Tampilkan postingan dengan label asuransi 4. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label asuransi 4. Tampilkan semua postingan
asuransi 4
memenuhi kebutuhannya dengan cara melakukan pembelian asuransi atau mengajukan klaim asuransi secara online melalui website
perusahaan tersebu
Hal-hal yang Perlu
Diperhatikan dalam
Mengembangkan
“Insurtech”
Seperti halnya lembaga jasa keuangan, penyelenggara industri keuangan
digital juga mempunyai prinsip-prinsip yang harus dipenuhi jika ingin membangun
bisnis yang berkelanjutan, antara lain:
a. Prinsip tata kelola teknologi informasi dan komunikasi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan;
b. Perlindungan konsumen sesuai dengan ketentuan Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan ini;
c. Edukasi dan sosialisasi kepada konsumen;
d. Kerahasiaan data dan/atau informasi konsumen termasuk data dan/
atau informasi transaksi;
e. Prinsip manajemen risiko dan kehati-hatian;
f. Prinsip anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
g. Inklusif dan prinsip keterbukaan informasi.
Selain itu, Penyelenggara wajib menginventarisasi risiko utama yang paling
sedikit mencakup:
a. Risiko strategis;
b. Risiko operasional sistemik;
c. Risiko operasional individual;
d. Risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme;
e. Risiko perlindungan data konsumen;
f. Risiko penggunaan jasa pihak ketiga;
g. Risiko siber; dan
h. Risiko likuiditas.
Untuk melakukan pengontrolan sekaligus mendukung pertumbuhan industri
keuangan digital, akan diselenggarakan regulatory sandbox sebelum penyelenggara mendaftarkan IKD terkait ke OJK. Regulatory Sandbox adalah mekanisme
pengujian yang dilakukan oleh OJK untuk menilai keandalan proses bisnis,
model bisnis, instrumen keuangan, dan tata kelola penyelenggara.
Teknologi yang
Memengaruhi
Perkembangan Industri
Asuransi
Teknologi dan ketersediaan sumber data semakin berdampak pada industri asuransi. Informasi digital sekarang digunakan untuk meningkatkan kemudahan dan kontrol proses di sepanjang rantai proses asuransi.
Robo-advisors
Bisnis InsurTech beroperasi pada platform digital. Model yang semakin populer
dalam menyediakan layanan konsultasi digital ini memungkinkan pelanggan
yang mencari produk dan layanan asuransi untuk secara langsung mengakses produk atau layanan yang ditawarkan dengan interaksi terbatas atau tidak
sama sekali dengan manusia. Dikenal sebagai ‘alat yang menghadap klien’, alat
tersebut menggunakan “robo-advisors” untuk memberikan saran secara
otomatis dan berbasis algoritma. Semakin banyak solusi yang disediakan oleh
teknologi pada semua lini bisnis asuransi karena pelanggan semakin mengharapkan interaksi secara mobile menjadi yang utama.
The Internet of Things
Pada dasarnya, ‘Internet of Things’ (IoT) adalah langkah untuk semakin
menghubungkan perangkat elektronik ke internet. Ini termasuk apa saja dari
perangkat pintar (ponsel, mesin cuci, mesin kopi, lampu, jam tangan dan perangkat lainnya). Dengan IoT, akan ada peningkatan hubungan di antara orang, orang
dan perangkat pintar, dan antara perangkat pintar. IoT memiliki dampak besar
pada industri asuransi, baik dalam memprediksi dan meminimalisasi risiko,
serta meningkatkan wawasan tentang profil dan perilaku pelanggan. Hal ini
memungkinkan karena dengan IoT menumbuhkan peluang untuk meningkatkan konektivitas, pengumpulan data, dan pemantauan seorang Tertanggung.
Teknologi yang
Memengaruhi
Perkembangan Industri
Asuransi
Teknologi dan ketersediaan sumber data semakin berdampak pada industri asuransi. Informasi digital sekarang digunakan untuk meningkatkan kemudahan dan kontrol proses di sepanjang rantai proses asuransi.
Robo-advisors
Bisnis InsurTech beroperasi pada platform digital. Model yang semakin populer
dalam menyediakan layanan konsultasi digital ini memungkinkan pelanggan
yang mencari produk dan layanan asuransi untuk secara langsung mengakses produk atau layanan yang ditawarkan dengan interaksi terbatas atau tidak
sama sekali dengan manusia. Dikenal sebagai ‘alat yang menghadap klien’, alat
tersebut menggunakan “robo-advisors” untuk memberikan saran secara
otomatis dan berbasis algoritma. Semakin banyak solusi yang disediakan oleh
teknologi pada semua lini bisnis asuransi karena pelanggan semakin mengharapkan interaksi secara mobile menjadi yang utama.
The Internet of Things
Pada dasarnya, ‘Internet of Things’ (IoT) adalah langkah untuk semakin
menghubungkan perangkat elektronik ke internet. Ini termasuk apa saja dari
perangkat pintar (ponsel, mesin cuci, mesin kopi, lampu, jam tangan dan perangkat lainnya). Dengan IoT, akan ada peningkatan hubungan di antara orang, orang
dan perangkat pintar, dan antara perangkat pintar. IoT memiliki dampak besar
pada industri asuransi, baik dalam memprediksi dan meminimalisasi risiko,
serta meningkatkan wawasan tentang profil dan perilaku pelanggan. Hal ini
memungkinkan karena dengan IoT menumbuhkan peluang untuk meningkatkan konektivitas, pengumpulan data, dan pemantauan seorang Tertanggung.
Perusahaan asuransi dapat mengambil pendekatan yang lebih proaktif
dengan memperingatkan Tertanggung mereka akan potensi kerugian secara
dini, bahkan sebelum hal itu terjadi. Misalnya, penggunaan perangkat pintar
seperti pelacak kebugaran dan jam tangan pintar merupakan peluang besar
bagi perusahaan asuransi untuk melacak kebiasaan dan perilaku Tertanggung.
