asuransi syariah 1


 Latar Belakang  Krisis ekonomi dan moneter pada kurun waktu 1997-1998, serta krisis global tahun 2008 merupakan suatu pukulan yang sangat berat bagi sistem perekonomian negara kita. Dalam periode tersebut, banyak lembaga-lembaga keuangan, termasuk perbankan, mengalami kesulitan keuangan. Tingginya tingkat suku bunga telah mengakibatkan tingginya biaya modal bagi sektor usaha yang pada akhirnya mengakibatkan merosotnya kemampuan usaha sektor produksi. Sebagai akibatnya kualitas aset lembaga keuangan turun secara drastis sementara lembaga keuangan diwajibkan untuk terus memberikan imbalan kepada depositor sesuai dengan tingkat suku bunga pasar.Rendahnya kemampuan daya saing usaha pada sektor produksi telah pula menyebabkan berkurangnya peran sistem keuangan secara umum untuk menjalankan fungsinya sebagai intermediator kegiatan investasi. Sela ma periode krisis ekonomi tersebut, bank syariah masih dapat menunjukkan kinerja yang relatif lebih baik dibandingkan dengan lembaga perbankan konvensional. Hal ini dapat dilihat dari relatif lebih 
rendahnya penyaluran pembiayaan yang bermasalah (non performing finance) pada bank syariah dan tidak terjadinya negative spread dalam kegiatan operasionalnya. Hal tersebut dapat dipahami mengingat tingkat pengembalian pada bank syariah tidak mengacu pada tingkat suku bunga (interest spread based) tetapi mengacu pada prinsip profit and loss sharing (bagi hasil) dan pada akhirnya dapat menyediakan dana investasi dengan biaya modal yang relatif lebih rendah kepada warga. Bahkan, data menunjukkan bahwa bank syariah relatif memiliki kemampuan lebih dalam menyalurkan dana kepada sektor produktif.1Hal inilah yang kemudian menjadi momentum penting bagi keberadaan lembaga keuangan syariah di negara kita. Perkembangan selanjutnya ditandai dengan didirikannya berbagai lembaga keuangan syariah dan diterbitkannya berbagai instrumen keuangan berbasis syariah.  Adanya perubahan sistem dari konvensional ke sistem syariah bukanlah menjadi masalah atau hambatan. Konsep syariah sebenarnya terbuka bukan saja untuk warga muslim, tetapi bisa untuk non-muslim seluruh dunia. Prinsip syariah berlaku universal bagi seluruh umat manusia bukan hanya mengikat umat Islam.Persoalan syariah dalam konteks muamalah adalah persoalan sosial, bukan sekedar ideologi. Jadi seluruh penduduk dunia sebenarnya bisa menggunakannya. Nonmuslim yang ingin merealisasikan ekonomi syariah, tidak perlu masuk Islam. Jadi sistem ekonomi Islam 
terbuka untuk seluruh umat manusia. Salah satu alasan, mengapa para investor nonmuslim mendirikan lembaga keuangan dengan sistem syariah, karena tidak melihat faktor ideologinya saja, tetapi karena penilaian mereka yang melihat sistem ini netral, win-win solution, untung bersama, rugi juga bersama.Seirama dengan perkembangan perbankan syariah yang cukup pesat dan menjanjikan, lembaga-lembaga keuangan syariah yang lain juga mengalami perkembangan, termasuk asuransi syariah. Bila kelahiran bank syariah di negara kita ditandai dengan beroperasinya Bank Muamalat negara kita pada tanggal 1 Mei 1992, maka kehadiran asuransi syariah di negara kita ditandai dengan didirikannya PT. Syarikat Takaful negara kita yang mulai beroperasi pada tanggal 24 Februari 1994. Setelah itu, beberapa perusahaan asuransi syariah yang lain lahir, seperti PT. asuransi syari’ah Mubarakah (1997) dan beberapa unit asuransi syari’ah dari asuransi konvensional seperti MAA Assurance (2000), Asuransi Great Eastern (2001), Asuransi Bumi Putra (2003), Asuransi Beringin Jiwa Sejahtera (2003), Asuransi Tripakarta (2002), Asuransi Jasindo Takaful (2003), Asuransi Binagria (2003), Asuransi Bumida (2003), Asuransi Staci Jasa Pratama (2004), Asuransi Central Asia (2004), Asuransi Adira Syari’ah (2004), Asuransi BNI Jiwasraya Syari’ah (2004), Asuransi Sinar Mas (2004), Asuransi Tokio Marine Syari’ah (2004), dan Reindo Divisi Syari’ah (2004).2 Belakangan, sudah hadir 41 perusahaan asuransi syariah di negara kita, 3 perusahaan reasuransi syariah 
dan 6 perusahaan broker asuransi dan reasuransi syariah.3 Perasuransian syari’ah di kota Medan juga telah beroperasi dalam rentang waktu hampir mencapai 14 (empat belas) tahun yang ditandai dengan ber-operasinya PT. Asuransi Takaful Keluarga pada tahun 1995. Penduduk kota Medan yang berjumlah lebih dari 2.067.288 jiwa merupakan pasar yang cukup prospektif bagi pengembangan asuransi syariah. Oleh karena itu, diperlukan adanya kajian ilmiah lebih lanjut mengenai perkembangan asuransi syariah di kota Medan. Di samping itu, perlu pula ditelusuri faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan asuransi syariah serta strategi apa yang diterapkan oleh perusahaan asuransi syariah untuk mengembangkan usahanya di kota Medan. 
B. Rumusan Masalah  Masalah pokok yang akan diteliti dalam buku ini adalah bagaimanakah perkembangan asuransi syariah di kota Medan. Dari masalah pokok di atas, beberapa masalah yang menjadi fokus penelitian adalah:1. Apa saja yang melatarbelakangi kelahiran asu-ransi syariah di kota Medan?2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi per-kembangan asuransi syariah di kota Medan?3. Apa saja kendala pengembangan asuransi syar-iah di kota Medan?4. Apa saja strategi yang diterapkan dalam me-ngem bangkan asuransi syariah di kota Medan?
 tujuan penulisan buku ini adalah untuk:1. Mengetahui apa yang melatarbelakangi kelahiran asuransi syariah di kota Medan.2. Mengetahui apa saja faktor-faktor yang mem-pengaruhi perkembangan asuransi syariah di kota Medan.3. Mengetahui apa saja kendala pengembangan asuransi syariah di kota Medan.4. Mengetahui apa saja strategi yang diterapkan dalam mengembangkan asuransi syariah di kota Medan.  
D. Kegunaan Penulisan Penulisan buku ini berguna untuk:1. Bahan masukan yang berarti bagi pihak-pihak yang terkait khususnya bagi institusi asuransi syariah penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berharga dalam menentukan strategi yang lebih baik untuk memperluas market share institusi asuransi syariah di Medan. 2. Memperluas keilmuan di kalangan akademis dan sebagai bahan bagi penelitian lebih lanjut.
Batasan Konsep Asuransi syariah (ta’min, takaful atau tadhamun) dalam Fatwa DSN MUI No. 21/DSN-MUI/III/2002 adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau Tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksud adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat.4    Pengertian di atas menegaskan bahwa pada asuransi syari’ah setiap peserta sejak awal bermaksud saling menolong dan melindungi satu dengan yang lain dengan menyisihkan dananya sebagai iuran kebajikan yang disebut Tabarru’. Jadi sistem ini tidak menggunakan pengalihan resiko (risk tranfer) di mana tertanggung harus membayar premi, tetapi lebih merupakan pembagian resiko (risk sharing) di mana para peserta saling menanggung. Kemudian akad yang digunakan dalam asuransi syari’ah harus selaras dengan hukum Islam (syari’ah), artinya akad yang dilakukan harus terhindar gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, 
zhulm (penganiayaan), risywah (suap), di samping itu investasi dana harus pada obyek yang halal-thoyyibah bukan barang haram dan maksiat. Dengan demikian, konsep asuransi syariah dalam penelitian ini mengacu pada lembaga keuangan non 
bank yang bergerak gerak di bidang usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian tertentu melalui akad sesuai dengan ketentuan syariah. 
F. Kerangka Konseptual PenulisanPenelitian mengenai perkembangan asuransi syariah memerlukan pendekatan multianalisis. Pertama, penelusuran terhadap latar belakang kelahiran dan perkembangan asuransi syariah di Kota Medan. Kedua, kondisi obyektif yang dihadapi oleh asuransi syariah dalam proses perkembangannya. Hal pertama berhubungan dengan studi terhadap faktor-faktor dominan yang mendorong lahirnya asuransi syariah di Kota Medan dan perkembangan selanjutnya. Penelitian ini akan mendekati persoalan dari sisi disiplin ilmu makro dan mikro ekonomi, ilmu ekonomi Islam,  serta ilmu manajemen. Hal ini bertolak dari asumsi bahwa untuk dapat memahami latar belakang kelahiran dan perkembangan asuransi syariah harus memperhatikan teori-teori mengenai sistem ekonomi yang dianut oleh warga, tingkat pendapatan, keadaan ekonomi secara umum, kecenderungan memilih (preferensi) warga, serta pola kerja manajemen perusahaan yang berpengaruh terhadap kelahiran dan perkembangan asuransi syariah. Namun, penelitian tidak difokuskan semata-mata pada pencapaian kinerja perusahaan, atau pertumbuhan jumlah perusahaanya, melainkan yang lebih penting adalah proses kelahiran dan perkembangannya terutama aspek historis dan 
Asuransi Syariah
8
urgensi kehadiran asuransi syariah serta rekam jejak perkembangannya di Kota Medan.  Hal kedua berhubungan dengan studi mengenai faktor-faktor dominan yang mempengaruhi perkem-bangan asuransi syariah di kota Medan, kendala yang diha dapi dalam pengembangan asuransi syariah di kota Medan, dan strategi yang diterapkan dalam mengem-bangkan asuransi syariah di kota Medan. Buku ini mendekati persoalan secara kompleks dari berbagai disiplin ilmu. Hal ini bertolak dari asumsi bahwa untuk dapat memahami berbagai hal terkait dengan kondisi obyektif yang dihadapi oleh asuransi syariah di Kota Medan maka harus memperhatikan berbagai teori yang terdapat dalam ilmu manajemen khususnya manajemen perusahaan dan manajemen asuransi.  
G.  Metode Penelitian
1. Pendekatan PenelitianBuku ini termasuk kategori penulisan ilmiah dengan metode penelitian kualitatif yang bertujuan untuk menemukan teori dari lapangan. Ada beberapa alasan kuat mengapa penelitian kualitatif digunakan. Pertama, penelitian ini dimaksudkan untuk memahami sebuah proses yaitu perkembangan asuransi syariah di kota Medan dan menginterpretasikannnya berdasarkan data dan informasi yang diberikan informan. Kedua, realita bersifat multidimensi dan merupakan akibat dari kompleksitas yang beragam. Oleh karena itu, kajian terhadap fenomena harus dilakukan dengan menganalisa konteks yang ada dan ini hanya akan dapat dilakukan dengan pendekatan kualitatif. 

9
2. Lokasi dan Subyek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada asuransi syariah yang berlokasi di Kota Medan, baik yang beroperasi sebagai perusahaan asuransi penuh syariah, maupun asuransi unit syariah yang memiliki kantor di Kota Medan. Dengan demikian yang menjadi subyek pene-litian adalah para praktisi di perusahaan asuransi syariah tersebut yang secara langsung terlibat dengan aktivitas asuransi syariah dan memahami realitas yang terjadi di lapangan.  
3. Teknik Pengumpulan DataPengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan dua teknik yang lazim digunakan dalam pe-nelitian kualitatif, yaitu observasi dan wawancara men-dalam (indept interview).  Observasi dilakukan secara non partisipan, di mana peneliti berperan hanya sebagai pengamat fenomena yang sedang diteliti. Selama penelitian berlangsung, peneliti mengamati usaha asuransi syariah di Kota Medan baik di lingkungan kantor asuransi syariah, maupun di lapangan di mana para praktisi terjun secara langsung ke pasar asuransi yang terdiri dari individu, kelompok, maupun korporasi. Sedangkan wawancara yang digunakan dalam penelitian  ini adalah indept interview dengan pola semi 
structured interview. Wawancara dilaksanakan terhadap para praktisi asuransi syariah di kota Medan yang terdiri dari para Kepala Cabang, Manager Marketing, maupun pa ra Marketer/agen untuk memperoleh informasi me-nge nai perkembangan asuransi syariah di Kota Me-
Asuransi Syariah
10
dan dan berbagai informasi yang dibutuhkan untuk menjawab masalah penelitian. 
4. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data yang terkumpul akan diolah dan dianalisis de-ngan menggunakan analisis deskriptif. Tahapan yang akan dilalui pertama, membuat proceeding lengkap dan catatan dari semua informasi yang diperoleh dari kegiatan observasi, wawancara secara mendalam, dan studi dokumentasi. Kedua, melaksanakan seleksi atau validitasi informasi dengan menggunakan tek-nik trianggulasi. Ketiga, klarifikasi data ke dalam beberapa kategori data sesuai dengan topik-topik ba-hasan penelitian. Selanjutnya, dalam proses analisis data dilakukan pendekatan analisis kualitatif dengan menggunakan konsep ekonomi Islam dan manajemen asuransi sebagai dasar acuan. Di antara teori-teori yang digunakan di sini antara lain konsep asuransi syariah, konsep lembaga keuangan syariah, konsep manajemen asuransi, dan teori perkembangan asuransi.    
5. Teknik Penjaminan Keabsahan Penelitian Penelitian ini menggunakan teknik penjaminan keabsahan data yang umum terdapat dalam penelitian kualitatif, yaitu kredibilitas dan transferabilitas dengan melakukan: a.  Memperpanjang keterlibatan di lapangan pene-litian untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang hal-hal yang ingin diteliti. b. Triangulasi sumber dan metode. Data yang dipe-roleh dicek ulang dengan sumber berbeda (infor-

