Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris
pengaruh pertumbuhan penjualan, financial leverage, profitabilitas,
dan ukuran perusahaan terhadap manajemen laba. Data penelitian ini
menggunakan data laporan keuangan tahun 2018 sampai dengan
tahun 2020 perusahaan barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia. Data penelitian diperoleh dari www.idx.co.id. Sampel yang
digunakan dalam penelitian berjumlah 93 dengan menggunakan
purposive sampling. Metode pengujian hipotesis menggunakan
analisis regresi linier berganda dengan data panel. Hasil dari penelitian
ini membuktikan bahwa pertumbuhan penjualan dan financial
leverage berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Sementara
itu, profitabilitas dan ukuran perusahaan berpengaruh positif
terhadap manajemen laba. Penelitian ini menunjukkan bahwa Otoritas
Jasa Keuangan perlu membuat kebijakan dalam menurunkan aktivitas
manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan yang listed di Bursa
Efek Indonesia.
Laporan keuangan berkaitan proses
pencatatan transaksi yang berhubungan dengan
segala bentuk aktivitas keuangan yang terjadi dalam
suatu usaha selama tahun buku yang bersangkutan
secara ringkas dan jelas , Laporan
keuangan juga dapat memberikan informasi terkait
dengan posisi keuangan, kinerja keuangan, arus
entitas yang digunakan bagi semua pengguna
informasi terutama untuk seorang investor sebagai
dasar pengambilan keputusan ,
Dalam suatu perusahaan, pihak yang
memiliki tanggung jawab dalam laporan keuangan
yaitu pihak manajemen karena mengenai pengolahan
data keuangan di perusahaan, pihak manajemen
secara sengaja melakukan manipulasi atau
merekayasakan suatu laporan keuangan tersebut
dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan
pribadi. Pihak manajemen seringkali sengaja
menambahkan bahkan mengurangi data laporan
keuangan agar laporan keuangan tersebut tidak
menjelaskan informasi yang sebenarnya dari kondisi
diperusahaan tersebut. Oleh karena itu, laporan
keuangan tersebut harus dijelaskan dalam informasi
dan kondisi perusahaan yang sebenarnya Atas peristiwa-peristiwa tersebut maka
menjadi dasar manajemen melakukan praktik
manajemen laba.
Manajemen laba adalah tindakan pihak
manajemen dengan cara sengaja agar mendapatkan
keuntungan pribadi atau untuk organisasi dalam suatu
proses terkait pelaporan keuangan. Sehingga
manajemen laba dapat merugikan pihak eksternal
perusahaan, karena dapat membuat pihak eksternal
perusahaan melakukan suatu kesalahan dalam
pengambilan keputusan jika berdasarkan informasi
dari laporan keuangan yang terdapat praktik
manajemen laba ,
Kasus manajemen laba terjadi di tahun 2011
yaitu adanya skandal manipulasi terkait laporan
keuangan diperusahaan jepang yaitu Olympus
Corporation kegiatan usaha bidang optik dalam
memproduksi atau pembuatan kamera, lensa kamera,
kartu memori dan mikroskop ,Pada
pertengahan Oktober 2011 di Jepang, pasar saham
dikejutkan atas laporan dan pernyataan mantan
kepala eksekutif bahwa terdapat transaksi yang
mencurigakan di laporan keuangan, setelah
melakukan pemeriksaan adanya penemuan terkait
penutupan kerugian Olympus atas pengaruh investasi
surat berharga ,
Sejumlah dana yang dicurigakan oleh pihak Olympus
diantaranya proses akuisisi perusahaan peralatan
medis yang berasal dari inggris Gyrus Group tahun
2008 sebesar Rp 18,7 triliun (US$ 2,2 miliar), biaya
penasihat Rp 5,83 triliun (US$ 687 juta), dan
pembayaran atas investasi lokal Rp 6,57 triliun (US$
773 juta) kepada tiga perusahaan dari transaksi-
transaksi tersebut ditemukan oleh pihak Olympus
