intelijen 1

Badan Intelijen dari masa ke masa: Alat Negara atau 
Memperalat Negara?
Tulisan ini merupakan *Muqaddimah* pada sebuah buku berjudul *Awas! 
Operasi Intelijen*, yang diterbitkan oleh Ar Rahmah Media, Jakarta,
September 2006, khususnya pada halaman 6 hingga 21.
Oleh Irfan S. Awwas *)
SELAIN tentara  dan polisi , badan intelijen merupakan salah satu alat negara,
bukan alat pemerintah atau alat dari rezim tertentu yang sedang 
berkuasa. Namun dalam kenyataannya, terutama selama rezim Orde Baru 
berkuasa, badan intelijen lebih terkesan sebagai alat penguasa.
Badan intelijen yang dimiliki negara RI, tidak saja BIN (Badan Intelijen
Negara), namun  ada badan-badan intelijen di bawah kendali tentara , polisi , 
dan bahkan lembaga sipil lainnya. Pimpinan badan intelijen di tubuh tentara  
dan polisi , tentu saja dijabat oleh perwira-perwira tentara  dan polisi  yang 
masih aktif. Sedangkan badan intelijen di luar tentara -polisi  seperti BIN, 
mengapa lebih sering dijabat oleh para perwira tentara  atau purnawirawan 
tentara .
Menurut berbagai sumber yang berhasil dirangkum oleh badan Litbang 
Majelis Mujahidin, selama empat dasawarsa lebih, sejak 1965 hingga 
tahun 2006 ini, kepala badan inteljen selalu dijabat oleh perwira tentara  
minimal berbintang dua.
Badan Pusat Intelijen (BPI) yang didirikan sejak November 1959 dan 
pernah dipimpin Dr Subandrio (tokoh PKI), dibubarkan pada tahun 1965. 
Sejak itu, badan intelijen bernama KIN (Komando Intelijen Negara) di 
bawah pimpinan Jenderal tentara  Soeharto yang saat itu juga menjabat 
sebagai Menpangab/Menteri bidang Hankam/Ketua Presidium Kabinet 
Ampera. Namun dalam kesehariannya, KIN dijalankan oleh Mayjen tentara  
Hertasning, hingga tahun 1967.
Periode 1967-1968, setelah KIN dibubarkan, dibentuk BKI (Badan Kerja
Intelijen), yang dipimpin Mayjen tentara  Sudirgo. Ternyata, Sudirgo 
dianggap kekiri-kirian, maka KIN pun dibubarkan, lalu menjadi 

BAKIN (Badan Koordinasi Intelijen Negara), dirintis oleh Letjen tentara  
Yoga Soegama yang sempat menjalankan lembaga ini selama beberapa 
bulan (November 1968 hingga Maret 1969).
Letjen tentara  Yoga Soegama dikirim ke New York menduduki posisi sebagai 
orang kedua untuk perwakilan negara kita di PBB (Perserikatan Bangsa-
Bangsa) dengan pangkat Duta Besar, setelah terjadi peristiwa kehilangan 
tas berisi dokumen di bandara. Posisi Yoga dilanjutkan oleh Mayjen tentara  
Sutopo Yuwono (1969-1974). Yoga kembali menduduki posisi Kepala 
BAKIN (1974-1989), setelah sekitar lima tahun bertugas di New York.
Pasca kepemimpinan Letjen Yoga Soegama, berturut-turut BAKIN 
dipimpin oleh Letjen tentara  Soedibyo (1989-1997), lalu Mayjen tentara  
Muthojib (1997-1998), dilanjutkan oleh Mayjen tentara  ZA Maulani (1998-
1999), dan terakhir Letjen tentara  Arie J. Kumaat (1999-2001). Tahun 
2001, BAKIN menjadi BIN (Badan Intelijen Negara), dipimpin pertama 
kali oleh Letjen tentara  Purn AM Hendropriyono dan berfungsi menjalankan 
koordinasi atas seluruh badan intelijen yang ada.
Sejak KIN hingga BIN, Drs. As'ad merupakan orang sipil pertama
yang berhasil menduduki posisi cukup tinggi, yaitu sebagai wakil kepala
badan intelijen, sejak 1998 hingga masa kekuasaan Presiden Susilo 
Bambang Yudhoyono.
Oleh komunitas politik, Drs. As'ad disebut sebagai orang NU. Ia mulai
menduduki jabatan sebagai Waka BAKIN sejak BJ Habibie menggantikan 
Soeharto sebagai Presiden RI. Drs. As'ad ketika itu mendampingi Mayjen 
tentara  Z.A . Maulani. Ketika Habibie turun dan digantikan Abdurrahman 
Wahid, Drs As'ad tetap pada posisinya, namun kali ini ia mendampingi 
Letjen tentara  Arie J. Kumaat (Nashara). Pada saat jabatan Presiden RI 
dipegang Megawati, Kumaat digantikan Letjen tentara  Purn Abdullah 
Makhmud Hendropriyono, kader PDI-P, dan Drs As'ad tetap pada 
posisinya.
Setelah Megawati tidak lagi menghuni Istana Negara, akibat kalah dalam
Pilpres 2004 dan muncul Presiden Susilo Bambang Yudojono (SBY) yang 
terpilih untuk pertama kalinya melalui pemilihan langsung, AM 
Hendropriyono yang pernah menjadi atasan SBY melepaskan jabatannya. 
Posisi Hendro lalu diisi oleh Letjen tentara  Purn Syamsir Siregar. 

Sementara itu, Drs As'ad tetap awet pada posisinya, entah sampai 
kapan?
Naik turunnya kepala badan intelijen negara seirama dengan jatuh 
bangunnya pemimpin puncak lembaga eksekutif (presiden), maka tidaklah 
keliru bila ada yang menyimpulkan bahwa badan intelijen negara belum 
menjadi alat negara sepenuhnya, namun  lebih sering menjadi alat 
penguasa.
Ali Moertopo dan Ekstrim 
Konon Sosok intelijen yang paling dikenal dan licin yaitu  Ali Moertopo, 
meski ia belum pernah berhasil menduduki posisi puncak di lembaga 
intelijen. Ali pertama kali secara resmi berkiprah di dalam lembaga 
intelijen negara yaitu  pada tahun 1969 1974, ketika Mayjen tentara  
Sutopo Yuwono menjabat sebagai Kepala BAKIN, dan Ali Moertopo 
mendampinginya sebagai Deputy Kepala BAKIN.
Pada tahun 1974-1989, ketika Kepala BAKIN dijabat oleh Letjen tentara  
Yoga Soegama, Mayjen tentara  Ali Moertopo menjabat sebagai Wakil Kepala 
BAKIN, selama kurang lebih empat tahun (1974-1978). Posisinya 
lalu digantikan oleh Mayjen tentara  LB Moerdani (1978-1980), yang 
juga menjabat sebagai Ketua G-I/Intel Hankam. Sebelum 1974, agenda 
kerja intelijen lebih banyak mengurusi ekstrim kiri (komunis), dwikora 
(konfrontasi dengan Malaysia), korupsi, pengamanan Pemilu, Timor Timur 
(yang kala itu masih dijajah Portugis). Baru setelah tahun itu masuklah 
agenda mengawasi ekstrim kanan khususnya generasi kedua DI/TII-NII.
Sebelum bergabung dengan tentara , Ali Moertopo pernah bergabung dengan 
tentara * Hizbullah*, salah satu unsur cikal bakal tentara . Danu M. Hasan 
yaitu  salah seorang anak buah Ali di Hizbullah. Pada gilirannya, ketika 
Ali masuk tentara , Danu bergabung ke dalam DI/TII. Danu M. Hasan sempat 
menjabat Komandeman DI/TII se Jawa. Kelak, pasukan Danu berhasil 
ditaklukkan oleh Banteng Raiders yang dikomandani Ali Moertopo. 
Perjalanan berikutnya, pasca penaklukan, terjalinlah hubungan yang lebih 
serius antara Ali dengan Danu di dalam kerangka "membina mantan 
DI/TII". Pada persidangan kasus DI/TII, 1980-an, terungkap bahwa Ali 
Murtopo secara khusus menugaskan Kolonel Pitut Soeharto untuk 
menyusup ke golongan Islam, antara lain dengan mengecoh Haji
Ismail Pranoto (Hispran) di Jawa Timur. Di Jawa Barat, Pitut "membina" 
Dodo Kartosoewirjo dan Ateng Djaelani. Namun gagal, kecuali Ateng 
Djaelani, sehingga di kalangan pimpinan DI dia dianggap pengkhianat.
Pada 1976 muncul kasus Komando Jihad (Komji) yang merupakan muslihat 
cerdik Ali Moertopo. Menggunakan istilah Islam sebagai perangkap 
menjebak umat Islam. Pada mulanya, Ali Moertopo mengajak para 
petinggi DI untuk menghadapi bahaya komunisme dari Utara (Vietnam). 
Ketika itu Vietnam yang komunis berhasil mengalahkan tentara Amerika 
(1975). Perang Vietnam berlangsung sejak 1961. Kemenangan komunisme 
Vietnam, lalu dijadikan momok dan ancaman bagi negara kita yang 
sejak awal Orde Baru sudah menjadi 'sekutu' AS. sebab , sejak awal 
1970-an sudah terlihat kecenderungan bahwa AS akan dikalahkan oleh 
kekuatan komunis Vietnam.
Dengan alasan menghadapi ancaman komunisme dari utara itulah, petinggi 
DI pasca wafatnya Imam NII, As-Syahid Sekarmadji Maridjan 
Kartosoewirjo, diminta mengorganisasikan laskar, semacam Pam 
Swakarsa. Dalam waktu relatif singkat terkumpullah ribuan orang dari 
seluruh penjuru Nusantara, siap menghadapi bahaya komunisme dari 
utara.
Semangat membela tanah air dan mempertahankan aqidah Islam dari 
bahaya komunisme inilah yang menjadi alasan bagi sejumlah orang 
sehingga mau terlibat. Mereka yang berhasil direkrut pada umumnya 
rakyat kebanyakan, mulai dari pedagang, guru mengaji, guru sekolah 
umum, bahkan ada juga prajurit tentara . Walau sudah berhasil merekrut 
ribuan orang, namun tidak ada satu tetes perbuatan radikal pun yang 
dilakukan mereka. Tiba-tiba, secara licik mereka semua ditangkap, dan 
dipenjarakan dengan tuduhan hendak mendirikan Negara Islam 
negara kita, dituduh subversif, dan diberi label Komando Jihad.
Gerakan Islam dan Intelijen
Hampir tidak ada lembaga Islam pergerakan di negara kita yang steril dari
penetrasi intelijen. Bahkan sejak awal Orde Baru, hal ini sudah mulai
dilakukan. Tidak saja dalam rangka memata-matai, pada beberapa kasus 
justru menjadi 'arsitek' bagi terciptanya anarkisme atau gerakan 
radikal.
Awal tahun 1970, Ali Moertopo 'menggarap' Nur Hasan Ubaidah, 
sehingga berhasil dinobatkan sebagai "Imam" sebuah kelompok puritan 
ekstrim kanan yang lalu terkenal dengan nama Islam Jama'ah (IJ).
Salah satu ajarannya yaitu  mengkafirkan orang Islam di luar 
komunitasnya. Untuk menghindari protes massa akibat ajaran sesat yang 
dikembangkannya, Lembaga ini berganti nama menjadi Lemkari, lalu 
berganti lagi menjadi LDII hingga kini. Jenderal tentara  Purn Rudini mantan 
KASAD yang lalu menjadi Mendagri, ketika itu berada di belakang 
perubahan nama dari IJ menjadi Lemkari, dan menjadi salah satu unsur 
pendukung GOLKAR terutama sejak Pemilu 1971. Oleh MUI, IJ
atau Lemkari atau Darul Hadits dinyatakan sebagai aliran sesat. Bahkan
Kejaksaan Agung telah mengeluarkan pelarangan di tahun 1971, melalui 
Surat Keputusan Jaksa Agung RI No: Kep-089/D.A./10/1971.
Meski tidak berhasil memproduksi berbagai tindakan radikal, setidaknya 
Ali Moertopo –lalu dilanjutkan oleh Rudini– melalui Nur Hasan 
Ubaidah dan Islam Jama'ah-nya telah berhasil mendiskreditkan Islam 
sebagai sosok yang menakutkan, pemecah belah, bahkan sumber 
anarkisme.
Pada tahun 1978, intelijen berhasil membina dan menyusupkan Hasan 
Baw, mahasiswa IAIN Jogjakarta, ke dalam gerakan Warman, yang 
terkenal dengan serangkaian aksi radikalnya dengan sebutan Teror
Warman di Jawa Tengah.
Tahun 1981 Najamuddin disusupkan ke dalam gerakan Jama'ah Imran di 
Cimahi, Jawa Barat. Najamuddin pula lah yang merancang aksi anarkis 
berupa penyerbuan Polsek Cicendo, bahkan merancang aksi pembajakan 
pesawat Garuda. Peristiwa ini dikenal dengan kasus "Pembajakan Woyla". 
Salah seorang "sutradara" pembajakan Woyla yaitu  Mulyani (belakangan 
lebih dikenal dengan nama A. Yani Wahid, kini almarhum). Sebagai 
"sutradara" ia tidak ikut dalam aksi pembajakan, namun segala persiapan 
pembajakan berada di tangannya. 
Semasa hidupnya, almarhum berkawan karib dengan AM Hendropriyono, 
bahkan ia menjadi motor penggerak di dalam mencetuskan konsep 
*ishlah* untuk kasus Lampung Berdarah. Selain itu, almarhum juga 
pernah menjadi staf Menkopolkam semasa dijabat Jenderal SBY. Bahkan 
almarhum ikut pula mensukseskan SBY hingga mencapai puncak sebagai 
Presiden RI.
Stigmeninggal sasi ala Komando Jihad, juga terjadi pada kelompok pengajian
pimpinan Imran bin Zein ini. Sebagai sebuah kelompok, pemuda-pemuda
bersemangat kala itu sama sekali tidak menyebut dirinya sebagai 
Jama'ah Imran. Barulah setelah pecah kasus penyerbuan Polsek Cicendo 
dan Pembajakan Woyla, kelompok ini diberi label Jama'ah Imran oleh 
aparat berwenang.
Sekalipun pada tahun 1983 Ali Moertopo meninggal  mendadak di Gedung 
Dewan Pers (jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat), namun kebijakan rekayasa 
intelijennya tetap berlanjut. Tahun 1986, gerakan Usrah pimpinan Ibnu 
Thayib kesusupan Syahroni dan Syafki, mantan preman blok M, yang 
menyebabkan timbulnya sebuah peristiwa berdarah, sehingga, membawa 
tokoh-tokoh kelompok ini masuk bui. Tahun 1988, Ibnu Thayib diberi 
'order' sebagai umpan yang ternyata meleset, sebab  umpan itu tidak 
digubris. namun , lalu 'ditelan' oleh Nur Hidayat, seorang mantan 
karateka Nasional yang pernah menjadi bagian dari gerakan Usrah Ibnu 
Thayib. Lalu, pada Februari 1989, terjadilah tragedi yang terkenal 
dengan Lampung Berdarah di dusun Talangsari III, desa Rajabasa Lama, 
Lampung Tengah. Pembantaian yang menyebabkan tewasnya ratusan 
orang, termasuk anak-anak dan wanita, dipimpin langsung oleh AM 
Hendropriyono, Komandan Korem 043 Garuda Hitam, Lampung kala itu.
Pada tahun 1994, di Pandeglang terjadi penangkapan besar-besaran 
terhadap 800 lebih jamaah NII KW-9. Mereka yang ditangkap aparat itu 
yaitu  mantan anggota NII KW-9 pimpinan Abu Toto alias Panji 
Gumilang. Di hadapan aparat mereka mengaku baru saja melepaskan diri 
dari keanggotaan NII KW-9, serta menjelaskan bahwa pimpinan mereka 
yaitu  Abu Toto. Mereka semua akhirnya dijebloskan ke penjara dengan 
masa tahanan paling rendah 2-3 minggu, namun sosok yang bernama Abu 
Toto sama sekali tidak disentuh aparat.
Siapa Abu Toto? Menurut Mohammad Soebari, Mantan Kabag Keuangan 
DPR RI dan tokoh elite KW-9, di tahun 1980 ketika elite NII KW-9 
ditangkap Ali Moertopo, Abu Toto kabur ke Sabah sambil membawa lari 
uang jamaah sebanyak dua miliar rupiah. Toto muncul kembali sekitar 
tahun 1988-1989 dan bergabung dengan Karim Hasan yang secara 
ideologis sudah berbeda dengan Soebari. Toto berhasil meyakinkan Karim 
Hasan yang secara aqidah sudah menyimpang itu untuk 'kembali' kepada 
NII. Padahal, di tahun 1983, Karim Hasan sudah menyatakan keluar dari 
NII faksi Adah Djaelani.
Tahun 1992, H. Rais Ahmad yang ketika itu menjabat sebagai pimpinan 
NII KW-9 ditangkap aparat. Namun, Toto yang juga petinggi KW-9 tidak 
tersentuh aparat. H. Rais akhirnya mendekam di tahanan hingga 1997 
tanpa proses peradilan, hingga akhir hayatnya. Setelah H Rais ditangkap 
(1992), Toto pun leluasa mengambil tongkat estafet kepemimpinan NII
KW-9 yang terus melanggengkan doktrin sesat ala Lembaga Kerasulan 
yang disebarkan Karim Hasan, hingga kini.
Seluruh peristiwa penangkapan jamaah NII KW-9 di tahun 1992 dan 
1994, yaitu  atas laporan Toto sendiri. Menurut sumber dari kalangan 
pergerakan, sudah sejak 1986 Toto direkrut aparat, disuruh pulang dari 
pelariannya, lalu 'membangun kembali NII' setelah sebelumnya 
masuk ke dalam lingkaran Karim Hasan, tokoh sekte Lembaga Kerasulan.