11
man dan dokumen) dan metode yang berbeda (studi dokumen dari interview). Kemudian untuk menjamin tingkat keteralihan temuan penelitian ini, peneliti akan berusaha menyajikan secara serinci mungkin.Kemudian untuk menjamin tingkat keteralihan te-muan penelitian ini, peneliti akan berusaha menyajikan data serinci mungkin (thick description). 
G. Sistematika PembahasanBuku ilmiah ini terdiri atas lima bagian yang disusun secara sistematis mulai dari bagian pendahuluan sampai penutup. Lebih jelasnya masing-masing bagian memuat hal-hal sebagai berikut:
Pertama, bagian pendahuluan Bagian ini memuat pertanggungjawaban akademis yang berisikan alasan yang mendasari pentingnya pe-nulisan buku ini dilakukan, rumusan masalah dan tu-juan penulisan,  manfaat penulisan, batasan konsep, kerangka konseptual penelitian, metode penelitian dan sistematika pembahasan. Pada bagian metode penelitian diterangkan pendekatan penelitian, lokasi dan subyek penelitian, sumber data dan informan, teknik pengumpulan data, teknik analisis data serta teknik penjaminan keabsahan data.  
Kedua, kajian teoritik Bagian ini merupakan hasil telaahan literatur yang relevan. Pada bagian ini dideskripsikan tentang konsep asuransi syariah, dan teori-teori perkembangan usaha asuransi syariah.   
Asuransi Syariah
12
Ketiga, gambaran umum dan perkembangan asuransi 
syariah. Pada bagian ini dijelaskan hasil penelusuran mengenai profil asuransi syariah, dan kegiatan usaha asuransi syariah untuk konteks negara kita.
Keempat, Studi Kasus: Perkembangan asuransi syariah 
di Kota Medan.Pada bagian ini dijelaskan hasil penelusuran peneliti di lapangan mengenai profil asuransi syariah di Kota Medan, dan kegiatan usaha asuransi syariah di Kota Me dan. Terdapat pula analisis peneliti mengenai latar belakang kelahiran asuransi syariah dan perkem-bangannya di Kota Medan, faktor-faktor yang mempe-ngaruhi perkembangan asuransi syariah di Kota Medan, kendala pengembangan asuransi syariah di kota Medan, dan strategi pengembangan asuransi syariah di kota Medan. 
Kelima, PenutupBagian ini memuat kesimpulan dari hasil pene-litian, disertai dengan saran penting yang patut diper-timbangkan untuk perbaikan ke depan. 

13
BAB II
DISKURSUS ASURANSI SYARIAH
A. Pengertian dan Konsep Asuransi Syariah Banyak pendapat mengenai pengertian asuransi, antara lain:1. Asuransi dapat pula diartikan sebagai suatu per-setujuan di mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan mendapat premi, untuk mengganti kerugian, atau tidak diperolehnya keuntungan yang diharapkan, yang dapat diderita karena peristiwa yang tidak diketahui lebih dahulu.5 2. Secara umum pengertian asuransi adalah per jan-jian antara penanggung (perusahaan asuransi) de-ngan tertanggung (peserta asuransi) yang de ngan menerima premi dari tertanggung, pe nanggung berjanji akan membayar sejumlah per tanggungan manakala tertanggung: a. Mengalami kerugian, kerusakan atau kehi-langan atas barang/kepentingan yang diasuran-si kan karena peristiwa tidak pasti dan tanpa kesengajaan.
5Radiks Purba, Memahami Asuransi di negara kita, (Jakarta: PPM, 
1992), h. 40.
Asuransi Syariah
14
b. Didasarkan atas hidup atau matinya seseorang.63. Asuransi adalah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti (subsitusi) kerugian-kerugian besar yang belum pasti.7 4. Menurut Rahman suatu kontrak ansuransi dapat di definisikan “suatu kontrak dimana seseorang di­sebut penjamin ansuransi, yang menjalankan. Se-bagai balas jasa atas imbalan yang telah disetujui, yang disebut premi, untuk membyar orang lain yang diasuransikan, yang disebut tertanggung, sejumlah uang, atau yang senilai, atas kejadian tertentu. Peristiwa itu harus unsur yang tidak menentu; Peristiwa tersebut mungkin berupa (a) masalah asuransi jiwa, dalam kenyataan  bahwa ternyata peristiwa ini dapat terjadi sebagai kejadian sehari-hari, peristiwa terjadinya tidak tentu waktunya, atau (b) suatu kenyataan bahwa peristiwa yang dialami disebabkan oleh suatu kecelakaan, yang mungkin  peristiwa itu tidak pernah dialami sama sekali. Kejadian terakhir tersebut dinamakan kecelakaan.85. Asuransi dalam sudut pandang ekonomi merupakan metode untuk mengurangi risiko dengan jalan memindahkan dan mengombinasikan 
6Mangaraja Palianja Nasution, dkk. Basic Training Modul 2002 
(Jakarta: PT. Asuransi Takaful Keluarga, 2002), h.. 12
7Simonangkir, Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non 
Bank, (Bogor Selatan, Ghalia negara kita, 2000), h. 175. 
8Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam (Yogyakarta: Dana 
Bhakti Wakaf, 1990), Jilid IV), h. 27-28

15
ketidakpastian akan adanya kerugian keuangan. Menurut pandang bisnis asuransi adalah sebuah perusahaan yang usaha utamanya menerima/ menjual jasa, pemindahan risiko dari pihak lain, dan memperoleh keuntungan dengan berbagi risiko di antara sejumlah nasabahnya. Dari sudut pandang sosial asuransi sebagai sebuah organisasi sosial yang menerima pemindahan risiko dan mengumpulkan dana dari anggota-anggotanya guna membayar kerugian yang mungkin terjadi pada masing-masing anggota asuransi tersebut.9 6. Dalam Undang-Undang Hukum Dagang Pasal 246 disebutkan “Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seseorang penanggung mengikat diri kepada seorang ter-tanggung dengan menerima premi, untuk mem-berikan penggantian kepadanya karena satu ke-rugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu. 7. Asuransi atau pertanggungan menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Per-asuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung me ngikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan peng gantian kepada tertanggung karena keru-gian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum 
9Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam; Suatu Tinjauan Analisis Historis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 59. 
Asuransi Syariah
16
ke pada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.10 Berdasarkan sejumlah definisi tentang asuransi di atas dapat dipahami bahwa asuransi merupakan suatu kontrak pertanggungan risiko antara nasabah sebagai pemegang polis dengan perusahaan asuransi. Pertanggungan risiko dilakukan dengan mengalihkan risiko yang mungkin diderita oleh nasabah pemegang polis kepada perusahaan asuransi. Dari sejumlah definisi di atas terdapat tiga unsur utama yang terdapat dalam asuransi. Pertama, adanya bahaya atau risiko yang dipertanggungkan. Kedua, adanya premi pertanggungan yang dibayarkan nasabah. Ketiga, adanya sejumlah uang ganti kerugian atas tanggungan.Sedangkan mengenai asuransi syariah, dalam Islam dikenal dengan istilah takaful yang secara sederhana berarti saling memikul risiko di antara sesama orang, sehingga antara satu anggota dengan anggota yang lainnya menjadi penanggung atas risiko anggota yang lain. Saling pikul risiko ini dilakukan atas dasar tolong menolong dalam kebaikan (ta’awun) sebagaimana amanat Q.s. al-Maidah ayat 2. Masing-masing anggota takaful mengeluarkan dana kebajikan yang dihimpun untuk digunakan menanggung risiko yang ditanggung.Secara terminologi asuransi syariah adalah tentang tolong menolong dan secara umum asuransi adalah 
10Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Per-asuransian.

17
sebagai salah satu cara untuk mengatasi terjadinya musibah dalam kehidupan, di mana manusia senantiasa dihadapkan pada kemungkinan bencana yang dapat menyebabkan hilangnya atau berkurangnya nilai ekonomi seseorang baik terhadap diri sendiri, keluarga, atau perusahaan yang diakibatkan oleh meninggal dunia, kecelakaan, sakit, dan usia tua.11 Dalam Shariah Standard AAOIFI 26 (2) tahun 2007 disebutkan bahwa” Islamic Insurance is an agreement between persons who are exposed to risks to protect themselves against harms arising from the risks by paying contributions on the basis of ”commitment to donate” (iltizam bi al-tabarru’). Following from that, the insurance fund is established and it is treated as a separate legal entity (shakhsiyyah i’tibariyah) which has independent financial liability. The fund will cover the compensation against harms that behalf any of participants due to the occurance of the insured risks (perils) in accordance with the terms of the policy.Pengertian asuransi di atas menunjukkan bahwa asuransi Islam merupakan perjanjian antara orang-orang yang mengalami risiko untuk melindungi dirinya dari bahaya akibat terjadinya risiko dengan membayar sejumlah kontribusi atas dasar komitmen donasi (sumbangan sukarela/tabarru’). Untuk menampung dana-dana tersebut dibuatlah rekening dana asuransi yang diperlakukan sebagai badan hukum dan memiliki tanggungjawab finansial mandiri. Dana tersebut akan digunakan untuk membayar kompensasi apabila anggota mengalami risiko pertanggungan sesuai dengan 
11Ade Arthesa dan Endia Handiman, Bank dan Lembaga Ke­
uangan Bukan Bank, (Jakarta: Indeks, 2006), h. 234. 
Asuransi Syariah
18
syarat dan kebijakan perusahaan. 
The Islamic Financial Services Board (IFSB) dan Inter-
national Association of Insurance Supervisors (IAIS) 
memberikan definisi, ”Takaful is the Islamic counterpart 
of conventional insurance, and exists in both life (or 
family) and general forms. It is based on concepts of 
mutual solidarity, and a typical Takaful undertaking will 
consist of a two-tier structure that is a hybrid of a mutual 
and a commercial form of company.Berdasarkan pengertian di atas disebutkan bah-wa asuransi syariah yang dikenal dengan takaful me-rupakan versi Islam dari usaha asuransi. Asuransi syariah menawarkan produk asuransi baik asuransi jiwa (keluarga) maupun asuransi umum. Asuransi syariah beroperasi berdasarkan konsep persaudaraan yang saling menguntungkan. Takaful merupakan usaha yang menggabungkan usaha saling menguntungkan dengan usaha mencari keuntungan komersial.Adapun pengertian asuransi syariah (ta’min, takaful 
atau tadhamun) dalam Fatwa DSN MUI Nomor 21 tahun 2002 adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau Tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksud adalah yang tidak mengandung 
gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat.12
12Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, (Jakarta: PT. 

19
Definisi asuransi syariah menurut Fatwa DSN MUI di atas terlihat sejumlah elemen penting dalam asuransi syariah. Pertama, adanya usaha saling tolong menolong antara anggota. Kedua, adanya tabarru’ dan atau asset yang akan diinvestasikan untuk menghadapi risiko. 
Ketiga, adanya akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.Dari sejumlah definisi di atas dapat dipahami bah­wa asuransi syari’ah berbeda dengan asuransi kon-vensional. Pada asuransi syari’ah setiap peserta sejak awal bermaksud saling menolong dan melindungi satu dengan yang lain dengan menyisihkan dananya sebagai iuran kebajikan yang disebut Tabarru’. Sistem saling melindungi dan berbagi tanggung jawab mendorong suatu situasi di mana adanya sekelompok orang yang saling bekerja sama di antara mereka to mendirikan sumber dana bersama untuk menanggung risiko yang mungkin menimpa mereka. Dalam konsep asuransi syariah ini anggota asuransi secara sukarela bersama-sama berkontribusi dalam himpunan dana bersama dengan tujuan menyediakan dana tanggungan bersama apabila terjadi risiko yang menimpa angggota.Sistem asuransi syariah tidak menggunakan peng-alihan resiko (risk tranfer) di mana tertanggung harus membayar premi, tetapi lebih merupakan pembagian resiko (risk sharing) di mana para peserta saling menanggung. Kemudian akad yang digunakan dalam asuransi syari’ah harus selaras dengan hukum Islam (syari’ah), artinya akad yang dilakukan harus terhindar Intermasa, 2003), Edisi Kedua, h. 129-140. Lihat juga Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1990), Jilid IV, h. 27-28.
Asuransi Syariah
20
gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), di samping itu investasi dana harus pada obyek yang halal-thoyyibah bukan barang haram dan maksiat.13Asuransi syariah hadir dalam aktivitas ekonomi ma-syarakat muslim modern sebagai jawaban atas adanya hajat umat Islam terhadap produk asuransi. alasan utama dibalik kehadiran asuransi syariah adalah agar umat Islam punya alternatif pilihan asuransi yang sesuai dengan ajaran Islam. Oleh karenanya, serupa de-ngan asuransi konvensional, asuransi syariah (takaful) didesain untuk menyediakan proteksi dan per-tanggungan baik terhadap individu maupun kor porasi terhadap kerugian maupun kerusakan atas diri maupun harta benda mereka. Hanya saja, dalam men jalankan fungsinya, asuransi syariah menjalankan kegiatan usaha asuransinya berdasarkan pada prinsip-prinsip syariah Islam.
B. Sejarah dan Dasar Hukum 
a. Sejarah Kajian asuransi dalam hukum Islam merupakan hal yang baru, dan belum pernah ditemukan dalam literatur-literatur fiqh klasik. Pembahasan asuransi dalam wilayah kajian ilmu-ilmu keislaman baru muncul pada fase lahirnya ulama kontemporer. Tercatat da lam literatur sederetan nama yang menekuni kajian asu-ransi diantaranya adalah, Ibnu Abidin (1784-1836), Muhammad Nejatullah al-Siddiqi, Muhammmad Mus-13, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana Media, 2009), h. 248.