Pendanaan tersebut
bertujuan untuk menutupi kerugian investasi tahun
2011. Oleh karena itu, para direksi dan akuntan
Olympus dikenakan tuntuan pidana karena
memanipulasi laporan keuangan dari semua
pemegang saham ,
Adapun kasus lain yang terdapat di Indonesia
terjadi pada PT. Garuda Indonesia terkait manajemen
laba. Pada tahun 2018, manajemen perusahaan
melakukan praktik manajemen laba dalam penyajian
laporan keuangan ,Manajemen
mengakui adanya “Piutang sebagai Pendapatan”
Pada tahun 2018 laba bersih yang
dicatat manajemen mencapai menjadi Rp 11,33 miliar
(US$ 809,85 ribu) ,Laba yang tercatat
tersebut merupakan berkat melonjak nya pendapatan
usaha lain nya dengan total yang di capai US$ 306,88
juta ,Namun, kondisi ini
mengakibatkan adanya kontra antara manajemen
dengan komisaris. Terdapat komisaris yang tidak
menyetujui terkait suatu transaksi-transakti
perjanjian kerja sama dalam penyediaan layanan
konektivitas penerbangan atas pengakuan
pendapatan, antara PT Citilink Indonesia dan PT
Mahata Aero Teknologi , Manajemen
PT. Garuda Indonesia mengakui adanya pendapatan
PT Mahata sebesar US$ 239.940.000, dan pembagian
hasil lainnya yang diperoleh dari PT. Sriwijaya Air
sebesar US$ 28.000.000, yang seharusnya kas
tersebut masih dalam bentuk piutang, tetapi
perusahaan mengakui sebagai pendapatan
perusahaan , Kedua belah pihak
menyampaikan keberatan tersebut kepada pihak
manajemen pada tanggal 02 april 2019 melalui surat
RUPST ,Selain itu, hasil pemeriksaan
yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan dan
Otoritas Jasa Keuangan menyatakan bahwa kondisi
tersebut seharusnya diakui berupa pendapatan sewa,
sedangkan perlakuan yang dilakukan oleh Manajemen
dan Komisaris yang menganggap bahwa pendapatan
tersebut berupa penghasilan royalti yang diatur dalam
PSAK 23 ,
Beberapa kasus tentang praktik manajemen
laba baik perusahaan di Indonesia maupun
perusahaan di level internasional merupakan tindakan
manager dalam penyusunan laporan keuangan hanya
untuk semata-mata agar suatu perusahaan yang
sudah dikelola tampak terlihat baik dalam persepektif
kreditur ataupun investor. Manajemen laba dilakukan
dengan sengaja atau sadar melalui kebijakan
diskresioner yang masih dalam batas wajar standar
akuntansi agar dicapainya suatu tingkatan yang
diharapkan dari sebuah pelaporan keuangan.
Idealnya, informasi keuangan yang disajikan dalam
laporan keuangan dapat digunakan oleh pengambilan
keputusan oleh pengguna laporan keuangan
Praktik manajemen laba yang dilakukan oleh
manajer dapat mengakibatkan bias atas informasi
dalam laporan keuangan. Adanya masalah keagenan
antara manajer dan pemegang saham,
mengakibatkan informasi asimetri di antara keduanya
Manajer memiliki
informasi yang lebih komprehensif dibandingkan
pemegang saham karena manajer menjalankan
perusahaan. Manajer dapat mempengaruhi angka-
angka dalam laporan keuangan melalui direksinya. Di
sisi lain, tindakan manajemen laba tidak melanggar
ketentuan dalam standar akuntansi keuangan.
Manajer hanya menggunakan pilihan-pilihan yang ada
dalam standar akuntansi keuangan dalam
menyesuaikan motif tertentu dari manajer Oleh karena itu,
ulasan manajemen laba perlu untuk diinvestigasi lebih
lanjut.
Pengujian manajemen laba dalam penelitian
sebelumnya dilakukan dengan menggunakan
karakteristik perusahaan seperti free cash flow
beban pajak
Karakteristik perusahaan merupakan
indikator yang dapat menangkap aktivitas manajemen
laba yang dilakukan oleh manajer. Secara kasat mata,
aktivitas manajemen laba tidak dapat terdeteksi.
