Tampilkan postingan dengan label manajemen laba 9. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label manajemen laba 9. Tampilkan semua postingan

manajemen laba 9

   








Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris 

pengaruh pertumbuhan penjualan, financial leverage, profitabilitas, 

dan ukuran perusahaan terhadap manajemen laba. Data penelitian ini 

menggunakan data laporan keuangan tahun 2018 sampai dengan 

tahun 2020 perusahaan barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek 

Indonesia. Data penelitian diperoleh dari www.idx.co.id. Sampel yang 

digunakan dalam penelitian berjumlah 93 dengan menggunakan 

purposive sampling. Metode pengujian hipotesis menggunakan 

analisis regresi linier berganda dengan data panel. Hasil dari penelitian 

ini membuktikan bahwa pertumbuhan penjualan dan financial 

leverage berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Sementara 

itu, profitabilitas dan ukuran perusahaan berpengaruh positif 

terhadap manajemen laba. Penelitian ini menunjukkan bahwa Otoritas 

Jasa Keuangan perlu membuat kebijakan dalam menurunkan aktivitas 

manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan yang listed di Bursa 

Efek Indonesia.

 

 

Laporan keuangan berkaitan proses 

pencatatan transaksi yang berhubungan dengan 

segala bentuk aktivitas keuangan yang terjadi dalam 

suatu usaha selama tahun buku yang bersangkutan 

secara ringkas dan jelas , Laporan 

keuangan juga dapat memberikan informasi terkait 

dengan posisi keuangan, kinerja keuangan, arus 

entitas yang digunakan bagi semua pengguna 

informasi terutama untuk seorang investor sebagai 

dasar pengambilan keputusan ,

Dalam suatu perusahaan, pihak yang 

memiliki tanggung jawab dalam laporan keuangan 

yaitu pihak manajemen karena mengenai pengolahan 

data keuangan di perusahaan, pihak manajemen 

secara sengaja melakukan manipulasi atau 

merekayasakan suatu laporan keuangan tersebut 

dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan 

pribadi. Pihak manajemen seringkali sengaja 

menambahkan bahkan mengurangi data laporan 

keuangan agar laporan keuangan tersebut tidak 

menjelaskan informasi yang sebenarnya dari kondisi 

diperusahaan tersebut. Oleh karena itu, laporan 

keuangan tersebut harus dijelaskan dalam informasi 

dan kondisi perusahaan yang sebenarnya Atas peristiwa-peristiwa tersebut maka 

menjadi dasar manajemen melakukan praktik 

manajemen laba. 

Manajemen laba adalah tindakan pihak 

manajemen dengan cara sengaja agar mendapatkan 

keuntungan pribadi atau untuk organisasi dalam suatu 

proses terkait pelaporan keuangan. Sehingga 

manajemen laba dapat merugikan pihak eksternal 

perusahaan, karena dapat membuat pihak eksternal 

perusahaan melakukan suatu kesalahan dalam 

pengambilan keputusan jika berdasarkan informasi 

dari laporan keuangan yang terdapat praktik 

manajemen laba ,

Kasus manajemen laba terjadi di tahun 2011 

yaitu adanya skandal manipulasi terkait laporan 

keuangan diperusahaan jepang yaitu Olympus 

Corporation kegiatan usaha bidang optik dalam 

memproduksi atau pembuatan kamera, lensa kamera, 

kartu memori dan mikroskop ,Pada 

pertengahan Oktober 2011 di Jepang, pasar saham 

dikejutkan atas laporan dan pernyataan mantan 

kepala eksekutif bahwa terdapat transaksi yang 

mencurigakan di laporan keuangan, setelah 

melakukan pemeriksaan adanya penemuan terkait 

penutupan kerugian Olympus atas pengaruh investasi 

surat berharga ,

Sejumlah dana yang dicurigakan oleh pihak Olympus 

diantaranya proses akuisisi perusahaan peralatan 

medis yang berasal dari inggris Gyrus Group tahun 

2008 sebesar Rp 18,7 triliun (US$ 2,2 miliar), biaya 

penasihat Rp 5,83 triliun (US$ 687 juta), dan 

pembayaran atas investasi lokal Rp 6,57 triliun (US$ 

773 juta) kepada tiga perusahaan dari transaksi-

transaksi tersebut ditemukan oleh pihak Olympus 

Pendanaan tersebut 

bertujuan untuk menutupi kerugian investasi tahun 

2011. Oleh karena itu, para direksi dan akuntan 

Olympus dikenakan tuntuan pidana karena 

memanipulasi laporan keuangan dari semua 

pemegang saham ,

Adapun kasus lain yang terdapat di Indonesia 

terjadi pada PT. Garuda Indonesia terkait manajemen 

laba. Pada tahun 2018, manajemen perusahaan 

melakukan praktik manajemen laba dalam penyajian 

laporan keuangan ,Manajemen 

mengakui adanya “Piutang sebagai Pendapatan” 