Pada tanggal 27 Agustus 1999, masyarakat pergerakan dikejutkan oleh 
sebuah pemberitaan berkenaan dengan diresmikannya sebuah pesantren 
oleh presiden BJ Habibie, di Indramayu. Pesantren termegah di Asia 
Tenggara itu bernama Ma'had Al-Zaytun, yang dipimpin oleh Syaikh Al-
Ma'had AS Panji Gumilang.
Yang membuat kalangan pergerakan terkejut bukanlah kemegahan 
pesantren yangvberdiri di tengah-tengah kemiskinan rakyat sekitarnya, 
namun  terutama tertuju kepada sosok yang bernama AS Panji Gumilang, 
yang tak lain yaitu  Abu Toto, alias Toto Salam, yang pernah memfitnah 
H Rais (1992) hingga masuk penjara, yang pernah melaporkan 800 lebih 
jamaahnya sendiri (jamaah NII KW-9) sehinga ditangkap aparat (tahun 
1994), sebab  mereka melepaskan keanggotaannya di KW-9 dan tidak 
mengakui kepemimpinan Toto.
Tanggal 5 Juli 2004, masyarakat kembali dikejutkan oleh pemberitaan 
seputar pilpres putaran pertama, yaitu ketika Al-Zaytun berubah 
sementara menjadi 'TPS Khusus' yang menampung puluhan ribu suara 
(24.878 jiwa) untuk mendukung capres Jenderal Wiranto. Ketika itu, 
puluhan armada tentara -AD hilir-mudik mengangkut ribuan orang dari luar 
Indramayu yang akan memberikan suaranya di TPS Khusus ini . 
Sayangnya lalu hasil dari TPS Khusus ini dianulir.
Pada Pemilu Legislatif 5 April 2004, terdapat sekitar 11.563 pemilih yang
tersebar di 39 TPS Khusus Al-Zaytun, hampir seluruhnya (92,84 persen)
dberikan kepada PKPB pimpinan Jenderal Hartono dan Mbak Tutut. 
Selebihnya (618 suara) diberikan kepada Partai Golkar pimpinan Akbar 
Tanjung.
Dari fakta-fakta ini, yaitu  masuk akal bila muncul wacana atau bahkan
kesimpulan tentang kedekatan (atau bahkan keterkaitan) antara Toto 
alias Panji Gumilang dengan petinggi militer Orde Baru, Partai Golkar 
mesin politik Orde Baru, dan tokoh Orde Baru lainnya, termasuk 
intelejen. Pada 14 Mei 2003, Jenderal Hendropriyono dalam kapasitasnya 
sebagai Kepala BIN (Badan Intelejen Negara), atas nama Presiden 
Megawati, memenuhi undangan Panji Gumilang untuk menancapkan patok 
pertama bangunan gedung pembelajaran yang diberi nama *Gedung 
Doktor Insinyur Haji Ahmad Soekarno*. Kehadiran Jenderal 
Hendropriyono ketika itu, diikuti hampir seluruh pejabat tinggi
BIN.
Sebelumnya, sekitar akhir 1999, ZA Maulani Kepala BAKIN saat itu 
pernah membawa pesan AS Panji Gumilang kepada Al Chaidar untuk tidak 
menerbitkan buku yang mengupas sepak terjang Toto Salam dan 
keberadaan Al-Zaytun. Beberapa bulan sebelum buku ini  terbit, Al 
Chaidar diajak oleh Zaenal Muttaqin, Pemred Sabili kala itu ke rumah 
makan Sate Pancoran. Ternyata di tempat itu sudah menanti ZA Maulani. 
Al Chaidar mau menghentikan rencana penerbitan buku ini  dengan 
imbalan satu miliar rupiah. Nampaknya tidak ada kesepakatan di antara 
mereka, dan sebagaimana telah sama-sama diketahui, buku ini  
terbit perdana pada Januari 2000, berjudul *Sepak Terjang KW9 Abu 
Toto*, dan hampir setiap bulan mengalami cetak ulang.
Zaenal Muttaqin, mantan aktivis Tarbiyah (Ikhwanul Muslimin) ini 
memang dikenal dekat dengan kalangan jenderal, seperti ZA Maulani, 
Muchdi PR (terakhir menjabat sebagai salah satu Deputy BIN di bawah 
Hendropriyono), Letjen Prabowo Subianto, Brigjen Adityawarman Thaha, 
Mayjen Kivlan Zein yang oleh Abdurrahman Wahid pernah disebut dengan 
julukan "Mayjen K" ketika kasus Ambon pertama kali meledak.
Sebelum kasus penimbunan senjata oleh Brigjen Koesmayadi diungkap 
oleh KSAD Jenderal tentara  Djoko Santoso (29 Juni 2006), beberapa tahun 
sebelumnya sejumlah aktivis Islam pernah melaporkan kepada aparat 
kepolisian tentang adanya timbunan senjata di Al-Zaytun, pada sebuah 
tempat yang dinamakan bunker. Laporan itu baru ditindak-lanjuti aparat 
kepolisian beberapa bulan lalu, setelah ratusan senjata itu 
dipindahkan ke tempat lain, dan bunker tempat penyimpanan senjata 
sudah berubah fungsi. Senjata-senjata itu milik seorang jenderal aktif 
yang sangat berpengaruh pada masanya.
Dari fakta-fakta di atas, nampaknya sulit untuk mencegah bila ada yang
menyimpulkan bahwa Toto yaitu  sosok yang disusupkan ke dalam 
gerakan Islam, dengan proyek mercusuarnya berupa Ma'had Al-Zaytun.
Namun, kebijakan susup-menyusup agaknya tidak berhenti sampai di situ. 
Salah satu tokohnya yaitu  Haris. Pada tahun 2000 ketika sejumlah 
tokoh Islam pro Syari'at menyelenggarakan Kongres Mujahidin pertama 
pada 5-7 Agustus, sosok Haris sudah ambil bagian dengan peranan yang 
cukup signifikan, sehingga ia bisa menjalin kontak ke kalangan tokoh 
Islam. Sebelum berkiprah di Kongres Mujahidin, sosok Haris sudah lebih 
dulu malang-melintang di berbagai gerakan Islam, menyusup melalui 
"pintu gerbang"-nya yaitu Ustadz Rani Yunsih, salah seorang tokoh Islam 
pergerakan, kini almarhum.
Belakangan diketahui, Haris mengaku ditugasi untuk aktif mengarahkan 
agar rekomendasi yang ditelurkan Kongres Mujahidin yaitu  institusi 
bernama "Jama'ah Islamiyah". Namun gagal, sebab  Kongres ternyata 
melahirkan lembaga tansiq bernama Majelis Mujahidin, hingga sekarang.
Jadi, melalui jejak intel penyusup ini, diketahui bahwa sejak awal memang
sudah ada kekuatan yang berusaha mewujudkan JI di negara kita secara 
formal. Bahkan hingga kini, masih tetap ada keinginan untuk mengkaitkan 
antara MM dengan JI. Antara lain sebagaimana analisa yang dibangun 
Maftuh dan kawan-kawan melalui buku berjudul " *Negara Tuhan: The 
Themeninggal c Encyclopaedia*".
Ketika pecah tragedi WTC 11 September 2001, Haris –perwira menengah 
sebuah angkatan yang bekerja untuk badan intelijen, dan disusupkan ke 
MM– mengatakan, bahwa MM aman. Maksudnya jauh dari tindakan radikal 
apalagi terorisme. Sebagai sosok yang pandai bergaul, Haris pasti tahu 
persis siapa Ustadz Ba'asyir, terutama ketidak terkaitannya dengan JI, 
termasuk *track record* Ustadz Ba'asyir yang tidak pernah terkait 
tindak kekerasan. Itu semua tentu sudah dilaporkan Haris kepada 
institusinya.
Sosok Haris sebenarnya bisa dijadikan bukti, bahwa Ustadz Ba'asyir 
sama sekali jauh dari apa yang dituduhkan kepada beliau selama ini. 
Namun, mengapa beliau tetap saja ditahan? Nampaknya, aparat penegak 
hukum termasuk aparat intelijen, ketika itu sekadar melaksanakan order, 
mengikuti kehendak Presiden AS, George Walker Bush. Terbukti, ketika 
pemerintah SBY membebaskan Ba'asyir, yang paling sewot dan ribut 
justru PM Australia, Jhon Howard, sekutu AS.
Salah satu bukti adanya kepentingan asing yang berupaya mengkait-
kaitkan Majelis Mujahidin dengan kegiatan terorisme, bisa diperoleh dari 
pengakuan Asep Rahmatan Kusuma, yang pengakuannya pernah 
dipublikasikan majalah berita mingguan GATRA.
Pada GATRA edisi 4 Januari 2006, Rahmatan mengakui bahwa ia pernah
diperintah oleh CIA untuk mengirimkan anggota MM naik bus dari Garut 
ke Bandung pukul 05.00. Kelak, pada bus itu akan ditaruh bahan peledak.
Sehingga, saat bus dihadang, ada orang MM yang diringkus. Menurut 
Asep Rahmatan Kusuma, ini merupakan rekayasa untuk menjebak anggota 
MM. Namun, * Alhamdulillah* rekayasa jahat itu gagal alias tidak 
berhasil.
Penyusupan agen intel ke dalam tubuh Majelis Mujahidin memang tidak 
selalu bertujuan untuk menjebak. Sebagaimana dilakukan oleh mantan 
Komandan Laskar Kristus Evangelist Wilayah negara kita Timur, 
Andronikus Kaparang, M.Th, alias Lalu Muhammad Hasan alias Ihsan, yang 
menyusup ke MM dengan tujuan melacak mata rantai hubungan Majelis 
Mujahidin dengan Al Qaidah pimpinan Usamah bin Ladin. Juga, menelusuri 
sumber dana, dan kemungkinan keterlibatan Majelis Mujahidin dalam 
permusuhan dengan umat Kristen. Namun, Andronikus tidak menemukan 
keterlibatan Majelis Mujahidin atas kecurigaannya ini .
Pengakuan ini disampaikan Andronikus pada tanggal 9 Juli 2006, di 
Markaz Pusat Majelis Mujahidin, Jogjakarta.
Memperalat Negara Sebagai institusi Islam yang berjuang bagi 
diterapkannya Syari'at Islam di lembaga negara, tanpa harus kehilangan 
kewaspadaan seorang mujahid, kehadiran agen intel ke dalam tubuh 
Majelis Mujahidin, bukanlah peristiwa yang terlalu mencekam. Selama ia 
hanya berusaha memastikan ada-tidaknya keterkaitan MM dengan aneka 
aksi terorisme yang pernah terjadi di negara kita, maka penyusupan itu 
hanyalah sia-sia belaka. sebab , pasti sang agen tidak akan pernah 
menemukan bukti-bukti yang signifikan. Majelis Mujahidin hanya
khawatir, bila kehadiran agen intel tadi tidak sekadar menggali informasi,
namun  melakukan serangkaian jebakan dan rekayasa untuk mengadu 
domba, menjebak, memfitnah, atau membenturkan MM dengan penguasa, 
dengan mengaitkan aksi radikal maupun terorisme yang pernah atau akan 
terjadi.
Sebagai instistusi dakwah dan jihad, bagi Majelis mujahidin, intel juga
manusia, yang menjadi objek da'wah bagi pentingnya penegakan Syari'ah 
Islam di negara kita. Sejauh gerakan Islam konsekuen menjadikan Syari'at 
Islam sebagai parameter utama dalam mengawal setiap aktivitas, 
program, termasuk pola berpikir tokoh-tokohnya, tidak ada hal yang 
harus dikhawatirkan. Harus dihilangkan cara pandang sebagai orang 
kalah, yaitu merasa menjadi korban konspirasi, merasa diperalat pihak 
lain, atau dijebak ideologi tertentu. Mengapa kita tidak berpikir 
sebaliknya, memposisikan gerakan Islam sebagai agen perubahan, bukan 
sebagai obyek penderita. Sehingga, bergaul dengan siapa saja, tidak 
seharusnya membuat kita kehilangan apa pun jua.
Menurut Al-Qur'an, Islam senantiasa bersikap bersahabat dengan siapa 
saja yang suka berbersahabat, berdamai dengan siapa saja yang ingin 
damai, dan juga siap melawan terhadap siapa saja yang mengusiknya. 
Melawan siapa saja yang mencetuskan fitnah, termasuk mereka yang 
tidak membiarkan pemikiran Islam berkembang bebas, atau orang yang 
hendak memaksakan ideologi tertentu pada kaum Muslimin. Siap melawan, 
baik melalui perang intelektual, taktik dan strategi, maupun menggunakan 
sarana fisik. sebab , kekuatan Syari'ah Islam pada seorang Muslim 
yaitu  jaminan bagi keselamatan jiwanya, hartanya, dan kehormatannya. 
Manakala komitmen pada Syari'ah Islam melemah, kaum
Muslimin akan mudah menjadi sasaran pertumpahan darah, dan adu 
domba. Harta kekayaan serta kehormatan mereka akan menjadi obyek 
penjarahan musuh-musuhnya.
Aktivitas dakwah dan jihad, menyeru penegakan Syari'ah Islam, tidaklah
bertentangan dengan konstitusi negara. Juga, sama sekali tidak 
berpotensi menimbulkan disintegrasi. Hasil penyusupan Haris dan 
Andronikus, seharusnya sudah bisa menjadi kontribusi berharga bagi 
badan intelijen untuk sampai pada sebuah kesimpulan, bahwa Majelis 
Mujahidin sama sekali tidak terkait dan tidak bisa dikait-kaitkan, apapun 
alasannya, dengan radikalisme dan terorisme. Kalau badan intelijen 
merupakan alat negara, akan lebih produktif bila aktivitasnya ditujukan 
untuk memata-matai berbagai tindakan yang berpotensi merugikan 
negara, seperti *illegal logging* (pembalakan liar), prostitusi, peredaran 
narkoba, penjualan bayi, preman, perkosaan, uang palsu, penyelundupan 
BBM, penambangan pasir liar, korupsi, penyelewengan
dana BLBI yang mencapai triliunan rupiah, penimbunan senjata (dan jual-
beli senjata organik kepada pihak-pihak yang tidak layak).
Masih sangat banyak jagat persoalan yang seharusnya menjadi objek 
badan intelijen ketimbang memata-matai MM, ataupun gerakan Islam 
lainnya, yang menyerukan kepada penegakan Syari'ah Islam. Sebagai alat 
negara, badan intelijen seharusnya bisa menemukan sebab-sebab 
mengapa Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan, misalnya, bisa direbut oleh 
Malaysia. Apa sebenarnya yang telah dilakukan aparat terkait sehingga 
kedua pulau itu bisa lepas begitu saja?
Namun, jika kerja intelijen cuma mengobok-obok Majelis Mujahidin, 
padahal di luar sana banyak pihak sedang melakukan aneka kegiatan yang 
berpotensi menghancurkan NKRI, maka jawab lah pertanyaan ini: 
Benarkah intelijen sebagai alat negara, atau cuma memperalat negara 
guna kepentingan politik rezim yang berkuasa? Atau, untuk memuaskan 
negara asing seperti AS dan sekutunya, sehingga pemerintah bisa 
mendapat kucuran dana pinjaman (hutang) yang akan membebani generasi 
mendatang? Jika hanya itu, *masya Allah*, betapa nista dan tidak 
berdayanya akal sehat sebagian aparat di negeri ini.
Setiap ada peristiwa teror bom, perintah eksekutif negara dengan serta-
merta mengarah pada kalangan intelijen. Entah itu intelijen polisi, militer, 
maupun intelijen sipil seperti BIN.
Kasus terakhir di Tentena (28/5) amat sangat menjengkelkan dari sudut 
padang kemanusiaan maupun ketentraman sosial masyarakat yang 
tertimpa teror. Lebih luas, hal itu juga menimbulkan simpati nasional 
dimana rakyat negara kita secara umum ikut "merasa" menderita sebab  
ancaman bom itu bisa terjadi lagi di mana saja.
Lalu apa yang sudah dan sedang dikerjakan kalangan intelijen? mengapa 
seperti tidak ada henti-hentinya?
Bandingkan misalnya dengan masa pemerintahan represif Orde Baru, 
peristiwa bom paling terkenal mungkin kasus bom BCA dan Borobudur 
ditambah pembajakan pesawat yang terkenal dengan peristiwa Woyla. 
Tidak pernah ada atau tidak pernah diberitakan kasus teror bom yang 
banyak mengambil nyawa orang sipil yang tidak bersalah dan tidak 
berkepentingan. Tapi di era reformasi ini entah berapa total nyawa yang 
direnggut oleh aksi keji ini .
Jawabnya sangat singkat, intelijen saya pastikan tidak bekerja optimal. 
Prinsip kerja 7 hari 24 jam sudah berubah menjadi kemalasan. Semangat 
patriotisme dan pengorbanan digerogoti oleh keengganan. Etos disiplin 
telah tergelincir menjadi kecerobohan dalam operasi. Harga diri yang 
berangkat dari profesionalisme dan pengabdian telah terbakar oleh 
penghinaan publik yang bertubi-tubi. Landasan kerja yang pada era Orde 
Baru dijamin oleh UU Subversi dan dukungan politik telah diberangus 
oleh ketamakan konsep individualistik atas nama hak asasi manusia.
Praktis Intelijen negara kita sudah dimandulkan oleh ibu kandungnya 
sendiri yaitu negara dan rakyat negara kita. Lantas, berapa harga yang 
harus dibayar.... yah kira-kira sebesar bom demi bom yang akan terus 
membayangi setiap penjuru tanah air negara kita.
