-bukti transaksi itu manajer harus bekerja sama dengan pihak lain yang menjalin hubungan bisnis dengan perusahaan yang mengakibatkan timbulnya bukti-bukti itu. Selain itu manajer juga memerlukan biaya tunai untuk menjalin kerjasama yang saling menguntungkan dengan pihak-pihak yang mempunyai tugas mengawasi dan mengendalikan manajer, yaitu auditor internal, komisaris, maupun akuntan publik. Artinya, semakin besar komponen yang akan direkayasa membuat semakin besar pula biaya yang harus ditanggung manajer perusahaan. Selain itu opportunity cost juga harus ditanggung perusahaan yang melakukan manajemen laba. Perusahaan yang merekayasa labanya menjadi kehilangan kesempatan untuk menyajikan informasi yang relevan, netral, lengkap, serta mempunyai daya banding dan daya uji. Perusahaan terpaksa harus menyajikan informasi yang tidak mencerminkan nilai fundamental yang sesungguhnya kepada publik. Opportunity cost yang lebih tinggi harus ditanggung perusahaan saat aktivitas rekayasa manajerial ini diketahui oleh publik. Perusahaan akan mengalami krisis kepercayaan publik yang dapat mengakibatkan harga sahamnya jatuh, dijauhi publik, bahkan bangkrut. Sebagai contoh adalah skandal keuangan Enron, Worldcom, dan Xerox di Amerika Serikat. Terbongkarnya skandal ini telah mengakibatkan perusahaan-perusahaan itu bangkrut sebab dijauhi publik dan manajernya diseret ke pengadilan. Atau dengan kata lain, biaya yang harus ditanggung perusahaan ini lebih besar dibandingkan manfaat yang diterima.
Meski manfaat bukan hal yang mudah untuk ditentukan namun usaha ini tetap harus dilakukan untuk meminimalisir resiko yang harus ditanggung perusahaan. Manfaat manajemen laba ini akan berbeda antara satu dengan yang lain, tergantung dari tujuan yang ingin dicapai pelaku. Sebagai contoh adalah perusahaan yang menginginkan harga sahamnya bagus harus mempertimbangkan apakah tujuan ini dapat tercapai dengan melakukan rekayasa manajerial dengan pola penaikkan laba. Maka perusahaan harus membuat agar aktivitas rekayasa ini tidak mudah diketahui oleh publik agar tujuannya tercapai. Hingga perusahaan tidak perlu gagal memperoleh manfaat seperti yang diinginkannya, yaitu harga sahamnya bagus, integritas manajer tetap terjaga, dan kredibilitas perusahaan di mata publik tetap baik.
. Ada yang menarik sejalan dengan perkembangan riset -riset akuntansi keuangan sejak pertengahan tahun 1985-an. riset akuntansi ini tidak lagi hanya terfokus angka-angka yang tercantum dalam laporan keuangan namun juga berusaha mengurai perilaku etis seseorang saat mencatat transaksi dan menyusun laporan keuangan. Hingga riset -riset itu tidak hanya memakai laporan keuangan sebagai basis telaah dan analisis, namun juga data-data mengenai perilaku dan pemahaman etis seseorang dalam proses pencatatan transaksi dan pembuatan laporan
keuangan. Secara konseptual telaah dan analisis ini menarik dilakukan sebab laporan keuangan sebenarnya merupakan cermin perilaku oportunis seseorang yang menyusun laporan keuangan itu. Artinya besar kecilnya kinerja yang disajikan dalam laporan keuangan akan dipengaruhi oleh keinginan dan kepentingan penyusunnya dan bukan semata-mata oleh kinerja perusahaan sesungguhnya. Inilah yang menjadi dasar berkembangnya konsep-konsep dalam teori akuntansi positif. Secara konseptual ada tiga hipotesis dalam teori akuntansi positif yang dipergunakan untuk menguji perilaku etis seseorang dalam mencatat transaksi dan menyusun laporan keuangan. Pertama, bonus plan hypothesis yang menyatakan bahwa rencana bonus atau kompensasi manajerial akan cenderung memilih dan memakai metode-metode akuntansi yang akan membuat laba yang dilaporkannya menjadi lebih tinggi. Konsep ini membahas bahwa bonus yang dijanjikan pemilik kepada manajer perusahaan tidak hanya memotivasi manajer untuk bekerja dengan lebih baik tetapi juga memotivasi manajer untuk melakukan kecurangan manajerial. Agar selalu bisa mencapai tingkat kinerja yang memberikan bonus, manajer mempermainkan besar kecilnya angka-angkat akuntansi dalam laporan keuangan sehingga bonus itu selalu didapatnya setiap tahun. Hal inilah yang mengakibatkan pemilik mengalami kerugian ganda, yaitu memperoleh informasi palsu dan mengeluarkan sejumlah bonus untuk sesuatu yang tidak semestinya. Kedua, debt (equity) hypothesis yang menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai rasio antara hutang dan ekuitas lebih besar cenderungan akan memilih dan memakai metode-metode akuntansi yang akan membuat laba yang dilaporkannya menjadi lebih tinggi. Konsep ini membahas bahwa manajer cenderung melangar perjanjian hutang bila ada manfaat dan keuntungan tertentu yang dapat diperolehnya. Dalam konteks perjanjian hutang, manajer akan mempermainkan laba agar kewajiban hutang-piutang yang seharusnya diselesaikan dapat ditunda untuk periode berikutnya. Meski permainan ini sebenarnya hanya masalah waktu pengakuan (timing) kewajiban, namun hal ini telah mengakibatkan semua pihak yang ingin mengetahui kondisi perusahaan yang sesungguhnya akan memperoleh informasi yang keliru dan membuat keputusan bisnis menjadi keliru pula. Akibatnya, terjadi kesalahan dalam mengalokasikan sumberdaya.
Ketiga, political cost hypothesis yang menyatakan bahwa perusahaan cenderung memilih dan memakai metode-metode akuntansi yang dapat mengecilkan atau memperbesar laba yang dilaporkannya. Konsep ini membahas bahwa manajer perusahaan cenderung melanggar regulasi pemerintah bila ada manfaat dan keuntungan tertentu yang dapat diperolehnya. Dalam konteks regulasi yang dikeluarkan pemerintah yang berkaitan dengan dunia usaha ini, misalkan undang-undang perpajakan, manajer akan mempermainkan laba agar agar kewajibannya yang harus dibayarkannya menjadi tidak terlalu tinggi. Hal ini disebabkan manajer tidak ingin kewajiban itu terlalu membebaninya. Akibatnya, laba yang diperoleh perusahaan tidak dialokasikan sebagaimana menerimanya sebab tidak diberikan kepada pihak yang seharusnya berhak untuk menerimanya. Ketiga hipotesis ini sebenarnya merupakan sisi lain dari teori agensi yang menekankan pentingnya penyerahan wewenang pengelolaan perusahaan dari pemilik kepada pihak lain yang mempunyai kemampuan untuk menjalankan perusahaan dengan lebih baik. Sebagai penerima wewenang untuk mengelola perusahaan, manajer seharusnya bekerja untuk mewakili kepentingan dan demi kesejahteraan pemilik. Namun yang terjadi sebaliknya, manajer bekerja demi kepentingan dan kesejahteraan pribadi. Bahkan dalam perkembangannya manajer tidak hanya mengambil hak pemilik tetapi juga mengambil hak semua pihak lain yang mempunyai hubungan bisnis dengan perusahaan. Hal ini dilakukan manajer dengan menyajikan informasi yang telah diubah sesuai dengan keinginannya, meski membuat pihak yang menerima informasi itu menjadi keliru dalam memahami dan membuat keputusan ekonomi. usaha mengubah informasi akuntansi inilah yang disebut dengan manajemen laba. Secara konseptual ada tiga motivasi yang dapat menjelaskan mengapa seorang manajer melakukan usaha manajerial itu, yaitu motivasi pasar modal, kontraktual (bonus atau kompensasi manajerial dan hutang), dan antitrust atau regulasi pemerintah yang lain. bila dicermati maka motivasi-motivasi ini sejalan dengan hipotesis teori akuntansi positif yang juga membahas permasalahan agensi, yaitu permasalahan kontraktual dan biaya politis suatu perusahaan. Oleh sebab itu bisa dikatakan bahwa teori akuntansi positif merupakan basis pengembangan riset -riset manajemen laba. Bahkan pengujian terhadap perilaku dan perilaku oportunis manajer ini sebenarnya merupakan usaha untuk menguji hipotesis-hipotesis teori akuntansi itu.