21
lehuddin, Fazlur Rahman, Mannan, Yusuf al­Qardhawi, Mohd. Ma’shum Billah, merupakan deretan nama ulama ternama yang hidup di era abad modern. Di sisi lain, kajian tentang asuransi merupakan sebuah paket dari kajian ekonomi Islam yang biasanya selalu dikaji bersama-sama dengan pembahasan perbankan dalam Islam. Jadi, asuransi Islam atau asuransi syari’ah merupakan hasil pemikiran ulama kontemporer yang menggali dan menyusun kinerja dan manajemen asuransi syari’ah.Praktik asuransi syariah dalam Islam berasal dari bu daya Arab sebelum zaman Rasulullah yang disebut dengan aqilah. Aqilah adalah saling memikul atau bertanggung jawab untuk keluarganya. yaitu jika salah satu anggota suku terbunuh oleh anggota suku lain, keluarga korban akan dibayar sejumlah uang darah (diyat) sebagai kompensasi oleh saudara terdekat dari pembunuh. Mereka kemudian mengumpulkan dana (al-
kanzu) yang diperuntukkan membantu keluarga yang terlibat dalam pembunuhan tidak sengaja.14Lebih jauh, Muhammad Ma’shum Billah mengajukan sebuah konsep yang diberi nama dengan takaful. Sebuah konsep asuransi syari’ah yang di dalamnya dilakukan kerja sama dengan para peserta takaful (pemegang polis asuransi) atas prinsip al-Mudharabah. Perusahaan asuransi syariah bertindak sebagai al-mudharib yang menerima uang pembayaran dari peserta takaful un-tuk diadministrasikan dan diinvestasikan sesuai de-
14Engku Rabiah Adawiyah Engku Ali, dkk., Essential Guide to 
Takaful (Islamic Insurance) (Kuala Lumpur: CERT Publications, 2008), 
h. 4-5.Zainuddin Ali, Hukum Asuransi Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 
2008), h. 10. 
Asuransi Syariah
22
ngan ketentuan syari’ah. Peserta takaful bertindak sebagai shahib al-mal yang akan mendapat manfaat jasa perlindungan serta bagi hasil dari keuntungan perusahaan asuransi syariah.  Konsep takaful pada dasarnya merupakan usaha kerja sama saling melin-dungi dan menolong antara anggota warga dalam menghadapi malapetaka atau bencana.15Secara kelembagaan, perkembangan asuransi syariah global ditandai dengan kehadiran perusahaan asuransi syariah di berbagai belahan dunia, antara lain Sudanese Islamic Insurance (1979), Islamic Arab Insurance Co. (1979), Dar Al-Maal Al-Islami, Geneva (1981), Islamic Takafol Company (I.T.C), S.A. Luxembourg (1983), Islamic takafol and Re-Takafol Company, Bahamas (1983), Syarikat Al-Takafol Al-Islamiah Bahrain, E.C. (1983), Takaful Malaysia (1985). Adapun perkembangan asuransi syariah di negara kita baru ada pada paruh akhir tahun 1994. yaitu dengan berdirinya Asuransi Takaful negara kita pada tanggal 25 Agustus 1994, dengan diresmikannya PT Asuransi Takaful  Keluarga melalui SK Menkeu No. Kep-385/KMK.017/1994. Pendirian Asuransi Takaful negara kita diprakarsai oleh Tim Pembentuk Asuransi Takaful negara kita (TEPATI) yang dipelopori oleh ICMI melalui Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat negara kita, Asu­ransi Jiwa Tugu Mandiri, Pejabat dari Departemen Keuangan, dan Pengusaha Muslim negara kita. Melalui berbagai seminar nasional dan setelah mengadakan studi banding dengan Takaful Malaysia, akhirnya  berdirilah PT Syarikat Takaful negara kita (PT 
15, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, h. 249. 

23
STI) sebagai Holding Company pada tanggal 24 Februari 1994. Kemudian PT STI mendirikan 2 anak perusahaan, yakni PT Asuransi Takaful Keluarga (Life Insurance) dan PT Asuransi Takaful Umum (General Insurance). PT Asuransi Takaful Keluarga diresmikan lebih awal pada tanggal 25 Agustus 1994 oleh Bapak Mar’ie Muhammad selaku Menteri Keuangan saat itu. Setelah keluarnya izin operasional perusahaan pada tanggal 4 Agustus 1994.Setelah itu, beberapa perusahaan asuransi syariah yang lain lahir, seperti PT. asuransi syari’ah “Mubarakah” (1997) dan beberapa unit asuransi syari’ah  dari asuransi konvensional seperti MAA Assurance (2000), Asu ransi Great Eastern (2001), Asuransi Bumi Putra (2003), Asuransi Beringin Jiwa Sejahtera (2003), Asu-ransi Tripakarta (2002), Asuransi Jasindo takaful (2003), Asuransi Binagria (2003), Asuransi Bumida (2003), Asuransi Staci Jasa Pratama (2004), Asuransi Central Asia (2004), Asuransi Adira Syari’ah (2004), Asuransi BNI Jiwasraya Syari’ah (2004), Asuransi Sinar Mas (2004), Asuransi Tokio Marine Syari’ah (2004), dan Reindo Divisi Syari’ah (2004).16 Belakangan sudah hadir 41 perusahaan asuransi syariah di negara kita, 3 perusahaan reasuransi syariah dan 6 perusahaan broker asuransi dan reasuransi syariah.
b. Dasar Hukum Peraturan perundang-undangan tentang perasuran-sian di negara kita diatur dalam beberapa tempat, an tara lain dalam Kitab Undang-Undang Hukum 
16Lihat AM. Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, h. 
154-155. 
Asuransi Syariah
24
Dagang (KUHD), UU No. 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, PP No. 63 tahun 1999 tentang Perubahan atas PP No. 73 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian serta aturan-aturan lain yang mengatur Asuransi Sosial yang diselenggarakan oleh BUMN Jasa Raharja (Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang), Astek (Asuransi Sosial Tenaga Kerja), dan Askes (Asuransi Sosial Pemeliharaan Kesehatan).    Sedangkan asuransi syariah masih terbatas dan belum diatur secara khusus dalam undang-undang. Secara lebih teknis operasional perusahaan asuransi/perusahaan reasuransi berdasarkan prinsip syariah tunduk di bawah hukum nasional yang mengatur asu-ransi dan beberapa regulasi khusus yang mengatur asuransi syariah.1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian2) Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2008 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian 3) Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian 4) Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian5) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 

25
Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian 6) PMK No. 18/PMK.010/2010 Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Re-asuransi dengan Prinsip Syariah7) PMK No. 152/PMK.010/2012 Tentang Tata Ke-lola Perusahaan yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian 8) PMK No. 55/PMK.010/2012 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan No. 79/PMK.010/2011 Tentang Kesehatan Keuangan Badan Penyelenggara Program Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil9) PMK No. 53/PMK.010/2012 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi Dan Perusahaan Reasuransi 10) PMK No. 79/PMK.010/2011 Tentang Kesehatan Keuangan Badan Penyelenggara Program Ta bu-ngan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil 11) PMK No. 11/PMK.010/2011 Tentang Kesehatan Keuangan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi Dengan Prinsip Syariah 12) PMK No. 01/PMK.010/2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.010/2007 Tentang Penyelenggaraan Per-tang gungan Asuransi Pada lini Usaha Asuransi Ken daraan Bermotor 13) PMK No. 168/PMK.010/2010 Tentang Pemerik-saan Perusahaan Perasuransian14) PMK No. 30/PMK.010/2010 Tentang Penerapan 
Asuransi Syariah
26
Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Lembaga Ke-uangan Non Bank15) PMK No. 18/PMK.010/2010 Tentang Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usa-ha Reasuransi Dengan Prinsip Syariah 16) PMK No. 79/PMK.010/2009  Tentang  Sanksi Administratif Berupa Denda dan Tata Cara Penagihannya Terhadap Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, atau Perusahaan Pe-nunjang Usaha Asuransi 17) PMK No. 158/PMK.010/2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 424/KMK.06/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi 18) PMK No. 124/PMK.010/2008 Tentang Penyeleng-garaan Lini Usaha Asuransi Kredit Dan Suretyship19) PMK No. 36/PMK.010/2008 Tentang Besar San-tunan dan Sumbangan Wajib  Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan 20) PMK No. 37/PMK.010/2008  Tentang Besar San-tunan dan Iuran Wajib  Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang Umum Di Darat, Sungai, Laut dan Udara21) PMK No. 135 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 424/KMK.06/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asu-ransi dan Perusahaan Reasuransi 22) PMK No. 78/PMK.05/2007 Tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Bagi Direksi dan 

27
Komisaris Perusahaan Perasuransian23) PMK No. 74/PMK.010/2007 Tentang Penye-lenggaraan Pertanggungan Asuransi pada Lini Usaha Asuransi Kendaraan  Bermotor 24) PMK No. 83/PMK.03/2006 Tentang Perubahan Keempat Atas Keputusan Menteri Keuangan No-mor: 80/KMK.04/1995 Tentang Besarnya Dana Cadangan Yang Boleh Dikurangkan Sebagai Biaya 25) KMK No. 504/KMK.06/2004 Tentang Kesehatan Keuangan Bagi Perusahaan Asuransi Yang Berbentuk Badan Hukum Bukan Perseroan Terbatas 26) KMK No. 426/KMK/2003 Tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi 27) KMK No. 425/KMK/2003  Tentang Perizinan dan Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi 28) KMK No. 424/KMK/2003 Tentang Kesehatan Ke-uangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi 29) KMK No. 423/KMK/2003  Tentang Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian 30) KMK No. 422/KMK/2003 Tentang Penyeleng-garaan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusa-haan Reasuransi31) Peraturan Ketua Bapepam-LK Nomor:PER-07/BL/2012 Tentang Referensi Unsur Premi Murni Serta Unsur Biaya Administrasi Dan Biaya Umum 
Asuransi Syariah
28
Lainnya Pada Lini Usaha Asuransi Kendaraan Bermotor Tahun 2013 32) Peraturan Ketua Bapepam-LK Nomor:PER-08/BL/2012 Tentang Pedoman Perhitungan Modal Minimum Berbasis Risiko Bagi Perusahaan Asu-ransi Dan Perusahaan Reasuransi 33) Peraturan Ketua Bapepam-LK Nomor:PER-09/BL/2012 Tentang Pedoman Pembentukan Ca-dangan Teknis Bagi Perusahaan Asuransi Dan Perusahaan Reasuransi 34) Peraturan Ketua Bapepam-LK Nomor:PER-10/BL/2012 Tentang Laporan Aktuaris Perusahaan Asuransi Dan Perusahaan Reasuransi 35) Peraturan Ketua Bapepam-LK Nomor:PER-11/BL/2012 Tentang Dukungan Reasuransi, Batas Retensi Sendiri, Serta Bentuk Dan Susunan Laporan Program Reasuransi 36) Peraturan Ketua Bapepam-LK Nomor:PER-03/BL/2012  Tentang Bentuk dan Susunan Pengu-muman Laporan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi 37) Peraturan Ketua Bapepam-LK Nomor:PER-01/BL/2012 Tentang Format Laporan Penyeleng-garaan Program Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil Oleh PT Taspen (Persero) 38) Peraturan Ketua Bapepam-LK Nomor:PER-09/BL/2011 Tentang Pedoman Perhitungan Batas Tingkat Solvabilitas Minimum Bagi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi 

29
39) Peraturan Ketua Bapepam-LK Nomor:PER-08/BL/2011 Tentang Bentuk dan Tata Cara Penyam-paian Laporan Hasil Pengawasan Dewan Pe-ngawas Syariah Pada Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang Menyelenggarakan Seluruh atau Sebagian Usahanya dengan Prinsip Syariah 40) Peraturan Ketua Bapepam-LK Nomor:PER-07/BL/2011 Tentang Pedoman Perhitungan Jumlah Dana yang Diperlukan Untuk Mengantisipasi Risiko Kerugian Pengelolaan Dana Tabarru´ dan Perhitungan Jumlah Dana yang Harus Dise-diakan Perusahaan Untuk Mengantisipasi Risiko Kerugian yang Mungkin Timbul Dalam Penye-lenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah 41) Peraturan Ketua Bapepam-LK Nomor:PER-06/BL/2011 Tentang Bentuk dan Susunan Laporan Serta Pengumuman Laporan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah 42) Peraturan Ketua Bapepam-LK Nomor:PER-04/BL/2011 Tentang Referensi Unsur Premi Murni Serta Unsur Biaya Administrasi dan Biaya Umum Lainnya Pada Lini Usaha Asuransi Kendaraan Bermotor Tahun 2011 43) Peraturan Ketua Bapepam-LK Nomor:PER-01/BL/2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pene-tapan Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Perusahaan Perasuransian 44) Peraturan Ketua Bapepam-LK Nomor:PER-07/
Asuransi Syariah
30
BL/2009 Tentang Referensi Unsur Premi Murni Serta Unsur Biaya Administrasi dan Biaya Umum Lainnya Pada Lini Usaha Asuransi Kendaraan Bermotor Tahun 2010 45) Keputusan Ketua Bapepam-LK nomor:  KEP- 440/BL/2008 Tentang Penilaian Surat Utang Atau Surat Berharga Lain Yang Diterbitkan Oleh Negara Dan ObligasiDi samping itu, perasuransian syariah di Indo nesia juga diatur di dalam beberapa fatwa DSN-MUI antara lain: 1) Fatwa DSN-MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001 ten-tang Pedoman Umum Asuransi Syariah 2) Fatwa DSN MUI Nomor 39/DSN-MUI/X/2002 Tentang Asuransi Haji3) Fatwa DSN MUI Nomor 50/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad Mudharabah Musytarakah4) Fatwa DSN MUI No. 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musytarakah pada Asuransi Syariah 5) Fatwa DSN MUI No. 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah Bil Ujrah Pada Asuransi dan Reasuransi Syariah 6) Fatwa DSN MUI No.53/DSN-MUI/III/2006 ten-tang Akad Tabarru’ pada Asuransi dan Reasuransi Syariah. 7) Fatwa DSN MUI Nomor 81/DSN-MUI/III/2011 Tentang Pengembalian Dana Tabarru´ Bagi Peserta Asuransi Yang Berhenti Sebelum Masa