Mungkin akan ada pihak yang menuduh balik, intelijen khususnya intelijen 
militer yang jelas punya akses terbaik soal bom menjadi genit dan 
berupaya menarik perhatian publik dengan mendalangi sejumlah kasus 
bom itu. Jawabnya yaitu  pertanyaan singkat atas inisiatif dan perintah 
siapa? apakah petinggi intelijen atau petinggi militer atau mantan 
pembina paramiliter? Saya yakini bukan semua itu, sebab  fakta bicara 
bahwa periode represif Orba yaitu  masa subur puluhan atau bahkan 
ratusan gerakan bawah tanah anti pemerintah, sedangkan era reformasi 
yaitu  masa subur mempraktekan berbagai metode perlawanan. Hal ini 
hanya sebab  intelijen sudah dilumpuhkan secara sistemeninggal s oleh ibu 
kandungnya sendiri.
Terjadinya penurunan drastis dari moral anggota intelijen berdasarkan 
pengamatan dari dalam maupun dari luar telah terjadi sejak tahun 1990-
an. Diawali dengan pembusukan organisasi melalui hilangnya prinsip 
koreksi diri dan loyalitas pada "tokoh" yang memimpin intelijen, sampai 
terbentuknya klik nepotisme yang menggurita. Anggota intelijen, 
khususnya mereka yang benar-benar profesional melalui pendidikan dan 
pelatihan di dalam negeri maupun di luar negeri (Amerika Serikat, 
Inggris, Perancis, Israel, dll) dan telah berprestasi dalam berbagai 
operasi dengan induk organisasi BIA/BAIS dan BAKIN/BIN menjadi 
sangat frustasi dengan pembelengguan individu profesional ke dalam 
busuknya politisasi badan intelijen oleh penguasa.
Ketika penguasa mengalami gunjang-ganjing reformasi, tidak ada satupun 
pemimpin nasional yang menganggap penting intelijen. Tidak ada yang 
berani mengungkapkan kerusakan permanen yang terjadi dalam 
mekanisme kerja maupun organisasi intelijen. Seorang Gus Dur bahkan 
pernah berniat melikuidasi salah satu badan intelijen. Mungkin semua 
elemen civil society yang salah satunya bisa dipresentasikan dengan LSM 
membenci intelijen.
Kembali pada esensi pembahasan tulisan ini, saya hanya mengingatkan 
salah satu aspek yang menyebabkan lemahnya mekanisme pengamanan 
nasional, khususnya dari sisi peringatan dini dan pencegahan yaitu  pada 
terabaikannya organisasi yang sangat vital dalam menjaga dan menjamin 
ketentraman dan keselamatan rakyat, bangsa dan negara negara kita, yaitu 
intelijen.
Serangan Teror di London
Dunia kembali diguncang dengan aksi teror bom di London 7 Juli 2005. 
Tiga lokasi Subway dan sebuah double-decker, di bom dalam waktu yang 
simultan. Apa artinya?
Kepolisian dan surat kabar Inggris serta merta menyimpulkan bom 
ini  sebagai serangan terencana yang hanya bisa dibisa dilakukan 
oleh kelompok teroris.
Pertanyaan berikutnya yaitu  kelompok teroris yang mana?
Ada klaim dari beberapa organisasi radikal yang membawa-bawa agama 
tertentu, tapi sejauh mana kebenaran klaim ini ? Ada juga tuduhan 
kepada Al-Qaida yang hampir selalu dimunculkan sebagai kelompok 
teroris internasional yang berada di belakang setiap aksi teror setelah 
9/11. namun  yang sesungguhnya, belum ada indikasi atau keterangan awal 
yang bisa memastikan kelompok pelaku teror bom ini .
Bila dianalisa dari sudut pandang strategis, bom London hanya akan 
mengabadikan "global war on teror" yang dihembuskan oleh Amerika 
Serikat pasca tragedi 9/11. sebab  aksi teror yang berkesinambungan di 
seluruh dunia ini  telah menjustifikasi pentingnya memerangi 
kelompok teroris di seluruh dunia. sebab  sifat perang melawan teroris 
yang sangat berbeda dengan perang konvensional, ada kecenderungan 
untuk menciptakan sebuah citra musuh bersama ke dalam sosok Al-Qaida 
secara khusus atau Islam radikal secara umum, sedikit demi sedikit 
probabilita kelompok teror komunis (kiri) dan pro-kemerdekaan seperti 
IRA tergeser. Kecenderungan ini  berupaya menghapus 
kemungkinan munculnya analisa bahwa pelaku teror itu mungkin saja 
kelompok yang diuntungkan dari situasi kacau yang diakibatkan oleh 
kepanikan dan kemarahan masyarakat.
Kelompok yang diuntungkan dari aksi teror bom yaitu  industri alat 
keamanan (security industries) yang memproduksi berbagai alat 
pemantau keamanan, alat deteksi, perlengkapan senjata ringan, dst. 
Kelesuan industri alat keamanan sangat terasa pasca Perang Dingin, 
sebab  peranan intelijen dan kontra intelijen menurun drastis dengan 
hilangnya persaingan antara blok barat dan blok timur. Penggunaan 
intelijen devices oleh dunia intelijen juga menurun tajam, riset dan 
pengembangan industri intelijen devices juga mengalami kelesuan. Selain 
itu, intelijen-pun seperti jadi pengangguran terselubung.
Bisa jadi pelaku di lapangan yaitu  mereka yang fanatik dan membabi 
buta tunduk pada idealisme aksi teror demi tujuan "mulia" atau yang 
dianggap "mulia". Tapi pemicu terjadinya aksi bom bisa jadi didorong oleh 
kelompok kepentingan tertentu yang jelas sangat ahli dan menguasai 
dunia "bawah tanah" yang paham betul dengan kerawanan masyarakat dan 
kerawanan ruang-ruang publik.
Saya tidak bisa menunjukkan jari ke arah siapa kelompok kepentingan 
yang dimaksud, namun  bisa direnungkan bahwa ada bagian sejarah umat 
manusia yang dibangun diatas berita dan cerita kebohongan belaka. 
Termasuk di dalamnya cerita tentang kelompok teroris internasional.
Aliran Dana Teroris di negara kita
Nah ini dia yang ditunggu-tunggu, sinyalemen intelijen yang "mungkin" 
lumayan menarik untuk dibahas dan bisa menjadi acuan kemana intelijen 
negara seharusnya difokuskan. Meskipun saya sendiri tidak merasa yakin 
dengan info dik wawan, tapi saya bisa mencium sumber informasi dik 
wawan mungkin dari counter-part yang "bisa dipercaya". Lain halnya 
dengan info mantan KaBIN yang sebenarnya sudah pernah melalui masa-
masa penyelidikan di masa beliau memimpin BIN, namun mengalami 
banyak sekali kendala dalam soal pembuktian akhir. Meski telah ada apa 
yang  namanya PPATK, saya yakin sistem transfer melalui kurir, atau model 
tradisional lainnya tidak akan pernah terlacak oleh mereka. Bahkan pola 
yang  tercatat melalui sistem transfer bank-pun tidak akan terlacak bila 
polanya sangat wajar. Jadi PPATK perlu sekali mempelajari pola-pola 
kriminal keuangan baik dalam skala kecil maupun besar, dalam hal ini 
mungkin intelijen bisa berbagi pengalaman.
MIOL Selasa, 15 November 2005
Aliran Dana dari Diplomat
JAKARTA (Media): Pengamat intelijen Wawan H Purwanto 
mengungkapkan seorang diplomat asing menjadi penghubung dan berperan 
mengalirkan dana untuk kegiatan teroris kelompok Azahari dan Noordin 
M Top di negara kita.
Aliran dana juga disalurkan melalui seorang kurir asal Malaysia dengan 
inisial Suf. Dana berasal dari sumbangan simpatisan yang sepaham dengan 
Noordin M Top dan Azahari di Malaysia.
"Diplomat itu punya kekebalan internasional sehingga leluasa menyalurkan 
dana kepada kelompok teroris. Dia memberikan uang dengan tujuan 
membuat keruh," ujar Wawan kepada Media di Jakarta, kemarin.
Indikasi ini sudah ia beri tahukan kepada DPR dan pemerintah supaya 
diselidiki lebih jauh. "Kalau bisa diperbaiki, ya diperbaiki sebab  
menyangkut hubungan diplomeninggal k," tambahnya.
Mengenai kegiatan kurir Suf, menurut Wawan, justru ia dapatkan dari 
Polisi Diraja Malaysia. Awalnya kurir Suf menyalurkan dana ke negara kita 
melalui bank. Namun, setelah mulai terlacak, Suf mengubah modus.
Suf lalu melakukan transfer tunai melalui perorangan dengan 
sistem cut out. Orang hanya dipakai sekali dan langsung dilepas atau 
diputus hubungan setelah melaksanakan tugas.
Menurutnya, pada 2002-2003 ada bank di dalam negeri yang pernah 
dilewati aliran dana ini . Ia tidak berani menyebut secara spesifik 
bank itu. Namun, ia memastikan bank itu merupakan bank asing yang ada 
di negara kita. Sedangkan di Malaysia, Wawan menengarai merupakan bank 
pemerintah setempat.
"Saya tidak berani menyebutkan secara spesifik, tapi yang jelas itu bank 
asing yang ada di negara kita. Untuk di Malaysia, selama ini yang saya tahu 
bank pemerintah yang ada di Malaysia," ucapnya. Lembaga donor
Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal (Purn) 
Hendropriyono mengungkapkan pola pendanaan para teroris umumnya 
berasal dari lembaga-lembaga charity (donasi) yang penggunaannya 
disimpangkan melalui iuran anggota dan simpatisan, serta kelompok 
tertentu seperti Al-Qaeda.
"Yang kami duga ada iuran anggota. Juga dana yang mengucur dari 
sejumlah yayasan untuk kegiatan sosial yang dipakai mendanai kegiatan 
terorisme," paparnya kepada Media di Jakarta, kemarin.
Namun, Hendro mengakui belum bisa secara tepat menyebut sumber 
pendanaan utama kelompok teroris Azahari. Yang pernah terungkap, 
lanjutnya, lalu lintas uang menggunakan jasa kurir sebelum sampai kepada 
pihak yang akan melancarkan aksi teroris. "Misalnya yang pernah 
diungkap ada dana lewat kurir yang sampai ke Hambali," katanya.
Meski begitu, Hendro mengingatkan, dalam setiap peristiwa terorisme 
pola pendanaan yang dipakai bisa berbeda-beda. "Tapi biasanya kalau 
pelakunya sama, pola pendanaannya tidak jauh berbeda," kata dia.
Sedangkan pengamat politik Hermawan Sulistyo mengatakan pemerintah 
tidak perlu membentuk lembaga baru untuk mengawasi aliran dana sebab  
sudah ada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Penyidikan yang dilakukan PPATK, kata dia, akan mempersulit masuknya 
aliran dana. Misalnya, pendanaan bom Bali I diketahui dari rekening yang 
digunakan. "Jadi, PPATK bisa melakukan pemotongan aliran dana, tapi 
dengan permintaan dari polisi dan kejaksaan," kata Hermawan kepada 
Media di Jakarta, kemarin. 
Seharusnya info saluran dana dari diplomat asing dan model donasi dari
lembaga-lembaga tertentu kepada kelompok teroris segera diselidiki dan 
dihancurkan jaringnya. Dari sinyalemen yang dikeluarkan seorang 
pengamat intelijen yang juga pengajar di Institut Intelijen Negara dan 
sinyalemen dari mantan KaBIN tampak jelas bahwa kekuatan utama BIN 
berada di bidang kontra-intelijen di dalam negeri dan spionase aktif di 
luar negeri. Bila kita baca buku Ken Conboy tentang Intel Inside terlihat 
bahwa kekuatan operasi intelijen negara terletak pada unit pelaksana 
kontra-intelijen. Sementara itu jaring nasional intelijen negara tidak 
jauh beda kemampuannya dengan intelijen strategis (BAIS) bahkan 
seringkali saling bekerjasama. Dengan adanya dominasi Polisi dalam 
hampir seluruh aspek keamanan dalam negeri, maka seyogyanya jaring yang  
sudah ada dari intelijen negara dan intelijen strategis bisa bekerjasama 
juga dengan polisi, dan mungkin membiarkan polisi menjadi bintang dan 
pahlawan, toh intelijen tidak pernah memimpikan popularitas dan 
penghargaan publik. Hanya saja publik perlu menunjukkan rasa hormat 
dan terima kasih walaupun pekerjaan intelijen tidak tampak. Jadi 
mungkin ada benarnya bila intelijen negara berkonsentrasi dalam 
pengumpulan informasi yang bersifat ATHG dari dalam dan luar negeri 
dengan fokus tentunya kontra-intelijen dan intelijen aktif di luar negeri. 
Hanya dengan pemantapan format ini, maka intelijen negara bisa mengisi 
ruang yang telah menjadi spesialisasinya sejak didirikan. lalu ruang 
operasi keamanan intelijen dalam negeri bisa sepenuhnya berada ditangan 
intelijen polisi. Hanya saja perlu dibuat peraturan yang  jelas tentang 
wewenang intelijen negara untuk meminta polisi melakukan operasi sesuai 
dengan tujuan penegakkan hukum dan keamanan dalam negeri. Bisa jadi 
intelijen negara dalam upaya membongkar kejahatan di dalam negeri 
seperti kasus terorisme senantiasa berada di garis depan informasi dan 
senantiasa mendukung operasi polisi, tanpa perlu memiliki wewenang 
khusus dalam tubuh intelijen negara, seperti menahan dan mengorek 
informasi. namun  yang  sangat dikhawatirkan yaitu  munculnya egoisme 
korps, khususnya Polisi yang merasa bisa mengatasi segala persoalan 
keamanan dalam negeri tanpa bantuan siapapun. Pada gilirannya, kita juga 
harus mewaspadai meluasnya wewenang polisi yang bisa jadi semakin 
berada diluar kendali sebab  tidak ada lembaga lain yang  menjadi mitra 
operasi sekaligus faktor pengendali terjadinya penyimpangan.
Pesan dari Teroris negara kita
Rekaman berdurasi sekitar 15 menit tentang pengakuan para pelaku bom
Bali II dan seorang tokoh misterius bertopeng yang disiarkan oleh 
sejumlah TV negara kita dan telah disiarkan di mancanegara pada minggu 
ini cukup mencengangkan dan menarik untuk disimak.
Apa yang  bisa kita cermeninggal  dari ditemukannya video ini ?
1. Pesan itu memang sengaja dibuat untuk ditemukan dan 
disebarluaskan ke masyarakat luas secara umum, namun sasaran 
khususnya yaitu  pemintaan "tolong" atau dukungan dari organisasi 
teroris internasional, bahwa kedudukan atau posisi kelompok teroris 
nusantara sudah terjepit. Hal ini bisa saya pastikan sebab  ada 
reaksi dari beberapa kelompok di luar negeri yang  justru merasa 
simpati dengan kondisi yang  dialami oleh organisasi teroris negara kita, 
hal ini merupakan kebalikan dari reaksi negatif dari mayoritas umat 
Muslim negara kita. Mungkin dalam waktu yang  relatif singkat akan ada 
kontak antara kelompok teroris lokal dengan kelompok teroris 
internasional.
2. Kenyataan bahwa sistem indoktrinasi paham jihad dengan bom bunuh 
diri cukup berhasil merekrut anak-anak Muslim negara kita yang  mungkin 
"terlanjur basah" terjebak dalam lingkungan organisasi teroris, 
modusnya hampir sama saja dengan kelompok pengedar obat bius. 
Apa yang  membedakan yaitu  isi doktrinnya dan motivasi yang  menjadi 
penggerak gerakan teror ini . Bisa juga kita bayangkan posisi 
seseorang yang  telah dibai'at (disumpah) menjadi anggota korps 
pejuang apapun (tentara, martir, jihadist, phalangist, dst). 
Membunuh manusia itu merupakan hal yang  sulit dan berat untuk 
pertama kali, tapi tidaklah terlalu berat untuk yang  berikutnya. 
Demikian juga proses masuknya sebuah keyakinan tentang apapun, 
amatlah sulit untuk meyakini sesuatu untuk saat pertama. Dari 
pengamatan saya, hal pertama yang  dilakukan seorang pencari bakat 
bunuh diri yaitu  adanya potensi untuk tidak merasa kehilangan apa-
apa. Pada tahap yang  paling awal menjadi wajib bagi calon teroris untuk 
putus hubungan dengan siapapun yang  bisa mempengaruhi sikap dan 
keyakinannya (keluarga, pacar, sahabat, singkatnya orang-orang 
tercinta). lalu menjadikan gerakan/harakah atau organisasi 
sebagai keluarganya yang  merelakannya bahkan memujanya untuk bisa 
meninggal  "syahid". Saya jadi ingat ketika rekrutmen jihad Afghanistan 
diserukan di tanah air negara kita, saya sempat memperoleh akses 
untuk ikut berjihad beserta sejumlah dokumen sederhana yang  akan 
membawa saya ke Pakistan lalu perlahan menyusuri jalan 
menuju perang kecil dengan resiko kemeninggal an sejati sebagai syahid. 
namun  jalan itu tidak saya lanjutkan sebab  masih ada hubuddunya, 
rasa cinta dunia, sayang keluarga, dan mendambakan ketenangan, 
walau hati sempat galau sebab  seruan jihad begitu kuat memanggil 
dari tangisan sesama Muslim di belahan dunia yang  lain. Jadi seburuk 
apapun citra yang  dilekatkan kepada gerakan teroris yang  mengambil 
tema jihad Islamiyah, saya hanya ingin mengingatkan bahwa simpati 
kepada saudara-saudara kita yang  mengambil langkah untuk berjihad 
dengan jalan kekerasan (aksi teror) tidaklah akan surut, sebab  
keteraniayaan saudara-saudara Muslim di belahan dunia akan menjadi 
pemicu lahirnya simpati terhadap gerakan teroris dan antipati 
terhadap hegemon dunia yang  dipimpin Amerika. Hal ini mungkin 
kelihatan klise dan tendensius bagi kebanyakan Muslim negara kita yang  
sibuk dengan urusan dunia masing-masing. namun  ketika terbuka 
pintu ke arah "lain", simpati itu tidaklah pernah surut...hal ini mirip 
dengan cita-cita negara Islam dari benak sebagian umat Muslim.