A. MOTIVASI PASAR MODAL riset -riset pasar modal berjalan seiring dengan perkembangan teori akuntansi dan pasar modal di seluruh dunia. Teori-teori akuntansi ini berkembang mengikuti perkembangan konsep manajemen korporasi modern sejak awal abad 20. Sebagai sub sistem dari sistem manajerial, akuntansi memang tidak bisa melepaskan diri dari apa yang sedang terjadi dalam manajemen sebuah perusahaan. Hal disebabkan akuntansi merupakan salah satu komponen yang menjalankan fungsi manajemen, khususnya bidang keuangan. Apapun yang dilakukan dan dialami manajemen perusahaan akan dirasakan dan dialami fungsi akuntansi. Inilah yang membuat akuntansi rawan untuk diintervesi dan ditekan oleh fungsi manajemen di atasnya. Oleh sebab itu prinsip akuntansi mensyaratkan agar laporan keuangan diperiksa dahulu oleh pihak yang netral dari intervesi dan tekanan manajemen perusahaan sebelum dinyatakan layak dipublikasikan, yaitu akuntan publik yang memang mempunyai wewenang untuk melakukan hal itu. Selain itu, perkembangan teori akuntansi ini merupakan hasil adopsi dari berbagai teori ilmu lain, yang mempunyai kemampuan untuk menjelaskan fenomena-fenomena akuntansi. Sebagai contoh adalah teori keperilakukan (behavioral theory) yang diadopsi dari ilmu psikologi. Teori ini dipakai untuk menjelaskan fenomena perilaku oportunis penyusun laporan keuangan pada saat mencatat atau menyusun informasi keuangan itu. Contoh lain adalah teori keorganisasian (organization theory) dari ilmu manajemen yang dipakai untuk menjelaskan bahwa laporan keuangan sangat dipengaruhi struktur organisasi bersangkutan. Selain itu juga ada ilmu manajemen juga teori sinyal (signaling theory) yang dipakai untuk menjelaskan bahwa pada dasarnya laporan keuangan dimanfaatkan perusahaan untuk memberi sinyal positif maupun negatif kepada pemakainya. Demikian juga dengan teori agensi yang dipakai untuk menjelaskan bahwa laporan keuangan merupakan akibat pemisahan kepemilikan dan kepengelolaan perusahaan. Faktor lain yang mempengaruhi studi pasar modal adalah perkembangan pasar modal itu sendiri. Perkembangan pasar modal ini sebenarnya merupakan dampak dari perubahan orientasi dunia usaha. bila beberapa dekade yang lalu dunia usaha cenderung memilih memakai dana pinjaman atau hutang untuk mengembangkan
bisnisnya (debt oriented). Saat ini dunia usaha telah mengalami perubahan orientasi dalam mencari dana. Dunia usaha tidak lagi menggantungkan diri pada perbankan atau lembaga keuangan lain untuk memenuhi kebutuhan dana operasional dan investasi namun lebih menyukai memakai dana yang diperoleh dari pasar modal (stock market oriented). Ada beberapa alasan yang mendasarinya: 1. Bunga hutang yang harus dibayarkan kepada kreditur relatif lebih tinggi dibandingkan deviden yang dibayarkan kepada investor, sehingga menjadi beban periodik yang harus ditanggung oleh perusahaan. Hal ini membuat perusahaan mempunyai kinerja periode berjalan menjadi rendah. 2. Biaya bunga merupakan pengeluaran periodik yang wajib dibayar meski perusahaan sedang mengalami kesulitan keuangan. Sementara pembayaran deviden tergantung pada kebijakan perusahaan, apakah periode akan membagi deviden dan tidak tergantung pada laba yang diperoleh perusahaan. 3. Hutang merupakan kewajiban yang harus dilunasi perusahaan pada suatu saat sedang dana pasar modal merupakan sebagian modal perusahaan yang tidak harus dikembalikan kepada pemiliknya. Hutang juga merupakan kewajiban yang harus diselesaiakan meskipun perusahaan bersangkutan mengalami kesulitan keuangan, bahkan mengalami kebangkrutan. Sementara di sisi lain publik juga mulai mengalami perubahan orientasi dalam menyimpan dana. bila beberapa dekade yang lalu publik cenderung memilih perbankan atau lembaga keuangan lain sebagai tempat menginvestasikan dana, saat ini publik cenderung memilih memanfaatkan pasar modal untuk menginvestasikan dana yang dimilikinya. Publik tidak lagi menggantungkan diri pada perbankan atau lembaga keuangan lain untuk menyimpan dana, publik lebih menyukai pasar modal untuk menginvestasikan dananya. Ada beberapa alasan yang mendasarinya: 1. Semakin rendahnya bunga tabungan dibandingkan deviden yang diterimanya dari perusahaan yang menjadi tempat menginvestasikan dananya. Kondisi ini membuat investasi di pasar modal menjadi lebih menguntungkan dibandingkan menyimpan dana di bank aatu lembaga keuangan lain. 2. usaha menginvestasikan dana di pasar modal berarti seseorang telah menjadi salah seorang pemilik (owner) perusahaan bersangkutan. Bahkan bila hak kepemilikannya mayoritas, orang ini akan mempunyai suara yang cukup signifikan
dalam menentukan dalam memilih manajer dan mempengaruhi kebijakan-kebijakan perusahaan. Secara konseptual ada hubungan sebab-akibat antara perkembangan teori akuntansi dan pasar modal yang mendorong perkembangan riset pasar modal ini. Dalam teori manajemen modern dijelaskan pentingnya pemisahan dan kepemilikan perusahaan. Tujuannya, agar perusahaan dikelola secara profesional oleh orang yang memahami bagaimana menjalankan sebuah perusahaan dengan baik. Apalagi jika perusahaan telah mencapai skala operasi tertentu yang mengakibatkan pemilik tidak mungkin secara langsung bias mengoperasikan semua aktivitas perusahaannya seorang diri. Pemilik membutuhkan bantuan orang lain yang mempunyai kemampuan untuk menjalankan fungsi yang seharusnya dilakukannya. Bahkan seandainya diperlukan semua kewenangan pengelolaan perusahaan dapat dilepas dan dijalankan orang lain. Hingga dalam teori manajemen modern ini pemilik cukup menjalankan fungsi pengawasan dan pengendalian terhadap pengelola perusahaannya. Tuntutan pemisahan kepemilihan dan kepengelolaan ini semakin kencang untuk perusahaan publik atau perusahaan yang telah melepaskan sebagian sahamnya ke publik, sebab dalam perusahaan publik tidak ada lagi pemilik tunggal. Sebagai perusahaan dengan kepemilikan terbuka maka kepemilikan dibagi-bagi untuk siapapun yang memegang saham perusahaan bersangkutan. Setiap pemegang saham menjadi mempunyai hak suara untuk menentukan siapa yang harus mengelola dan membuat kebijakan dasar perusahaan. Meski demikian pemegang saham mayoritas tetap akan mempunyai hak suara lebih besar dibandingkan pemegang saham yang lain. Hal ini mengakibatkan pemegang saham mayoritas menjadi pihak yang mampu dan bisa mempengaruhi keputusan dan kebijakan manajerial perusahaan. Namun demikian jarang sekali ada pemegang saham mayoritas yang secara langsung mengoperasikan perusahaan. Pemegang saham mayoritas tetap cenderung menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada orang-orang yang lebih profesional dalam menjalankan perusahaan. Ada alasan penting mengapa pemegang saham mayoritas tidak menjalankan perusahaan secara langsung. Sebagai perusahaan dengan kepemilikan terbuka maka integritas dan kredibilitas perusahaan merupakan kunci utama diterima tidaknya saham perusahaan itu oleh publik. Penilaian ini juga mencakup apakah perusahaan telah dikelola mengikuti kaidah-kaidah bisnis atau tidak, termasuk apakah perusahaan
