yaitu Abu Toto, alias Toto Salam, yang pernah memfitnah
H Rais (1992) hingga masuk penjara, yang pernah melaporkan 800 lebih
jamaahnya sendiri (jamaah NII KW-9) sehinga ditangkap aparat (tahun
1994), sebab mereka melepaskan keanggotaannya di KW-9 dan tidak
mengakui kepemimpinan Toto.
Tanggal 5 Juli 2004, masyarakat kembali dikejutkan oleh pemberitaan
seputar pilpres putaran pertama, yaitu ketika Al-Zaytun berubah
sementara menjadi 'TPS Khusus' yang menampung puluhan ribu suara
(24.878 jiwa) untuk mendukung capres Jenderal Wiranto. Ketika itu,
puluhan armada tentara -AD hilir-mudik mengangkut ribuan orang dari luar
Indramayu yang akan memberikan suaranya di TPS Khusus ini .
Sayangnya lalu hasil dari TPS Khusus ini dianulir.
Pada Pemilu Legislatif 5 April 2004, terdapat sekitar 11.563 pemilih yang
tersebar di 39 TPS Khusus Al-Zaytun, hampir seluruhnya (92,84 persen)
dberikan kepada PKPB pimpinan Jenderal Hartono dan Mbak Tutut.
Selebihnya (618 suara) diberikan kepada Partai Golkar pimpinan Akbar
Tanjung.
Dari fakta-fakta ini, yaitu masuk akal bila muncul wacana atau bahkan
kesimpulan tentang kedekatan (atau bahkan keterkaitan) antara Toto
alias Panji Gumilang dengan petinggi militer Orde Baru, Partai Golkar
mesin politik Orde Baru, dan tokoh Orde Baru lainnya, termasuk
intelejen. Pada 14 Mei 2003, Jenderal Hendropriyono dalam kapasitasnya
sebagai Kepala BIN (Badan Intelejen Negara), atas nama Presiden
Megawati, memenuhi undangan Panji Gumilang untuk menancapkan patok
pertama bangunan gedung pembelajaran yang diberi nama *Gedung
Doktor Insinyur Haji Ahmad Soekarno*. Kehadiran Jenderal
Hendropriyono ketika itu, diikuti hampir seluruh pejabat tinggi
BIN.
Sebelumnya, sekitar akhir 1999, ZA Maulani Kepala BAKIN saat itu
pernah membawa pesan AS Panji Gumilang kepada Al Chaidar untuk tidak
menerbitkan buku yang mengupas sepak terjang Toto Salam dan
keberadaan Al-Zaytun. Beberapa bulan sebelum buku ini terbit, Al
Chaidar diajak oleh Zaenal Muttaqin, Pemred Sabili kala itu ke rumah
makan Sate Pancoran. Ternyata di tempat itu sudah menanti ZA Maulani.
Al Chaidar mau menghentikan rencana penerbitan buku ini dengan
imbalan satu miliar rupiah. Nampaknya tidak ada kesepakatan di antara
mereka, dan sebagaimana telah sama-sama diketahui, buku ini
terbit perdana pada Januari 2000, berjudul *Sepak Terjang KW9 Abu
Toto*, dan hampir setiap bulan mengalami cetak ulang.
Zaenal Muttaqin, mantan aktivis Tarbiyah (Ikhwanul Muslimin) ini
memang dikenal dekat dengan kalangan jenderal, seperti ZA Maulani,
Muchdi PR (terakhir menjabat sebagai salah satu Deputy BIN di bawah
Hendropriyono), Letjen Prabowo Subianto, Brigjen Adityawarman Thaha,
Mayjen Kivlan Zein yang oleh Abdurrahman Wahid pernah disebut dengan
julukan "Mayjen K" ketika kasus Ambon pertama kali meledak.
Sebelum kasus penimbunan senjata oleh Brigjen Koesmayadi diungkap
oleh KSAD Jenderal tentara Djoko Santoso (29 Juni 2006), beberapa tahun
sebelumnya sejumlah aktivis Islam pernah melaporkan kepada aparat
kepolisian tentang adanya timbunan senjata di Al-Zaytun, pada sebuah
tempat yang dinamakan bunker. Laporan itu baru ditindak-lanjuti aparat
kepolisian beberapa bulan lalu, setelah ratusan senjata itu
dipindahkan ke tempat lain, dan bunker tempat penyimpanan senjata
sudah berubah fungsi. Senjata-senjata itu milik seorang jenderal aktif
yang sangat berpengaruh pada masanya.
Dari fakta-fakta di atas, nampaknya sulit untuk mencegah bila ada yang
menyimpulkan bahwa Toto yaitu sosok yang disusupkan ke dalam
gerakan Islam, dengan proyek mercusuarnya berupa Ma'had Al-Zaytun.
Namun, kebijakan susup-menyusup agaknya tidak berhenti sampai di situ.
Salah satu tokohnya yaitu Haris. Pada tahun 2000 ketika sejumlah
tokoh Islam pro Syari'at menyelenggarakan Kongres Mujahidin pertama
pada 5-7 Agustus, sosok Haris sudah ambil bagian dengan peranan yang
cukup signifikan, sehingga ia bisa menjalin kontak ke kalangan tokoh
Islam. Sebelum berkiprah di Kongres Mujahidin, sosok Haris sudah lebih
dulu malang-melintang di berbagai gerakan Islam, menyusup melalui
"pintu gerbang"-nya yaitu Ustadz Rani Yunsih, salah seorang tokoh Islam
pergerakan, kini almarhum.
Belakangan diketahui, Haris mengaku ditugasi untuk aktif mengarahkan
agar rekomendasi yang ditelurkan Kongres Mujahidin yaitu institusi
bernama "Jama'ah Islamiyah". Namun gagal, sebab Kongres ternyata
melahirkan lembaga tansiq bernama Majelis Mujahidin, hingga sekarang.
Jadi, melalui jejak intel penyusup ini, diketahui bahwa sejak awal memang
sudah ada kekuatan yang berusaha mewujudkan JI di negara kita secara
formal. Bahkan hingga kini, masih tetap ada keinginan untuk mengkaitkan
antara MM dengan JI. Antara lain sebagaimana analisa yang dibangun
Maftuh dan kawan-kawan melalui buku berjudul " *Negara Tuhan: The
Themeninggal c Encyclopaedia*".
Ketika pecah tragedi WTC 11 September 2001, Haris –perwira menengah
sebuah angkatan yang bekerja untuk badan intelijen, dan disusupkan ke
MM– mengatakan, bahwa MM aman. Maksudnya jauh dari tindakan radikal
apalagi terorisme. Sebagai sosok yang pandai bergaul, Haris pasti tahu
persis siapa Ustadz Ba'asyir, terutama ketidak terkaitannya dengan JI,
termasuk *track record* Ustadz Ba'asyir yang tidak pernah terkait
tindak kekerasan. Itu semua tentu sudah dilaporkan Haris kepada
institusinya.
Sosok Haris sebenarnya bisa dijadikan bukti, bahwa Ustadz Ba'asyir
sama sekali jauh dari apa yang dituduhkan kepada beliau selama ini.
Namun, mengapa beliau tetap saja ditahan? Nampaknya, aparat penegak
hukum termasuk aparat intelijen, ketika itu sekadar melaksanakan order,
mengikuti kehendak Presiden AS, George Walker Bush. Terbukti, ketika
pemerintah SBY membebaskan Ba'asyir, yang paling sewot dan ribut
justru PM Australia, Jhon Howard, sekutu AS.
Salah satu bukti adanya kepentingan asing yang berupaya mengkait-
kaitkan Majelis Mujahidin dengan kegiatan terorisme, bisa diperoleh dari
pengakuan Asep Rahmatan Kusuma, yang pengakuannya pernah
dipublikasikan majalah berita mingguan GATRA.
Pada GATRA edisi 4 Januari 2006, Rahmatan mengakui bahwa ia pernah
diperintah oleh CIA untuk mengirimkan anggota MM naik bus dari Garut
ke Bandung pukul 05.00. Kelak, pada bus itu akan ditaruh bahan peledak.
Sehingga, saat bus dihadang, ada orang MM yang diringkus. Menurut
Asep Rahmatan Kusuma, ini merupakan rekayasa untuk menjebak anggota
MM. Namun, * Alhamdulillah* rekayasa jahat itu gagal alias tidak
berhasil.
Penyusupan agen intel ke dalam tubuh Majelis Mujahidin memang tidak
selalu bertujuan untuk menjebak. Sebagaimana dilakukan oleh mantan
Komandan Laskar Kristus Evangelist Wilayah negara kita Timur,
Andronikus Kaparang, M.Th, alias Lalu Muhammad Hasan alias Ihsan, yang
menyusup ke MM dengan tujuan melacak mata rantai hubungan Majelis
Mujahidin dengan Al Qaidah pimpinan Usamah bin Ladin. Juga, menelusuri
sumber dana, dan kemungkinan keterlibatan Majelis Mujahidin dalam
permusuhan dengan umat Kristen. Namun, Andronikus tidak menemukan
keterlibatan Majelis Mujahidin atas kecurigaannya ini .
Pengakuan ini disampaikan Andronikus pada tanggal 9 Juli 2006, di
Markaz Pusat Majelis Mujahidin, Jogjakarta.
Memperalat Negara Sebagai institusi Islam yang berjuang bagi
diterapkannya Syari'at Islam di lembaga negara, tanpa harus kehilangan
kewaspadaan seorang mujahid, kehadiran agen intel ke dalam tubuh
Majelis Mujahidin, bukanlah peristiwa yang terlalu mencekam. Selama ia
hanya berusaha memastikan ada-tidaknya keterkaitan MM dengan aneka
aksi terorisme yang pernah terjadi di negara kita, maka penyusupan itu
hanyalah sia-sia belaka. sebab , pasti sang agen tidak akan pernah
menemukan bukti-bukti yang signifikan. Majelis Mujahidin hanya
khawatir, bila kehadiran agen intel tadi tidak sekadar menggali informasi,
namun melakukan serangkaian jebakan dan rekayasa untuk mengadu
domba, menjebak, memfitnah, atau membenturkan MM dengan penguasa,
dengan mengaitkan aksi radikal maupun terorisme yang pernah atau akan
terjadi.
Sebagai instistusi dakwah dan jihad, bagi Majelis mujahidin, intel juga
manusia, yang menjadi objek da'wah bagi pentingnya penegakan Syari'ah
Islam di negara kita. Sejauh gerakan Islam konsekuen menjadikan Syari'at
Islam sebagai parameter utama dalam mengawal setiap aktivitas,
program, termasuk pola berpikir tokoh-tokohnya, tidak ada hal yang
harus dikhawatirkan. Harus dihilangkan cara pandang sebagai orang
kalah, yaitu merasa menjadi korban konspirasi, merasa diperalat pihak
lain, atau dijebak ideologi tertentu. Mengapa kita tidak berpikir
sebaliknya, memposisikan gerakan Islam sebagai agen perubahan, bukan
sebagai obyek penderita. Sehingga, bergaul dengan siapa saja, tidak
seharusnya membuat kita kehilangan apa pun jua.
Menurut Al-Qur'an, Islam senantiasa bersikap bersahabat dengan siapa
saja yang suka berbersahabat, berdamai dengan siapa saja yang ingin
damai, dan juga siap melawan terhadap siapa saja yang mengusiknya.
Melawan siapa saja yang mencetuskan fitnah, termasuk mereka yang
tidak membiarkan pemikiran Islam berkembang bebas, atau orang yang
hendak memaksakan ideologi tertentu pada kaum Muslimin. Siap melawan,
baik melalui perang intelektual, taktik dan strategi, maupun menggunakan
sarana fisik. sebab , kekuatan Syari'ah Islam pada seorang Muslim
yaitu jaminan bagi keselamatan jiwanya, hartanya, dan kehormatannya.
Manakala komitmen pada Syari'ah Islam melemah, kaum
Muslimin akan mudah menjadi sasaran pertumpahan darah, dan adu
domba. Harta kekayaan serta kehormatan mereka akan menjadi obyek
penjarahan musuh-musuhnya.
Aktivitas dakwah dan jihad, menyeru penegakan Syari'ah Islam, tidaklah
bertentangan dengan konstitusi negara. Juga, sama sekali tidak
berpotensi menimbulkan disintegrasi. Hasil penyusupan Haris dan
Andronikus, seharusnya sudah bisa menjadi kontribusi berharga bagi
badan intelijen untuk sampai pada sebuah kesimpulan, bahwa Majelis
Mujahidin sama sekali tidak terkait dan tidak bisa dikait-kaitkan, apapun
alasannya, dengan radikalisme dan terorisme. Kalau badan intelijen
merupakan alat negara, akan lebih produktif bila aktivitasnya ditujukan
untuk memata-matai berbagai tindakan yang berpotensi merugikan
negara, seperti *illegal logging* (pembalakan liar), prostitusi, peredaran
narkoba, penjualan bayi, preman, perkosaan, uang palsu, penyelundupan
BBM, penambangan pasir liar, korupsi, penyelewengan
dana BLBI yang mencapai triliunan rupiah, penimbunan senjata (dan jual-
beli senjata organik kepada pihak-pihak yang tidak layak).
Masih sangat banyak jagat persoalan yang seharusnya menjadi objek
badan intelijen ketimbang memata-matai MM, ataupun gerakan Islam
lainnya, yang menyerukan kepada penegakan Syari'ah Islam. Sebagai alat
negara, badan intelijen seharusnya bisa menemukan sebab-sebab
mengapa Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan, misalnya, bisa direbut oleh
Malaysia. Apa sebenarnya yang telah dilakukan aparat terkait sehingga
kedua pulau itu bisa lepas begitu saja?
Namun, jika kerja intelijen cuma mengobok-obok Majelis Mujahidin,
padahal di luar sana banyak pihak sedang melakukan aneka kegiatan yang
berpotensi menghancurkan NKRI, maka jawab lah pertanyaan ini:
Benarkah intelijen sebagai alat negara, atau cuma memperalat negara
guna kepentingan politik rezim yang berkuasa? Atau, untuk memuaskan
negara asing seperti AS dan sekutunya, sehingga pemerintah bisa
mendapat kucuran dana pinjaman (hutang) yang akan membebani generasi
mendatang? Jika hanya itu, *masya Allah*, betapa nista dan tidak
berdayanya akal sehat sebagian aparat di negeri ini.
Setiap ada peristiwa teror bom, perintah eksekutif negara dengan serta-
merta mengarah pada kalangan intelijen. Entah itu intelijen polisi, militer,
maupun intelijen sipil seperti BIN.
Kasus terakhir di Tentena (28/5) amat sangat menjengkelkan dari sudut
padang kemanusiaan maupun ketentraman sosial masyarakat yang
tertimpa teror. Lebih luas, hal itu juga menimbulkan simpati nasional
dimana rakyat negara kita secara umum ikut "merasa" menderita sebab
ancaman bom itu bisa terjadi lagi di mana saja.
Lalu apa yang sudah dan sedang dikerjakan kalangan intelijen? mengapa
seperti tidak ada henti-hentinya?