31
Perjanjian Berakhir  Dalam pendekatan hukum Islam pada fatwa-fatwa di atas, asuransi syariah dibolehkan atas sejumlah pertimbangan baik berdasarkan dalil al-Qur’an, Hadis, maupun kaidah fiqhiyyah.1. Dalil Untuk Saling Tolong MenolongDalil tolong menolong baik dalam al-Qur’an surah al-Ma’idah (5):2 maupun hadis Riwayat Muslim telah dijadikan dasar kebolehan asuransi syariah.
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) 
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam 
berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu 
kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” (QS. al-Maidah [5]: 2).
“Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu 
kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan 
Asuransi Syariah
32
darinya pada hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong 
hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).Ayat dan hadis di atas memberi perintah untuk saling tolong menolong dalam kebajikan. Asuransi syariah da pat dipandang sebagai bentuk aplikasi dari tolong me nolong (ta’awun) dalam kebajikan, yaitu dengan me no long anggota yang sedang ditimpa musibah dan mengalami berbagai risiko lain sebagaimana diper-janjikan dalam kontrak asuransi syariah.
2. Dalil Mempersiapkan Masa Depan yang Lebih Baik
“Hai orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah ia buat untuk hari esok (masa depan). Dan bertakwalah kepada Allah.  Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan,” (QS. al-Hasyr [59]: 18).Ayat ini dapat menjadi dasar rekomendasi agar setiap orang mempersiapkan diri sebaik-baiknya menghadapi situasi di masa depan yang tidak dapat diprediksi dan tidak diketahui sama sekali. Belajar dari perintah ayat di atas, berasuransi syariah dapat dipandang sebagai sebuah strategi memagari diri dari risiko lewat upaya berbagi risiko dan bahaya di masa depan secara kolektif 

33
(berjamaah) bersama anggota dalam jumlah yang banyak. Upaya pemagaran risiko secara bersam-sama oleh banyak orang ini tentu akan mengurangi risiko yang harus dihadapi oleh seseorang secara individu.
3. Kaidah Fiqh tentang kemestian menghapuskan bahaya Terdapat sejumlah kaidah fiqh yang mengindikasikan bahwa dalam kehidupan bermuamalah setiap bahaya haruslah dihindarkan dan dihilangkan.
“Segala mudharat harus dihindarkan sedapat mung-
kin.”
“Segala mudharat (bahaya) harus dihilangkan.”Kaidah fiqh di atas mengisyaratkan kemestian untuk menghindarkan diri dari bahaya dan menghapuskan adanya bahaya yang timbul. Apabila timbul suatu bahaya atau kejadian yang berpotensi menimbulkan bahaya bagi manusia, maka dituntut diambil tindakan untuk menghindarkan diri atau menghapus bahaya yang timbul tersebut. Dalam konteks inilah, asuransi syariah dapat dipandang sebagai suatu upaya untuk menghilangkan bahaya akibat terjadinya risiko yang menimpa seseorang. Pembayaran kompensasi atau 
Asuransi Syariah
34
klaim asuransi syariah yang berasal dari donasi para peserta asuransi dapat dipandang sebagai upaya menghilangkan bahaya yang timbul akibat terjadinya risiko.  
C. Diskursus Hukum Islam Mengenai AsuransiAsuransi merupakan salah satu lembaga keuangan modern yang melakukan manajemen risiko yang mungkin dihadapi di masa yang akan datang. Hal ini sangat menarik, mengingat kemungkinan adalah suatu ketidakpastian (uncertainty). Mengantipasi sesuatu yang masih berupa kemungkinan bisa jadi bagi sebagian orang sebagai sebuah tindakan yang sia-sia dan tidak bermanfaat sama sekali, tetapi bagi yang lain mungkin sebuah tindakan yang sangat efektif untuk menghindari kerugian yang mungkin ditimbulkannya.Karena asuransi berbicara tentang sesuatu yang tidak pasti, sebagian melihat bahwa praktek asuransi tidak dibenarkan dalam Islam karena mengandung unsur-unsur gharar, maysir dan riba di dalamnya. Unsur gharar merupakan unsur ketidakpastian tentang hak pemilik polis dan sumber dana yang dipakai untuk menutup klaim. Unsur maysir merupakan unsur judi karena dimungkinkan ada pihak yang diuntungkan di atas kerugian orang lain. Unsur riba merupakan perolehan pendapatan dari membungakan uang ke sektor ribawi.Namun sebagian yang lain berpendapat bahwa unsur-unsur yang haram dalam asuransi bisa dihilangkan sehingga praktek asuransi dapat diterima oleh Islam. Oleh karenanya, praktik asuransi modern mendapat 

35
sambutan yang beragam di kalangan para ulama. Sebagian ulama ada yang menolak perjanjian asuransi dengan alasan-alasan tertentu, sebagian yang lain mene-rimanya dengan argumentasi tertentu pula. Pada umumnya, alasan-alasan para ulama yang me-nentang praktik asuransi antara lain:1. Asuransi adalah perjanjian pertaruhan dan merupakan perjudian semata-mata (maysir). 2. Asuransi melibatkan urusan yang tidak pasti (gharar).3. Asuransi jiwa merupakan suatu usaha yang dirancang untuk merendahkan iradat Allah4. Dalam asuransi jiwa, jumlah premi tidak tetap karena tertanggung tidak mengetahui berapa kali bayaran angsuran yang dapat dilakukan olehnya sampai ia mati.5.  Perusahaan asuransi menginvestaikan uang yang telah dibayar oleh tertanggung dalam bentuk jaminan berbunga. Dalam asuransi jiwa apabila tertanggung mati, dia akan mendapat bayaran yang lebih dari jumlah uang yang telah dibayar. Ini adalah riba (faidah atau bunga).6. Bahwa semua perniagaan asuransi berdasarkan riba dilarang dalam Islam.17Berdasarkan penjelasan sejumlah penolakan 
17Ibrahim Lubis, Ekonomi Islam Suatu Pengantar (Jakarta: Kalam Mulia, 1995), h. 440. Muhammad Muslehuddin, Asuransi 
dalam Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 123. Sayid Sabiq, Fiqh 
as-Sunnah (Beirut: Dar al-Fikr, 1995), Jilid II, hal. 89. Abu Zahrah, 
Buhus fi ar-Riba (Beirut: Dar al-Buhus al-Ilmiyah, 1970), hal. 56.
Asuransi Syariah
36
terhadap usaha asuransi di atas, terlihat jelas bahwa yang ditolak secara umum adalah hal-hal yang berkaitan dengan operasionalisasi asuransi yang berkaitan dengan unsur-unsur yang diharamkan oleh syariah Islam. Namun, pada prinsipnya secara kelembagaan asuransi menyediakan tujuan yang dapat diterima oleh syariah Islam yaitu sebagai alat proteksi dari kemungkinan terjadinya risiko yang tidak diketahui di masa depan. Oleh karenanya secara kelembagaan tidak ada yang salah dengan perusahaan asuransi kecuali operasionalisasi yang secara konvensional dijalankan dengan menggunakan basis operasi yang bertentangan dengan prinsip syariah Islam karena mengandung 
gharar, maysir, riba, dan haram. Modus operasi asuransi konvensional yang beroperasi dengan sistem yang bertentangan prinsip syariah Islam ini yang ditegaskan dalam Resolusi No. 9 (2/9) tahun 1985 The Council of the Islamic Fiqh Academy yang memutuskan:1) Kontrak perjanjian asuransi komersil dengan pem-bayaran premi tetap secara periodik sebagai mana biasanya dipraktikkan oleh perusahaan asuransi komersil, merupakan kontrak perjanjian yang mengandung elemen penipuan yang membatalkan akad dan oleh karenanya diharamkan oleh syariah. 2) Kontrak alternatif yang sesuai dengan ajaran syariah Islam adalah kontrak asuransi berbasis kerjasama. Re-asuransi syariah juga mesti pula didasarkan pada kontrak kerjasama. 3) The Islamic Fiqh Academy menyeru Negara-ne ga ra Islam di dunia untuk mengupayakan 

37
pendirian lembaga asuransi berbasis kerjasama dan lembaga reasuransi berbasis kerjasama untuk membebaskan perekonomian umat Islam dari eksploitasi dan mengakhiri penyimpangan dari sistem yang telah dipilihkan Allah atas umat. Berdasarkan resolusi tersebut, banyak ulama da-pat menerima  kehadiran asuransi  sepanjang diope-rasionalisasi dengan  cara  menghilangkan  unsur  gha-
rar,  maysir  dan ribanya.18 
1) Skenario penghilangan unsur gharar
Gharar memiliki konotasi negatif dalam hukum Is-lam seperti ketidakpastian, penipuan, risiko, bahaya, ketidaktahuan, dan seterusnya. Gharar  adalah setiap ak tivi tas yang di dalamnya mengandung elemen ke-tidakpastian, risiko, permainan, informasi yang tidak aku rat, ketidakjelasan, atau tipu daya.19 Gharar dalam hukum Islam pada kontrak komersil dapat dibagi dua, 
pertama gharar kecil yang masih dapat ditoleransi (gharar yasir) karena tidak merusak keabsahan kontrak, 
kedua gharar besar dan berlebihan yang dilarang karena akan menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak (gharar fahisy) dan dapat merusak atau membatalkan kontrak.
18Ibrahim Lubis, Ibid, h. 441-444, Lihat juga Muslehuddin, Ibid, h. 124. Lihat juga Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam (Jakarta: Rabbani Press, 1985), hal. 317­319. Syafi’i Antonio, Asu-
ransi dalam perspektif Islam, (Jakarta: Syarikat Takaful negara kita, 1994), h. hal. 253-255.19Daud Vicary Abdullah, Buku Pintar Keuangan Syariah, 78-79.
Asuransi Syariah
38
Ilustrasi gharar yang berlaku di asuransi umum 
konvensional
Tuan Mislan membeli sebuah polis asuransi umum durasi kontrak 1 tahun untuk memproteksi mobilnya. Tuan Mislan membayar premi sebesar Rp. 2.500.000,- Polis asuransi menyebutkan bahwa dalam situasi risiko yang diperjanjikan terjadi, pihak perusahaan asuransi akan mengganti kerugian hingga senilai Rp. 80.000.000,-Ada 2 kemungkinan yang dapat terjadi pada Tuan Mislan. 1) Tidak terjadi risiko setelah setahun berjalan. Pada situasi seperti ini, Tuan Mislan kehilangan uangnya dan tidak mendapatkan apapun dari premi yang dibayarkannya. Perusahaan asuransi bertambah kaya Rp. 2.500.000,- Hal ini menurut hukum Islam tidak adil karena adanya ketidakjelasan (gharar) dalam kontrak jual beli yang mengakibatkan Tuan Mislan sebagai pembeli tidak mendapatkan apapun dari uang Rp. 2.500.000,- yang dibayarkannya. 2) Risiko terjadi selama tahun berjalan. Pada situasi ini Tuan Mislan memperoleh uang pertanggungan dan perlindungan sesuai dengan jenis risiko yang dialami. Tuan Mislan mungkin saja mendapatkan proteksi penuh, atau kurang dari yang dikeluarkan untuk menanggulangi risiko, atau tidak mendapat pergantian sama sekali apabila risiko yang dialami tidak termasuk dalam tanggungan asuransi. Dengan demikian, pada saat pembelian polis asuransi terjadi ketidakjelasan (gharar) terhadap nilai ganti rugi riil dari uang premi yang dibayarkan Tuan Mislan sebesar Rp. 2.500.000,- Nilai ganti 

39
rugi hanya akan diketahui belakangan setelah risiko yang dipertanggungkan terjadi.   
Ilustrasi gharar yang berlaku di asuransi jiwa 
konvensional
Tuan Iswanto membeli sebuah polis asuransi jiwa untuk mem-proteksi dirinya. Tuan Iswanto membayar premi sebesar Rp. 500.000,- per bulan. Tuan Iswanto harus membayar selama 30 tahun. Polis asuransi menyebutkan bahwa dalam situasi risiko yang diperjanjikan terjadi yaitu kematian atau cacat tubuh permanen, pihak perusahaan asuransi akan mengganti kerugian hingga senilai Rp. 250.000.000,-Pada Tuan Iswanto terdapat dua kemungkinan yang bisa terjadi.1) Tuan Iswanto terus hidup sehat hingga 30 tahun dan membayar premi asuransi dengan total nilai Rp. 180.000.000,- Keluarganya akan memperoleh klaim sebesar Rp. 250.000.000, jika dan ketika Tuan Iswanto meninggal dunia. 2) Tuan Iswanto meninggal dunia pada pertengahan ta hun ketiga dan baru membayar Rp. 9.000.000,-    Dalam ilustrasi di atas, jumlah premi yang dibayarkan Tuan Iswanto kepada perusahaan asuransi untuk perlindungan polis tergantung pada waktu kapan risiko yang ditanggung benar-benar terjadi. Jika risiko terjadi lebih awal, maka Tuan Iswanto membayar kurang dari manfaat asuransi yang diberikan. Namun jika risiko terjadi belakangan, Tuan Iswanto akan membayar lebih banyak. Dengan demikian harga polis tidak jelas pada saat kontrak karena tergantung pada peristiwa yang 
Asuransi Syariah
40
dipersyaratkan dan peristiwa risiko yang tidak pasti. Dengan demikian berdasarkan ilustrasi di atas, pada asuransi konvensional umumnya gharar timbul dalam dua bentuk. Pertama, bentuk akad yang melandasi permulaan polis.  Kedua, sumber dana pembayaran dan keabsahan penerimaan uang klaim. Dalam asuransi konvensional kontrak/perjanjian dapat dikategorikan sebagai akad tabadduli atau akad pertukaran/jual beli; yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang pertanggungan. Secara syariat dalam akad pertukaran harus jelas berapa yang dibayarkan dan berapa yang diterima. Keadaan ini akan menjadi rancu (gharar) karena kita tahu berapa yang akan diterima tetapi tidak tahu berapa yang akan dibayarkan karena hanya Allah yang tahu kapan seseorang akan meninggal. Dalam konsep syariat Islam keadaan ini akan lain karena akad yang dipakai bukanlah akad pertukaran/akad tabadduli tetapi konsep taawun atau tolong menolong dan saling menjamin. Dalam konsep asuransi syariah, semua peserta asuransi menjadi penolong dan penjamin satu sama lainnya. Sehingga kalau peserta A meninggal, peserta B, C, Z harus membantunya, demikian sebaliknya. Untuk menjawab masalah kedua, dalam konsep asuransi syariah setiap pembayaran premi sejak awal akan dibagi dua. Bagian pertama masuk ke rekening pemegang polis, dan satu lagi dimasukkan ke rekening khusus peserta yang diniatkan tabarru’ atau sedekah untuk membantu saudaranya yang lain (ta’awun). Dengan demikian dari rekening khusus inilah klaim peserta diambil dan semua sudah ikhlas memberikannya secara sedekah.