dikelola oleh orang-orang yang hanya mewakili kepentingan pemegang saham mayoritas atau tidak. Publik cenderung akan memilih perusahaan-perusahaan yang dikelola oleh para profesional yang integritas dan kredibilitas telah teruji. Inilah yang mengakibatkan pemegang saham mayoritas menyerahkan pengelolaan perusahaan ke orang lain. Meski pemegang saham ini tetap bisa mempengaruhi dan mengintervensi keputusan dan kebijakan manajerial perusahaan. Oleh sebab itu bisa dikatakan bahwa dalam sebuah perusahaan terbuka pemisahan kepemilikan dan kepengelolaan merupakan hal penting. Secara konseptual pemisahan ini mendorong terjadinya asimetri informasi antara manajer perusahaan dengan pihak eksternal yang tidak mempunyai akses dan sumber informasi yang memadai. Sebagai pihak yang yang menguasai informasi lebih banyak dibandingkan pihak lain, manajer akan berperilaku oportunis, yaitu mendahulukan kepentingannya di atas kepentingan pihak lain. Kewajiban manajer sebagai pengelola perusahaan untuk mengungkapkan semua informasi mengenai apa yang dilakukan dan dialaminya kedalam laporan keuangan dimanfaatkan untuk mencari keuntungan pribadi. Laporan keuangan yang seharusnya menginformasikan nilai dan kondisi fundamental perusahaan dipakai untuk kepentingan pribadi. Hal ini dilakukan dengan menyembunyikan, menunda pengungkapan, atau mengubah informasi fundemental menjadi informasi palsu pada saat perusahaan akan melakukan suatu transaksi tertentu. A.1. PENAWARAN SAHAM PERDANA Penawaran saham perdana atau initial public offerings (IPO) merupakan penawaran saham suatu perusahaan private untuk pertama kalinya kepada publik. Sebagai perusahaan private maka seluruh kepemilikan perusahaan itu dimiliki dan dikuasai oleh orang, keluarga atau kelompok tertentu, sehingga perusahaan semacam ini seringkali disebut sebagai perusahaan keluarga atau perusahaan tertutup. Hal inilah yang membuat pemilik mempunyai hak dan tanggung jawab yang tidak terbatas dalam perusahaan. Artinya, pemilik dapat menikmati seluruh keuntungan yang diperoleh perusahaan seorang diri sekaligus harus menanggung resiko yang mungkin muncul seorang diri pula. Hal ini berbeda dengan perusahaan terbuka yang kepemilikan tidak lagi hanya dikuasai oleh orang atau kelompok tertentu. Atas dasar kelebihan dan
kelemahan penawaran saham secara terbuka maka ada beberapa tujuan yang ingin dicapai perusahaan yang melakukan penawaran, yaitu: 1. Perusahaan memperoleh tambahan dana Perusahaan memperoleh tambahan dana yang akan dipakai untuk membiayai dan mengembangkan usaha. Saat ini memang ada perubahan orientasi perusahaan dalam mencari dana tambahan, yaitu perusahaan cenderung lebih menyukai mencari dana di pasar modal daripada memakai dana pinjaman atau hutang. Alasannya, perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membayar bunga pinjaman setiap periode. Padahal bunga akan menambah beban periodik perusahaan pada saat perusahaan sedang mengalami kesulitan keuangan, apalagi pada saat mengalami kerugian. Selain itu dana yang diperoleh dari investor tidak mewajibkan perusahaan untuk mengembalikan seperti halnya dana pinjaman. 2. Membagi-bagikan resiko perusahaan Secara konseptual perusahaan tidak hanya memperoleh keuntungan (return) dalam proses operasinya tetapi juga harus menanggung resiko (risk) yang mungkin timbul dari kegiatan-kegiatan bisnisnya. Semakin tinggi keuntungan yang diharapkan perusahaan maka semakin tinggi pula resiko yang mungkin harus ditanggungnya. Atau sebaliknya, semakin tinggi resiko yang harus ditanggung perusahaan semakin tinggi pula keuntungan yang mungkin akan diperolehnya. Oleh sebab itu, dengan menjadi perusahaan publik maka pemilik tidak lagi menanggung kemungkinan resiko seorang diri. Resiko akan ditanggung bersama-sama dengan pemegang-pemegang saham yang lain, meskipun keuntungan yang diperolehnya pun harus juga dibagi dengan pemegang saham lain. Oleh sebab itu usaha menjual sebagian kepemilikan ini sebenarnya mencerminkan usaha pemilik lama sebenarnya usaha untuk membagi-bagikan (sharing) resiko perusahaan kepada pihak lain. Perusahaan harus menyediakan prospektus yang berisi informasi keuangan dan non keuangan mengenai nilai dan kondisi perusahaan pada saat melakukan penawaran saham perdana itu. Secara umum informasi keuangan terdiri dari neraca (balance sheet), laporan laba rugi (income statement), laporan arus kas (cash flow statement), dan penjelasan atas laporan keuangan. sedang informasi non keuangan berisi informasi mengenai underwriter, auditor independen, konsultan hukum, nilai penawaran saham, prosentase saham yang ditawarkan, umur perusahaan, dan informasi lain yang
mendukung. Informasi-informasi dalam prospektus ini akan memberikan gambaran mengenai kondisi, prospek ekonomi, rencana investasi, serta ramalan laba dan dividen yang akan dijadikan dasar dalam pembuatan keputusan rasional mengenai resiko dan nilai saham yang ditawarkan perusahaan Informasi ini dibutuhkan investor untuk menilai, menentukan, dan membuat keputusan apakah perusahaan bersangkutan merupakan perusahaan yang layak dipilih sebagai tempat untuk menginvestasikan dananya. Pada saat IPO prospektus merupakan satu-satunya sumber informasi dalam proses penawaran saham perdana ini sebab selain prospektus hampir tidak ada sumber informasi lain yang tersedia untuk investor. Sebagai perusahaan tertutup yang mayoritas kepemilikannya dikuasai keluarga atau kelompok tertentu maka jarang ada media yang meliput nilai dan kondisi perusahaan itu sebelum perusahaan go public. Oleh sebab itu investor cenderung menyandarkan diri kepada prospektus untuk mengetahui informasi dan menilai perusahaan yang melakukan penawaran saham itu. Investor menjadi tergantung pada informasi yang dicantumkan dalam prospektus. Ini mengakibatkan semakin banyak informasi yang ada dalam prospektus berarti semakin banyak pula informasi yang dapat diterima investor, sebaliknya semakin sedikit informasi yang ada dalam prospektus berarti semakin sedikit pula informasi yang dapat diterima investor. Oleh sebab itu kualitas informasi yang diterima dan dikuasai investor sangat tergantung pada kualitas informasi yang ada dalam prospektus perusahaan pada saat penawaran perdana. Secara konseptual minimnya informasi yang tersedia ini akan mendorong dan memotivasi manajer perusahaan untuk melaporkan informasi yang menguntungkan dirinya dengan mempercantik laporan keuangan (fashioning accounting reports). usaha ini sebenarnya logis mengingat manajer berkeinginan menaikkan kesempatan untuk memperoleh issue fully subscribed. Apalagi jika melihat hubungan positif antara informasi akuntansi dan harga saham perusahaan bersangkutan. Semakin bagus informasi yang dipublikasikan perusahaan semakin bagus pula harga saham perusahaan bersangkutan atau sebaliknya semakin buruk informasi yang dipublikasikan perusahaan semakin buruk pula harga sahamnya. Oleh sebab itu perusahaan cenderung menginformasikan hal-hal yang positif agar investor juga secara positif merespon saham yang ditawarkan. Manajer akan menyembunyikan, menunda, atau mengubah informasi