Pengumpulan data memungkinkan perusahaan asuransi untuk memberikan saran yang lebih baik kepada Tertanggung, memberikan kebijakan yang
disesuaikan, dan menghitung risiko dengan lebih akurat. Lebih lanjut, dengan
informasi yang lebih luas tentang kebiasaan konsumen, perusahaan asuransi
dapat mengembangkan produk baru yang dibuat untuk mengisi kebutuhan di
pasar yang sebelumnya tidak terdeteksi.
IoT memiliki potensi besar untuk mengubah industri asuransi. Namun, untuk
memanfaatkan potensi ini untuk kepentingan industri, perusahaan asuransi perlu
menyadari bahwa distribusi data yang stabil akan diperlukan. Ketersediaan data
semacam itu sangat tergantung pada kesediaan Tertanggung untuk melakukan
peningkatan konektivitas internet dan Tertanggung juga memiliki keprihatinan
tentang privasi dan perlindungan data mereka.
Jumlah Perusahaan
Asuransi
Perkembangan industri asuransi telah meningkat setiap tahunnya sejalan
dengan meningkatnya insurance minded di kalangan masyarakat yang mulai
memahami bahwa asuransi merupakan bagian dari kegiatan manajemen
risiko yang memberikan jaminan dan proteksi terhadap harta benda serta jiwa
seseorang. Berdasarkan catatan OJK per 31 Desember 2018 terdapat 138
perusahaan yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Jenis Industri Jumlah Perusahaan
Des 2018
Asuransi Jiwa 53
Asuransi Umum 74
Reasuransi 6
Asuransi Wajib* 3
Asuransi Sosial** 2
Total*** 138
*Asuransi Wajib: PT ASABRI (Persero), PT Jasa Raharja (Persero),
dan PT Taspen (Persero)
**Asuransi Sosial: BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan
***Data hanya asuransi konvensional saja
Berdasarkan tabel tersebut, 138 perusahaan asuransi di Indonesia terdiri atas
53 perusahaan asuransi jiwa, 74 perusahaan asuransi umum, 6 perusahaan
reasuransi, 3 perusahaan asuransi yang menyelenggarakan asuransi wajib, dan
2 perusahaan asuransi yang menyelenggarakan asuransi sosial.
Pertumbuhan Aset
Aset industri asuransi setiap tahunnya mengalami peningkatan yang cukup
menggembirakan. Berdasarkan catatan OJK, total aset industri asuransi per
Desember 2018 mencapai Rp1.216,8 triliun sebagaimana yang dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 11 Pertumbuhan Aset Perusahaan Perasuransian per Desember 2018
(Data dalam Triliun Rupiah)
Jenis Industri
Jumlah Aset
2014 2015 2016 2017 Des 2018
Asuransi Jiwa 368,06 378,03 451,03 546,64 520,6
Growth 25,32% 2,71% 19,31% 21,20% -4,8%
Asuransi Umum 116,46 124,01 127,9 134,33 145,4
Growth 15,32% 6,48% 2,56% 5,61% 8,20%
Reasuransi 10,29 14,81 16,62 20,13 21,1
Growth 59,53% 43,93% 12,22% 21,12% 4,89%
Asuransi Wajib 103,46 109,65 122,65 135,3 133,7
Growth 7,35% 5,98% 11,86% 10,31% 1,16%
Asuransi Sosial 209,41 226,92 285,34 340,57 388,8
Growth 29,14% 8,36% 25,74% 19,36% 14,16%
Industri 807,68 853,42 1.002,83 1.176,97 1.216,8
Growth 22,43% 5,66% 17,51% 17,36% 3,38%
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa pertumbuhan aset industri
asuransi nasional mengalami pertumbuhan yang cukup menggembirakan.
Sampai dengan Desember 2018, pertumbuhan aset industri asuransi tumbuh
sebesar 3,38% dibandingkan dengan akhir tahun 2017.
Pertumbuhan Investasi
Selain sebagai sarana pengelolaan risiko, asuransi juga memiliki peranan
signifikan dalam menyediakan kebutuhan sumber pembiayaan bagi pembangunan nasional. Berdasarkan catatan OJK, sampai dengan Desember 2018 lebih
dari Rp1.032.300 miliar sebagaimana yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Jenis Industri
Jumlah Aset
2014 2015 2016 2017 Des 2018
Asuransi Jiwa 318,49 327,68 396,38 489,27 464,0
Growth 25,78% 2,89% 20,97% 23,43% -5,17%
Asuransi Umum 56,81 60,41 62,8 68,44 71,9
Growth -0,16% 6,34%% 3,96% 8,98% 5,09%
Reasuransi 6,8 9,99 10,25 12,17 11,3
Growth 56,68% 46,91% 2,60% 18,73% -7,40%
Asuransi Wajib 72,77 77,04 96,73 113,65 117,2
Growth 8,55% 5,87% 25,56% 17,49% 3,12%
Asuransi Sosial 193,49 211 271,65 322,58 372,3
Growth 23,27% 9,05% 28,74% 18,75% 15,41%
Industri 648,37 686,12 837,82 1.006,12 1.032,3
Growth 20,41% 5,82% 22,11% 20,09% 2,60%
Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa pertumbuhan investasi industri
asuransi nasional selalu mengalami peningkatan. Investasi yang dilakukan oleh
perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi ditempatkan pada berbagai
instrumen investasi antara lain deposito, saham, surat berharga, reksa dana,
penyertaan langsung, dan lainnya. Sampai dengan Desember 2018, pertumbuhan
investasi industri asuransi mencapai 2,6% dibandingkan dengan tahun 2017.
Penetrasi dan Densitas
Berdasarkan catatan OJK per Desember 2018, penetrasi dan densitas
industri asuransi masing-masing sebesar 3,02% dan Rp1.569,386 ribu.
Perhitungan penetrasi diperoleh dari perhitungan premi bruto dibagi dengan
PDB. Sementara perhitungan densitas diperoleh dari perhitungan premi bruto
dibagi dengan total populasi penduduk Indonesia. Data penetrasi dan densitas
industri asuransi nasional per Desember 2018 dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.
