merger akusisi f

di tahun 1987, Ford membeli 
75% saham dari perusahaan mobil sport Aston Martin dan menyelesaikan 
sisanya sepenuhnya pada tahun 1993. Pada September 1989, Ford kembali 
bernegosiasi dengan Jaguar dan berulangkali menunjukkan keinginannya 
untuk mengakuisisi Jaguar secara utuh. Ford memberikan penawaran 
sebesar 2,55 milyar dolar dimana angka ini  sulit ditolak dan Jaguar 
segera menolak penawaran akuisisi dari GM.Jaguar hanya menjual setengah dari jumlah omset sebelum diambil 
alih oleh Ford yaitu 22.478 unit pada tahun 1992. Di tahun 1993, Ford 
memasang jalur perakitan baru di pabrik Browns Lane, Coventry sehingga 
Jaguar mulai meningkatkan kualitas dan relabilitas. Meskipun demikian, jumlah produksi tidak bisa mencapai level di tahun 1988 (49,500 unit). Hal 
ini berlangsung hingga tahun 1998 dan pada tahun 2003, Jaguar mampu 
meningkatkan penjualan hingga 120,570 unit. Pengembangan model S-Type 
dan X-Type sebesar 1.3 milyar dolar oleh Ford berhasil membuat nama 
Jaguar memimpin merek dagang pada abad 21. 
S-Type yang diluncurkan tahun 1998 yaitu  model pertama 
yang dikembangkan dibawah kepengurusan Ford. Sebelum diakuisisi oleh 
Ford, 65% komponen-komponen Jaguar berasal dari Inggris. sedang 
sesudah diakuisisi oleh Ford, 45% komponennya berasal dari Ford, hal ini 
menunjukkan saham yang dimiliki oleh Ford lebih besar (DTI/SMMT, 1999). 
S-Type juga melakukan platform sharing dengan sisters products yaitu Lincoln 
LS, Ford Thunderbird, dan Ford Mustang baru (untuk tahun 2005). Jaguar 
berhasil menjual 50,000 unit dalam setahun dan diprediksi akan meningkat 
hingga 85.000 (tahun 1999) dan 90.000 unit (tahun 2000). Mengantisipasi 
peluncuran X-Type, penjualan pada tahun 2002 diperkirakan akan meningkat 
pesat hingga 200.000 unit.
Pabrik Halewood milik Ford didirikan di Inggris tahun 1962 dan 
merakit unit terakhir dari Ford Escort pada Juni 2000. Pabrik ini  
mengalami perubahan secara besar-besaran agar mampu mendukung proses 
produksi dari X-Type. X-Type dijuluki “baby Jag” pada saat peluncurannya di 
Geneva Motor Show (tahun 2001). X-Type yaitu  produk pertama yang
memakai teknologi four wheel drive. X-Type juga melakukan platform 
sharing dengan Ford Mondeo yang dikenal lebih murah. Sejak diluncurkan, 
X-Type mengalami kesulitan dalam membangun quality issues (RichardCarpenter, 2003). X-Type seharusnya mampu menarik perhatian pembeli 
dari kelas pengemudi muda dan mencapai omzet penjualan
Namun, pelanggan dengan kelompok umur tua menurunkan preferensinya 
ke mobil yang lebih murah sehingga persepsi Jaguar mobil untuk orang 
tua tidak dapat dihilangkan (Stones, 2004). Sebagai akibatnya, spesifi kasi 
bagus yang ditawarkan oleh X-Type tak mampu menarik perhatian pasar 
disebab kan persepsi dari masyarakat terhadap Jaguar.
Beberapa bulan kemudian, pusat pengembangan dan desain seluas 40 
hektar dibuka di Whitley, di mana tempat ini mampu menampung tambahan 
teknsi sebanyak 2,500 orang. Pada tahun 2002, perusahaan mengakui telah 
salah dalam mengestimasi jumlah penjualan dari X-Type 
Oleh sebab  itu, produksi utuk X-Type diperlambat selama September dan 
Oktober untuk menghabiskan stok yang belum terjual. X-Type keluaran 
tahun 2002 memiliki fi tur yang baru untuk product range seperti body sedan 
yang baru. Komponen tipe XJ yang baru dibuat dari bahan aluminium 
sehingga memiliki sasis yang ringan dan kuat. S-Type R yaitu  salah 
satu sedan yang produksi masal paling hebat di dunia dimana dilengkapi 
dengan spesifi kasi mesin 4.2 liter eight-cylinder turbocharged yang mampu 
berakselerasi dari 0-60 mph dalam 5.3 detik.
Pada tahun 2001, sesudah diakuisisi oleh Ford penjualan Jaguar naik 
50.000 unit menjadi 130.000 unit. Perubahan utama dalam penjualan tercapai 
saat pengenalan S-Type dan X-Type dimana terjadi ketertarikan publik 
terhadap Jaguar. Akan tetapi, jika dilihat secara logika, penjualan yang naik 
tiga kali lipat mampu mengurangi keistimewaan dan eksklusivitas dari 
merek itu sendiri. 
Jaguar memiliki fasilitas yang terletak di Castle Bromwich di 
Birmingham (produksi S-Type), Whitley di Conventry (teknisi), Halewood 
di Merseyside (produksi X-Type), dan Brown Lane di Conventry (produksi 
limousine XJ dan XK sport coupe). Beberapa mesin diproduksi di Bridgend – 
South Wales. Produk Jaguar dipasarkan dilebih dari 70 negara dengan pasar 
yang paling penting yaitu  Amerika Serikat dan penjualan local di Inggris. Tahun 2004 menjadi tahun yang berwarna dan kristis bagi Jaguar. 
Dua mesin diesel dari Peugeot dipakai  dalam X-Type (4-silinder) dan 
S-Type (6-silinder). Ford menyerahkan pengembangan mesinnya ke tempat 
lain disebab kan tren mesin diesel menjadi terkenal sehingga jenis mesin ini 
mampu menarik perhatian banyak pembeli. 
Dalam rangka memperluas penjualan X-Type, Jaguar memperkenalkan 
satu-satunya Station Wagon tahun 2004. Pada dasarnya, kendaraan ini tidak 
ditargetkan untuk pasar Amerikat Serikat namun penjualan X-Type lebih 
rendah dari perkiraan. X-Type sports wagon diluncurkan pada Oktober 2004. 
S-Type mendapatkan peningkatan interior dengan kap mesin yang terbuat 
dari aluminium, interior yang mewah dan sistem suspensi yang baru 
Pada kuartal kedua, Ford mengalami kerugian sebesar 362 juta dolar 
untuk Premier Automotive Group (Jaguar, Land Rover, Volvo, dan Aston 
Martin) dimana Jaguar mengalami kerugian sebesar 178 juta dolar. Pada 
September, Ford mengumumkan rencana restrukturisasi sebesar 450 juta 
dolar untuk Jaguar, serta penutupan pabrik Coventry. Sebanyak 400 pekerja 
diberhentikan akibat penurunan produksi di Castle Bromwich. Sebanyak 
750 pekerja kantoran juga akan kehilangan pekerjaannya di Conventry ato
bagian perusahaan lainnya. Sebanyak 300 pekerjaan akan dipindah ke pabrik 
Aston Martin di Gaydon. Kantor pusat Jaguar dan pemroduksi lapisan 
kayu (310 karyawan) akan tetap di Browns Lane. Derek Simpson (general 
secretary dari perkumpulan buruh Amicus) menyatakan bahwa keputusan 
Ford mampu membunuh Jaguar (BBC, 2004). Ford juga mempertimbangkan 
untuk penutupan pabrik Land Rover di Solihull. Selain itu, beberapa ahli 
menyarankan Jaguar untuk membuat satu pabrik yang berpotensi di luar 
Inggris 
Stadium Conventry sedang dalam proses pembangunan akan diberi 
anam Jaguar Arena sebab  perusahaan memberikan dana sponsor sebesar 7 
juta poundsterling. Akan tetapi, sesudah mengumumkan penutupan pabrik 
di sana, Jaguar menarik diri dari perjanjian dan meninggalkan kesan yang 
jelek terhadap masyarakat. Restrukturisasi Ford termasuk keluarnya Jaguar 
dari kejuaran Formula One sesudah balapan terakhir pada tahun 2004 yang 
menempati urutan ketujuh. Meskipun demikian, keikutsertaan Jaguar 
dalam Formula One dilihat oleh beberapa pembeli sebagai faktor utama 
dalam menciptakan merek Jaguar sebagai simbol performa dan keunggulan 
teknologi.Jaguar menghabiskan dana Ford lebih dari 
6 miliar dolar untuk pembelian, investasi, pinjaman dan total kerugian. 
Peningkatan penjualan menunjukkan penurunan pasar dari X-Type dimana 
hal ini dipercaya sebagai unsur perusak brand value tanpa memperhatikan 
peningkatan penjualan potensial jangka panjang (). S-Type dan 
X-Type menjadi kendaraan yang tidak dapat diandalkan di pasar () tapi mampu menampilkan performa yang bagus di beberapa kualitas. 