yang dapat membuat investor mempunyai persepsi negatif terhadap perusahaan sebab hal ini akan mengakibatkan harga saham perusahaan bersangkutan jatuh. Inilah sebabnya mengapa manajer melakukan manajemen laba pada saat penawaran saham perdana. Perusahaan memiliki dorongan untuk melakukan manajemen laba yang dapat meningkatkan penerimaan melalui pengaturan tingkat laba yang dilaporkan dalam prospektus. Perusahaan melaporkan labanya lebih tinggi (overstate) dibandingkan laba sesungguhnya saat penawaran itu. usaha rekayasa manejerial ini bahkan dilanjutkan perusahaan selama beberapa periode setelah malakukan penawaran itu. Secara konseptual dorongan untuk melakukan usaha rekayasa manajerial ini lebih besar dilakukan oleh perusahaan yang melakukan penawaran saham perdana dibandingkan dengan perusahaan yang tidak melakukan penawaran saham. Hingga bila angka-angkanya diperbandingkan maka angka-angka rekayasanya pun juga lebih besar dibandingkan perusahaan yang tidak melakukan penawaran saham perdana.
Anehnya meski mengetahui bahwa laporan keuangan yang dipublikasikan perusahaan telah direkayasa menjadi lebih indah dibandingkan informasi sesungguhnya namun investor tetap memusatkan perhatian kepada informasi laba daripada informasi arus kas. Investor tetap membutuhkan dan memakai informasi laba yang berbasis akrual untuk menilai dan membuat keputusan invetasinya. Padahal sebenarnya laporan arus kas merupakan informasi yang relatif bebas dari usaha rekayasa manajerial sebab memakai basis kas untuk menyusunnya. Hal ini disebabkan informasi laba lebih mampu memprediksi arus kas masa depan dibandingkan informasi arus kas. Inilah yang membuat perusahaan yang melakukan penawaran saham cenderung melakukan manajemen laba berpola penaikkan laba agar sahamnya direspon secara positif oleh pasar. Bahkan rekayasa itu tidak hanya dilakukan terhadap laporan keuangan periode panawaran saja namun juga dilakukan terhadap laporan keuangan selama beberapa sebelum penawaran. Apalagi usaha restatement semacam ini memang diperkenankan oleh prinsip akuntansi berterima umum. Meski perusahaan mempunyai keleluasaan untuk merekayasa informasi-informasi yang disampaikannya kepada publik, namun usaha ini tidak mungkin dilakukan secara terus menerus. Sebagai sebuah informasi mengenai kinerja yang berisi angka-angka akuntansi maka usaha untuk menyembunyikan, menunda, atau memalsukan informasi sebenarnya hanyalah merupakan usaha untuk mengundur pengakuan atau pencatatan suatu transaki atau persitiwa. Atau dengan kata lain, usaha -usaha seperti ini hanyalah permainan di atas kertas belaka. Oleh sebab secara garis besar keterbatasan manajemen laba adalah: 1. Publik akan mengetahui apa saja yang dilakukan perusahaan Hal ini bisa terjadi pada pada saat perusahaan harus menjalani proses pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh akuntan publik. Akuntan publik pada saat melakukan pemeriksaan harus melakukan crosscheck terhadap komponen-komponen laporan keuangan, termasuk meminta konfirmasi dari perusahaan atau pihak lain yang menjalin hubungan bisnis dengan perusahaan bersangkutan. usaha ini merupakan usaha untuk mengidentifikasi terjadi kecurangan-kecurangan korporasi. bila
menemukan indikasi perusahaan melakukan kecurangan maka akuntan public bersangkutan mempunyai kewajiban untuk menolak memberikan opini dan melaporkan kepada regulator yang berwenang untuk menangani kecurangan-kecurangan itu. 2. Perusahaan pada suatu saat akan kehilangan kemampuannya untuk melanjutkan proses rekayasa manajerial ini Apalagi pada saat perusahaan harus menginformasikan nilai dan kondisi perusahaan yang sesungguhnya. Bahkan secara tidak langsung perusahaan harus mengungkapkan semua usaha rekayasa yang pernah dilakukan dalam laporan keuangannya. bila usaha rekayasa manajerial yang dilakukannya berpola penurunan laba maka suatu saat perusahaan harus menanggung konsekuensinya yang berupa penaikkan kinerja (overperformance). Sebaliknya bila usaha rekayasa manajerial yang dilakukannya berpola penaikkan laba maka suatu saat perusahaan harus menanggung konsekuensinya berupa penurunan kinerja (underperformance). Situasi semacam ini juga akan dialami perusahaan yang melakukan manajemen laba pada saat penawaran saham perdana. Perusahaan akan mengalami kenaikkan kinerja selama beberapa periode sebelum penawaran, memuncak pada saat penawaran, dan akhirnya mengalami penurunan kinerja selama beberapa periode setelah penawaran saham. Oleh sebab itu bisa diduga perusahaan akan mengalami penurunan kinerja setelah melakukan penawaran saham perdana. Bahkan bila perekonomian makro secara umum sedang mengalami penurunan, perusahaan yang baru saja melakukan penawaran saham akan mengalami penurunan kinerja lebih tinggi dibandingkan perusahaan-perusahaan lain. Hal ini menandakan bahwa perusahaan bersangkutan selain harus menanggung menurunnya perekonomian juga menanggung konsekuensi dari manajemen laba yang pernah dilakukannya. A.2. SEASONED EQUITY OFFERINGS Seasoned equity offerings (SEO) merupakan penawaran saham tambahan yang dilakukan oleh perusahaan publik yang memerlukan tambahan dana untuk membiayai kegiatan operasional maupun investasinya. Alasan lain mengapa sebuah perusahaan melakukan SEO adalah mencari dana untuk membayar hutang jangka panjangnya yang
akan jatuh tempo. Secara konseptual penawaran saham ini dapat dilakukan dua cara, pertama, melalui mekanisme right issue atau menjual hak (right) kepada pemegang saham lama untuk membeli saham tambahan itu dengan harga tertentu dan pada saat tertentu. Mekanisme ini biasa dilakukan oleh perusahaan yang kepemilikannya terkonsentrasi, dengan tujuan untuk melindungi kepentingan pemegang saham lama agar dapat mempertahankan proporsi kepemilikannya sama seperti sebelum penawaran ekuitas ini (preemptive right). Mekanisme ini biasa dipakai oleh perusahaan-perusahaan di pasar modal negara berkembang (emerging market) yang kepemilikannya cenderung terkonsentrasi pada orang, keluarga, atau kelompok tertentu. Kedua, melalui mekanisme second offerings, third offerings, dan seterusnya. atau menjual saham tambahan ini kepada setiap investor di pasar yang ingin membelinya tidak hanya kepada pemegang saham lama. Mekanisme ini biasa dipakai oleh perusahaan-perusahaan di pasar modal negara maju (developing market) yang kepemilikannya cenderung tersebar pada banyak pihak dan tidak ada pemegang saham mayoritas. Namun berbeda dengan right issue maka harga saham dalam mekanisme ini secara murni ditentukan oleh besarnya penawaran dan permintaan di pasar. Harga saham akan tinggi bila permintaan pasar tinggi, sebaliknya harga saham akan rendah bila permintaan pasar juga rendah. Ada kelemahan mekanisme SEO dibandingkan memakai dana pinjaman, yaitu SEO membuat kepemilikan perusahaan semakin menyebar, sebab SEO merupakan proses menjual kepemilikan perusahaan kepada orang lain. Atau dengan kata lain, orang yang membeli saham SEO berarti akan menjadi salah satu pemilik perusahaan. Namun dibalik kelemahan SEO ada beberapa kelebihan yang menjadi alasan mengapa perusahaan cenderung memilih memakai mekanisme SEO untuk memperoleh tambahan dana dibandingkan memakai dana pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lain, yaitu: 1. Mekanisme SEO tidak perlu membayar bunga pinjaman yang relatif lebih tinggi dibandingkan besarnya deviden yang harus dibagikan kepada investor. Apalagi deviden akan dibagikan hanya saat perusahaan memperoleh laba saja, namun bila tidak memperoleh laba yang cukup besar atau menderita kerugian maka perusahaan tidak wajib untuk membagikan deviden. Ini berbeda dengan bunga pinjaman yang harus dibayarkan kepada kreditur yang tanpa melihat apakah