41
2) Skenario penghilangan unsur maysirSedangkan unsur maysir diartikan dengan adanya salah satu pihak yang untung dan memperoleh semua nilai yang menjadi taruhan namun pihak lain justru mengalami kerugian karena kehilangan semua nilai yang menjadi taruhan (zero sum game). Islam secara tegas melarang semua bentuk permainan undian dan perjudian yang bersifat untung-untungan dan spekulatif,20 karena bukan bentuk pertukaran harta benda yang dibenarkan oleh syariah dan berpotensi menimbulkan rasa permusuhan dan kebencian serta melibatkan konsumsi harta secara batil dan sebuah bentuk penindasan.21Unsur maysir tampak jelas apabila pemegang polis dengan sebab-sebab tertentu membatalkan kontraknya sebelum masa reversing period, biasanya tahun ketiga, maka yang bersangkutan tidak akan menerima kembali uang yang telah dibayarkan kecuali sebagian kecil saja. Reversing period di asuransi syariah bermula dari akad, di mana setiap peserta mempunyai hak untuk mendapatkan cash value dan mendapatkan semua uang yang telah dibayarkan, kecuali yang sudah dimasukkan ke dalam rekening khusus (tabarru’) peserta dalam bentuk sedekah. 3) Skenario penghilangan unsur ribaRiba adalah tambahan yang diberikan dalam pertukaran barang-barang ribawi dan tambahan yang diberikan atas pokok utang dengan imbalan 
20  Lihat Q.s. al-Baqarah/2: 219. Q.s. al-Maidah/5: 90.21M. Obaidullah, Islamic Financial Services, 11, 12, 34.
Asuransi Syariah
42
penangguhan pembayaran secara mutlak.22 Secara umum istilah riba bermakna setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang (‘iwad}) yang dibenarkan syariah, yaitu berupa transaksi jual beli, kerjasama usaha, maupun balas jasa. Pada era modern, transaksi berbasis bunga dipandang sama hukumnya dengan transaksi riba. Bunga dikatagorikan sebagai riba nasi’ah karena adanya penambahan yang diperjanjikan di muka dalam pinjaman atau hutang semata disebabkan oleh elemen waktu. Majelis Ulama negara kita menegaskan hal tersebut lewat Fatwa No. 1 tahun 2004 tentang interest/
faidah dengan memutuskan praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman Rasulullah, yaitu riba nasi’ah.23Masalah riba pada usaha asuransi dieliminir dengan cara memasukkan akad mudharabah dan atau 
mudharabah musytarakah dan akad wakalah bil ujrah dalam pengelolaan dana. Semua teknik operasional baik penentuan jumlah tanggungan, investasi, maupun penempatan dana pihak ketika semua menggunakan instrumen akad syariah yang bebas riba.Para ulama negara kita dalam hal ini menerima asuransi berdasarkan hasil fatwa DSN MUI No: 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syari’ah. 
22Muhammad Akram Khan, Islamic Economics and Finance: A Glossary, 2nd Edition (London and New York: Routledge Taylor & Francis Group, 2005), 157. Monzer Kahf, “Hukum Riba.” Tanya Jawab Keuangan & Bisnis Kontemporer dalam Tinjauan Syariah, Terj. Nurcholis (Solo: Aqwam, 2010), 13.23Keputusan Nomor Dua dan Tiga Fatwa MUI No. 1 tahun 2004 tentang interest/faidah. 

43
Dalam fatwa ini ditetapkan bahwa Asuransi Syariah (Ta’min, Takaful atau Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau Tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksud  adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat.Berdasarkan kajian di atas, terlihat bahwa terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan asuransi menjadi tidak sejalan dengan ajaran dan prinsip syariah Islam. Namun, secara institusional tidak ada larangan syariah yang secara tegas menghalangi usaha asuransi. Kaidah muamalah menyebutkan bahwa, “Pada prinsipnya segala urusan mumalah adalah boleh, kecuali ada dalil yang mengharamkannya.” Tujuan usaha asuransi adalah menyediakan perlindungan bagi peserta asuransi yang mengalami risiko yang diperjanjikan. Konsep asuransi ini tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Konsep memagari risiko dengan hukum the law of large numbers telah pula dipraktikkan dalam Islam yaitu dalam praktik 
al-aqilah. Hal-hal yang bertentangan justru terletak pada instrumen dan metode yang digunakan oleh asuransi konvensional yang beroperasi melibatkan unsur riba, gharar, dan maysir. Oleh karenanya, untuk dapat diterima maka penghilangan unsur-unsur yang bertentangan dengan prinsip syariah menjadi suatu kemestian.
Asuransi Syariah
44
Namun, dalam perkembangannya, asuransi syariah juga masih menghadapi sejumlah tantangan berupa salah persepsi yang masih sering mengemuka.24 
Pertama, persepsi asuransi syariah bertentangan dengan keyakinan terhadap qadha dan qadar Allah. Menjawab pernyataan ini perlu dipertegas bahwa asuransi syariah bertujuan mengurangi dan menghilangkan kesulitan dan bahaya yang timbul akibat terjadinya risiko yang diperkirakan akan terjadi. Tindakan antisipatif seperti ini pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab yang melarang perjalanan ke wilayah yang terkena epidemi kolera. Kedua, persepsi asuransi syariah masih merupakan bentuk perjudian dan permainan spekulatif. Menjawab persepsi ini perlu dipertegas bahwa asuransi syariah beroperasi berbasis akad kerjasama dan tidak ada pihak yang diperkaya dari pengeluaran harta pihak yang lain. Baik pihak donatur dan penerima donasi sama-sama mendapatkan manfaat dari skema kumpulan dana bersama. Ketiga, persepsi masih terdapat unsur 
gharar dalam kontrak asuransi syariah. Ketidakpastian memang tidak mungkin dapat dihilangkan karena risiko yang diperjanjikan tidak mungkin diketahui kapan terjadinya. Namun, dalam asuransi syariah gharar masih dapat ditoleransi karena klaim asuransi syariah berasal dari dana kebajikan (akad tabarru’). Menurut hukum Islam terutama mazhab Maliki gharar yang terjadi pada akad kebajikan dapat ditoleransi dan tidak mempengaruhi keabsahan kontrak. Keempat, persepsi asuransi syariah masih mempergunakan konsep “jual­beli” polis asuransi. Jelas sekali bahwa asuransi syariah tidak menggunakan konsep jual beli polis. Asuransi 
24 Engku Rabiah, 24-25.

45
syariah mempergunakan pola kontribusi di mana seluruh peserta menyumbangkan sejumlah dana yang dikumpulkan dalam himpunan dana tabarru’ yang akan digunakan untuk membayar klaim apabila peserta asuransi mengalami risiko yang diperjanjikan.
D. Hubungan Kontraktual Asuransi Syari’ahSecara bisnis asuransi merupakan bagian dari upaya menyediakan jasa perlindungan jiwa dan harta dari kemungkinan risiko yang mungkin timbul. Asuransi syariah merupakan alternatif asuransi bagi umat Islam yang menawarkan jasa yang sama dengan asuransi konvensional namun beroperasi sesuai dengan prinsip syariah Islam. Asuransi syari’ah secara teoritik masih menginduk kepada kajian ekonomi Islam secara umum. Oleh karena itu asuransi syariah tunduk kepada aturan-aturan syariah. Inilah yang kemudian membentuk karakteristik asuransi syariah secara unik dan membedakannya dengan asuransi konvensional.25 Prinsip dasar asuransi syariah adalah kerjasama, persaudaraan, dan solidaritas di antara para pihak. Pada asuransi syariah terdapat dua pihak utama yang terlibat yaitu operator asuransi syariah dan himpunan peserta asuransi (pemegang polis). Terdapat sejumlah pilihan kontrak antara sesama peserta asuransi dan operator asuransi yang disesuaikan dengan kebutuhan dan strategi masing-masing pihak.  
25Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan 
Perasuransian Syariah di negara kita, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2006), h. 152. 
Asuransi Syariah
46
1) Hubungan kontraktual di antara sesama peserta asuransi syariahKontrak yang melandasi hubungan di antara sesama peserta asuransi syariah adalah akad kebajikan (tabarru’). Tabarru’ secara umum adalah bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong- menolong, bukan untuk tujuan komersial. Akad tabarru’ yang diaplikasikan dalam praktik asuransi syariah ini adalah hibah. Dana hibah yang dikeluarkan ditujukan untuk kebajikan dalam bentuk dana sumbangan yang setuju dibayarkan oleh peserta asuransi syariah ke kumpulan dana asuransi. Tujuan penghimpunan dana ini adalah untuk tujuan pembayaran klaim bagi peserta asuransi syariah yang mengalami risiko. Dana kebajikan bertindak sebagai bantuan bersama dan dana jaminan bersama sekiranya terjadi risiko pada peserta asurasi syariah. Klaim atas akad tabarru’ ini merupakan hak peserta dan merupakan kewajiban perusahaan, sebatas yang disepakati dalam akad.
  
Gambar hubungan kontraktual sesama peserta 
asuransi syariah
 Peserta asuransi 
Sumbangan Dana 
Hibah Tabarru’ 
Kumpulan Dana 
Hibah Tabarru’ 
 
Klaim risiko Klaim risiko 

47
Akad tabarru’ yang menjadi dasar hubungan kontrak-tual sesama peserta asuransi syariah menjadikan skema asuransi syariah masih dapat ditoleransi dan tidak merusak akad meskipun masih terdapat elemen gharar terkait dengan kejadian risiko yang tidak pasti. Namun, bagi peserta asuransi yang ingin menambahkan setoran dananya tidak hanya untuk tujuan kebajikan juga bisa menambahkan setoran dananya untuk tujuan tabungan dan investasi.
2) Hubungan kontraktual antara peserta dengan operator asuransi syariahDalam asuransi syariah hubungan kontraktual antara peserta dengan operator asuransi syariah bukanlah hu bungan pihak yang ditanggung asuransi dengan peru sahaan asuransi yang menanggung asuransi. Da-lam asuransi syariah para peserta asuransi saling mengasuransikan diri mereka lewat himpunan dana hibah. Dalam skema akad tabarru’ (hibah), peserta mem-berikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah di mana perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah tersebut.
Asuransi Syariah
48
 Peserta asuransi 
Hibah 
Tabungan 
Investasi 
Dana Asuransi 
Wakalah 
Mudharabah 
Musytarakah 
Operator Asuransi Investasi Pembayaran Klaim 
Gambar Hubungan kontraktual antara peserta 
dengan operator asuransi syariah
Perusahaan asuransi berhubungan dengan peserta asu ransi dalam suatu himpunan dana hibah untuk pe-ngelolaan skema asuransi bagi kepentingan para pe-serta asuransi. Perusahaan asuransi bertugas me ngelola administrasi dana kontribusi dan pembayaran klaim, serta mengelola portofolio investasi himpunan dana asuransi. Atas kinerjanya tersebut perusahaan asuransi berhak menerima ujrah (bayaran balas jasa). Sedangkan dalam pengelolaan dana tabungan dan investasi peserta, perusahaan asuransi syariah dapat menggunakan akad tijarah (mudharabah) di mana perusahaan bertindak sebagai mudharib (pengelola) dan peserta bertindak sebagai shahibul mal (pemegang 
polis). Premi yang berasal dari jenis akad mudharabah dapat diinvestasikan dan hasil investasinya dibagi-hasilkan kepada peserta. Klaim atas akad tijarah ini sepe nuhnya merupakan hak peserta, dan merupakan kewajiban perusahaan untuk memenuhinya. 