Sejak 2001, temuan dari J.D. Power () menyatakan bahwa berdasarkan 
initial quality, Jaguar mampu masuk dalam tiga besar merek yang dijual di 
Amerika Serikat selain Lexus dan Cadillac.
Pada awal April, Ford mengalami kerugian sebesar 362 juta dolar 
untuk Premier Automotive Group (Jaguar, Land Rover, Volvo, dan Aston 
Martin) dimana Jaguar sendiri mengalami kerugian setengah dari total 
kerugian yaitu 178 juta dolar. Ford mengumumkan rencana restrukturisasi 
sebesar 450 juta dolar untuk Jaguar, serta menampilkan penutupan pabrik 
Coventry. Beberapa pekerja akan dipindahkan dan juga akan ada yang 
dipecat, sedang kantor pusat Jaguar tetap berada di Browns Lane. ), keputusan Ford 
ini akan menghancurkan Jaguar, Ford juga dianggap menutup pabrik Land 
Rover dan beberapa pakar industri menyarankan bahwa Jaguar harus 
dilakukan pada satu tempat yang berpotensi di luar UK. Restrukturisasi 
Ford termasuk keluarnya Jaguar dari kejuaran Formula One sesudah balapan 
terakhir pada tahun 2004 yang menempati urutan ketujuh. Meskipun 
demikian, keikutsertaan Jaguar dalam Formula One dilihat oleh beberapa 
pembeli sebagai faktor utama dalam menciptakan merek Jaguar sebagai 
simbol performa dan keunggulan teknologi.
Pada tanggal 26 Maret 2008, merek mewah Jaguar bersama dengan 
merek Land Rover telah dijual oleh Ford kepada Tata, sebuah perusahaan 
konglomerat India yang beberapa bulan sebelumnya baru meluncurkan 
mobil termurah di dunia. Tata membayar sebesar $2.3 miliar untuk 
kedua merek ini , dimana harga ini hanya setengah dari harga yang 
dibayar oleh Ford pada November 1989, yaitu $2.5 miliar, padahal Ford 
juga telah menginvestasi beberapa miliar dolar untuk Jaguar selama masa 
kepemilikannya. Jaguar, yang yaitu  merek terkenal di dunia dan 
yaitu  komponen utama dalam Ford’s Premiere Auto Group, telah 
gagal untuk menghasilkan keuntungan bagi Ford. Pada saat perjanjian 
serikat buruh Ford bermasalah dan semakin sengitnya persaingan asing 
pada pasar utamanya, yaitu AS, Ford terpaksa harus terus berinvestasi untuk 
Jaguar yang terus merugi. Pada tahun 2006, Ford telah mengeluarkan uang 
sebesar $12.6 miliar dan membutuhkan uang untuk mendanai rencananya 
dalam melakukan strategi turn around. Oleh sebab  itu, Ford menjual Jaguar 
dengan harga diskon.
 Analisa masalah
Meskipun Ford telah mengakuisisi Jaguar dan menghasilkan X-Type dan 
S-Type, pasar kendaraan di Inggris tetap menyambut baik kehadiran dua 
produk ini . seperti dikutip dalam Fetscherin dan Toncar (2010). 
Country of origin memiliki makna simbolis dan emosional bagi konsumen 
dan dapat menghubungkan kepada perasaan akan identitas nasional. bahwa brands dari negara dengan citra 
yang baik lebih mudah diterima dibandingkan dengan brands dari negara dengan citra yang kurang baik. Mungkin tidak semua pasar kendaraan di 
dunia mengetahui produk S-Type yang yaitu  hasil akuisisi antara 
Ford dan Jguar, namun angka penjualan dari produk ini  mencapai 
angka yang fantastis. Hal ini disebabkan, pasar mobil di dunia yang masih 
belum mengenal Jaguar akan melihat Inggris sebagai country of origin dimana 
Inggris dikenal sebagai negara dengan citra yang baik.
Inggris sebagai negara yang memiliki citra yang baik menghasilkan 
brand Jaguar yang memiliki kemewahan dan performa yang baik sehingga 
popularitas dari Jaguar mampu membuat brand loyalty. Persepsi konsumen 
akan kualitas dan keputusan pembelian cenderung tidak hanya dipengaruhi 
oleh nama brand tetapi juga oleh dimana produk-produk diproduksi atau 
dirakit. Country of manufacturing juga dipakai  untuk menunjukkan bahwa 
lokasi produksi mempengaruhi persepsi konsumen akan kualitas produk. 
Dalam masalah ini, manajemen Ford dapat dikatakan cerdas, sebab  sesudah 
mengakuisisi Jaguar Ford tetap membangun pabrik-pabrik di tanah Inggris. 
Hal ini disebab kan, Jaguar sebelum diakuisisi telah dikenal yaitu  
produk dari negara Inggris yang memiliki brand image sebagai merek 
dengan kemewahan dan performa yang bagus. menyatakan bahwa brands yaitu  obyek yang 
tidak bernyawa namun konsumen seringkali memandang brands, pada 
dasarnya, seperti memiliki karakteristik manusia sehingga menciptakan 
brand personality. Temuan ilmiah ini diperkuat dengan fakta bahwa Jaguar 
yaitu  brand ikonik di tanah Inggris dan meraih status sebagai brand as 
personality di Amerika Serikat sejak akuisisinya dengan Ford.
orang yang memakai mobil Jaguar cenderung yaitu  pria 
kelas atas yang sudah berumur. Štrach dan Everett (2006) juga mengutip 
bahwa konsumen yang lebih tua cenderung kurang mencari informasi 
sebelum mereka melakukan pembelian ,
sehingga hal ini membuat mereka lebih terpengaruh pada pertimbangan 
brand heritage tradisional (). Pada akhirnya, konsumen yang 
tergolong tua ini  akan lebih mudah dipengaruhi oleh brand repositioning
strategik suatu merek. sebab  profi l konsumen mobil Jaguar termasuk dalam golongan konsumen yang dimaksud dalam 
penelitian diatas, maka manajemen Jaguar harus lebih memperhatikan 
pentingnya brand heritage Jaguar pada kesuksesan mereknya. Namun, 
kelihatannya manajemen Jaguar kurang menyadari bahwa tindakan yang 
dilakukannya telah mengabaikan brand heritage yang telah dibangunnya 
selama beberapa dekade. Dengan adanya platform dan parts sharing antara 
mobil Jaguar dengan Ford, hal ini memicu brand heritage Jaguar 
menjadi kurang diperhatikan. Kepercayaan konsumen atau pembeli kepada 
Jaguar menjadi menurun sebab  mereka melihat bahwa komponen mobil 
Jaguar sudah bercampur dengan komponen mobil Ford. Apalagi, sejak 
didirikan nama Jaguar sudah terkenal dengan performa yang tinggi sebab  
sering memenangkan pertandingan mulai tahun 1930-an, yaitu di Le Mans 
tujuh kali, di Monte Carlo Rally dua kali, dan di acara-acara lainnya yang tak 
terhitung. Oleh sebab  itu, platform dan parts sharing ini akan memicu 
merek Jaguar dipandang tidak eksklusif dan tidak autentik lagi, padahal 
eksklusif dan autentik yaitu  salah satu atribut atau dimensi dari 
merek mewah menurut beberapa peneliti. Jaguar dikatakan menjadi tidak 
eksklusif lagi sebab  komponen mobil jaguar juga dipakai  pada mobil 
Ford, serta tidak autentik lagi sebab  komponen mobil Jaguar sudah bukan 
murni dari Jaguar.
Platform dan parts sharing yang dilakukan secara ekonomis ini  
akan berdampak pada menurunnya biaya produksi dan harga jual, sehingga 
keterjangkauan konsumen untuk mobil Jaguar pun menjadi meningkat. 
Hal ini dapat dilihat dari peningkatan penjualan mobil Jaguar dari 50,000 
mobil pada tahun 1998 menjadi 120,570 mobil pada tahun 2003. Namun, 
meningkatnya kemampuan konsumen dalam membeli mobil Jaguar ini 
memiliki dampak negatif pada keunikan dan sifat mencolok dari mobil 
Jaguar, sehingga menurunkan kesan mewah yang dimiliki. Perlu diingat 
bahwa keunikan dan sifat mencolok yaitu  dimensi produk merek 
mewah ,Akibatnya, strategi platform
dan parts sharing ini memicu terjadinya brand corrosion pada merek 
Jaguar.