Bandingkan misalnya dengan masa pemerintahan represif Orde Baru,
peristiwa bom paling terkenal mungkin kasus bom BCA dan Borobudur
ditambah pembajakan pesawat yang terkenal dengan peristiwa Woyla.
Tidak pernah ada atau tidak pernah diberitakan kasus teror bom yang
banyak mengambil nyawa orang sipil yang tidak bersalah dan tidak
berkepentingan. Tapi di era reformasi ini entah berapa total nyawa yang
direnggut oleh aksi keji ini .
Jawabnya sangat singkat, intelijen saya pastikan tidak bekerja optimal.
Prinsip kerja 7 hari 24 jam sudah berubah menjadi kemalasan. Semangat
patriotisme dan pengorbanan digerogoti oleh keengganan. Etos disiplin
telah tergelincir menjadi kecerobohan dalam operasi. Harga diri yang
berangkat dari profesionalisme dan pengabdian telah terbakar oleh
penghinaan publik yang bertubi-tubi. Landasan kerja yang pada era Orde
Baru dijamin oleh UU Subversi dan dukungan politik telah diberangus
oleh ketamakan konsep individualistik atas nama hak asasi manusia.
Praktis Intelijen negara kita sudah dimandulkan oleh ibu kandungnya
sendiri yaitu negara dan rakyat negara kita. Lantas, berapa harga yang
harus dibayar.... yah kira-kira sebesar bom demi bom yang akan terus
membayangi setiap penjuru tanah air negara kita.
Mungkin akan ada pihak yang menuduh balik, intelijen khususnya intelijen
militer yang jelas punya akses terbaik soal bom menjadi genit dan
berupaya menarik perhatian publik dengan mendalangi sejumlah kasus
bom itu. Jawabnya yaitu pertanyaan singkat atas inisiatif dan perintah
siapa? apakah petinggi intelijen atau petinggi militer atau mantan
pembina paramiliter? Saya yakini bukan semua itu, sebab fakta bicara
bahwa periode represif Orba yaitu masa subur puluhan atau bahkan
ratusan gerakan bawah tanah anti pemerintah, sedangkan era reformasi
yaitu masa subur mempraktekan berbagai metode perlawanan. Hal ini
hanya sebab intelijen sudah dilumpuhkan secara sistemeninggal s oleh ibu
kandungnya sendiri.
Terjadinya penurunan drastis dari moral anggota intelijen berdasarkan
pengamatan dari dalam maupun dari luar telah terjadi sejak tahun 1990-
an. Diawali dengan pembusukan organisasi melalui hilangnya prinsip
koreksi diri dan loyalitas pada "tokoh" yang memimpin intelijen, sampai
terbentuknya klik nepotisme yang menggurita. Anggota intelijen,
khususnya mereka yang benar-benar profesional melalui pendidikan dan
pelatihan di dalam negeri maupun di luar negeri (Amerika Serikat,
Inggris, Perancis, Israel, dll) dan telah berprestasi dalam berbagai
operasi dengan induk organisasi BIA/BAIS dan BAKIN/BIN menjadi
sangat frustasi dengan pembelengguan individu profesional ke dalam
busuknya politisasi badan intelijen oleh penguasa.
Ketika penguasa mengalami gunjang-ganjing reformasi, tidak ada satupun
pemimpin nasional yang menganggap penting intelijen. Tidak ada yang
berani mengungkapkan kerusakan permanen yang terjadi dalam
mekanisme kerja maupun organisasi intelijen. Seorang Gus Dur bahkan
pernah berniat melikuidasi salah satu badan intelijen. Mungkin semua
elemen civil society yang salah satunya bisa dipresentasikan dengan LSM
membenci intelijen.
Kembali pada esensi pembahasan tulisan ini, saya hanya mengingatkan
salah satu aspek yang menyebabkan lemahnya mekanisme pengamanan
nasional, khususnya dari sisi peringatan dini dan pencegahan yaitu pada
terabaikannya organisasi yang sangat vital dalam menjaga dan menjamin
ketentraman dan keselamatan rakyat, bangsa dan negara negara kita, yaitu
intelijen.
Serangan Teror di London
Dunia kembali diguncang dengan aksi teror bom di London 7 Juli 2005.
Tiga lokasi Subway dan sebuah double-decker, di bom dalam waktu yang
simultan. Apa artinya?
Kepolisian dan surat kabar Inggris serta merta menyimpulkan bom
ini sebagai serangan terencana yang hanya bisa dibisa dilakukan
oleh kelompok teroris.
Pertanyaan berikutnya yaitu kelompok teroris yang mana?
Ada klaim dari beberapa organisasi radikal yang membawa-bawa agama
tertentu, tapi sejauh mana kebenaran klaim ini ? Ada juga tuduhan
kepada Al-Qaida yang hampir selalu dimunculkan sebagai kelompok
teroris internasional yang berada di belakang setiap aksi teror setelah
9/11. namun yang sesungguhnya, belum ada indikasi atau keterangan awal
yang bisa memastikan kelompok pelaku teror bom ini .
Bila dianalisa dari sudut pandang strategis, bom London hanya akan
mengabadikan "global war on teror" yang dihembuskan oleh Amerika
Serikat pasca tragedi 9/11. sebab aksi teror yang berkesinambungan di
seluruh dunia ini telah menjustifikasi pentingnya memerangi
kelompok teroris di seluruh dunia. sebab sifat perang melawan teroris
yang sangat berbeda dengan perang konvensional, ada kecenderungan
untuk menciptakan sebuah citra musuh bersama ke dalam sosok Al-Qaida
secara khusus atau Islam radikal secara umum, sedikit demi sedikit
probabilita kelompok teror komunis (kiri) dan pro-kemerdekaan seperti
IRA tergeser. Kecenderungan ini berupaya menghapus
kemungkinan munculnya analisa bahwa pelaku teror itu mungkin saja
kelompok yang diuntungkan dari situasi kacau yang diakibatkan oleh
kepanikan dan kemarahan masyarakat.
Kelompok yang diuntungkan dari aksi teror bom yaitu industri alat
keamanan (security industries) yang memproduksi berbagai alat
pemantau keamanan, alat deteksi, perlengkapan senjata ringan, dst.
Kelesuan industri alat keamanan sangat terasa pasca Perang Dingin,
sebab peranan intelijen dan kontra intelijen menurun drastis dengan
hilangnya persaingan antara blok barat dan blok timur. Penggunaan
intelijen devices oleh dunia intelijen juga menurun tajam, riset dan
pengembangan industri intelijen devices juga mengalami kelesuan. Selain
itu, intelijen-pun seperti jadi pengangguran terselubung.
Bisa jadi pelaku di lapangan yaitu mereka yang fanatik dan membabi
buta tunduk pada idealisme aksi teror demi tujuan "mulia" atau yang
dianggap "mulia". Tapi pemicu terjadinya aksi bom bisa jadi didorong oleh
kelompok kepentingan tertentu yang jelas sangat ahli dan menguasai
dunia "bawah tanah" yang paham betul dengan kerawanan masyarakat dan
kerawanan ruang-ruang publik.
Saya tidak bisa menunjukkan jari ke arah siapa kelompok kepentingan
yang dimaksud, namun bisa direnungkan bahwa ada bagian sejarah umat
manusia yang dibangun diatas berita dan cerita kebohongan belaka.
Termasuk di dalamnya cerita tentang kelompok teroris internasional.
Aliran Dana Teroris di negara kita
Nah ini dia yang ditunggu-tunggu, sinyalemen intelijen yang "mungkin"
lumayan menarik untuk dibahas dan bisa menjadi acuan kemana intelijen
negara seharusnya difokuskan. Meskipun saya sendiri tidak merasa yakin
dengan info dik wawan, tapi saya bisa mencium sumber informasi dik
wawan mungkin dari counter-part yang "bisa dipercaya". Lain halnya
dengan info mantan KaBIN yang sebenarnya sudah pernah melalui masa-
masa penyelidikan di masa beliau memimpin BIN, namun mengalami
banyak sekali kendala dalam soal pembuktian akhir. Meski telah ada apa
yang namanya PPATK, saya yakin sistem transfer melalui kurir, atau model
tradisional lainnya tidak akan pernah terlacak oleh mereka. Bahkan pola
yang tercatat melalui sistem transfer bank-pun tidak akan terlacak bila
polanya sangat wajar. Jadi PPATK perlu sekali mempelajari pola-pola
kriminal keuangan baik dalam skala kecil maupun besar, dalam hal ini
mungkin intelijen bisa berbagi pengalaman.
MIOL Selasa, 15 November 2005
Aliran Dana dari Diplomat
JAKARTA (Media): Pengamat intelijen Wawan H Purwanto
mengungkapkan seorang diplomat asing menjadi penghubung dan berperan
mengalirkan dana untuk kegiatan teroris kelompok Azahari dan Noordin
M Top di negara kita.
Aliran dana juga disalurkan melalui seorang kurir asal Malaysia dengan
inisial Suf. Dana berasal dari sumbangan simpatisan yang sepaham dengan
Noordin M Top dan Azahari di Malaysia.
"Diplomat itu punya kekebalan internasional sehingga leluasa menyalurkan
dana kepada kelompok teroris. Dia memberikan uang dengan tujuan
membuat keruh," ujar Wawan kepada Media di Jakarta, kemarin.
Indikasi ini sudah ia beri tahukan kepada DPR dan pemerintah supaya
diselidiki lebih jauh. "Kalau bisa diperbaiki, ya diperbaiki sebab
menyangkut hubungan diplomeninggal k," tambahnya.
Mengenai kegiatan kurir Suf, menurut Wawan, justru ia dapatkan dari
Polisi Diraja Malaysia. Awalnya kurir Suf menyalurkan dana ke negara kita
melalui bank. Namun, setelah mulai terlacak, Suf mengubah modus.
Suf lalu melakukan transfer tunai melalui perorangan dengan
sistem cut out. Orang hanya dipakai sekali dan langsung dilepas atau
diputus hubungan setelah melaksanakan tugas.
Menurutnya, pada 2002-2003 ada bank di dalam negeri yang pernah
dilewati aliran dana ini . Ia tidak berani menyebut secara spesifik
bank itu. Namun, ia memastikan bank itu merupakan bank asing yang ada
di negara kita. Sedangkan di Malaysia, Wawan menengarai merupakan bank
pemerintah setempat.
"Saya tidak berani menyebutkan secara spesifik, tapi yang jelas itu bank
asing yang ada di negara kita. Untuk di Malaysia, selama ini yang saya tahu
bank pemerintah yang ada di Malaysia," ucapnya. Lembaga donor
Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal (Purn)
Hendropriyono mengungkapkan pola pendanaan para teroris umumnya
berasal dari lembaga-lembaga charity (donasi) yang penggunaannya
disimpangkan melalui iuran anggota dan simpatisan, serta kelompok
tertentu seperti Al-Qaeda.
"Yang kami duga ada iuran anggota. Juga dana yang mengucur dari
sejumlah yayasan untuk kegiatan sosial yang dipakai mendanai kegiatan
terorisme," paparnya kepada Media di Jakarta, kemarin.
Namun, Hendro mengakui belum bisa secara tepat menyebut sumber
pendanaan utama kelompok teroris Azahari. Yang pernah terungkap,
lanjutnya, lalu lintas uang menggunakan jasa kurir sebelum sampai kepada
pihak yang akan melancarkan aksi teroris. "Misalnya yang pernah
diungkap ada dana lewat kurir yang sampai ke Hambali," katanya.
Meski begitu, Hendro mengingatkan, dalam setiap peristiwa terorisme
pola pendanaan yang dipakai bisa berbeda-beda. "Tapi biasanya kalau
pelakunya sama, pola pendanaannya tidak jauh berbeda," kata dia.
Sedangkan pengamat politik Hermawan Sulistyo mengatakan pemerintah
tidak perlu membentuk lembaga baru untuk mengawasi aliran dana sebab
sudah ada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Penyidikan yang dilakukan PPATK, kata dia, akan mempersulit masuknya
aliran dana. Misalnya, pendanaan bom Bali I diketahui dari rekening yang
digunakan. "Jadi, PPATK bisa melakukan pemotongan aliran dana, tapi
dengan permintaan dari polisi dan kejaksaan," kata Hermawan kepada
Media di Jakarta, kemarin.
Seharusnya info saluran dana dari diplomat asing dan model donasi dari
lembaga-lembaga tertentu kepada kelompok teroris segera diselidiki dan
dihancurkan jaringnya. Dari sinyalemen yang dikeluarkan seorang
pengamat intelijen yang juga pengajar di Institut Intelijen Negara dan
sinyalemen dari mantan KaBIN tampak jelas bahwa kekuatan utama BIN
berada di bidang kontra-intelijen di dalam negeri dan spionase aktif di
luar negeri. Bila kita baca buku Ken Conboy tentang Intel Inside terlihat
bahwa kekuatan operasi intelijen negara terletak pada unit pelaksana
kontra-intelijen. Sementara itu jaring nasional intelijen negara tidak
jauh beda kemampuannya dengan intelijen strategis (BAIS) bahkan
seringkali saling bekerjasama. Dengan adanya dominasi Polisi dalam
hampir seluruh aspek keamanan dalam negeri, maka seyogyanya jaring yang
sudah ada dari intelijen negara dan intelijen strategis bisa bekerjasama
juga dengan polisi, dan mungkin membiarkan polisi menjadi bintang dan
pahlawan, toh intelijen tidak pernah memimpikan popularitas dan
penghargaan publik. Hanya saja publik perlu menunjukkan rasa hormat
dan terima kasih walaupun pekerjaan intelijen tidak tampak. Jadi
mungkin ada benarnya bila intelijen negara berkonsentrasi dalam
pengumpulan informasi yang bersifat ATHG dari dalam dan luar negeri
dengan fokus tentunya kontra-intelijen dan intelijen aktif di luar negeri.
Hanya dengan pemantapan format ini, maka intelijen negara bisa mengisi
ruang yang telah menjadi spesialisasinya sejak didirikan. lalu ruang
operasi keamanan intelijen dalam negeri bisa sepenuhnya berada ditangan
intelijen polisi. Hanya saja perlu dibuat peraturan yang jelas tentang
wewenang intelijen negara untuk meminta polisi melakukan operasi sesuai
dengan tujuan penegakkan hukum dan keamanan dalam negeri. Bisa jadi
intelijen negara dalam upaya membongkar kejahatan di dalam negeri
seperti kasus terorisme senantiasa berada di garis depan informasi dan
senantiasa mendukung operasi polisi, tanpa perlu memiliki wewenang
khusus dalam tubuh intelijen negara, seperti menahan dan mengorek
informasi. namun yang sangat dikhawatirkan yaitu munculnya egoisme
korps, khususnya Polisi yang merasa bisa mengatasi segala persoalan
keamanan dalam negeri tanpa bantuan siapapun. Pada gilirannya, kita juga
harus mewaspadai meluasnya wewenang polisi yang bisa jadi semakin
berada diluar kendali sebab tidak ada lembaga lain yang menjadi mitra
operasi sekaligus faktor pengendali terjadinya penyimpangan.
Pesan dari Teroris negara kita
Rekaman berdurasi sekitar 15 menit tentang pengakuan para pelaku bom
Bali II dan seorang tokoh misterius bertopeng yang disiarkan oleh
sejumlah TV negara kita dan telah disiarkan di mancanegara pada minggu
ini cukup mencengangkan dan menarik untuk disimak.