Indikasi-indikasi yang dapat menangkap aktivitas
manajemen laba dapat dilakukan melalui informasi
dari laporan keuangan. Oleh karena itu, karakteristik
perusahaan tertentu dapat mencerminkan aktivitas
manajemen laba. Berdasarkan mapping penelitian
sebelumnya, karakteristik perusahaan dalam
penelitian ini menggunakan komponen-komponen
yang sudah banyak dilakukan dalam pengujian
sebelumnya. Selain itu, adanya inkonsistensi dari hasil
pengujian sebelumnya, komponen dari karakteristik
perusahaan tertentu dapat diuji kembali dalam
penelitian ini.
Karakteristik perusahaan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pertumbuhan penjualan,
financial leverage, profitabilitas, dan ukuran
perusahaan. Terdapat beberapa penelitian
sebelumnya yang menemukan bahwa pertumbuhan
penjualan berpengaruh positif terhadap manajemen
laba ,Di sisi lain, pengujian tersebut berbeda dengan
temuan ,bahwa pertumbuhan
penjualan tidak berpengaruh terhadap manajemen
laba. Penelitian lainnya menemukan bahwa
pertumbuhan penjualan berpengaruh negatif
terhadap manajemen laba Adanya inkonsistensi hasil pengujian
sebelumnya, pengujian pertumbuhan penjualan
terhadap manajemen laba perlu dilakukan kembali.
Pengujian yang dilakukan menunjukkan bahwa financial leverage
berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Hasil
pengujian ini berbeda
bahwa financial leverage tidak berpengaruh terhadap
manajemen laba. Semantara itu,
berpengaruh positif terhadap manajemen laba.
Pengujian kembali financial leverage terhadap
manajemen laba perlu dilakukan kembali karena
adanya inkonsistensi dalam pengujian sebelumnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Saleem &
Alzoubi (2016) menunjukkan bahwa profitabilitas
berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. menemukan bahwa
profitabilitas berpengaruh positif terhadap
manajemen laba. Sementara itu,
menyimpulkan bahwa profitabilitas tidak
berpengaruh terhadap manajemen laba. Inkonsistensi
hasil pengujian dalam penelitian sebelumnya
mengakibatkan pengujian profitabilitas terhadap
manajemen laba perlu dilakukan kembali.
menunjukkan bahwa ukuran perusahaan
berpengaruh positif terhadap manajemen laba.
Temuan ini berbeda dengan Firnanti (2017), Prasetya
& Gayatri (2016), Susanto (2016), dan Susanto et al.
(2019) yang menemukan bahwa ukuran perusahaan
berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
Arifin & Destriana (2016), Chandra & Djashan (2018),
Firnanti et al. (2019), Florencia & Susanty (2019), dan
Sulaksono (2019) yang menyimpulkan bahwa ukuran
perusahaan tidak berpengaruh terhadap manajemen
laba. Inkonsistensi hasil pengujian sebelumnya
mengakibatkan pengujian ukuran perusahaan
terhadap manajemen laba perlu dilakukan kembali.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mendapatkan bukti empirisi dalam menganalisis
pengaruh pertumbuhan penjualan, financial leverage,
profitabilitas, ukuran perusahaan terhadap
manajemen laba. Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi kepada Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) dalam cara memonitoring
pelaksanaan prinsip cara tata kelola perusahaan oleh
perusahaan Consomer Goods Industry dan dapat
meningkatkan kebijakan dalam hal perlindungan para
investor di pasar modal indonesia. Selain itu Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI) dapat mengatur kebijakan
atas pengungkapan yang lebih baik bagi perusahaan
dalam pelaporan keuangan untuk meminimalisir
informasi asimteri. Penelitian ini juga dapat sebagai
pelengkap literature riset akuntansi keuangan yang
sudah pernah ada terkait dengan topik manajemen
laba.
2.1. Teori Keagenan
Dalam teori keagenan, terdapat hubungan
antara pemegang saham (principal) yang memberikan
wewenang sedangkan manajemen (agent) sebagai
penerima wewenang ,
Manajer menjalankan perusahaan atas nama
pemegang saham, namun dalam perjalanannya
manajer memiliki motif pribadi yang berbeda dengan
kepentingan pemegang saham. Kondisi ini
mengakibatkan adanya konflik kepentingan di antara
keduanya ,Selain itu,
manajer yang lebih memahami kondisi perusahaan
dibandingkan dengan pemegang saham mengakibat
adanya informasi asimetri di antara keduanya
Masalah keagenan dapat terjadi akibat
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh manajer tidak
sejalan dengan kepentingan pemegang saham.
