Home »
waralaba 4
» waralaba 4
waralaba 4
Pengertian Franchise berasal dari bahasa Perancis, dari kata frac yang berarti bebas
atau francher yang artinya membebaskan, yang secara umum diartikan sebagai pemberian
hak istimewa.
1
Dalam bahasa Inggris franchise diterjemahkan dalam pengertian privilege (hak
istimewa/hak khusus). Di Amerika, penggunaan franchise diartikan dalam pengertian
konsensi.
2
Dalam bukunya, Steade dan Lowry menerangkan lebih lanjut mengenai pengertian
franchise sebagai “A franchise is a continuing business relationship that requires a person
to operate a business according to the methods advocated by the franchising
organization.”
3
Pengertian ini apabila diterjemahkan dapat berarti franchise yaitu
hubungan bisnis yang berlangsung terus menerus yang membutuhkan seseorang untuk
mengoperasikan bisnis ini sesuai dengan cara atau metode yang dianut oleh
organisasi franchising.
Pada awalnya istilah franchise tidak dikenal dalam kepustakaan Hukum Indonesia,
hal ini dapat dimaklumi karena memang lembaga franchise ini sejak
awal tidak terdapat dalam budaya atau tradisi bisnis masyarakat Indonesia. Namun
karena pengaruh globalisasi yang melanda di berbagai bidang, maka franchise ini
kemudian masuk ke dalam tatanan budaya dan tatanan hukum masyarakat Indonesia.
Istilah franchise ini selanjutnya menjadi istilah yang akrab dengan masyarakat,
khususnya masyarakat bisnis Indonesia dan menarik perhatian banyak pihak untuk
mendalaminya kemudian istilah franchise dicoba di Indonesia-kan dengan istilah
‘waralaba’ yang diperkenalkan pertama kali oleh Lembaga Pendidikan dan
Pengembangan Manajemen (LPPM) sebagai padanan istilah franchise. Waralaba berasal
dari kata wara (lebih atau istimewa) dan laba (untung), maka waralaba berarti usaha
yang memberikan laba lebih/istimewa.
Secara umum waralaba dikenal dengan istilah franchise yang berarti suatu
persetujuan atau perjanjian (kontrak) antara leveransir dan pedagang eceran atau
pedagang besar, yang menyatakan bahwa yang ini pertama itu memberikan
kepada yang ini terakhir itu suatu hak untuk memperdagangkan produknya,
dengan syarat-syarat yang disetujui oleh kedua belah pihak
Menurut chucky, istilah franchise juga mengandung makna bahwa
“Seseorang memberikan kebebasan dari ikatan yang menghalangi kepada orang untuk
memakai atau membuat atau menjual sesuatu”.
Juarjir Sumardi, dalam konferensi pers mengenai konsep perdagangan baru yang
sebelumnya dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 25 Juni 1991, mengemukakan bahwa
“Waralaba merupakan sistem pemasaran vertical franchising”
Mem-franchise-kan yaitu suatu metode perluasan pemasaran dan bisnis artinya
bisnis yang memperluas pasar dan distribusi serta pelayanannya dengan membagi
bersama standar pemasaran dan operasional. Pemegang franchise yang membeli suatu
bisnis yang menarik manfaat dari kesadaran pelanggan akan nama dagang, sistem
teruji dan pelayanan lain yang disediakan pemilik franchise.
Menurut chucky, mengemukakan bahwa “Franchise yaitu suatu
sistem usaha yang sudah khas atau memiliki ciri mengenai bisnis di bidang perdagangan
atau jasa berupa jenis produk dan bentuk yang diusahakan, identitas
1. Franchise yaitu sistem pemasaran atau distribusi barang dan jasa, dimana sebuah perusahaan
induk (franchisor) memberikan kepada individu atau perusahaan lain (franchisee) yang
berskala kecil dan menengah hak istimewa untuk melakukan suatu sistem usaha, dengan cara,
waktu dan suatu tempat tertentu.
2. Franchise yaitu sebuah metode pendistribusian barang dan jasa kepada masyarakat
konsumen, yang dijual kepada pihak lain yang berminat. Pemilik dari metode yang dijual ini
disebut franchisor, sedangkan pembeli untuk memakai metode ini disebut franchisee.