Apa yang bisa kita cermeninggal dari ditemukannya video ini ?
1. Pesan itu memang sengaja dibuat untuk ditemukan dan
disebarluaskan ke masyarakat luas secara umum, namun sasaran
khususnya yaitu pemintaan "tolong" atau dukungan dari organisasi
teroris internasional, bahwa kedudukan atau posisi kelompok teroris
nusantara sudah terjepit. Hal ini bisa saya pastikan sebab ada
reaksi dari beberapa kelompok di luar negeri yang justru merasa
simpati dengan kondisi yang dialami oleh organisasi teroris negara kita,
hal ini merupakan kebalikan dari reaksi negatif dari mayoritas umat
Muslim negara kita. Mungkin dalam waktu yang relatif singkat akan ada
kontak antara kelompok teroris lokal dengan kelompok teroris
internasional.
2. Kenyataan bahwa sistem indoktrinasi paham jihad dengan bom bunuh
diri cukup berhasil merekrut anak-anak Muslim negara kita yang mungkin
"terlanjur basah" terjebak dalam lingkungan organisasi teroris,
modusnya hampir sama saja dengan kelompok pengedar obat bius.
Apa yang membedakan yaitu isi doktrinnya dan motivasi yang menjadi
penggerak gerakan teror ini . Bisa juga kita bayangkan posisi
seseorang yang telah dibai'at (disumpah) menjadi anggota korps
pejuang apapun (tentara, martir, jihadist, phalangist, dst).
Membunuh manusia itu merupakan hal yang sulit dan berat untuk
pertama kali, tapi tidaklah terlalu berat untuk yang berikutnya.
Demikian juga proses masuknya sebuah keyakinan tentang apapun,
amatlah sulit untuk meyakini sesuatu untuk saat pertama. Dari
pengamatan saya, hal pertama yang dilakukan seorang pencari bakat
bunuh diri yaitu adanya potensi untuk tidak merasa kehilangan apa-
apa. Pada tahap yang paling awal menjadi wajib bagi calon teroris untuk
putus hubungan dengan siapapun yang bisa mempengaruhi sikap dan
keyakinannya (keluarga, pacar, sahabat, singkatnya orang-orang
tercinta). lalu menjadikan gerakan/harakah atau organisasi
sebagai keluarganya yang merelakannya bahkan memujanya untuk bisa
meninggal "syahid". Saya jadi ingat ketika rekrutmen jihad Afghanistan
diserukan di tanah air negara kita, saya sempat memperoleh akses
untuk ikut berjihad beserta sejumlah dokumen sederhana yang akan
membawa saya ke Pakistan lalu perlahan menyusuri jalan
menuju perang kecil dengan resiko kemeninggal an sejati sebagai syahid.
namun jalan itu tidak saya lanjutkan sebab masih ada hubuddunya,
rasa cinta dunia, sayang keluarga, dan mendambakan ketenangan,
walau hati sempat galau sebab seruan jihad begitu kuat memanggil
dari tangisan sesama Muslim di belahan dunia yang lain. Jadi seburuk
apapun citra yang dilekatkan kepada gerakan teroris yang mengambil
tema jihad Islamiyah, saya hanya ingin mengingatkan bahwa simpati
kepada saudara-saudara kita yang mengambil langkah untuk berjihad
dengan jalan kekerasan (aksi teror) tidaklah akan surut, sebab
keteraniayaan saudara-saudara Muslim di belahan dunia akan menjadi
pemicu lahirnya simpati terhadap gerakan teroris dan antipati
terhadap hegemon dunia yang dipimpin Amerika. Hal ini mungkin
kelihatan klise dan tendensius bagi kebanyakan Muslim negara kita yang
sibuk dengan urusan dunia masing-masing. namun ketika terbuka
pintu ke arah "lain", simpati itu tidaklah pernah surut...hal ini mirip
dengan cita-cita negara Islam dari benak sebagian umat Muslim.
3. Aha.. untuk soal gerakan teroris negara kita, saya kira pendapat
brother Al Chaidar sangat menarik. Sebagai individu unik yang
menguntungkan secara pribadi, Chaidar yang mengaku kenal dengan
sebagian besar tokoh teroris yang paling dicari di negara kita, hal ini
benar-benar unik. Bahkan bisa meragukan (atau membuat ragu)
bahwa tokoh bertopeng yang terekam dalam video yang telah ditayangkan
di mancanegara itu yaitu Wawan alias Noordin M Top. Sebagai
mantan tokoh "pejuang" Negara Islam negara kita (NII) dan tentunya
sangat tahu peta perjuangan NII versi Kartosoewirjo seperti
tertulis dalam bukunya Pemikiran Politik Proklamator Negara Islam
negara kita Kartosoewirjo. Apa yang aneh dalam diri brother Chaidar
yaitu keistimewaannya sebagai "wakil" pemerintah dalam negosiasi
dengan kelompok teroris. Satu-satunya pengakuan Chaidar yang
mencurigakan yaitu bahwa dia melakukan itu untuk mencoba
memahami jalan pikiran dan perasaan mereka (para teroris yang
sebenarnya Chaidar sudah paham betul, benarkan?) Juga begitu
yakinnya bahwa gerakan teroris di negara kita yaitu untuk mengikuti
fatwa Usamah bin Laden untuk berjihad melawan Amerika. Bila saya
balik, maka gerakan teroris di negara kita yaitu untuk menarik
perhatian Usamah bin Laden, seperti apa yang terekam dalam video, yang
saya yakini kini telah diketahui oleh gerakan teroris internasional.
Bahwa teroris negara kita skalanya lokal bisa dilihat dari lemahnya
pembiayaan untuk operasi bom, silahkan cek ke polisi atau tentara yang
punya data tentang perkiraan dana yang diperlukan untuk operasi bom
Bali I ataupun Bom Bali II, sungguh tidaklah terlalu besar. namun
Chaidar benar tentang proses panjang doktrinasi yang tidak berada di
pesantren-pesantren, melainkan ditempat-tempat rahasia (bahkan
banyak yang berada di lokasi perumahan mewah di beberapa kawasan di
Jakarta, benarkan Chaidar?)
4. Baca baik-baik penggalan pernyataan pria bertopeng : "Kami ulangi,
bahwa musuh-musuh kami yaitu Amerika, Australia, Inggris,
Italia. Dan kami sampaikan juga bahwa musuh kami yaitu penolong-
penolong dan pembantu Bush [Presiden Amerika Serikat George
Bush], Blair [Tony Blair, Perdana Menteri Inggris] penguasa kafir
dan penguasa murtad yang menguasai kaum muslimin, yang mengejar
ulama, dan para mujahid. Mereka inilah musuh-musuh kami yang kami
incar dalam serangan kami." Statement ini terlalu mirip
dengan perjuangan Usamah bin Laden, dan saya salut atas kecerdikan
memanfaatkan media video yang seolah-olah tertinggal itu. Mengambil
resiko meluasnya antipati dari mayoritas orang negara kita demi
datangnya bantuan dari dunia luar. Lumayan....
Selamat Jalan DR Azahari
Media negara kita Online (MIOL) pada 12 November 2005 memberitakan
pernyataan Presiden SBY ttg tewasnya DR. Azahari, tokoh yang diduga
otak aksi teror Bom di negara kita. Demikian berita dari MIOL
Presiden : Tewasnya Dr Azahari Pencapaian Besar Perangi Terorisme
JAKARTA--MIOL: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan
tewasnya pemimpin teroris Dr Azahari merupakan pencapaian terbesar
negara kita dalam menangani terorisme.
"Itu merupakan pencapaian terbesar tahun ini bagi kami dalam
memerangi terorisme. Saya berharap anda sekalian malam ini bisa tidur
lebih nyenyak," kata Presiden di depan 100 anggota parlemen Asia yang
menghadiri pembukaan Sidang Umum VIII Forum Parlemen Asia tentang
Populasi dan Pembangunan (AFPPD) di Gedung Pusaka Loka, DPR/MPR,
Sabtu (12/11).
"Sekarang kami masih memburu pimpinan teroris paling berbahaya ke-2
di negara kita yaitu Noordin M Top," katanya. Ketika memberi sambutan,
Yudhoyono menjelaskan Azahari yang warga Malaysia ini
merupakan otak dan pelaku di balik serangkaian pemboman besar di
negara kita seperti di Bom Bali 2002, Hotel JW Marriott 2003, Kedutaan
Australia 2004 dan Pemboman Bali Oktober 2005.
"Kami sudah lama memburu Azahari, ketika kepolisian kami bisa
menyudutkan dia di Malang, Jawa Timur, dia melawan dengan tembakan
dan 11 bahan peledak sebelum akhirnya dia tewas tertembak. Polisi juga
menemukakan beberapa bom lain di lokasi," kata Presiden.
Tak urung berita kemeninggal an DR. Azahari mengundang polemik yang utamanya
diarahkan pada kebenaran apakah DR.Azahari sudah tewas ataukah
belum?
Ketika Kapolisi dengan beraninya melaporkan kemeninggal an DR. Azahari
(berarti sudah melalui proses identifikasi mayat korban secara standard)
kepada presiden dalam rapat kabinet, maka saya memberanikan diri untuk
membenarkan berita ini . Apalagi Presiden sangat senang dan
segera memberikan pernyataan publik tentang kemeninggal an DR. Azahari. Bila
ternyata salah tentu saja taruhannya jabatan Kapolisi .
Sesungguhnya yang perlu dipolemikkan bukan pada benar tidaknya DR
Azahari telah tewas terbunuh, melainkan pada jaminan berhentinya aksi
teror bom di masa mendatang. Misalnya masih ada tokoh kedua Noordin
M Top dan tentunya jaringan kerja kelompok ini masih eksis.
Bagaikan aksi kejar-kejaran antara aparatur keamanan (polisi, intelijen,
dan unsur pendukung anti teror lainnya) dengan jaringan teroris, maka
sesungguhnya posisi kelompok yng dituduhkan sebagai teroris ini
sudah semakin sempit dan tinggal soal waktu kapan menghancurkannya,
bahkan ada kemungkinan untuk "tidak" bisa dihancurkan secara tuntas.
Ada dua sebab mengapa "tidak" hancur secara tuntas:
1. Kelompok yang menjadi sasaran aparat keamanan negara kita
ini segera "bubar" bagaikan tidak pernah ada, dan kembali
menjadi orang-orang biasa. Sampai menunggu waktu lengahnya
pengamanan nasional negara kita (ingat kebiasaan hangat-hangat
tahi ayam orang negara kita).
2. Aparat keamanan yang secara bertahap berada di atas angin
mulai "sombong" dan meremehkan detil bermakna perembesan
organ-organ kelompok teror ke dalam masyarakat secara alamiah
dan wajar. Juga ada kemungkinan untuk mencicil penangkapan
para tokoh teror, sebab hal ini juga akan memelihara perhatian
publik tentang prestasi aparat dan "kekalahan" kelompok teroris
di negara kita.
Meskipun posisi kita selamanya bersebrangan, saya ingin mengucapkan
selamat jalan kepada DR Azahari semoga coretan kecil di barreta mungil
nan indah itu tetap menandai pertemuan singkat kita.
Sekian
Teroris Pilih negara kita????
Oh lagi-lagi saya harus menarik nafas dalam-dalam atas komentar pakar-
pakar intelijen negara kita. Entah apa yang menjadi landasan berpendapat
mereka, saya kurang pasti. Apakah benar-benar ada dasar informasi yang
menjadi acuannya ataukah permainan logika dan kutak-katik analisa
berdasarkan pada duga-duga dan fabrikasi argumentasi yang seolah-olah
ilmiah.
Judul Teroris Pilih negara kita ini berdasarkan pada kutipan berita dari
Media negara kita berikut ini:
Media negara kita, Minggu, 13 November 2005
3 Faktor Teroris Pilih negara kita, Sumber Dana dari Timur Tengah
JAKARTA (Media): Paling tidak terdapat tiga alasan teroris melancarkan
aksi di negara kita. Lemahnya payung hukum, rendahnya tingkat pendidikan
sehingga memudahkan masuknya doktrin yang menyesatkan, serta faktor
kemiskinan.
Demikian rangkuman pendapat dari sejumlah pengamat intelijen yang
diwawancarai Media secara terpisah di Jakarta, kemarin, berkaitan
dengan maraknya aksi terorisme di negara kita beberapa tahun terakhir.
Aksi terorisme berupa pengeboman di beberapa lokasi di negara kita
membawa banyak korban jiwa serta harta benda. Ledakan paling besar
terjadi di Kuta, Bali, pada 12 Oktober 2002 yang menewaskan 2.002
orang.
Berbagai pengeboman itu mencuatkan dua nama yang diburu polisi dan
ditakuti masyarakat. Mereka yaitu ahli bom dan gembong teroris Dr
Azahari serta Noordin M Top. Azahari ditembak polisi dalam suatu
penyergapan di Batu, Jawa Timur, Rabu (9/11) lalu. Kini tokoh teroris
lainnya, Noordin M Top, serta kelompoknya dalam pengejaran polisi.
Pengajar Institut Intelijen Negara Wawan Purwanto mengatakan bila
dibandingkan dengan Malaysia, negara kita sangat potensial dimasuki
teroris. Payung hukum di Malaysia memberikan kewenangan kepada
aparat hukum untuk menangkap seseorang yang dicurigai melakukan aksi
terorisme, sedangkan di negara kita aparat keamanan tidak bisa berbuat
apa-apa sebelum ada barang bukti.
''Jadi, negeri kita ini sangat empuk bagi kegiatan terorisme, terutama
setelah UU Antisubversi dicabut. UU Antiterorisme menjadi tidak
memadai. Aparat keamanan jadi ragu-ragu bertindak,'' kata Wawan.
Di pihak lain, rendahnya tingkat pendidikan masyarakat negara kita
menjadi pintu masuk doktrin dan berbagai ajaran yang menyesatkan.
Selama ini, jelas Wawan, teroris memanfaatkan celah dari benturan
antara Islam modern dan Islam konservatif untuk mencuci otak
masyarakat negara kita.
''Juga soal kemiskinan merupakan celah yang dimanfaatkan dengan
memberikan janji-janji yang cenderung muluk-muluk seperti uang dan
masuk surga,'' jelasnya lagi.
Di tempat terpisah, pengamat intelijen dari Universitas negara kita Andi
Widjajanto mengatakan para teroris lebih memilih negara kita sebagai
bagian implementasi konsep mendirikan khalifah Islam di Asia Tenggara.
''Yang mereka lakukan sekarang yaitu menggerogoti sistem sehingga
ada kelemahan struktural yang signifikan di wilayah sasaran mereka. Dari
sini percikan-percikan revolusi sosial bisa dimunculkan,'' jelasnya.
Sumber dana
Mengenai sumber dana pembiayaan berbagai aksi terorisme ini ,
Andi mengatakan sumbernya dari negara-negara Timur Tengah, terutama
Libia dan Suriah. Saat ini ada dugaan dana itu langsung berasal dari
Afghanistan melalui penjualan senjata gelap. Sedangkan dari dalam
negeri, kalaupun ada, itu merupakan bagian dari distribusi dana yang ada
di Afghanistan.