49
E. Prinsip dan Karakteristik Asuransi Syari’ah  Sejumlah prinsip yang mendasari operasionalisasi asuransi syariah antara lain:
1) Saling bekerjasama dan saling tolong menolongAsuransi syariah beroperasi atas landasan kerja-sa ma dan saling tolong menolong. Prinsip ini dikem-bang kan dari semangat Q.s. al-Maidah (5) ayat 2 yang memerintahkan umat untuk saling tolong meno long da lam kebaikan dan taqwa. Prinsip ini juga dikem-bangkan dari hadis riwayat Bukhari, Muslim, dan Abu Daud yang menyebutkan bahwa siapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Demikian pula hadis riwayat Abu Daud yang menyebutkan bahwa Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia menolong sesamanya. 
2) Saling melindungi dari berbagai kesulitan dan kesusahanPrinsip saling melindungi dari berbagai kesulitan dan kesusahan ini dikembangkan dari semangat Q.s. al-Baqarah (2) ayat 126 yang menegaskan bahwa Allahlah yang telah memberikan makan kepada seluruh makhluk untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan. Demikian pula hadis riwayat Ibn Majah yag menyebutkan bahwa sesungguhnya orang yang beriman itu ialah siapa saja yang memberi keselamatan dan perlindungan terhadap harta dan jiwa raga manusia. 
3) Saling bertanggungjawabPara peserta asuransi sudah sepakat untuk saling bertanggungjawab di antara sesama anggota. Apabila ada 
Asuransi Syariah
50
anggota yang mengalami risiko kerugian maka anggota yang lain siap bertanggungjawab untuk menanggung bersama-sama (tanggung-renteng) kerugian yang menimpa. Semangat saling bertanggungjawab ini merupakan Implementasi dari ajaran Islam yang menganalogikan persatuan umat Islam ibarat satu tubuh. 
4) Menghindari unsur gharar, maysir, riba, dan 
aktivitas haramSudah menjadi kerangka dasar dan prinsip utama dalam setiap aktivitas muamalah bahwa pada prinsipnya seluruh akad muamalah adalah dibenarkan sepanjang tidak ada dalil yang mengharamkannya. Sudah menjadi hal yang jelas bahwa dalam aspek muamalah termasuk aktivitas asuransi wajib hukumnya menghindari unsur gharar, maysir, riba, dan aktivitas haram dalam setiap kegiatan usaha asuransi syariah.Selain itu, terdapat pula sejumlah karakteristik yang menjadi perbedaan asuransi Syariah dengan asu ransi konvensional. Sejumlah karakteristik yang menjadi pembeda asuransi syariah dengan asuransi konvensional antara lain sebagai berikut:1. Asuransi syari’ah memiliki Dewan Pengawas Sya-riah (DPS) yang betugas mengawasi produk yang dipasarkan dan pengelolaan investasi dana nya. Dewan Pengawas Syariah ini tidak ditemukan dalam asuransi konvensional.2. Akad pada asuransi syari’ah adalah akad Tabarru’ (hibah) untuk hubungan sesama peserta di mana pada dasarnya akad dilakukan atas dasar 

51
tolong menolong (taawun). Untuk hubungan antara peserta dengan perusahaan asuransi digunakan akad tijarah (ujrah/fee), mudharabah (bagi hasil), mudharabah musytarakah, wakalah 
bil ujrah (perwakilan), wadiah (titipan), syirkah (berserikat). Sedangkan asuransi konvensional akad berdasarkan lebih mirip jual-beli (tabadduli).3. Investasi dana pada asuransi syari’ah berdasarkan bagi hasil (Mudharabah), bersih dari gharar, 
maysir dan riba. Sedangkan pada asuransi konvensional memakai bunga (riba) sebagai landasan perhitungan investasinya4. Kepemilikan dana pada asuransi syari’ah meru-pakan hak peserta. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya secara syariah. Pada asuransi konvensional, dana yang terkumpul dari nasabah (premi) menjadi mi-lik perusahaan. Sehingga, perusahaan bebas menentukan alokasi investasinya.5. Dalam mekanismenya, asuransi syari’ah tidak mengenal dana hangus seperti yang terdapat pada asuransi konvensional. Jika pada masa kontrak peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa reversing period, maka dana yang dimasukan dapat diambil kembali, kecuali sebagian dana yang telah diniatkan untuk Tabarru’ (dihibahkan).6. Pembayaran klaim pada asuransi syari’ah diambil dari dana Tabarru’ (dana kebajikan) selu-ruh peserta yang sejak awal telah diikhlaskan bahwa ada penyisihan dana yang akan dipakai 
Asuransi Syariah
52
sebagai dana tolong menolong di antara peserta bila terjadi musibah. Sedangkan pada asuransi konvensional pembayaran klaim diambilkan dari rekening dana perusahaan.7. Pembagian keuntungan pada asuransi syari’ah di bagi antara perusahaan dengan peserta se-suai prinsip bagi hasil dengan proporsi yang telah ditentukan. Sedangkan pada asuransi konvensional seluruh keuntungan menjadi hak milik perusahaan. 8. Asuransi syariah menggunakan sistem sharing 
of risk dimana terjadi proses saling menanggung antara satu peserta dengan peserta lainnya (ta’awun) sedangkan pada asuransi konvensional yang dilakukan adalah transfer of risk, dimana terjadi pengalihan resiko dari tertanggung (klien) kepada penanggung (perusahaan)9. Asuransi syariah menggunakan konsep akuntansi 
cash basis yang mengakui apa yang telah ada sedangkan asuransi konvensional menggunakan sistem akuntansi accrual basis yang mengakui aset, biaya, kewajiban yang sebenarnya belum ada (padahal belum tentu terealisasikan. 10. Asuransi syariah dibebani kewajiban membayar zakat dari keuntungan yang diperoleh sedangkan asuransi konvensional tidak. 

53
F. Operasionalisasi Kegiatan Usaha Asuransi 
Syariah  Secara prinsip asuransi syariah berbeda dengan asuransi konvensional baik dalam hal konsep kerja, hubungan kontraktual, dan penetapan hak dan kewajiban masing-masing pihak. Basis kontrak asuransi konvensional dapat dilihat pada ilustrasi gambar sebagai berikut:
 
Ilustrasi operasionalisasi asuransi konvensional Gambar ilustrasi operasionalisasi asuransi kon-vensional di atas terlihat bahwa pemegang polis membayar sejumlah premi ke perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi memberikan polis asuransi kepada pemegang polis. Bentuk kontrak ini adalah bentuk jual beli di mana perusahaan asuransi menjual polis asuransi dan pemegang polis membayar premi untuk perlindungan dari risiko yang diperjanjikan. Oleh karena, perusahaan sudah menjual polis kepada pemegang premi maka segala keuntungan yang timbul dari hasil surplus dana premi dan hasil investasi 
 
100% 
100% 
Keuntungan 
Investasi 
Premi Premi + 
Profit 
Klaim / 
Keuntungan 
Surplus 
Pemegang 
Polis 
Perusahaan 
Asuransi 
Polis Bayar dikurangi 
Asuransi Syariah
54
kumpulan dana seluruhnya menjadi hak perusahaan asuransi, tidak dibagikan atau dikembalikan kepada pemegang polis.Sedangkan operasionalisasi asuransi syariah memiliki karakteristik yang khas. Basis kontrak asuransi syariah 
ta’awuniyah dengan pembayaran premi untuk tujuan hibah (tabarru’) dapat dilihat pada ilustrasi gambar sebagai berikut: 
Ilustrasi operasionalisasi asuransi syariah berbasis 
akad tabarru’ Berdasarkan ilustrasi gambar di atas dapat dipahami bahwa dasar kontraktual asuransi syariah adalah tabarru’ ta’awuniyah di mana para peserta menghibahkan sejumlah uang dalam pembayaran premi yang dikumpulkan dalam rekening kumpulan dana hibah untuk kepentingan bersama yang digunakan membayar manfaat asuransi. Segala keuntungan yang diperoleh dari hasil investasi kumpulan dana hibah tersebut menjadi hak pada peserta. Adapun perusahaan 
 
wakalah 
Peserta Asuransi 
Kontribusi Premi 
(Tabarru’/Ta’awun) 
Keuntungan 
Investasi 
Rekening 
Pribadi 
Rekening Kumpulan 
dana hibah  
(Tabarru’/Ta’awun) 
Manfaat Polis 
Asuransi 
Surplus 
Underwriting 
Keuntungan 
Investasi 
Operator/ 
Perusahaan Asuransi 
Pengeluaran 
riil manajemen 
asuransi 
100% 100% 

55
asuransi bertindak sebagai operator dan manajer dari kumpulan dana hibah tersebut. Perusahaan asuransi syariah diberi kepercayaan mewakili seluruh peserta mengelola kumpulan dana hibah. Perusahaan asuransi syariah berhak menerima ujrah atas kinerjanya mengelola dana hibah peserta. Adapun untuk asuransi yang tidak sekedar mengelola dana hibah tabarru’ dari para peserta tetapi juga mengandung unsur tabungan dan investasi dalam pembayaran premi, terdapat dua bentuk akad yang dapat melandasi operasional asuransi syariah, yaitu akad mudharabah musytarakah (Fatwa DSN MUI NO: 51/DSN-MUI/III/2006) dan akad wakalah bil ujrah (Fatwa DSN MUI NO: 52/DSN-MUI/III/2006). 
 Berdasarkan ilustrasi di atas, terlihat operasional asuransi syariah yang mengandung unsur tabungan dan atau investasi. Pembayaran premi tidak hanya dimaksudkan untuk pembayaran dana hibah untuk 
 
Asuransi Syariah yang Mengandung Unsur Tabungan/Investasi 
Perusahaan       Biaya Operasional 
Mudharabah/musytarakah 
Wakalah bil ujrah 
Investasi   Hasil Investasi  
 Premi/ 
Kontribusi 
Asuransi 
Rek. Tabungan 
Rek. Tabarru’ 
Total  
Dana 
Rek. Tabungan 
Rek. Tabarru’ 
Rek. Tabungan 
Manfaat Asuransi 
Zakat 2,5% 
Asuransi Syariah
56
kepentingan klaim, tetapi juga mengandung tabungan dan atau investasi. Model pengelolaannya didasarkan pada akad Mudharabah Musytarakah dan akad wakalah 
bil ujrah.
1) Akad Mudharabah Musytarakah Akad Mudharabah Musytarakah merupakan perpa-duan dari akad Mudharabah dan akad Musyarakah. Dalam akad ini, perusahaan asuransi bertindak sebagai 
mudharib (pengelola) dan sebagai musytarik (investor). Peserta (pemegang polis) dalam akad tijarah bertindak sebagai shahibul mal (investor). Para peserta (pemegang polis) secara kolektif dalam akad tabarru’ bertindak sebagai shahibul mal (investor). Perusahaan asuransi sebagai mudharib menyertakan modal atau dananya  dalam investasi bersama dana peserta. Modal atau dana perusahaan asuransi dan dana peserta diinvestasikan secara bersama-sama dalam portofolio. Perusahaan asuransi sebagai mudharib mengelola investasi dana tersebut. Dalam akad, harus disebutkan sekurang-kurangnya: a. hak dan kewajiban peserta dan perusahaan asuransi; b. besaran nisbah, cara dan waktu pembagian hasil investasi; c. syarat-syarat lain yang disepakati, sesuai dengan produk asuransi yang diakadkan. Pembagian hasil investasi dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, hasil investasi dibagi antara perusahaan asuransi (sebagai mudharib) dengan peserta (sebagai 
shahibul mal) sesuai dengan nisbah yang disepakati. Bagian hasil investasi sesudah disisihkan untuk perusahaan asuransi (sebagai mudharib), dibagi antara perusahaan asuransi (sebagai musytarik) dengan para 

57
peserta sesuai dengan porsi modal atau dana masing-masing. Kedua, Hasil investasi dibagi secara proporsional antara perusahaan asuransi (sebagai musytarik) dengan peserta berdasarkan porsi modal atau dana masing-masing. Bagian hasil investasi sesudah disisihkan untuk perusahaan asuransi (sebagai musytarik) dibagi antara perusahaan asuransi sebagai mudharib dengan peserta sesuai dengan nisbah yang disepakati. Apabila terjadi kerugian maka perusahaan asuransi sebagai musytarik menanggung kerugian sesuai dengan porsi modal atau dana yang disertakan.
2. Akad Wakalah Bil UjrahWakalah bil Ujrah adalah pemberian kuasa dari peserta kepada perusahaan asuransi untuk mengelola dana peserta dengan imbalan pemberian ujrah (fee). Da lam akad ini, perusahaan bertindak sebagai wakil (yang mendapat kuasa) untuk mengelola dana. Peserta (pemegang polis) sebagai individu, dalam produk 
saving dan tabarru’, bertindak sebagai muwakkil (pem-beri kuasa) untuk mengelola dana. Peserta sebagai suatu badan/kelompok, dalam akun tabarru’ bertindak sebagai muwakkil (pemberi kuasa) untuk mengelola dana. Wakil tidak boleh mewakilkan kepada pihak lain atas kuasa yang diterimanya, kecuali atas izin muwakkil (pemberi kuasa);Akad Wakalah adalah bersifat amanah (yad amanah) dan bukan tanggungan (yad dhaman) sehingga wakil tidak menanggung risiko terhadap kerugian investasi dengan cara mengurangi fee yang telah diterimanya, kecuali karena kecerobohan atau wanprestasi.  Peru-
Asuransi Syariah
58
sahaan asuransi sebagai wakil tidak berhak memperoleh bagian dari hasil investasi, karena akad yang digunakan adalah akad Wakalah. Selanjutnya, selain mempertimbangkan akad yang digunakan pada produk asuransi syariah, penggolongan jenis dan produk asuransi di negara kita juga dibagi dari berbagai segi, yaitu:
1. Asuransi ditinjau dari fungsinyaMenurut Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha  Perasuransian,  jenis usaha perasuransian meli-puti asuransi kerugian, asuransi jiwa dan reasuransi.
a.  Asuransi kerugian (non life insurance/general 
insurance) Yaitu usaha yang memberikan jasa­jasa dalam pe­nang gulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti. Perusahaan asuransi kerugian adalah perusahaan yang hanya dapat menyelenggarakan usaha dalam bidang usaha asuransi kerugian termasuk reasuransi.Usaha asuransi kerugian di negara kita antara lain:1) Asuransi kebakaran2) Asuransi pengangkutan3) Asuransi aneka yaitu jenis asuransi kerugian ya ng  meliputi antara lain asuransi kenderaan ber motor, asuransi kecelakaan bermotor, asu-ransi kecelakaan diri, pencurian, uang dalam pe ngangkutan, uang dalam penyimpanan, ke-curangan, dan sebagainya. 