Manajer menjalankan perusahaan dengan
mendahulukan kepentingan pribadi yang hanya
memikirkan kesejahteraan dirinya sendiri daripada
kesejahteraan pemegang saham. Salah satu tindakan
manajer dalam menjalankan motif pribadi dilakukan
melalui manajemen laba , Aktivitas
manajemen laba bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan manajer sendiri dan tidak sejalan dengan
kepentingan pemegang saham ,
Tingkat asimetri informasi yang tinggi dapat
menyebabkan manajemen laba. Dari asimetri
informasi yang tinggi tersebut maka memicu untuk
terjadinya akibat suatu tindakan manipulasi diantara
investor dan manajemen. Bagi investor yang tidak
punya akses informasi atas laporan keuangan
perusahaan tersebut. Atas rendahnya informasi dari
perusahaan tersebut maka investor punya kelemahan
memonitor manajemen. Monitoring (pengawasan)
yang begitu kurang terhadap manajemen maka
semakin besar peluang bagi pihak manajemen dengan
tindakan manajemen laba. Manajemen yang
melakukan hal itu bertujuan agar dapat
mensejahterakan kepentingan pribadi agen
dibandingan meningkatkan kinerja perusahaan. Atas
tindakan tersebut, yang di lakukan manajemen
dengan memanfaatkan informasi-informasi dari
laporan keuangan ini dapat terjadinya suatu kerugian
bagi para pemegang saham ,
2.2. Pengembangan Hipotesis
Pertumbuhan penjualan adalah informasi
kemajuan suatu proses dari penjualan periode
sebelumnya sampai periode yang akan datang.
Penjualan yang mengalami suatu peningkatan akan
membuat perusahaan membutuhkan biaya
operasional yang tinggi untuk menjalankan kegiatan
usahanya. Pertumbuhan penjualan menunjukkan
kondisi perusahaan dalam kondisi yang baik, sehingga
kondisi ini memberikan peluang perusahaan untuk
mendapatkan pinjaman dari kreditur.
Adanya perkembangan penjualan yang besar
mengakibatkan dorongan dan motivasi manajer untuk
melakukan tindakan manajemen laba dengan
mempertahankan tren penjualan dan tren laba yang
dicapai oleh perusahaan ,Pertumbuhan penjualan
berkaitan dengan peningkatan laba sehingga
mendorong manajer untuk meningkatkan kinerja yang
lebih optimal ,menemukan bahwa pertumbuhan
penjualan berpengaruh positif terhadap manajemen
laba. Perusahaan melakukan manajemen laba untuk
mencapai kestabilan pertumbuhan penjualan.
Pertumbuhan penjualan yang tinggi dan stabil
dianggap sebagai indikasi usaha manajer dalam
mencapai kinerja operasi yang optimal. Dengan
demikian, hipotesis pertama dalam penelitian ini
adalah:
H1: Pertumbuhgan penjualan berpengaruh positif
terhadap manajemen laba.
Financial leverage menggambarkan seberapa
besar aset yang dimiliki perusahaan yang dibiayai atau
diperoleh dari utang ,
Perusahaan menggunakan sumber pendanaan dari
utang dengan tujuan mendapatkan pendanaan yang
lebih mudah . Namun,
manajer dapat melakukan manajemen laba ketika
utang perusahaan tinggi dengan tujuan agar terhindar
dari pelanggaran perjanjian utang , Penggunaan
pendanaan dengan utang oleh manajer dilakukan
dengan tujuan untuk menurunkan monitoring yang
dilakukan oleh pemegang saham
menyimpulkan bahwa financial leverage berpengaruh
positif terhadap manajemen laba. Kondisi ini ini
menjelaskan bahwa semakin besar tingkat utang
perusahaan mendorong manajer melakukan
manajemen laba untuk menghindari pelanggaran
perjanjian utang. Manajer berusaha semaksimal
mungkin untuk menghindari pelanggaran perjanjian
utang dengan melakukan manajemen laba Tindakan ini dilakukan dengan dengan
tidak melanggar ketentuan dalam standar akuntansi
keuangan Dengan demikian,
hipotesis kedua dalam penelitian ini adalah:
H2: Financial leverage berpengaruh positif terhadap
manajemen laba.