 Pada tahun 2018 laba bersih yang 

dicatat manajemen mencapai menjadi Rp 11,33 miliar 

(US$ 809,85 ribu) ,Laba yang tercatat 

tersebut merupakan berkat melonjak nya pendapatan 

usaha lain nya dengan total yang di capai US$ 306,88 

juta ,Namun, kondisi ini 

mengakibatkan adanya kontra antara manajemen 

dengan komisaris. Terdapat komisaris yang tidak 

menyetujui terkait suatu transaksi-transakti 

perjanjian kerja sama dalam penyediaan layanan 

konektivitas penerbangan atas pengakuan 

pendapatan, antara PT Citilink Indonesia dan PT 

Mahata Aero Teknologi , Manajemen 

PT. Garuda Indonesia mengakui adanya pendapatan 

PT Mahata sebesar US$ 239.940.000, dan pembagian 

hasil lainnya yang diperoleh dari PT. Sriwijaya Air 

sebesar US$ 28.000.000, yang seharusnya kas 

tersebut masih dalam bentuk piutang, tetapi 

perusahaan mengakui sebagai pendapatan 

perusahaan , Kedua belah pihak 

menyampaikan keberatan tersebut kepada pihak 

manajemen pada tanggal 02 april 2019 melalui surat 

RUPST ,Selain itu, hasil pemeriksaan 

yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan dan 

Otoritas Jasa Keuangan menyatakan bahwa kondisi 

tersebut seharusnya diakui berupa pendapatan sewa, 

sedangkan perlakuan yang dilakukan oleh Manajemen 

dan Komisaris yang menganggap bahwa pendapatan 

tersebut berupa penghasilan royalti yang diatur dalam 

PSAK 23 ,

Beberapa kasus tentang praktik manajemen 

laba baik perusahaan di Indonesia maupun 

perusahaan di level internasional merupakan tindakan 

manager dalam penyusunan laporan keuangan hanya 

untuk semata-mata agar suatu perusahaan yang 

sudah dikelola tampak terlihat baik dalam persepektif 

kreditur ataupun investor. Manajemen laba dilakukan 

dengan sengaja atau sadar melalui kebijakan 

diskresioner yang masih dalam batas wajar standar 

akuntansi agar dicapainya suatu tingkatan yang 

diharapkan dari sebuah pelaporan keuangan. 

Idealnya, informasi keuangan yang disajikan dalam 

laporan keuangan dapat digunakan oleh pengambilan 

keputusan oleh pengguna laporan keuangan 

Praktik manajemen laba yang dilakukan oleh 

manajer dapat mengakibatkan bias atas informasi 

dalam laporan keuangan. Adanya masalah keagenan 

antara manajer dan pemegang saham, 

mengakibatkan informasi asimetri di antara keduanya 

Manajer memiliki 

informasi yang lebih komprehensif dibandingkan 

pemegang saham karena manajer menjalankan 

perusahaan. Manajer dapat mempengaruhi angka-

angka dalam laporan keuangan melalui direksinya. Di 

sisi lain, tindakan manajemen laba tidak melanggar 

ketentuan dalam standar akuntansi keuangan. 

Manajer hanya menggunakan pilihan-pilihan yang ada 

dalam standar akuntansi keuangan dalam 

menyesuaikan motif tertentu dari manajer  Oleh karena itu, 

ulasan manajemen laba perlu untuk diinvestigasi lebih 

lanjut.  

Pengujian manajemen laba dalam penelitian 

sebelumnya dilakukan dengan menggunakan 

karakteristik perusahaan seperti free cash flow 

beban pajak 


Karakteristik perusahaan merupakan 

indikator yang dapat menangkap aktivitas manajemen 

laba yang dilakukan oleh manajer. Secara kasat mata, 

aktivitas manajemen laba tidak dapat terdeteksi. 