3. Aha.. untuk soal gerakan teroris negara kita, saya kira pendapat 
brother Al Chaidar sangat menarik. Sebagai individu unik yang  
menguntungkan secara pribadi, Chaidar yang  mengaku kenal dengan
sebagian besar tokoh teroris yang  paling dicari di negara kita, hal ini 
benar-benar unik. Bahkan bisa meragukan (atau membuat ragu) 
bahwa tokoh bertopeng yang  terekam dalam video yang  telah ditayangkan 
di mancanegara itu yaitu  Wawan alias Noordin M Top. Sebagai 
mantan tokoh "pejuang" Negara Islam negara kita (NII) dan tentunya 
sangat tahu peta perjuangan NII versi Kartosoewirjo seperti 
tertulis dalam bukunya Pemikiran Politik Proklamator Negara Islam 
negara kita Kartosoewirjo. Apa yang  aneh dalam diri brother Chaidar 
yaitu  keistimewaannya sebagai "wakil" pemerintah dalam negosiasi 
dengan kelompok teroris. Satu-satunya pengakuan Chaidar yang  
mencurigakan yaitu  bahwa dia melakukan itu untuk mencoba 
memahami jalan pikiran dan perasaan mereka (para teroris yang 
sebenarnya Chaidar sudah paham betul, benarkan?) Juga begitu 
yakinnya bahwa gerakan teroris di negara kita yaitu  untuk mengikuti 
fatwa Usamah bin Laden untuk berjihad melawan Amerika. Bila saya 
balik, maka gerakan teroris di negara kita yaitu  untuk menarik 
perhatian Usamah bin Laden, seperti apa yang  terekam dalam video, yang  
saya yakini kini telah diketahui oleh gerakan teroris internasional. 
Bahwa teroris negara kita skalanya lokal bisa dilihat dari lemahnya 
pembiayaan untuk operasi bom, silahkan cek ke polisi  atau tentara  yang  
punya data tentang perkiraan dana yang  diperlukan untuk operasi bom 
Bali I ataupun Bom Bali II, sungguh tidaklah terlalu besar. namun  
Chaidar benar tentang proses panjang doktrinasi yang  tidak berada di 
pesantren-pesantren, melainkan ditempat-tempat rahasia (bahkan 
banyak yang  berada di lokasi perumahan mewah di beberapa kawasan di 
Jakarta, benarkan Chaidar?)
4. Baca baik-baik penggalan pernyataan pria bertopeng : "Kami ulangi, 
bahwa musuh-musuh kami yaitu  Amerika, Australia, Inggris, 
Italia. Dan kami sampaikan juga bahwa musuh kami yaitu  penolong-
penolong dan pembantu Bush [Presiden Amerika Serikat George 
Bush], Blair [Tony Blair, Perdana Menteri Inggris] penguasa kafir 
dan penguasa murtad yang menguasai kaum muslimin, yang mengejar 
ulama, dan para mujahid. Mereka inilah musuh-musuh kami yang kami 
incar dalam serangan kami." Statement ini  terlalu mirip 
dengan perjuangan Usamah bin Laden, dan saya salut atas kecerdikan 
memanfaatkan media video yang  seolah-olah tertinggal itu. Mengambil 
resiko meluasnya antipati dari mayoritas orang negara kita demi 
datangnya bantuan dari dunia luar. Lumayan....
Selamat Jalan DR Azahari
Media negara kita Online (MIOL) pada 12 November 2005 memberitakan 
pernyataan Presiden SBY ttg tewasnya DR. Azahari, tokoh yang  diduga 
otak aksi teror Bom di negara kita. Demikian berita dari MIOL
Presiden : Tewasnya Dr Azahari Pencapaian Besar Perangi Terorisme
JAKARTA--MIOL: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan 
tewasnya pemimpin teroris Dr Azahari merupakan pencapaian terbesar 
negara kita dalam menangani terorisme.
"Itu merupakan pencapaian terbesar tahun ini bagi kami dalam 
memerangi terorisme. Saya berharap anda sekalian malam ini bisa tidur 
lebih nyenyak," kata Presiden di depan 100 anggota parlemen Asia yang 
menghadiri pembukaan Sidang Umum VIII Forum Parlemen Asia tentang 
Populasi dan Pembangunan (AFPPD) di Gedung Pusaka Loka, DPR/MPR, 
Sabtu (12/11).
"Sekarang kami masih memburu pimpinan teroris paling berbahaya ke-2 
di negara kita yaitu Noordin M Top," katanya. Ketika memberi sambutan, 
Yudhoyono menjelaskan Azahari yang warga Malaysia ini  
merupakan otak dan pelaku di balik serangkaian pemboman besar di 
negara kita seperti di Bom Bali 2002, Hotel JW Marriott 2003, Kedutaan 
Australia 2004 dan Pemboman Bali Oktober 2005.
"Kami sudah lama memburu Azahari, ketika kepolisian kami bisa 
menyudutkan dia di Malang, Jawa Timur, dia melawan dengan tembakan 
dan 11 bahan peledak sebelum akhirnya dia tewas tertembak. Polisi juga 

menemukakan beberapa bom lain di lokasi," kata Presiden. 
Tak urung berita kemeninggal an DR. Azahari mengundang polemik yang  utamanya 
diarahkan pada kebenaran apakah DR.Azahari sudah tewas ataukah 
belum?
Ketika Kapolisi  dengan beraninya melaporkan kemeninggal an DR. Azahari 
(berarti sudah melalui proses identifikasi mayat korban secara standard) 
kepada presiden dalam rapat kabinet, maka saya memberanikan diri untuk 
membenarkan berita ini . Apalagi Presiden sangat senang dan 
segera memberikan pernyataan publik tentang kemeninggal an DR. Azahari. Bila 
ternyata salah tentu saja taruhannya jabatan Kapolisi .
Sesungguhnya yang  perlu dipolemikkan bukan pada benar tidaknya DR 
Azahari telah tewas terbunuh, melainkan pada jaminan berhentinya aksi 
teror bom di masa mendatang. Misalnya masih ada tokoh kedua Noordin 
M Top dan tentunya jaringan kerja kelompok ini  masih eksis. 
Bagaikan aksi kejar-kejaran antara aparatur keamanan (polisi, intelijen, 
dan unsur pendukung anti teror lainnya) dengan jaringan teroris, maka 
sesungguhnya posisi kelompok yng dituduhkan sebagai teroris ini  
sudah semakin sempit dan tinggal soal waktu kapan menghancurkannya, 
bahkan ada kemungkinan untuk "tidak" bisa dihancurkan secara tuntas.
Ada dua sebab mengapa "tidak" hancur secara tuntas:
1. Kelompok yang  menjadi sasaran aparat keamanan negara kita 
ini  segera "bubar" bagaikan tidak pernah ada, dan kembali 
menjadi orang-orang biasa. Sampai menunggu waktu lengahnya 
pengamanan nasional negara kita (ingat kebiasaan hangat-hangat 
tahi ayam orang negara kita).
2. Aparat keamanan yang secara bertahap berada di atas angin 
mulai "sombong" dan meremehkan detil bermakna perembesan 
organ-organ kelompok teror ke dalam masyarakat secara alamiah 
dan wajar. Juga ada kemungkinan untuk mencicil penangkapan 
para tokoh teror, sebab  hal ini juga akan memelihara perhatian 
publik tentang prestasi aparat dan "kekalahan" kelompok teroris 
di negara kita.
Meskipun posisi kita selamanya bersebrangan, saya ingin mengucapkan 
selamat jalan kepada DR Azahari semoga coretan kecil di barreta mungil 
nan indah itu tetap menandai pertemuan singkat kita.
Sekian
Teroris Pilih negara kita????
Oh lagi-lagi saya harus menarik nafas dalam-dalam atas komentar pakar-
pakar intelijen negara kita. Entah apa yang menjadi landasan berpendapat 
mereka, saya kurang pasti. Apakah benar-benar ada dasar informasi yang 
menjadi acuannya ataukah permainan logika dan kutak-katik analisa 
berdasarkan pada duga-duga dan fabrikasi argumentasi yang seolah-olah 
ilmiah.
Judul Teroris Pilih negara kita ini berdasarkan pada kutipan berita dari 
Media negara kita berikut ini:
Media negara kita, Minggu, 13 November 2005 
3 Faktor Teroris Pilih negara kita, Sumber Dana dari Timur Tengah
JAKARTA (Media): Paling tidak terdapat tiga alasan teroris melancarkan 
aksi di negara kita. Lemahnya payung hukum, rendahnya tingkat pendidikan 
sehingga memudahkan masuknya doktrin yang menyesatkan, serta faktor 
kemiskinan.
Demikian rangkuman pendapat dari sejumlah pengamat intelijen yang 
diwawancarai Media secara terpisah di Jakarta, kemarin, berkaitan 
dengan maraknya aksi terorisme di negara kita beberapa tahun terakhir. 
Aksi terorisme berupa pengeboman di beberapa lokasi di negara kita 
membawa banyak korban jiwa serta harta benda. Ledakan paling besar
terjadi di Kuta, Bali, pada 12 Oktober 2002 yang menewaskan 2.002 
orang.
Berbagai pengeboman itu mencuatkan dua nama yang diburu polisi dan 
ditakuti masyarakat. Mereka yaitu  ahli bom dan gembong teroris Dr 
Azahari serta Noordin M Top. Azahari ditembak polisi dalam suatu 
penyergapan di Batu, Jawa Timur, Rabu (9/11) lalu. Kini tokoh teroris 
lainnya, Noordin M Top, serta kelompoknya dalam pengejaran polisi.
Pengajar Institut Intelijen Negara Wawan Purwanto mengatakan bila 
dibandingkan dengan Malaysia, negara kita sangat potensial dimasuki 
teroris. Payung hukum di Malaysia memberikan kewenangan kepada 
aparat hukum untuk menangkap seseorang yang dicurigai melakukan aksi 
terorisme, sedangkan di negara kita aparat keamanan tidak bisa berbuat 
apa-apa sebelum ada barang bukti.
''Jadi, negeri kita ini sangat empuk bagi kegiatan terorisme, terutama 
setelah UU Antisubversi dicabut. UU Antiterorisme menjadi tidak 
memadai. Aparat keamanan jadi ragu-ragu bertindak,'' kata Wawan.
Di pihak lain, rendahnya tingkat pendidikan masyarakat negara kita 
menjadi pintu masuk doktrin dan berbagai ajaran yang menyesatkan. 
Selama ini, jelas Wawan, teroris memanfaatkan celah dari benturan 
antara Islam modern dan Islam konservatif untuk mencuci otak 
masyarakat negara kita.
''Juga soal kemiskinan merupakan celah yang dimanfaatkan dengan 
memberikan janji-janji yang cenderung muluk-muluk seperti uang dan 
masuk surga,'' jelasnya lagi.
Di tempat terpisah, pengamat intelijen dari Universitas negara kita Andi 
Widjajanto mengatakan para teroris lebih memilih negara kita sebagai 
bagian implementasi konsep mendirikan khalifah Islam di Asia Tenggara.
''Yang mereka lakukan sekarang yaitu  menggerogoti sistem sehingga 
ada kelemahan struktural yang signifikan di wilayah sasaran mereka. Dari 
sini percikan-percikan revolusi sosial bisa dimunculkan,'' jelasnya.
Sumber dana
Mengenai sumber dana pembiayaan berbagai aksi terorisme ini , 
Andi mengatakan sumbernya dari negara-negara Timur Tengah, terutama 
Libia dan Suriah. Saat ini ada dugaan dana itu langsung berasal dari 
Afghanistan melalui penjualan senjata gelap. Sedangkan dari dalam 
negeri, kalaupun ada, itu merupakan bagian dari distribusi dana yang ada 
di Afghanistan.
''Aliran dananya bermacam-macam. Bisa berupa penyelundupan senjata. 
Bantuan berupa uang tunai bisa melalui transfer bank, namun  wujudnya 
terutama dari hasil penyelundupan senjata dan juga obat bius," kata Andi 
lagi.
Namun, Wawan mengisyaratkan ada oknum dalam negeri yang memiliki 
impunitas yang menyuplai dana ini  kepada teroris.
Mantan perwira intelijen tentara  Angkatan Laut Djuanda mengatakan 
kemungkinan adanya konspirasi negara tetangga dengan para teroris. 
Alasannya, dalam teori strategi peperangan dikenal prinsip bahwa musuh 
utama dari sebuah negara yaitu  negara tetangga terdekat.
Sedangkan mengenai penyokong dana, Djuanda mengatakan sumber dana 
bukan dari kalangan Islam radikal, melainkan musuh-musuh Islam yang 
sengaja ingin menghancurkan Islam.
Indikasinya, jelas Djuanda, Al-Qaeda. Di masa lalu Al-Qaeda dibina 
Badan Intelijen Amerika (CIA), tapi sekarang justru dicari dan menjadi 
musuh utama negara adidaya itu. ''Jadi, perang terorisme di negara kita 
sekarang ini merupakan satu bagian dari perang besar, yaitu perang 
ekonomi dan perdagangan,'' jelas Djuanda lagi. Menurut pengamat militer 
AC Manulang, negara kita dijadikan sasaran teroris disebabkan negara kita 
memiliki jumlah penduduk muslim terbesar di dunia.
"Ini sebenarnya strategi global Amerika. Yakni, kolonialisasi dan 
kapitalisasi. Umat Islam negara kita diperkirakan menjadi penghambat luar 
biasa bagi keberlangsungan kepentingan Amerika di negara kita, " kata 
Manulang. Tegasnya, sambung Manulang, Amerika menginginkan citra 
Islam negara kita buruk di mata internasional. Caranya dengan menjadikan 
Islam sebagai aksi-aksi di belakang terorisme. Dengan banyaknya teror 
di negara kita, semakin lama kian terbentuk opini bahwa Islam identik 
dengan teroris. "Terorisme itu musuh dunia. Jika negara kita tidak bisa 
meredam radikalisasi, ini berarti negara kita negara teroris," tambahnya.
Selain itu, Amerika ingin mengecek apakah ada kenyamanan dan keamanan 
bagi warga negara dan kepentingan AS di negeri ini. "Yang ditakutkan AS 
dari negara kita yaitu  meluasnya upaya politikus agama, yang 
menggunakan Islam sebagai kuda troya politik. Untuk menghambat itu 
Amerika tidak memberi kesempatan bagi berkembangnya politik atas 
nama agama di negeri ini. Amerika tidak ingin orang yang membawa-bawa 
Islam di negeri ini berkuasa," jelasnya. Berkaitan dengan dana, Manulang 
menduga berasal dari orang-orang di berbagai belahan dunia, khususnya 
Amerika. Artinya, orang yang memiliki modal untuk berinvestasi di 
negara kita. "Di Irak, misalnya, aroma perebutan pengelolaan minyak 
menjadi bukti adanya keterlibatan orang kaya," jelas Manulang.
Di sisi lain, menurutnya, sumber dana terorisme muncul dari kelompok 
orang kaya di berbagai negara yang menjadikan agama sebagai ideologi 
dan ideologi dijadikan agama. 
1. Saudara Wawan, sebagai salah seorang the rising star komunitas 
intelijen tampak terlalu formal dan tidak menyentuh esensi 
persoalan yang  sesungguhnya. Soal payung hukum memang ada 
benarnya tapi bukan ini esensi persoalannya, Polisi selama ini 
cukup berhasil "melumpuhkan" gerakan kelompok-kelompok 
teroris (dengan dukungan dunia intelijen tentunya). namun  
tampak ada keinginan dari kalangan intelijen, khususnya yang 
berbasis militer untuk turut aksi memerangi teroris, sehingga 
desakan payung hukum masih saja bergaung. Saya kira 
sebenarnya payung hukum yang melindungi setiap operasi Polisi 
jelas menunjukkan keberhasilan Polisi, namun  jadi 
menomorduakan kalangan intelijen. Saya menduga ada 
keengganan dari kalangan intelijen non Polisi untuk berbagi dan 
membiarkan Polisi untuk menjadi pahlawan di mata masyarakat. 
Sungguh hampir keseluruhan jaring teroris atas dasar 
separatisme, sentimen agama maupun ideologi sudah terpetakan 
di kalangan intelijen non polisi. Mantan Kapolisi  Da'i Bachtiar 
saya kira cukup sportif dengan pernah mengakui bahwa polisi 
disupplai informasi oleh komunitas intelijen non polisi, namun  
memang sayang intelijen selalu menjadi kambing hitam setiap 
kali kecolongan. lalu soal pendidikan, lagi-lagi soal klise yang  
diajukan saya kira ini terlalu dipermukaan tidak menjelaskan 
apa-apa. Bandingkan misalnya dengan negara-negara miskin di 
Afrika yang tingkat pendidikannya dibawah negara kita, mengapa 
tidak menjadi front perang melawan terorisme??? Faktor 
kemiskinan juga berbicara sama dengan alasan klise soal 
pendidikan, siapa bilang hanya orang miskin dan berpendidikan 
rendah yang  tertarik dengan gerakan terorisme??? Sama dengan 
orang-orang yang  tertarik dengan dunia intelijen yang  harus melewati 
syarat tingkat intelligence minimum, maka orang yang  tertarik dan 
simpati serta mampu bergabung dengan gerakan terorisme juga 
demikian. Saya mendukung argumentasi motivasi uang dan 
petualangan dan ketersesatan dalam menterjemahkan meninggal  demi 
Tuhan. Sungguh saudara wawan atau lebih tepat dik wawan perlu 
memperbaiki argumentasi sebab  anda telah dipersiapkan untuk 
bisa go public dan "direstui" tentunya. Atau mungkin dik wawan 
hanya mengeluarkan pernyataan yang  telah diresmikan sebagai 
pandangan yang mudah dicerna publik dan tidak mengundang 
polemik, sebab  apa yang  disampaikan bukanlah suatu hal yang  baru 
bagi publik (setiap orang yang  tidak buta huruf dan buta berita 
tentunya tahu). Terakhir, sedikit soal benturan antara Islam 
modern (yang  mana ya? yang  liberal? yang  anti tahayul bid'ah kurofat? 
yang  pembaharu?) dan Islam konservatif (yang  tradisionalkah? atau 
yang  beraliran politik jihadkah? atau yang  wahabiahkah?) yaitu  

tidak jelas, dan saya kira bukan itu semua. Apa yang  terjadi yaitu  
seleksi secara efektif yang dilakukan oleh tim pencari bakat 
teroris (mereka juga melakukan spotting) dan masuk ke semua 
aliran yang  ada, hal ini bisa dibandingkan dengan pola rekrutmen 
jihad Afghanistan misalnya. Ma'af buat saudara wawan bila anda 
membaca tulisan ini, mohon untuk direnungkan kembali baik-baik. 