Tabel 13 Pertumbuhan Penetrasi dan Densitas Perasuransian Indonesia per
Desember 2018
Penetrasi 2018
Asuransi Jiwa 1,37%
Asuransi Umum 0,49%
Asuransi Sosial 1,08%
Asuransi Wajib 0,09%
Total Industri 3,02%
Densitas (ribu Rupiah) 2018
Asuransi Jiwa 710,375
Asuransi Umum 252,021
Asuransi Sosial 560,898
Asuransi Wajib 46,092
Total Industri 1.569,386
Berdasarkan data di atas, jumlah perusahaan pialang asuransi, pialang
reasuransi dan perusahaan penilai kerugian asuransi meningkat setiap tahunnya.
Pada bulan Desember tahun 2018, jumlah perusahaan pialang asuransi sebesar
166 perusahaan, perusahaan pialang reasuransi sebesar 43 perusahaan dan
perusahaan penilai kerugian asuransi sebesar 27 perusahaan. Dengan demikian
total jumlah perusahaan pelaku industri penunjang asuransi sebesar 236
perusahaan.
Uraian Jumlah Pelaku Aset Liabilitas Ekuitas
(Triliun Rupiah)
Pialang Asuransi 168 6,76 4,54 2,23
Pialang Reasuransi 43 2,85 2,41 0,44
Total 211 9,61 6,95 2,67
Berdasarkan data di atas, total aset perusahaan pialang asuransi
dan reasuransi sebesar Rp9.612.781.847.026,00, kewajiban sebesar
Rp6.941.405.453.336,00 dan ekuitas sebesar Rp2.671.376.393.689,00
No. Jenis Indikator Semester I
2018
Semester II
2018 Pertumbuhan
1 Aset 6,68 6,76 8,51
2 Liabilitas 4,44 4,54 0,09
3 Modal Sendiri 2,24 2,23 0,01
4 Pendapatan Jasa
Keperantaraan 1,01 1,99 0,98
5 Laba/(Rugi) 0.21 0.54 0,33
Berdasarkan data laporan keuangan perusahaan pialang asuransi pada
semester I tahun 2018 dan semester II tahun 2018, perusahaan asuransi
mengalami pertumbuhan aset sebesar Rp85.117.370.974,00 atau sebesar
1,27% dan laba sebesar Rp331.675.687.209,00 atau sebesar 157,5%. Hal tersebut menunjukkan produksi yang diterima oleh perusahaan asuransi meningkat dan perusahaan pialang asuransi berkembang dengan baik.
No. Jenis Indikator Semester I
2018
Semester II
2018 Pertumbuhan
1 Aset 2,30 2,85 0,55
2 Liabilitas 1,87 2,41 0,54
3 Modal Sendiri 0,43 0,44 0,01
4 Pendapatan Jasa
Keperantaraan 0,20 0,39 0,19
5 Laba/(Rugi) 0,09 0,15 0,05
Berdasarkan data laporan keuangan perusahaan pialang reasuransi pada
semester I tahun 2018 dan semester II tahun 2018, perusahaan asuransi
mengalami pertumbuhan aset sebesar Rp544.677.146.958,00 atau sebesar
23,64% dan laba sebesar Rp58.633.428.929,00 atau sebesar 63,17%. Hal tersebut menunjukkan produksi yang diterima oleh perusahaan asuransi meningkat
dan perusahaan pialang asuransi berkembang dengan baik.
Proses pembangunan tidak luput dari
berbagai risiko yang dapat mengganggu hasil
pembangunan yang telah dicapai. Industri perasuransian yang sehat, adil, dapat diandalkan, amanah, dan
kompetitif dibutuhkan dalam mendorong kualitas
pembangunan nasional. Peningkatan peran industri
perasuransian akan terjadi apabila industri perasuransian dapat lebih mendukung masyarakat
dalam menghadapi risiko yang dihadapinya seharihari dan pada saat mereka memulai dan menjalankan
kegiatan usahanya. Selanjutnya, peningkatan peran
industri asuransi dalam mendorong pembangunan
nasional juga akan terjadi melalui pemupukan dana
jangka panjang dalam jumlah yang besar, yang selanjutnya menjadi sumber dana pembangunan.
Berkenaan dengan hal-hal tersebut, penyelenggaraan usaha perasuransian perlu dilakukan dengan
baik dalam rangka mendukung pembangunan
nasional dan meningkatkan perlindungan kepada
pemegang polis, Tertanggung, atau peserta asuransi.
Oleh karena itu, pada tahun 2014 telah diterbitkan
Undang-Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang
Perasuransian yang berlaku sejak 17 Oktober 2014.
Adapun kegiatan pengaturan yang dilakukan oleh
OJK terhadap perusahaan asuransi akan dijelaskan
pada paparan bab ini.
Pengaturan Terhadap
Perusahaan Asuransi
Kelembagaan
1. Badan Hukum
Ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian yang selanjutnya disebut UU 40/2014, mengatur bahwa
bentuk badan hukum perusahaan asuransi, adalah Perseroan Terbatas,
Koperasi, atau Usaha Bersama yang telah ada pada saat Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian diundangkan.
2. Kepemilikan
Ketentuan Pasal 7 UU 40/2014 mengatur bahwa perusahaan asuransi
hanya dapat dimiliki oleh:
a. Warga Negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia yang
secara langsung atau tidak langsung sepenuhnya dimiliki oleh
Warga Negara Indonesia; atau
b. Warga Negara Indonesia dan/ atau badan hukum Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, bersama-sama dengan
Warga Negara Asing atau badan hukum asing yang harus
merupakan Perusahaan Perasuransian yang memiliki usaha
sejenis atau perusahaan induk yang salah satu anak perusahaannya bergerak di bidang Usaha Perasuransian yang sejenis.
c. Warga Negara Asing sebagaimana dimaksud dalam huruf
b dapat menjadi pemilik perusahaan asuransi hanya melalui
transaksi di Bursa Efek.