Profitabilitas adalah suatu perbandingan
pengukuran kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba dari aset atau modal yang dimiliki
oleh perusahaan Laba adalah salah satu elemen
terpenting yang sangat mempengaruhi suatu tindakan
dalam manajemen laba karena komponen ini menjadi
suatu komponen utama dalam penilaian terhadap
kinerja para manajemen secara menyeluruh di
perusahaan Laba yang diperoleh
dalam satu periode dapat menjadi suatu faktor yang
sangat berpengaruh pada proses manajemen laba
yang dilakukan manajemen untuk melakukan
kecurangan atau memanipulasi laporan keuangan
didalam perusahaan ,
menemukan bahwa profitabilitas berpengaruh positif
terhadap manajemen laba. Perusahaan yang memiliki
tingkat profitabilitas yang tinggi cenderung
melakukan manajemen laba karena perusahaan
berusahaan untuk manjaga kestabilan laba. Tindakan
ini bertujuan agar kinerja perusahaan terlihat lebih
baik karena laba yang tidak stabil menunjukkan
perusahaan yang lebih beresiko . Selain itu, tingkat profitabilitas yang
tinggi menjadi tujuan bagi manajer dalam
mendapatkan bonus pada level tertentu , Dengan
demikian, hipotesis ketiga dalam penelitian ini adalah:
H3: Terdapat pengaruh profitabilitas terhadap
manajemen laba.
Ukuran perusahaan berkaitan dengan total
aset yang dimiliki oleh perusahaan Perusahaan menggunakan sumber daya
yang dimiliki untuk meningkatkan kinerja operasi
maupun kinerja pasar termasuk penggunaan aset. Selain itu,
perusahaan besar memiliki kepercayaan dari kreditur
karena memiliki sistem yang lebih baik dalam
mengelola utang perusahaan ,Di sisi lain, perusahaan perlu
menjaga kondisi dan kestabilan perusahaan. Namun,
perusahaan tidak selalu mengalami kondisi dan
kestabilan yang baik. Oleh karena itu, perusahaan
dapat melakukan manajemen laba untuk menjaga
kondisi dan kestabilan kinerja perusahaan menunjukkan
bahwa ukuran perusahaan yang besar erat kaitannya
dengan praktek manajemen laba. Kestabilan kinerja
dan kondisi perusahaan yang baik mengakibatkan
kepercayaan investor dan calon investor meningkat.
Selain itu, perusahaan yang besar dianggap mampu
untuk mencapai kestabilan kinerjanya. Di sisi lain,
adanya tuntutan dari investor dan calon investor
mengakibatkan perusahaan besar untuk melakukan
manajamen laba dalam mendapatkan kestabilan laba.
Dengan demikian, hipotesis keempat dalam penelitian
ini adalah:
H4: Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap
manajemen laba.
Dalam penelitian ini manajemen laba sebagai
variabel dependen. Proksi manajemen laba adalah
akrual diskresioner yang diperoleh dari model Kothari
et al. (2005) atau performance matched discretionary
accrual. Proksi ini juga digunakan . Adapun nilai discretionary accrual
didapatkan sebagai berikut:
DACCit=
Accruals
TAt-1
= β0 (
1
TAt-1
) + β1 (
REV-REC
TAt-1
) +
β2 (
PPE
TAt-1
) +β3 ROA+ e
Keterangan:
DACCit = Discretionary accruals perusahaan i di
periode t
Accruals = Net income after tax – cash from operation
NI = Laba bersih perusahaan i di periode t
CFO = Arus kas dari aktivitas operasi perusahaan i
di periode t
TAt-1 = Total aset perusahaan tahun sebelumnya
(periode t-1)
∆REV = Perubahan pendapatan di periode t
∆REC = Perubahan piutang di periode t
PPE = Aset tetap (kotor) di periode t
ROA = Return on asset didapatkan dari net
income/total asset
e = Error
Akrual diskresioner diperoleh dari hasil residual
persamaan tersebut untuk data setiap tahun.