Berdasarkan Theory of Conspicuous Consumption, menurunnya sifat 
mencolok yang dimiliki Jaguar akan berakibat orang-orang kaya kurang 
dapat menunjukkan status sosial mereka. Apabila makna sosial yang tercermin dalam merek Jaguar menurun, maka hal ini akan menurunkan 
status merek Jaguar sebagai merek mewah. Menurunnya makna sosial 
yang tercermin dalam suatu merek juga akan berakibat pada melemahnya 
hubungan emosional antara konsumen dengan merek Jaguar. Hubungan 
emosional yaitu  hal yang penting dalam mendefi nisikan merek 
mewah, dimana hal ini termasuk dalam dimensi “Affect”  Hubungan emosional yang kuat dapat dibangun dengan 
meningkatkan brand image suatu merek, namun apabila terjadi brand corrosion
seperti yang terjadi pada Jaguar, maka hubungan emosional antara Jaguar 
dengan konsumennya pun akan melemah.
Peningkatan kualitas yang dilakukan oleh Ford terhadap Jaguar 
memang dapat menjadi salah satu faktor kesuksesan dalam industri 
produk mewah z Namun satu faktor itu saja tidak cukup untuk 
mempertahankan posisi suatu merek mewah. sebab  konsumen produk 
mewah ada yang berfokus pada aspek tangible dan ada yang berfokus 
pada aspek intangible suatu produk. Peningkatan kualitas pada produk 
mewah harus dilakukan secara penuh, dimana kualitas material yang 
dipakai  harus superior dibandingkan produk yang biasa. Namun, Ford 
justru melakukan strategi platform dan parts sharing, yang memicu 
eksklusivitas merek Jaguar menjadi menurun, begitu pula dengan daya 
tarik emosionalnya. Oleh sebab  itu, di satu sisi Jaguar meningkatkan aspek 
tangible (kualitas) produknya, namun di sisi lain justru menurunkan aspek 
intangible (eksklusivitas dan daya tarik emosional) produknya.
Restrukturisasi yang dilakukan Ford dengan menarik Jaguar keluar 
dari kejuaraan Formula One membuat brand aura (CSF   mobil Jaguar yang memiliki keunggulan performa dan teknologi 
menjadi menurun. Padahal, dengan mengikuti kejuaraan Formula One ini, 
Jaguar sekaligus dapat melakukan experiential marketing terhadap mereknya. 
sebab  dalam experiential marketing, konsumen dipandang sebagai makhluk 
emosional yang ingin distimulasi, dihibur, diedukasi, dan ditantang oleh 
barang atau jasa yang mereka beli. 
Peningkatan kemampuan konsumen dalam membeli mobil 
Jaguar sebab  harga Jaguar yang lebih dapat dijangkau dibandingkan 
mobil mewah lainnya membuat mobil Jaguar menjadi banyak dimiliki orang (tidak eksklusif) dan sudah tidak bisa menunjukkan status sosial 
konsumen dengan kuat lagi. Usaha manajemen yang ingin meningkatkan 
aksesibilitas produknya, namun berakibat pada penurunan eksklusivitas 
atau nilai kemewahan produk ini termasuk dalam “luxury paradox”. Hal 
ini memicu keinginan (desirability) orang kaya untuk memiliki 
mobil Jaguar pun menjadi menurun sebab  salah satu motivasi konsumen 
melakukan konsumsi produk mewah yaitu  untuk menunjukkan status 
sosialnya dan menerima perilaku yang berbeda dari orang lain. Hal ini 
dapat dijelaskan berdasarkan dimensi sosial dari konsumsi produk mewah 
yang sesuai dengan konsep “luxury for others”.
Pengelolaan maupun pemasaran merek mewah tentunya berbeda 
dengan yang dilakukan oleh merek biasa lainnya. Oleh sebab  itu, Jaguar 
juga seharusnya harus meninggalkan praktik pemasaran tradisional 
seperti yang dipakai  oleh merek lainnya. Berdasarkan uraian mengenai 
kondisi Jaguar sesudah diakuisisi oleh Ford, dapat dilihat bahwa Jaguar 
masih memakai praktik pemasaran tradisional. Jaguar berusaha 
untuk meningkatkan penjualan mobilnya dengan meluncurkan mobil baru 
S-Type dan X-Type yang menarget masyarakat yang lebih luas.  merek mewah seharusnya bisa 
menahan permintaan konsumen. Usaha Jaguar untuk menarik masyarakat 
yang lebih luas ini  justru membuat nilai merek Jaguar menjadi menurun. 
Jaguar E-type mengalami penurunan kinerja dan estetikanya sesudah 
menambahkan dua kursi berukuran penuh untuk penumpang belakang. 
Hal ini disebabkan sebab  Jaguar memenuhi permintaan konsumennya 
yang justru membuat kemurnian desain mobil Jaguar menjadi hilang. 
Sebagai merek mewah, Jaguar seharusnya lebih mementingkan konsep 
asli produknya, dibandingkan berusaha untuk memenuhi permintaan 
konsumennya.
Banyak merek mewah yang memasarkan produk yang sebenarnya 
bukan yaitu  barang mewah. Trading-down extensions ini dilakukan 
untuk memanfaatkan nama merek mewah yang dipakai  dalam 
meningkatkan keuntungan perusahaan. Dalam hal ini, perusahaan 
melakukan classical marketing dengan menekankan efi siensi melalui metode 
yang diterapkan oleh mass products, yaitu segmentasi, memposisikan diri, 
pra-pengujian, survei keinginan dan ekspektasi konsumen, benchmarking, dan sebagainya. Extensions memakai teknik classical marketing yang 
dilakukan terhadap bisnis utama dari merek mewah terus bertumbuh, 
namun pendekatan ini tidak selalu berhasil. Jaguar yaitu  salah satu 
diantaranya. Jaguar tidak pernah mengalami untung, meskipun kualitas 
yang diberikan telah ditingkatkan oleh Ford, seperti yang dinyatakan oleh 
survei konsumen J.D. Power di Amerika Serikat. Untuk memasuki pasar 
produk mewah, untuk membangun suatu merek mewah yang sukses, dan 
untuk membuatnya tetap yaitu  merek mewah, suatu merek mewah 
harus meninggalkan pedoman classical marketing. Pemasar produk mewah 
yang sukses akan membalikkan praktik pemasaran tradisional untuk 
memperoleh keuntungan. 
Brand extensions tidak menjamin akan selalu sukses, bahkan untuk 
masalah tertentu brand extensions justru dapat merusak citra merek induk. 
Category brand extensions yang tidak sesuai dengan nilai merek induknya 
dapat membingungkan konsumen yang paling setia, sehingga memicu 
mereka untuk beralih ke merek yang memenuhi harapan mereka. Line 
brand extensions pun juga dapat membingungkan konsumen jika tidak 
sesuai dengan nilai-nilai merek induk. Hal inilah yang dialami oleh Jaguar 
saat  meluncurkan mobil Jaguar X-Type dan S-Type yang tidak mahal. 
Peluncuran ini dilakukan pada tahun 2002 untuk mendongkrak penjualan 
Jaguar menjadi 200,000 mobil per tahunnya, atau dengan kata lain Ford 
telah membuat merek Jaguar masuk ke dalam pasar mass-luxury. Penjualan 
Jaguar yang naik hampir tiga kali lipat dari 50,000 unit pada tahun 1998 
menjadi 130,000 unit pada tahun 2001 membuat merek Jaguar mengalami 
penurunan kekhasan (distinctiveness) dan eksklusivitas (exclusivity). Hal 
ini memicu konsumen memandang Jaguar yang murah ini tidak ada 
bedanya dengan Ford yang murah dengan ornamen kap mobil Jaguar, 
sehingga merusak reputasi merek dalam persepsi konsumen. Strategi massluxury yang timbul sebagai akibat bergabungnya dua merek dengan brand 
heritage yang berbeda ini, telah memberikan dampak negatif bagi brand 
heritage merek mewah, dimana dalam hal ini yaitu  Jaguar, yang pada 
akhirnya akan menimbulkan terjadinya brand corrosion. Penggabungan 
antara produk masal dengan produk eksklusif akan menghilangkan sifat 
eksklusif dari produk ini . Pada tahun 1960, merek Mark II (sedan 
terkecil yang diproduksi oleh Jaguar) dapat dijual dengan harga sepertiga dari harga sebuah Ferrari (sole model), sedang pada 2004, X-Type mampu 
dijual dengan harga kurang dari seperlima dari harga produk Ferrari yang 
paling mahal (Modena). Menurut Greyser (1999), seperti yang dikutip oleh 
Štrach dan Everett (2006), penurunan nilai sebuah merek melalui strategi 
penetapan harga yang lebih rendah akan berdampak pada terjadinya erosi 
citra merek ini  dan akan menurunkan potensi dari merek itu sendiri.
Menurut Aaker dan Keller (1990), seperti yang dikutip oleh Yeshin 
(2006), persepsi kesesuaian (fi t) antara produk baru dengan merek induk 
akan memperngaruhi tingkat acceptance konsumen terhadap produk baru 
ini . Ketidaksesuaian produk hasil extensions dengan merek mewah 
Jaguar ini memicu tingkat penerimaan (acceptance) konsumen terhadap 
produk ini  tidak dapat bertahan lama, meskipun sebenarnya Jaguar 
telah mengalami peningkatan kualitas yang banyak sejak diakuisisi Ford. 