3. Kegiatan Usaha
a. Perusahaan Asuransi Umum (PAU)
PAU adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha asuransi
umum berupa usaha jasa pertanggungan risiko yang memberikan
penggantian kepada Tertanggung atau pemegang polis karena
kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan,
atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin
diderita Tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya
suatu peristiwa tertentu. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UU 40/2014
diatur bahwa PAU hanya dapat menyelenggarakan:
1. Usaha asuransi umum, termasuk lini usaha asuransi kesehatan
dan lini usaha asuransi kecelakaan diri; dan
2. Usaha reasuransi untuk risiko PAU lain.
b. Perusahaan Asuransi Jiwa (PAJ)
PAJ adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha asuransi
jiwa berupa usaha jasa penanggulangan risiko yang memberikan
pembayaran kepada pemegang polis, Tertanggung, atau pihak
lain yang berhak dalam hal Tertanggung meninggal dunia atau
tetap hidup, atau pembayaran lain kepada pemegang polis,
Tertanggung, atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu
yang diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan dan/
atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana. Berdasarkan Pasal
2 ayat (2) UU 40/2014 diatur bahwa PAJ hanya dapat menyelenggarakan usaha asuransi jiwa termasuk lini usaha anuitas, lini
usaha asuransi kesehatan, dan lini usaha kecelakaan diri.
c. Perusahaan Reasuransi (PR)
PR adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha reasuransi
berupa usaha jasa pertanggungan ulang terhadap risiko yang
dihadapi oleh perusahaan asuransi, perusahaan penjaminan atau
perusahaan reasuransi lainnya. Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) UU
40/2014 diatur bahwa PR hanya dapat menyelenggarakan usaha
reasuransi.
d. Perluasan lingkup usaha
Ketentuan Pasal 5 UU 40/2014 mengatur bahwa ruang lingkup
usaha asuransi umum dan usaha asuransi jiwa dapat diperluas
sesuai dengan kebutuhan masyakarat. Perluasan ruang lingkup
tersebut dapat berupa penambahan manfaat yang besarnya
didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
4. Izin Usaha
Setiap pihak yang melakukan usaha asuransi umum, usaha asuransi
jiwa, dan usaha reasuransi wajib terlebih dahulu mendapatkan izin usaha
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 8 UU 40/2014. Berdasarkan Pasal
8 ayat (2) UU 40/2014, untuk mendapatkan izin usaha harus dipenuhi
persyaratan mengenai:
a. Anggaran dasar;
b. Susunan organisasi;
c. Modal disetor;
d. Dana jaminan;
e. Kepemilikan;
f. Kelayakan dan kepatutan pemegang saham dan pengendali;
g. Kemampuan dan kepatutan direksi dan dewan komisaris, atau
yang setara dengan direksi dan dewan komisaris pada badan
hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana
dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf c, dewan pengawas
syariah, aktuaris perusahaan, dan auditor internal;
h. Tenaga ahli;
i. Kelayakan rencana kerja;
j. Kelayakan sistem manajemen risiko;
k. Produk yang akan dipasarkan;
l. Perikatan dengan pihak terafiliasi apabila ada dan kebijakan
pengalihan sebagian fungsi dalam penyelenggaraan usaha;
m. Infrastruktur penyiapan dan penyampaian laporan kepada Otoritas
Jasa Keuangan;
n. Konfirmasi dan otoritas pengawas di negara asal pihak asing,
dalam hal terdapat penyertaan langsung pihak asing; dan
o. Hal lain yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan usaha
yang sehat.
5. Pencabutan Izin Usaha
Bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi yang diketahui
dan terbukti melanggar perundang-undangan di bidang perasuransian
akan dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Dalam hal perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi
tidak dapat mengatasi penyebab dikenakannya sanksi administratif
tersebut sampai dengan batas tertentu, maka terhadap perusahaan
asuransi akan dicabut izin usahanya.
Di sisi lain, pencabutan izin usaha bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi juga dapat dilakukan apabila terdapat permohonan
dari perusahaan untuk dicabut izin usahanya. Dalam hal itu terjadi,
perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dimaksud harus
terlebih dahulu menyelesaikan seluruh kewajibannya.
Kesehatan Keuangan
1. Tingkat Solvabilitas
Salah satu pengukuran kesehatan keuangan perusahaan
asuransi dan perusahaan reasuransi adalah tingkat solvabilitas yang
merupakan selisih antara jumlah aset (yang diperkenankan) dikurangi
liabilitas. Berdasarkan Peraturan OJK Nomor 71/POJK.05/2016 tentang
Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi
diatur bahwa PAU, PAR, dan PR wajib menetapkan target tingkat
solvabilitas paling rendah 120% dari Modal Minimum Berbasis Risiko
(MMBR). MMBR merupakan jumlah dana yang dibutuhkan untuk
mengantisipasi risiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari
deviasi dalam pengelolaan aset dan liabilitas, yang terdiri atas risiko:
a. Kegagalan pengelolaan aset;
b. Ketidakseimbangan antara proyeksi arus aset dan liabilitas;
c. Ketidakseimbangan antara nilai aset dan liabilitas dalam setiap
mata uang;
d. Perbedaan antara beban klaim yang terjadi dan beban klaim yang
diperkirakan;
e. Ketidakcukupan premi akibat perbedaan hasil investasi yang
diasumsikan dalam penetapan premi dengan hasil investasi yang
diperoleh;
f. Ketidakmampuan pihak reasuradur untuk memenuhi kewajiban
membayar klaim; dan
g. Kegagalan dalam proses produksi, ketidakmampuan sumber
daya manusia atau sistem untuk berkinerja baik, atau adanya
kejadian lain yang merugikan.
Dalam hal PAJ memasarkan Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan
Investasi (PAYDDI), MMBR wajib ditambah sebesar persentase tertentu
dari dana investasi yang bersumber dari produk PAYDDI.
Dalam perhitungan tingkat solvabilitas dan MMBR, terdapat berbagai
ketentuan mengenai perhitungan aset dan liabilitas yang perlu dipatuhi
oleh PAU, PAJ, dan PR.
2. Dana Jaminan
PAU, PAJ, dan PR wajib membentuk dana jaminan dalam bentuk dan
jumlah yang ditetapkan. Dana jaminan adalah kekayaan PAU, PAJ atau PR
yang merupakan jaminan terakhir dalam rangka melindungi kepentingan
pemegang polis, Tertanggung, atau peserta, dalam hal PAU, PAJ, dan PR
tersebut dilikuidasi.