Variabel independen yang digunakan adalah
pertumbuhan penjualan, financial leverage,
profitabilitas, dan ukuran perusahaan. Proksi
pertumbuhan penjualan (SG) dalam penelitian ini
mengikuti Firnanti et al. (2019), Rahnama (2016), dan
Yunietha & Palupi (2017) yaitu sebagai berikut:
SG =
Salesit-Salesit-1
Salesit-1
Dimana:
SG = Pertumbuhan penjualan perusahaan i di
periode t
Salesi,t = Penjualan bersih perusahaan i di periode t
Salesi,t-1 = Penjualan bersih perusahaan i di periode t-1
Proksi financial leverage dalam penelitian ini
mengikuti proksi yang digunakan oleh Almalita (2017),
Asitalia & Trisnawati (2017), Chandra & Djashan (2018),
Firnanti et al. (2019), Sulaksono (2019), dan Susanto et
al. (2019) sebagai berikut:
LEV =
Total liabilities
Total asset
Profitabilitas (ROA) dalam penelitian ini
mengikuti proksi yang digunakan oleh Almalita (2017),
Chandra & Djashan (2018), Florencia & Susanty (2019),
Saleem & Alzoubi (2016), dan Yunietha & Palupi (2017)
adalah sebagai berikut:
ROA =
Net income after tax
Total asset
Ukuran perusahaan (firm size) dalam
penelitian ini menggunakan proksi sebagaimana Arifin
& Destriana (2016), Chandra & Djashan (2018), Firnanti
et al. (2019), Florencia & Susanty (2019), dan Sulaksono
(2019) yaitu dengan menggunakan logaritma natural
total aset.
FS = Logaritma Natural (Total Asset)
Metode analisis data yang digunakan dengan
menggunakan analisis regresi berganda untuk data
panel. Adapun model penelitian adalah sebagai
berikut:
DAit = αo+ β1SGit + β2LEVit + β3ROAit + β4FSit + eit
Di mana:
DAit = Discretionary accruals (Manajemen laba)
SGit = Pertumbuhan penjualan perusahaan i pada
tahun t
LEVit = Financial leverage perusahaan i pada tahun
t
ROAit = Profitabilitas perusahaan i pada tahun t
FSit = ukuran perusahaan perusahaan i pada tahun
t
Hasil statistik deskriptif dari manajemen laba
(DA) dengan tujuan untuk menurunkan laba tertinggi
sebesar -0,310250 dimiliki oleh HMSP pada tahun
2018. Manajemen laba dengan meningkatkan laba
tertinggi sebesar 0,703090 dimiliki oleh MERK pada
tahun 2018, nilai rata-rata sebesar 0,000000215 dan
deviasi standar sebesar 0,130141. Pertumbuhan laba
(SG) memiliki nilai terendah sebesar -0,470921 dimiliki
oleh MERK pada tahun 2018, nilai tertinggi sebesar
0,504026 dimiliki oleh SKBM pada tahun 2020, nilai
rata-rata sebesar 0,058284 dan deviasi standar sebesar
0,160519. Financial leverage (LEV) memiliki nilai
terendah sebesar 0,115158 dimiliki oleh CAMP pada
tahun 2020, nilai tertinggi sebesar 0,759559 dimiliki
oleh UNVR pada tahun 2020, nilai rata-rata sebesar
0,358337 dan deviasi standar sebesar 0,156664.
Profitabilitas (ROA) memiliki nilai terendah sebesar
0,000500 dimiliki oleh CINT pada tahun 2020, nilai
tertinggi sebesar 0,920997 dimiliki oleh MERK pada
tahun 2018, nilai rata-rata sebesar 0,116377 dan
deviasi standar sebesar 0,126078. Ukuran perusahaan
(FS) memiliki nilai terendah sebesar 25,95468 dimiliki
oleh PYFA pada tahun 2018, nilai tertinggi sebesar
32,72561 dimiliki oleh INDF pada tahun 2020, nilai rata-
rata sebesar 28,98730 dan deviasi standar sebesar
1,563117.