59
b.  Asuransi jiwa (life insurance)Asuransi jiwa adalah suatu jasa yang diberikan oleh perusahaan dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan jiwa atau meninggalnya seseorang yang diasuransikan. Asuransi jiwa merupakan suatu ben tuk kerja sama antara orang-orang yang ingin meng hindarkan atau minimal mengurangi risiko yang diakibatkan oleh risiko kematian, risiko hari tua dan risiko kecelakaan. Usaha perasuransian adalah peru-sahaan asuransi jiwa yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan yang dapat melakukan kegiatan pertanggungan jiwa.   Asuransi jiwa ini terbagi:1) Asuransi jiwa biasa, yaitu asuransi yang dipe-runtukkan bagi perorangan yang umum dipa-sarkan oleh perusahaan asuransi jiwa.2) Asuransi rakyat, yaitu asuransi yang diperun-tukkan bagi msyarakat yang berpenghasilan kecil (buruh, nelayan, karyawan rendah, dan sebagainya). 3) Asuransi Kumpulan, yaitu asuransi yang dipe-runtukkan bagi pegawai pemerintah/swasta, para buruh yang jumlahnya lebih dari 3 orang.4) Asuransi dunia usaha, yaitu asuransi yang dipe runtukkan bagi pejabat dan karyawan perusahaan negara maupun swasta dan pemilik perusahaan. 5) Asuransi orang muda, yaitu asuransi yang dipe-runtukkan bagi orang-orang muda yang telah mempunyai penghasilan. 
Asuransi Syariah
60
6) Asuransi keluarga, yaitu asuransi yang ditujukan untuk memberikan ketentraman kehidupan ekonomi keluarga. 7) Asuransi kecelakaan yaitu asuransi yang ditu-jukan untuk melindungi diri dari kecelakaan, me lindungi tenaga kerja dari kecelakaan kerja, dan melindungi diri dari kecelakaan akibat pengangkutan darat, laut dan udara.  
c. Reasuransi (reinsurance) Reasuransi pada prinsipnya adalah pertanggungan ulang atau pertanggungan yang diasuransikan atau se ring disebut asuransi dari asuransi. Reasuransi merupakan suatu sistim penyebaran risiko di mana penanggung menyebarkan seluruh atau sebagian dari pertanggungan yang ditutupnya kepada penanggung yang lain. Pihak yang menyerahkan pertanggungan disebut ceding company sedangkan pihak yang menerima pertanggungan disebut reinsurer (reinsurader). Perusahaan reasuransi adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian atau perusahaan asuransi jiwa. 
2.  Asuransi ditinjau dari polis dasar  Asuransi ditinjau dari polis dasarnya terbagi empat, yaitu: 
a. Asuransi berjangka (Term life insurance) yaitu asuransi yang menyediakan jasa asuransi jiwa untuk periode tertentu sesuai dengan kesepakatan 

61
misalnya 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun dan seterusnya. Pada polis asuransi ini tidak ada unsur tabungan hanya ada unsur perlindungan selama polisnya berlaku. Manfaat asuransi diberikan ketika tertanggung meninggal dunia dalam periode waktu tertentu. Apabila tertangung meninggal dunia dalam masa asuransi, perusahaan asuransi sebagai penanggung akan membayar uang pertanggungan dan ahli waris yang ditunjuk akan menerima uang pertanggungan tersebut sesuai dengan perjanjian asuransi tetapi apabila tertanggung masih hidup sampai jangka waktu asuransi berakhir polis tersebut tidak berlaku dan tidak akan mendapat uang pertanggungan. Polis ini nilainya paling rendah dibanding dengan jenis polis asuransi yang lainnya.  
b. Asuransi seumur hidup (Whole life insurance) yaitu asuransi yang menyediakan jasa asuransi jiwa untuk seumur hidup pemegang polis yang mengharuskannya membayar premi setiap tahun. Polis ini merupakan polis perlindungan bagi keluarga karena penanggung akan memberikan sejumlah uang kepada ahli waris hanya bila peserta meninggal dunia sampai di usia berapapun. Manfaat asuransi diberikan pada waktu kapanpun tanpa dibatasi waktu berakhirnya perjanjian. Apabila tertanggung meninggal dunia dalam masa asuransi (seumur hidup) maka peserta/ahli waris akan mendapat uang pertanggungan.
c. Asuransi dua manfaat (Endowment): yaitu kontrak asuransi jiwa yang masa berlakunya 
Asuransi Syariah
62
dibatasi misalnya 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun atau lebih atau mencapai usia tertentu misalnya 65 tahun sebelum peserta meninggal dunia. Polis ini terbagi dua, yaitu polis yang murni dan polis yang mengandung tabungan/investasi. Yang murni bila peserta meninggal dunia dalam masa berlakunya polis maka ahli warisnya tidak memperoleh apa-apa. Sedangkan polis yang mengandung unsur tabungan/investasi maka ahli waris akan memperoleh benefit sesuai dengan jumlah uang yang ditetapkan ketika polis ditutup. Produk asuransi dwiguna ini misalnya asuransi pendidikan dan asuransi hari tua. Manfaat asuransi diberikan apabila tertanggung meninggal dunia dalam masa asuransi dan tertanggung masih tetap hidup sampai dengan masa asuransi berakhir. Apabila tertanggung meninggal dunia dalam masa kontrak, maka perusahaan asuransi akan membayar uang pertanggungan kepada ahli waris yang ditunjuk sesuai dengan perjanjian asuransi tetapi apabila tertanggung masih tetap hidup sampai akhir perjanjian, maka tertanggung akan menerima uang pertanggungan dari perusahaan asuransi.
d. Asuransi Unit Investasi (Unit linked) yaitu satu bentuk investasi kolektif yang ditawarkan melalui polis asuransi. Polis asuransi ini menawarkan perlindungan, keuntungan dan fleksibilitas dalam berinvestasi. Investasi dilakukan dalam bentuk Unit Link yang kemudian diinvestasikan oleh Manager Investasi. Manfaat berupa kesempatan memilih jenis investasi untuk pengembangan 

63
dananya dan memberikan pertanggungan apabila tertanggung mengalami musibah sebagaimana yang telah diperjanjikan. 
3. Asuransi ditinjau dari segi kepemilikannyaa. Asuransi milik swasta nasional yaitu perusahaan asuransi yang dimiliki dan dikelola oleh pihak swasta dan tetap dalam naungan pemerintah.b. Asuransi milik pemerintah yaitu perusahaan asuransi yang sepenuhnya dimiliki oleh peme-rintah dann dikelola oleh badan yang berwenang dalam kepemerintahan.c. Asuransi milik perusahaan asing yaitu peru-sahaan asuransi yang kepemilikannya adalah dari negara lain (asing) yang beroperasi dalam negeri negara kita. d. Asuransi milik campuran yaitu perusahaan asu-ransi yang saham dan kepemilikannya milik be be rapa pihak, baik pihak swasta maupun pe-merintah. 
4. Asuransi ditinjau dari sifat pelaksanaannya a. Asuransi sukarela yaitu asuransi yang dilakukan dengan sukarela dan semata-mata dilakukan atas kesadaran seseorang akan kemungkinan ter jadinya risiko kerugian atas sesuatu yang dipertanggungkan. b. Asuransi wajib yaitu asuransi yang sifatnya 
Asuransi Syariah
64
wajib dilakukan oleh pihak-pihak terkait yang pelaksanaannya dilakukan berdasarkan ke-tentuan perundang-undangan yang ditetapkan oleh pemerintah.      
5. Asuransi ditinjau dari kegiatan penunjang 
usaha asuransia. Pialang asuransi yaitu usaha yang memberikan jasa keperantaraan dalam penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi asuransi dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung. b. Pialang reasuransi yaitu usaha yang memberikan jasa keperantaraan dalam penempatan reasuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi reasuransi dengan bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi.c. Penilai kerugian asuransi yaitu usaha yang memberikan jasa penilaian terhadap kerugian pada objek asuransi yang diasuransikan. d. Konsultan aktuaria yaitu usaha yang memberikan jasa konsultan aktuaria.e. Agen asuransi yaitu pihak yang memberikan jasa keperantaraan dalam rangka pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung.  

65
G. Diskursus Pengembangan Usaha Asuransi 
Syariah Jasa perasuransian pada masa ini dirasakan makin dibutuhkan, baik oleh perorangan maupun oleh dunia usaha. Asuransi merupakan sarana financial dalam tata kehidupan rumah tangga, baik dalam menghadapi risiko yang mendasar seperti risiko kematian, atau dalam menghadapi risiko atas harta benda yang dimiliki. Demikian pula dunia usaha dalam menjalankan kegiatannya menghadapi berbagai risiko yang mungkin dapat mengganggu kesinambungan usahanya. Atas dasar itulah kemudian, usaha asuransi terdorong untuk lahir, tumbuh dan berkembang.Dalam literatur ditemukan bahwa faktor-faktor yang mendorong timbulnya usaha asuransi antara lain:1. Keinginan untuk memberikan kepastian kepada para peserta program asuransi/tertanggung terhadap risiko kerugian yang dihadapi. 2. Dengan adanya kepastian maka tertanggung akan merasa aman terhadap bahaya kerugian. Jadi di samping memberikan kepastian maka asuransi juga bertujuan memberikan rasa aman kepada para tertanggung. 3. Bila seseorang berada dalam bahaya karena kehilangan sumber pendapatan, kehilangan rumah tempat tinggalnya atau kedudukannya dalam warga, maka yang bersangkutan akan diliputi rasa kekhawatiran dan bila risiko itu demikian besarnya akan menimbulkan ketakutan. Kekhawatiran dan ketakutan adalah 
Asuransi Syariah
66
keadaan mental yang tidak sehat dan tidak menyenangkan, sehingga secara naluriah orang akan selalu berusaha untuk menghindarinya. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengalihkan rasa khawatir dan takut kepada pihak lain (perusahaan asuransi). Jadi di sini tujuan asuransi adalah menghilangkan kekhawatiran dan ketakutan tertanggung. 4. Terciptanya rasa aman yang mendorong orang untuk berani berusaha di bidang-bidang yang berisiko, yang menjanjikan keuntungan yang lebih besar, sehingga dapat mendorong terciptanya keseimbangan ekonomi yang optimal.26Adapun latar belakang lahirnya sistem asuransi syariah dan penerapan prinsip syariah dalam kegiatan usaha asuransi di negara kita adalah:1. Dengan sistem konvensional, sistem perekonomian akan rapuh dan tidak akan menyelesaikan problem.2. Prinsip syariah sesuai dengan prinsip yang tertera dalam Al- Qur’an (pedoman bagi umat Islam dalam bermuamalah) dan prinsip syariah banyak mengandung unsur-unsur keadilan dibandingkan dengan sistem konvensional.3. Adanya permintaan pasar, yaitu pasar negara kita yang berpenduduk mayoritas muslim.  
26Soeisno Djojosoedarso, Prinsip­Prinsip Manajemen 
Risiko Asuransi, (Jakarta: Penerbit Salemba Empat, Edisi 
Revisi, 2003), h. 92-93.