Berdasarkan PMK 53/2012 diatur bahwa PAU, PAJ, dan PR wajib
membentuk dana jaminan paling sedikit 20% dari modal minimum
sendiri yang dipersyaratkan. Dana jaminan ditempatkan dalam jenis:
a. Deposito
b. Surat Berharga yang diterbitkan oleh Negara Republik Indonesia.
3. Dukungan Reasuransi dan Batas Retensi Sendiri
Dukungan reasuransi dan batas retensi sendiri bagi perusahaan asuransi
dan perusahaan reasuransi dibutuhkan dalam rangka penerapan mitigasi
risiko untuk menjaga kondisi keuangan.
Penerapan mitigasi risiko dilakukan dengan cara menetapkan retensi
sendiri dan menerapkan program reasuransi agar memiliki kapasitas
yang cukup untuk memenuhi liabilitas. Bagi PAJ, PAU, dan PR telah
terdapat aturan mengenai besaran batas retensi sendiri dan mekanisme
perolehan dukungan reasuransi.
4. Permodalan
Berdasarkan ketentuan yang berlaku, PAU dan PAJ harus memiliki
modal sendiri sebesar Rp100.000.000.000,00, sedangkan PR harus
memiliki modal sendiri sebesar Rp200.000.000.000,00.
Penyelenggaraan Usaha
1. Tata Kelola yang Baik
PAJ, PAU, dan PR wajib menerapkan tata kelola perusahaan yang baik
dalam rangka agar dapat bersaing tidak hanya di tingkat nasional,
melainkan dapat berkiprah untuk tingkat regional dan internasional.
Penerapan tata kelola yang baik harus dilakukan dengan mengacu pada
prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Keterbukaan (transparency);
b. Akuntabilitas (accountability);
c. Pertanggungjawaban (responsibility);
d. Kemandirian (independency); dan
e. Kesetaraan dan Kewajaran (fairness).
Pelaksanaan prinsip tata kelola yang baik paling kurang harus diwujudkan
oleh PAU, PAJ, dan PR dalam:
a. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi dan Dewan
Komisaris;
b. Pelaksanaan tugas satuan kerja dan komite yang menjalankan
fungsi pengendalian intern perusahaan;
c. Penerapan fungsi kepatuhan, auditor internal, dan auditor
eksternal;
d. Penerapan manajemen risiko, termasuk sistem pengendalian
internal;
e. Penerapan kebijakan remunerasi;
f. Rencana strategis perusahaan; dan
g. Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan perusahaan.
2. Produk Asuransi
Perusahaan asuransi yang akan memasarkan produk asuransi baru
wajib terlebih dahulu menyampaikan pelaporan rencana memasarkan
produk tersebut kepada OJK. Adapun beberapa dokumen yang harus
dilengkapi dalam pelaporan produk dimaksud, antara lain:
a. Spesimen polis;
b. Proyeksi underwriting;
c. Perhitungan tingkat premi;
d. Dukungan reasuransi;
e. Uraian cara pemasaran; dan
f. Perjanjian kerja sama apabila produk tersebut dipasarkan
bersama pihak lain.
Perusahaan asuransi yang akan memasarkan produk asuransi baru
tentunya harus memenuhi ketentuan tingkat solvabilitas dan tidak
sedang dikenai sanksi administratif.
3. Polis Asuransi
Dalam setiap pemasaran dan penutupan asuransi, polis asuransi
yang diterbitkan harus sesuai dengan polis yang dilaporkan kepada
OJK. Polis asuransi harus dicetak dengan jelas sehingga dapat dibaca
dengan mudah dan dimengerti dengan baik oleh pemegang polis dan/
atau Tertanggung. Polis asuransi sekurang-kurangnya harus memenuhi
ketentuan, antara lain:
a. Saat berlakunya pertanggungan;
b. Uraian manfaat yang diperjanjikan;
c. Cara pembayaran premi;
d. Tenggat waktu (grace period) pembayaran premi;
e. Waktu yang diakui sebagai saat diterimanya pembayaran premi;
f. Kebijakan perusahaan yang ditetapkan apabila pembayaran premi
dilakukan melewati tenggat waktu yang disepakati;
g. Periode di mana pihak perusahaan tidak dapat meninjau ulang
keabsahan kontrak asuransi (incontestable period);
h. Tabel nilai tunai, bagi polis asuransi jiwa yang mengandung nilai
tunai;
i. Perhitungan dividen polis atau yang sejenis, bagi polis asuransi
jiwa yang menjanjikan polis atau yang sejenis;
j. Penghentian pertanggungan, baik dari pihak Penanggung maupun
dari pihak pemegang polis, termasuk syarat dan penyebabnya;
k. Syarat dan tata cara pengajuan klaim, termasuk bukti pendukung
yang diperlukan dalam mengajukan klaim; dan
l. Pemilihan tempat penyelesaian perselisihan.
4. Penyelesaian Klaim
PAU, PAJ, dan PR wajib menangani klaim dan keluhan melalui proses
yang cepat, sederhana, mudah diakses, dan adil. Dalam pelayanan klaim,
perusahaan asuransi hanya dapat meminta dokumen sebagai syarat
pengajuan klaim sesuai dengan yang tertera di polis asuransi yang
diperjanjikan.
Oleh karena itu, PAU, PAR, dan PR dilarang melakukan tindakan yang
dapat memperlambat penyelesaian atau pembayaran klaim, atau
tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan sehingga mengakibatkan kelambatan penyelesaian atau pembayaran klaim. Bahkan
ketentuan Pasal 27 Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 422/
KMK.06/2003 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi
dan Perusahaan Reasuransi mengatur bahwa perusahaan asuransi
harus telah membayar klaim paling lambat 30 hari sejak adanya kesepakatan antara Tertanggung dan Penanggung atau kepastian mengenai
jumlah klaim yang harus dibayar.
Pengaturan Kelembagaan
Perusahaan Penunjang
Asuransi
Pendirian
Sesuai dengan UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, disebutkan
dalam Pasal 8 bahwa setiap pihak yang melakukan Usaha Perasuransian wajib
terlebih dahulu mendapat izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan.