Selanjutnya, berdasarkan uji Chow, uji
Lagrange Multiplier dan uji Hausman, model yang
paling sesuai dengan data penelitian ini adalah fixed
effect model. Adapun ringkasan hasil uji hiptesis adalah
sebagai berikut:
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis
menunjukkan bahwa pertumbuhan penjualan
berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian Firnanti et al.
(2019), dan Rahnama (2016), namun tidak sejalan
dengan Astari & Suryanawa (2017), Fahmie (2018), dan
Yunietha & Palupi (2017). Perusahaan yang
mempunyai penjualan yang tinggi kemungkinan akan
menurunkan motivasi manajer untuk melakukan
manajemen laba. Perusahaan yang memiliki
pertumbuhan penjualan menunjukkan telah
menjalankan strategi bisnis perusahaan dengan baik.
Perusahaan dengan pertumbuhan penjualan yang
tinggi memiliki prospek masa depan yang baik. Pilihan
perusahaan dalam melakukan manajemen laba tidak
dilakukan karena hanya menggunakan diskresi manajer
dalam mempengaruhi laporan keuangan. Selain itu,
manajamen laba yang dilakukan pada perusahaan
pertumbuhan penjualan yang tinggi tidak sejalan
dengan keinginan dari pemegang saham. Pertumbuhan
penjualan yang tinggi juga dapat menjadi motivasi bagi
manajer dalam memperoleh bonus yang lebih besar
dibandingkan hanya mengandalkan kebijakan akrual.
Financial leverage berpengaruh positif
terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Almalita (2017), Bassiouny (2016),
Firnanti (2017), dan Utari & Sari (2016), namun tidak
sejalan dengan Asitalia & Trisnawati (2017), Chandra &
Djashan (2018), Dewi & Priyadi (2016), Dimarcia &
Krisnadewi (2016), Firnanti et al. (2019), Kodriyah &
Fitri (2017), Nahar & Erawati (2017), Pradipta (2019).
Perusahaan melalukan manajemen laba ketika
perusahaan memiliki utang yang besar pada struktur
modalnya. Perusahaan dengan utang yang besar di
satu sisi memiliki kewajiban untuk memenuhi
kewajibannya, di sisi lain juga harus menyediakan
informasi yang meyakinkan atas kinerja yang dihasilkan
oleh perusahaan kepada kreditor. Manajer lebih
menghindari monitoring yang ketat oleh pemegang
saham dibandingkan monitoring yang dilakukan oleh
kreditor. Kinerja yang baik oleh perusahaan melalui
manajemen laba dianggap kreditor bahwa perusahaan
tersebut mampu memenuhi kewajiban-kewajibanya di
masa mendatang. Selain itu, manajemen laba
dilakukan untuk menjaga kestabilan laba sehingga
perusahaan dapat memperoleh pendanaan dari
sumber utang walaupun perusahaan memiliki utang
yang besar. Oleh karena itu, manajemen laba yang
dilakukan oleh manajer pada perusahaan yang
memiliki utang yang tinggi dianggap oleh kreditor
bahwa perusahaan mampu mengelola utang dengan
baik dan tetap memiliki kinerja operasi yang baik.
Profitabilitas berpengaruh positif terhadap
manajemen laba. Hasil penelitian ini sejalan dengan
Arifin & Destriana (2016), Firnanti (2017), Firnanti et al.
(2019), dan Yunietha & Palupi (2017), namun tidak
sejalan dengan Almalita (2017), Alzoubi (2019),
Chandra & Djashan (2018), dan Ramadhan, 2017).
Perusahaan yang memiliki nilai profitabilitas yang
tinggi tidak semata-mata akibat pencapaian kinerja
operasional yang tinggi, namun terdapat dugaan
manajemen laba yang dilakukan oleh manajer.
Manajer cenderung untuk menjaga kestabilan laba
karena pemegang saham lebih menghindari
perusahaan yang memiliki volatilitas laba yang tinggi.