Bila saya keliru silahkan dikoreksi.
2. Buat Saudara Andi Widjajanto, saya memaklumi bila anda terlalu 
banyak membaca tulisan "akademis" tentang Intelijen yang 
dirancang oleh kelompok RAND atau setidaknya dipengaruhi oleh 
orang-orang yang pernah atau punya kontak dengan RAND. 
Janganlah terlalu terpengaruh oleh orang-orang seperti Angel 
Rabasa atau John Haseman meskipun tulisan mereka sangat 
meyakinkan, atau bahkan seorang spesialis seperti Zachary 
Abuza (Simmons College in Boston), dan sejumlah penulis yang  
"produktif" lainnya. Meski saya juga menghornati  karya-karya 
ilmiah mereka, namun coba lebih teliti kembali argumentasi dan 
sumber rujukan tulisan mereka, saya kira saudara Andi akan 
cepat menangkap maksud saya. Saya yakin setelah saudara Andi 
lebih cermat dalam memahami peta studi terorisme maka 
argumentasi mengapa ada kelompok teroris yang  memilih negara kita 
yaitu  sebagai bagian implementasi konsep mendirikan khalifah 
Islam di Asia Tenggara akan segera terpatahkan. Ada cerita yang  
jauh lebih besar dari sekedar cita-cita "semu" khalifah Islam 
Asia Tenggara. Argumentasi anda bahwa kelompok teroris 
berusaha menggerogoti sistem melalui aksi teror jelas tidak 
38
sesuai baik secara teori maupun prakteknya, sebab  tidak 
realistis bagi para pelaku teror sekalipun (saya bisa jelaskan 
lebih lanjut bila ada yang  tertarik). lalu soal dana, jangan 
mengacu pada dugaan "resmi" pemerintah negara kita tentang 
sumber dana dari Libia, Suriah atau bahkan Afghanistan, hal ini 
dulu pada masa Presiden Megawati pernah dilontarkan sebagai 
upaya diplomeninggal s untuk menekan negara-negara ini  agar 
membuka akses kerja sama memerangi aksi teror. Tidak 
sungguh-sungguh sebab  ada aliran dana yang  besar dari sana, 
apalagi hasil penjualan senjata dan obat bius, cobalah untuk 
tidak berimajinasi, masa saudara Andi yang  sedang terbuka luas 
bisa terancam oleh kredibilitas argumentasi yang  lemah semacam 
itu. Betapa-pun saudara Andi berhasil mengakses sumber-
sumber terbatas di kalangan Intelijen, pendapat-pendapat 
semacam itu sangatlah sumir dan tidak meyakinkan komunitas 
intelijen internasional yang  sesungguhnya. Perhatikan pendapat 
saudara wawan soal oknum dalam negeri yang  memiliki impunitas 
(saya lebih setuju dengan istilah untouchable) yang  menyuplai dana 
ke kalangan teroris.
3. Ah kawan lama Djuanda mengapa anda menyampaikan teori 
negara tetangga tanpa langsung saja menyebut Singapura dan 
dukungan Mossad-nya, sepertinya masih ingin membiarkan publik 
berpikir seperti biasa. Teori konspirasi internasional 
penghancuran citra Islam memang sangat menarik, akan lebih 
menarik bila disampaikan juga teori the puppet master. Kalangan 
intelijen analis sudah banyak yang  mengajukan "kemungkinan" 
39
tentang adanya DALANG besar dibalik dalang-dalang kecil yang 
menjadi operator teroris di seluruh dunia, lucunya atau ironisnya 
sang dalang kecil tidak sadar atau tidak mau mempercayainya. 
Saya sangat senang dengan argumentasi perang ekonomi dan 
perdagangan, tapi bagaimana menjawab pertanyaan the rising 
power of China. Kekuatan potensial terbesar yang  bisa mengganggu 
kapitalisme global dibawah asuhan Amerika hanya China. 
Meskipun China juga menjadi pendukung "kapitalisme" yang  mereka 
coba definisikan kembali, namun  tantangan dari China jauh lebih 
besar ketimbang dunia Islam. Menurut saya isu melawan 
terorisme internasional hanya pengalihan sementara terhadap 
politik engagement dan containment China. Juga melalui isu 
terorisme, hubungan pemerintah negara kita pasca reformasi dan 
Amerika beserta sekutunya membaik. 
4. Ah si abang Manullang tak hentinya menghembuskan strategi 
global Amerika tapi sayang mengapa alasannya saya rasakan 
tidak terlalu kuat. Meski abang cukup lama bergelut dalam 
litbang intelijen, tapi abang sangat jarang mengalami realita 
lapangan intelijen. Akibatnya banyak analisa abang yang terlalu 
bombastis meski ada juga dukungan faktanya. Sekali lagi saya 
sampaikan, ini bukan soal potensi hambatan dari umat Islam 
negara kita namun  lebih pada upaya menggiring umat Islam 
negara kita, khususnya pemerintah negara kita untuk "terpaksa" 
mendukung Amerika dalam memerangi "kejahatan" aksi teror. 
Argumentasi bahwa citra Islam menjadi buruk seharusnya lebih 
diperjelas dalam rangka membentuk opini publik domestik 
40
Amerika yang  mayoritas tdk terlalu paham juga opini internasional 
tentang definisi ANCAMAN dari kelompok teroris. Saya kira 
propaganda dan definisi ancaman teror itu sudah cukup jelas 
dengan sejumlah aksi bom di beberapa kota di dunia, juga 
termasuk yang  di negara kita. Lihat aksi bom terakhir yang  terjadi di
Amman Yordania, saya kira akan masih akan ada serial 
lanjutannya di kawasan Timur Tengah. Polemik apakah Al Qaeda 
benar-benar berada dibelakang setiap aksi kelihatan semakin 
mengkerucut ke arah "persetujuan" bahwa itulah kebenaran. 
Sedikit soal politik Islam, abang sudah lupa dengan sejarah 
bahwa kekuatan politik Islam tidak pernah mencapai angka 
dominan dalam pemilu 1955 maupun pasca reformasi, yang 
terbesar di kalangan Islam negara kita yaitu  tidak pernah 
benar-benar menginginkan negara Islam. Pendapat-pendapat lain 
dari abang terlalu kecil untuk dikomentari sebab  saya lihat agak 
tergesa-gesa.
Sekian kegelisahan saya dalam mencermeninggal  para pakar Intelijen 
negara kita.
Posted by Senopati Wirang /Sunday, November 13, 2005
41
Why Sidney Jones had been banned to enter 
negara kita?
Source from Jakarta (Reuters) - On Monday 27th November, negara kitan 
government said that an American expert on terrorism and Islamic 
militancy in the region had been banned from returning because her 
public comments made her a security threat.
-------------
Who is that American expert, yes Sidney Jones. The question now is 
why?
According to Justice Minister Hamid Awaluddin, the decision to stop 
Sidney Jones, negara kita director of the Brussels-based International 
Crisis Group (ICG), from entering negara kita had been based from 
intelligence and police informeninggal on. Why would negara kitan Intelligence 
and Police suggest negara kitan government to prevent Sidney Jones from 
entering negara kita?
For our security? Is it really for our security? For our security in 
relation to the stability of our life in the form of public opinion? I still 
do not understand. Neither Sidney Jones nor I can find any of her 
public comment that can be considered as a security threat. If we read 
ICG reports made by Sidney Jones, it is like reading a romantic novel. I 
personally can not fully believe because I have different convincing 
source compare to her reports. Maybe negara kita talking about image in 
international fora, that terrorism which closely linked to radical Islamic 
42
movement is a bad image and makes some parts of negara kitan community 
get angry, possibly.
Maybe she had done something wrong, I am not sure about this. If this 
is about a misconduct or misperception of her, I am sure this is a small 
problem, and Intelligence will never account that as a security threat. 
Furthermore, it will be easier to ask directly for clarification. This is 
not about her freedom of expression that made publicly are considered 
a threat to security. This is about something even more complex and 
unbelievable true.
For example, when Jones was expelled in June 2004 under a different 
administration after a series of hard-hitting reports on terrorism in 
negara kita, a US high rank official ask negara kita to ban her, without 
clear reason. In July this year, she was allowed back to live in negara kita, 
because negara kita thinks she is a good analyst and not always criticize 
the way negara kita fight terrorist group. negara kita was also not so 
comfortable with The ICG condemnation on the latest expulsion.
What I believe is that Sidney Jones should seek the reason within the 
US homeland security policy, and ask the C.I.A. I am 100% sure that she 
will easily understand and stop asking the reason why.
Posted by Senopati Wirang /Tuesday, November 29, 2005
43
Sekali lagi soal Sidney Jones
Baru-baru ini tepatnya tanggal 7 Desember kemarin, saya dengar Sidney 
Jones mengungkapkan masih ada ratusan orang negara kita terlibat 
terorisme. Mengapa ada pernyataan demikian?
Sebagai bagian penting dari sebuah proses linkage antara propaganda dan 
fakta yang berkesinambungan, perlu dipelihara sebuah situasi yang 
mengandung ATHG. Orde Baru pernah mempopulerkan dan memelihara 
konsep bahaya laten komunis untuk menjustifikasi sistem pemerintahan 
yang represif. Lalu mengapa ada upaya untuk memelihara citra terorisme 
negara kita pasca kemeninggal an Dr. Azahari. Salah satunya yaitu  sebab  
kekhawatiran habisnya atau hilangnya citra terorisme negara kita bila 
penangkapan atau kemeninggal an Noordin M Top segera terjadi. Lebih jauh, 
hal ini juga untuk memelihara perang melawan teror di seluruh dunia, dan 
kasus negara kita merupakan salah satu kunci penting di kawasan Asia 
Tenggara.
Pernyataan Jones bukanlah fitnah atau tuduhan kosong belaka. namun  
persoalannya ada pada perbedaan cara melihat persoalan teroris antara 
aparat keamanan negara kita dan Jones. Bagi aparat keamanan, penanganan 
teroris bukan cuma soal buru sergap atau tembak ditempat, namun  lebih 
jauh lagi untuk memelihara keamanan dan ketertiban di masa sekarang 
dan masa mendatang. Penanganan terorisme bukanlah untuk 
membangkitkan sikap bermusuhan kelompok teroris kepada pemerintah, 
sebab  pemerintah dibentuk juga untuk kenyamanan hidup rakyatnya. 
Disamping upaya penangkapan aktor utama terorisme, diupayakan sebuah 
44
proses penyadaran masyarakat dari bahaya hasutan kelompok yang 
senang menggunakan jalan kekerasan dan intimidasi. Hanya mereka yang 
keras kepala dan tidak bisa direhabilitasi sajalah penanganan yang keras 
berupa tembak ditempat dilakukan, namun  bagi mereka yang tersesat 
jalan dan lalu sadar, masih ada jalan untuk memperbaiki diri, 
mengapa? sebab  mayoritas dari 100an orang yang disebut Jones yaitu  
mereka yang terkena hasutan dan terhipnotis oleh konsep yang 
sebenarnya ditolak oleh mayoritas umat Islam negara kita.
Ada kekhawatiran perang melawan teror di negara kita segera selesai dan 
sebagian besar anggota kelompok teror segera membubarkan diri dan 
sadar. Sehingga perang melawan teror di negara kita tidak akan lebih dari 
upaya penangkapan orang-orang kriminal seperti pembunuh, pemerkosa 
dan aktor kejahatan lainnya. Kejahatan teror akan semakin mengendur 
seiring dengan terbunuhnya para pentolan pimpinan kelompok teror 
ini . Inilah kekhawatiran Jones.
Pernyataan Jones jelas menyulut sikap anti Amerika, anti CIA di satu sisi 
dan memperkuat solidaritas kelompok teroris di sisi lain. Di dalam 
kelompok teroris ini  akan tercipta hubungan psikologis yang 
semakin kuat sebab  sudah terlanjur dituduh Jones sebagai musuh 
rakyat negara kita. Kristalisasi kelompok teroris dalam jumlah ratusan itu 
sangat berbahaya, sebab  sebenarnya dari yang ratusan itu saya yakin 
75% sudah goyah keyakinannya pasca kemeninggal an Dr. Azahari dan tayangan 
video pemuda yang lalu meninggal  akibat aksi bom bunuh diri. Kesadaran 
demi kesadaran dari dalam kelompok teroris dengan sendirinya akan 
45
menghilangkan keyakinan tentang aksi teror terhadap sesama warga 
negara kita. namun  Jones mengeluarkan pernyataan yang sebenarnya bisa 
dikatakan fakta yang tidak perlu disampaikan ke publik. Hal ini hanya 
menciptakan pemeliharaan konsep tentang bahaya kelompok teroris di 
dalam benak rakyat negara kita + pemeliharaan solidaritas kelompok 
teroris itu sendiri.
Perhatikan pernyataan Jones bahwa penangkapan Noordin M Top tidak 
akan menghilangkan persoalan. lalu apa yang akan menghilangkan 
persoalan?
Apakah sudah ada lagi "aktor besar teroris" yang bisa dicitrakan sebagai 
ancaman bagi rakyat negara kita.
Saya kira sikap anti teroris dengan menyudutkan dari sisi keradikalan 
gerakan Islam yaitu  salah satu persoalan penting yang harus segera 
dihilangkan. sebab  sudah menjadi watak bangsa negara kita, pihak yang 
dipojokkan terus-terusan justru membangkitkan simpati baru. Sikap 
aparat keamanan negara kita yang fokus pada prinsip "tebang pilih" atau 
hanya memburu aktor teror yang sungguh-sungguh berbahaya sudah 
sangat tepat. Tidak perlu ada pengambilan sidik jari, toh hal ini bisa 
dijadikan program nasional nantinya dalam bentuk sistem jaminan sosial 
dan keamanan (atau yang  sejenisnya), dan bukan untuk mengawasi orang-
orang yang dicurigai.
Simpati baru dari propaganda yang memojokkan kelompok teroris dengan 
sendirinya berkembang menjadi mekanisme pemeliharaan kelompok 
teroris, siapa yang bertanggung jawab kalo sudah begini?
46
Disini kita lihat sebuah sisi negatif dari penguasaan ilmu psikologi massa 
yang dimanfaatkan untuk mengembangkan sebuah opini publik yang sangat 
meyakinkan di satu sisi dan memelihara kebencian di sisi lain.
Mudah-mudahan Jones membaca blog saya, mudah-mudahan mereka yang 
simpati dengan gerakan teroris juga membaca blog saya. Yang pasti, 
tulisan ini akan percuma bagi teroris sejati maupun bagi neocon sejati.
Salam
Posted by Senopati Wirang /Thursday, December 08, 2005
47
Bom Natal 2005 + Bom Tahun Baru 2006
Peringatan dini yang serius yaitu  vital bagi tercegahnya sebuah aksi 
teror. Sejak ramainya aksi peledakan bom, setiap kali kita menjelang 
tutup tahun dan awal tahun, selalu ada bayang-bayang ancaman peledakan 
bom. Haruskah kita selalu mengalami masa-masa tegang pada momen-
momen tertentu?
Kearifan manusia dalam menerima atau merespon sebuah peringatan 
adanya ancaman menjadi kunci utama untuk dapat melalui masa-masa 
ancaman ini  dengan tenang, bahkan mungkin nyaman-nyaman saja. 
Bagaimana hal itu bisa terjadi?
Seyogyanya rakyat terdidik di perkotaan bisa merespon peringatan 
ancaman dengan lebih cerdas dan tanpa ketakutan yang berlebihan. 
Begitu pula dengan adanya sistem atau katakanlah operasi keamanan yang 
lebih intensif dari pihak aparat, seyogyanya masyarakat bisa melaluinya 
dengan nyaman serta secara proaktif turut memperhatikan lingkungan 
masing-masing.
Siapapun manusianya yang berniat melakukan aksi yang melanggar rasa 
kemanusiaan akan mengalami gejolak bathin yang luar biasa. Meskipun 
seseorang telah melalui masa pelatihan, cuci otak, dan pembentukkan 
karakter yang lama, akan tetap ada gejolak itu. Pertama ditimbulkan oleh 
hati nuraninya sendiri, kedua ditimbulkan oleh rasa takut ketahuan, 
48
ketiga ditimbulkan oleh rumitnya perhitungan untuk menjamin 
keberhasilan sebuah rencana.
Masyarakat umum bersama aparatur keamanan bisa memperbesar gejolak 
calon pelaku tindakan teror dengan mempertinggi kewaspadaan dan 
kepedulian terhadap keamanan lingkungan. Hal ini memanfaatkan gejolak 
dari rasa takut ketahuan. Semakin tinggi sistem keamanan dan 
kewaspadaan masyarakat, maka semakin sulit pula para teroris bertindak. 
Aksi terorisme bukanlah sekedar aksi nekat yang spontan, namun  melalui 
proses perencanaan, perkiraan keadaan, pengamatan, penggambaran 
situasi, dst.. sampai akhirnya pada pelaksanaan aksi. Mereka para teroris 
juga manusia yang sering melakukan kecerobohan atau bahkan penakut, 
jadi kesadaran yang bersifat kontinyu atas pentingnya kewaspadaan 
amatlah penting sebagai sebuah bentuk pencegahan.