''Aliran dananya bermacam-macam. Bisa berupa penyelundupan senjata.
Bantuan berupa uang tunai bisa melalui transfer bank, namun wujudnya
terutama dari hasil penyelundupan senjata dan juga obat bius," kata Andi
lagi.
Namun, Wawan mengisyaratkan ada oknum dalam negeri yang memiliki
impunitas yang menyuplai dana ini kepada teroris.
Mantan perwira intelijen tentara Angkatan Laut Djuanda mengatakan
kemungkinan adanya konspirasi negara tetangga dengan para teroris.
Alasannya, dalam teori strategi peperangan dikenal prinsip bahwa musuh
utama dari sebuah negara yaitu negara tetangga terdekat.
Sedangkan mengenai penyokong dana, Djuanda mengatakan sumber dana
bukan dari kalangan Islam radikal, melainkan musuh-musuh Islam yang
sengaja ingin menghancurkan Islam.
Indikasinya, jelas Djuanda, Al-Qaeda. Di masa lalu Al-Qaeda dibina
Badan Intelijen Amerika (CIA), tapi sekarang justru dicari dan menjadi
musuh utama negara adidaya itu. ''Jadi, perang terorisme di negara kita
sekarang ini merupakan satu bagian dari perang besar, yaitu perang
ekonomi dan perdagangan,'' jelas Djuanda lagi. Menurut pengamat militer
AC Manulang, negara kita dijadikan sasaran teroris disebabkan negara kita
memiliki jumlah penduduk muslim terbesar di dunia.
"Ini sebenarnya strategi global Amerika. Yakni, kolonialisasi dan
kapitalisasi. Umat Islam negara kita diperkirakan menjadi penghambat luar
biasa bagi keberlangsungan kepentingan Amerika di negara kita, " kata
Manulang. Tegasnya, sambung Manulang, Amerika menginginkan citra
Islam negara kita buruk di mata internasional. Caranya dengan menjadikan
Islam sebagai aksi-aksi di belakang terorisme. Dengan banyaknya teror
di negara kita, semakin lama kian terbentuk opini bahwa Islam identik
dengan teroris. "Terorisme itu musuh dunia. Jika negara kita tidak bisa
meredam radikalisasi, ini berarti negara kita negara teroris," tambahnya.
Selain itu, Amerika ingin mengecek apakah ada kenyamanan dan keamanan
bagi warga negara dan kepentingan AS di negeri ini. "Yang ditakutkan AS
dari negara kita yaitu meluasnya upaya politikus agama, yang
menggunakan Islam sebagai kuda troya politik. Untuk menghambat itu
Amerika tidak memberi kesempatan bagi berkembangnya politik atas
nama agama di negeri ini. Amerika tidak ingin orang yang membawa-bawa
Islam di negeri ini berkuasa," jelasnya. Berkaitan dengan dana, Manulang
menduga berasal dari orang-orang di berbagai belahan dunia, khususnya
Amerika. Artinya, orang yang memiliki modal untuk berinvestasi di
negara kita. "Di Irak, misalnya, aroma perebutan pengelolaan minyak
menjadi bukti adanya keterlibatan orang kaya," jelas Manulang.
Di sisi lain, menurutnya, sumber dana terorisme muncul dari kelompok
orang kaya di berbagai negara yang menjadikan agama sebagai ideologi
dan ideologi dijadikan agama.
1. Saudara Wawan, sebagai salah seorang the rising star komunitas
intelijen tampak terlalu formal dan tidak menyentuh esensi
persoalan yang sesungguhnya. Soal payung hukum memang ada
benarnya tapi bukan ini esensi persoalannya, Polisi selama ini
cukup berhasil "melumpuhkan" gerakan kelompok-kelompok
teroris (dengan dukungan dunia intelijen tentunya). namun
tampak ada keinginan dari kalangan intelijen, khususnya yang
berbasis militer untuk turut aksi memerangi teroris, sehingga
desakan payung hukum masih saja bergaung. Saya kira
sebenarnya payung hukum yang melindungi setiap operasi Polisi
jelas menunjukkan keberhasilan Polisi, namun jadi
menomorduakan kalangan intelijen. Saya menduga ada
keengganan dari kalangan intelijen non Polisi untuk berbagi dan
membiarkan Polisi untuk menjadi pahlawan di mata masyarakat.
Sungguh hampir keseluruhan jaring teroris atas dasar
separatisme, sentimen agama maupun ideologi sudah terpetakan
di kalangan intelijen non polisi. Mantan Kapolisi Da'i Bachtiar
saya kira cukup sportif dengan pernah mengakui bahwa polisi
disupplai informasi oleh komunitas intelijen non polisi, namun
memang sayang intelijen selalu menjadi kambing hitam setiap
kali kecolongan. lalu soal pendidikan, lagi-lagi soal klise yang
diajukan saya kira ini terlalu dipermukaan tidak menjelaskan
apa-apa. Bandingkan misalnya dengan negara-negara miskin di
Afrika yang tingkat pendidikannya dibawah negara kita, mengapa
tidak menjadi front perang melawan terorisme??? Faktor
kemiskinan juga berbicara sama dengan alasan klise soal
pendidikan, siapa bilang hanya orang miskin dan berpendidikan
rendah yang tertarik dengan gerakan terorisme??? Sama dengan
orang-orang yang tertarik dengan dunia intelijen yang harus melewati
syarat tingkat intelligence minimum, maka orang yang tertarik dan
simpati serta mampu bergabung dengan gerakan terorisme juga
demikian. Saya mendukung argumentasi motivasi uang dan
petualangan dan ketersesatan dalam menterjemahkan meninggal demi
Tuhan. Sungguh saudara wawan atau lebih tepat dik wawan perlu
memperbaiki argumentasi sebab anda telah dipersiapkan untuk
bisa go public dan "direstui" tentunya. Atau mungkin dik wawan
hanya mengeluarkan pernyataan yang telah diresmikan sebagai
pandangan yang mudah dicerna publik dan tidak mengundang
polemik, sebab apa yang disampaikan bukanlah suatu hal yang baru
bagi publik (setiap orang yang tidak buta huruf dan buta berita
tentunya tahu). Terakhir, sedikit soal benturan antara Islam
modern (yang mana ya? yang liberal? yang anti tahayul bid'ah kurofat?
yang pembaharu?) dan Islam konservatif (yang tradisionalkah? atau
yang beraliran politik jihadkah? atau yang wahabiahkah?) yaitu
tidak jelas, dan saya kira bukan itu semua. Apa yang terjadi yaitu
seleksi secara efektif yang dilakukan oleh tim pencari bakat
teroris (mereka juga melakukan spotting) dan masuk ke semua
aliran yang ada, hal ini bisa dibandingkan dengan pola rekrutmen
jihad Afghanistan misalnya. Ma'af buat saudara wawan bila anda
membaca tulisan ini, mohon untuk direnungkan kembali baik-baik.
Bila saya keliru silahkan dikoreksi.
2. Buat Saudara Andi Widjajanto, saya memaklumi bila anda terlalu
banyak membaca tulisan "akademis" tentang Intelijen yang
dirancang oleh kelompok RAND atau setidaknya dipengaruhi oleh
orang-orang yang pernah atau punya kontak dengan RAND.
Janganlah terlalu terpengaruh oleh orang-orang seperti Angel
Rabasa atau John Haseman meskipun tulisan mereka sangat
meyakinkan, atau bahkan seorang spesialis seperti Zachary
Abuza (Simmons College in Boston), dan sejumlah penulis yang
"produktif" lainnya. Meski saya juga menghornati karya-karya
ilmiah mereka, namun coba lebih teliti kembali argumentasi dan
sumber rujukan tulisan mereka, saya kira saudara Andi akan
cepat menangkap maksud saya. Saya yakin setelah saudara Andi
lebih cermat dalam memahami peta studi terorisme maka
argumentasi mengapa ada kelompok teroris yang memilih negara kita
yaitu sebagai bagian implementasi konsep mendirikan khalifah
Islam di Asia Tenggara akan segera terpatahkan. Ada cerita yang
jauh lebih besar dari sekedar cita-cita "semu" khalifah Islam
Asia Tenggara. Argumentasi anda bahwa kelompok teroris
berusaha menggerogoti sistem melalui aksi teror jelas tidak
38
sesuai baik secara teori maupun prakteknya, sebab tidak
realistis bagi para pelaku teror sekalipun (saya bisa jelaskan
lebih lanjut bila ada yang tertarik). lalu soal dana, jangan
mengacu pada dugaan "resmi" pemerintah negara kita tentang
sumber dana dari Libia, Suriah atau bahkan Afghanistan, hal ini
dulu pada masa Presiden Megawati pernah dilontarkan sebagai
upaya diplomeninggal s untuk menekan negara-negara ini agar
membuka akses kerja sama memerangi aksi teror. Tidak
sungguh-sungguh sebab ada aliran dana yang besar dari sana,
apalagi hasil penjualan senjata dan obat bius, cobalah untuk
tidak berimajinasi, masa saudara Andi yang sedang terbuka luas
bisa terancam oleh kredibilitas argumentasi yang lemah semacam
itu. Betapa-pun saudara Andi berhasil mengakses sumber-
sumber terbatas di kalangan Intelijen, pendapat-pendapat
semacam itu sangatlah sumir dan tidak meyakinkan komunitas
intelijen internasional yang sesungguhnya. Perhatikan pendapat
saudara wawan soal oknum dalam negeri yang memiliki impunitas
(saya lebih setuju dengan istilah untouchable) yang menyuplai dana
ke kalangan teroris.
3. Ah kawan lama Djuanda mengapa anda menyampaikan teori
negara tetangga tanpa langsung saja menyebut Singapura dan
dukungan Mossad-nya, sepertinya masih ingin membiarkan publik
berpikir seperti biasa. Teori konspirasi internasional
penghancuran citra Islam memang sangat menarik, akan lebih
menarik bila disampaikan juga teori the puppet master. Kalangan
intelijen analis sudah banyak yang mengajukan "kemungkinan"
39
tentang adanya DALANG besar dibalik dalang-dalang kecil yang
menjadi operator teroris di seluruh dunia, lucunya atau ironisnya
sang dalang kecil tidak sadar atau tidak mau mempercayainya.
Saya sangat senang dengan argumentasi perang ekonomi dan
perdagangan, tapi bagaimana menjawab pertanyaan the rising
power of China. Kekuatan potensial terbesar yang bisa mengganggu
kapitalisme global dibawah asuhan Amerika hanya China.
Meskipun China juga menjadi pendukung "kapitalisme" yang mereka
coba definisikan kembali, namun tantangan dari China jauh lebih
besar ketimbang dunia Islam. Menurut saya isu melawan
terorisme internasional hanya pengalihan sementara terhadap
politik engagement dan containment China. Juga melalui isu
terorisme, hubungan pemerintah negara kita pasca reformasi dan
Amerika beserta sekutunya membaik.
4. Ah si abang Manullang tak hentinya menghembuskan strategi
global Amerika tapi sayang mengapa alasannya saya rasakan
tidak terlalu kuat. Meski abang cukup lama bergelut dalam
litbang intelijen, tapi abang sangat jarang mengalami realita
lapangan intelijen. Akibatnya banyak analisa abang yang terlalu
bombastis meski ada juga dukungan faktanya. Sekali lagi saya
sampaikan, ini bukan soal potensi hambatan dari umat Islam
negara kita namun lebih pada upaya menggiring umat Islam
negara kita, khususnya pemerintah negara kita untuk "terpaksa"
mendukung Amerika dalam memerangi "kejahatan" aksi teror.
Argumentasi bahwa citra Islam menjadi buruk seharusnya lebih
diperjelas dalam rangka membentuk opini publik domestik
40
Amerika yang mayoritas tdk terlalu paham juga opini internasional
tentang definisi ANCAMAN dari kelompok teroris. Saya kira
propaganda dan definisi ancaman teror itu sudah cukup jelas
dengan sejumlah aksi bom di beberapa kota di dunia, juga
termasuk yang di negara kita. Lihat aksi bom terakhir yang terjadi di
Amman Yordania, saya kira akan masih akan ada serial
lanjutannya di kawasan Timur Tengah. Polemik apakah Al Qaeda
benar-benar berada dibelakang setiap aksi kelihatan semakin
mengkerucut ke arah "persetujuan" bahwa itulah kebenaran.
Sedikit soal politik Islam, abang sudah lupa dengan sejarah
bahwa kekuatan politik Islam tidak pernah mencapai angka
dominan dalam pemilu 1955 maupun pasca reformasi, yang
terbesar di kalangan Islam negara kita yaitu tidak pernah
benar-benar menginginkan negara Islam. Pendapat-pendapat lain
dari abang terlalu kecil untuk dikomentari sebab saya lihat agak
tergesa-gesa.
Sekian kegelisahan saya dalam mencermeninggal para pakar Intelijen
negara kita.
Posted by Senopati Wirang /Sunday, November 13, 2005
41
Why Sidney Jones had been banned to enter
negara kita?
Source from Jakarta (Reuters) - On Monday 27th November, negara kitan
government said that an American expert on terrorism and Islamic
militancy in the region had been banned from returning because her
public comments made her a security threat.
-------------
Who is that American expert, yes Sidney Jones. The question now is
why?
According to Justice Minister Hamid Awaluddin, the decision to stop
Sidney Jones, negara kita director of the Brussels-based International
Crisis Group (ICG), from entering negara kita had been based from
intelligence and police informeninggal on. Why would negara kitan Intelligence
and Police suggest negara kitan government to prevent Sidney Jones from
entering negara kita?
For our security? Is it really for our security? For our security in
relation to the stability of our life in the form of public opinion? I still
do not understand. Neither Sidney Jones nor I can find any of her
public comment that can be considered as a security threat. If we read
ICG reports made by Sidney Jones, it is like reading a romantic novel. I
personally can not fully believe because I have different convincing
source compare to her reports. Maybe negara kita talking about image in
international fora, that terrorism which closely linked to radical Islamic
42
movement is a bad image and makes some parts of negara kitan community
get angry, possibly.
Maybe she had done something wrong, I am not sure about this. If this
is about a misconduct or misperception of her, I am sure this is a small
problem, and Intelligence will never account that as a security threat.
Furthermore, it will be easier to ask directly for clarification. This is
not about her freedom of expression that made publicly are considered
a threat to security. This is about something even more complex and
unbelievable true.
For example, when Jones was expelled in June 2004 under a different
administration after a series of hard-hitting reports on terrorism in
negara kita, a US high rank official ask negara kita to ban her, without
clear reason. In July this year, she was allowed back to live in negara kita,
because negara kita thinks she is a good analyst and not always criticize
the way negara kita fight terrorist group. negara kita was also not so
comfortable with The ICG condemnation on the latest expulsion.
What I believe is that Sidney Jones should seek the reason within the
US homeland security policy, and ask the C.I.A. I am 100% sure that she
will easily understand and stop asking the reason why.