67
4. Adanya kebijakan pemerintah yang memberi kesempatan pada perusahaan untuk membuka divisi syariah dan Fatwa MUI No. 21/DSN-MUI/2001 tentang Pedoman Asuransi Syariah5. Asuransi syariah di negara kita sebelum kurun waktu tahun 2001 hanya dijalankan oleh PT. Takaful sebagai pemain tunggal bidang usaha asuransi syariah.27Bentuk dan berkembangnya usaha asuransi ditentukan oleh keadaan ekonomi dan lingkungan di mana usaha itu tumbuh dan menjadi dewasa. Ada beberapa kondisi yang diperlukan agar perusahaan asuransi dapat berkembang dengan baik. Kondisi tersebut antara lain: 1. Sistem ekonomi warga berbentuk sistem perekonomian bebas. Usaha asuransi tidak akan dapat tumbuh dalam suatu kondisi di mana tidak ada unsur risiko. Pada sistem perekonomian bebas, masing-masing pelaku ekonomi harus menghadapi sendiri segala yang mungkin terjadi, sehingga tiap orang akan berusaha melindungi dirinya terhadap risiko-risiko tersebut. Salah satu caranya adalah melalui asuransi. Jika banyak orang berusaha untuk mengasuransikan risikonya, maka usaha asuransi akan tumbuh dan berkembang.    2. warga sudah sangat maju dan merupakan warga industri. Pada warga yang 27http://shantidk.wordpress.com/2009/07/15/perkembangan-asuransi-syariah/ diunduh pada tanggal tanggal 2 Juli 2009. 
Asuransi Syariah
68
sudah berkembang dan industrialisasinya sudah maju, pekerja-pekerja atau hampir semua orang menggantungkan dirinya pada pendapatan berupa uang dari pekerjaan yang terspesialisasi, sehingga bila terjadi peril yang mengganggu pendapatan yang mengganggu pendapatan atau harta mereka sehingga hal itu akan dirasakan sebagai pukulan ekonomi yang berat dan bantuan dari tetangga akan sulit di diperoleh. Selanjutnya dalam warga industri, 
standard of living merupakan pertukaran hasil tenaga kerja yang satu dengan yang lainnya, sehingga akan timbul risiko yang lebih besar. Metode-metode dan sarana untuk menangani risiko dapat berkembang dengan baik dan usaha asuransipun dapat berkembang dengan baik pula.  3. Peraturan perundang-undangan sudah ter-organisir dengan baik, diterapkan secara adil dan sudah diketahui oleh warga secara luas. Sebagai lembaga, usaha asuransi akan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dalam kondisi di mana peraturan perundang-udangan diorganisasi dengan baik, dikenal oleh semua pihak dan dapat diterapkan secara adil. Keadilan dalam penerapan perundang-undangan merupakan faktor pokok yang sangat penting untuk berhasilnya program asuransi, sebab kegiatan asuransi dilakukan melalui kontrak yang bersifat mengikat, sehingga kepastian hukum menjadi sangat berperan.28 
28 Herman Darmawi, Manajemen Asuransi, (Jakarta: Bumi 

69
Di samping itu, menurut Herman Darmawi ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi perkembangan asuransi, antara lain faktor peningkatan tingkat ekonomi, pertumbuhan penduduk, faktor moneter, dan faktor pendidikan.29  Faktor peningkatan ekonomi dapat dilihat berdasar-kan laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 1970-1982 yang mencapai 7% setahun, pertumbuhan bisnis asuransi jiwa mencapai lebih dari 50% setahun. Namun, sejak resesi dunia sehingga laju pertumbuhan ekonomi menurun sejak tahun 1982 sehingga angka rata-rata laju pertumbuhan ekonomi menurun menjadi 4% setahun, pertumbuhan asuransi jiwa pun ikut merosot antara 25%-30% setahun. Terjadinya pergeseran daya beli warga mungkin dapat dianggap titik temu korelasi antara laju pertumbuhan ekonomi dan laju pertumbuhan asuransi yang menurun. Faktor moneter, nilai rupiah sangat berperan dalam keputusan membeli polis asuransi jiwa yang mempunyai komitmen jangka panjang. Dengan meningkatnya nilai tukar valas US Dollar terhadap rupiah karena adanya devaluasi, mendorong warga menambah polis dalam dollar. Sementara itu, akibat perobahan nilai rupiah terhadap dollar, cadangan premi portofolio dollar yang ada pada perusahaan asuransi meningkat nilainya sehingga menimbulkan beban. Faktor pendidikan, hal ini disebabkan karena pasar asuransi jiwa sebenarnya adalah sekelompok warga yang berpendidikan, minimal Sekolah Aksara, 2006), h. 117-118.29Ibid, h. 230-231. 
Asuransi Syariah
70
Menengah Pertama (SMP). Oleh karenanya, pasar asuransi di negara kita bukan sebesar jumlah penduduknya. Kalau diandaikan tiap keluarga terdiri dari 6 orang, dengan satu orang menjadi kepala keluarga yang punya penghasilan, maka terdapat sekitar 30 juta orang dalam pasar asuransi jiwa. Dari jumlah itu 33,45% tidak sekolah, 35% duduk di sekolah dasar, 5,55% tamat sekolah menengah pertama, 5,64% sekolah menengah atas dan 1% pernah duduk di perguruann tinggi. Pasar potensial asuransi jiwa adalah penduduk yang berpendidikan SMP ke atas, yang jumlahnya 30% dari 30 juta orang, atau sekitar 3.606.000 jiwa. Selanjutnya, menurut M. Syakir Sula, perkembangan usaha asuransi syariah dapat dilihat dari jumlah asuransi syariah yang terus bertambah. Perkembangan asuransi syariah tersebut didorong oleh beberapa faktor, antara lain tingkat pemahaman warga, dukungan pemerintah, ketersediaan instrumen investasi, struktur modal perusahaan, serta divisi asuransi syariah.30    Tingkat pemahaman warga cukup mempenga-ruhi perkembangan asuransi syariah karena semakin baik tingkat pemahaman warga terhadap asu-ransi syariah maka semakin meningkat peluang perkembangan asuransi syariah. Pemahaman yang perlu ditanamkan antara lain pentingnya warga berasuransi, dan keunggulan asuransi syariah diban-dingkan dengan asuransi konvensional. Dukungan pemerintah berupa ketersedian regulasi yang secara khusus mengatur asuransi syariah, kemu-
30http://www.republika.co.id diunduh pada tanggal tanggal 3 Juli 2009. 

71
dahan perizinan, dan dorongan pemerintah untuk mengem bangkan pasar modal syariah sebagai wadah investasi bagi industri asuransi syariah.Ketersediaan instrumen investasi merupakan keragaman pilihan yang tentu saja akan menarik banyak calon peserta asuransi untuk menjatuhkan pilihannya menjadi peserta asuransi syariah sesuai dengan kebu-tuhannya.   Pengembangan usaha asuransi syariah juga diten-tukan oleh struktur modal perusahaan. Pengembangan usaha asuransi syariah memerlukan modal yang cukup besar, apalagi untuk memperbesar pangsa pasar tentu dibutuhkan modal yang yang lebih besar lagi.  Perusahaan asuransi syariah di negara kita tidak hanya dilakoni oleh perusahaan yang secara penuh menjalankan usaha asuransi syariah, tetapi juga oleh divisi atau cabang syariah. Dari sisi akselerasi pertumbuhan usaha tentu hal ini mempercepat proses perkembangan usaha asuransi syariah, meskipun dilihat dari sisi persaingan usaha hal ini semakin memperketat kompetisi antara perusahaan asuransi yang ada. Di samping itu, kecenderungan warga memi-lih perusahaan asuransi juga turut menentukan per-kem bangan asuransi syariah. Asuransi selain di-pertimbangkan dari sisi prinsip operasionalnya juga dipertimbangkan dari sisi bisnisnya. Dari sisi prinsip opersional, asuransi syariah tentu merupakan alternatif yang patut dipertimbangkan. Sedangkan Herman Dar-mawi menyebutkan dari segi bisnis kecenderungan memilih perusahaan asuransi di antara pilihan pe-rusahaan yang tersedia, warga melakukannya 
Asuransi Syariah
72
dengan mempertimbangkan beberapa hal, yaitu:31 1. Kekuatan keuangan, yaitu menyangkut kemam-puan keuangan perusahaan untuk memenuhi janjinya jika keadaan meminta. Keamanan suatu perusahaan asuransi tergantung pada sejumlah variable, yaitu antara lain: c. Perbandingan surplus pemegang polis asuransi (yaitu modal tambah surplus termasuk cadangan darurat) terhadap utang;d. Volume bisnis asuransi; e. Sifat dan penilaian harta; f. Sifat dan penilaian kewajiban; g. Keuntungan dari operasi yang dilakukan; h. Kestabilan lini asuransi terjual; i. Metode penetapan harga; j. Kemampuan manajemen; k. Kebijaksanaan underwriting; l. Dukungan reasuransi dan lain-lain. 2. Analisis keuangan perusahaan asuransi, yaitu melihat ukuran yang menunjukkan kemampuan keuangan perusahaan asuransi yang dapat dilihat dari asset dan liabilitas, antara lain, rasio surplus pemegang polis dengan pasiva. Rasio surplus pemegang polis asuransi seharusnya lebih besar pada perusahaan asuransi yang volume bisnis pertangungannya lebih kecil karena dasar hukum bilangan besar (the law of large 31Herman Darmawi, Manajemen Asuransi, hlm. 219-225.

73
numbers) menyatakan bahwa pengalaman suatu bisnis yang bervolume kecil akan berfluktuasi lebih besar. Suatu perusahaan asuransi sebagian besar investasinya adalah saham, seharusnya mempunyai rasio surplus yang lebih tinggi daripada perusahaan asuransi yang investasinya pada sebagian besar surat-surat obligasi pemerintah. 3. Aset perusahaan asuransi, yaitu aset yang terutama berasal dari cadangan teknis yang berupa cadangan premi dan cadangan klaim, modal sendiri yang berasal dari pemegang saham dan surplus, dan disebabkan adanya laba yang ditahan. Berdasarkan laporan keuangannya dapat dilihat, apakah asuransinya mampu menghasilkan keuntungan. Keuntungan itu sendiri merupakan indiksi baik tidaknya kebijakansanaan 
underwriting.    4. Aspek teknis antara lain underwiter berupa tenaga-tenaga yang berkualitas yang dapat dilihat dari profil perusahaan yang memuat
underwriternya. Perlu juga dipastikan bahwa perusahaan asuransi mereasuransikan dirinya pada reasuransi kelas satu. Harga premi yang berkualitas juga menentukan kecenderunga warga menjatuhkan pilihan.   5. Aspek Pelayanan, hal ini tentu dapat dirasakan sendiri oleh peserta, apakah perusahaan asuransi sudah memberikan pelayanan yang mampu memberikan kepuasan yang tinggi terhadap nasabahnya.  
Asuransi Syariah
74

75
BAB III 
PROFIL DAN PRODUK 
PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH
DI negara kita 
A. Data Perusahaan Asuransi Syariah 
Nasional Berdasarkan data dari OJK, sampai dengan tahun 2014 terdapat 45 perusahaan asuransi dan reasuransi syariah di negara kita. Rinciannya, 3 perusahaan full asuransi jiwa syariah, 2 asuransi kerugian syariah, 17 unit asuransi jiwa syariah, 22 asuransi umum syariah, dan 3 unit reasuransi syariah. Dibandingkan dari total asset, market share asuransi syariah masih sebesar 3.99% dari total industri asuransi nasional. Dari sisi premi, market share asuransi syariah baru sebesar 4.41% dibanding total premi asuransi nasional. Jika dibadingkan dengan GDP negara kita tahun 2012, maka penetrasi asuransi syariah masih kecil, hanya sebesar 0.8%.Data perusahaan asuransi jiwa syariah dapat dilihat berdasarkan tabel berikut ini.
 
Asuransi Syariah
76
No. Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah
1 PT Asuransi Takaful Keluarga
2 PT Asuransi Jiwa Syariah Al Amin
3 PT Asuransi Jiwa Syariah Amanah Giri ArthaDari tabel di atas dapat dilihat bahwa perusahaan asuransi jiwa syariah di negara kita terdiri dari 3 perusahaan asuransi jiwa syariah dan 17 perusahaan asuransi jiwa unit usaha syariah.Adapun data perusahaan asuransi jiwa unit usaha syariah di negara kita dapat dilihat berdasarkan tabel berikut ini.
No.
Perusahaan Asuransi 
Jiwa 
Unit Usaha Syariah
No.
Perusahaan Asuransi 
Jiwa
Unit Usaha Syariah1 PT BNI Life Insurance 10 PT Great Eastern Life negara kita2 PT Avrist Assurance 11 PT Tokio Marine Life Insurance negara kita3 PT Asuransi Allianz Life negara kita 12 PT Prudential Life Assurance
4 PT Asuransi Jiwa Bringin Jiwa Sejahtera (d/h Bringin Life) 13 PT AXA Mandiri Financial Services
5 PT Asuransi Jiwa Central Asia Raya (CAR) 14 PT Asuransi Jiwa Manulife negara kita6 PT Asuransi Jiwa Mega Life 15 PT Panin Life

77
7 Asuransi Jiwa Bersama Bumipitera 1912 16 PT AIA Financial8 PT Asuransi Jiwa Sinarmas MSIG 17 PT AXA Financial negara kita9 PT Sun Life Financial negara kitaPerusahaan Asuransi Umum syariah di negara kita terdiri dari 2 (dua) Perusahaan Perusahaan Asuransi Umum Syariah dan 22 Perusahaan Perusahaan Asuransi Umum Unit/Divisi Syariah. Data Perusahaan Asuransi Umum syariah di negara kita dapat dilihat pada tabel berikut.
No. Perusahaan Asuransi Umum Syariah1 PT Asuransi Takaful Umum2 PT Jaya Proteksi TakafulAdapun data asuransi umum unit usaha syariah dapat dilihat pada tabel berikut ini.
No. Perusahaan Asuransi Jiwa Unit Usaha Syariah No.
Perusahaan 
Asuransi Jiwa
Unit Usaha Syariah1 PT Asuransi Adira Dinamika 12 PT Asuransi Sinar Mas2 PT Asuransi Allianz Utama negara kita 13 PT Asuransi Tokio Marine negara kita3 PT Asuransi Astra Buana 14 PT Asuransi Tri Pakarta4 PT Asuransi Bangun Askrida 15 PT Asuransi Umum Mega5 PT Asuransi Bintang Tbk 16 PT Asuransi Staco Mandiri
Asuransi Syariah
78
6 PT Asuransi Bringin Sejahtera Artamakmur (BSAM) 17 PT Tugu Pratama negara kita7 PT Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967 18 PT AIG Insurance negara kita8 PT Asuransi Central Asia (ACA) 19 PT Asuransi Ekspor negara kita (Persero)9 PT Asuransi Jasindo Takaful 20 PT Asuransi Bina Dana Arta Tbk10 PT Asuransi Parolamas 21 PT Asuransi Pan Pacific11 PT Asuransi Ramayana Tbk 22 PT. Asuransi Wahana Tata TakafulData perusahaan reasuransi syariah berjumlah 3 perusahaan yang dapat dilihat pada tabel berikut.
No. Perusahaan Reasuransi Syariah1 PT Reasuransi International negara kita Divisi Khusus Syariah2 PT Reasuransi Nasional negara kita Divisi Syariah3 PT Maskapai Reasuransi negara kita Divisi Syariah

79
B. Profil Dan Produk Asuransi Syariah Yang 

Related Posts:

  • asuransi syariah 1  Latar Belakang  Krisis ekonomi dan moneter pada kurun waktu 1997-1998, serta krisis global tahun 2008 m… Read More