Perubahan Kepengurusan
Bagi Perusahaan yang hendak melakukan perubahan pengurus, terlebih
dahulu harus menyampaikan rencana laporan perubahan pengurusnya kepada
OJK. Setelah dokumen lengkap, maka OJK akan melakukan analisis dan apabila
diperlukan proses PKK, maka OJK akan melakukan prosedur PKK. Setelah
Perusahaan memperoleh persetujuan rencana perubahan pengurus dari OJK,
Perusahaan harus menyampaikan Anggaran Dasar mengenai Perubahan
Pengurus yang telah mendapat persetujuan Kementerian Hukum dan HAM.
Apabila dokumen Anggaran Dasar telah lengkap, akan dilakukan proses pengadministrasian perubahan pengurus oleh OJK.
Perubahan Alamat Kantor
Perubahan alamat kantor terbagi menjadi 2 jenis yaitu perubahan alamat
kantor dengan perubahan kedudukan dan perubahan alamat kantor tanpa
perubahan kedudukan. Perubahan alamat kantor dengan perubahan kedudukan
menyebabkan perusahaan melakukan pembaharuan pada anggaran dasarnya,
oleh sebab itu OJK akan memberikan Keputusan Dewan Komisioner (KDK)
tentang perubahan kedudukan izin usahanya. Sedangkan untuk perubahan
alamat kantor tanpa perubahan kedudukan tidak memerlukan pembaharuan
pada anggaran dasar. Oleh karena itu, berkas perubahan alamat perusahaan
dapat langsung diadministrasikan oleh OJK.
Perubahan Kepemilikan
Bagi perusahaan yang hendak melakukan perubahan kepemilikan saham, harus
menyampaikan laporan rencana perubahan kepemilikan untuk mendapatkan
persetujuan dari OJK. Apabila dalam laporan rencana perubahan kepemilikan
terjadi perubahan Pemegang Saham Pengendali (PSP), maka akan dilakukan
Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (PKK) bagi pihak-pihak yang sebelumnya
belum dinyatakan lulus sebagai PSP. Selanjutnya, perusahaan menyampaikan
Anggaran Dasar mengenai perubahan kepemilikannya kepada OJK untuk dapat
diadministrasikan dalam database OJK.
Pencabutan Izin Usaha Karena
Pelanggaran
Usulan pencabutan izin usaha diberikan kepada perusahaan yang tidak
menaati dan mematuhi peraturan Perasuransian. Usulan ini didahului dengan
pemberian Surat Peringatan 1, Surat Peringatan 2, Surat Peringatan 3, dan Surat
Pembatasan Kegiatan Usaha (SPKU).
Pengawasan
Perusahaan
Asuransi
Kegiatan pengawasan terhadap perusahaan asuransi dilakukan
oleh OJK secara berkala dengan menggunakan metode pengawasan tidak langsung (off-site inspection) dan secara langsung
(on-site inspection). Penjelasan mengenai metode pengawasan
terhadap perusahaan asuransi adalah sebagai berikut:
Pengawasan Tidak Langsung
(Off-Site Inspection)
Secara umum, pengawasan tidak langsung terhadap perusahaan asuransi dilaksanakan dengan cara monitoring dan penelaahan atas laporan-laporan perusahaan asuransi yang disampaikan
kepada OJK, antara lain berupa:
1. Laporan keuangan;
2. Laporan operasional;
3. Strategi reasuransi;
4. Laporan dana jaminan;
5. Rencana bisnis;
6. Rencana korporasi;
7. Laporan penerapan dan self-assesment tata kelola yang
baik; dan
8. Laporan penerapan manajemen risiko dan self-assesment
tingkat risiko.
Pelaksanaan kegiatan pengawasan tidak langsung dilakukan dengan menggunakan metode antara lain:
1. Analisis terhadap laporan yang disampaikan oleh perusahaan dan/atau
analisis terhadap pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat;
2. Meminta tambahan data dan kelengkapan dokumen apabila dirasa perlu;
3. Monitoring terhadap tindak lanjut rekomendasi yang diterbitkan; dan
4. Melakukan stress-test terhadap risiko-risiko yang memiliki dampak
sistemik bagi industri asuransi secara khusus, dan industri sektor jasa
keuangan secara umum.
Pengawasan Langsung (On-Site
Inspection)
Pengawasan langsung terhadap perusahaan asuransi dilakukan dengan
cara melakukan pemeriksaan lapangan secara langsung terhadap perusahaan
asuransi. Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa tahapan yang saling
berkaitan dan berkesinambungan, yaitu:
1. Tahap penyusunan rencana kegiatan pemeriksaan langsung;
2. Tahap pemeriksaan langsung yang terdiri atas persiapan pemeriksaan
langsung, pelaksanaan pemeriksaan langsung, dan pelaporan hasil
pemeriksaan;
3. Tahap pelaksanaan tindak lanjut pemeriksaan langsung; dan
4. Tahap evaluasi kegiatan pemeriksaan langsung.
Selain itu, kegiatan dokumentasi atas pelaksanaan pemeriksaan juga sangat
penting untuk mendukung proses evaluasi dan pengendalian pemeriksaan
dan sebagai bahan masukan untuk perbaikan maupun peningkatan kualitas
pemeriksaan di masa yang akan datang.
Pemeriksaan Berbasis Risiko
Sejak diundangkannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/
POJK.05/2014 tentang Penilaian Tingkat Risiko Lembaga Jasa Keuangan
Non-Bank (LJKNB) serta Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/
POJK.05/2014 tentang Pemeriksaan Langsung Lembaga Jasa Keuangan
Non-Bank, terjadi perubahan pola pemeriksaan atau pengawasan terhadap
perusahaan asuransi yang sebelumnya pengawasan berdasarkan kepatuhan
(compliance based supervision) menjadi pengawasan berbasis risiko (Risk
Based Supervision - RBS). Metode dengan pendekatan forward looking tersebut
diharapkan dapat mendukung manajemen risiko yang dilakukan oleh OJK dalam
melakukan pengawasan terhadap perusahaan sektor jasa keuangan non bank,
sehingga praktik usaha perusahaan asuransi dapat diawasi secara optimal.