3. Franchising yaitu suatu hubungan berdasadkan kontrak antara franchisor dan franchisee.
Franchisor menawarkan dan berkewajiban menyediakan perhatian terus menerus pada bisnis
dari franchisee melalui penyediaan pengetahuan dan pelayanan. Franchisee beroperasi dengan
memakai nama dagang, format atau prosedur yang dipunyai serta dikendalikan oleh
franchissor. Lihat Juadir Sumardi, Aspek-aspek Hukum Franchise dan Perusahaan
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan di atas, penulis menyimpulkan bahwa
suatu sistem bisnis franchise atau waralaba melibatkan dua pihak, yakni :
a. Pihak pertama disebut dengan franhisor atau pemberi franchise, yaitu wirausaha
sukses pemilik produk, jasa atau sistem operasi yang khas dengan merek tertentu,
yang biasanya telah dipatenkan.
b. Pihak kedua disebut franchisee atau penerima franchise, yaitu perorangan dan atau
pengusaha lain yang dipilih oleh franchisor atau yang disetujui permohonannya untuk
menjadi franchisee oleh pihak franchisor untuk menjalankan usaha dengan
memakai nama dagang, merek atau sistem usaha miliknya, dengan syarat imbalan
kepada franchisor berupa uang dalam jumlah tertentu pada awal kerjasama dijalan dan
atau pada selang waktu tertentu selama jangka waktu kerjasama (royalty).
Jack P.Friedmann di dalam Kamus “Dictionary of Business Term”, bahwa Franchise
mempunyai arti, yakni :
a. Suatu izin yang diberikan oleh sebuah perusahaan (franchisor) kepada seseorang atau
kepada suatu perusahaan (franchisee) untuk mengoperasikan suatu outlet retail,
makanan atau supermarket dimana pihak franchisee setuju
Dalam “Washington Franchise Investment Act Protection Act, Section 19.100.010
(4)”, dinyatakan sebagai berikut :
Franchise means oral or written contract or agreement either express or implied, in
which a person grants to another person, a licence to use a trade name, service mark,
trademark, logo type or related characteristic in which there is a community interest
in the business of offering, selling, distributing gods or services at wholesale or retail,
leasing or otherwise and in which the franchisee is required to pay, directly or
indirectly, a franchise fee.
(Franchise yaitu kontrak atau persetujuan lisan atau tulisan yang dinyatakan secara
tegas berdasarkan mana seseorang memberikan hak kepada orang lain untuk
memakai nama dagang, merek jasa, merek dagang, logo atau yang berhubungan
hal ini dalam hal terdapatnya kepentingan bersama pada bisnis yang
menawarkan, menjual, mendistribusikan barang-barang atau jasa pada pedagang besar
atau pengecer, menyewakan barang-barang atau jasa lainnya dan berdasarkan mana
penerima franchise harus melakukan pembayaran franchise fee langsung atau tidak
langsung berupa franchise fee),
10
Berdasarkan Perjanjian Masyarakat Eropa yang dituangkan dalam Peraturan
No.4087/88 tentang Perjanjian Franchise, tanggal 30 November 1988, menyebutkan
bahwa :
Franchise yaitu semua hak milik yang berhubungan dengan bidang usaha atau
kepemilikan yang berhubungan daya pikir, seperti merek dagang, nama perusahaan,
label perusahaan, model barang penemuan, hak cipta, know-how atau hak paten, yang
digunakan untuk tujuan penjualan lagi dari barangbarang atau membawa jasa-jasa
kepada konsumen.
, dalam hal ini juga dikenal adanya pemberi dan penerima
waralaba, di antara keduanya ada suatu perjanjian/kontrak waralaba yang wajib
didaftarkan kepada Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Diperindag).
Meskipun terdapat perbedaan dalam merumuskan definisi franchise (waralaba)
sebagaimana yang diuraikan dari beberapa hal di atas, namun pada umumnya seperti
dikemukakan oleh Jetro K.Libermann dan George J.Siedel, maka franchise memiliki
unsur-unsur yakni :
a. Franchise merupakan perjanjian timbal balik antara franchisor dan franchisee.
b. Franchisee berkewajiban membayar fee kepada franchisor.
c. Franchisee diizinkan menjual dan mendistribusikan barang atau jasa franchisor
menurut cara yang telah ditentukan franchisor atau mengikuti metode bisnis yang
dimiliki franchisor.
d. Substansinya franchisee memakai merek nama perusahaan atau juga
symbol-simbol komersial, franchisor.
