manajemen laba 3




 mengutamakan kepentingan pribadi meskipun merugikan pihak lain. Bahkan dalam perkembangannya permasalahan agensi juga menjadi permasalahan antara pengelola dengan pihak lain yang mempunyai hubungan dengan perusahaan, yaitu calon investor, kreditur, supplier, regulator, dan stakeholder lainnya. Permasalahan yang muncul dari keinginan manajer untuk mengoptimalkan kesejahteraan pribadi dengan mengelabui pemilik dan stakeholder lain yang tidak mempunyai akses dan sumber informasi yang memadai.   A.  PERMAINAN MANAJERIAL  Secara konseptual laporan keuangan merupakan media komunikasi utama antara manajer perusahaan dengan stakeholder. Apalagi saat ini memang belum ada media informasi lain yang dapat dipakai kedua belah untuk melakukan komunikasi bisnis. Manajer memakai  laporan keuangan untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah dilakukan dan dialaminya selama mengoperasikan perusahaan. Sementara di sisi lain laporan keuangan dipakai oleh stakeholder untuk melihat, menilai, meminta pertanggungjawaban manajer atas apa yang telah dilakukan dan dialami manajer itu. Laporan keuangan juga dipakai stakeholder untuk menentukan tindakan yang selanjutnya harus dilakukan terkait dengan hubungan bisnisnya itu. Oleh sebab itu laporan keuangan harus dapat dimengerti dan dipahami oleh semua pihak yang  

membutuhkan informasi itu. Alasan inilah yang menjelaskan mengapa laporan keuangan harus memenuhi beberapa kaidah kualitatif agar dapat menjalankan fungsinya secara optimal. Ada beberapa kaidah agar laporan keuangan dapat menjalankan fungsinya itu, pertama, laporan keuangan harus menyediakan informasi yang relevan dengan kebutuhan pemakainya. Atau dengan kata lain, laporan keuangan yang relevan adalah laporan keuangan yang dapat memenuhi kebutuhan informasi semua pihak yang membutuhkan. Kedua, laporan keuangan harus netral dari keinginan pihak-pihak tertentu yang ingin mengambil keuntungan pribadi dari informasi yang disajikan dalam laporan itu. Ketiga, laporan keuangan harus menyajikan informasi yang lengkap atau komprehensif. Oleh sebab itu laporan keuangan harus mengungkapkan semua informasi mengenai kinerja dan kondisi perusahaan. Selain itu laporan keuangan tidak boleh menyembunyikan informasi untuk kepentingan pihak tertentu. Keempat, laporan keuangan harus mempunyai daya banding dan uji. Laporan keuangan dikatakan mempunyai daya banding bila  informasi yang disajikannya dapat dibandingkan dengan informasi pada periode atau perusahaan yang berbeda. sedang  daya uji adalah kemampuan laporan keuangan untuk tetap menghasilkan informasi yang sama bila  diuji kembali dengan memakai  metode yang sama.       Kaidah-kaidah inilah yang membuat laporan keuangan layak dipakai  sebagai media yang menginformasikan apa yang telah dilakukan dan dialami suatu perusahaan selama satu periode tertentu. Kaidah-kaidah ini juga membuat stakeholder mempunyai informasi yang valid dan memadai untuk memastikan apa yang seharus dilakukan untuk mengamankan kepentingannya. Sebaliknya laporan keuangan yang disusun tanpa memenuhi kaidah di atas akan diragukan validitas informasinya. Dampaknya, stakeholder tidak memperoleh informasi yang valid dan memadai untuk memastikan apa yang seharusnya dilakukan. Oleh sebab itu akurasi informasi yang disampaikan manajer dalam laporan keuangan secara langsung akan mempengaruhi ketepatan keputusan yang dibuat stakeholder. Atau dengan kata lain informasi bagus akan menghasilkan keputusan yang bagus, sebaliknya informasi keliru akan menghasilkan keputusan yang keliru pula.  usaha  menyelewengkan informasi dengan tidak mengikuti kaidah ini tidak hanya terjadi di atas kertas. Meski standar akuntansi sudah berusaha mengatur agar  

laporan keuangan disusun dengan mentaati kaidah-kaidah baku namun bukti empiris justru menunjukkan salah satu biang keladi keruntuhan dunia usaha adalah usaha  menyelewengkan informasi ini. Manajer seringkali menyusun dan menyajikan informasi tanpa mentaati kaidah-kaidah itu, tetapi justru mengikuti moral hazard-nya atau keinginan untuk memperkaya diri sendiri meski merugikan orang lain. Informasi yang seharusnya netral justru diselewengkan untuk memenuhi dari kepentingan-kepentingan tertentu. Informasi yang seharusnya lengkap dan komprehensif justru disembunyikan atau ditunda pengungkapannya agar kepentingan-kepentingan tertentu dapat tercapai. Akibatnya informasi menjadi tidak netral dan relevan lagi dengan kebutuhan pemakainya. Informasi hanya relevan dengan kebutuhan manajer sebab  disusun untuk memenuhi kepentingan manajer itu. usaha  penyelewengan ini juga membuat informasi akuntansi itu tidak mungkin lagi dapat dibandingkan dan diuji dengan informasi-informasi lain.   Secara konseptual usaha  menyelewengkan informasi ini dilakukan dengan mempermainkan komponen-komponen dalam laporan keuangan, baik dengan mempermainkan besar kecilnya maupun menyembunyikan atau menunda pengungkapan komponen tertentu. Menariknya, usaha  ini dapat dilakukan tanpa harus melanggar standar akuntansi yang selama ini dipakai  secara umum. Hanya dengan mengganti metode dan prosedur akuntansi tertentu dengan metode dan prosedur akuntansi yang lain besar kecilnya komponen laporan keuangan dapat diatur sesuai keinginan manajer perusahaan. Selain itu manajer juga dapat mempermainkan komponen-komponen laporan keuangan dengan menentukan atau mengubah nilai estimasi yang dipakainya. Hingga banyak pihak yang mengatakan bahwa usaha  mempermainkan laporan keuangan ini dapat dilakukan justru sebab  diakomodasi difasilitasi oleh prinsip akuntansi sendiri. 

  Tabel 2.1 Tujuh Permainan Manajerial  Mencatat pendapatan terlalu cepat. Mencatat pendapatan palsu. Mengakui pendapatan lebih cepat satu periode.  Mengakui biaya periode berjalan menjadi biaya periode sebelum atau sesudahnya. Tidak mengungkapan semua kewajibannya. Mengakui pendapatan periode berjalan menjadi pendapatan periode  

sebelumnya. Mengakui pendapatan masa depan menjadi pendapatan periode berjalan. 