perusahaan memperoleh laba atau tidak. Hal ini lebih meringankan keuangan perusahaan daripada harus membayarnya secara periodik. 2. Dana pinjaman atau hutang merupakan kewajiban yang harus diselesaikan perusahaan pada suatu saat sedang dana yang diperoleh dari mekanisme SEO menjadi bagian dari modal perusahaan yang harus dikembalikan. Artinya, orang yang membeli saham tambahan ini akan menjadi salah satu pemilik perusahaan seperti halnya pemilik yang lain, dengan hak dan kewajiban yang proporsional sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya. Secara konseptual pemegang saham menempati urutan terakhir bila perusahaan menyelesaikan kewajiban-kewajibannya pada saat dinyatakan pailit atau bangkrut. 3. bila dana perusahaan telah habis untuk menyelesaikan kewajiban-kewajiban yang lain maka pemegang saham tidak akan memperoleh apapun dari saham yang dipegangnya. Hal ini sebenarnya konsekuensi pemegang saham sebagai pemilik perusahaan yang harus mau dan bertanggung jawab menanggung segala resiko yang muncul dari bisnis yang dijalankan perusahaannya. Hal ini lebih meringankan keuangan perusahaan daripada suatu saat harus menyediakan dana segar untuk mengembalikan pinjamannya itu. 4. Mekanisme SEO lebih memberikan nilai tambah dibandingkan dengan memakai dana pinjaman. Secara konseptual dana yang diperoleh dari SEO akan diakui sebagai tambahan modal sehingga dalam struktur neraca dimasukkan dalam komponen modal saham. Hal ini membuat kinerja solvabilitas perusahaan lebih terjaga daripada seandainya perusahaan memakai dana pinjaman sebab dana ini akan membuat nilai hutang perusahaan menjadi lebih tinggi. 5. Mekanisme SEO akan membuat harga saham perusahaan di pasar modal juga akan terjaga seandainya perusahaan mempunyai kinerja solvabilitas yang bagus. Alasannya, pada dasarnya investor akan memakai ukuran-ukurang kinerja keuangan perusahaan sebelum memutuskan akan menginvestasikan dananya pada perusahaan bersangkutan atau tidak. Hingga semakin bagus kinerja keuangan perusahaan semakin bagus pula kinerja sahamnya, sebaliknya semakin buruk kinerja keuangan perusahaan semakin buruk pula kinerja sahamnya. Inilah sebabnya mengapa perusahaan memilih memakai mekanisme SEO daripada memakai hutang.
bila dalam penawaran saham perdana investor cenderung memakai laporan keuangan sebagai satu-satunya sumber informasi maka dalam SEO ada lebih banyak informasi yang dapat dimanfaatkan investor sebelum membuat keputusan investasinya. Sebagai perusahaan publik dengan pengelolaan yang terbuka maka apa yang dilakukan dan dialami perusahaan selama periode tertentu dapat diketahui oleh publik. Perusahaan tidak lagi menjadi organisasi tertutup yang bebas melakukan apa saja sesuai dengan keinginan pengelolanya. Setiap keputusan dan kegiatan akan diawasi, dikontrol, dan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Bahkan keputusan dan kegiatan itu harus dilakukan dengan mengikuti kaidah dan norma bisnis yang diterima secara umum. usaha -usaha penyelewengan dalam mengelola perusahaan pun dapat menjadi subyek tuntutan hukum yang akan diselesaikan di pengadilan. Harapannya, hak publik untuk memperoleh informasi yang relevan, akurat, dan netral dapat dipenuhi. Oleh sebab itu berbeda dengan penawaran saham perdana maka investor mempunyai akses dan sumber untuk memperoleh informasi yang lebih memadai dalam SEO ini. Selain memakai informasi laporan keuangan maka investor dapat memakai berbagai akses dan sumber informasi lain untuk menilai apakah perusahaan layak dipakai sebagai tempat mengivestasikan dananya. Secara konseptual hal ini membuat investor lebih mudah dalam membuat keputusan-keputusan investasi. Namun demikian ternyata asimetri informasi antara manajer perusahaan dengan investor tetap ada. Meski di pasar tersedia informasi yang memadai manajer tetap merupakan pihak yang lebih superior dibandingkan pihak lain. Hal inilah yang mendorong dan memotivasi manajer untuk berperilaku oportunis dengan melakukan manajemen laba agar mempunyai kesempatan untuk memiliki issue fully subscribed. Bahkan semakin besar asimetri informasi semakin besar pula dorongan manajer bersikap curang (fraud) dalam melaporkan kinerja. Tujuannya, menyesatkan investor dalam menilai saham yang ditawarkan. usaha ini sebenarnya wajar dilakukan manajer perusahaan yang melakukan SEO sebab secara teoritis memang terbukti ada hubungan positif antara kinerja perusahaan dengan harga saham perusahaan bersangkutan. Semakin tinggi kinerja perusahaan semakin tinggi pula harga sahamnya, sebaliknya semakin rendah kinerjanya semakin rendah pula harga saham perusahaan bersangkutan. Maka tidak mengherankan
bila perusahaan melakukan rekayasa manajerial dengan pola penaikkan laba selama beberapa periode sebelum SEO. usaha rekayasa ini juga dilakukan manajer pada periode panawaran sehingga pada saat penawaran kinerja perusahaan terlihat lebih bagus dibandingkan kinerja sesungguhnya. Tujuannya perusahaan untuk menginformasikan hal-hal yang positif ini adalah agar investor juga secara positif merespon saham yang ditawarkan. Hal itu sejalan dengan konsep windows of opportunity yang menjelaskan bahwa manajer yang oportunis melakukan SEO untuk dengan memanfaatkan asimetri informasi antara manajer dan pasar. Konsep ini juga menjelaskan bahwa kebanyakan perusahaan akan melakukan penawaran saham tambahan pada saat sahamnya overvalued, puncak overvalution adalah pada saat penawaran, dan kesalahan estimasi penilaian secara signifikan berkaitan dengan probabilitas bahwa perusahaan akan melakukan SEO. Atau dengan kata lain, manajer berperilaku oportunis saat mengetahui investor overoptimism terhadap nilai penawaran saham tambahan itu. Hingga manajer hanya akan mengeluarkan ekuitas tambahan jika percaya bahwa nilai perusahaannya overvalue. Jadi, jika kinerja jangka panjang perusahaan merupakan refleksi dari kegagalan pasar dalam mengumpulkan informasi yang disampaikan pada saat pengumuman, maka perusahaan yang memanfaatkan windows of opportunity hanya menerima manfaat saat pasar belum melakukan koreksi terhadap pengumuman ini .