Posted by Senopati Wirang /Tuesday, November 29, 2005
43
Sekali lagi soal Sidney Jones
Baru-baru ini tepatnya tanggal 7 Desember kemarin, saya dengar Sidney
Jones mengungkapkan masih ada ratusan orang negara kita terlibat
terorisme. Mengapa ada pernyataan demikian?
Sebagai bagian penting dari sebuah proses linkage antara propaganda dan
fakta yang berkesinambungan, perlu dipelihara sebuah situasi yang
mengandung ATHG. Orde Baru pernah mempopulerkan dan memelihara
konsep bahaya laten komunis untuk menjustifikasi sistem pemerintahan
yang represif. Lalu mengapa ada upaya untuk memelihara citra terorisme
negara kita pasca kemeninggal an Dr. Azahari. Salah satunya yaitu sebab
kekhawatiran habisnya atau hilangnya citra terorisme negara kita bila
penangkapan atau kemeninggal an Noordin M Top segera terjadi. Lebih jauh,
hal ini juga untuk memelihara perang melawan teror di seluruh dunia, dan
kasus negara kita merupakan salah satu kunci penting di kawasan Asia
Tenggara.
Pernyataan Jones bukanlah fitnah atau tuduhan kosong belaka. namun
persoalannya ada pada perbedaan cara melihat persoalan teroris antara
aparat keamanan negara kita dan Jones. Bagi aparat keamanan, penanganan
teroris bukan cuma soal buru sergap atau tembak ditempat, namun lebih
jauh lagi untuk memelihara keamanan dan ketertiban di masa sekarang
dan masa mendatang. Penanganan terorisme bukanlah untuk
membangkitkan sikap bermusuhan kelompok teroris kepada pemerintah,
sebab pemerintah dibentuk juga untuk kenyamanan hidup rakyatnya.
Disamping upaya penangkapan aktor utama terorisme, diupayakan sebuah
44
proses penyadaran masyarakat dari bahaya hasutan kelompok yang
senang menggunakan jalan kekerasan dan intimidasi. Hanya mereka yang
keras kepala dan tidak bisa direhabilitasi sajalah penanganan yang keras
berupa tembak ditempat dilakukan, namun bagi mereka yang tersesat
jalan dan lalu sadar, masih ada jalan untuk memperbaiki diri,
mengapa? sebab mayoritas dari 100an orang yang disebut Jones yaitu
mereka yang terkena hasutan dan terhipnotis oleh konsep yang
sebenarnya ditolak oleh mayoritas umat Islam negara kita.
Ada kekhawatiran perang melawan teror di negara kita segera selesai dan
sebagian besar anggota kelompok teror segera membubarkan diri dan
sadar. Sehingga perang melawan teror di negara kita tidak akan lebih dari
upaya penangkapan orang-orang kriminal seperti pembunuh, pemerkosa
dan aktor kejahatan lainnya. Kejahatan teror akan semakin mengendur
seiring dengan terbunuhnya para pentolan pimpinan kelompok teror
ini . Inilah kekhawatiran Jones.
Pernyataan Jones jelas menyulut sikap anti Amerika, anti CIA di satu sisi
dan memperkuat solidaritas kelompok teroris di sisi lain. Di dalam
kelompok teroris ini akan tercipta hubungan psikologis yang
semakin kuat sebab sudah terlanjur dituduh Jones sebagai musuh
rakyat negara kita. Kristalisasi kelompok teroris dalam jumlah ratusan itu
sangat berbahaya, sebab sebenarnya dari yang ratusan itu saya yakin
75% sudah goyah keyakinannya pasca kemeninggal an Dr. Azahari dan tayangan
video pemuda yang lalu meninggal akibat aksi bom bunuh diri. Kesadaran
demi kesadaran dari dalam kelompok teroris dengan sendirinya akan
45
menghilangkan keyakinan tentang aksi teror terhadap sesama warga
negara kita. namun Jones mengeluarkan pernyataan yang sebenarnya bisa
dikatakan fakta yang tidak perlu disampaikan ke publik. Hal ini hanya
menciptakan pemeliharaan konsep tentang bahaya kelompok teroris di
dalam benak rakyat negara kita + pemeliharaan solidaritas kelompok
teroris itu sendiri.
Perhatikan pernyataan Jones bahwa penangkapan Noordin M Top tidak
akan menghilangkan persoalan. lalu apa yang akan menghilangkan
persoalan?
Apakah sudah ada lagi "aktor besar teroris" yang bisa dicitrakan sebagai
ancaman bagi rakyat negara kita.
Saya kira sikap anti teroris dengan menyudutkan dari sisi keradikalan
gerakan Islam yaitu salah satu persoalan penting yang harus segera
dihilangkan. sebab sudah menjadi watak bangsa negara kita, pihak yang
dipojokkan terus-terusan justru membangkitkan simpati baru. Sikap
aparat keamanan negara kita yang fokus pada prinsip "tebang pilih" atau
hanya memburu aktor teror yang sungguh-sungguh berbahaya sudah
sangat tepat. Tidak perlu ada pengambilan sidik jari, toh hal ini bisa
dijadikan program nasional nantinya dalam bentuk sistem jaminan sosial
dan keamanan (atau yang sejenisnya), dan bukan untuk mengawasi orang-
orang yang dicurigai.
Simpati baru dari propaganda yang memojokkan kelompok teroris dengan
sendirinya berkembang menjadi mekanisme pemeliharaan kelompok
teroris, siapa yang bertanggung jawab kalo sudah begini?
46
Disini kita lihat sebuah sisi negatif dari penguasaan ilmu psikologi massa
yang dimanfaatkan untuk mengembangkan sebuah opini publik yang sangat
meyakinkan di satu sisi dan memelihara kebencian di sisi lain.
Mudah-mudahan Jones membaca blog saya, mudah-mudahan mereka yang
simpati dengan gerakan teroris juga membaca blog saya. Yang pasti,
tulisan ini akan percuma bagi teroris sejati maupun bagi neocon sejati.
Salam
Posted by Senopati Wirang /Thursday, December 08, 2005
47
Bom Natal 2005 + Bom Tahun Baru 2006
Peringatan dini yang serius yaitu vital bagi tercegahnya sebuah aksi
teror. Sejak ramainya aksi peledakan bom, setiap kali kita menjelang
tutup tahun dan awal tahun, selalu ada bayang-bayang ancaman peledakan
bom. Haruskah kita selalu mengalami masa-masa tegang pada momen-
momen tertentu?
Kearifan manusia dalam menerima atau merespon sebuah peringatan
adanya ancaman menjadi kunci utama untuk dapat melalui masa-masa
ancaman ini dengan tenang, bahkan mungkin nyaman-nyaman saja.
Bagaimana hal itu bisa terjadi?
Seyogyanya rakyat terdidik di perkotaan bisa merespon peringatan
ancaman dengan lebih cerdas dan tanpa ketakutan yang berlebihan.
Begitu pula dengan adanya sistem atau katakanlah operasi keamanan yang
lebih intensif dari pihak aparat, seyogyanya masyarakat bisa melaluinya
dengan nyaman serta secara proaktif turut memperhatikan lingkungan
masing-masing.
Siapapun manusianya yang berniat melakukan aksi yang melanggar rasa
kemanusiaan akan mengalami gejolak bathin yang luar biasa. Meskipun
seseorang telah melalui masa pelatihan, cuci otak, dan pembentukkan
karakter yang lama, akan tetap ada gejolak itu. Pertama ditimbulkan oleh
hati nuraninya sendiri, kedua ditimbulkan oleh rasa takut ketahuan,
48
ketiga ditimbulkan oleh rumitnya perhitungan untuk menjamin
keberhasilan sebuah rencana.
Masyarakat umum bersama aparatur keamanan bisa memperbesar gejolak
calon pelaku tindakan teror dengan mempertinggi kewaspadaan dan
kepedulian terhadap keamanan lingkungan. Hal ini memanfaatkan gejolak
dari rasa takut ketahuan. Semakin tinggi sistem keamanan dan
kewaspadaan masyarakat, maka semakin sulit pula para teroris bertindak.
Aksi terorisme bukanlah sekedar aksi nekat yang spontan, namun melalui
proses perencanaan, perkiraan keadaan, pengamatan, penggambaran
situasi, dst.. sampai akhirnya pada pelaksanaan aksi. Mereka para teroris
juga manusia yang sering melakukan kecerobohan atau bahkan penakut,
jadi kesadaran yang bersifat kontinyu atas pentingnya kewaspadaan
amatlah penting sebagai sebuah bentuk pencegahan.
Menyikapi masa-masa akhir tahun dan awal tahun, saya merasa yakin
bahwa bila kewaspadaan masyarakat ditambah operasi keamanan oleh
aparat ditingkatkan, kita bila melalui masa-masa ini dengan tenang.
Apakah berarti tidak akan ada bom yang meledak di akhir dan awal tahun
besok? Bagaimana dengan tokoh seperti Noordin M Top yang belum
tertangkap? Dua pertanyaan ini tentunya tidak perlu mengecilkan
hati kita, namun malahan membangkitkan semangat memerangi kelompok
teror yang masih tersisa. Gerak-gerik kelompok yang tersisa tidak lagi
sebebas sebelumnya, mereka senantiasa khawatir dengan terjadinya
peningkatan kewaspadaan masyarakat. Mereka menantikan melemahnya
kewaspadaan masyarakat dan mengendurnya operasi keamanan. Dalam
49
penampilan yang mungkin terlihat wajar, mereka memperhatikan berapa
besar kemungkinan berhasilnya pelaksanaan aksi teror. Kalkulasi oposisi
pasif berupa kesadaran masyarakat luas tentang ancaman teror
menduduki posisi utama disamping oposisi aktif aparat keamanan.
Bila catatan ini diatas terlaksana di seluruh wilayah nusantara,
kecil sekali kemungkinan mereka mencapai sukses dalam pelaksanaan aksi
teror. Bahkan bisa jadi masyarakat turut aktif menggulung kelompok
yang mulai pecah dan terpojok itu.
Sekian.
Posted by Senopati Wirang /Saturday, December 10, 2005
50
BOM Menyambut Tahun Baru 2006
Saya harus menuliskan ini meski kesehatan belum 100% pulih. Sekali lagi
aksi teror bom berhasil di wilayah nusantara, Palu berduka.
Seperti pernah saya tuliskan pada artikel Bom Natal 2005 dan Tahun
Baru 2006, pelaku teror bom benar-benar selalu mengintai kelengahan
masyarakat. sebab kewaspadaan masyarakat lebih ditakuti dibandingkan
dengan operasi keamanan polisi yang mudah dideteksi. Sayangnya saya
lupa menuliskan detail kemungkinan sasaran bom. Pasar daging babi!!!
bagaimana mungkin ini lolos dari pengamanan ketat aparat. Sebuah simbol
"musuh" dari kacamata radikal Islam yang sengaja ditampilkan oleh
pelaku bom dengan pesan yang mirip dengan bom terhadap gereja.
BIN tentu saja segera menjadi sorotan sebab overconfident telah
mendeteksi seluruh kemungkinan ancaman teror. Bahkan keluar
pernyataan-pernyataan tentang berubahnya sasaran target teror,
sayangnya perubahan target itu dipahami sebagai pengalihan dari aksi
bom menjadi aksi culik. Mungkin saja rencana aksi culik itu bocoran dari
agen BIN yang berhasil penetrasi, namun BIN lupa mengkalkulasi
kemungkinan adanya informasi yang sengaja dilempar untuk menyesatkan,
konon saya dengar dari kalangan pendukung kelompok teror negara kita
diluar negeri ada isyarat, BIN telah termakan oleh isu pengalihan sasaran
teror. Sayang seribu sayang.....
51
Andai saja saya cukup sehat untuk menuliskan peringatan kepada BIN
soal pernyataan Ketuanya kepada publik itu, tentu BIN tidak akan
terpojok lagi seperti sekarang ini. Apalagi BIN baru saja meresmikan
kantor cabang Bali yang cukup menyolok di media massa dengan 20
anggota aktif.
Sebagai catatan akhir, perlu saya sampaikan secara umum kemungkinan
sasaran aksi teror berikutnya:
1. Sasaran aksi bom
Pihak/lokasi yang diterjemahkan sebagai musuh oleh kelompok
Al Qaida pimpinan Osama
Pihak/lokasi yang diterjemahkan sebagai musuh Islam oleh JI
(semua yang bernuansa simbol kristen)
Pihak/lokasi yang diterjemahkan sebagai pemeliharaan konflik
Islam vs non-Islam
Pusat-pusat ekonomi yang didominasi oleh kalangan non-muslim
Pihak/lokasi yang diterjemahkan sebagai pusat Islam pro-kafirin
Belakangan muncul ide untuk menyerang simbol keamanan
pemerintah, seperti kantor Polisi, kantor intelijen dan militer,
namun konon hal yang ini harus melalui tahap perencanaan yang
lebih matang.
2. Sasaran aksi lain
Dialog tentang rencana penculikan yaitu wacana baru yang
belum masuk dalam tahapan perencanaan detail. Sejumlah nama
52
yang diterjemahkan sebagai musuh Islam hanya sebuah listing
kasar yang disusun berdasarkan pendapat, bukan prioritas.
Belum ada projek pilot sebagai model operasi yang akan
diterapkan. Presiden Yudhoyono memang dipandang sebagai
ganjalan yang cukup signifikan.
Perampokan sebagai sumber dana cukup efektif, akan tersebar
ke seluruh nusantara dengan kalkulasi tingkat pengamanan pasif
dan aktif.
Dialog tentang pembunuhan politik juga masih dalam tahap
pengumpulan ide kegiatan yang masih mentah.
Sebuah poin penting yang saya dengar telah menjadi salah satu pilar
agenda kelompok teror di negara kita yaitu menjaga eksistensi, baik
dengan melakukan aksi teror maupun memelihara organisasi atau bahkan
tetap mengaktifkan rekrument baru.
Sekian dan terima kasih pada rekan-rekan yang telah mengirimkan e-mail
perihal do'a dan simpati buat kesembuhan saya...hanya Tuhan YME yang
bisa membalas.
Posted by Senopati Wirang /Sunday, January 01, 2006
53
Sedikit tentang Islam negara kita
Ada apa dengan haraqah Islamiyah negara kita? mengapa tiba-tiba saya
menuliskannya?
Tidak ada yang spesial dengan gerakan Islam di negara kita, sebagian
besar mengadopsi dari pola-pola perjuangan di Timur Tengah dan ada
juga yang telah membumi di bumi pertiwi negara kita Raya.
Perbedaan cita-cita perjuangan dan perbedaan penafsiran sungguh
sebuah fenomena biasa dalam dunia religi.