Namun, persepsi konsumen akan harga Jaguar S-Type dan X-Type yang 
rendah menunjukkan mobil ini  tidak sesuai dengan image mewah atau 
brand personality Jaguar, memicu penurunan nilai dan status mewah 
dari merek Jaguar.
Tindakan Jaguar dalam melakukan extensions untuk mencapai 
konsumen yang lebih luas dengan memasang harga rendah ini tidak sesuai 
dengan praktik pemasaran yang seharusnya dilakukan oleh merek mewah. 
Merek mewah justru seharusnya berusaha untuk meningkatkan harga secara 
berkelanjutan untuk meningkatkan permintaan konsumen. Harga yang 
lebih mudah dijangkau oleh orang banyak juga membahayakan bagi image
merek mewah Jaguar. Merek mewah seharusnya menjaga distribusinya 
agar tetap eksklusif, sehingga keinginan konsumen untuk memiliki merek 
ini  menjadi meningkat. Semakin sulit perjuangan konsumen memiliki 
suatu produk dari merek tertentu, maka tingkat keinginan dan apresiasi 
konsumen terhadap produk merek ini  pun akan semakin meningkat. 
Dari sudut pandang Tata, mungkin akuisisinya atas Jaguar dapat 
dikatakan yaitu  akuisisi yang sukses sebab  dengan akuisisi ini 
Tata dapat meningkatkan penjualannya sekaligus memiliki akses ke pasar 
internasional, khususnya pasar Amerika Serikat. Namun, dari sudut 
pandang Jaguar, akuisisi ini dapat dikatakan gagal sebab  Ford mengalami 
kerugian yang besar saat menjual Jaguar kepada Tata. Kegagalan Ford dalam 
membangun kembali dan meningkatkan keuntungan Jaguar yaitu  hal yang menarik sebab  semua teknik manajemen industri yang modern telah 
diterapkan pada Jaguar, seperti re-engineering dan berfokus pada kualitas. 
Metode pemasaran yang modern juga telah diterapkan dalam pengelolaan 
merek Jaguar agar lebih kompetitif dan menarik lebih banyak konsumen. 
Dalam industri otomotif, ukuran mobil yaitu  faktor penentu dari 
profi tabilitas, dan Jaguar telah melakukan brand extensions untuk mencapai 
ukuran yang tepat. Penjualan Jaguar menurun dari 130,000 unit menjadi 
60,000 unit dalam lima tahun, meskipun telah melakukan metode pemasaran 
yang sudah dianggap baik atau mungkin juga justru sebab  metode 
pemasaran yang diterapkan kurang tepat.
Kegagalan akuisisi Jaguar oleh Ford ini mungkin dapat menjadi 
penjelas penelitian , seperti yang dikutip dalam Gaughan (2010), dimana perusahaan 
AS yang mengakuisisi perusahaan yang bukan dari AS mengalami return 
yang negatif dibandingkan akuisisi perusahaan AS oleh perusahaan yang 
bukan dari AS yang memperoleh return positif yang signifi kan. Moeller 
dan Schlingemann (2005) juga menemukan bahwa perusahaan-perusahaan 
AS yang mengakuisisi target cross-border mengalami return saham yang 
secara signifi kan lebih rendah dan perubahan kinerja operasi yang secara 
signifi kan lebih rendah dibandingkan perusahaan AS yang mengakuisisi 
target domestik.
Merger dan akuisisi yang dilakukan diharapkan dapat mendorong 
munculnya inovasi-inovasi yang akan meningkatkan nilai perusahaan. 
Namun, tidak semua merger dan akuisisi akan memiliki pengaruh positif 
bagi perusahaan, bahkan aktivitas ini  dapat memicu terjadinya 
penurunan nilai merek perusahaan, salah satu contohnya yaitu  akuisisi 
Jaguar oleh Ford. Jaguar yaitu  suatu merek mewah dalam industri 
otomatif yang pada tahun 1989 diakuisisi oleh Ford, yang termasuk dalam 
Detroit’s Big Three dan terkenal sebagai produsen otomotif besar untuk 
masal. Kombinasi antara dua brand heritage yang berbeda ini memicu 
timbulnya strategi Ford dalam mengubah Jaguar menjadi “accessible luxury” 
atau “mass-luxury”, dimana Ford berusaha untuk meningkatkan penjualan 
Jaguar dengan memperluas target konsumen. Strategi ini memicu Jaguar tidak lagi memiliki brand heritage dan brand personality yang sama 
seperti sebelumnya, sehingga pada akhirnya memicu terjadinya 
brand corrosion pada merek mewah Jaguar. Secara umum, faktor-faktor 
yang memicu terjadinya brand corrosion pada merek Jaguar ini yaitu  
sebagai berikut.
 Ford melakukan strategi platform sharing untuk Jaguar dan mobil Ford. 
Strategi ini memang dapat meningkatkan kualitas Jaguar, namun pada 
akhirnya tetap memicu citra merek Jaguar menjadi menurun. Hal 
ini disebabkan sebab  konsumen menjadi memiliki persepsi bahwa 
mobil Jaguar sudah tidak sama seperti dulu lagi atau sudah tidak 
autentik lagi. 
 Meluncurkan mobil Jaguar dengan harga yang rendah dibandingkan 
dengan mobil mewah lainnya untuk menarik minat konsumen yang lebih 
luas, sehingga dapat meningkatkan penjualan Jaguar. Meningkatnya 
kemampuan konsumen dalam menjangkau merek mewah akan 
menurunkan keunikan dan sifat mencolok dari merek mewah ini . 
Dampak sosial yang dirasakan konsumen kelas atas untuk mempertegas 
status sosialnya pun melemah sebab  mobil Jaguar sudah banyak 
dimiliki oleh orang, sehingga menurunkan nilai eksklusifnya. Hal 
ini memicu ketertarikan emosional konsumen terhadap merek 
ini  menjadi menurun. Dalam hal ini, Jaguar melakukan line brand 
extensions, yaitu Jaguar S-Type dan X-Type, dengan memasang harga 
yang lebih rendah.
Untuk meningkatkan kembali merek Jaguar dari brand corrosion yang 
dialami akibat diakuisisi oleh Ford, manajemen untuk merek Jaguar dapat 
mengatasinya dengan memperhatikan beberapa hal berikut ini (dalam 
konteks sebelum diakuisisi oleh Tata Motors).
 Untuk mempertahankan atau meningkatkan status mewah suatu 
merek, Jaguar harus memperhatikan brand heritage yang telah terbangun 
dalam mereknya. Jaguar harus berfokus untuk mempertahankan faktor 
autentisitas produknya, misalnya latar belakang sejarah, citra merek, 
dan kualitas, untuk meningkatkan makna mereknya di mata konsumen, 
yang pada akhirnya akan menguntungkan Jaguar. Peningkatan kualitas 
dan efi siensi biaya melalui platform dan part sharing dengan mobil Ford memang bagus, namun manajemen juga harus mempertimbangkan 
dampak jangka panjangnya apabila strategi ini dinilai konsumen tidak 
sesuai dengan brand heritage Jaguar yang telah ada. 
 Jaguar perlu mengembalikan orientasinya pada pasar industri mewah 
yang membatasi keterjangkauan konsumen dalam memperoleh produk 
Jaguar. Hal ini dilakukan untuk menciptakan kembali sifat mencolok 
merek Jaguar, sehingga merek Jaguar dapat mempertegas status sosial 
konsumen yang memilikinya sesuai Theory of Conspicuous Consumption.
 Mengelola atau memasarkan merek mewah harus berbeda dengan 
traditional marketing yang dilakukan oleh merek-merek lainnya, seperti 
yang disarankan oleh Kapferer dan Bastien (2009) sebagai berikut.
  Menegaskan brand identity dari Jaguar dengan tidak bergantung hal 
lainnya.
  Berusaha menjadi yang terbaik dalam keunggulan kompetitifnya 
sendiri, namun tidak perlu selalu berusaha menyamai merek lain.
  Memunculkan keunikan tertentu yang tidak dimiliki oleh merek 
lainnya, sehingga orang dapat mengenali mobil Jaguar tanpa harus 
melihat lambang Jaguar dahulu.
  Menahan permintaan konsumen dan membatasi distribusi mobil 
Jaguar. Pembatasan distribusi akan membuat merek Jaguar menjadi 
lebih eksklusif sehingga dapat meningkatkan keinginan konsumen 
untuk memiliki mobil Jaguar.
  Meningkatkan harga mobil Jaguar secara bertahap dengan diikuti 
peningkatan kualitas.
  Mengenalkan atau mengiklankan produk tidak hanya pada 
target pasar saja, namun kepada masyarakat yang lebih luas. Hal 
ini dilakukan untuk meningkatkan brand awareness masyarakat 
terhadap mobil, sehingga tidak hanya orang yang memiliki Jaguar 
yang mengetahui nilai mobil Jaguar.