Anehnya, meskipun average return perusahaan yang melakukan SEO hanya 7% per tahun sedang perusahaan yang tidak melakukan penawaran rata-rata 15% per tahun, penawaran saham tambahan ini tetap mendapat respon positif dari investor. Apalagi jika investor menangkap sinyal bahwa dana yang diperoleh dari hasil SEO ini akan dipakai untuk diinvestasikan pada kesempatan yang menguntungkan. Selain itu pasar juga akan bereaksi secara positif bila melihat bahwa perusahaan yang melakukan penawaran saham itu pertumbuhannya yang tinggi. Inilah yang membuat perusahaan yang mencoba memberi sinyal positif saat melakukan penawaran saham tambahan. usaha memberi sinyal positif itu manajer melakukan manajemen laba penaikkan laba agar kinerja perusahaannya kelihatan lebih baik dibandingkan kinerja sesungguhnya selama beberapa periode sebelum penawaran. Bahkan untuk itu perusahaan juga mengatur agar kinerjanya seolah-olah mengalami peningkatan selama beberapa periode. Hal ini dilakukan untuk memberi sinyal bahwa perusahaan mempunyai kesempatan bertumbuh yang tinggi. Secara konseptual manajemen laba tidak mungkin dilanjutkan perusahaan dalam jangka waktu yang cukup lama. Hal ini disebabkan, pertama, publik akan mengetahui bahwa perusahaan telah melakukan aktivitas rekayasa manajerial dengan menyembunyikan, menunda, atau mengubah informasi yang seharusnya diungkap secara terbuka. Kedua, perusahaan pada suatu saat akan kehilangan kemampuannya untuk melanjutkan proses rekayasa manajerial ini. Suatu saat perusahaan harus menginformasikan nilai dan kondisi perusahaan yang sesungguhnya. Bahkan secara tidak langsung perusahaan harus mengungkapkan semua usaha rekayasa yang pernah dilakukan dalam laporan keuangannya. Perusahaan pun harus menanggung dampak yang muncul dari usaha -usaha rekayasa yang pernah dilakukannya. bila perusahaan melakukan manajemen laba berpola penurunan laba maka suatu saat perusahaan akan mengalami penaikkan kinerja (overperformance). Sebaliknya bila perusahaan
melakukann manajemen laba berpola penaikkan laba maka suatu saat perusahaan akan mengalamai penurunan kinerja (underperformance). Oleh sebab itu perusahaan yang melakukan manajemen laba berpola penaikkan laba pada saat SEO juga akan mengalami penurunan kinerja yang cukup signifikan setelah melakukan penawaran saham itu. Penurunan kinerja ini akan dialami perusahaan selama beberapa periode setelah penawaran. Bahkan dalam kondisi perekonomian makro sedang mengalami penurunan, perusahaan akan mengalami penurunan kinerja lebih tinggi dibandingkan perusahaan-perusahaan lain. Hal ini menandakan bahwa perusahaan bersangkutan selain harus menanggung menurunnya perekonomian juga menanggung konsekuensi dari manajemen laba yang pernah dilakukannya. Sejalan dengan penurunan kinerja ini maka harga saham perusahaan bersangkutan di pasar modal akan mengalami penurunan. Hal ini disebab pada dasarnya tinggi-rendahnya harga saham suatu perusahaan akan ditentukan dan dipengaruhi oleh tinggi-rendahnya kinerja perusahaan bersangkutan. C.3. TRANSAKSI DAN PERISTIWA LAIN Selain transaksi saham pada saat penawaran saham perdana dan SEO maka ada transaksi-transaksi lain yang terjadi di pasar modal, sebagai contoh adalah management buyouts, yaitu usaha manajer perusahaan untuk membeli kembali saham perusahaan yang sudah beredar secara luas di tengah masyarakat. Tujuannya, manajer ingin mempunyai atau menguasai kepemilikan perusahaan yang dikelolanya (managerial ownership). Oleh sebab itu manajer berusaha agar dapat membeli saham perusahaannya sendiri semurah-murahnya sehingga dapat membeli saham sebanyak mungkin. Serupa dengan transaksi-transaksi lain di pasar modal maka laba perusahaan akan menentukan nilai saham perusahaan bersangkutan. Atau dengan kata lain secara konseptual harga saham dipengaruhi oleh laba perusahaan. Artinya semakin tinggi laba perusahaan semakin tinggi pula harga saham perusahaan bersangkutan. Sebaliknya, semakin rendah laba perusahaan semakin rendah hara saham perusahaan bersangkutan. Oleh sebab itu informasi laba sangat penting dalam proses management buyouts. Ini sebabnya mengapa manajer perusahaan yang melakukan buyouts mempunyai dorongan untuk melakukan manajemen laba dengan melaporkan labanya lebih rendah (understate) daripada sesungguhnya. Tujuannya, agar saham perusahaan bersangkutan
harganya jatuh dibawah harga fundementalnya, sehingga manajernya dapat membeli saham-saham itu dengan harga lebih murah dibanding harga sesungguhnya. Secara empiris aktivitas rekayasa manajerial ini berhasil mengelabui pasar agar mau menjual dan menghargai saham perusahaan itu lebih rendah. Namun setelah berhasil menguasai saham-saham itu maka manajer itu akan merekayasa laba lagi dengan pola penaikkan laba untuk mengembalikan harga saham perusahaan ke tingkat yang sebenarnya. Selain management buyout maka kebijakan multi papan (multiboard system) yang diperlakukan di pasar modal juga merupakan salah satu pendorong sebuah perusahaan melakukan manajemen laba. Secara konseptual kebijakan multi papan adalah proses untuk mendisiplinkan pasar yang dilakukan pengelola pasar modal di suatu negara. Dalam sistem ini maka perusahaan yang dinilai tidak dapat memenuhi kriteria pencatatan di papan utama, misalkan ukuran keuangan, likuiditas, persentase kepemilikan saham dan keaktifan perdagangan, dan lain-lain, akan diturunkan ke papan pengembangan. bila pada suatu saat perusahaan bersangkutan dinilai telah berhasil memenuhi kriteria-kriteria itu maka akan dikembalikan ke papan pencatatan utama. Hal inilah yang mendorong manajer melakukan manajemen laba. Alasannya, pertama, penurunan status pencatatan merupakan prestasi negatif bagi manajer sebagai seorang agen yang menjalankan wewenang dari prinsipal. Kedua, penurunan ini dapat mempengaruhi harga saham perusahaan bersangkutan. Atas dasar alasan inilah manajer melakukan manajemen laba agar terhindar dari degradasi dari papan pencatatan utama ke pencatatan pengembangan. usaha rekayasa manajerial ini bisa dilakukan dengan pola penaikkan laba atau perataan laba. Pola penaikkan laba dipilih bila selama periode pengawasan perusahaan mempunyai kinerja yang rendah, semantara perataan laba dipilih pada saat periode pengawasan perusahaan mempunyai kinerja yang relatif fluktuatif antara tinggi dan rendah. Pola perataan laba ini dipilih agar kinerja perusahaan tidak terlalu tinggi atau terlalu rendah, yang penting perusahaan tidak dikenai kebijakan degradasi pencatatan saham. Selain ini maka manajemen laba juga dilakukan perusahaan yang berada di papan pencatatan pengembangan. usaha rekayasa manajerial ini dilakukan dengan pola penaikkan laba untuk mengusahakan agar laba perusahaan selalu di atas batas minimal degradasi penacatatan saham. usaha ini dilakukan agar perusahaan dapat dinaikkan laba ke papan pencatatan utama.