Indikasi-indikasi yang dapat menangkap aktivitas 

manajemen laba dapat dilakukan melalui informasi 

dari laporan keuangan. Oleh karena itu, karakteristik 

perusahaan tertentu dapat mencerminkan aktivitas 

manajemen laba. Berdasarkan mapping penelitian 

sebelumnya, karakteristik perusahaan dalam 

penelitian ini menggunakan komponen-komponen 

yang sudah banyak dilakukan dalam pengujian 

sebelumnya. Selain itu, adanya inkonsistensi dari hasil 

pengujian sebelumnya, komponen dari karakteristik 

perusahaan tertentu dapat diuji kembali dalam 

penelitian ini.  

Karakteristik perusahaan yang digunakan 

dalam penelitian ini adalah pertumbuhan penjualan, 

financial leverage, profitabilitas, dan ukuran 

perusahaan. Terdapat beberapa penelitian 

sebelumnya yang menemukan bahwa pertumbuhan 

penjualan berpengaruh positif terhadap manajemen 

laba ,Di sisi lain, pengujian tersebut berbeda dengan 

temuan ,bahwa pertumbuhan 

penjualan tidak berpengaruh terhadap manajemen 

laba. Penelitian lainnya menemukan bahwa 

pertumbuhan penjualan berpengaruh negatif 

terhadap manajemen laba  Adanya inkonsistensi hasil pengujian 

sebelumnya, pengujian pertumbuhan penjualan 

terhadap manajemen laba perlu dilakukan kembali. 

Pengujian yang dilakukan menunjukkan bahwa financial leverage 

berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Hasil 

pengujian ini berbeda  

bahwa financial leverage tidak berpengaruh terhadap 

manajemen laba. Semantara itu, 

berpengaruh positif terhadap manajemen laba. 

Pengujian kembali financial leverage terhadap 

manajemen laba perlu dilakukan kembali karena 

adanya inkonsistensi dalam pengujian sebelumnya.  

Penelitian yang dilakukan oleh Saleem & 

Alzoubi (2016) menunjukkan bahwa profitabilitas 

berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.  menemukan bahwa 

profitabilitas berpengaruh positif terhadap 

manajemen laba. Sementara itu, 

menyimpulkan bahwa profitabilitas tidak 

berpengaruh terhadap manajemen laba. Inkonsistensi 

hasil pengujian dalam penelitian sebelumnya 

mengakibatkan pengujian profitabilitas terhadap 

manajemen laba perlu dilakukan kembali. 

menunjukkan bahwa ukuran perusahaan 

berpengaruh positif terhadap manajemen laba. 

Temuan ini berbeda dengan Firnanti (2017), Prasetya 

& Gayatri (2016), Susanto (2016), dan Susanto et al. 

(2019) yang menemukan bahwa ukuran perusahaan 

berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.   

Arifin & Destriana (2016), Chandra & Djashan (2018), 

Firnanti et al. (2019), Florencia & Susanty (2019), dan 

Sulaksono (2019) yang menyimpulkan bahwa ukuran 

perusahaan tidak berpengaruh terhadap manajemen 

laba. Inkonsistensi hasil pengujian sebelumnya 

mengakibatkan pengujian ukuran perusahaan 

terhadap manajemen laba perlu dilakukan kembali.  

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk 

mendapatkan bukti empirisi dalam menganalisis 

pengaruh pertumbuhan penjualan, financial leverage, 

profitabilitas, ukuran perusahaan terhadap 

manajemen laba. Penelitian ini diharapkan dapat 

memberikan kontribusi kepada Otoritas Jasa 

Keuangan (OJK) dalam cara memonitoring 

pelaksanaan prinsip cara tata kelola perusahaan oleh 

perusahaan Consomer Goods Industry dan dapat 

meningkatkan kebijakan dalam hal perlindungan para 

investor di pasar modal indonesia. Selain itu Ikatan 

Akuntan Indonesia (IAI) dapat mengatur kebijakan 

atas pengungkapan yang lebih baik bagi perusahaan 

dalam pelaporan keuangan untuk meminimalisir 

informasi asimteri. Penelitian ini juga dapat sebagai 

pelengkap literature riset akuntansi keuangan yang 

sudah pernah ada terkait dengan topik manajemen 

laba.  