Pendekatan pengawasan berdasarkan risiko lebih difokuskan pada risikorisiko yang melekat (inherent risk) pada kegiatan usaha dan operasional, serta
sistem pengendalian risiko (risk control system) yang diterapkan oleh perusahaan asuransi. Secara garis besar, metode RBS merupakan metode penilaian
risiko melalui mekanisme assessment terhadap:
1. Risiko kepengurusan;
2. Risiko tata kelola;
3. Risiko strategi;
4. Risiko operasional;
5. Risiko aset dan liabilitas;
6. Risiko asuransi; serta
7. Risiko dukungan dana/ permodalan.
Assessment terhadap risiko masing-masing perusahaan tersebut kemudian
akan dinilai besarnya dampak kegagalan masing-masing perusahaan bagi
industrinya dalam cakupan agregat. Berdasarkan hasil penilaian atas risiko-risiko
dimaksud, selanjutnya ditetapkan status pengawasan bagi masing-masing
perusahaan.
Melalui pendekatan ini, OJK selaku otoritas pengawasan perusahaan asuransi
dapat memberikan rekomendasi kepada perusahaan untuk melakukan
langkah-langkah pencegahan terhadap permasalahan yang potensial. Siklus
Pengawasan LJKNB berdasarkan risiko (RBS) terdapat pada gambar di bawah
ini.
Pengawasan Industri Jasa
Penunjang
Alur Kerja Pialang Asuransi dan
Pialang Reasuransi
Secara umum, alur kerja Pialang Asuransi dan Reasuransi berada di antara
Tertanggung dan Penanggung (Perusahaan Asuransi) dan oleh karena itu biasa
disebut perantara. Perusahaan Pialang memperoleh pendapatan utama dari
jasa keperantaraan dan sebagian lainnya dari jasa konsultansi terkait posisinya
sebagai pihak yang mempunyai pengetahuan terkait perasuransian secara
independen
Kerangka Kerja Pengawasan
Kerangka kerja pengawasan industri jasa penunjang IKNB meliputi keseluruhan proses sejak adanya permohonan izin usaha perusahaan hingga prosedur
pengawasan dengan melibatkan peraturan terkait.
Siklus Pengawasan Jasa Penunjang
Siklus pengawasan OJK akan menghasil output berupa Laporan Hasil
Pemeriksaan Sementara (LHPS) yang berisi hasil pemeriksaan dan setelahnya
akan dihasilkan Laporan Hasil Pemeriksaan Final (LHPF) yang merupakan hasil
akhir dari pemeriksaan.
Hal-hal yang diatur OJK pada Perusahaan Pialang Asuransi dan Pialang
Reasuransi Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan berfokus pada empat hal,
yaitu sebagai berikut:
1. Perusahaan melakukan fungsi sebagai perusahaan pialang asuransi,
pialang reasuransi dan penilai kerugian asuransi sesuai Pasal 1
angka 11, 12 dan 13 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian.
2. Jumlah modal sendiri diatur pada pasal 6A ayat (1) PP No. 73 Tahun
1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor
81 Tahun 2008 yaitu modal sendiri paling sedikit sebesar modal disetor
minimum sebesar Rp1.000.000.000,00.
3. Premi ditahan diatur Pasal 17 KMK Nomor 425/KMK.06/2003 tentang
Perizinan dan Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perusahaan Penunjang
Usaha Asuransi yang mengatur bahwa jumlah premi ditahan tidak boleh
melebihi jumlah modal sendiri Perusahaan.
4. Anggaran pendidikan dan pelatihan untuk peningkatan kompetensi
pegawai Perusahaan juga diatur dalam Pasal 14 KMK Nomor 425/
KMK.06/2003 tentang Perizinan dan Penyelenggaraan Kegiatan Usaha
Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi, yaitu Perusahaan pialang
asuransi, pialang reasuransi dan penilai kerugian asuransi wajib
menganggarkan dana untuk pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
sekurang-kurangnya 5% dari jumlah biaya pegawai, Direksi dan Pengurus
untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan dan keahlian di bidang
usaha asuransi bagi karyawannya.
Pelaporan-Pelaporan
Terdapat berbagai sumber informasi dalam pengawasan OJK. OJK
menerima informasi melalui data-data yang dilaporkan perusahaan, informasi
selama pemeriksaan langsung (on-site supervision), pengaduan dari pihak
ketiga, dan market intelligence. Sumber informasi dapat dibagi menjadi empat
secara umum: Laporan berkala, laporan non berkala, data internal OJK, dan data
dari pihak lain.
Laporan berkala:
• Laporan keuangan tahunan dan
semesteran
• Laporan keuangan tahunan yang
telah diaudit
• Laporan operasional tahunan
Laporan non berkala:
• Laporan perubahan kepemilikan
• Laporan perubahan direksi dan
komisaris
• Laporan perubahan anggaran
dasar
• Laporan perubahan alamat
• Laporan pendaftaran dan
pengangkatan tenaga ahli
• Laporan penggunaan tenaga
kerja asing
Data internal OJK:
• Pengadministrasian data yang
disampaikan melalui laporan
berkala dan non berkala
Data dari pihak lain:
• Pengaduan
• Informasi Pengawas Lain
• Market inteligence, dll.
Tata Kelola Perusahaan
Perusahaan memiliki kewajiban dalam menyampaikan laporan tata kelola
perusahaan yang baik bagi perusahaan pialang asuransi, pialang reasuransi dan
penilai kerugian asuransi. Laporan tersebut berupa:
1. Laporan transparansi penerapan tata kelola perusahaan yang baik dan
rencana tindak sesuai dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 18/SEOJK.05/2014 tentang Laporan Penerapan Tata Kelola
Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan
Pialang Reasuransi dan Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi.
2. Laporan penilaian sendiri tata kelola perusahaan yang baik bagi perusahaan pialang asuransi dan reasuransi Indonesia yang dikeluarkan
oleh Asosiasi Perusahaan Pialang Asuransi dan Reasuransi Indonesia
(APPARINDO).