Selain itu, perusahaan dengan volatilitas laba yang
tinggi dianggap memiliki risiko yang tinggi (Firmansyah,
Utami, et al., 2020a). Oleh karena itu, manajer
berusaha untuk menjaga kepercayaan investor dengan
tetap menjaga tingkat profitabilitas yang tinggi. Invetor
juga menganggap perusahaan dengan tingkat
profitabilitas yang tinggi memiliki prospek masa depan
yang lebih baik. Selain itu, tingkat profitabilitas yang
tinggi juga menjadi tujuan bagi manajer dalam
memperoleh bonus pada level tertentu (Jadi et al.,
2021; Saksessia & Firmansyah, 2020).
Ukuran perusahaan berpengaruh negatif
terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Firnanti (2017), Prasetya & Gayatri
(2016), Susanto (2016), dan Susanto et al. (2019),
namun tidak sejalan dengan Arifin & Destriana (2016),
Astari & Suryanawa (2017), Chandra & Djashan (2018),
Firnanti et al. (2019), Florencia & Susanty (2019), dan
Sulaksono (2019). Perusahaan besar biasanya lebih
menggunakan strategi-strategi bisnis untuk
mendapatkan keunggulan bersaingnya dan
meningkatkan kinerja operasinya dibandingkan
dengan melakukan manajemen laba. Perusahaan yang
besar biasanya memiliki sistem yang lebih kompleks
dalam menjalankan strategi bisnisnya (Aryotama &
Firmansyah, 2019, 2020). Selain itu, perusahaan besar
juga dapat menggunakan sumber daya yang dimilikinya
untuk meningkatkan kinerja operasi (Damayanti &
Firmansyah, 2021) dan kinerja pasarnya (Firmansyah,
Febrian, et al., 2021). Selanjutnya, perusahaan besar
umumnya cenderung mengurangi praktik manajemen
laba karena pemegang saham dari pihak luar
perusahaan besar bersikap lebih kritis, sehingga
strategi penggunaan manajemen laba bukan
merupakan pilihan terbaik bagi perusahaan besar
dalam mencapai kinerja perusahaan yang tinggi.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Penelitian ini membuktikan bahwa financial
leverage dan profitabilitas berpengaruh positif
terhadap manajemen laba. Kebijakan struktur
pendanaan dengan utang merupakan indikasi atas
manajemen laba yang dilakukan oleh manajer. Selain
itu, terdapat kontribusi manajer melalui disreksi akrual
dalam angka-angka laporan keuangan yang disajikan
untuk menentukan tingkat keuntungan yang diperoleh
perusahaan dalam satu periode. Sementara itu,
pertumbuhan penjualan dan ukuran perusahaan
berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
Perusahaan dengan pertumbuhan penjualan yang
tinggi membuktikan bahwa perusahaan memiliki
strategi dalam meningkatkan kinerja operasi melalui
aktivitas penjualan secara alamiah, tanpa harus
mempengaruhi angka-angka laporan keuangan secara
akrual. Perusahaan dengan aset yang besar lebih
memiliki strategi bisnis yang baik dalam menjaga
keberlangsungan perusahaan di masa depan, sehingga
strategi manajemen laba dalam laporan keuangan
bukan merupakan strategi yang dipilih oleh manajer.
Selain itu, perusahaan besar tetap menjaga
kepercayaan investor dalam menyajikan informasi
laporan keuangan yang andal.
6.1. Implikasi Teoritis
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan
antara lain penelitian ini hanya menggunakan periode
penelitian 2018-2020 dan data perusahaan yang
digunakan dalam penelitian hanya perusahaan
consumer good industry. Penelitian selanjutnya
diharapkan dapat menambah periode penelitian lebih
panjang dan menggunakan data perusahaan dengan
sektor yang lebih luas untuk mendapatkan hasil
pengujian yang lebih baik daripada penelitian ini.
6.2. Implikasi Praktis
Penelitian ini mengindikasikan bagi Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) untuk meningkatkan kebijakan
terkait dengan aktivitas manajemen laba yang
dilakukan oleh perusahaan yang dapat merugikan
investor dalam penggunaan laporan keuangan. Selain
itu, penelitian ini menyarankan kepada Ikatan Akuntan
Indonesia untuk mengatur pengungkapan yang lebih
lengkap atas laporan keuangan dan pengaturan dalam
standar akuntansi keuangan yang dapat mengurangi
tindakan manajer dalam melalukan manajemen laba.