  Kegiatan pemasaran yang dilakukan harus bisa menciptakan impian 
atau keinginan bagi seseorang untuk memiliki mobil Jaguar. 
 Jaguar harus berusaha membangun ikatan emosional antara konsumen 
dengan mereknya melalui penggunaan dan pengembangan metode 
branding yang tepat serta dengan memakai metode experiential 
marketing Jaguar dapat melakukan kolaborasi dengan produk merek mewah 
lainnya yang memiliki status yang sama untuk meningkatkan 
ketertarikan konsumen terhadap merek Jaguar. Hal ini telah dilakukan 
oleh Vertu Ti dengan Ferrari dalam mengeluarkan smartphone edisi 
terbatas dan Aston Martin dengan Jaeger-LeCoultre dalam meluncurkan 
koleksi jam tangan.
Daimler yaitu  perusahaan multinasional yang bergerak di bidang 
otomotif yang cukup sukses di dunia dengan divisi Mercedes-Benz, Daimler 
Truck, Mercedes-Benz Vans, Daimler Bus dan Daimler Financial Services.
Perusahaan ini berkantor pusat di Stuttgart, Baden-Württemberg, Jerman. 
Daimler Group yaitu  salah satu produsen terbesar mobil premium dan 
produsen kendaraan komersial terbesar di dunia dengan jangkauan global. 
Daimler Financial Services menyediakan pembiayaan, sewa guna usaha, 
manajemen armada, asuransi, investasi keuangan, kartu kredit, dan layanan 
mobilitas yang inovatif. Gottlieb Daimler dan Carl Benz yaitu  penemu 
mobil merek ini pada tahun 1886. Fokus perusahan ini yaitu  pada teknologi 
yang inovatif seperti pada mobil yang aman dan superior yang menarik bagi 
dan mempesona pelanggan. Daimler menjual kendaraan dan jasa di hampir 
semua negara di dunia dan memiliki fasilitas produksi di Eropa, Amerika 
Utara dan Selatan, Asia, dan Afrika hingga saat ini. 
Pada tahun 1998 sebagian besar perusahaan otomotif yang 
memproduksi mobil mewah telah melakukan merger ataupun akuisisi. 
Jumlah merk yang bersaing di segmen mobil mewah semakin meningkat 
sejak tahun 1980 yakni dari 9 perusahaan menjadi 19 perusahaan. MercedesBenz ingin memperluas pangsa pasar di luar dari pangsa pasarnya saat 
itu. Produksi mobil mewah mengalami overcapacity (pasar jenuh sebab  
permintaan lebih kecil). Biaya R&D Mercedes-Benz sangat besar, bahkan 
diatas rata-rata industri. 
 Sekilas Tentang Chrysler
Chrysler yaitu  merek klasik Amerika. Chrysler yaitu  perusahaan mobil Amerika Serikat yang didirikan pada tahun 1925 dan bermarkas 
di Auburn Hills, Michigan. Perusahaan ini secara umum menghasilkan berbagai kendaraan seperti sport maupun yang mewah. Perusahaan ini dimiliki sepenuhnya oleh Cerberus Capital Management sesudah Daimler AG sempat 
menjadi pemegang saham hingga April 2007. Pada 10 Juni 2009 Chrysler 
mengumumkan kebangkrutan dan kerjasama dengan Fiat. Chrysler merupakan sebuah merek yang mencerminkan kecerdasan Amerika yang ambisius. Pada intinya Chrysler yaitu  keunggulan kualitas, desain, keahlian, 
kinerja, efi siensi, inovasi dan teknologi yang semua pada harga yang sangat 
terjangkau.
Pada saat itu, tahun 1990-an Chrysler memiliki  obsesi untuk 
mewujudkan cost effectiveness sebab  pada saat itu kondisi permintaan di Asia 
menurun sehingga berdampak pada semua industri otomotif. Di samping 
itu kondisi perekonomian Amerika mengalami penurunan. Persaingan pada 
segment minivans dan sport utility vehicles (SUV) yang yaitu  segmen 
yang dikuasai oleh Chrysler menjadi semakin ketat sehingga posisi Chrysler 
saat itu melemah. Chrysler yaitu  perusahaan yang cepat mengadopsi 
perkembangan teknologi dan memiliki design mobil yang trendy serta 
fashionable sehingga Chrysler berpeluang untuk sukses di pasar. Hal ini juga 
menjadi salah satu pertimbangan Daimler dalam melakukan merger. 
 Tindakan Merger Daimler-Chrysler
Melihat kondisi industri otomotif secara global serta situasi yang dihadapi 
oleh Daimler dan Chrysler, CEO Daimler (Juergen Schrempp) bertemu CEO 
Chrysler (Bob Eaton) pada bulan Januari 1998 dan membahas kemungkinan 
dilakukannya merger. Sebelumnya pada tahun 1996, Schrempp memiliki 
gagasan untuk memiliki mitra dalam rangka menyesuaikan dengan kondisi 
pasar yang semakin mengglobal. Bob Eaton sangat responsif dengan 
proposal Daimler sebab  ada dua faktor dalam pemikirannya yaitu untuk 
meningkatkan kapasitas produksi mobil dan adanya krisis ekonomi di Asia 
yang mengurangi permintaan. Pertemuan ini berlangsung cepat dan dalam 
waktu 4 bulan, tepatnya tanggal 7 Mei 1998 perjanjian ini ditandatangani 
di London, kedua perusahaan mengumumkan merger yang melibatkan 
20-30 manajemen dari masing-masing perusahaan. Chrysler dan Daimler 
bernegoisasi dengan harga perusahaan sebesar $75 miliar.
Daimler dan Chyrsler memunculkan nama baru hasil merger tesebut 
yaitu Daimler-Chrysler. CEO dari kedua perusahaan ini mengumumkan 
kepada seluruh dewan, investor, pelanggan dan publik bahwa merger yang mereka lakukan yaitu  Merger of Equal. Tujuan dibandingkan  merger ini 
yaitu  untuk pertumbuhan dari kedua perusahaan ini mengingat mereka 
yaitu  perusahaan yang saling melengkapi. Daimler menguasai pasar 
Eropa dan Chrysler pasar Amerika Utara. sesudah merger tidak akan ada 
pemberhentian pegawai ataupun penjualan aset. Masing-masing merek 
akan terpisah. Tujuan dari tindakan merger yang dicapai kedua perusahan 
ini yaitu  sebagai berikut:
1. Menghemat biaya operasi dan meningkatkan keuntungan dari hasil 
sinergi. Daimler-Chrysler berharap dengan dilakukannya merger, 
perusahaan mampu menghemat biaya operasional hingga 1,4 milyar US 
dollar pada tahun pertama operasinya. 
2. Meraih pangsa pasar yang lebih luas. Daimler ingin melakukan ekspansi 
pasarnya hingga ke Amerika saat itu.
3. Mengurangi ancaman kompetitor. Dengan bergabungnya Daimler 
dan Chrysler maka diprediksik kekuatan kedua perusahaan ini  
akan semakin tak tergoyahkan dan ancaman dari kompetitor lebih bisa 
diatasi.
Motivasi dari tindakan merger ini diuraikan dalam tabel sebagai 
berikut:
No Faktor Alasan
1 Kelebihan 
kapasitas
Daimler-Chrysler yaitu  penggabungan dari 
industri yang sama, otomotif. Pasar Daimler telah 
matang dan melakukan merger dengan Chrysler 
yaitu  solusi untuk ekspansi. Kedua perusahaan 
ini  dianggap sangat cocok secara bersamasama dan merger memberikan kesempatan 
untuk memanfaatkan kekuatan masing-masing 
perusahaan dengan cara mengeksploitasi pasar baru 
sekaligus mengoptimalkan kapasistas produksi.
2 Kekuatan pasar Chrysler membuat mobil dengan harga yang dapat 
dijangkau dan truk ringan. Daimler membuat 
mobil mewah dengan merek Mercedes dan truk 
berat. Chrysler memiliki posisi di Amerika Utara 
dan lemah di Eropa Barat; sedang Daimler 
sebaliknya. Chrysler sangat mampu dalam hal desain 
dan pengembangan produk; Daimler memegang 
tangan dalam teknologi. Hal ini mampu menjadikan 
perpaduan yang sangat cocok.
3 Biaya sinergi Para manajer puncak dari dua perusahaan yang 
memperhatikan biaya substansial sinergi dalam merger 
(dalam pembelian, riset dan teknologi, infrastruktur, 
distribusi dan jasa keuangan). Berkat kekuatan dari 
tiap perusahaan di divisi yang berbeda (desain dan 
pengembangan produk dengan teknik dan teknologi), 
mereka dapat saling melengkapi dan menghemat 
biaya.
4 Penyusunan 
kembali lingkup 
kompetitif 
perusahaan
Penyatuan antara keduanya membantu Daimler 
mengurangi ketergantungannya pada pasar Amerika 
Utara dan dapat memperluas ke Eropa Barat dan juga 
membantu pendekatan Chrysler untuk pasar luar 
negeri.