Ada beberapa cara yang dipakai perusahaan untuk mempermainkan besar kecilnya laba, yaitu dengan mengakui dan mencatat pendapatan terlalu cepat atau sebaliknya, mengakui dan mencatat pendapatan palsu, mengakui dan mencatat biaya lebih cepat atau lebih lambat dari yang seharusnya, dan tidak mengungkapkan kewajibannya. Secara konseptual usaha  mempermainkan besar kecilnya komponen laporan keuangan ini sulit untuk dideteksi dan diketahui oleh pemakai informasi keuangan, meskipun laporan keuangan menyertakan catatan yang menjelaskan secara rinci komponen-komponen dalam laporan itu. Alasannya, pertama, pemakai laporan keuangan tidak mempunyai kemampuan yang memadai untuk memahami catatan-catatan itu secara baik. Kedua, tidak semua metode atau prosedur yang dipakai perusahaan dapat dipahami oleh pemakai laporan keuangan.  1. Mengakui dan mencatat pendapatan lebih cepat satu periode atau lebih usaha  ini dilakukan manajer dengan mengakui dan mencatat pendapatan periode-periode yang akan datang atau pendapatan yang secara pasti belum dapat ditentukan kapan dapat terealisir sebagai pendapat periode berjalan (current revenue). Hal ini mengakibatkan pendapatan periode berjalan menjadi lebih besar daripada pendapatan sesungguhnya. Meningkatnya pendapatan ini membuat laba periode berjalan juga menjadi lebih besar daripada laba sesungguhnya. Akibatnya, kinerja perusahaan periode berjalan seolah-olah lebih bagus bila dibandingkan dengan kinerja sesungguhnya. Meskipun hal ini akan mengakibatkan pendapatan atau laba periode-periode berikutnya akan menjadi lebih rendah dibandingkan pendapatan atau laba sesungguhnya. usaha  semacam ini dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi investor akan mau membeli sahamnya, menaikkan posisi perusahaan ke level yang lebih baik, dan sebagainya. 2. Mengakui pendapatan lebih cepat satu periode atau lebih usaha  ini dilakukan mengakui pendapatan periode berjalan menjadi pendapatan periode sebelumnya. Hingga pendapatan periode berjalan menjadi lebih kecil daripada pendapatan sesungguhnya. Semakin kecil pendapatan akan membuat laba periode berjalan juga akan menjadi semakin kecil daripada laba sesungguhnya. 

Akibatnya, kinerja perusahaan untuk periode berjalan seolah-olah lebih buruk atau kecil bila dibandingkan dengan kinerja sesungguhnya. usaha  semacam ini dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi keputusan investor agar menjual sahamnya (management buyout), mengecilkan pajak yang harus dibayar kepada pemerintah, dan menghindari kewajiban pembayaran hutang.    3. Mencatat pendapatan palsu usaha  ini dilakukan manajer dengan mencatat pendapatan dari suatu transaksi yang sebenarnya tidak pernah terjadi, sehingga pendapatan ini juga tidak akan pernah terealisir sampai kapanpun. usaha  ini mengakibatkan pendapatan periode berjalan menjadi lebih besar daripada pendapatan sesungguhnya. Meningkatnya pendapatan ini membuat laba periode berjalan juga menjadi lebih besar daripada laba sesungguhnya. Akibatnya, kinerja perusahaan periode berjalan seolah-olah lebih bagus bila dibandingkan dengan kinerja sesungguhnya. usaha  semacam ini dilakukan perusahaan dengan mengakui pendapatan palsu sebagai piutang, yang pelunasan kasnya tidak akan pernah diterima sampai kapanpun. usaha  ini dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi investor akan mau membeli sahamnya, menaikkan posisi perusahaan ke level yang lebih baik, dan sebagainya.  4. Mengakui dan mencatat biaya lebih cepat atau lambat usaha  ini dapat dilakukan manajer mengakui dan mencatat biaya periode-periode yang akan datang sebagai biaya periode berjalan (current cost). usaha  semacam ini membuat biaya periode berjalan menjadi lebih besar daripada biaya sesungguhnya. Meningkatnya biaya ini membuat laba periode berjalan juga akan menjadi lebih kecil daripada laba sesungguhnya. Akibatnya, kinerja perusahaan untuk periode berjalan seolah-olah lebih buruk atau kecil bila dibandingkan dengan kinerja sesungguhnya. Meskipun hal ini akan mengakibatkan biaya periode-periode berikutnya menjadi lebih kecil dan sebaliknya laba periode-periode berikutnya akan menjadi lebih besar dibandingkan pendapatan atau laba sesungguhnya. usaha  semacam ini dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi keputusan investor agar menjual sahamnya (management buyout), mengecilkan pajak yang harus dibayar kepada pemerintah, dan menghindari kewajiban pembayaran hutang.     

5. Mengakui dan mencatat biaya lebih lambat usaha  ini dapat dilakukan dengan mengakui biaya periode berjalan menjadi biaya periode sebelumnya. Hingga biaya periode berjalan menjadi lebih kecil daripada biaya sesungguhnya. Semakin kecilnya biaya ini membuat laba periode berjalan juga akan menjadi lebih besar daripada laba sesungguhnya. Akibatnya membuat kinerja perusahaan untuk periode berjalan seolah-olah lebih baik atau besar bila dibandingkan dengan kinerja sesungguhnya. usaha  ini dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi investor akan mau membeli sahamnya, menaikkan posisi perusahaan ke level yang lebih baik, dan sebagainya.  6. Tidak mengungkapkan semua kewajiban. usaha  ini dapat dilakukan manajer menyembunyikan eluru atau sebagian kewajibannya, sehingga kewajiban periode berjalan menjadi lebih kecil daripada kewajiban sesungguhnya. Sebagai contoh adalah kewajiban berupa hutang yang disembunyikan perusahaan. Menurunnya kewajiban berupa hutang ini akan membuat biaya bunga periode berjalan menjadi lebih kecil dari yang sesungguhnya, sehingga laba periode berjalan pun akan menjadi lebih kecil daripada laba sesungguhnya. Akibatnya membuat kinerja perusahaan untuk periode berjalan seolah-olah lebih bagus bila dibandingkan dengan kinerja sesungguhnya. usaha  semacam ini dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi keputusan investor agar mau membeli saham yang ditawarkannya, menghindari kebijakan multi papan, dan sebagainya.   Meskipun terkesan hanya mempermainkan besar kecilnya angka-angka dalam laporan keuangan, tetapi sebenarnya permainan ini dilakukan manajer sebab  keinginannya menyembunyikan sesuatu yang tidak ingin diketahui pihak lain. usaha  ini bisa dilakukan manajer dengan tujuan untuk melindungi kecurangan-kecurangan yang telah dilakukannya. Hal ini dilakukan untuk mengamankan posisi, kepentingan, dan kesejahteraan pribadinya meski harus merugikan posisi, kepentingan, dan kesejahteraan pihak-pihak lain. Inilah yang menyebabkan manajemen laba cenderung melanggar peraturan dan disebut sebagai kecurangan manajerial. Meski demikian tetap ada pihak yang menganggap manajemen laba bukan sebagai kecurangan dan semata-mata hanya merupakan permainan akuntansi yang difasilitasi dan diakomodasi oleh prinsip akuntansi berterima umum.  