Dahulu ketika saya meneliti aliran-aliran Islam yang berpotensi menjadi
ancaman (dalam definisi Orba yaitu melawan pemerintah), pemerintah
Orba sudah mengantongi ratusan file berklasifikasi rahasia tentang
gerakan Islam. Mulai dari level yang ingin mendirikan negara Islam sampai
gerakan "sesat" yang biasanya diwarnai oleh pengalaman spiritual
pemimpin gerakan, semuanya tercatat dengan baik. Dikumpulkan dan
dianalisa serta diambil tindakan yang perlu. Operasi Komando Jihad
mungkin yang terburuk dari sudut pandang ketidakjujuran pemerintah
Orba terhadap gerakan Islam. Di kamar nomor lima seluruh elemen
intelijen senior tentunya ingat betapa busuknya represi pemerintah
terhadap gerakan Islam. namun , langkah-langkah pemerintah Orba
setidaknya sangat efektif dalam meredam radikal Islam yang menguat
dengan adanya link ke kepemilikan senjata dan bahan peledak. Sehingga
peristiwa teror bom bisa dihitung dengan jari dan sebagian besar
berhasil di lumpuhkan sebelum aksi terjadi, bahkan tidak ada
54
pemberitaan media massa. Konsep adu domba dan kambing hitam serta
rekayasa cerita merupakan hal yang sangat mudah sebab tidak adanya
alternatif penyelidik lain, ingat waktu itu tidak banyak NGO dan media
massa yang punya nyali.
Pola gerakan Islam pasca reformasi boleh dikata tidak banyak berubah,
ada yang moderat pluralis, ada yang tradisional toleran, ada yang
mempraktekkan sinkritisme, ada yang berpola aliran khusus yang
biasanya "sesat", ada garis keras yang kurang toleran, ada yang liberal,
dst. Kesemua itu menjadi warna yang beragam dan masing-masing
memiliki wilayah klaim atas interpretasi yang benar dari ajaran Islam.
Perbedaan yang sangat menyolok saat ini yaitu dalam hal atmosfir
kehidupan bangsa negara kita pasca reformasi. Pemerintah telah melepas
kunci-kunci represi secara bertahap dan kini mekanisme hubungan antara
variabel sosial tengah berproses. Gerakan-gerakan Islam mendapatkan
koridor dan pendukung masing-masing, mulai dari arena politik sampai
pergulatan pemikiran yang lebih serius.
Kotak pandora telah terbuka, konflik ringan dan berat telah terjadi,
apakah gerakan Islam yang bervariasi ini akan mampu menemukan
titik temu tentang kemuliaan beragama? ataukah warna konflik akan
tetap ada?
Sebuah kejumudan cara berpikir terlihat dari banyaknya kalangan muslim
yang percaya dengan teori konspirasi, bahwa ada sesuatu dibalik setiap
55
peristiwa yang bertujuan menghancurkan Islam. Keyakinan yang
cenderung menutupi logika yang jernih ini menimbulkan kecurigaan
yang berlebihan terhadap apa yang disebut sebagai musuh Islam.
Barangkali umat Islam di negara kita perlu meyakini bahwa tidak ada
paksaan dalam beragama.
Posted by Senopati Wirang /Monday, January 02, 2006
56
Waspada aksi teror BOM
Sedih mendengar kemeninggal an demi kemeninggal an dari aksi teror bom di
negara kita, berikut ini saya sampaikan konsep waspada aksi teror bom:
1. Sangat jarang pelaku aksi bom itu tunggal (seorang diri),
biasanya selalu kelompok yang telah berbagi tugas. Sebelum aksi
bom akan ada salah seseorang dari kelompok yang melakukan
pengamatan dan penggambaran. Meskipun bisa diperankan oleh
bukan orang lokal, perilakunya sangat wajar bahkan cenderung
bertegur sapa dengan sopan. Kekeliruan umum yang suka
dilakukan oleh pengamat dan penggambar yaitu membawa
sobekan kertas kecil dan alat tulis. Pada level yang lebih baik
juga memanfaatkan kamera digital. namun dalam kasus bom
bunuh diri, seringkali pelaku bom juga ikut melakukan
pengamatan. Seorang pengamat dan penggambar situasi juga
akan mencari jalan keluar (escape routes), jadi mereka akan
terlihat berjalan-jalan dengan santai di lokasi sebelum
peledakkan. Minimal akan terlihat dua kali (bisa jadi ganti
orang), sangat jarang pengamatan hanya sekali dan diikuti oleh
aksi teror bom.
2. Usia para pelaku pada umumnya berkisar antara 18-35 tahun,
sebab dibawah 18 cenderung labil dan diatas 35 cenderung
lambat. Pada pelaku bom bunuh diri biasanya berstatus belum
menikah sebab itu merupakan poin yang perlu diperhatikan.
57
3. Pada saat peletakan bom (bukan bom bunuh diri), pelaku hanya
mengikuti setiap rencana secara berurutan langkah demi
langkah. Sehingga prosesnya bisa jadi sangat singkat,
keseluruhan rangkaian kegiatan maksimal 10 menit, terus
menghilang melalui escape route yang telah dipilih secara wajar.
4. Mereka telah mempelajari konsep unattended items, yaitu
bahwa kewaspadaan publik diasumsikan tinggi, sehingga
peletakan paket bom yaitu sewajar mungkin tidak menarik
perhatian. Itulah sebabnya kekhawatiran terbesar justru
terhadap tingkat kewaspadaan publik yang tinggi, sebab sekecil
apapun sebuah paket bom, akan menarik perhatian.
5. Oposisi aktif yaitu aparatur keamanan, hal ini mudah dipelajari
polanya. Untuk peningkatan keamanan, Polisi seyogyanya
bekerjasama dengan intelijen negara yang memiliki anggota yang
lebih bervariasi dan wajar dalam melakukan operasi pengamanan.
Sementara oposisi pasif yaitu masyarakat, semakin tinggi
kewaspadaan masyarakat semakin kecil ruang gerak aksi teror
bom.
6. Seringkali para pelaku perlu menggali keterangan dasar tentang
suatu lokasi, mereka tidak segan-segan secara wajar
berbincang-bincang dengan tujuan menggali informasi. namun
untuk pelaku lokal hal ini tidak terjadi sebab medan operasi
sudah dikuasai.
7. Kewaspadaan tidak identik dengan ketakutan. Letakan
kewaspadaan dalam perspektif keamanan yang terpadu secara
komunal, saya kira forum berupa Rukun Tetangga sampai tingkat
58
Muspida bisa mendorong terciptanya kewaspadaan itu dengan
optimal.
8. Ketidakpedulian terhadap lingkungan yaitu titik lengah
masyarakat yang selalu diintai oleh kelompok teror, sedangkan
ketakutan yang berlebihan/emosional juga menjadi bukti
keberhasilan aksi teror yang ditujukan untuk menciptakan
ancaman dan rasa takut.
9. Kontak dengan aparat keamanan sebagai mitra waspada
sangatlah vital, sebab aparatlah yang bertanggungjawab penuh
dalam proses penegakkan hukum ketika indikasi pelaku teror
mulai terdeteksi oleh masyarakat.
10. Profesionalitas intelijen dalam memberikan peringatan dini
seyogyanya ditingkatkan dengan kegiatan pencegahan.
Posted by Senopati Wirang /Monday, January 02, 2006
59
Dimanakah Riduan Isamuddin berada?
Menjelang akhir tahun lalu ada pertanyaan dari seorang rekan via e-mail
perihal keberadaan Riduan Isamuddin alias Hambali. Mengapa pemerintah
AS tak kunjung memberi sinyal pengembalian Hambali ke tanah air
negara kita untuk diadili sekaligus sebagai sumber utama untuk
membongkar jaringan kelompok JI yang beroperasi di negara kita.
Setelah penangkapan Hambali pada 11 Agustus 2003, pemerintah
negara kita khususnya Kepolisian dan Intelijen Negara merasa perlu
memdapatkan informasi sebanyak mungkin dari Hambali, sayang sejumlah
pertanyaan hanya bisa "dititipkan" kepada pihak berwenang di AS,
lalu jawaban juga disampaikan melalui perantara. Artinya terbuka
kemungkinan adanya rekayasa, sebab tidak ada kepastian bahwa sumber
informasi itu berasal dari Hambali atau bukan.
Dengan tuduhan yang sangat berat yaitu terlibat akti dalam organisasi
Jemaah Islamiyah dan al-Qaeda, terlibat dalam pengorganisasian dan
pendanaan aksi teror Bom Bali pertama yang menimpa klub malam, Bom
Hotel Marriot Jakarta, Bom Manila 2000, serta persiapan dalam
serangan 11 September, tentunya penggalian informasi dari mulut
Hambali sangat penting. Seperti kita baca dalam media massa, sejumlah
individu dari kelompok-kelompok yang sudah tertangkap cenderung untuk
buka mulut jika sudah ada yang mulai buka mulut. Dalam kasus bom
bali pertama sangat jelas bahwa titik terlemah ada pada Amrozy,
sehingga rentetan informasi berharga bisa dikonfirmasikan tanpa
60
Amrozy merasa berkhianat pada kelompoknya. Saya menduga Hambali
yaitu tipe yang lebih sulit bicara, sehingga pemerintah AS merasa perlu
menahannya lebih lama. Dalam kasus penangkapan Hambali di Thailand,
kabarnya penangkapan ini bisa sukses berkat informasi dari Khalid
Shaikh Muhammad
Hambali yang dijuluki Bin Laden Asia oleh BBC News Online, pada 15
Agustus, 2003 [online], http://news.bbc.co.uk/1/hi/world/asia-
pacific/2346225.stm, juga dijuluki sebagai bin laden Asia Tenggara oleh
CIA yaitu salah satu tokoh kunci yang berpotensi mengetahui
keseluruhan gerak operasi JI di negara kita.
Kembali pada pertanyaan awal dari tulisan ini, dimanakah Hambali?
jawabnya saya tidak tahu. Meskipun kita berputar-putar cari akses ke
dalam Washington D.C. saya kira akan sangat sulit untuk menggali
keterangan tentang keberadaan Hambali. Lebih jauh, pada Oktober 2004
organisasi pembela HAM seperti Human Right Watch (HRW) pernah
melansir bahwa Hambali termasuk diantara 11 tahanan tertuduh teroris
yang tempat penahanannya dirahasiakan (Detainees in Undisclosed
Locations)http://www.hrw.org/backgrounder/usa/us1004/7.htm#_ftn 5
lalu pada 1 December 2005 yang lalu kembali HRW mengeluarkan
pengumuman tentang daftar 25 orang tahanan yang tidak jelas
keberadaannya, bahkan diduga dibawah pengawasan CIA.
http://hrw.org/english/docs/2005/11/30/usdom12109.htm
Hambali termasuk di dalam daftar 25 orang ini dengan nomor urut
61
18. Penangkapan Hambali termasuk dalam kategori prestasi dalam perang
global melawan teror bagi presiden Bush
http://www.whitehouse.gov/infocus/achievement/chap1.html, namun
kembali ke pertanyaan asal, mengapa sepertinya pemerintah negara kita
harus "menerima" apapun keputusan Amerika dalam menangani Hambali.
Meskipun presiden Bush pernah berjanji kepada mantan presiden
Megawati untuk memberikan akses bagi negara kita, namun hingga kini
hanya transkrip interogasi saja yang mungkin sudah ada di tangan Polisi
negara kita. Sementara akses langsung tinggal menjadi harapan saja
Ketika SBY masih menjabat sebagai Menko polkam, beliau pernah
menyatakan bahwa Hambali yaitu orang yang paling tahu lebih dari
siapapun tentang sel kelompok teroris di negara kita, lalu mantan Ka
BIN, Bung Hendro pernah menyatakan bahwa jawaban Hambali
mengandung informasi yang vital, dari informasi ini kita bisa
mengetahui gambaran tentang besarnya jaring kelompok teror beserta
target-targetnya
Saya bukan analis yang mudah terkecoh dengan teori konspirasi yang
seringkali memutarbalikkan cara pandang kita terhadap sebuah
persoalan. Saya juga bukan tipe analis yang langsung terjun bebas dalam
mencerna teka-teki perlakuan pemerintah AS terhadap para tertuduh
pelaku teror internasional Terlepas dari ada tidak adanya skenario besar
dibalik perang global melawan teror, kita menyaksikan bahwa kejanggalan
demi kejanggalan dalam penanganan kasus terorisme terus mengusik
logika kita.
62
Tidak adanya transparansi dalam penegakkan hukum melawan kelompok
teror, membuat otak kita tentunya terus berputar mencari-cari alasan
yang rasional untuk menjelaskan fakta-fakta ini . Juga dengan
masih besarnya potensi teror bom di negara kita juga membuat kita
bertanya-tanya, ada apa gerangan?
Media negara kita pernah menyajikan tiga dugaan logis yang mudah
dipahami secara umum tentang pengelolaan kekerasan dalam editorialnya,
saya kira cukup menarik untuk disimak:
1. Bahwa aparat keamanan memang tidak berdaya serta
kemungkinan para penjahat lebih terlatih.
2. Bahwa para pengelola negara tidak sungguh-sungguh bekerja.
3. Bahwa ada kemungkinan aparat keamanan memang bersekutu
dengan para penjahat.
Walaupun saya khawatir model dugaan ini setelah dibaca berulang-
ulang bisa melahirkan kecurigaan yang lebih kuat pada nomor terakhir
(3), namun tetap menarik sekali untuk disimak.
Terlebih lagi bisa saya nyatakan bahwa ancaman teror di negara kita
belumlah usai sebab potensinya belum habis terungkap oleh aparat
keamanan. Sekali lagi, bila dugaan demi dugaan terus mengalir di forum
publik, bisa jadi fakta-fakta kejanggalan semakin terbungkus oleh
dugaan-dugaan logis. Justru yang saya khawatirkan yaitu level analisa
kasus teror di negara kita seringkali digeneralisir dalam satu paralel
63
bahwa para pelaku seolah-olah semuanya saling terkait dalam jaring
teroris yang luar biasa kompleks dan sulit dibongkar. Padahal
kemungkinan untuk saling berdiri sendiri sangat besar. Misalnya dalam
tubuh JI jelas ada perpecahan yang tampak dari sikap anggota-anggota
yang sudah tertangkap. lalu dalam kasus Poso, Palu, dan bahkan
Ambon, pemainnya tampaknya berkarakter lokal dengan akses ke
kelompok regional. Sementara pola-pola rekrutmen anggota baru semakin
bertingkat dan tidak saling mengenal. Hanya satu faktor pemersatu yang
mempersempit sudut analisa yaitu metode penggunaan bom sebagai cara
untuk membuat takut rakyat, memprovokasi kebencian antar kelompok,
serta memelihara eksistensi kelompok teroris yang beroperasi di
negara kita
Sesungguhnya intelijen negara kita saya yakini sudah memiliki gambaran
yang cukup untuk mencegah terjadinya aksi-aksi teror di lalu hari.
Namun kembali pada dugaan logis Media negara kita, saya kira poin nomor 1
tentang ketidakberdayaan perlu digarisbawahi, ketidakberdayaan yang
saya maksud yaitu dalam hal pendanaan dan kepastian hukum. Sikap
ragu-ragu dan kurang percaya diri dari intelijen terlalu nampak bagi saya,
apalagi bila kita bandingkan dengan intelijen era mantan Presiden
Sukarno maupun mantan Presiden Suharto
Mengenai dugaan penjahat lebih terlatih saya kurang yakin, sebab
hampir semua kasus bom di negara kita tidak terlalu kompleks dalam
perencanaan maupun pelaksanaannya, dengan kata lain setiap lulusan
pusintelstrat tentara , pendidikan intel BIN, maupun pelatihan intelijen Polisi
bisa segera memahami bahwa kelompok teror yang beraksi tidaklah
64
terlalu istimewa. Lalu mengapa sangat lambat untuk segera diungkap dan
dihancurkan seluruh sel-selnya? jawabnya singkat. Dinamisme dan
mobilitas kelompok teror jauh di atas rata-rata anggota intelijen dan
aparat keamananan lainnya. Seperti di film, seperti kejar-kejaran saja.