5 Pembelajaran 
dan 
pengembangan 
kemampuan 
baru
Kedua perusahan mempelajari teknologi maupun 
ketrampilan yang dimiliki masing-masing perusahaan 
(desain produk dan pengembangan, rekayasa dan 
teknologi).
Kedua perusahaan memiliki kelebihan dan kekurangan serta 
karakteristik perusahaan masing-masing antara lain sebagai berikut:
Daimler Chrysler
Memiliki proses manajemen yang 
terdiri dari: planning, organizing, 
controlling
Proses manajemen dengan cara: 
setting goals, directing, monitoring 
implementation. Dikenal sebagai 
pengambil resiko (risk-taking)
Memiliki produk dengan persepsi di 
pasar teratas sebab  kualitas
Persepsi di pasar memiliki desain yang 
menarik (eye-catching) dengan harga 
kompetitif
Fokus terhadap mesin, desain, kualitas, 
dan layanan konsumen
Memproduksi secara masal dan 
memiliki harga produksi yang rendah
Dari kelebihan dan kelemahan serta karakteristik tabel di atas 
dapat dikatakan bahwa Daimler dan Chrysler saling melengkapi, namun 
juga dapat dikatakan tidak cocok mengingat proses manajemen yang 
berbeda. Proses manajemen yang berbeda ini yaitu  hasil dari budaya 
(culture) dan gaya kepemimpinan (leadership style) dalam masing-masing 
perusahaan. Seperti yang diketahui bahwa gaya kepemimpinan antara CEO 
Daimler (Jurgen Schrempp) dan Chrysler (Robert Eaton) sungguh berbeda, 
dimana Jurgen Schrempp memiliki gaya kepemimpinan transactional yaitu 
memiliki pemikiran yang kaku dan mempertahankan aturan yang sama. 
Sangat bertolak belakang dengan gaya kepemimpinan Bob Eaton yang 
transformasional yaitu meningkatkan motivasi, semangat, dan kinerja 
pekerja melalui berbagai mekanisme serta menginginkan perubahan yang 
secara positif. Gaya kemimpinan kedua CEO ini memiliki korelasi dengan 
budaya dalam perusahaan ini  di mana Amerika memiliki budaya yang 
berani mengambil resiko, sedang Eropa lebih untuk konservatif atau risk 
averse. Alhasil sering terjadi gesekan diantara kedua manajemen perusahaan 
ini saat  merger.
 Dampak Merger Daimler-Chrysler
Sebuah keputusan dari top level management sangat menentukan bagaimana 
sebuah organisasi dapat tetap melanjutkan kegiatan operasinya atau 
sebaliknya, harus gulung tikar (Michael & Ray, 2008). Merger of Equal yang 
dijalani Daimler dan Chrysler memiliki tujuan yang baik dan dipandang oleh 
dunia otomotif sebagai perpaduan yang sangat tepat. Namun, seringkali 
kedua manajemen dari perusahaan kurang jeli dalam melihat lebih dalam 
apakah tindakan merger ini dapat berlangsung dengan baik atau justru 
membawa pada kehancuran. Mercedes Car Group menjadi sebuah divisi 
khusus Daimler-Chrysler dan bertanggung jawab untuk produksi dan 
pemasaran Mercedes-Benz, Maybach, dan merek Smart. sedang 
Chrysler Group menangani Chrysler, Dodge, Plymouth, dan Jeep (Plymouth 
dihentikan pada akhir tahun 2000). Daimler-Chrysler melaporkan kerugian 
pertama kalinya sebab  buruknya kinerja divisi Chrysler pada tahun 2001. 
Dalam akhir cerita merger yang terjadi, Daimler-Chrysler mengumumkan 
salah satu rencana terbesarnya yaitu restrukturisasi yang pernah dilakukan 
oleh setiap perusahaan. Sebanyak 26.000 karyawan “dirampingkan” dan 
enam pabrik ditutup di Amerika. Ada desas-desus bahwa perusahaan 
mungkin dipecah menjadi bagian-bagian kecil dan lalu dijual (Hickey, 
2001). 
Daimler dan Chrysler memiliki segmentasi pasar yang berbeda, dimana 
Daimler memiliki segmen kelas atas di pasar internasional dan Chrysler 
memiliki target pada kelas menengah di pasar Amerika Serikat tepatnya

di Amerika Utara. Fakta yang terjadi yaitu  terjadi pertukaran part mobil 
yang justru membuat kualitas Mercedes-Benz tidak sesuai harapan pasar. 
Akibatnya dari tahun ke tahun ekspetasi pasar turun yang memicu 
nilai merek Mercedes turun (brand corrosion). Tabel berikut membuktikan 
turunnya nilai merek Mercedes dari tahun sejak merger, 1998 sampai 2005.
Tabel K2.1 perkembangan nilai merek marcedes setiap jenis. 
Model 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
C-Class **** **** **** *** *** **** *** ***
E-Class ***** **** ***** ***** ***** ** *** ****
S-Class ***** ***** ***** ***** **** *** ** ***
M-Class **** **** **** *** ** *** **** **
Total *s 18 17 18 16 15 12 12 12
*s above minium possiblea 10 9 10 8 7 4 4 4
sumber: J.D. Power Consumer Center, 2005
K2.5 Kesimpulan
Industri luxury automobile brands (mobil mewah) memiliki posisi khusus 
didalam persepsi masyarakat secara umum sebab  kualitas dan harga. Tidak 
heran banyak orang berusaha untuk mendapatkan mobil mewah dan hal ini 
menjadi sebuah gaya hidup (life style). Produsen mobil mewah yang sangat 
beragam berusaha untuk dapat memenuhi ekspetasi permintaan pasar. Oleh 
sebab  itu banyak strategi yang diimplementasikan oleh perusahaan untuk 
dapat bersaing, salah satunya yaitu merger maupun akuisisi. Mercedes Benz 
yaitu  salah satu produsen mobil mewah yang berdomisili di Eropa 
melakukan strategi merger dengan salah satu produsen mobil di Amerika 
yaitu Chrysler dan lalu membentuk Daimler-Chrysler. Proses 
integrasi yang memakan waktu lama ternyata hanya bertahan 4 tahun. Pada 
tahun 2007, 98% pemegang saham Daimler-Chrysler setuju untuk menjual 
Chrysler Group ke Cerberus Capital Management L.P sebesar 80.1% dan 
hanya menyisakan kepemilikan 19.9%. Chrysler Group sekarang berganti 
nama menjadi Chrysler LLC, Daimler-Chrysler berganti nama menjadi 
Daimler AG. Strategi ini kurang berhasil sebab  kedua perusahaan ini tidak 
mampu memenuhi ekspetasi pasar. Hal ini terjadi sebab  beberapa faktor, 
antara lain:
1. Perbedaan segmen pasar. Daimler Chrysler yaitu  produsen mobil 
dengan segmen menengah, sedang Mercedes Benz memiliki target 
segmen kelas atas. Hal ini memicu terjadinya brand corrosion, 
dimana nilai (value) merek Mercedes Benz (intangible asset) sebagai 
produsen mobil mewah menjadi turun di mata masyarakat dunia.
2. Cost-saving yang tidak tercapai. Produk mobil yang dihasilkan dari 
penggabungan dua usaha ini tidak dapat memenuhi ekspektasi pasar 
disebab kan mesin pada mobil Chrsyler yang memiliki kualitas tidak 
sebagus milik Daimler dan spare-part merek Mercedes Benz (Daimler) 
dipakai  pada bagian mobil Chrsyler untuk meningkatkan penjualan. 
Akhirnya, pasar kecewa dengan kualitas mobil yang diproduksi dan 
untuk mobil buatan Chrysler menjadi lebih mahal akibat part dari 
Daimler.
3. Terjadinya perbedaan budaya antara Amerika (Chrysler) dan Eropa 
(Daimler). Budaya Eropa dikenal lebih konservatif. Perusahaan Eropa 
lebih risk averse, struktur organisasinya hirarki dan lebih enggan 
menerima perubahan. Berbeda dengan gaya Amerika yang lebih liberal, 
risk taker, suka menerima perubahan serta agresif. Latar belakang 
budaya yang berbeda membuat proses integrasi merger lebih sukar 
dan Daimler-Chrysler membutuhkan waktu yang lama hingga proses 
integrasinya tercapai namun dengan hasil yang tidak memuaskan. 
Mereka telah beradaptasi dengan budaya baru hasil dari culture blending
yang kelihatan lebih American dari luar, namun pegawai di dalam 
perusahaan meyakini bahwa perusahaan Daimler-Chrysler sebenarnya 
lebih seperti sebuah perusahaan Jeman.
4. Perbedaan gaya kepemimpinan. Kedua CEO memiliki gaya kemimpinan 
yang berbeda dimana CEO Daimler dengan transactional leadership style 
yaitu memiliki pemikiran yang kaku dan mempertahankan aturan yang 
sama. sedang CEO Chrysler dengan transformational leadership style
yang meningkatkan motivasi, semangat, dan kinerja pekerja melalui 
berbagai mekanisme serta menginginkan perubahan yang secara positif. 