13
Kemudian PH.Collin, dalam ‘Law Dictionary’ mendefinisikan ‘Franchise’ sebagai
‘License to trade using a brand name and paying a royalty for it’. Kemudian Gunawan
Widjaja, memberikan arti bahwa definisi ini
12 Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba dan Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan No.259/MPP/KEP/1997, pada dasamya pengertian ini memberikan artian
yang sama, menyebutkan bahwa “Waralaba yaitu perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk
memanfaatkan dan atau memakai hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang
dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan dan atau penjualan barang dan atau jasa.
Sejalan dengan hal ini, franchise atau waralaba dalam Black’s Law Dictionary
diartikan sebagai :
A special privilege granted or sold, such as to use a name or to sell products or
service. In its simple terms, a franchise is a license from owner of trademark or trade
name permitting another to sell a product or service under that name or mark more
broadly stated, a franchise has evolved into an elaborate agreement under which the
franchisee undertakes to conduct a business or sell a product or service in accordance
with methods and procedures prescribed by the Franchisor, and the Franchisor under
takes to assist the franchisee through advertising, promotion and other advisory
services.
(Rumusan ini di atas, bahwa waralaba ternyata tidak juga mengandung
unsur-unsur sebagaimana yang diberikan pada lisensi, hanya saja dalam pengertian
waralaba ini dalam Backs’Law Dictionary, waralaba menekankan pada
pemberian hak untuk menjual produk berupa barang atau jasa dengan memanfaatkan
merek dagang franchisor (pemberi waralaba) dimana pihak franchise (penerima
waralaba) berkewajiban untuk mengikuti metode dan tatacara atau prosedur yang
telah ditetapkan oleh pemberi waralaba. Dalam kaitannya dengan pemberian izin dan
kewajiban pemenuhan standar dari pemberi waralaba, artinya akan memberikan
bantuan pemasaran, promosi maupun bantuan teknis lainnya agar penerima waralaba
dapat menjalankan usahanya dengan baik.
Dalam pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang penerima waralaba
juga menjalankan usahanya sendiri tetapi dengan mempergunakan merek dagang atau
merek jasa serta dengan memanfaatkan metode dan tata cara atau prosedur yang telah
ditetapkan oleh pemberi waralaba.
Kewajiban untuk mempergunakan metode dan tata cara atau prosedur yang telah
ditetapkan oleh pemberi waralaba oleh penerima waralaba membawa akibat lebih lanjut
bahwa suatu usaha waralaba yaitu usaha yang mandiri, yang tidak digabungkan dengan
kegiatan usaha lainnya (milik penerima waralaba). Ini berarti pemberian waralaba
menuntut eksklusivitas
dan bahkan dalam banyak hal mewajibkan terjadinya
non-competition cause bagi penerima waralaba, bahkan setelah perjanjian pemberian
waralabanya berakhir.
Jadi dalam hal ini, jelas bahwa waralaba melibatkan suatu kewajiban untuk
memakai suatu sistem dan metode yang ditetapkan oleh pemberi waralaba termasuk
di dalamnya hak untuk mempergunakan merek dagang.
Pengertian waralaba (secara umum) ini dibedakan dari waralaba nama dagang yang
memang mengkhususkan diri pada perizinan penggunaan nama dagang dalam rangka
pemberian izin untuk melakukan penjualan produk pemberi waralaba dalam suatu batas
wilayah tertentu, dalam suatu pasar yang bersifat non kompetitif
16 Black’s Law Dictionary, menyatakan bahwa pengertian eksklusivitas memberikan pengertian sama
dengan franchise dealer, yakni menunjukkan bahwa eksklusivitas yang diberikan oleh penerima waralaba
ternyata (adakalanya) diimbangi oleh pemberian eksklusivitas oleh pemberi waralaba kepada penerima waralaba
atas suatu wilayah kegiatan tertentu. Sedangkan makna eksklusivitas dalam Black’s Law Dictionary
memberikan arti bagi franchise (hak kelola), sebagai suatu hak khusus yang diberikan kepada franchise dealer
oleh suatu usaha manufaktur atau organisasi jasa waralaba, untuk menjual produk atau jasa pemilik waralaba di
suatu wilayah tertentu, dengan atau tanpa eksklusivitas. Sedangkan dalam kamus istilah keuangan dan investasi
karya John Downes dan Jordan Elliot Goodman, mengatakan bahwa “Pengaturan seperti ini kadangkala
diresmikan dalam suatu franchise agreement (perjanjian hak kelola), yang merupakan kontrak antara pemilik
hak kelola dan pemegang hak kelola ini lebih menekankan pada pemberian konsultasi, bantuan
promosional pembiayaan dan manfaat lain yang diberikan oleh pemberi waralaba kepada penerima waralaba
dengan pertukaran dalam suatu persentase dari penjualan atau laba (royalty) dari penerima waralaba kepada
pemegang waralaba.