Menyikapi masa-masa akhir tahun dan awal tahun, saya merasa yakin 
bahwa bila kewaspadaan masyarakat ditambah operasi keamanan oleh 
aparat ditingkatkan, kita bila melalui masa-masa ini  dengan tenang.
Apakah berarti tidak akan ada bom yang meledak di akhir dan awal tahun 
besok? Bagaimana dengan tokoh seperti Noordin M Top yang belum 
tertangkap? Dua pertanyaan ini  tentunya tidak perlu mengecilkan 
hati kita, namun  malahan membangkitkan semangat memerangi kelompok 
teror yang masih tersisa. Gerak-gerik kelompok yang tersisa tidak lagi 
sebebas sebelumnya, mereka senantiasa khawatir dengan terjadinya 
peningkatan kewaspadaan masyarakat. Mereka menantikan melemahnya 
kewaspadaan masyarakat dan mengendurnya operasi keamanan. Dalam 
49
penampilan yang mungkin terlihat wajar, mereka memperhatikan berapa 
besar kemungkinan berhasilnya pelaksanaan aksi teror. Kalkulasi oposisi 
pasif berupa kesadaran masyarakat luas tentang ancaman teror 
menduduki posisi utama disamping oposisi aktif aparat keamanan.
Bila catatan ini  diatas terlaksana di seluruh wilayah nusantara, 
kecil sekali kemungkinan mereka mencapai sukses dalam pelaksanaan aksi 
teror. Bahkan bisa jadi masyarakat turut aktif menggulung kelompok 
yang mulai pecah dan terpojok itu.
Sekian.
Posted by Senopati Wirang /Saturday, December 10, 2005
50
BOM Menyambut Tahun Baru 2006
Saya harus menuliskan ini meski kesehatan belum 100% pulih. Sekali lagi 
aksi teror bom berhasil di wilayah nusantara, Palu berduka.
Seperti pernah saya tuliskan pada artikel Bom Natal 2005 dan Tahun 
Baru 2006, pelaku teror bom benar-benar selalu mengintai kelengahan 
masyarakat. sebab  kewaspadaan masyarakat lebih ditakuti dibandingkan 
dengan operasi keamanan polisi yang mudah dideteksi. Sayangnya saya 
lupa menuliskan detail kemungkinan sasaran bom. Pasar daging babi!!! 
bagaimana mungkin ini lolos dari pengamanan ketat aparat. Sebuah simbol 
"musuh" dari kacamata radikal Islam yang sengaja ditampilkan oleh 
pelaku bom dengan pesan yang mirip dengan bom terhadap gereja.
BIN tentu saja segera menjadi sorotan sebab  overconfident telah 
mendeteksi seluruh kemungkinan ancaman teror. Bahkan keluar 
pernyataan-pernyataan tentang berubahnya sasaran target teror, 
sayangnya perubahan target itu dipahami sebagai pengalihan dari aksi 
bom menjadi aksi culik. Mungkin saja rencana aksi culik itu bocoran dari 
agen BIN yang berhasil penetrasi, namun  BIN lupa mengkalkulasi 
kemungkinan adanya informasi yang sengaja dilempar untuk menyesatkan, 
konon saya dengar dari kalangan pendukung kelompok teror negara kita 
diluar negeri ada isyarat, BIN telah termakan oleh isu pengalihan sasaran 
teror. Sayang seribu sayang.....
51
Andai saja saya cukup sehat untuk menuliskan peringatan kepada BIN 
soal pernyataan Ketuanya kepada publik itu, tentu BIN tidak akan 
terpojok lagi seperti sekarang ini. Apalagi BIN baru saja meresmikan 
kantor cabang Bali yang cukup menyolok di media massa dengan 20 
anggota aktif.
Sebagai catatan akhir, perlu saya sampaikan secara umum kemungkinan 
sasaran aksi teror berikutnya:
1. Sasaran aksi bom
 Pihak/lokasi yang diterjemahkan sebagai musuh oleh kelompok 
Al Qaida pimpinan Osama
 Pihak/lokasi yang diterjemahkan sebagai musuh Islam oleh JI 
(semua yang bernuansa simbol kristen)
 Pihak/lokasi yang diterjemahkan sebagai pemeliharaan konflik 
Islam vs non-Islam
 Pusat-pusat ekonomi yang didominasi oleh kalangan non-muslim
 Pihak/lokasi yang diterjemahkan sebagai pusat Islam pro-kafirin
 Belakangan muncul ide untuk menyerang simbol keamanan 
pemerintah, seperti kantor Polisi, kantor intelijen dan militer, 
namun  konon hal yang ini harus melalui tahap perencanaan yang 
lebih matang.
2. Sasaran aksi lain
 Dialog tentang rencana penculikan yaitu  wacana baru yang 
belum masuk dalam tahapan perencanaan detail. Sejumlah nama 
52
yang diterjemahkan sebagai musuh Islam hanya sebuah listing 
kasar yang disusun berdasarkan pendapat, bukan prioritas. 
Belum ada projek pilot sebagai model operasi yang akan 
diterapkan. Presiden Yudhoyono memang dipandang sebagai 
ganjalan yang cukup signifikan. 
 Perampokan sebagai sumber dana cukup efektif, akan tersebar 
ke seluruh nusantara dengan kalkulasi tingkat pengamanan pasif 
dan aktif.
 Dialog tentang pembunuhan politik juga masih dalam tahap 
pengumpulan ide kegiatan yang masih mentah.
Sebuah poin penting yang saya dengar telah menjadi salah satu pilar 
agenda kelompok teror di negara kita yaitu  menjaga eksistensi, baik 
dengan melakukan aksi teror maupun memelihara organisasi atau bahkan 
tetap mengaktifkan rekrument baru.
Sekian dan terima kasih pada rekan-rekan yang telah mengirimkan e-mail 
perihal do'a dan simpati buat kesembuhan saya...hanya Tuhan YME yang 
bisa membalas.
Posted by Senopati Wirang /Sunday, January 01, 2006
53
Sedikit tentang Islam negara kita
Ada apa dengan haraqah Islamiyah negara kita? mengapa tiba-tiba saya 
menuliskannya?
Tidak ada yang spesial dengan gerakan Islam di negara kita, sebagian 
besar mengadopsi dari pola-pola perjuangan di Timur Tengah dan ada 
juga yang telah membumi di bumi pertiwi negara kita Raya.
Perbedaan cita-cita perjuangan dan perbedaan penafsiran sungguh 
sebuah fenomena biasa dalam dunia religi.
Dahulu ketika saya meneliti aliran-aliran Islam yang berpotensi menjadi 
ancaman (dalam definisi Orba yaitu melawan pemerintah), pemerintah 
Orba sudah mengantongi ratusan file berklasifikasi rahasia tentang 
gerakan Islam. Mulai dari level yang ingin mendirikan negara Islam sampai 
gerakan "sesat" yang biasanya diwarnai oleh pengalaman spiritual 
pemimpin gerakan, semuanya tercatat dengan baik. Dikumpulkan dan 
dianalisa serta diambil tindakan yang perlu. Operasi Komando Jihad 
mungkin yang terburuk dari sudut pandang ketidakjujuran pemerintah 
Orba terhadap gerakan Islam. Di kamar nomor lima seluruh elemen 
intelijen senior tentunya ingat betapa busuknya represi pemerintah 
terhadap gerakan Islam. namun , langkah-langkah pemerintah Orba 
setidaknya sangat efektif dalam meredam radikal Islam yang menguat 
dengan adanya link ke kepemilikan senjata dan bahan peledak. Sehingga 
peristiwa teror bom bisa dihitung dengan jari dan sebagian besar 
berhasil di lumpuhkan sebelum aksi terjadi, bahkan tidak ada 
54
pemberitaan media massa. Konsep adu domba dan kambing hitam serta 
rekayasa cerita merupakan hal yang sangat mudah sebab  tidak adanya 
alternatif penyelidik lain, ingat waktu itu tidak banyak NGO dan media 
massa yang punya nyali.
Pola gerakan Islam pasca reformasi boleh dikata tidak banyak berubah, 
ada yang moderat pluralis, ada yang tradisional toleran, ada yang 
mempraktekkan sinkritisme, ada yang berpola aliran khusus yang 
biasanya "sesat", ada garis keras yang kurang toleran, ada yang liberal, 
dst. Kesemua itu menjadi warna yang beragam dan masing-masing 
memiliki wilayah klaim atas interpretasi yang benar dari ajaran Islam.
Perbedaan yang sangat menyolok saat ini yaitu  dalam hal atmosfir 
kehidupan bangsa negara kita pasca reformasi. Pemerintah telah melepas 
kunci-kunci represi secara bertahap dan kini mekanisme hubungan antara 
variabel sosial tengah berproses. Gerakan-gerakan Islam mendapatkan 
koridor dan pendukung masing-masing, mulai dari arena politik sampai 
pergulatan pemikiran yang lebih serius.
Kotak pandora telah terbuka, konflik ringan dan berat telah terjadi, 
apakah gerakan Islam yang bervariasi ini  akan mampu menemukan 
titik temu tentang kemuliaan beragama? ataukah warna konflik akan 
tetap ada?
Sebuah kejumudan cara berpikir terlihat dari banyaknya kalangan muslim 
yang percaya dengan teori konspirasi, bahwa ada sesuatu dibalik setiap 
55
peristiwa yang bertujuan menghancurkan Islam. Keyakinan yang 
cenderung menutupi logika yang jernih ini  menimbulkan kecurigaan 
yang berlebihan terhadap apa yang disebut sebagai musuh Islam.
Barangkali umat Islam di negara kita perlu meyakini bahwa tidak ada 
paksaan dalam beragama.
Posted by Senopati Wirang /Monday, January 02, 2006
56
Waspada aksi teror BOM
Sedih mendengar kemeninggal an demi kemeninggal an dari aksi teror bom di 
negara kita, berikut ini saya sampaikan konsep waspada aksi teror bom:
1. Sangat jarang pelaku aksi bom itu tunggal (seorang diri), 
biasanya selalu kelompok yang telah berbagi tugas. Sebelum aksi 
bom akan ada salah seseorang dari kelompok yang melakukan 
pengamatan dan penggambaran. Meskipun bisa diperankan oleh 
bukan orang lokal, perilakunya sangat wajar bahkan cenderung 
bertegur sapa dengan sopan. Kekeliruan umum yang suka 
dilakukan oleh pengamat dan penggambar yaitu  membawa 
sobekan kertas kecil dan alat tulis. Pada level yang lebih baik 
juga memanfaatkan kamera digital. namun  dalam kasus bom 
bunuh diri, seringkali pelaku bom juga ikut melakukan 
pengamatan. Seorang pengamat dan penggambar situasi juga 
akan mencari jalan keluar (escape routes), jadi mereka akan 
terlihat berjalan-jalan dengan santai di lokasi sebelum 
peledakkan. Minimal akan terlihat dua kali (bisa jadi ganti 
orang), sangat jarang pengamatan hanya sekali dan diikuti oleh 
aksi teror bom. 
2. Usia para pelaku pada umumnya berkisar antara 18-35 tahun, 
sebab  dibawah 18 cenderung labil dan diatas 35 cenderung 
lambat. Pada pelaku bom bunuh diri biasanya berstatus belum 
menikah sebab  itu merupakan poin yang perlu diperhatikan.
57
3. Pada saat peletakan bom (bukan bom bunuh diri), pelaku hanya 
mengikuti setiap rencana secara berurutan langkah demi 
langkah. Sehingga prosesnya bisa jadi sangat singkat, 
keseluruhan rangkaian kegiatan maksimal 10 menit, terus 
menghilang melalui escape route yang telah dipilih secara wajar.
4. Mereka telah mempelajari konsep unattended items, yaitu 
bahwa kewaspadaan publik diasumsikan tinggi, sehingga 
peletakan paket bom yaitu  sewajar mungkin tidak menarik 
perhatian. Itulah sebabnya kekhawatiran terbesar justru 
terhadap tingkat kewaspadaan publik yang tinggi, sebab  sekecil 
apapun sebuah paket bom, akan menarik perhatian.
5. Oposisi aktif yaitu  aparatur keamanan, hal ini mudah dipelajari 
polanya. Untuk peningkatan keamanan, Polisi seyogyanya 
bekerjasama dengan intelijen negara yang memiliki anggota yang 
lebih bervariasi dan wajar dalam melakukan operasi pengamanan. 
Sementara oposisi pasif yaitu  masyarakat, semakin tinggi 
kewaspadaan masyarakat semakin kecil ruang gerak aksi teror 
bom. 
6. Seringkali para pelaku perlu menggali keterangan dasar tentang 
suatu lokasi, mereka tidak segan-segan secara wajar 
berbincang-bincang dengan tujuan menggali informasi. namun  
untuk pelaku lokal hal ini tidak terjadi sebab  medan operasi 
sudah dikuasai.
7. Kewaspadaan tidak identik dengan ketakutan. Letakan 
kewaspadaan dalam perspektif keamanan yang terpadu secara 
komunal, saya kira forum berupa Rukun Tetangga sampai tingkat 
58
Muspida bisa mendorong terciptanya kewaspadaan itu dengan 
optimal. 
8. Ketidakpedulian terhadap lingkungan yaitu  titik lengah 
masyarakat yang selalu diintai oleh kelompok teror, sedangkan 
ketakutan yang berlebihan/emosional juga menjadi bukti 
keberhasilan aksi teror yang ditujukan untuk menciptakan 
ancaman dan rasa takut.
9. Kontak dengan aparat keamanan sebagai mitra waspada 
sangatlah vital, sebab  aparatlah yang bertanggungjawab penuh 
dalam proses penegakkan hukum ketika indikasi pelaku teror 
mulai terdeteksi oleh masyarakat.
10. Profesionalitas intelijen dalam memberikan peringatan dini 
seyogyanya ditingkatkan dengan kegiatan pencegahan.
Posted by Senopati Wirang /Monday, January 02, 2006
59
Dimanakah Riduan Isamuddin berada?
Menjelang akhir tahun lalu ada pertanyaan dari seorang rekan via e-mail 
perihal keberadaan Riduan Isamuddin alias Hambali. Mengapa pemerintah 
AS tak kunjung memberi sinyal pengembalian Hambali ke tanah air 
negara kita untuk diadili sekaligus sebagai sumber utama untuk 
membongkar jaringan kelompok JI yang beroperasi di negara kita.
Setelah penangkapan Hambali pada 11 Agustus 2003, pemerintah 
negara kita khususnya Kepolisian dan Intelijen Negara merasa perlu 
memdapatkan informasi sebanyak mungkin dari Hambali, sayang sejumlah 
pertanyaan hanya bisa "dititipkan" kepada pihak berwenang di AS, 
lalu jawaban juga disampaikan melalui perantara. Artinya terbuka 
kemungkinan adanya rekayasa, sebab  tidak ada kepastian bahwa sumber 
informasi itu berasal dari Hambali atau bukan.
Dengan tuduhan yang sangat berat yaitu terlibat akti dalam organisasi 
Jemaah Islamiyah dan al-Qaeda, terlibat dalam pengorganisasian dan 
pendanaan aksi teror Bom Bali pertama yang menimpa klub malam, Bom 
Hotel Marriot Jakarta, Bom Manila 2000, serta persiapan dalam 
serangan 11 September, tentunya penggalian informasi dari mulut 
Hambali sangat penting. Seperti kita baca dalam media massa, sejumlah 
individu dari kelompok-kelompok yang sudah tertangkap cenderung untuk 
buka mulut jika  sudah ada yang mulai buka mulut. Dalam kasus bom 
bali pertama sangat jelas bahwa titik terlemah ada pada Amrozy, 
sehingga rentetan informasi berharga bisa dikonfirmasikan tanpa 
60
Amrozy merasa berkhianat pada kelompoknya. Saya menduga Hambali 
yaitu  tipe yang lebih sulit bicara, sehingga pemerintah AS merasa perlu 
menahannya lebih lama. Dalam kasus penangkapan Hambali di Thailand, 
kabarnya penangkapan ini  bisa sukses berkat informasi dari Khalid 
Shaikh Muhammad
Hambali yang dijuluki Bin Laden Asia oleh BBC News Online, pada 15 
Agustus, 2003 [online], http://news.bbc.co.uk/1/hi/world/asia-
pacific/2346225.stm, juga dijuluki sebagai bin laden Asia Tenggara oleh 
CIA yaitu  salah satu tokoh kunci yang berpotensi mengetahui 
keseluruhan gerak operasi JI di negara kita.
Kembali pada pertanyaan awal dari tulisan ini, dimanakah Hambali? 
jawabnya saya tidak tahu. Meskipun kita berputar-putar cari akses ke 
dalam Washington D.C. saya kira akan sangat sulit untuk menggali 
keterangan tentang keberadaan Hambali. Lebih jauh, pada Oktober 2004 
organisasi pembela HAM seperti Human Right Watch (HRW) pernah 
melansir bahwa Hambali termasuk diantara 11 tahanan tertuduh teroris 
yang tempat penahanannya dirahasiakan (Detainees in Undisclosed 
Locations)http://www.hrw.org/backgrounder/usa/us1004/7.htm#_ftn 5
lalu pada 1 December 2005 yang lalu kembali HRW mengeluarkan 
pengumuman tentang daftar 25 orang tahanan yang tidak jelas 
keberadaannya, bahkan diduga dibawah pengawasan CIA. 
http://hrw.org/english/docs/2005/11/30/usdom12109.htm
Hambali termasuk di dalam daftar 25 orang ini  dengan nomor urut 
61
18. Penangkapan Hambali termasuk dalam kategori prestasi dalam perang 
global melawan teror bagi presiden Bush 
http://www.whitehouse.gov/infocus/achievement/chap1.html, namun  
kembali ke pertanyaan asal, mengapa sepertinya pemerintah negara kita 
harus "menerima" apapun keputusan Amerika dalam menangani Hambali. 