Sehingga elaborasi di antara kedua manajemen ini kurang kuat. Hal ini 
semakin diperburuk dengan kepemimpinan di dalam Daimler-Chrysler 
yang ternyata tidak melebur, artinya tidak ada pemimpin puncak di 
dalam organisasi ini. Chrysler tetap memiliki CEO sendiri, begitu juga 
dengan DaimlerKesimpulan secara keseluruhan yaitu  Perusahaan Daimler-Chrysler 
tidak dapat mengatasi kendala saat proses integrasi. Segmentasi pasar yang 
berbeda juga membuat proses integrasi tidak dapat berjalan dengan baik, 
dimana Daimler lebih berfokus ke segmen pasar kelas atas dan Chrysler 
lebih ke segmen pasar ke kelas menengah. Dampak dari lamanya mereka 
melakukan proses integrasi juga membuat perusahaan Daimler-Chrysler 
memerlukan biaya yang besar. Selain itu kurangnya kesepakatan antara 
kedua belah pihak tentang komitmen perusahaan yang mereka jalankan 
kedepan dan menentukan arah kepemimpinan perusahaan. 
Strategi perusahaan dalam melakukan tindakan merger atau akusisi 
tidaklah salah apabila dalam perencanaannya sudah dipikirkan secara 
matang. Integrasi sesungguhnya telah ditentukan pada saat penentuan 
strategi perusahaan. Dimana dalam strategi ini , telah dinyatakan 
bahwa merger atau akuisisi yaitu  sarana untuk mencapai kesuksesan 
bagi perusahaan. Perusahaan yang telah menentukan starategi dengan 
baik, akan menyatakan bahwa akuisisi atau merger yaitu  suatu cara 
yang bisa diambil untuk menjalankan strategi yang telah direncanakan. 
Proses selanjutnya yang perlu dilakukan oleh pengambil keputusan yaitu  
melihat secara mendalam (due diligence) baik faktor keuangan maupun nonkeuangan (budaya) agar dilalu hari tidak terjadi gesekan yang justru 
memicu mimpi buruk dari strategi yang sudah terlanjur diterapkan 
ini.


 enam penelitian pilihan 
terkait dengan merger dan akuisisi. Pembahasan rangkuman 
penelitian akan dilakukan dengan sistematika latar belakang, 
hipotesis termasuk pembahasan, diakhiri dengan kesimpulan dan saran.
 
Latar belakang dari penelitian ini yaitu  ada beberapa pendapat dari 
peneliti sebelumnya, apakah proses akuisisi yang dialami oleh perusahaan 
sebelumnya akan mempengaruhi proses akuisisi yang akan dijalani. 
Beberapa peneliti menemukan bahwa perusahaan mengembangkan proses 
akuisisi dengan cara mentransfer pengalaman akuisisi sebelumnya ke dalam akuisisi yang mereka lakukan saat ini 
Dan memang ditemukan bahwa perusahaan yang berpengalaman dalam 
akuisisi akan lebih sukses dalam proses akuisisi berikutnya. Namun 
beberapa peneliti lain berpendapat bahwa keberhasilan akuisisi sebenarnya 
tergantung apakah akuisisi baru mirip dengan akuisisi sebelumnya dan 
apakah rutinitas akuisisi sebelumnya dapat diaplikasikan pada akuisisi 
baru. Selaras dengan pendapat ini , banyak peneliti tidak menemukan 
hubungan positif yang signifi kan antara pengalaman akusisi masa lalu 
dengan kinerja perusahaan 
Selain itu banyak penelitian yang menunjukkan bagaimana tim 
manajemen puncak mempengaruhi perilaku akuisisi dan memiliki pengaruh 
penting pada keputusan akuisisi. Bahkan ada penelitian yang berfokus pada 
bagaimana tim manajemen puncak memfasilitasi pembelajaran akuisisi 
sebelumnya dalam rangka mengembangkan akuisisi baru. Namun tidak ada 
studi yang membahas apakah para tim manajemen puncak ini  belajar 
dari pengalaman akuisisi sebelumnya dan bagaimana pengalaman ini  
ditransfer dari akuisisi sebelumnya ke akuisisi baru. 
Oleh sebab  itu peneliti ini mengembangkan hipotesis tentang 
bagaimana tim manajemen puncak sebuah perusahaan belajar dari 
pengalaman akuisisi serta bagaimana komposisi tim sangat penting 
sehingga mempengaruhi frekuensi dan keberhasilan akuisisi. Peneliti fokus 
pada keragaman tim manajemen puncak dan berargumen bahwa tim yang 
heterogen lebih memperoleh manfaat pengalaman akuisisi dan lebih sukses 
dalam akuisisi mereka dibandingkan dengan yang homogen.
Penelitian ini membahas lebih jauh tentang hubungan antara pengalaman 
akuisisi manajemen puncak dengan “keberhasilan” dan “frekuensi akuisisi”. 
Keberhasilan dan frekuensi akuisisi yaitu  dua indikator efektivitas tim 
manajemen puncak dalam mentransfer keterampilan akuisisi sebelumnya ke 
akuisisi baru. Peneliti membangun keberagaman literatur yang berpendapat 
bahwa tim manajemen yang beragam lebih memungkingkan untuk berbagi 
pengalaman dan memiliki perdebatan yang komprehensif tentang akuisisi terakhir mereka (Phillips et al., 2004). Mereka akan menghabiskan lebih 
banyak waktu dalam memutuskan keterampilan dan rutinitas mana yanglayak ditransfer dari satu akuisisi ke akuisisi lain. Peneliti menguji hipotesisnya dengan mengambil sampel atas perusahaan yang melakukan akuisisi 
internasional dan memiliki beragam budaya, hukum serta peraturan yang 
biasanya dianggap remeh.
ada penelitian merger akuisisi terdahulu yang mengacu pada 
“teori transfer” yang menunjukkan bahwa mentransfer keterampilan yang 
dipelajari dari satu situasi untuk diaplikasikan ke masa depan sangat 
produktif jika situasi ini  serupa atau berulang ,
Sebaliknya, mentransfer keterampilan yang dipelajari tanpa adaptasi dapat 
membahayakan dan berakibat buruk. Sehingga hendaknya harus ada 
pemahaman dan pembelajaran mengenai situasi sebelumnya agar dapat 
disesuaikan dengan situasi yang baru.
Selain memiliki dampak pada kesuksesan akuisisi, pengalaman 
akuisisi juga mempengaruhi frekuensi akuisisi yang dilakukan suatu 
perusahaan. Peneliti memperkirakan bahwa tim manajemen puncak yang 
berpengalaman tidak hanya belajar kapan dan bagaimana mentransfer 
pengalaman ini  namun juga dapat melakukannya dengan lebih efi sien. 
Tim manajemen puncak butuh melakukan usaha kognitif dalam bentuk 
pengolahan informasi dalam pengambilan keputusan mengenai akuisisi. 
Haspeslaghdan Jemison (1991) mengamati bahwa kemampuan akuisisi yang 
hendak dipelajari meliputi keterampilan untuk mengidentifi kasi target yang 
sesuai, menegosiasikan kesepakatan, dan mengelola proses integrasi. Active
acquirers atau perusahaan yang melakukan akuisisi secara aktif akan lebih 
mampu menangani akusisi dalam jumlah besar sebab  mereka telah belajar 
dari pengalaman sebelumnya (Laamanen dan Keil, 2008). Contohnya seperti 
Cisco dan GE di mana keduanya melakukan akuisisi secara reguler dan 
memiliki track record merger akuisisi yang bagus dan telah mengembangkan 
proses seleksi target dan integrasi bisnis yang mereka akuisisi.
Berdasarkan teori yang telah diuraikan di atas, penelitian ini 
menyimpulkan dugaan sementara pertama yaitu:
Hipotesis H1a : ada hubungan positif antara pengalaman akuisisi tim 
manajemen puncak masa lalu dengan kesuksesan akuisisi.
Hipotesis H1b : ada hubungan positif antara pengalaman akuisisi 
tim manajemen puncak dengan jumlah akuisisi yang 
dilakukan tiap tahun.Berdasarkan perspektif pengambilan keputusan, keragaman tim 
yaitu  faktor kunci dalam meningkatkan elaborasi informasi dengan 
cara bertukar, membahas serta menyatukan ide-ide, pengetahuan dan 
wawasan yang relevan dengan tugas mereka. Menurut Van Knippenberg 
(2004) keberadaan perspektif yang beragam dalam kelompok kerja dapat 
meningkatkan pembelajaran dalam kelompok ini . sebab  tim yang 
beragam mengakumulasi pengalaman mereka dari waktu ke waktu, 
diskusi dan tambahan pengetahuan yang mereka peroleh dari tim lain akan 
mengantar mereka menuju proses akuisisi yang lebih komprehensif. Oleh 
sebab  itu peneliti memperkirakan bahwa seiring dengan peningkatan 
keberagaman tim manajemen puncak, mereka akan semakin mampu 
mentransfer pengalaman dan keahlian akuisisi mereka satu sama lain. 