Dari pengertian, definisi maupun rumusan yang telah diberikan di atas, maka pada
dasarnya waralaba merupakan salah satu bentuk pemberian lisensi, hanya saja agak berbeda
dengan pengertian lisensi pada umumnya, waralaba menekankan pada kewajiban untuk
mempergunakan sistem, metode, tata cara, prosedur, metode pemasaran dan penjualan
maupun hal-hal lain yang telah ditentukan oleh pemberi waralaba secara eksklusif, serta tidak
boleh dilanggar maupun diabaikan oleh penerima lisensi.
Hal ini mengakibatkan bahwa waralaba cenderung bersifat eksklusif artinya seorang atau
suatu pihak yang menerima waralaba tidaklah dimungkinkan untuk melakukan kegiatan lain
yang sejenis atau yang berbeda dalam suatu lingkungan yang mungkin menimbulkan
persaingan dengan kegiatan usaha waralaba yang diperolehnya dari pemberi waralaba. Non
competitive merupakan suatu issue yang sangat penting dalam waralaba.
2. Waralaba Sebagai Bisnis
Dalam bentuknya sebagai bisnis, waralaba memiliki 2 (dua) jenis kegiatan, yakni :
a. Waralaba produk dan merek dagang
b. Waralaba format bisnis
Ad.a. Waralaba Produk dan Merek Dagang
Hal ini merupakan bentuk waralaba yang paling sederhana, pemberi waralaba
memberikan hak kepada penerima waralaba untuk menjual produk yang dikembangkan
oleh pemberi waralaba yang disertai dengan pemberian izin untuk memakai merek
dagang milik pemberi waralaba. Pemberian izin penggunaan merek dagang ini
diberikan dalam rangka penjualan produk yang diwaralabakan.
Atas pemberian waralaba izin penggunaan merek dagang ini biasanya pemberi
waralaba memperoleh suatu bentuk pembayaran rotalti dimuka, dan selanjutnya pemberi
waralaba memperoleh keuntungan atau disebut ‘royalti berjalan’ melalui penjualan produk
yang diwaralabakan kepada penerima waralaba. Dalam bentuknya yang sangat sederhana
ini, waralaba produk dan merek dagang seringkali mengambil bentuk keagenan, distributor
atau lisensi penjualan.
Ad.b. Waralaba Format Bisnis
Martin Mandelson dalam ‘franchising’ sebagai petunjuk praktis bagi franchisor dan
franchisee, mengemukakan bahwa :
Waralaba format bisnis yaitu pemberian sebuah lisensi oleh seseorang (pemberi
waralaba) kepada pihak lain (penerima waralaba), lisensi ini memberi hak kepada
penerima waralaba untuk berusaha dengan memakai merek dagang/nama dagang
pemberi waralaba, dan untuk memakai keseluruhan paket yang terdiri dari seluruh
elemen yang diperlukan untuk membuat seorang yang sebelumnya belum terlatih dalam
bisnis dan untuk menjalankannya dengan bantuan yang terus menerus atas dasar-dasar
yang telah ditentukan.
Kemudian Martin Mandelson, menyimpulkan bahwa waralaba format bisnis terdiri dari
a. Konsep bisnis yang menyeluruh dari pemberi waralaba
b. Adanya proses permulaan dan pelatihan atas seluruh aspek pengelolaan bisnis, sesuai
dengan konsep pemberi waralaba
c. Proses bantuan dan bimbingan yang terus menerus dari pihak pemberi waralaba.