Argumen di atas disebabkan sebab  adanya kebebasan yang dimiliki seseorang yang mencatat transaksi dan menyusun laporan keuangan untuk memilih metode dan prosedur akuntansi yang sangat beragam. Seandainya seorang manajer ingin membuat labanya menjadi lebih besar dari nilai yang sesungguhnya pada suatu periode tertentu, maka banyak kemungkinan yang bisa dilakukannya. Sebagai contoh adalah dengan mengubah estimasi usia ekonomis aktiva tetap menjadi lebih besar dan mengganti metode depresiasinya menjadi garis lurus, mengecilkan prosentase biaya kerugian piutang, mengganti metode pengakuan persediaan menjadi FIFO, dan lain-lain. sedang  jika manajer ingin membuat labanya menjadi lebih kecil dari nilai yang sesungguhnya, maka manajer dapat melakukan, misalnya, mengubah estimasi usia ekonomis aktiva tetap menjadi lebih kecil dan mengganti metode depresiasinya menjadi sado menurun, membesarkan prosentase biaya kerugian piutang, mengganti metode pengakuan persediaan menjadi LIFO, dan lain-lain. Oleh sebab itu secara konkret ada tiga target permainan dalam manajemen laba, yaitu: 1. Meninjau kembali dan mengubah berbagai estimasi akuntansi  Permainan manajerial ini bisa dilakukan dengan meninjau kembali dan mengubah berbagai estimasi akuntansi yang selama ini telah dipakai  perusahaan. Sebagai contoh adalah umur ekonomis aktiva tetap (tangible assets) dan aktiva tidak berwujud (intangible assets), prosentase biaya kerugian piutang, dan lain-lain. Perubahan estimasi akuntansi ini memang diperbolehkan dan diakui oleh prinsip akuntansi berterima umum meski sebenarnya rawan menjadi obyek permainan penyusun laporan keuangan. Oleh sebab itu agar semua perubahan estimasi akuntansi ini dapat diketahui oleh pemakai laporan keuangan maka standar akuntansi mensyaratkan bahwa perubahan ini harus diungkapkan dalam catatan kaki laporan keuangan (footnotes of financial statement).  Namun kenyataannya, walau sudah diungkapkan dalam laporan keuangan, lebih banyak pemakai laporan keuangan yang tidak memahami bagaimana membaca dan memahami pentingnya catatan kaki ini. Hingga perusahaan yang melakukan pengungkapan perubahan estimasi akuntansi justru akan memperoleh keuntungan dibandingkan perusahaan yang tidak mengungkapkan hal itu. Alasannya: a. usaha  mengungkapkan semua perubahan estimasi akuntansi akan membuat perusahaan terbebas dari pelanggaran terhadap standar akuntansi, sehingga  

perusahaan terbebas dari tuduhan mengelabui pemakai laporan keuangan. Hal ini membuat “nilai” perusahaan akan meningkat dimata stakeholder, yang secara langsung akan meningkatkan harga saham perusahaan bersangkutan di pasar modal.   b. Seandainya perusahaan memang berniat mengelabui pemakai laporan keuangan dengan mengubah estimasi akuntansi maka usaha  inipun tidak mudah untuk diketahui oleh pihak lain sebab  ketidakmampuan pihak-pihak itu memahami laporan keuangan secara integral dan komprehensif. Akibatnya, pemakai laporan keuangan mempercayai perusahaan tidak melakukan kecurangan dalam melaporkan kinerja. Hingga membuat harga saham perusahaan bersangkutan stabil bahkan cenderung naik. Sementara perusahaan yang mengelabui pemakai laporan keuangan dengan mengubah estimasi akuntansi, sebenarnya mulai membuat masalah yang sulit dihentikan dan bila  telah mencapai mencapai titik nadir akan menghancurkan perusahaan itu sendiri. Hal ini disebabkan manajemen laba pada dasarnya dilakukan dengan menggeser biaya saat ini menjadi biaya periode masa depan dan pendapatan periode masa depan menjadi pendapatan saat ini, agar laba yang dilaporkan lebih tinggi dari laba sesungguhnya. Sebaliknya, jika perusahaan menginginkan laba yang dilaporkan lebih rendah dari laba sesungguhnya, maka usaha  yang dilakukan adalah menggeser biaya periode masa depan menjadi biaya saat ini dan pendapatan saat ini menjadi pendapatan periode masa depan. Atau dengan kata lain, perusahaan mempunyai pilihan untuk melaporkan apa yang sesungguhnya terjadi atau merekayasa labanya menjadi lebih besar atau kecil. Namun, usaha  geser-menggeser biaya dan pendapatan ini sebenarnya tidak mungkin dapat dilakukan perusahaan secara berkelanjutan dalam jangka panjang. Ada dua hal yang menyebabkannya: a. Perusahaan akan menanggung akumulasi biaya dan pendapatan periode masa lalu atau masa depan yang menyebabkan kinerja perusahaan menjadi sangat rendah atau tinggi. Situasi ini tidak mungkin dapat ditanggung perusahaan dalam jangka panjang. Perusahaan akan mengalami kesulitan likuiditas pada saat harus mengungkapkan apa yang sebenarnya telah dan sedang terjadi.  b. Ada pihak eksternal yang mengetahui dan menangkap kecurangan yang dilakukan perusahaan itu. Artinya, meski sulit untuk dideteksi, usaha  permainan  

manajerial semacam ini kemungkinan besar juga bisa terungkap, apalagi oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan untuk memahami laporan keuangan secara integral dan komprehensif, misalkan akuntan publik.   2. Mengubah atau mengganti metode akuntansi  Secara konseptual manajer mempunyai kebebasan untuk mengubah atau mengganti metode akuntansi yang selama ini dipakainya dengan metode akuntansi lain. Hal inilah yang mendorong atau memotivasi seorang manajer untuk mengoptimalkan kepentingan dan kesejahteraan pribadi. Seorang manajer hanya mau memakai  suatu metode akuntansi tertentu bila  ada manfaat yang bisa diperoleh. Hingga metode akuntansi yang tidak memberi manfaat jika dipakai  dalam melaporkan kinerja tidak akan dipakai  atau diganti dengan metode lain oleh manajer bersangkutan. Apalagi jika manajer mengetahui bahwa tidak semua pemakai laporan keuangan dapat memahami dampak dari perubahan metode-metode akuntansi itu.     Meski mempunyai kebebasan untuk mengubah atau mengganti metode akuntansi secara bebas, namun perusahaan mempunyai kewajiban untuk mengungkapkan semua metode yang dipakainya dalam laporan keuangan. Namun kenyataannya, banyak pemakai laporan keuangan yang tidak memahami bagaimana membaca dan memahami laporan keuangan secara komprehensif, termasuk memahami pengaruh perubahan metode akuntansi yang dipakai perusahaan. Inilah yang membuat perusahaan yang mengungkapkan perubahan metode akuntansi yang dipakai akan memperoleh manfaat positif daripada menyembunyikan perubahan-perubahan itu. Ada beberapa hal yang mendasarinya: a. usaha  mengungkapkan perubahan- perubahan metode akuntansi akan membuat perusahaan terbebas dari pelanggaran standar akuntansi, sehingga perusahaan terbebas dari tuduhan mengelabui pemakai laporan keuangan. Hal ini membuat “nilai” perusahaan akan meningkat dimata stakeholder, yang akan meningkatkan harga saham perusahaan bersangkutan di pasar modal. Hal ini disebabkan, selain dipengaruhi oleh laba, harga saham suatu perusahaan juga dipengaruhi oleh goodwill perusahaan bersangkutan.   b. usaha  mengubah metode akuntansi tidak mudah untuk diketahui oleh pihak lain sebab  ketidakmampuan pihak-pihak itu memahami laporan keuangan secara integral dan komprehensif. Oleh sebab itu seandainya perusahaan memang  