Peneliti mengembangkan hipotesis dari dua tipe keragaman yaitu 
keragaman masa jabatan dan keragaman pengetahuan (latarbelakang 
pendidikan). Kedua tipe ini dapat meningkatkan pembelajaran dan 
kemampuan tim dalam mengelaborasi informasi, pandangan, dan 
keahlian serta memberi dan menerima masukan satu sama lain  Manajemen dengan masa jabatan tinggi akan memberi 
pengalaman bagaimana akuisisi yang baik dan tantangan apa yang telah 
dihadapi. sedang manajemen dengan masa jabatan rendah akan berbagi 
pengetahuan yang diperoleh dari koneksi lain maupun organsasi level 
bawah. Keragaman pengetahuan menimbulkan perbedaan pandangan dan 
cara mengevaluasi potensi suatu investasi misalnya seorang insinyur fokus 
pada aspek pembangunan akuisisi sedang pengacara fokus pada aspek 
hukum  ,Berdasarkan teori ini  penelitian 
ini menyimpulkan hipotesis kedua yaitu: 
Hipotesis 2a : Keragaman masa jabatan tim manajemen puncak 
memoderasi secara positif hubungan antara pengalaman 
akuisisi manajemen puncak dengan kesuksesan akuisisi
Hipotesis 2b : Keragaman pendidikan tim manajamen puncak 
memoderasi secara positif hubungan antara pengalaman 
akuisisi manajemen puncak dengan kesuksesan akuisisi.
Tim manajemen puncak yang homogen secara masa jabatan maupun 
pendidikan akan memiliki perspektif yang tidak jauh berbeda dan memiliki 
interpretasi yang mirip mengenai pengalaman akuisisi masa lalu. Hal terse-but membuat mereka mudah setuju akan pendapat satu sama lain sehingga 
meningkatkan frekuensi akusisi setiap tahun. sedang tim manajemen 
puncak yang beragam memiliki pemikiran dan pandangan proses akuisisi 
satu sama lain sehingga mereka akan mendiskusikan pilihan-pilihan mereka secara lebih intensif. Mereka juga akan mencari sumber informasi dari 
luar tim untuk menyelesaikan perdebatan mereka. Hal ini tentu akan memakan waktu lama dalam menyetujui usulan mengenai proses akuisisi mereka (Wiersema dan Bantel, 1992). Sehingga peneliti menyimpulkan hipotesis 
ketiga yaitu:
Hipotesis 3a : Keragaman masa jabatan tim manajemen puncak akan 
memoderasi secara negatif hubungan antara pengalaman 
akusisi dengan jumlah akuisisi baru yang dilakukan setiap 
tahun.
Hipotesis 3b : Keragaman pendidikan tim manajemen puncak akan 
memoderasi secara negatif hubungan antara pengalaman 
akusisi dengan jumlah akuisisi baru yang dilakukan setiap 
tahun. 
Dibawah ini yaitu  hasil dari penelitian terkait dengan hipotesis 
yang telah dirumuskan:
 Terbukti bahwa ada hubungan positif antara pengalaman akuisisi 
tim manajemen puncak masa lalu dengan kesuksesan akuisisi.
 Terbukti bahwa ada hubungan positif antara pengalaman akuisisi 
tim manajemen puncak dengan jumlah akuisisi yang dilakukan tiap 
tahun.
 Terbukti bahwa keragaman masa jabatan tim manajemen puncak 
memoderasi secara positif hubungan antara pengalaman akuisisi 
manajemen puncak dengan kesuksesan akuisisi
 Terbukti bahwa keragaman pendidikan tim manajamen puncak 
memoderasi secara positif hubungan antara pengalaman akuisisi 
manajemen puncak dengan kesuksesan akuisisi.
 Tidak terbukti bahwa keragaman masa jabatan tim manajemen puncak 
akan memoderasi secara negatif hubungan antara pengalaman akusisi 
dengan jumlah akuisisi baru yang dilakukan setiap tahun.
 Terbukti bahwa keragaman pendidikan tim manajemen puncak akan 
memoderasi secara negatif hubungan antara pengalaman akusisi dengan 
jumlah akuisisi baru yang dilakukan setiap tahun.Penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilakukan tim 
manajemen puncak terhadap akuisisi masa lalu akan menyukseskan akuisisi 
sekarang. Namun hal ini  tergantung dari komposisi tim manajemen 
puncak itu sendiri. Peneliti telah menunjukkan bahwa dibandingkan 
dengan tim manajemen puncak homogen, tim manajemen puncak yang 
beragam lebih sukses dalam mentransfer pengalaman akusisi masa lalu 
mereka menuju akuisisi mereka yang baru. Selain itu juga ditemukan bahwa 
keragaman tim manajemen puncak memang turut membantu kesuksesan 
akuisisi mereka namun membuat proses akuisisi memakan waktu yang 
lama. Pelajaran penting yang dapat diambil yaitu  tim yang beragam tidak 
selalu menjadi yang terbaik. Namun yang lebih menentukan yaitu  kondisi 
kompetitif dan strategi perusahaan dalam melakukan akuisisi.
Peneliti yakin bahwa tim yang beragam akan semakin kuat seiring 
dengan perubahan dan kompleksitas lingkungan sosial dan ekonomi di 
dunia. Penelitian ini memberikan kontribusi yang menarik bagi penelitianpenelitian mendatang mengenai proses akuisisi dan peran tim manajemen 
puncak di dalamnya. Keterbatasan dalam penelitian ini membuat peneliti 
berharap penelitian selanjutnya akan lebih fokus pada seberapa lama waktu 
yang diperlukan oleh tim dalam mempelajari akusisi serta bagaimana 
tingkat pembelajaran yang berbeda dapat merubah proses akuisisi ini .
 PENGARUH PROPORSI JENIS KELAMIN MANAJEMEN 
PUNCAK TERHADAP PROSES M&A 

Metode : Regression ModelSeiring dengan perkembangan organisasi yang semakin kompleks, peran 
Top Management Team (TMT) semakin penting dan menjadi sorotan banyak 
pihak. Bahkan pengaruh keragaman TMT terhadap pengambilan keputusan 
maupun hasil kinerja organisasi semakin mengundang banyak perhatian 
Keberagaman dalam TMT terlihat dari karakteristikkarakteristik yang dimiliki seperti umur, kedudukan, fungsi, dan pengalaman 
kerja. 
keragaman ini  dapat meningkatkan kualitas pengambilan keputusan 
sehingga menghasilkan kinerja perusahaan yang baik pula. Selain jenis 
keragaman yang sudah disebutkan ini , masih ada satu lagi keragaman 
yang semakin menjadi pusat perhatian yaitu jenis kelamin. Meskipun 
eksekutif wanita yang menduduki posisi TMT masih tergolong fenomena 
baru dan jarang terjadi, banyak peneliti yang tertarik meneliti bagaimana 
perbedaan gender ini  dapat mempengaruhi kinerja perusahaan 
. Namun hasil dari penelitian-penelitian terdahulu 
ini  masih tergolong kabur. Ada yang mengatakan bahwa keduanya 
berhubungan positif  dan berhubungan negatif 
Sebenarnya keragaman ini  dapat bermanfaat jika ada peningkatan 
sumber informasi, kemampuan dalam mengamati lingkungan sekitar dan 
peningkatan evaluasi keputusan ,Manfaat yang 
dimaksud yaitu berupa peningkatan kualitas pengambilan keputusan, 
sumber daya, serta pengalaman anggota organisasi itu sendiri. Sebaliknya, 
jika tidak diiringi dengan tindakan yang tepat, keragaman ini  akan 
berdampak buruk seperti memperburuk komunikasi, meningkatkan konfl ik 
serta memperlambat pengambilan keputusan 
Pengaruh buruk maupun negatif ini tentu terjadi di tahap pengambilan 
keputusan yang berbeda serta pada waktu yang berbeda pula.
Peneliti terdahulu berpendapat bahwa periode waktu dan konteks 
di mana kinerja ini  dievaluasi yaitu  moderator yang cukup 
potensial dalam menjembatani hubungan antara keragaman TMT dan kinerja 
perusahaan. Perbedaan gender ini  akan berpengaruh secara relevan 
saat  terjadi perubahan strategik yang cukup besar, salah satunya yaitu  
merger dan akuisisi ,Dalam merger dan akuisisi tentubanyak proses pengambilan keputusan serta perubahan yang cukup besar 
mulai dari menyeleksi target, negosiasi sampai persetujuan antara kedua 
belah pihak untuk menjadi satu entitas. Selain itu

Related Posts:

  • merger akusisi f di tahun 1987, Ford membeli 75% saham dari perusahaan mobil sport Aston Martin dan menyelesaikan sisanya… Read More