Meskipun presiden Bush pernah berjanji kepada mantan presiden 
Megawati untuk memberikan akses bagi negara kita, namun hingga kini 
hanya transkrip interogasi saja yang mungkin sudah ada di tangan Polisi 
negara kita. Sementara akses langsung tinggal menjadi harapan saja
Ketika SBY masih menjabat sebagai Menko polkam, beliau pernah 
menyatakan bahwa Hambali yaitu  orang yang paling tahu lebih dari 
siapapun tentang sel kelompok teroris di negara kita, lalu mantan Ka 
BIN, Bung Hendro pernah menyatakan bahwa jawaban Hambali 
mengandung informasi yang vital, dari informasi ini  kita bisa 
mengetahui gambaran tentang besarnya jaring kelompok teror beserta 
target-targetnya
Saya bukan analis yang mudah terkecoh dengan teori konspirasi yang 
seringkali memutarbalikkan cara pandang kita terhadap sebuah 
persoalan. Saya juga bukan tipe analis yang langsung terjun bebas dalam 
mencerna teka-teki perlakuan pemerintah AS terhadap para tertuduh 
pelaku teror internasional Terlepas dari ada tidak adanya skenario besar 
dibalik perang global melawan teror, kita menyaksikan bahwa kejanggalan 
demi kejanggalan dalam penanganan kasus terorisme terus mengusik 
logika kita.
62
Tidak adanya transparansi dalam penegakkan hukum melawan kelompok 
teror, membuat otak kita tentunya terus berputar mencari-cari alasan 
yang rasional untuk menjelaskan fakta-fakta ini . Juga dengan 
masih besarnya potensi teror bom di negara kita juga membuat kita 
bertanya-tanya, ada apa gerangan?
Media negara kita pernah menyajikan tiga dugaan logis yang mudah 
dipahami secara umum tentang pengelolaan kekerasan dalam editorialnya, 
saya kira cukup menarik untuk disimak:
1. Bahwa aparat keamanan memang tidak berdaya serta 
kemungkinan para penjahat lebih terlatih. 
2. Bahwa para pengelola negara tidak sungguh-sungguh bekerja. 
3. Bahwa ada kemungkinan aparat keamanan memang bersekutu 
dengan para penjahat.
Walaupun saya khawatir model dugaan ini  setelah dibaca berulang-
ulang bisa melahirkan kecurigaan yang lebih kuat pada nomor terakhir 
(3), namun  tetap menarik sekali untuk disimak. 
Terlebih lagi bisa saya nyatakan bahwa ancaman teror di negara kita 
belumlah usai sebab  potensinya belum habis terungkap oleh aparat 
keamanan. Sekali lagi, bila dugaan demi dugaan terus mengalir di forum 
publik, bisa jadi fakta-fakta kejanggalan semakin terbungkus oleh 
dugaan-dugaan logis. Justru yang saya khawatirkan yaitu  level analisa 
kasus teror di negara kita seringkali digeneralisir dalam satu paralel 
63
bahwa para pelaku seolah-olah semuanya saling terkait dalam jaring 
teroris yang luar biasa kompleks dan sulit dibongkar. Padahal 
kemungkinan untuk saling berdiri sendiri sangat besar. Misalnya dalam 
tubuh JI jelas ada perpecahan yang tampak dari sikap anggota-anggota 
yang sudah tertangkap. lalu dalam kasus Poso, Palu, dan bahkan 
Ambon, pemainnya tampaknya berkarakter lokal dengan akses ke 
kelompok regional. Sementara pola-pola rekrutmen anggota baru semakin 
bertingkat dan tidak saling mengenal. Hanya satu faktor pemersatu yang 
mempersempit sudut analisa yaitu metode penggunaan bom sebagai cara 
untuk membuat takut rakyat, memprovokasi kebencian antar kelompok, 
serta memelihara eksistensi kelompok teroris yang beroperasi di 
negara kita
Sesungguhnya intelijen negara kita saya yakini sudah memiliki gambaran 
yang cukup untuk mencegah terjadinya aksi-aksi teror di lalu hari. 
Namun kembali pada dugaan logis Media negara kita, saya kira poin nomor 1 
tentang ketidakberdayaan perlu digarisbawahi, ketidakberdayaan yang 
saya maksud yaitu  dalam hal pendanaan dan kepastian hukum. Sikap 
ragu-ragu dan kurang percaya diri dari intelijen terlalu nampak bagi saya, 
apalagi bila kita bandingkan dengan intelijen era mantan Presiden 
Sukarno maupun mantan Presiden Suharto
Mengenai dugaan penjahat lebih terlatih saya kurang yakin, sebab  
hampir semua kasus bom di negara kita tidak terlalu kompleks dalam 
perencanaan maupun pelaksanaannya, dengan kata lain setiap lulusan 
pusintelstrat tentara , pendidikan intel BIN, maupun pelatihan intelijen Polisi 
bisa segera memahami bahwa kelompok teror yang beraksi tidaklah 
64
terlalu istimewa. Lalu mengapa sangat lambat untuk segera diungkap dan 
dihancurkan seluruh sel-selnya? jawabnya singkat. Dinamisme dan 
mobilitas kelompok teror jauh di atas rata-rata anggota intelijen dan 
aparat keamananan lainnya. Seperti di film, seperti kejar-kejaran saja. 
Satu titik rawan yang harus segera diatasi oleh komunitas intelijen dan 
aparat keamanan yaitu  pihak lawan (kelompok teroris) entah dari 
siapa..entah bagaimana...cukup paham pola operasi dan besar gelar 
operasi serta dengan mudah menemukan titik lengahnya. Khusus untuk 
intelijen dalam negeri saya kira perlu dilakukan perombakan yang 
mendasar dalam pola operasi rutin yang lama serta membangun jaring-
jaring baru yang lebih profesional, tampaknya jaring lama sudah berkarat 
dan lambat merespon ancaman, dengan satu syarat utama....jaring 
ini  bebas dari kepentingan politik golongan...termasuk kepentingan 
pribadi presiden.
Kembali pada pertanyaan Hambali dimana? akankah negara kita diberi 
akses langsung? lalu adakah kaitannya dengan pemeliharaan eksistensi sel 
teroris di negara kita? saya kira perlu kita tunggu titik terangnya....
Ah...entahlah saya kadangkala menulis tanpa berpikir panjang, mohon 
koreksi dari pembaca bila ada kekeliruan
Sekian
Posted by Senopati Wirang /Tuesday, January 03, 2006
65
Klarifikasi pandangan saya tentang Islam negara kita
Sungguh tidak disangka, tulisan singkat tentang Islam negara kita yang 
saya publish beberapa hari lalu mengundang banyak reaksi yang beragam 
terhadap saya. Ruang lingkupnya mulai dari yang mempertanyakan agama 
saya sampai yang menuduh saya anti Islam sebab  pernah terlibat operasi 
komando jihad. Ini mungkin kekeliruan manusiawi yang bisa menimpa 
siapapun ketika mencoba menyentuh ruang bahasan yang sensitif seperti 
agama/religi.
Salah satu tuduhan yang keras misalnya menilai tulisan saya sengaja 
diarahkan untuk melemahkan girah/semangat perjuangan umat Islam 
dalam menegakkan kebenaran. Tuduhan yang lain misalnya menganggap 
tulisan saya tidak berdasar pada fakta dan merupakan bagian dari 
propaganda "musuh Islam" dengan memutarbalikkan kata, agar teori 
konspirasi tidak dipercaya lagi. Hal ini menurut dia (yang menuduh saya) 
terbukti dengan sejumlah artikel yang saya tulis berkaitan dengan aksi 
teror bom yang mendukung asumsi barat tentang gerakan Islam radikal.
Ada juga yang secara hati-hati menginformasikan kepada saya bahwa 
tulisan saya ini  dikutip oleh sesama blogger yaitu 
http://pkswatch.blogspot.com yang digunakan sebagai bentuk dukungan 
untuk menyerang salah seorang tokoh PKS yang tampaknya percaya 
dengan teori konspirasi.
66
Sementara dari kalangan non muslim juga ada yang mempertanyakan 
maksud dan tujuan pembahasan soal Islam, adakah kaitannya dengan 
terorisme ataukah hanya refleksi ringan saja. Bahkan dikaitkan dengan 
intelijen, apakah intelijen sebegitu usilnya mengurusi ruang privat 
beragama masyarakat?
Bagaimana ini? sensitif dan membingungkan namun  harus ada kejelasan 
sebab  inilah yang dipertanyakan oleh pembaca .
Berikut ini klarifikasi saya:
1. Setiap anggota Intelijen negara kita sejak pasca kemerdekaan 
1945 diharamkan membawa isu agama ke dalam ruang pekerjaan 
profesional. Meskipun faktanya amat sulit untuk bersikap 
sekular murni, inilah realitas dunia intelijen. Mungkin kebanyakan 
umat Muslim negara kita tidak percaya dengan intelijen sebab  
penguasaan kalangan non-Muslim cukup signifikan, khususnya di 
era Benny Moerdhani. Bahkan sebelumnya, seorang sinkritis 
Islam-Kejawen seperti Ali Murtopo harus menyandang gelar anti 
Islam di benak kebanyakan muslim negara kita. Sesungguhnya 
cukup banyak rekan muslim sejawat yang juga gelisah dengan 
masuknya isu agama ke dalam tubuh intelijen. Beberapa kali 
terjadi warning berupa surat kaleng ke sekretariat negara dan 
kabinet bahkan ke Cendana untuk memperingatkan pemerintah 
bahwa pembusukkan intelijen sedang terjadi. Namun, separah-
parahnya...pekerjaan mengawal NKRI tetap menjadi perhatian 
utama dan perlahan isu sensitif ini  bisa "teratasi" dengan 
stabilisasi standard acuan yaitu  mendefinisikan ancaman dari 
67
sudut level secara vertikal dan tidak mendefinisikan secara 
horisontal. Jadi bukan sebab  faktor agamanya, maka sebuah 
gerakan dianggap sebagai ancaman, melainkan dari fakta telah 
mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat. Jadi 
meskipun berbagai informasi tentang gerakan Islam terkumpul
lengkap, yang didefinisikan menjadi ancaman yaitu  kelompok 
yang telah melangkah jauh menentang pemerintah (lagi-lagi ini 
definisi pada era Orde Baru). Jangan lupa, pemerintah vis a vis 
intelijen juga punya catatan lengkap tentang gerakan agama lain 
termasuk aliran kepercayaan. Jadi ada proporsinya.
2. Terjadinya marjinalisasi terhadap hampir seluruh organisasi 
agama yaitu  semata-mata strategi pemerintah dalam upaya 
stabilisasi politik guna mendukung pembangunan...sekaligus 
melanggengkan kekuasaan. Kooptasi hampir seluruh organisasi 
sosial masyarakat ke dalam keseragaman cara pandang terhadap 
negara di masa Orba dianggap paling tepat, untuk mendukung itu 
tentunya diperlukan kebijakan yang "represif" beserta alat-alat 
pendukungnya.
3. Saya pribadi yaitu  orang lama yang di masa muda sering ikut 
mendengarkan diskusi Masyumi lama di kawasan Menteng 
Jakarta. Saya tahu persis bagaimana semangat keislaman 
Masyumi dianggap duri oleh pemerintahan Sukarno dan saya tahu 
bagaimana pemerintahan Suharto mengadopsi hampir sebagian 
besar rencana Sukarno dalam membangun negara sekuler 
pancasila. Namun demikian, sesungguhnya umat Islam yang 
membaca sejarah mengerti keputusan perubahan ayat pertama 
68
Pancasila tidak seperti di dalam Piagam Jakarta yaitu  demi 
keutuhan negara kita yang merah putih. Lucunya dalam analisa 
aliran Islam "Isa Bugis" hal itu dikaitkan dengan Q.S. Al Kahfi 
dan dianggap sebagai kesalahan wakil Islam dalam panitia 9.
4. Kembali ke era reformasi. Saya ada keyakinan bahwa meski 
masih ada konflik-konflik berdarah atas dasar perbedaan etentara s, 
agama, golongan dll, hal ini akan berakhir seiring dengan 
gelombang perubahan cara pandang publik terhadap negara dan 
bangsa. Dialog, keterbukaan/transparansi, mencari solusi 
bersama serta maraknya gerakan civil society akan menggiring 
bangsa negara kita memasuki era baru yang lebih baik. Setidaknya 
toleransi antar agama yang ada sekarang lebih murni 
dibandingkan dengan toleransi semu yang diwarnai saling curiga 
pada era Orla ataupu Orba.
5. Tentang teori konspirasi. Conspiracy theory yaitu  sebuah teori 
alternatif yang selalu dimunculkan oleh pihak yang tidak puas 
dengan penjelasan logis yang disampaikan secara terbuka oleh 
yang berwenang (pemerintah, institusi, dll). Berangkat dari 
kejanggalan penjelasan logis yang ada, terbentuklah sebuah 
rangkaian analisa yang menggambarkan sebuah persoalan dari 
sudut yang berbeda dan mudah dipahami akal. Kelemahan teori 
ini yaitu  bersandar pada fakta yang bercampur dugaan. Sekuat 
apapun sebuah dugaan tetap bukan fakta. Sesuai dengan kata 
konspirasi, ada semacam strategi besar yang mengelola 
terjadinya sebuah peristiwa. Untuk kasus Islam negara kita, saya 
kira hanya kasus terorisme saja yang terbuka peluang untuk 
69
diselidiki sudut konspirasinya. Inipun sudah masuk dalam 
kategori konspirasi bertingkat, yaitu invisible hand dan puppet 
master benar-benar diluar jangkauan ketersediaan data. Apa 
sebab demikian? faktanya terjadi aksi bom, pelakunya orang 
negara kita, ada pengakuan atas eksistensi gerakan JI, dan ada 
mobilitas gerakan di level regional dan internasional. Menurut 
saya, konspirasi terletak pada daya dorong kepada gerakan 
teroris ini  untuk melakukan aksi teror, siapa yang 
menciptakan daya dorong ini ? inilah yang sering 
diupayakan jawabannya oleh penganut teori konspirasi. Ketika 
mantan Ka Intelijen Negara Pak Maulani menyoroti kemungkinan 
konspirasi dalam bom Bali 1 dengan analisa mikro nuklirnya, 
tentunya sangat menarik. namun  jawaban yang sudah ada di lab 
forensik polisi  yang menunjukkan bahwa jumlah bahan peledak 
dan zat kimia yang begitu besar di dalam sebuah mobil mampu 
menimbulkan daya ledak yang luar biasa.
6. Intelijen tidak usil masuk ke dalam ruang privat beragama 
masyarakat. Dasar penelitian terhadap berbagai aliran agama 
yaitu  juga dari pengaduan masyarakat. sebab  begitu 
sensitifnya masalah ini, seringkali diperlukan pandangan dari 
kelompok/organisasi agama yang besar. Persoalan di era 
reformasi yaitu  pada poin kebebasan beragama yang 
didefinisikan kebebasan meyakini "apapun" sebagai suatu wujud 
yang azasi dari bathin manusia. Tentunya sangat sulit untuk 
mengadili keyakinan orang di luar diri kita. Pendekatan yang 
bernuansa penghakiman jelas akan menciptakan stigma tentang 
70
intoleransi. Kalangan muslim negara kita tentunya sangat paham 
dengan kisah Al Hallaj di Irak dan Syeh Siti Jenar di Jawa.
7. Saya tidak anti Islam juga tidak membenci kepercayaan apapun 
yang hidup di planet bumi. Keyakinan beragama berada di dalam 
kesejatian diri masing-masing. Ada kalanya kita perlu 
menyampaikan kebenaran walau satu kalimat inipun bila diminta, 
yaitu  sia-sia berdakwah kepada mereka yang sudah tertutup 
pintu hatinya. 
8. Terakhir, dibidang teknologi telah berkali-kali terjadi revolusi, 
era digital dilanjutkan dengan era nano di awal abad 21 ini, lalu 
sejauh manakah revolusi pemahaman manusia akan dirinya, 
Tuhannya, dan sesama manusia lain? 
Kekeliruan dalam tulisan ini yaitu  kekhilafan saya dan kebenaran hanya 
tercurah tatkala diizinkan oleh-Nya.
Sekian
Posted by Senopati Wirang /Wednesday, January 04, 2006
71
Bocoran dari the Wing of Excellence
Tulisan kali ini benar-benar isu yang belum saya cek kebenarannya.
Ada pihak tertentu yang sedang menguji thesis benturan Islam dengan 
Barat. Sebut saja pihak ini  the wing of excellence sebab  mereka 
begitu yakinnya dengan kapabilitas intelektual yang jauh diatas rata-rata.
Mereka tidak terkait langsung dengan gerakan agama manapun, termasuk 
Zionis Yahudi yang seringkali dianggap sebagai otak dibalik semua 
konspirasi di dunia ini.
Pemuatan kartun Nabi Muhammad di sejumlah media massa Eropa bukan 
tanpa perhitungan akan reaksi yang timbul dari dunia Islam. Hal ini 
dengan cerdiknya telah diperhitungkan oleh kalangan the wing of 
excellence. Pihak-pihak yang terkait langsung dengan proses pemuatan 
kartun ini  telah disusupi oleh sebuah grandeur ide untuk 
membongkar kesakralan sosok Nabi Muhammad yang merupakan satu-
satunya Utusan Tuhan yang belum dicemari oleh kekonyolan canda tawa 
manusiawi yang pada dasarnya wajar secara psikologis, ingat manusia itu 
bukanlah malaikat yang patuh seutuhnya pada Yang Maha Kuasa.
Pembongkaran kesakralan Nabi Muhammad ini  sekaligus sebagai 
studi kasus terhadap respon seluruh umat Islam dunia yang menurut 
daftar analisa kelompok ini  akan pecah menjadi 9 kelompok besar, 
yaitu:
72
1. Reaksi paling keras dengan aksi kekerasan oleh kelompok jihad
2. Reaksi agak keras dengan aksi demonstrasi dengan melakukan 
penghinaan terhadap simbol negara yang merupakan balasan. 