berniat mengelabui pemakai laporan keuangan maka kecurangan inipun tidak mudah diketahui pemakai laporan keuangan. Pemakai laporan keuangan tidak dapat memahami bahwa perusahaan sudah melakukan kecurangan dalam melaporkan kinerja, sehingga membuat harga saham perusahaan bersangkutan stabil bahkan cenderung naik. 3. Permasalahan cadangan   Secara konseptual cadangan (reserves) merupakan “laba yang ditarik kebelakang dari periode pengakuan sesungguhnya dan memakai  pada saat dibutuhkan”. Sebagai contoh adalah cadangan kerugian piutang, penurunan nilai persediaan, dan lain-lain. Hal ini dilakukan perusahaan dengan tujuan agar laba yang dilaporkan perusahaan pada periode berjalan tidak terlalu tinggi. Sebaliknya, pada saat menginginkan labanya menjadi lebih tinggi maka perusahaan dapat memakai  cadangan itu untuk mengatur laba sesuai dengan keinginannya itu. Secara konseptual perataan laba ini dilakukan perusahaan agar: a. Dalam konteks kompensasi manajerial maka usaha  perataan laba ini dilakukan manajer agar setiap periode dapat selalu memperoleh bonus yang dijanjikan pemilik perusahaan, apalagi jika bonus dihitung berdasarkan laba yang diperoleh perusahaan. Manajer akan meratakan laba agar laba yang dilaporkan tidak melebihi batas atas (cap) dan tidak kurang dari batas bawah (boogey) untuk memperoleh bonus sebab kelebihan laba itu tidak akan dipakai lagi untuk menentukan berapa besarnya bonus yang dapat diterima manajer itu. sedang  kelebihan laba yang belum dilaporkan pada periode berjalan akan dilaporkan pada periode berikutnya, sehingga dalam setiap periode manajer dapat memperoleh bonus yang dijanjikan pemilik perusahaan. b. Dalam konteks perpajakan maka usaha  perataan laba ini dilakukan agar perusahaan dapat mengatur jumlah pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah pada periode berjalan. Ada dua tujuan yang ingin dicapai perusahaan yang melakukan hal ini, yaitu: § Perusahaan hanya ingin penundaan pembayaran pajak sesungguhnya. Artinya, meski pajak yang dibayarkan pada periode berjalan relatif lebih rendah dibandingkan pajak sesungguhnya namun penurunan ini tetap akan dibayarkannya pada periode-periode mendatang.   

§ Perusahaan menginginkan pajak yang dibayarkannya benar-benar lebih rendah dibandingkan kewajibannya. sedang  pajak periode berjalan yang disembunyikan tetap akan disembunyikan sampai kapanpun dan tidak akan dibayarkan pada periode-periode mendatang. Namun usaha  untuk membuat cadangan ini sebenarnya tidak diijinkan dalam ruang lingkup prinsip akuntansi berterima umum, sebab  prinsip akuntansi mensyaratkan bahwa laba baru dapat diakui bila  ada kepastian laba ini  dapat diperoleh dan direalisasi. Selain itu, usaha  ini sebenarnya akan membuat laporan keuangan menjadi tidak mencerminkan kondisi fundamental perusahaan yang sesungguhnya. Akibatnya, pemakai laporan keuangan akan memperoleh informasi yang menyesatkan dan membuat keputusan untuk mengalokasikan sumberdaya menjadi keliru. Investor keliru dalam menilai dan menentukan harga saham yang mencerminkan kondisi fundamental perusahaan. Debitur keliru dalam menilai kemampuan perusahaan dalam menyelesaikan kewajiban hutangnya. Pemerintah keliru dalam menilai dan menghitung pajak yang harus ditarik dari perusahaan bersangkutan. Aktivitas semacam ini, walaupun harus diungkapkan dalam laporan keuangan, bukan hal yang mudah untuk dideteksi dan terdeteksi. Ada kecenderungan pemakai laporan keuangan yang hanya melihat bottom line dari informasi keuangan itu tanpa mau bersusah payah mempelajari dan memahami pelaporan keuangan (financial reporting) secara integral dan komprehensif. Padahal laporan keuangan hanya akan bisa “berbicara” jika pemakainya memahami seluruh informasi yang disajikan dalam pelaporan keuangan itu. Pemakai laporan keuangan tidak mungkin dapat mempunyai pemahaman yang integral dan komprehensif hanya dengan memahami satu komponen informasi tertentu. Apalagi akuntansi sebenarnya banyak melibatkan subyektifitas dalam melakukan estimasi pengukuran suatu komponen atau item tertentu. Atas dasar alasan itulah Schilit membuat daftar 10 petunjuk untuk mendeteksi permainan laba ini. Walau masih sangat umum, namun diharapkan petunjuk ini dapat menjadi kunci dalam usaha  untuk mereduksi manajemen laba dalam dunia bisnis.   

  

 Tabel 2.2 Sepuluh Cara Mendeteksi Permainan Manajemen Manajemen tidak jujur Lingkungan pengendalian yang tidak mencukupi Perubahan auditor, konsultan hukum eksternal, atau CFO Perubahan prinsip akuntansi dan estimasi Defisit yang cukup besar dalam arus kas operasi relatif terhadap laba bersih Perbedaan subtansial antara pertumbuhan penjualan dan penerimaan Kenaikan atau penurunan laba kotor yang besar Mencatat pendapatan dari pembeli yang beresiko Keberadaan komitmen dan kontijensi.


Ada alasan utama mengapa seorang manajer perusahaan mengelola dan mengatur laba padahal aktivitas ini cenderung melanggar peraturan. Secara sederhana, seorang manajer mengelola laba adalah untuk menciptakan kesejahteraan bagi pemilik atau pemegang saham (stockholders) perusahaan yang dikelolanya. Hal ini sejalan dengan teori agensi yang menegaskan bahwa kewenangan yang diterima manajer dari pemilik perusahaan untuk mengelola dan menjalankan perusahaan membawa konsekuensi logis yang harus dijalankan dan manajer dan pemilik perusahaan. Manajer mempunyai kewajiban untuk meningkatkan nilai perusahaan dan kesejahteraan pemilik serta mempunyai hak untuk menerima penghargaan atas apa yang telah dilakukannya.  Sementara, disisi lain, pemilik perusahaan mempunyai kewajiban untuk memberi penghargaan kepada pengelola perusahaan sebab  telah bekerja untuk meningkatkan nilai perusahaan dan kesejahteraannya. Meski secara teoritis kelihatan indah, yang terjadi justru sebaliknya. Setiap pihak hanya berusaha  memaksimalkan kesejahteraannya dengan mengorbankan kesejahteraan orang lain. Pemilik selalu mendorong dan mendesak manajer untuk bekerja lebih keras agar nilai perusahaannya dapat meningkat lebih cepat dan besar. sedang  manajer bersedia melakukan hal itu bukan untuk memaksimalkan kesejahteraan pemilik namun juga untuk memaksimalkan kesejahteraannya sendiri.   Tentu ada sesuatu yang menjadi alasan mengapa mengapa manajer termotivasi melakukan hal ini. Motivasi-motivasi inilah yang mempengaruhi pola rekayasa manajerial yang dilakukan manajer perusahaan. Artinya, bagaimana pola rekayasa ini  

sangat tergantung pada apa yang ingin dicapai oleh manajer bersangkutan. Manajer bisa merekayasa labanya menjadi lebih tinggi atau lebih rendah daripada laba sesungguhnya tergantung motivasi apa yang mendasarinya. Demikian juga bila  manajer merekayasa laba agar cenderung selalu sama selama beberapa periode. Semua umum ada beberapa motivasi-motivasi yang mendorong manajer untuk berperilaku oportunis ini, yaitu motivasi bonus, kontrak, politik, pajak, perubahan CEO, IPO atau SEO, dan mengkomunikasikan informasi ke investor. Pengelompokan ini sejalan dengan tiga hipotesis utama dalam teori akuntansi positif (positive accounting theory), yang menjadi dasar pengembangan pengujian hipotesis untuk mendeteksi manajemen laba, yaitu: 1. Bonus plan hypothesis Bonus plan hypothesis menyatakan bahwa “managers of firms with bonus plans are more likely to use accounting methods that increase current period reported income”. Ada bukti empiris yang menyatakan bahwa perjanjian (kontrak) bisnis manajer dengan pihak lain merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat manajemen laba yang dilakukan perusahaan. Ada variabel yang selama diuji berkaitan dengan perjanjian bisnis ini , yaitu bonus atau kompensasi manajerial (bonus or managerial compensation). Dalam bonus atau kompensasi manajerial, pemilik perusahaan berjanji bahwa manajer akan menerima sejumlah bonus jika kinerja perusahaan mencapai jumlah tertentu. Janji bonus inilah yang merupakan alasan bagi manajer untuk mengelola dan mengatur labanya pada tingkat tertentu sesuai dengan yang disyaratkan agar dapat menerima bonus.  Seandainya pada tahun tertentu kinerja sesungguhnya berada di bawah syarat untuk memperoleh bonus, maka manajer akan melakukan manajemen laba agar labanya dapat mencapai tingkat minimal untuk memperoleh bonus. Sebaliknya, jika pada tahun ini  kinerja yang diperoleh manajer jauh di atas jumlah yang disyaratkan untuk memperoleh bonus, manajer akan mengelola dan mengatur agar laba yang dilaporkan (reported earnings) menjadi tidak terlalu tinggi. Kelebihan laba sesungguhnya dengan laba yang dilaporkan akan disajikan pada tahun berikutnya. usaha  ini membuat manajer cenderung akan selalu memperoleh bonus dari periode ke periode. Akibatnya, pemilik perusahaan terpaksa harus kehilangan sebagian dari kesejahteraannya yang dibagikan kepada manajer sebagai bonus.  