 

2.1.  Teori Keagenan 

Dalam teori keagenan, terdapat hubungan 

antara pemegang saham (principal) yang memberikan 

wewenang sedangkan manajemen (agent) sebagai 

penerima wewenang ,

Manajer menjalankan perusahaan atas nama 

pemegang saham, namun dalam perjalanannya 

manajer memiliki motif pribadi yang berbeda dengan 

kepentingan pemegang saham. Kondisi ini 

mengakibatkan adanya konflik kepentingan di antara 

keduanya ,Selain itu, 

manajer yang lebih memahami kondisi perusahaan 

dibandingkan dengan pemegang saham mengakibat 

adanya informasi asimetri di antara keduanya 

Masalah keagenan dapat terjadi akibat 

tindakan-tindakan yang dilakukan oleh manajer tidak 

sejalan dengan kepentingan pemegang saham. 

Manajer menjalankan perusahaan dengan 

mendahulukan kepentingan pribadi yang hanya 

memikirkan kesejahteraan dirinya sendiri daripada 

kesejahteraan pemegang saham. Salah satu tindakan 

manajer dalam menjalankan motif pribadi dilakukan 

melalui manajemen laba , Aktivitas 

manajemen laba bertujuan untuk memenuhi 

kebutuhan manajer sendiri dan tidak sejalan dengan 

kepentingan pemegang saham ,

Tingkat asimetri informasi yang tinggi dapat 

menyebabkan manajemen laba. Dari asimetri 

informasi yang tinggi tersebut maka memicu untuk 

terjadinya akibat suatu tindakan manipulasi diantara 

investor dan manajemen. Bagi investor yang tidak 

punya akses informasi atas laporan keuangan 

perusahaan tersebut. Atas rendahnya informasi dari 

perusahaan tersebut maka investor punya kelemahan 

memonitor manajemen. Monitoring (pengawasan) 

yang begitu kurang terhadap manajemen maka 

semakin besar peluang bagi pihak manajemen dengan 

tindakan manajemen laba. Manajemen yang 

melakukan hal itu bertujuan agar dapat 

mensejahterakan kepentingan pribadi agen 

dibandingan meningkatkan kinerja perusahaan. Atas 

tindakan tersebut, yang di lakukan manajemen 

dengan memanfaatkan informasi-informasi dari 

laporan keuangan ini dapat terjadinya suatu kerugian 

bagi para pemegang saham ,

 

2.2. Pengembangan Hipotesis 

Pertumbuhan penjualan adalah informasi 

kemajuan suatu proses dari penjualan periode 

sebelumnya sampai periode yang akan datang. 

Penjualan yang mengalami suatu peningkatan akan 

membuat perusahaan membutuhkan biaya 

operasional yang tinggi untuk menjalankan kegiatan 

usahanya. Pertumbuhan penjualan menunjukkan 

kondisi perusahaan dalam kondisi yang baik, sehingga 

kondisi ini memberikan peluang perusahaan untuk 

mendapatkan pinjaman dari kreditur.  

Adanya perkembangan penjualan yang besar 

mengakibatkan dorongan dan motivasi manajer untuk 

melakukan tindakan manajemen laba dengan 

mempertahankan tren penjualan dan tren laba yang 

dicapai oleh perusahaan ,Pertumbuhan penjualan 

berkaitan dengan peningkatan laba sehingga 

mendorong manajer untuk meningkatkan kinerja yang 

lebih optimal ,menemukan bahwa pertumbuhan 

penjualan berpengaruh positif terhadap manajemen 

laba. Perusahaan melakukan manajemen laba untuk 

mencapai kestabilan pertumbuhan penjualan. 

Pertumbuhan penjualan yang tinggi dan stabil 

dianggap sebagai indikasi usaha manajer dalam 

mencapai kinerja operasi yang optimal. Dengan 

demikian, hipotesis pertama dalam penelitian ini 

adalah: 

H1: Pertumbuhgan penjualan berpengaruh positif 

terhadap manajemen laba. 

Financial leverage menggambarkan seberapa 

besar aset yang dimiliki perusahaan yang dibiayai atau 

diperoleh dari utang ,

Perusahaan menggunakan sumber pendanaan dari 

utang dengan tujuan mendapatkan pendanaan yang 

lebih mudah . Namun, 

manajer dapat melakukan manajemen laba ketika 

utang perusahaan tinggi dengan tujuan agar terhindar 

dari pelanggaran perjanjian utang , Penggunaan 

pendanaan dengan utang oleh manajer dilakukan 

dengan tujuan untuk menurunkan monitoring yang 

dilakukan oleh pemegang saham 

menyimpulkan bahwa financial leverage berpengaruh 

positif terhadap manajemen laba. Kondisi ini ini 

menjelaskan bahwa semakin besar tingkat utang 

perusahaan mendorong manajer melakukan 

manajemen laba untuk menghindari pelanggaran 

perjanjian utang. Manajer berusaha semaksimal 

mungkin untuk menghindari pelanggaran perjanjian 

utang dengan melakukan manajemen laba   Tindakan ini dilakukan dengan dengan 

tidak melanggar ketentuan dalam standar akuntansi 

keuangan  Dengan demikian, 

hipotesis kedua dalam penelitian ini adalah: 

H2: Financial leverage berpengaruh positif terhadap 

manajemen laba. 