Satu titik rawan yang harus segera diatasi oleh komunitas intelijen dan
aparat keamanan yaitu pihak lawan (kelompok teroris) entah dari
siapa..entah bagaimana...cukup paham pola operasi dan besar gelar
operasi serta dengan mudah menemukan titik lengahnya. Khusus untuk
intelijen dalam negeri saya kira perlu dilakukan perombakan yang
mendasar dalam pola operasi rutin yang lama serta membangun jaring-
jaring baru yang lebih profesional, tampaknya jaring lama sudah berkarat
dan lambat merespon ancaman, dengan satu syarat utama....jaring
ini bebas dari kepentingan politik golongan...termasuk kepentingan
pribadi presiden.
Kembali pada pertanyaan Hambali dimana? akankah negara kita diberi
akses langsung? lalu adakah kaitannya dengan pemeliharaan eksistensi sel
teroris di negara kita? saya kira perlu kita tunggu titik terangnya....
Ah...entahlah saya kadangkala menulis tanpa berpikir panjang, mohon
koreksi dari pembaca bila ada kekeliruan
Sekian
Posted by Senopati Wirang /Tuesday, January 03, 2006
65
Klarifikasi pandangan saya tentang Islam negara kita
Sungguh tidak disangka, tulisan singkat tentang Islam negara kita yang
saya publish beberapa hari lalu mengundang banyak reaksi yang beragam
terhadap saya. Ruang lingkupnya mulai dari yang mempertanyakan agama
saya sampai yang menuduh saya anti Islam sebab pernah terlibat operasi
komando jihad. Ini mungkin kekeliruan manusiawi yang bisa menimpa
siapapun ketika mencoba menyentuh ruang bahasan yang sensitif seperti
agama/religi.
Salah satu tuduhan yang keras misalnya menilai tulisan saya sengaja
diarahkan untuk melemahkan girah/semangat perjuangan umat Islam
dalam menegakkan kebenaran. Tuduhan yang lain misalnya menganggap
tulisan saya tidak berdasar pada fakta dan merupakan bagian dari
propaganda "musuh Islam" dengan memutarbalikkan kata, agar teori
konspirasi tidak dipercaya lagi. Hal ini menurut dia (yang menuduh saya)
terbukti dengan sejumlah artikel yang saya tulis berkaitan dengan aksi
teror bom yang mendukung asumsi barat tentang gerakan Islam radikal.
Ada juga yang secara hati-hati menginformasikan kepada saya bahwa
tulisan saya ini dikutip oleh sesama blogger yaitu
http://pkswatch.blogspot.com yang digunakan sebagai bentuk dukungan
untuk menyerang salah seorang tokoh PKS yang tampaknya percaya
dengan teori konspirasi.
66
Sementara dari kalangan non muslim juga ada yang mempertanyakan
maksud dan tujuan pembahasan soal Islam, adakah kaitannya dengan
terorisme ataukah hanya refleksi ringan saja. Bahkan dikaitkan dengan
intelijen, apakah intelijen sebegitu usilnya mengurusi ruang privat
beragama masyarakat?
Bagaimana ini? sensitif dan membingungkan namun harus ada kejelasan
sebab inilah yang dipertanyakan oleh pembaca .
Berikut ini klarifikasi saya:
1. Setiap anggota Intelijen negara kita sejak pasca kemerdekaan
1945 diharamkan membawa isu agama ke dalam ruang pekerjaan
profesional. Meskipun faktanya amat sulit untuk bersikap
sekular murni, inilah realitas dunia intelijen. Mungkin kebanyakan
umat Muslim negara kita tidak percaya dengan intelijen sebab
penguasaan kalangan non-Muslim cukup signifikan, khususnya di
era Benny Moerdhani. Bahkan sebelumnya, seorang sinkritis
Islam-Kejawen seperti Ali Murtopo harus menyandang gelar anti
Islam di benak kebanyakan muslim negara kita. Sesungguhnya
cukup banyak rekan muslim sejawat yang juga gelisah dengan
masuknya isu agama ke dalam tubuh intelijen. Beberapa kali
terjadi warning berupa surat kaleng ke sekretariat negara dan
kabinet bahkan ke Cendana untuk memperingatkan pemerintah
bahwa pembusukkan intelijen sedang terjadi. Namun, separah-
parahnya...pekerjaan mengawal NKRI tetap menjadi perhatian
utama dan perlahan isu sensitif ini bisa "teratasi" dengan
stabilisasi standard acuan yaitu mendefinisikan ancaman dari
67
sudut level secara vertikal dan tidak mendefinisikan secara
horisontal. Jadi bukan sebab faktor agamanya, maka sebuah
gerakan dianggap sebagai ancaman, melainkan dari fakta telah
mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat. Jadi
meskipun berbagai informasi tentang gerakan Islam terkumpul
lengkap, yang didefinisikan menjadi ancaman yaitu kelompok
yang telah melangkah jauh menentang pemerintah (lagi-lagi ini
definisi pada era Orde Baru). Jangan lupa, pemerintah vis a vis
intelijen juga punya catatan lengkap tentang gerakan agama lain
termasuk aliran kepercayaan. Jadi ada proporsinya.
2. Terjadinya marjinalisasi terhadap hampir seluruh organisasi
agama yaitu semata-mata strategi pemerintah dalam upaya
stabilisasi politik guna mendukung pembangunan...sekaligus
melanggengkan kekuasaan. Kooptasi hampir seluruh organisasi
sosial masyarakat ke dalam keseragaman cara pandang terhadap
negara di masa Orba dianggap paling tepat, untuk mendukung itu
tentunya diperlukan kebijakan yang "represif" beserta alat-alat
pendukungnya.
3. Saya pribadi yaitu orang lama yang di masa muda sering ikut
mendengarkan diskusi Masyumi lama di kawasan Menteng
Jakarta. Saya tahu persis bagaimana semangat keislaman
Masyumi dianggap duri oleh pemerintahan Sukarno dan saya tahu
bagaimana pemerintahan Suharto mengadopsi hampir sebagian
besar rencana Sukarno dalam membangun negara sekuler
pancasila. Namun demikian, sesungguhnya umat Islam yang
membaca sejarah mengerti keputusan perubahan ayat pertama
68
Pancasila tidak seperti di dalam Piagam Jakarta yaitu demi
keutuhan negara kita yang merah putih. Lucunya dalam analisa
aliran Islam "Isa Bugis" hal itu dikaitkan dengan Q.S. Al Kahfi
dan dianggap sebagai kesalahan wakil Islam dalam panitia 9.
4. Kembali ke era reformasi. Saya ada keyakinan bahwa meski
masih ada konflik-konflik berdarah atas dasar perbedaan etentara s,
agama, golongan dll, hal ini akan berakhir seiring dengan
gelombang perubahan cara pandang publik terhadap negara dan
bangsa. Dialog, keterbukaan/transparansi, mencari solusi
bersama serta maraknya gerakan civil society akan menggiring
bangsa negara kita memasuki era baru yang lebih baik. Setidaknya
toleransi antar agama yang ada sekarang lebih murni
dibandingkan dengan toleransi semu yang diwarnai saling curiga
pada era Orla ataupu Orba.
5. Tentang teori konspirasi. Conspiracy theory yaitu sebuah teori
alternatif yang selalu dimunculkan oleh pihak yang tidak puas
dengan penjelasan logis yang disampaikan secara terbuka oleh
yang berwenang (pemerintah, institusi, dll). Berangkat dari
kejanggalan penjelasan logis yang ada, terbentuklah sebuah
rangkaian analisa yang menggambarkan sebuah persoalan dari
sudut yang berbeda dan mudah dipahami akal. Kelemahan teori
ini yaitu bersandar pada fakta yang bercampur dugaan. Sekuat
apapun sebuah dugaan tetap bukan fakta. Sesuai dengan kata
konspirasi, ada semacam strategi besar yang mengelola
terjadinya sebuah peristiwa. Untuk kasus Islam negara kita, saya
kira hanya kasus terorisme saja yang terbuka peluang untuk
69
diselidiki sudut konspirasinya. Inipun sudah masuk dalam
kategori konspirasi bertingkat, yaitu invisible hand dan puppet
master benar-benar diluar jangkauan ketersediaan data. Apa
sebab demikian? faktanya terjadi aksi bom, pelakunya orang
negara kita, ada pengakuan atas eksistensi gerakan JI, dan ada
mobilitas gerakan di level regional dan internasional. Menurut
saya, konspirasi terletak pada daya dorong kepada gerakan
teroris ini untuk melakukan aksi teror, siapa yang
menciptakan daya dorong ini ? inilah yang sering
diupayakan jawabannya oleh penganut teori konspirasi. Ketika
mantan Ka Intelijen Negara Pak Maulani menyoroti kemungkinan
konspirasi dalam bom Bali 1 dengan analisa mikro nuklirnya,
tentunya sangat menarik. namun jawaban yang sudah ada di lab
forensik polisi yang menunjukkan bahwa jumlah bahan peledak
dan zat kimia yang begitu besar di dalam sebuah mobil mampu
menimbulkan daya ledak yang luar biasa.
6. Intelijen tidak usil masuk ke dalam ruang privat beragama
masyarakat. Dasar penelitian terhadap berbagai aliran agama
yaitu juga dari pengaduan masyarakat. sebab begitu
sensitifnya masalah ini, seringkali diperlukan pandangan dari
kelompok/organisasi agama yang besar. Persoalan di era
reformasi yaitu pada poin kebebasan beragama yang
didefinisikan kebebasan meyakini "apapun" sebagai suatu wujud
yang azasi dari bathin manusia. Tentunya sangat sulit untuk
mengadili keyakinan orang di luar diri kita. Pendekatan yang
bernuansa penghakiman jelas akan menciptakan stigma tentang
70
intoleransi. Kalangan muslim negara kita tentunya sangat paham
dengan kisah Al Hallaj di Irak dan Syeh Siti Jenar di Jawa.
7. Saya tidak anti Islam juga tidak membenci kepercayaan apapun
yang hidup di planet bumi. Keyakinan beragama berada di dalam
kesejatian diri masing-masing. Ada kalanya kita perlu
menyampaikan kebenaran walau satu kalimat inipun bila diminta,
yaitu sia-sia berdakwah kepada mereka yang sudah tertutup
pintu hatinya.
8. Terakhir, dibidang teknologi telah berkali-kali terjadi revolusi,
era digital dilanjutkan dengan era nano di awal abad 21 ini, lalu
sejauh manakah revolusi pemahaman manusia akan dirinya,
Tuhannya, dan sesama manusia lain?
Kekeliruan dalam tulisan ini yaitu kekhilafan saya dan kebenaran hanya
tercurah tatkala diizinkan oleh-Nya.
Sekian
Posted by Senopati Wirang /Wednesday, January 04, 2006
71
Bocoran dari the Wing of Excellence
Tulisan kali ini benar-benar isu yang belum saya cek kebenarannya.
Ada pihak tertentu yang sedang menguji thesis benturan Islam dengan
Barat. Sebut saja pihak ini the wing of excellence sebab mereka
begitu yakinnya dengan kapabilitas intelektual yang jauh diatas rata-rata.
Mereka tidak terkait langsung dengan gerakan agama manapun, termasuk
Zionis Yahudi yang seringkali dianggap sebagai otak dibalik semua
konspirasi di dunia ini.
Pemuatan kartun Nabi Muhammad di sejumlah media massa Eropa bukan
tanpa perhitungan akan reaksi yang timbul dari dunia Islam. Hal ini
dengan cerdiknya telah diperhitungkan oleh kalangan the wing of
excellence. Pihak-pihak yang terkait langsung dengan proses pemuatan
kartun ini telah disusupi oleh sebuah grandeur ide untuk
membongkar kesakralan sosok Nabi Muhammad yang merupakan satu-
satunya Utusan Tuhan yang belum dicemari oleh kekonyolan canda tawa
manusiawi yang pada dasarnya wajar secara psikologis, ingat manusia itu
bukanlah malaikat yang patuh seutuhnya pada Yang Maha Kuasa.
Pembongkaran kesakralan Nabi Muhammad ini sekaligus sebagai
studi kasus terhadap respon seluruh umat Islam dunia yang menurut
daftar analisa kelompok ini akan pecah menjadi 9 kelompok besar,
yaitu:
72
1. Reaksi paling keras dengan aksi kekerasan oleh kelompok jihad
2. Reaksi agak keras dengan aksi demonstrasi dengan melakukan
penghinaan terhadap simbol negara yang merupakan balasan.
Kelompok yang akan melakukan aksi ini bersifat campuran.
3. Reaksi keras dengan dengan komentar intelektual yang akan
muncul dari elit politik negara berpenduduk muslim.
4. Reaksi yang justru menyudutkan Islam garis keras, sebab
mereka akan kelihatan bodoh dan kurang dewasa.
5. Reaksi yang merupakan introspeksi ke dalam kelompok Islam
atas cara mereka memahami sebuah wacana kontroversial.
6. Reaksi acuh tak acuh yang menganggap Nabi dan Tuhan tidak
perlu dibela.
7. Reaksi khawatir bahwa citra Islam semakin buruk dengan
maraknya respon-respon kekerasan atas sebuah fenomena
karikatur (non-kekerasan).
8. Reaksi yang membongkar ketidakmampuan pimpinan umat Islam
memimpin "respon-respon spontan Islami" umat Islam atas
sebuah fenomena yang kontroversial.
9. Reaksi paling lemah, bahkan ikut tertawa ketika melihat Nabinya
digambarkan secara tidak benar (fitnah) dan tidak sopan oleh
pihak lain sebab menganggap itu sebagai hal yang wajar dalam
pola berpikir liberal.
Kesembilan reaksi yang diperkirakan ini mungkin telah bertambah
lagi dengan kategori lain. Namun ada satu kesatuan analisa yang
73
dipersiapkan, yaitu untuk melihat persatuan umat Islam dunia dalam
bersikap, yang ternyata masih solid dalam level yang berbeda-beda.
Berikutnya yaitu menjerumuskan aliran keras untuk terus mengobarkan
kekerasan, sehingga pencitraan secara kontinu tentang Islam sebagai
agama kekerasan menjadi wajar di benak manusia sedunia. Diharapkan
aliran keras ini semakin berkobar dan mampu menyeret aliran yang lebih
menggunakan intelektual dan kesabaran serta santun untuk merasakan
kobaran emosi anti barat (secara simbolis tergambar jelas dengan
demonstrasi yang diarahkan pada sejumlah negara barat). Misalnya
meskipun Amerika Serikat sebagai negara tidak terlibat dalam kasus
kartun, tetap ikut kena getah demonstrasi.
Konspirasi demi konspirasi untuk mengobarkan "kebencian" dan prasangka
ini tidak akan berhenti sesuai dengan ramalan kitab suci yang
diyakini umat Islam.