Tingkat pengungkapan (disclosure) laporan keuangan ternyata juga merupakan pendorong sebuah perusahaan untuk melakukan manajemen laba. Secara konseptual tingkat pengungkapan akan membantu pemakai laporan keuangan untuk memahami isi dan angka yang diinformasikan dalam laporan keuangan. Ada tingkatan pengungkapan yang selama ini dikenal, yaitu pengungkapan penuh, cukup, dan wajar. Pengungkapan penuh merupakan usaha perusahaan untuk mengungkapkan seluruh informasi yang dimilikinya, baik informasi keuangan maupun non keuangan. Sementara pengungkapan cukup merupakan usaha perusahaan untuk mengungkapkan informasi sesuai dengan diwajibkan oleh standar akuntansi. Sementara pengungkapan penuh merupakan usaha perusahaan untuk mengungkapkan informasi secara cukup ditambah dengan informasi-informasi lain yang dapat mempengaruhi kewajaran laporan keuangan seperti contigencies, commitments, dan sebagainya. Secara konseptual tingkat pengungkapan perusahaan dipengaruhi oleh asimetri informasi yang terjadi di pasar. Semakin tinggi asimetri informasi akan membuat tingkat pengungkapan yang dilakukan perusahaan semakin rendah. Artinya, semakin tinggi asimetri informasi akan membuat manajer semakin leluasa untuk mengatur informasi apa yang saja yang harus diungkapkan, disembunyikan, ditunda, atau diubah. usaha semacam inilah yang disebut dengan manajemen laba. Oleh sebab itu salah satu cara untuk mengelimanasi usaha rekayasa manajerial adalah dengan membuat peraturan tentang keharusan bagi perusahaan untuk mengungkapan informasi-informasi tertentu secara wajib (mandated disclosure) dan sukarela (voluntary disclosure). usaha ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan yang dipublikasikan perusahaan. Peristiwa lain yang mempengaruhi manajer sebuah perusahaan melakukan aktivitas rekayasa manajerial terhadap informasi yang diungkapkannya dalam laporan keuangan, yaitu kewajiban menerapkan prinsip good corporate governance. Secara konseptual usaha membangun kesetaraan, transparansi, akuntabilitas, dan responsibilitas dalam mengelola sebuah perusahaan dapat menjadi penghambat bagi aktivitas rekayasa manajerial. Oleh sebab itu perusahaan yang menerapkan prinsip good corporate governance secara konsisten akan meningkat kualitas laporan keuangan dan menurun tingkat manajemen labanya. Sementara perusahaan yang tidak menerapkan prinsip-prinsip itu cenderung lebih buruk kualitas laporan keuangannya. Inilah sebabnya
mengapa perusahaan-perusahaan yang secara konsisten menerapkan prinsip good corporate governance akan memperoleh premium di pasar modal lebih tinggi dibanding perusahaan lain. Ada alasan penting mengapa prinsip good corporate governance dapat menghambat aktivitas rekayasa manajerial dan meningkatkan kualitas laporan keuangan. Secara konseptual manajer perusahaan melakukan manajemen laba didorong oleh adanya asimetri antara manajer bersangkutan dengan pihak-pihak lain. Bahkan semakin tinggi asimetri informasi semakin besar pula dorongan bagi manajer untuk merekayasa labanya. Oleh sebab itu prinsip good corporate governance menekankan pentingnya pembentukan komite audit dan komisaris independen disetiap perusahaan untuk mengeliminasi asimetri informasi antara manajer dengan pihak-pihak lain. Alasannya, pengawasan dan pengendalian dapat berjalan secara efektif bila dilakukan oleh pihak yang independen dengan kepentingan manajerial. Untuk itu komite audit dan komisaris independen harus merupakan orang-orang yang bebas dari tekanan dan intervensi manajerial.
B. MOTIVASI KONTRAKTUAL Ada permasalahan serius yang muncul seiring dengan pemisahan kepemilikan dan kepengelolaan sebuah perusahaan. Secara konseptual pemisahan ini bertujuan agar perusahaan dapat dikelola secara profesional oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan untuk itu. Sementara pemilik hanya menjalankan fungsi pengawasan dan pengendalian tanpa harus terjun mengoperasikan perusahaan secara langsung. Profesionalisme pengelolaan perusahaan akan muncul seandainya setiap pihak menjalankan perannya masing-masing tanpa mengintervensi kepentingan pihak lain. Sebaliknya permasalahan agensi akan muncul seandainya ada pihak yang mendahulukan kepentingan pribadi dengan mengintervensi kepentingan pihak lain. Permasalahan inilah yang memicu konflik kepentingan antara manajer dan pemilik perusahaan. Permasalahan agensi ini semakin berkembang seiring dengan perkembangan bisnis perusahaan yang membuat hubungan bisnis perusahaan semakin luas dengan berbagai pihak. bila pada mulanya permasalahan agensi hanya muncul diantara manajer dan pemilik maka dalam perkembangannya permasalahan ini juga menjadi pemicu konflik kepentingan antara manajer dengan pihak lain yang mempunyai hubungan bisnis dengan perusahaan. Sebagai contoh adalah konflik kepentingan antara manajer dengan calon investor, manajer dengan kreditur, maupun manajer dengan regulator. Hal ini bisa terjadi sebab manajer cenderung selalu berusaha memaksimalkan kepentingan dan kesejahteraan pribadi dari hubungan bisnis yang dijalin dengan pihak-pihak itu. Hubungan bisnis yang seharusnya dijalin dengan dasar saling menguntungkan semua pihak dimanfaatkan manajer untuk mencari keuntungan-keuntungan pribadi. usaha mencari keuntungan pribadi ini bisa dilakukan manajer disebabkan kesuperiorannya dalam menguasai informasi mengenai perusahaan dibandingkan pihak lain. Sebagai pengelola perusahaan manajer mengetahui dan menguasai seluruh informasi mengenai perusahaan, baik informasi bagus maupun buruk. Hal ini mendorong manajer bersikap oportunis dengan hanya mempublikasikan informasi-informasi yang memberi manfaat bagi dirinya. Informasi yang kurang menguntungkan bagi dirinya jika diketahui oleh orang lain tidak akan dipublikasikan kepada publik. Hingga manajer akan memilih mana informasi yang harus disembunyikan, ditunda