Profitabilitas adalah suatu perbandingan 

pengukuran kemampuan perusahaan dalam 

menghasilkan laba dari aset atau modal yang dimiliki 

oleh perusahaan Laba adalah salah satu elemen 

terpenting yang sangat mempengaruhi suatu tindakan 

dalam manajemen laba karena komponen ini menjadi 

suatu komponen utama dalam penilaian terhadap 

kinerja para manajemen secara menyeluruh di 

perusahaan  Laba yang diperoleh 

dalam satu periode dapat menjadi suatu faktor yang 

sangat berpengaruh pada proses manajemen laba 

yang dilakukan manajemen untuk melakukan 

kecurangan atau memanipulasi laporan keuangan 

didalam perusahaan ,

menemukan bahwa profitabilitas berpengaruh positif 

terhadap manajemen laba. Perusahaan yang memiliki 

tingkat profitabilitas yang tinggi cenderung 

melakukan manajemen laba karena perusahaan 

berusahaan untuk manjaga kestabilan laba. Tindakan 

ini bertujuan agar kinerja perusahaan terlihat lebih 

baik karena laba yang tidak stabil menunjukkan 

perusahaan yang lebih beresiko . Selain itu, tingkat profitabilitas yang 

tinggi menjadi tujuan bagi manajer dalam 

mendapatkan bonus pada level tertentu , Dengan 

demikian, hipotesis ketiga dalam penelitian ini adalah:  

H3: Terdapat pengaruh profitabilitas terhadap 

manajemen laba. 

Ukuran perusahaan berkaitan dengan total 

aset yang dimiliki oleh perusahaan  Perusahaan menggunakan sumber daya 

yang dimiliki untuk meningkatkan kinerja operasi 

maupun kinerja pasar  termasuk penggunaan aset. Selain itu, 

perusahaan besar memiliki kepercayaan dari kreditur 

karena memiliki sistem yang lebih baik dalam 

mengelola utang perusahaan ,Di sisi lain, perusahaan perlu 

menjaga kondisi dan kestabilan perusahaan. Namun, 

perusahaan tidak selalu mengalami kondisi dan 

kestabilan yang baik. Oleh karena itu, perusahaan 

dapat melakukan manajemen laba untuk menjaga 

kondisi dan kestabilan kinerja perusahaan menunjukkan 

bahwa ukuran perusahaan yang besar erat kaitannya 

dengan praktek manajemen laba. Kestabilan kinerja 

dan kondisi perusahaan yang baik mengakibatkan 

kepercayaan investor dan calon investor meningkat. 

Selain itu, perusahaan yang besar dianggap mampu 

untuk mencapai kestabilan kinerjanya. Di sisi lain, 

adanya tuntutan dari investor dan calon investor 

mengakibatkan perusahaan besar untuk melakukan 

manajamen laba dalam mendapatkan kestabilan laba.  

Dengan demikian, hipotesis keempat dalam penelitian 

ini adalah: 

H4: Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap 

manajemen laba. 

Dalam penelitian ini manajemen laba sebagai 

variabel dependen. Proksi manajemen laba adalah 

akrual diskresioner yang diperoleh dari model Kothari 

et al. (2005) atau performance matched discretionary 

accrual. Proksi ini juga digunakan .  Adapun nilai discretionary accrual 

didapatkan sebagai berikut:  

DACCit=

Accruals

TAt-1

 = β0 (

1

TAt-1

) + β1 (

REV-REC 

TAt-1

) + 

β2 (

PPE

TAt-1

) +β3 ROA+ e 

Keterangan:  

DACCit = Discretionary accruals perusahaan i di 

periode t 

Accruals = Net income after tax – cash from operation 

NI = Laba bersih perusahaan i di periode t 

CFO = Arus kas dari aktivitas operasi perusahaan i 

di periode t  

TAt-1 = Total aset perusahaan tahun sebelumnya 

(periode t-1) 

∆REV = Perubahan pendapatan di periode t 

∆REC = Perubahan piutang di periode t  

PPE = Aset tetap (kotor) di periode t 

ROA = Return on asset didapatkan dari net 

income/total asset 

e = Error  

Akrual diskresioner diperoleh dari hasil residual 

persamaan tersebut untuk data setiap tahun.   