Ad.a. Konsep bisnis yang menyeluruh
Konsep ini berhubungan dengan pengembangan cara untuk menjalankan bisnis
secara sukses yang seluruh aspeknya berasal dari pemberi waralaba. Pemberi waralaba
akan mengembangkan suatu ‘cetak biru’,
sebagai dasar pengelolaan waralaba format
bisnis ini.
yang baik hendaknya dapat :
a. Melenyapkan sejauh mungkin, resiko yang biasanya melekat pada bisnis yang baru dibuka
b. Memungkinkan seseorang yang belum pernah memiliki pengalaman atau mengelola bisnis secara
langsung, mampu untuk membuka bisnis dengan usahanya sendiri, tidak hanya dengan format
yang telah ada sebelumnya tetapi juga dengan dukungan sebuah organisasi dan jaringan milik
pemberi waralaba.
c. Menunjukkan dengan jelas dan rinci bagaimana bisnis yang diwaralabakan ini harus
dijalankan.
Ad.b. Adanya proses permulaan dan pelatihan atas seluruh aspek pengelolaan bisnis,
sesuai dengan konsep pemberi waralaba
Penerima waralaba akan diberikan pelatihan mengenai metode bisnis yang diperlukan
untuk mengelola bisnis sesuai dengan cetak biru yang telah dibuat oleh pemberi waralaba.
Pelatihan ini biasanya menyangkut pelatihan penggunaan peralatan khusus, metode
pemasaran, penyiapan produk dan penerapan proses. Dalam pelatihan ini diharapkan
penerima franchisee relatif ahli pada seluruh bidang yang diperlukan untuk menjalankan
bisnis yang khusus ini.
Ad.c. Proses bantuan dan bimbingan yang terus menerus dari pihak pemberi waralaba
Pemberi waralaba akan secara terus menerus memberikan berbagai jenis pelayanan,
tergantung pada tipe format bisnis yang diwaralabakan. Secara umum dapat dikatakan
sebagai proses pemberian bantuan dan bimbingan yang terus menerus ini, meliputi :
1) Kunjungan berkala dari dan akses ke staf pendukung lapangan pemberi waralaba guna
membantu memperbaiki atau mencegah penyimpangan-penyimpangan terhadap
pelaksanaan cetak biru yang diperkirakan dapat menyebabkan kesulitan dagang bagi
penerima waralaba
2) Menghubungkan antara pemberi waralaba dan seluruh penerima waralaba secara
bersama-sama untuk saling bertukar pikiran dan pengalaman.
3) Inovasi produk atau konsep, termasuk penelitian mengenai kemungkinan-kemungkinan
pasar serta kesesuaiannya dengan bisnis yang ada.
4) Pelatihan dan fasilitas pelatihan kembali untuk penerima waralaba dan menjadi stafnya.
5) Riset pasar
6) Iklan dan promosi pada tingkat lokal dan nasional
7) Peluang-peluang pembelian secara besar-besaran
8) Nasehat dan jasa manajemen dan akunting
9) Penerbitan newsletter
10) Riset mengenai matril, proses dan metode bisnis.
20
Stephen, mengemukakan ada 3 (tiga) jenis dalam franchise format bisnis, yaitu :
a. Franchise pekerjaan
Dalam bentuk ini penerima waralaba yang menjalankan usaha waralaba pekerjaan
sebenarnya membeli dukungan untuk usahanya sendiri, misalnya ia menjual jasa
penyetelan mesin mobil dengan merek waralaba.
b. Franchise usaha
Bentuk waralaba usaha ini mungkin dapat berupa toko eceran yang menyediakan barang
atau jasa atau restoran fast food, seperti KFC dan pizza ekspres yang merupakan contoh
paling banyak dikenal dalam kelompok ini.
Biaya yang dibutuhkan lebih besar dari franchise pekerjaan karena dibutuhkan
biaya-biaya untuk tempat usaha dan peralatan khusus.
c. Franchise investasi
Ciri utama yang membedakan jenis franchise ini dari waralaba pekerjaan dan
franchise usaha yaitu besarnya usaha khususnya investasi yang dibutuhkan.
Franchise investasi yaitu perusahaan yang sudah mapan dan investasi awal yang
dibutuhkan mungkin mencapai milyaran. Perusahaan yang mengambil franchise ini
biasanya ingin melakukan diversifikasi atau penganekaragaman dalam pengelolaan
tetapi karena manajemen tidak berpengalaman dalam pengelolaan usaha baru sehingga
ia memilih jalan dengan mengambil sistem franchise ini.
Pada dasarnya bagi penerima waralaba memperoleh waralaba yang sebenarnya sama
dengan membeli sebuah bisnis pada umumnya, tetapi berbeda dari jual beli biasa artinya
pemberi waralaba tidak kehilangan dan sebaliknya penerima waralaba tidak mengambil
alih bisnis yang diwaralabakan. Selanjutnya penerima waralaba juga tidak akan dapat
menjalankan bisnis yang diperolehnya melalui waralaba sesuai dengan keinginannya
sendiri.