publikasinya, maupun diubah sesuai dengan kepentingan yang ingin dicapainya. Akibatnya informasi yang disampaikan kepada pihak lain menjadi tidak mencerminkan nilai perusahaan yang sesungguhnya. Inilah yang mengakibatkan terjadi kesalahan alokasi sumberdaya perusahaan yang seharusnya diterima pihak lain yang mempunyai hubungan dengan perusahaan itu. Hal ini terjadi sebab pihak-pihak itu memakai informasi yang telah direkayasa oleh manajer perusahaan untuk membuat keputusan-keputusan strategisnya. Akibatnya, pihak-pihak itu menjadi tidak bisa menerima hasil yang optimal dari hubungan bisnisnya dengan perusahaan. Pemilik menjadi tidak dapat menerima hasil dari modal yang ditanamkan kedalam perusahaan secara optimal, seperti yang diharapkannya. Kreditur menjadi tidak dapat menerima hasil dan pengembalian dari dana yang dipinjamkannya kedalam perusahaan secara optimal. Bahkan pemilik dan kreditur bisa kehilangan dana bila usaha ini dilakukan secara terus menerus dalam jangka panjang. Oleh sebab itu secara umum motivasi kontrak ini muncul sebab perjanjian antara manajer dengan pihak lain yang berbasis pada kompensasi manajerial (managerial compensations) dan perjanjian hutang (debt convenant). 1. Motivasi bonus merupakan dorongan bagi manajer dalam melaporkan laba yang diperolehnya untuk memperoleh bonus yang dihitung atas dasar laba ini . Jika laba lebih rendah daripada target yang ditetapkan maka akan mendorong manajemen unntuk melakukan manipulasi dengan mentransfer laba masa depan menjadi laba sekarang dengan harapan akan memperoleh bonus. Bahkan agar dapat memperoleh bonus lebih besar manajer memakai mengundurkan diri dalam pendekatan chief executive officers (CEO) dipakai sebagai strategi untuk memaksimalkan laba sebagai usaha untuk menaikkan bonus. 2. Pelanggaran perjanjian hutang (debt covenant violations) membuktikan adanya pemakaian akrual dengan menaikkan laba dalam laporan keuangan tahunan perusahaan yang melanggar perjanjian ini . Perjanjian hutang terbukti mempunyai pengaruh terhadap pilihan akuntansi pada tahun pelaporan dan tahun terjadinya pelanggaran itu. Perusahaan yang dinyatakan melanggar perjanjian hutang secara signifikan akan menaikkan laba sehingga rasio debt-to-equity dan interest coverage pada level yang ditentukan.
B.1. KOMPENSASI MANAJERIAL Permasalahan agensi antara manajer dengan pemilik perusahaan terjadi sebab ada pihak yang selalu berusaha memaksimalkan kepentingan dan kesejahteraan pribadinya dengan memanfaatkan pihak lain. Pemilik selalu mendorong dan memotivasi manajer agar selalu bekerja untuk memaksimalkan dan meningkatkan nilai perusahaan yang dimilikinya. Alasannya, meningkatnya nilai perusahaan secara langsung akan meningkatkan kesejahteraan pemilik. Hingga semakin tinggi peningkatan nilai perusahaan akan membuat semakin tinggi pula peningkatan kesejahteraan yang dapat dinikmati pemilik. Untuk itulah berbagai usaha dilakukan pemilik untuk mendorong dan memotivasi manajer agar mau dan bersedia bekerja lebih baik dibandingkan periode-periode sebelumnya. Bahkan agar manajer termotivasi mau bekerja lebih baik dan keras maka pemilik menjanjikan sejumlah bonus yang akan diberikan bila kinerja yang dicapainya di atas rata-rata periode-periode sebelumnya. Untuk itu pemilik menetapkan angka tertentu sebagai batas bawah (boogey) dan batas atas (cap) untuk memperoleh bonus. Seorang manajer akan memperoleh sejumlah bonus bila laba perusahaan yang dikelolanya di atas batas bawah, sebaliknya manajer tidak akan menerima bonus bila laba perusahaannya tidak mencapai batas bawah. sedang batas atas diperlukan untuk menentukan maksimal perolehan laba yang akan dipakai sebagai dasar penghitungan bonus. Artinya, manajer hanya akan memperoleh bonus untuk laba yang berada diantara batas atas dan bawah, sedang kelebihannya tidak akan diperhitungkan sebagai penghitung bonus.
Secara konseptual dengan skema bonus ini semua pihak akan memperoleh keuntungan dan meningkat kesejahteraannya. Pemilik akan memperoleh keuntungan berupa meningkatnya nilai perusahaan yang dimilikinya yang berdampak pada peningkatan kesejahteraannya. Oleh sebab itu semakin baik manajer bekerja maka semakin tinggi kinerja perusahaan walaupun bonus yang harus diberikan kepada manajer akan semakin tinggi. Bagi pemilik hal ini tidak menjadi masalah besar sebab manfaatnya yang diterima pemilik berupa peningkatan kesejahteraan lebih tinggi dibandingkan bonus yang harus dibagikan kepada manajer. sedang manajer akan memperoleh keuntungan berupa peningkatan pendapatan yang diterimanya yang berdampak pada peningkatan kesejahteraannya. Semakin baik manajer bekerja maka semakin tinggi kinerja perusahaan sehingga bonus yang harus diterimanya akan semakin tinggi. Hal inilah yang mendorong manajer untuk selalu mempunyai kinerja dalam rentang perhitungan bonus. usaha manajer untuk selalu mempunyai kinerja dalam rentang bonus ini akhirnya memotivasi manajer untuk bersikap oportunis agar dapat selalu menerima bonus setiap periode. Manajer bersedia untuk memaksimalkan nilai perusahaan bukan untuk mengoptimalkan kesejahteraan pemilik, tetapi untuk mengoptimalkan kesejahteraannya sendiri. usaha ini dilakukan dengan mengatur laba agar selalu dalam posisi diantara boogey dan cap setiap periode. bila laba sesungguhnya di bawah batas bawah yang telah ditetapkan maka manajer akan melakukan rekayasa manajerial agar laba bisa di atas batas bawah sehingga manajer tetap dapat mendapat bonus pada periode pelaporan ini . Sebaliknya, seandainya laba sesungguhnya di atas batas atas, manajer akan mengatur agar laba dapat dilaporkan dibawah batas atas, sementara selisih laba yang belum dilaporkan akan “disimpan” sebagai cadangan untuk periode-periode berikutnya. Secara konseptual cadangan merupakan “laba yang ditarik kebelakang dari periode pengakuan sesungguhnya dan memakai pada saat dibutuhkan”. Sebagai contoh adalah cadangan kerugian piutang, penurunan nilai persediaan, akumulasi depresiasi aktiva tetap, akumulasi amortisasi aktiva tak berwujud, dan lain-lain. Hal ini dilakukan perusahaan dengan tujuan agar laba yang dilaporkan perusahaan pada periode berjalan tidak terlalu tinggi. Hingga pada saat bila menginginkan labanya menjadi
lebih tinggi dari laba sesungguhnya maka perusahaan dapat memakai cadangan itu untuk mengatur laba sesuai dengan kepentingannya. usaha semacam ini disebut dengan perataan laba (income smoothing) yang dilakukan agar laba perusahaan setiap periode tidak terlalu tinggi sekaligus tidak terlalu rendah, dibandingkan laba sesungguhnya yang dicapai perusahaan. usaha membuat cadangan ini sebenarnya tidak diijinkan dalam ruang lingkup prinsip akuntansi berterima umum, sebab prinsip akuntansi mensyaratkan bahwa laba baru da