Variabel independen yang digunakan adalah 

pertumbuhan penjualan, financial leverage, 

profitabilitas, dan ukuran perusahaan. Proksi 

pertumbuhan penjualan (SG) dalam penelitian ini 

mengikuti Firnanti et al. (2019), Rahnama (2016), dan 

Yunietha & Palupi (2017) yaitu sebagai berikut: 

SG = 

Salesit-Salesit-1

Salesit-1

 

Dimana:  

SG  = Pertumbuhan penjualan perusahaan i di 

periode t 

Salesi,t   = Penjualan bersih perusahaan i di periode t 

Salesi,t-1 = Penjualan bersih perusahaan i di periode t-1 

Proksi financial leverage dalam penelitian ini 

mengikuti proksi yang digunakan oleh Almalita (2017), 

Asitalia & Trisnawati (2017), Chandra & Djashan (2018), 

Firnanti et al. (2019),  Sulaksono (2019), dan Susanto et 

al. (2019) sebagai berikut:  

LEV = 

Total liabilities

Total asset

 

Profitabilitas (ROA) dalam penelitian ini 

mengikuti proksi yang digunakan oleh Almalita (2017),  

Chandra & Djashan (2018), Florencia & Susanty (2019),  

Saleem & Alzoubi (2016), dan Yunietha & Palupi (2017) 

adalah sebagai berikut:  

ROA = 

Net income after tax

Total asset

 

Ukuran perusahaan (firm size) dalam 

penelitian ini menggunakan proksi sebagaimana Arifin 

& Destriana (2016), Chandra & Djashan (2018), Firnanti 

et al. (2019), Florencia & Susanty (2019), dan Sulaksono 

(2019)  yaitu dengan menggunakan logaritma natural 

total aset.  

FS = Logaritma Natural (Total Asset) 

Metode analisis data yang digunakan dengan 

menggunakan analisis regresi berganda untuk data 

panel. Adapun model penelitian adalah sebagai 

berikut: 

DAit = αo+ β1SGit + β2LEVit + β3ROAit + β4FSit + eit 

Di mana: 

DAit = Discretionary accruals (Manajemen laba)  

SGit = Pertumbuhan penjualan perusahaan i pada 

tahun t 

LEVit = Financial leverage perusahaan i pada tahun 

ROAit = Profitabilitas perusahaan i pada tahun t 

FSit = ukuran perusahaan perusahaan i pada tahun 

 


 

Hasil statistik deskriptif dari manajemen laba 

(DA) dengan tujuan untuk menurunkan laba tertinggi 

sebesar -0,310250 dimiliki oleh HMSP pada tahun 

2018. Manajemen laba dengan meningkatkan laba 

tertinggi sebesar 0,703090 dimiliki oleh MERK pada 

tahun 2018, nilai rata-rata sebesar 0,000000215 dan 

deviasi standar sebesar 0,130141. Pertumbuhan laba 

(SG) memiliki nilai terendah sebesar -0,470921 dimiliki 

oleh MERK pada tahun 2018, nilai tertinggi sebesar 

0,504026 dimiliki oleh SKBM pada tahun 2020, nilai 

rata-rata sebesar 0,058284 dan deviasi standar sebesar 

0,160519. Financial leverage (LEV) memiliki nilai 

terendah sebesar 0,115158 dimiliki oleh CAMP pada 

tahun 2020, nilai tertinggi sebesar 0,759559 dimiliki 

oleh UNVR pada tahun 2020, nilai rata-rata sebesar 

0,358337 dan deviasi standar sebesar 0,156664. 

Profitabilitas (ROA) memiliki nilai terendah sebesar 

0,000500 dimiliki oleh CINT pada tahun 2020, nilai 

tertinggi sebesar 0,920997 dimiliki oleh MERK pada 

tahun 2018, nilai rata-rata sebesar 0,116377 dan 

deviasi standar sebesar 0,126078. Ukuran perusahaan 

(FS) memiliki nilai terendah sebesar 25,95468 dimiliki 

oleh PYFA pada tahun 2018, nilai tertinggi sebesar 

32,72561 dimiliki oleh INDF pada tahun 2020, nilai rata-

rata sebesar 28,98730 dan deviasi standar sebesar 

1,563117. 