Adapun poin yang terkait tata kelola perusahaan yang baik bagi perusahaan pialang asuransi, pialang reasuransi dan penilai kerugian asuransi
adalah sebagai berikut:
1. Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab Direksi dan Dewan
Komisaris
2. Penerapan Fungsi Auditor Eksternal
3. Penerapan Manajemen Risiko dan Sistem Pengendalian Intern
4. Penerapan Kebijakan Remunerasi
5. Transparansi Kondisi Keuangan dan Non Keuangan
6. Fungsi Perusahaan yang Dialihdayakan Kepada Pihak Lain
7. Pelaksanaan Wewenang RUPS
Kosa Kata
AKTUARIS
Seorang ahli yang dapat mengaplikasikan ilmu keuangan dan teori statistik untuk menyelesaikan persoalan-persoalan bisnis aktual. Dalam asuransi,
aktuaris berperan dalam menghitung besaran suku premi.
CATASTROPHE EXCESS OF LOSS
Reasuransi yang menjamin kerugian yang bersifat katastropik seperti gempa
bumi, yang dapat melibatkan lebih dari satu risiko yang timbul dari kejadian yang
sama atau each and every loss, or series of loss arising out one vent or occurrence.
CO-INSURANCE
Mekanisme untuk meningkatkan kapasitas market untuk meng-underwrite
suatu risiko, di mana partisipasi masing-masing perusahaan dibatasi dalam
original policy. Tertanggung mengasuransikan dengan lebih dari satu perusahaan
asuransi lainnya. Share dari masing-masing perusahaan asuransi dicantumkan
dalam original policy. Administrasi serta penerbitan polis biasanya dilakukan
oleh lead insurer.
EXCESS OF LOSS
Reasuransi di mana perusahaan reasuransi hanya akan terlibat dalam suatu
kerugian jika jumlah kerugian melebihi jumlah yang ditahan (net retention) oleh
perusahaan asuransi.
FACULTATIVE
Suatu perjanjian reasuransi di mana perusahaan asuransi bebas menentukan apakah akan mereasuransikan risiko yang ditanggungnya atau tidak, dan
perusahaan reasuransi juga bebas menentukan apakah akan menerima atau
menolak risiko yang direasuransikan oleh perusahaan asuransi tersebut.
FACULTATIVE OBLIGATORY
Perjanjian reasuransi di mana perusahaan asuransi bebas menentukan
apakah akan mereasuransikan risiko yang ditanggungnya atau tidak, dan jika
direasuransikan maka perusahaan reasuransi wajib menerima bagian risiko
yang direasuransikan kepadanya selama hal tersebut memenuhi syarat dan
ketentuan yang telah disepakati dalam perjanjian tersebut.
HUKUM BILANGAN BESAR
Kecenderungan variabel untuk mendekati nilai yang diantisipasi dengan
semakin besarnya kasus yang diperhitungkan. Hukum bilangan besar sangat
penting dalam memprediksi risiko pertanggungan asuransi.
KERUGIAN FINANSIAL
Hilang atau berkurangnya suatu nilai yang dapat dinilai dengan uang.
KLAIM
Permintaan ganti rugi (asas ganti rugi) dari Tertanggung, kepada Penanggung
sesuai dengan kerugian yang dipertanggungkan berdasarkan polis asuransi
tersebut.
LOSS RECORD
Catatan yang merekap kejadian kerugian atau klaim yang dialami oleh satu
polis.
MATERIAL FACTS
Suatu fakta yang dianggap penting serta wajib untuk disampaikan.
Fakta tersebut dapat mempengaruhi penilaian atau pertimbangan seorang
Penanggung dalam memutuskan apakah ia bersedia menerima atau menolak
pertanggungan yang diminta oleh Tertanggung, serta dalam hal menetapkan
besarnya suku premi atas risiko tersebut.
MMBR
Modal Minimum Berbasis Risiko
PAYDDI
Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi
PENANGGUNG
Pihak yang telah memiliki izin formal untuk melakukan kegiatan usaha yang
berkaitan dengan pengambilalihan risiko pihak lain berdasarkan suatu polis; atas
pertanggungan ini, Penanggung risiko menerima premi dari pihak lain selaku
Tertanggung; lazimnya, Penanggung adalah perusahaan asuransi.
PIHAK KETIGA
Pihak lain di luar dari pihak Penanggung (asuransi) dan pihak Tertanggung
(pengguna asuransi).
POLIS
Tanda bukti perjanjian pertanggungan yang merupakan bukti tertulis yang
memuat hak dan kewajiban dan ketentuan lainnya.
PREMI
Iuran yang dibayar secara sekaligus atau berkala oleh Tertanggung kepada
Penanggung berdasarkan suatu polis asuransi.
POOL/ KONSORIUM
Perjanjian reasuransi di mana beberapa perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi yang menjadi anggotanya, masing-masing memiliki saham
atau share dengan jumlah persentase tertentu, baik terkait perhitungan premi
yang akan diterima maupun klaim yang harus dibayarkan.
PROPERTI
Harta berupa tanah dan bangunan serta sarana dan prasarana yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tanah dan/atau bangunan yang dimaksudkan.
QUOTA SHARE
Suatu reasuransi di mana pembagian saham atau share risiko antar perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi terkait ditentukan dalam suatu
presentase yang tetap.
REASURADUR
Sebuah perusahaan asuransi atau sebuah perusahaan reasuransi profesional
yang menerima risiko dari perusahaan asuransi.
SURPLUS TREATY
Suatu reasuransi di mana perusahaan reasuransi akan menanggung kelebihan suatu risiko atas risiko sendiri atau own retension dari perusahaan asuransi
terkait sesuatu dengan limit dalam kapasitas maksimum treaty yang telah
disepakati.
SPPA
Surat Permohonan Penutupan Asuransi.
SPAJ
Surat Permohonan Asuransi Jiwa.
TERTANGGUNG
Pihak yang mengalihkan risiko kepada pihak lain berdasarkan suatu polis
asuransi dengan membayar premi.
TREATY
Suatu perjanjian tertulis antara perusahaan asuransi dengan perusahaan
reasuransi, di mana perusahaan asuransi secara otomatis akan mereasuransikan atau memberikan sesi kepada perusahaan reasuransi yang secara otomatis
akan menerima sesi tersebut selama sesi tersebut sesuai dengan syarat dan
ketentuan yang tercantum dalam perjanjian terkait.
UNDERWRITER
Seseorang yang tugasnya melakukan seleksi risiko.