Hal ini hanyalah langkah antara untuk melanggengkan "permusuhan"
batiniah yang sebenarnya tidak dilandasi oleh kebencian terhadap ajaran
agamanya, namun "iri-benci" antar manusia yang berkeyakinan beda.
Demikian sedikit bocoran dari sumber yang belum bisa dipertanggung
jawabkan.
Semoga rakyat negara kita yang merupakan penduduk muslim terbesar di
dunia bisa memperbaiki respon-respon terhadap isu global secara lebih
cerdas dan simpatik.
Sekian
Posted by Senopati Wirang /Sunday, February 12, 2006
74
Tentang Melawan Terorisme
Begitu banyaknya orang pintar atau yang merasa pintar berkomentar
bahwa langkah efektif untuk melawan terorisme yaitu dengan
kesejahteraan ekonomi, mereka berpikir bahwa ekonomi akan
menyelesaikan segalanya...sungguh hal ini jauh dari fakta motivasi yang
ada di kepala dan di dada para teroris.
Manusia... entah mereka yang radikal ataupun liberal telah menipu dirinya
sendiri dengan sejumlah keyakinan yang saling bersebrangan. Keyakinan
orang-orang liberal dan kapitalis yang cenderung menganggap
kesejahteraan ekonomi akan menyelesaikan persoalan dunia sungguh
tidak pernah berusaha melihat dari sisi manusia yang lain. Misalnya soal
nafsu kekuasaan, manusia setelah berkecukupan tentunya masih
cenderung untuk mencapai "sesuatu" yang lain seperti power untuk
mengendalikan orang lain, itulah sebabnya konflik baik lokal maupun
global tidak akan pernah berakhir sepanjang motif ekonomi tetap
didorong oleh hasrat untuk mendapatkan keuntungan dan
melipatgandakannya tanpa melihat dampaknya pada dunia yang lebih luas.
Sementara rasa frustasi orang-orang radikal yang terpinggirkan secara
ekonomi tidak berarti lantas mereka berada dalam level kemiskinan,
mereka bahkan jauh dari kelaparan sebab mekanisme pendanaan yang
cukup baik melalui gerakan simpatisan. Orang-orang radikal atau yang
anti dengan kemapanan dunia liberal-kapitalistik tidak akan pernah habis
sepanjang ketimpangan sosial tidak bisa diatasi. Oleh sebab itu, sistem
75
ekonomi liberal-kapitalistik justru menjadi bagian dari persoalan dunia
yang mungkin sudah tidak dipersoalkan lagi sebab manusia sudah lupa
tentang bagaimana eksploitasi sumber daya dunia itu terjadi.
Dalam dunia Islam yang menjunjung tinggi keadilan, isu-isu ekonomi
agaknya bisa dinomorduakan sebab Islam juga mengajarkan untuk
menjauhi dunia yang diibaratkan sebagai tempat sampah yang tidak
seharusnya memberatkan perjalanan menuju alam berikutnya atau
akhirat. Sehingga konsep perjuangan penegakkan keadilan begitu kuatnya
dalam mempengaruhi hampir sebagian besar gerakan Islam di dunia.
Identifikasi dengan gerakan kekerasan sebenarnya bukanlah label Islam
namun menjadi model sebab itu jalan yang "termudah" baik dalam
kerangka justifikasi maupun propaganda. Sayangnya langkah-langkah ini
tidak pernah diikuti oleh proses introspeksi ke dalam gerakan yang jelas-
jelas menjadi inferior citranya. Tentu saja para kelompok teroris baik
Islam maupun idelogi lainnya tetap membela dirinya dengan
mengedepankan bahwa mereka setidaknya tidak terkontaminasi oleh
lemahnya pendirian dan kecenderungan manusia moderat untuk
melacurkan dirinya dengan pemikiran-pemikiran liberal-humanistik...."ah
tidak apa-apa".
Misalnya begini, saya pernah diminta oleh seorang ustadz radikal untuk
menggunakan kacamatanya dalam melihat dunia yang berlumuran oleh
kelakuan nista umat manusia, entah bagaimana saya bisa mengerti sudut
pandang itu. Meskipun saya tetap tidak bisa mengamini langkah-langkah
keras berupa aksi teror, saya bisa melihat maksud dan kemurnian cita-
76
cita perjuangannya. Demikian juga ketika saya bertemu dengan kaum
sosialis demokrat yang merindukan pemerataan kesejahteraan bagi
rakyat negara kita, saya juga bisa melihat melalui kacamatanya betapa
rusaknya sistem yang dibangun oleh keserakahan segelintir kapitalis yang
merampok harta rakyat negara kita. namun lagi-lagi saya tidak bisa
menerima penghalalan cara berjuang dengan kekerasan.
Tokoh dan orang-orang yang saya pernah berkumpul bersama itu
bukanlah orang miskin dan bukanlah orang bodoh yang tidak mengerti
persoalan dunia. Mereka orang yang punya pendirian dan keyakinan untuk
"merubah dunia", jalannya ya.... dengan kekerasan. Revolusi, teror, dan
metode gerakan kekerasan dalam rangka mencapai tujuan perjuangan
merupakan sinyal yang mudah dipahami oleh umat manusia. Dengan
demikian metode yang sudah sangat tua ini tidak bisa dinilai sedemikian
rendahnya hanya sebab motif ekonomi belaka. Orang-orang miskin
memang akan mudah terpikat oleh rayuan gerakan teror sebab mereka
merasa geram dengan dunia yang tidak adil, namun kegeraman atas
ketidakadilan dunia bukan hanya milik orang miskin, tidak sedikit orang
berpendidikan tinggi dan cukup mapan yang juga bergabung dengan
gerakan teror.
Bahkan komentar orang-orang pintar moderat yang merasa tahu
persoalan justru menambah kegeraman kelompok teror, meskipun para
teroris tidak populer dalam skala besar, simpatisan tetap akan terus
mengalir sepanjang dunia berputar secara tidak seimbang, dimana
penindasan dan ketidakadilan tetap ada. Sudah menjadi sifat bawaan
77
manusia untuk melawan ketidakseimbangan. Mekanisme sistem global
yang jelas tidak seimbang dan selalu menguntungkan orang dan kelompok
kaya raya di dunia tidak akan pernah sepi dari aksi teror, secanggih
apapun mekanisme keamanan yang diciptakan maka secanggih itu pula
gerakan teror akan berkembang, hal ini merupakan bukti bahwa para
teroris bukanlah orang bodoh yang miskin. Mereka memiliki akses yang
luas dan ikut berpikir tentang dunia.
Sekian
Posted by Senopati Wirang /Monday, February 27, 2006
78
Demokrasi dan Teror
Pertanyaan mas Enda sungguh menggelitik saya untuk kembali menulis
tentang motif-motif gerakan teror.
Saya jadi teringat international summit on democracy terrorism and
security yang diadakan di Madrid tahun 2005 lalu, tepatnya pada 8-11
Maret.
200-an orang pakar dan praktisi sekuriti (rasanya ada orang negara kita
yang ikut tapi entah siapa?) saya sendiri berhalangan dan hanya ikut
sebagai pemantau lewat weblog yang diprotek password. Mereka
membahas dan berdebat habis soal demokrasi, terorisme dan keamanan
yang bisa diterima secara akademis.
Apa yang bisa saya sharing dari sana, khususnya terkait dengan
pertanyaan mas Enda bahwa demokrasi juga menjadi salah satu sebab
terjadinya proses radikalisasi dari mereka yang teralienasi/tersingkir
oleh sistem demokrasi.
sebab mayoritas pesertanya yaitu pendukung berat demokrasi, maka
sudah bisa diduga bahwa kesimpulan mereka mengarah pada bagaimana
memperkuat demokrasi sebagai salah satu pilar dalam melawan
terorisme. Meskipun kita sulit melihat kaitan langsung antara penguatan
demokrasi dengan penanganan terorisme, tampak bahwa para pakar dunia
ini begitu yakinnya bahwa demokrasi yaitu pil mujarab menata
umat manusia modern.
79
Kalo pendapat para pakar menurut saya justru kurang menarik. Saya
malah tertarik dengan komentar awam dari belahan bumi lain, misalnya
pendapat seorang peserta non-pakar yang menyatakan bahwa
kebangkitan kelompok teror Islam tidak ada kaitannya dengan nilai-nilai
barat atau demokrasi. lalu pendapat lain tentang perlakukan tidak
adil negara-negara Eropa terhadap komunitas imigran asing, khususnya
kelompok muslim. Singkatnya barat dengan nilai-nilai demokrasinya
menerapkan standar ganda yang bisa dilihat semua orang. Misalnya dalam
masalah Israel, Afghanistan, Irak, Iran, serta sejumlah negara Amerika
Latin dan Afrika. Dengan demikian tidak ada kepercayaan dalam benak
maupun hati orang-orang non barat.
Kembali pada soal motif gerakan teror atau penyebab timbulnya gerakan
teror, berikut sejumlah faktor yang dirangkum dari summit ini :
1. Psikologis
2. Politik
3. Ekonomi
4. Agama
5. Budaya
Saya tidak akan bahas satu persatu sebab file pdfnya bisa saudara-
saudara lihat di http://summit.clubmadrid.org/
80
Saya akan fokuskan pada pertanyaan mas Enda pada komentar di tulisan
Tentang Melawan Terorisme sbb:
Kalo pendapat yang mengatakan justru disebabkan sebab "demokrasi"
bagaimana pak? Establishment dan sistem sekrg dengan legitimasi yang
datang dari demokrasi membuat ada kelompok2 yang teralienasi dan
merasa tidak punya suara, kelompok ini yang lalu teradikalisasi dan
menjelma menjadi gerakan teroris.
Jawabnya tidak bisa bersifat general/umum sebab demokrasi
merupakan terminologi yang luas dan dalam pelaksanaannya berbeda-beda
di setiap negara. Ada sifat partikular dalam pelaksanaan demokrasi
disesuaikan dengan budaya lokal dll. Tidak semua demokrasi menjamin
kesetaraan secara inklusif/pluralistik dan menghornati hak-hak
minoritas. Bisa jadi dalam negara "demokratis", pihak mayoritas
melakukan diskriminasi secara sistemeninggal k terhadap minoritas, sehingga
hal ini bisa saja mengkristalkan perlawanan kelompok minoritas dalam
bentuk gerakan radikal dan perjuangan dengan kekerasan. Untuk model
ini, komentar mas Enda tentu mendapat dukungan.
Belum lagi dari faktor stabilitas dan tingkat konsolidasi demokrasi yang
mana semua pihak menghornati aturan main dalam berdemokrasi. Seperti
kita lihat dalam demokrasi di negara kita, sebaik apapun perkembangannya,
kita bisa memperhatikan betapa kasarnya perjuangan kaum demokrat itu
dalam "berebut" kekuasaan dan kekayaan. Sehingga tidak mengherankan
bila kecenderungan langgengnya korupsi tetap menjadi ancaman potensial
bagi negara kita. Lain halnya jika konsolidasi demokrasi ini diperkuat
81
dengan landasan hukum dan pelaksanaannya yang tegas tanpa pandang
bulu. Saya kira semua tahu, reformasi hukum dan aparat keamanan
tampaknya mengalami hambatan terbesar.
Singkatnya, demokrasi tidak menjamin dirinya kebal terhadap ancaman
teror.
Tidak ada jaminan bila kita menempuh jalan demokrasi, maka teror akan
berakhir. Dalam kasus India, aksi pembunuhan terhadap pimpinan politik
oleh aktivis radikal merupakan contoh yang gamblang. Bahwa kekecewaan
kelompok tertentu yang berkembang menjadi aksi teror dalam sebuah
sistem demokrasi bisa saja terjadi. namun model kelompok seperti ini
bisa dideteksi sejak awal....sebab mereka tidak akan jauh dari kategori
ethno-nationalisme, separatisme, revolutionis kelompok kiri, kelompok
agama , and kelompok ekstrim kanan. Petunjuk awalnya yaitu suara tidak
puas atas perlakuan atau kebijakan pemerintah.
Ah saya jadi ngalor-ngidul nulis tidak karuan. Meski begitu, harapan saya,
mudah-mudahan tulisan ini bisa menjadi bahan bacaan yang bermanfaat.
Sekian
Posted by Senopati Wirang /Tuesday, February 28, 2006
82
Lima Tahun Setelah Nine-Eleven
Tulisan ini hanya refleksi ringan untuk turut mencatatkan peristiwa aksi
teror paling berhasil pasca perang dunia kedua. 11 September lima tahun
yang silam, publik Amerika Serikat dan dunia dikejutkan dengan peristiwa
teror yang memanfaatkan pesawat yang dibajak untuk meledakan
sejumlah sasaran penting. Setidaknya demikian yang banyak dikutip dan
dicatat oleh media massa maupun dokumen pemerintah dan buku. Lihat
misalnya di September 11 2001 attacks maupun di 9/11 digital archive.
Sejumlah analisa dan silang pendapat dalam menganalisa kasus 9/11
sangat menarik. sebab sampai saat ini keraguan maupun keyakinan pihak-
pihak yang berbeda pendapat tampaknya tidak akan pernah sepakat. Satu
pihak bersikukuh bahwa Al-Qaeda beserta suborganisasi dibawahnya
bertanggung-jawab dan telah memicu lahirnya kebijakan the War on
Terror serta melahirkan the Homeland Security Department. Pihak lain
meragukan dengan mengajukan konspirasi teori yang didukung oleh
sejumlah kejanggalan di seputar peristiwa 9/11. Sebuah paper pendek 6
halaman yang cukup menarik misalnya 9/11_conspiracy_theory_paper.
jika faktanya benar-benar kecolongan, maka dunia intelijen Amerika
bagaikan pesakitan yang harus menanggung malu akibat serangan teror
ini . namun jika itu semua rekayasa intelijen melalui sel hitam-
nya, maka itu sebuah skenario yang teramat dahsyat dan sukses besar.
Saya pribadi sampai sekarang lebih banyak meragukan dokumen resmi
yang dikeluarkan pemerintah Amerika Serikat. Seorang rekan intelijen
83
senior di Amerika bahkan bercanda ringan tentang dokumen serangan ke
Timur Tengah yang telah dirancang sejak tahun 1970-an juga tentang
sedikit mengorbankan warga negara Amerika untuk kepentingan yang
jauh lebih besar.
Terlepas dari berbagai analisa dan siapa pelaku sesungguhnya, saya hanya
bisa menyimpulkan bahwa motivasi-motivasi power serta pendekatan
kekerasan tidak akan pernah berhenti dalam otak manusia. Itu hanya
sebuah cermin realita manusia yang memiliki potensi untuk menjadi
sangat kejam demi sebuah tujuan/kepentingan. Oleh sebab itu, alangkah
baiknya bila bangsa negara kita, khususnya kalangan intelijen untuk terus
meningkatkan kewaspadaan terhadap bisikan-bisikan jahat yang ingin
menghancurkan dan mengadu domba sesama anak bangsa negara kita.
Related Posts:
intelijen 1 Badan Intelijen dari masa ke masa: Alat Negara atau Memperalat Negara?Tulisan ini merupakan *Muqaddimah* pada sebuah buku… Read More