Selanjutnya, berdasarkan uji Chow, uji 

Lagrange Multiplier dan uji Hausman, model yang 

paling sesuai dengan data penelitian ini adalah fixed 

effect model. Adapun ringkasan hasil uji hiptesis adalah 

sebagai berikut:  


 

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 

menunjukkan bahwa pertumbuhan penjualan 

berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Hasil 

penelitian ini sejalan dengan penelitian Firnanti et al. 

(2019), dan Rahnama (2016), namun tidak sejalan 

dengan Astari & Suryanawa (2017), Fahmie (2018), dan 

Yunietha & Palupi (2017). Perusahaan yang 

mempunyai penjualan yang tinggi kemungkinan akan 

menurunkan motivasi manajer untuk melakukan 

manajemen laba. Perusahaan yang memiliki 

pertumbuhan penjualan menunjukkan telah 

menjalankan strategi bisnis perusahaan dengan baik. 

Perusahaan dengan pertumbuhan penjualan yang 

tinggi memiliki prospek masa depan yang baik. Pilihan 

perusahaan dalam melakukan manajemen laba tidak 

dilakukan karena hanya menggunakan diskresi manajer 

dalam mempengaruhi laporan keuangan. Selain itu, 

manajamen laba yang dilakukan pada perusahaan 

pertumbuhan penjualan yang tinggi tidak sejalan 

dengan keinginan dari pemegang saham. Pertumbuhan 

penjualan yang tinggi juga dapat menjadi motivasi bagi 

manajer dalam memperoleh bonus yang lebih besar 

dibandingkan hanya mengandalkan kebijakan akrual.  

Financial leverage berpengaruh positif 

terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini sejalan 

dengan penelitian Almalita (2017), Bassiouny (2016), 

Firnanti (2017), dan Utari & Sari (2016), namun tidak 

sejalan dengan Asitalia & Trisnawati (2017), Chandra & 

Djashan (2018), Dewi & Priyadi (2016), Dimarcia & 

Krisnadewi (2016), Firnanti et al. (2019), Kodriyah & 

Fitri (2017), Nahar & Erawati (2017), Pradipta (2019). 

Perusahaan melalukan manajemen laba ketika 

perusahaan memiliki utang yang besar pada struktur 

modalnya. Perusahaan dengan utang yang besar di 

satu sisi memiliki kewajiban untuk memenuhi 

kewajibannya, di sisi lain juga harus menyediakan 

informasi yang meyakinkan atas kinerja yang dihasilkan 

oleh perusahaan kepada kreditor. Manajer lebih 

menghindari monitoring yang ketat oleh pemegang 

saham dibandingkan monitoring yang dilakukan oleh 

kreditor. Kinerja yang baik oleh perusahaan melalui 

manajemen laba dianggap kreditor bahwa perusahaan 

tersebut mampu memenuhi kewajiban-kewajibanya di 

masa mendatang. Selain itu, manajemen laba 

dilakukan untuk menjaga kestabilan laba sehingga 

perusahaan dapat memperoleh pendanaan dari 

sumber utang walaupun perusahaan memiliki utang 

yang besar. Oleh karena itu, manajemen laba yang 

dilakukan oleh manajer pada perusahaan yang 

memiliki utang yang tinggi dianggap oleh kreditor 

bahwa perusahaan mampu mengelola utang dengan 

baik dan tetap memiliki kinerja operasi yang baik.  

Profitabilitas berpengaruh positif terhadap 

manajemen laba. Hasil penelitian ini sejalan dengan 

Arifin & Destriana (2016), Firnanti (2017), Firnanti et al. 

(2019), dan Yunietha & Palupi (2017), namun tidak 

sejalan dengan Almalita (2017), Alzoubi (2019), 

Chandra & Djashan (2018), dan Ramadhan, 2017). 

Perusahaan yang memiliki nilai profitabilitas yang 

tinggi tidak semata-mata akibat pencapaian kinerja 

operasional yang tinggi, namun terdapat dugaan 

manajemen laba yang dilakukan oleh manajer. 

Manajer cenderung untuk menjaga kestabilan laba 

karena pemegang saham lebih menghindari 

perusahaan yang memiliki volatilitas laba yang tinggi. 