2. Debt (equity) hypothesis Debt (equity) hypothesis yang menyatakan bahwa “the larger the firms debt to equity ratio, the more likely managers use use accounting methods that increase income”. Dalam konteks perjanjian hutang, manajer akan mengelola dan mengatur labanya agar kewajiban hutangnya yang seharusnya diselesaikan pada tahun tertentu dapat ditunda untuk tahun berikutnya. Hal ini merupakan usaha  manajer untuk mengelola dan mengatur jumlah laba yang merupakan indikator kemampuan perusahaan dalam menyelesaikan kewajiban hutangnya. Manajer akan melakukan pengelolaan dan pengaturan jumlah laba untuk menunda bebannya pada periode bersangkutan dan akan diselesaikannya pada periode-periode mendatang. usaha  seperti ini dilakukan agar perusahaan dapat memakai  dana itu untuk keperluan lainnya. Walau sebenarnya hanya masalah waktu pengakuan (timing) kewajiban, namun hal ini sebenarnya telah mengakibatkan pihak yang ingin mengetahui kondisi perusahaan yang sesungguhnya akan memperoleh dan memakai  informasi yang keliru. Akibatnya, pihak-pihak ini membuat keputusan bisnis yang keliru pula.   3. Political cost hypothesis Political cost hypothesis yang menyatakan bahwa “larger firms rather than small firms are more likely to use accounting choices that reduce reported profits”. Alasan terakhir adalah masalah pelanggaran regulasi pemerintah. Sejauh ini ada beberapa regulasi yang dikeluarkan pemerintah yang berkaitan dengan dunia usaha, misalkan undang-undang perpajakan, anti-trust dan monopoli, dan sebagainya. Undang-undang mengatur jumlah pajak yang akan ditarik dari perusahaan berdasarkan laba yang diperoleh perusahaan selama periode tertentu. Atau dengan kata lain, besar kecilnya pajak yang akan ditarik oleh pemerintah sangat tergantung pada besar kecilnya laba yang dicapai perusahaan. Sehingga perusahaan yang memperoleh laba lebih besar akan ditarik pajak yang lebih besar pula dan perusahaan yang memperoleh laba lebih kecil akan ditarik pajak yang lebih kecil pula.  Kondisi inilah yang merangsang manajer untuk mengelola dan mengatur labanya dalam jumlah tertentu agar pajak yang harus dibayarkannya menjadi tidak terlalu tinggi, sebab  manajer, sebagai pengelola, tentu tidak ingin kewajiban yang harus diselesaikannya terlalu membebaninya. Hal ini sangat mudah dilakukan perusahaan,  

yaitu dengan “menarik” biaya periode yang akan datang menjadi biaya periode berjalan dan, sebaliknya, mengakui pendapatan periode berjalan menjadi pendapatan periode yang akan datang. usaha  lain yang dilakukan perusahaan untuk menghemat pajak adalah dengan mempermainkan laba pada saat ada pergantian peraturan perundang-undang yang memberlakukan tarif pajak lebih rendah dimasa depan. Perusahaan menunda pengakuan laba periode berjalan dan baru akan diakui pada saat peraturan yang baru itu diperlakukan secara efektif.    B.  DEFINISI MANAJEMEN LABA Ada alasan mendasar mengapa manajer melakukan manajemen laba. Secara konseptual harga pasar saham suatu perusahaan secara signifikan dipengaruhi oleh laba, resiko, dan spekulasi. Oleh sebab itu perusahaan yang labanya selalu mengalami kenaikan dari period ke periode secara konsisten akan mengakibatkan resiko perusahaan ini mengalami penurunan lebih besar dibandingkan prosentase kenaikan laba. Hal inilah yang mengakibatkan banyak perusahaan yang melakukan pengelolaan dan pengaturan laba sebagai salah satu usaha  untuk mengurangi resiko. Secara logika hal ini  bisa dipahami sebab  manusia merupakan pribadi yang cenderung menghindari resiko (risk adverse) yang selalu berusaha mengeliminasi atau meminimalkan kerugian yang mungkin akan dialaminya, walaupun usaha  yang dilakukannya mungkin merugikan pihak lain. Kondisi inilah yang mengakibatkan sampai saat ini manajemen laba masih dipertanyakan apakah merupakan aktivitas yang melanggar prinsip akuntansi berterima umum atau bukan. Inilah yang mengakibatkan sampai saat ini ada belum ada kesepakatan dikalangan akademisi maupun antara akademisi dengan praktisi mengenai definisi manajemen laba yang diakibatkan perbedaan pandangan terhadap manajemen laba. Sebagian pihak menilai manajemen laba merupakan perbuatan curang yang melanggar prinsip akuntansi. usaha  ini dilakukan dengan memanfaatkan metode dan standar akuntansi yang ada untuk mengelabui pemakai laporan keuangan. Sementara sebagian yang lain menilai manajemen laba sebagai aktivitas yang lumrah dilakukan manajer dalam menyusun laporan keuangan, apalagi jika usaha  rekayasa manajerial ini dilakukan dalam ruang lingkup prinsip akuntansi. Hal inilah yang menyebabkan setiap pihak yang concern pada permasalahan ini mencoba untuk mendefinisikannya  

manajemen laba sesuai dengan penilaian dan pemahamannya, baik secara positif maupun negatif. Akibatnya, saat ini ada cukup banyak definisi dan batasan mengenai manajemen laba yang membuat spektrum usaha  rekayasa manajerial ini menjadi luas.  Oleh sebab itu sejalan dengan berkembangnya riset  akuntansi keuangan dan keperilakukan saat ini ada beberapa definisi manajemen laba yang berbeda antara satu dengan lainnya sesuai dengan pemahaman dan penilaian orang yang mendefinisikan terhadap aktivitas pengelolaan dan pengaturan laba itu. Namun demikian bila  dicermati sebenarnya ada benang merah yang menghubungan satu definisi dengan definisi lain. Artinya, meski memakai  terminologi yang berbeda namun secara garis besar definisi-definisi itu mempunyai pengertian serupa. Secara umum ada beberapa definisi yang berbeda satu dengan yang lain, yaitu definisi manajemen laba yang diciptakan oleh Davidson, Stickney, dan Weil (1987), Schipper (1989), National Association of Fraud Examiners (1993), Fisher dan Rosenzweig (1995), Lewitt (1998), serta Healy dan Wahlen (1999).  1. Davidson, Stickney, dan Weil  Earnings management is the process of taking deliberate steps within the constrains of generally accepted accounting principles to bring about desired level of reported earnings (Manajemen laba merupakan proses untuk mengambil langkah tertentu yang disengaja dalam batas-batas prinsip akuntansi berterima umum untuk menghasilkan tingkat yang diinginkan dari laba yang dilaporkan).    2. Schipper Earnings management is a purposes intervention in the external financial reporting process, with the intent of obtaining some private gain (a opposed to say, merely faciliting the neutral operation of the process (Manajemen laba adalah campur tangan dalam proses penyusunan pelaporan keuangan ekternal, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi (pihak yang tidak setuju mengatakan bahwa hal ini hanyalah usaha  untyuk memfasilitasi operasi yang tidak memihak dari sebuah proses))  3. National Association of Certified Fraud Examiners Earningsn management is the intentional, deliberate, misstatement or omission of material facts, or accounting data, which is misleading and, when considered with all the information made available, would cause the reader to change or alter his or 