Kelompok yang akan melakukan aksi ini bersifat campuran.
3. Reaksi keras dengan dengan komentar intelektual yang akan 
muncul dari elit politik negara berpenduduk muslim.
4. Reaksi yang justru menyudutkan Islam garis keras, sebab  
mereka akan kelihatan bodoh dan kurang dewasa.
5. Reaksi yang merupakan introspeksi ke dalam kelompok Islam 
atas cara mereka memahami sebuah wacana kontroversial.
6. Reaksi acuh tak acuh yang menganggap Nabi dan Tuhan tidak 
perlu dibela.
7. Reaksi khawatir bahwa citra Islam semakin buruk dengan 
maraknya respon-respon kekerasan atas sebuah fenomena 
karikatur (non-kekerasan).
8. Reaksi yang membongkar ketidakmampuan pimpinan umat Islam 
memimpin "respon-respon spontan Islami" umat Islam atas 
sebuah fenomena yang kontroversial.
9. Reaksi paling lemah, bahkan ikut tertawa ketika melihat Nabinya 
digambarkan secara tidak benar (fitnah) dan tidak sopan oleh 
pihak lain sebab  menganggap itu sebagai hal yang wajar dalam 
pola berpikir liberal.
Kesembilan reaksi yang diperkirakan ini  mungkin telah bertambah 
lagi dengan kategori lain. Namun ada satu kesatuan analisa yang 
73
dipersiapkan, yaitu untuk melihat persatuan umat Islam dunia dalam
bersikap, yang ternyata masih solid dalam level yang berbeda-beda.
Berikutnya yaitu  menjerumuskan aliran keras untuk terus mengobarkan 
kekerasan, sehingga pencitraan secara kontinu tentang Islam sebagai 
agama kekerasan menjadi wajar di benak manusia sedunia. Diharapkan 
aliran keras ini semakin berkobar dan mampu menyeret aliran yang lebih 
menggunakan intelektual dan kesabaran serta santun untuk merasakan 
kobaran emosi anti barat (secara simbolis tergambar jelas dengan 
demonstrasi yang diarahkan pada sejumlah negara barat). Misalnya 
meskipun Amerika Serikat sebagai negara tidak terlibat dalam kasus 
kartun, tetap ikut kena getah demonstrasi.
Konspirasi demi konspirasi untuk mengobarkan "kebencian" dan prasangka 
ini  tidak akan berhenti sesuai dengan ramalan kitab suci yang 
diyakini umat Islam.
Hal ini hanyalah langkah antara untuk melanggengkan "permusuhan" 
batiniah yang sebenarnya tidak dilandasi oleh kebencian terhadap ajaran 
agamanya, namun  "iri-benci" antar manusia yang berkeyakinan beda.
Demikian sedikit bocoran dari sumber yang belum bisa dipertanggung
jawabkan.
Semoga rakyat negara kita yang merupakan penduduk muslim terbesar di 
dunia bisa memperbaiki respon-respon terhadap isu global secara lebih 
cerdas dan simpatik.
Sekian
Posted by Senopati Wirang /Sunday, February 12, 2006
74
Tentang Melawan Terorisme
Begitu banyaknya orang pintar atau yang merasa pintar berkomentar 
bahwa langkah efektif untuk melawan terorisme yaitu  dengan 
kesejahteraan ekonomi, mereka berpikir bahwa ekonomi akan 
menyelesaikan segalanya...sungguh hal ini jauh dari fakta motivasi yang 
ada di kepala dan di dada para teroris.
Manusia... entah mereka yang radikal ataupun liberal telah menipu dirinya 
sendiri dengan sejumlah keyakinan yang saling bersebrangan. Keyakinan 
orang-orang liberal dan kapitalis yang cenderung menganggap 
kesejahteraan ekonomi akan menyelesaikan persoalan dunia sungguh 
tidak pernah berusaha melihat dari sisi manusia yang lain. Misalnya soal 
nafsu kekuasaan, manusia setelah berkecukupan tentunya masih 
cenderung untuk mencapai "sesuatu" yang lain seperti power untuk 
mengendalikan orang lain, itulah sebabnya konflik baik lokal maupun 
global tidak akan pernah berakhir sepanjang motif ekonomi tetap 
didorong oleh hasrat untuk mendapatkan keuntungan dan 
melipatgandakannya tanpa melihat dampaknya pada dunia yang lebih luas.
Sementara rasa frustasi orang-orang radikal yang terpinggirkan secara 
ekonomi tidak berarti lantas mereka berada dalam level kemiskinan, 
mereka bahkan jauh dari kelaparan sebab  mekanisme pendanaan yang
cukup baik melalui gerakan simpatisan. Orang-orang radikal atau yang 
anti dengan kemapanan dunia liberal-kapitalistik tidak akan pernah habis 
sepanjang ketimpangan sosial tidak bisa diatasi. Oleh sebab  itu, sistem 
75
ekonomi liberal-kapitalistik justru menjadi bagian dari persoalan dunia 
yang mungkin sudah tidak dipersoalkan lagi sebab  manusia sudah lupa 
tentang bagaimana eksploitasi sumber daya dunia itu terjadi.
Dalam dunia Islam yang menjunjung tinggi keadilan, isu-isu ekonomi 
agaknya bisa dinomorduakan sebab  Islam juga mengajarkan untuk 
menjauhi dunia yang diibaratkan sebagai tempat sampah yang tidak 
seharusnya memberatkan perjalanan menuju alam berikutnya atau 
akhirat. Sehingga konsep perjuangan penegakkan keadilan begitu kuatnya 
dalam mempengaruhi hampir sebagian besar gerakan Islam di dunia. 
Identifikasi dengan gerakan kekerasan sebenarnya bukanlah label Islam 
namun  menjadi model sebab  itu jalan yang "termudah" baik dalam 
kerangka justifikasi maupun propaganda. Sayangnya langkah-langkah ini 
tidak pernah diikuti oleh proses introspeksi ke dalam gerakan yang jelas-
jelas menjadi inferior citranya. Tentu saja para kelompok teroris baik 
Islam maupun idelogi lainnya tetap membela dirinya dengan 
mengedepankan bahwa mereka setidaknya tidak terkontaminasi oleh 
lemahnya pendirian dan kecenderungan manusia moderat untuk 
melacurkan dirinya dengan pemikiran-pemikiran liberal-humanistik...."ah 
tidak apa-apa".
Misalnya begini, saya pernah diminta oleh seorang ustadz radikal untuk 
menggunakan kacamatanya dalam melihat dunia yang berlumuran oleh 
kelakuan nista umat manusia, entah bagaimana saya bisa mengerti sudut 
pandang itu. Meskipun saya tetap tidak bisa mengamini langkah-langkah 
keras berupa aksi teror, saya bisa melihat maksud dan kemurnian cita-
76
cita perjuangannya. Demikian juga ketika saya bertemu dengan kaum 
sosialis demokrat yang merindukan pemerataan kesejahteraan bagi 
rakyat negara kita, saya juga bisa melihat melalui kacamatanya betapa 
rusaknya sistem yang dibangun oleh keserakahan segelintir kapitalis yang 
merampok harta rakyat negara kita. namun  lagi-lagi saya tidak bisa 
menerima penghalalan cara berjuang dengan kekerasan.
Tokoh dan orang-orang yang saya pernah berkumpul bersama itu 
bukanlah orang miskin dan bukanlah orang bodoh yang tidak mengerti 
persoalan dunia. Mereka orang yang punya pendirian dan keyakinan untuk 
"merubah dunia", jalannya ya.... dengan kekerasan. Revolusi, teror, dan 
metode gerakan kekerasan dalam rangka mencapai tujuan perjuangan 
merupakan sinyal yang mudah dipahami oleh umat manusia. Dengan 
demikian metode yang sudah sangat tua ini tidak bisa dinilai sedemikian 
rendahnya hanya sebab  motif ekonomi belaka. Orang-orang miskin 
memang akan mudah terpikat oleh rayuan gerakan teror sebab  mereka 
merasa geram dengan dunia yang tidak adil, namun  kegeraman atas 
ketidakadilan dunia bukan hanya milik orang miskin, tidak sedikit orang 
berpendidikan tinggi dan cukup mapan yang juga bergabung dengan 
gerakan teror.
Bahkan komentar orang-orang pintar moderat yang merasa tahu 
persoalan justru menambah kegeraman kelompok teror, meskipun para 
teroris tidak populer dalam skala besar, simpatisan tetap akan terus 
mengalir sepanjang dunia berputar secara tidak seimbang, dimana 
penindasan dan ketidakadilan tetap ada. Sudah menjadi sifat bawaan 
77
manusia untuk melawan ketidakseimbangan. Mekanisme sistem global 
yang jelas tidak seimbang dan selalu menguntungkan orang dan kelompok 
kaya raya di dunia tidak akan pernah sepi dari aksi teror, secanggih 
apapun mekanisme keamanan yang diciptakan maka secanggih itu pula 
gerakan teror akan berkembang, hal ini merupakan bukti bahwa para 
teroris bukanlah orang bodoh yang miskin. Mereka memiliki akses yang 
luas dan ikut berpikir tentang dunia.
Sekian
Posted by Senopati Wirang /Monday, February 27, 2006
78
Demokrasi dan Teror
Pertanyaan mas Enda sungguh menggelitik saya untuk kembali menulis 
tentang motif-motif gerakan teror.
Saya jadi teringat international summit on democracy terrorism and 
security yang diadakan di Madrid tahun 2005 lalu, tepatnya pada 8-11 
Maret.
200-an orang pakar dan praktisi sekuriti (rasanya ada orang negara kita 
yang ikut tapi entah siapa?) saya sendiri berhalangan dan hanya ikut 
sebagai pemantau lewat weblog yang diprotek password. Mereka 
membahas dan berdebat habis soal demokrasi, terorisme dan keamanan 
yang bisa diterima secara akademis.
Apa yang bisa saya sharing dari sana, khususnya terkait dengan 
pertanyaan mas Enda bahwa demokrasi juga menjadi salah satu sebab 
terjadinya proses radikalisasi dari mereka yang teralienasi/tersingkir 
oleh sistem demokrasi.
sebab  mayoritas pesertanya yaitu  pendukung berat demokrasi, maka 
sudah bisa diduga bahwa kesimpulan mereka mengarah pada bagaimana 
memperkuat demokrasi sebagai salah satu pilar dalam melawan 
terorisme. Meskipun kita sulit melihat kaitan langsung antara penguatan 
demokrasi dengan penanganan terorisme, tampak bahwa para pakar dunia 
ini  begitu yakinnya bahwa demokrasi yaitu  pil mujarab menata 
umat manusia modern.
79
Kalo pendapat para pakar menurut saya justru kurang menarik. Saya 
malah tertarik dengan komentar awam dari belahan bumi lain, misalnya 
pendapat seorang peserta non-pakar yang menyatakan bahwa 
kebangkitan kelompok teror Islam tidak ada kaitannya dengan nilai-nilai 
barat atau demokrasi. lalu pendapat lain tentang perlakukan tidak 
adil negara-negara Eropa terhadap komunitas imigran asing, khususnya 
kelompok muslim. Singkatnya barat dengan nilai-nilai demokrasinya 
menerapkan standar ganda yang bisa dilihat semua orang. Misalnya dalam 
masalah Israel, Afghanistan, Irak, Iran, serta sejumlah negara Amerika 
Latin dan Afrika. Dengan demikian tidak ada kepercayaan dalam benak 
maupun hati orang-orang non barat.
Kembali pada soal motif gerakan teror atau penyebab timbulnya gerakan 
teror, berikut sejumlah faktor yang dirangkum dari summit ini :
1. Psikologis
2. Politik
3. Ekonomi
4. Agama
5. Budaya
Saya tidak akan bahas satu persatu sebab  file pdfnya bisa saudara-
saudara lihat di http://summit.clubmadrid.org/
80
Saya akan fokuskan pada pertanyaan mas Enda pada komentar di tulisan 
Tentang Melawan Terorisme sbb:
Kalo pendapat yang mengatakan justru disebabkan sebab  "demokrasi" 
bagaimana pak? Establishment dan sistem sekrg dengan legitimasi yang 
datang dari demokrasi membuat ada kelompok2 yang teralienasi dan 
merasa tidak punya suara, kelompok ini yang  lalu teradikalisasi dan 
menjelma menjadi gerakan teroris.
Jawabnya tidak bisa bersifat general/umum sebab  demokrasi 
merupakan terminologi yang luas dan dalam pelaksanaannya berbeda-beda 
di setiap negara. Ada sifat partikular dalam pelaksanaan demokrasi 
disesuaikan dengan budaya lokal dll. Tidak semua demokrasi menjamin 
kesetaraan secara inklusif/pluralistik dan menghornati  hak-hak 
minoritas. Bisa jadi dalam negara "demokratis", pihak mayoritas 
melakukan diskriminasi secara sistemeninggal k terhadap minoritas, sehingga 
hal ini bisa saja mengkristalkan perlawanan kelompok minoritas dalam 
bentuk gerakan radikal dan perjuangan dengan kekerasan. Untuk model 
ini, komentar mas Enda tentu mendapat dukungan.
Belum lagi dari faktor stabilitas dan tingkat konsolidasi demokrasi yang 
mana semua pihak menghornati  aturan main dalam berdemokrasi. Seperti 
kita lihat dalam demokrasi di negara kita, sebaik apapun perkembangannya, 
kita bisa memperhatikan betapa kasarnya perjuangan kaum demokrat itu 
dalam "berebut" kekuasaan dan kekayaan. Sehingga tidak mengherankan 
bila kecenderungan langgengnya korupsi tetap menjadi ancaman potensial 
bagi negara kita. Lain halnya jika konsolidasi demokrasi ini  diperkuat 
81
dengan landasan hukum dan pelaksanaannya yang tegas tanpa pandang 
bulu. Saya kira semua tahu, reformasi hukum dan aparat keamanan 
tampaknya mengalami hambatan terbesar.
Singkatnya, demokrasi tidak menjamin dirinya kebal terhadap ancaman 
teror.
Tidak ada jaminan bila kita menempuh jalan demokrasi, maka teror akan 
berakhir. Dalam kasus India, aksi pembunuhan terhadap pimpinan politik 
oleh aktivis radikal merupakan contoh yang gamblang. Bahwa kekecewaan 
kelompok tertentu yang berkembang menjadi aksi teror dalam sebuah 
sistem demokrasi bisa saja terjadi. namun  model kelompok seperti ini 
bisa dideteksi sejak awal....sebab  mereka tidak akan jauh dari kategori 
ethno-nationalisme, separatisme, revolutionis kelompok kiri, kelompok 
agama , and kelompok ekstrim kanan. Petunjuk awalnya yaitu  suara tidak 
puas atas perlakuan atau kebijakan pemerintah.
Ah saya jadi ngalor-ngidul nulis tidak karuan. Meski begitu, harapan saya, 
mudah-mudahan tulisan ini bisa menjadi bahan bacaan yang bermanfaat.
Sekian
Posted by Senopati Wirang /Tuesday, February 28, 2006
82
Lima Tahun Setelah Nine-Eleven
Tulisan ini hanya refleksi ringan untuk turut mencatatkan peristiwa aksi 
teror paling berhasil pasca perang dunia kedua. 11 September lima tahun 
yang silam, publik Amerika Serikat dan dunia dikejutkan dengan peristiwa 
teror yang memanfaatkan pesawat yang dibajak untuk meledakan 
sejumlah sasaran penting. Setidaknya demikian yang banyak dikutip dan 
dicatat oleh media massa maupun dokumen pemerintah dan buku. Lihat 
misalnya di September 11 2001 attacks maupun di 9/11 digital archive.
Sejumlah analisa dan silang pendapat dalam menganalisa kasus 9/11 
sangat menarik. sebab  sampai saat ini keraguan maupun keyakinan pihak-
pihak yang berbeda pendapat tampaknya tidak akan pernah sepakat. Satu 
pihak bersikukuh bahwa Al-Qaeda beserta suborganisasi dibawahnya 
bertanggung-jawab dan telah memicu lahirnya kebijakan the War on 
Terror serta melahirkan the Homeland Security Department. Pihak lain 
meragukan dengan mengajukan konspirasi teori yang didukung oleh 
sejumlah kejanggalan di seputar peristiwa 9/11. Sebuah paper pendek 6 
halaman yang cukup menarik misalnya 9/11_conspiracy_theory_paper.
jika  faktanya benar-benar kecolongan, maka dunia intelijen Amerika 
bagaikan pesakitan yang harus menanggung malu akibat serangan teror 
ini . namun  jika  itu semua rekayasa intelijen melalui sel hitam-
nya, maka itu sebuah skenario yang teramat dahsyat dan sukses besar.
Saya pribadi sampai sekarang lebih banyak meragukan dokumen resmi 
yang dikeluarkan pemerintah Amerika Serikat. Seorang rekan intelijen 
83
senior di Amerika bahkan bercanda ringan tentang dokumen serangan ke 
Timur Tengah yang telah dirancang sejak tahun 1970-an juga tentang 
sedikit mengorbankan warga negara Amerika untuk kepentingan yang 
jauh lebih besar.
Terlepas dari berbagai analisa dan siapa pelaku sesungguhnya, saya hanya 
bisa menyimpulkan bahwa motivasi-motivasi power serta pendekatan 
kekerasan tidak akan pernah berhenti dalam otak manusia. Itu hanya 
sebuah cermin realita manusia yang memiliki potensi untuk menjadi 
sangat kejam demi sebuah tujuan/kepentingan. Oleh sebab  itu, alangkah 
baiknya bila bangsa negara kita, khususnya kalangan intelijen untuk terus 
meningkatkan kewaspadaan terhadap bisikan-bisikan jahat yang ingin 
menghancurkan dan mengadu domba sesama anak bangsa negara kita.

Related Posts:

  • intelijen 1 Badan Intelijen dari masa ke masa: Alat Negara atau Memperalat Negara?Tulisan ini merupakan *Muqaddimah* pada sebuah buku… Read More