Selain itu, perusahaan dengan volatilitas laba yang 

tinggi dianggap memiliki risiko yang tinggi (Firmansyah, 

Utami, et al., 2020a). Oleh karena itu, manajer 

berusaha untuk menjaga kepercayaan investor dengan 

tetap menjaga tingkat profitabilitas yang tinggi. Invetor 

juga menganggap perusahaan dengan tingkat 

profitabilitas yang tinggi memiliki prospek masa depan 

yang lebih baik. Selain itu, tingkat profitabilitas yang 

tinggi juga menjadi tujuan bagi manajer dalam 

memperoleh bonus pada level tertentu (Jadi et al., 

2021; Saksessia & Firmansyah, 2020).  

Ukuran perusahaan berpengaruh negatif 

terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini sejalan 

dengan penelitian Firnanti (2017), Prasetya & Gayatri 

(2016), Susanto (2016), dan Susanto et al. (2019), 

namun tidak sejalan dengan Arifin & Destriana (2016),  

Astari & Suryanawa (2017), Chandra & Djashan (2018),  

Firnanti et al. (2019), Florencia & Susanty (2019), dan 

Sulaksono (2019). Perusahaan besar biasanya lebih 

menggunakan strategi-strategi bisnis untuk 

mendapatkan keunggulan bersaingnya dan 

meningkatkan kinerja operasinya dibandingkan 

dengan melakukan manajemen laba. Perusahaan yang 

besar biasanya memiliki sistem yang lebih kompleks 

dalam menjalankan strategi bisnisnya (Aryotama & 

Firmansyah, 2019, 2020). Selain itu, perusahaan besar 

juga dapat menggunakan sumber daya yang dimilikinya 

untuk meningkatkan kinerja operasi (Damayanti & 

Firmansyah, 2021) dan kinerja pasarnya (Firmansyah, 

Febrian, et al., 2021). Selanjutnya, perusahaan besar 

umumnya cenderung mengurangi praktik manajemen 

laba karena pemegang saham dari pihak luar 

perusahaan besar bersikap lebih kritis, sehingga 

strategi penggunaan manajemen laba bukan 

merupakan pilihan terbaik bagi perusahaan besar 

dalam mencapai kinerja perusahaan yang tinggi.  

 

5. KESIMPULAN DAN SARAN 

Penelitian ini membuktikan bahwa financial 

leverage dan profitabilitas berpengaruh positif 

terhadap manajemen laba. Kebijakan struktur 

pendanaan dengan utang merupakan indikasi atas 

manajemen laba yang dilakukan oleh manajer. Selain 

itu, terdapat kontribusi manajer melalui disreksi akrual 

dalam angka-angka laporan keuangan yang disajikan 

untuk menentukan tingkat keuntungan yang diperoleh 

perusahaan dalam satu periode. Sementara itu, 

pertumbuhan penjualan dan ukuran perusahaan 

berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. 

Perusahaan dengan pertumbuhan penjualan yang 

tinggi membuktikan bahwa perusahaan memiliki 

strategi dalam meningkatkan kinerja operasi melalui 

aktivitas penjualan secara alamiah, tanpa harus 

mempengaruhi angka-angka laporan keuangan secara 

akrual. Perusahaan dengan aset yang besar lebih 

memiliki strategi bisnis yang baik dalam menjaga 

keberlangsungan perusahaan di masa depan, sehingga 

strategi manajemen laba dalam laporan keuangan 

bukan merupakan strategi yang dipilih oleh manajer. 

Selain itu, perusahaan besar tetap menjaga 

kepercayaan investor dalam menyajikan informasi 

laporan keuangan yang andal.  

 

 

6.1. Implikasi Teoritis 

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan 

antara lain penelitian ini hanya menggunakan periode 

penelitian 2018-2020 dan data perusahaan yang 

digunakan dalam penelitian hanya perusahaan 

consumer good industry. Penelitian selanjutnya 

diharapkan dapat menambah periode penelitian lebih 

panjang dan menggunakan data perusahaan dengan 

sektor yang lebih luas untuk mendapatkan hasil 

pengujian yang lebih baik daripada penelitian ini.  

 

6.2. Implikasi Praktis 

Penelitian ini mengindikasikan bagi Otoritas 

Jasa Keuangan (OJK) untuk meningkatkan kebijakan 

terkait dengan aktivitas manajemen laba yang 

dilakukan oleh perusahaan yang dapat merugikan 

investor dalam penggunaan laporan keuangan. Selain 

itu, penelitian ini menyarankan kepada Ikatan Akuntan 

Indonesia untuk mengatur pengungkapan yang lebih 

lengkap atas laporan keuangan dan pengaturan dalam 

standar akuntansi keuangan yang dapat mengurangi 

tindakan manajer dalam melalukan manajemen laba.