judgement or decision (Manajemen laba adalah kesalahan atau kelalaian yang disengaja dalam membuat laporan mengenai fakta material atau data akuntansi sehingga menyesatkan saat  semua informasi itu dipakai untuk membuat pertimbangan yang akhirnya akan yang menyebabkan orang yang membacanya akan mengganti atau mengubah pendapat atau keputusannya).    4. Fisher dan Rosenzweig  Earnings management is a actions of a manager which serve to increase (decrease) current reported earnings of the unit which the manager is responsible without generating a corresponding increase (decrease) in long- term economic profitability of the unit (Manajemen laba adalah tindakan-tindakan manajer untuk menaikkan (menurunkan) laba periode berjalan dari sebuah perusahaan yang dikelolanya tanpa menyebabkan kenaikkan (penurunan) keuntungan ekonomi perusahaan jangka panjang) 5. Lewitt Management laba is flexibility in accounting allows it to keep pace with business innovations. Abuses such as earnings occur when people exploit this pliancy.Trickery is employed to abscure actual financial volatility. This in turn, make the true consequences of management decisions (Manajemen laba adalah fleksibilitas akuntansi untuk menyetarafkan diri dengan inovasi bisnis. Penyalahgunaan laba saat  publik memanfaatkan hasilnya. Penipuan mengaburkan volatilitas keuangan sesungguhnya. Itu semua untuk menutupi konsekuensi dari keputusan-keputusan manajer). 6. Healy dan Wahlen  Earnings management occurs when managers uses judgment in financial reporting and in structuring transactions to alter financial reports to either mislead some stakeholders about underlying economics performance of the company or to influence contactual outcomes that depend on the reported accounting numbers (Manajemen laba muncul saat  manajer memakai  keputusan tertentu dalam pelaporan keuangan dan mengubah transaksi untuk mengubah laporan keuangan untuk menyesatkan stakeholder yang ingin mengetahui kinerja ekonomi yang diperoleh perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kotrak yang memakai  angka-angka akuntansi yang dilaporkan itu).  

Melihat definisi di atas ada kesamaan terminologi yang dipakai  setiap definisi itu, yaitu langkah tertentu yang disengaja untuk mengatur laba (Davidson, Stickney, dan Weil), campur tangan dalam penyusun laporan keuangan (Schipper), kesalahan atau kelalaian yang disengaja dalam membuat laporan keuangan (National Association of Fraud Examiners), tindakan untuk mengatur laba (Fisher dan Rosenzweig), fleksibilitas yang mendorong penyalahgunaan laba (Lewitt), serta memakai  keputusan tertentu untuk mengubah laporan keuangan (Healy dan Wahlen). Walaupun memakai  terminologi yang berbeda secara konseptual definisi-definisi itu mempunyai benang merah yang menghubungkan satu definisi dengan definisi lainnya, yaitu menyepakati bahwa manajemen laba merupakan aktivitas manajerial untuk “mempengaruhi” dan mengintervensi laporan keuangan. Secara konseptual apa yang dilakukan manajer itu bisa diterima, sejauh yang dilakukan manajer masih dalam ruang lingkup prinsip akuntansi berterima umum. Atau dengan kata lain, bila  manajemen laba yang dilakukan seorang manajer merupakan “permainan” memilih metode dan standar akuntansi yang sesuai dengan kebutuhannya dan diungkapkan dalam laporan keuangan, maka tindakan ini  tidak dikategorikan sebagai kecurangan. Namun, pemerhati lain, khususnya para praktisi, menganggap bahwa selama tindakan yang dilakukan seorang manajer untuk mempengaruhi laporan keuangan ini dilakukan untuk mengambil keuntungan bagi dirinya sendiri dengan memanfaatkan ketidaktahuan orang lain akan informasi mengenai perusahaan yang sesungguhnya, maka manajemen laba dianggap sebagai perbuatan curang. Apalagi secara empiris terbukti bahwa manajemen laba telah mengakibatkan keputusan yang dibuat pemakai laporan keuangan menjadi keliru. Maka untuk memahami lebih lanjut apakah manajemen dikategorikan sebagai kecurangan atau bukan maka diperlukan telaah lebih mendalam terhadap definisi-definisi itu.  1. Manajemen laba dapat dilakukan dengan berbagai macam cara Secara umum definisi-definisi di atas menyebutkan bahwa usaha  mempengaruhi laporan keuangan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara sesuai dengan kepentingan manajer. Namun beberapa definisi secara tegas ada yang menekankan bahwa selama apa yang dilakukan manajer masih dalam ruang lingkup prinsip akuntansi berterima umum maka akan tetap diakui dan diperbolehkan. Artinya, manajemen laba sebenarnya merupakan usaha  untuk merekayasa angka-angka  

dalam laporan keuangan dengan mempermainkan metode dan prosedur akuntansi yang dipakai  perusahaan.   Sebagai contoh adalah keputusan manajer untuk mengatur besar kecilnya estimasi akuntansi untuk umur ekonomis dan nilai residu aktiva tetap, kewajiban manfaat pensiun dan manfaat pasca-bekerja yang lain, pajak ditangguhkan, serta kerugian dari piutang tak tertagih dan kerusakan aktiva. Contoh lain adalah keputusan manajer untuk memilih berbagai metode akuntansi yang dipakai untuk melaporkan transaksi yang dilakukan perusahaan, misalkan metode garis lurus atau depresiasi yang dipercepat untuk aktiva tetap atau LIFO, FIFO, rata-rata tertimbang untuk metode penghitungan harga pokok persediaan. Semua metode dan prosedur itu akan membuat laba berbeda besarnya sesuai dengan metode dan prosedur yang dipilih dan dipakai  perusahaan.  Selain keputusan-keputusan untuk memilih metode atau prosedur akuntansi tertentu maka seorang manajer juga diberi kebebasan untuk merubah metode dan prosedur akuntansi yang dipakai nya. Standar akuntansi hanya mensyaratkan agar semua perubahan itu diungkapkan dengan jelas dalam laporan keuangan, khususnya dalam catatan kakinya. Sebagai informasi yang menyertai laporan keuangan maka catatan kaki merupakan media untuk menginformasikan segala sesuatu yang diperlukan agar informasi dalam laporan keuangan menjadi lebih jelas. Tujuan pengungkapan itu adalah agar apa dilakukan manajer dapat diketahui oleh orang lain, terutama oleh orang-orang yang memahami bahwa hal itu secara resmi diakui dan diterima oleh prinsip akuntansi. Selain itu pengungkapan ini juga bertujuan agar manajer perusahaan tidak dituduh telah menyelewengan informasi yang seharusnya diketahui oleh publik.    Meskipun demikian ada kendala yang tidak bisa dihindari dalam pengungkapan informasi ini, yaitu tidak semua orang bisa memahami pentingnya dan bagaimana cara membaca catatan kaki itu secara integral dan komprehensif. Publik cenderung hanya melihat laporan keuangan yang merupakan informasi utama tanpa memperhatikan informasi-informasi lain yang menyertai laporan keuangan itu. Inilah yang mengakibatkan pengungkapan informasi perubahan metode atau prosedur akuntansi menjadi kurang bermanfaat untuk dilakukan. Hingga perusahaan yang melakukan sebenarnya tidak akan dirugikan dan kehilangan apapun tetapi  

justru akan memperoleh manfaat, yaitu dikenal sebagai perusahaan yang transparan dalam mengungkapkan informasi. Hal ini secara langsung akan berdampak positif terhadap integritas dan kredibilitas manajer maupun perusahaan bersangkutan.   Kebebasan manajer untuk memilih dan memakai  standar akuntansi serta ketidaktahuan stakeholder terhadap informasi yang diungkapkan dalam catatan kaki itulah yang mendorong perilaku oportunis seorang manajer. Kedua hal itu dimanfaatkan manajer untuk mengoptimalkan kepentingan dan kesejahterannya. Semua keputusan manajerial yang seharusnya diambil untuk kepentingan dan kesejahteraan stakeholder diselewengkan demi kepuasan pribadi. Hal ini disebabkan adanya kesenjangan informasi antara manajer dengan stakeholder. Manajer sebagai pengelola perusahaan cenderung lebih menguasai informasi mengenai perusahaan dibandingkan pihak lain. Hingga laporan keuangan yang seharusnya merupakan media komunikasi antara manajer dengan berbagai pihak yang mempunyai hubungan dengan perusahaan ini dimanfaatkan manajer menjadi media untuk mencari keuntungan sesaat oleh manajer.  usaha  itu dilakukan manajer dengan mempengaruhi laporan keuangan, yaitu dengan menyembunyikan, menunda, atau mengubah  informasi-informasi yang ada dalam laporan itu. Ada berbagai macam cara yang dapat dipakai  manajer untuk itu, misalnya, mempercepat pengakuan penjualan periode mendatang menjadi penjualan periode berjalan. Hal ini dilakukan bila  penjualan menurun merosot sementara perusahaan berharap tingkat penjualan yang pasti. Selanjutnya bila  penjualan periode berikutnya tetap namun sebenarnya perusahaan berharap penjualan meningkat maka perusahaan akan meningkatkan aktivitas rekayasa labanya. Inilah yang akan terus dilakukan sampai perusahaan merasa tidak mampu lagi untuk melanjutkan aktivitas rekayasa atau pada saat hal ini diketahui oleh orang saat  pemeriksaan dilakukan.  Cara yang lain adalah dengan mengatur dan menentukan waktu yang paling tepat dalam pembelian atau pengiriman dan penerimaan persediaan yang diperlukan yang mempunyai pengaruh terhadap alokasi harga pokok dan pendapatan bersih. usaha  manjerial untuk mempengaruhi laporan keuangan ini juga bisa dilakukan dengan memilih apakah membuat atau menunda pengeluaran discretionary, seperti pengeluaran research and development (R&D), iklan, dan perawatan. Bahkan untuk  

merekayasa informasi keuangan manajer juga bisa melakukan strukturisasi transaksi-transaksi perusahaan, misalkan kombinasi bisnis yang direstrukturisasi untuk meningkatkan kualitas untuk akuntansi pooling atau pembelian, kontrak leasing yang direstrukturisasi menjadi kewajiban yang di-on atau of-balance sheet-kan, dan investasi ekuitas yang direstrukturisasi untuk menghindari atau memerlukan konsolidasi.  Maka secara singkat manajemen laba dapat dikatakan sebagai perilaku manajer untuk bermain-main dengan komponen akrual yang discretionary untuk menentukan besar kecilnya laba, sebab standar akuntansi memang menyediakan berbagai alternatif metode dan prosedur yang bisa dimanfaatkan. usaha  ini diakui dan diperbolehkan dalam standar akuntansi selama apa yang dilakukan perusahaan diungkapkan secara jelas dalam laporan keuangan. Meski kewajiban untuk mengungkapkan semua metode dan prosedur akuntansi ini belum mampu untuk mengeliminasi usaha -usaha  curang manajer untuk memaksimalkan keuntungan untuk dirinya sendiri. 2. Tujuan manajemen laba adalah mengelabui pemakai laporan keuangan Selain sebagai penyusun dan penyedia laporan keuangan dari perusahaan yang dikelolanya, manajer juga merupakan salah satu pemakai informasi itu. Artinya, laporan keuangan tidak hanya dipersiapkan atau disajikan untuk stakeholder namun juga untuk pengelola perusahaan itu sendiri, baik untuk membuat keputusan operasi, deviden, maupun investasi. Atas dasar pemikiran itulah laporan keuangan harus memenuhi kaidah-kaidah tertentu sehingga dapat menjadi informasi yang berkualitas dan dapat memenuhi kebutuhan semua orang yang membutuhkannya. Hingga tidak hanya manajer sebagai pihak yang menyusun laporan keuangan itu yang akan memperoleh memperoleh informasi berkualitas namun juga semua pihak yang mempunyai hubungan dengan perusahaan. Apalagi laporan keuangan merupakan informasi utama yang dipakai  untuk membuat keputusan-keputusan ekonomi.  Namun kesenjangan informasi antara manajer dan stakeholder telah membuat manajer cenderung menjadi pihak yang lebih superior dalam menguasai informasi dibandingkan pihak lain. Secara konseptual kesenjangan informasi semacam ini mendorong manajer untuk berperilaku oportunis dalam mengungkapkan informasi  

mengenai perusahaan. Manajer hanya akan mengungkapkan suatu informasi tertentu jika ada manfaat yang diperolehnya. sedang  bila  tidak manfaat yang bisa diperolehnya maka manajer akan menyembunyikan atau menunda pengungkapan informasi itu, bahkan kalau diperlukan manajer akan mengubah informasi itu.  usaha  mempermainkan informasi ini tidak selalu dilakukan manajer untuk membuat informasi menjadi lebih bagus dibandingkan dengan informasi sesungguhnya. Ada kalanya informasi justru diubah menjadi lebih buruk dibandingkan dengan informasi sesungguhnya. Sebagai contoh adalah perusahaan dapat memakai  keputusan akuntansi untuk menyatakan laba lebih rendah (understate) yang dipakai  untuk memberikan isyarat bahwa perusahaan itu mempunyai prospek masa depan yang bagus.  Secara konseptual usaha  menyembunyikan, menunda pengungkapan, dan mengubah informasi ini dilakukan manajer untuk mengelabui pemakai laporan keuangan yang ingin mengetahui kondisi dan kinerja perusahaan. Alasannya, usaha  ini dilakukan manajer untuk menyesatkan pihak lain yang ingin mengetahui dan menilai kinerja dan kondisi perusahaan. Atau dengan kata lain, usaha  manajerial itu merupakan tindakan-tindakan yang disengaja untuk menipu pihak lain yang menyebabkan pihak bersangkutan kehilangan kekayaan. Hingga “keberhasilan” manajemen laba dinilai saat  seorang manajer berhasil menyesatkan pihak lain dalam menilai perusahaan yang dikelolanya. Pemahaman ini sejalan dengan teori agensi yang menyatakan bahwa pemisahan kepemilikan dan pengelolaan perusahaan akan mendorong manajer berusaha memaksimalkan kesejahteraan, meski harus mengelabui pihak lain.  usaha  di atas akan berhasil bila  manajer mengetahui pemakai laporan keuangan tidak mempunyai akses dan sumber informasi yang memadai. Meskipun sebenarnya pemakai laporan juga melakukan antisipasi, berusaha memahami, dan mentoleransi manajemen laba itu. Inilah yang membuat manajer harus berhati-hati dalam memilih dan memakai  metode atau prosedur akuntansi untuk mengolah laporan keuangan. Secara konseptual ada banyak cara yang dilakukan manajer untuk mempengaruhi laporan keuangan, misalnya keputusan mengenai umur ekonomis dan nilai sisa (residu) aktiva jangka panjang, kewajiban manfaat pensiun dan manfaat post-employment yang lain, pajak ditangguhkan, dan kerugian piutang tak  

tertagih dan kerusakan aktiva. Selain itu, eksekutif dapat “bermain” dengan memakai  berbagai metode akuntansi, misalnya metode depresiasi atau metode pengakuan persediaan. Atau secara singkat dikategorikan sebagai berikut: a. Memilih metode dan standar akuntansi.  bila  seorang manajer memakai  pemilihan metode akuntansi tertentu, maka kebijakan ini relatif lebih mudah diketahui oleh pemakai laporan keuangan. Alasannya, prosedur  yang dipakai  manajer dalam menyusun laporan keuangan harus diungkapkan dengan jelas dalam catatan laporan keuangan bersangkutan, termasuk jika terjadi perubahan metode dan prosedur akuntansi yang dipakai . b. Mengendalikan berbagai akrual.  bila  seorang manajer mengendalikan transaksi akrual maka kebijakan ini lebih relatif lebih sulit untuk terdeteksi oleh pemakai laporan keuangan sehingga manajer cenderung memilih kebijakan rekayasa dengan mengendalikan berbagai akrual. Secara konseptual usaha  semacam ini akan membuat komponen akrual perusahaan menjadi lebih besar dibandingkan komponen kasnya.  Secara konseptual usaha  untuk mengungkapkan metode dan prosedur akuntansi yang dipakai  atau diubah perusahaan dalam laporan keuangannya dapat meminimalisir usaha  rekayasa manajerial ini. Ada harapan dengan pengungkapan itu pemakai laporan keuangan dapat mengetahui apa yang dipakai  dan telah diubah perusahaan dalam menginformasikan laporan keuangannya. Meski demikian ada dua keterbatasan pemakai laporan keuangan dalam menginterprestasikan laporan keuangan yang mengakibatkan manajemen laba dapat secara leluasa dilakukan manajer perusahaan, yaitu: a. Kriteria penyajian laporan keuangan merupakan hal rawan terhadap kebijakan manajerial, sehingga seorang manajer memiliki peluang untuk menetapkan rekayasa kebijakan, yang merupakan fleksibilitas dalam memperhitungkan nilai laba yang dilaporkan, sebab  memang akuntansi memberikan peluang bagi manajer untuk mencatat fakta tertentu dengan cara tertentu dan melibatkan subyektifitas dalam penyusunan estimasi. b. Tidak ada observasi yang sempurna terhadap kebijakan manajemen, mengingat tidak semua kebijakan manajemen dapat diobservasi oleh pemakai laporan  

keuangan. Meski ada kewajiban bagi perusahaan untuk mengungkapkan semua metode dan prosedur akuntansi yang dipakai  namun tidak semua kebijakan manajerial dapat diketahui atau diakses secara leluasa oleh pemakai laporan keuangan. Banyak informasi yang tetap tersebunyi yang sulit diketahui oleh publik.  3. Ada biaya dan manfaat manajemen laba  Ilmu ekonomi merupakan ilmu yang selalu menekankan adanya biaya (costs) dan manfaat (benefits) dari setiap aktivitas yang dilakukan oleh seseorang, yang diperhitungkan sebelum orang itu melaksanakan apa yang telah direncanakan. Tujuannya, agar orang dapat meminimalkan biaya yang harus ditanggungnya dan mengoptimalkan manfaat yang diperoleh dari aktivitas-aktivitas yang dilakukannya. Aktivitas yang memberikan manfaat lebih besar dibandingkan biaya yang diperlukan merupakan aktivitas yang layak untuk dikerjakan. sedang  aktivitas yang memberikan manfaat lebih kecil dibandingkan biaya yang diperlukan merupakan aktivitas yang sebaiknya tidak dikerjakan, ditunda pengerjaannya, atau direvisi sebelum dikerjakan, untuk menghindari kerugian (regret).  Secara konseptual biaya tidak selalu harus dimaknai sebagai pengeluaran berupa uang tunai yang harus dikeluarkan seseorang (out of pocket cost) saat  memilih suatu aktivitas tertentu. Biaya dapat dimaknai sebagai hilangnya kesempatan untuk mengerjakan suatu aktivitas tertentu sebab  seseorang telah memilih aktivitas yang lain (opportunity cost). Demikian juga dengan manfaat yang tidak harus dimaknai sebagai pendapatan berupa uang tunai yang dapat diterima dari aktivitas-aktivitas yang dilakukannya. Manfaat dapat dimaknai sebagai kesempatan yang diperoleh untuk mengerjakan suatu aktivitas tertentu sebab  seseorang memilih untuk tidak mengerjakan aktivitas yang lain. Biaya dan manfaat semacam ini memang relatif lebih sulit untuk dihitung dan ditentukan dibandingkan biaya dan manfaat yang dapat dikeluarkan atau diterima secara tunai. Tetapi berdasarkan pengalaman pribadi atau pihak-pihak lain biaya dan manfaat semacam ini dapat ditentukan besar kecilnya.  

  

                 Oleh sebab itu sebelum melakukan manajemen laba seorang manajer harus mempertimbangkan biaya dan manfaat yang ditanggung dan dirasakannya. Apalagi manajemen laba sebenarnya merupakan aktivitas dengan pola tindakan-tindakan tertentu yang tidak boleh keliru dalam menerapkannya. Sebagai contoh, bila  manajer menginginkan agar saham yang ditawarkannya direspon secara positif oleh pasar maka pola manajamen laba yang harus dilakukannya adalah penaikkan laba. Hal ini disebabkan ada hubungan positif antara laba dengan harga saham. Semakin tinggi laba yang dicapai perusahaan akan membuat semakin tinggi harga saham perusahaan bersangkutan. Hingga seandainya manajer keliru dalam memilih pola tindakan, yaitu dengan penurunan laba, maka apa yang sebenarnya ingin dicapainya tidak mungkin dapat terwujud.  


Contoh lain adalah pada saat manajer ingin menghindari kewajiban membayar pajak maka harus melakukan manajemen laba dengan pola penurunan laba atau meratakan laba pada saat ingin mengoptimalkan bonus yang ingin diperolehnya. Kekeliruan dalam menentukan pola tindakan akan membuat manajer terpaksa membayar pajaknya lebih tinggi atau gagal untuk memperoleh bonus. Untuk itu, sebelum melaksanakan niatnya untuk merekayasa laba, manajer harus mempertimbangkan apakah biaya yang harus dikeluarkan sepadan dengan manfaat yang diperolehnya. Apalagi aktivitas mengelola dan mengatur laba ini memerlukan biaya yang tidak sedikit, baik biaya tunai maupun opportunity cost.  Biaya tunai ini dikeluarkan untuk mengubah bukti-bukti transaksi maupun metode dan prosedur akuntansi yang akan dipakai  sebagai dasar penyusunan laporan keuangan. Hal ini disebabkan untuk mengubah bukti

Related Posts:

  • manajemen laba 3 mengutamakan kepentingan pribadi meskipun merugikan pihak lain. Bahkan dalam perkembangannya permasalahan agensi juga menjadi permasalahan antar… Read More