Dalam bisnis waralaba terdapat sejumlah faktor penting yang harus dipertimbangkan.
Pemberi atau penerima waralaba akan memasuki jangka panjang untuk mencapai
kesuksesan bisnis secara luas.
Ada 4 (empat) faktor utama dalam bisnis waralaba yang tidak akan dijumpai dalam
melakukan kegiatan usaha atau bisnis secara independen diluar sistem waralaba, yakni :
a. Keberadaan pemberi waralaba dan penerima dalam suatu hubungan yang terus
menerus.
b. Kewajiban untuk memakai nama dan sistem pemberi waralaba, dan patuh
pada pengendaliannya
c. Resiko terhadap kejadian yang dapat merusak bisnis waralaba yang berada di luar
kemampuan dan kesiapan penerima waralaba untuk menghadapinya (misalnya
kegagalan bisnis pemberi waralaba, atau tindakan penerima waralaba lain yang
membuat reputasi waralaba ini menjadi buruk).
d. Kemampuan pemberi waralaba untuk tetap memberikan jasa sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan, yang dianggap bernilai dan wajar yang bisa membuat
bisnis waralaba ini berhasil.
Tentu setiap orang yang akan memasuki usaha franchise, haruslah mempelajari lebih
dahulu bagaimana franchise secara mendalam. Artinya belum tentu usaha franchise yang
dilakukan oleh seseorang, akan sama keberhasilannya dengan usaha franchise yang
dilakukan oleh orang lain, bahkan mungkin dapat jadi bangkrut/pailit. Namun diakui
secara umum tingkat keberhasilan usaha franchise lebih tinggi dibandingkan dengan
usaha mandiri.
Mendelson, mengemukakan bahwa ada beberapa keuntungan dan kerugian usaha
franchise format bisnis, yakni :
a. Keuntungan usaha franchise, antara lain :
1) Kurangnya pengetahuan dasar dan pengetahuan khusus yang dimiliki oleh
franchise (penerima waralaba) ditanggulangi dengan program dari franchisor
(pemberi waralaba).
2) Franchisee mendapat insentif dengan memiliki bisnis sendiri yang memiliki
keuntungan tambahan dari bantuan terus menerus franchisor.
3) Franchisee akan menerima (apabila perlu) bantuan berikut :
a) Penyeleksian tempat
b) Mempersiapkan rencana untuk memperbaiki model gedung, termasuk rencana
tata kota yang diperlukan atau persyaratan-persyaratan hukum yang diperlukan.
c) Mendapatkan dana untuk sebagian biaya akuisisi dari bisnis yang difranchisekan.
d) Pelatihan stafnya
e) Pembelian peralatan
f) Membantu membuka bisnis dan menjalankannya dengan lancar
4) Franchise mendapat keuntungan dari aktivitas iklan dan promosi franchisor pada
tingkat nasional.
5) Franchisee mendapat keuntungan dari daya beli yang besar dan kemampuan
negoisasi yang dilakukan franchisor atas nama seluruh franchisee se-jajarannya.
6) Franchisee mendapatkan pengetahuan khusus dan berskill tinggi serta pengalaman
dari organisasi dan manajemen kantor pusat franchisor, walaupun ia tetap mandiri
7) Resiko bisnis franchisee berkurang sangat besar
8) Franchisee mengambil keuntungan dari program riset dan pengembangan franchisor
yang terus menerus yang dilakukan untuk memperbaiki bisnis dan membuatnya tetap
up to date dan kompetitif
9) Franchisor mengumpulkan informasi dan pengalaman yang tersedia
sebanyak-banyaknya untuk dibagi kepada seluruh franchisee dalam sistemnya.
b. Sedangkan kerugian usaha franchise, yaitu :
1) Tidak dapat dihindari bahwa hubungan antara franchisor dengan franchisee pasti
melibatkan penekanan kontrol, artinya kontrol ini akan mengatur kualitas jasa
dan produk yang akan diberikan kepada masyarakat melalui franchisee.
2) Franchisee harus membayar franchisor untuk jasa jasa yang didapatkannya untuk
penggunaan sistem, yaitu dengan uang franchise (franchise fee) pendahuluan dan
uang franchise terus menerus.
3) Kesukaran dalam menilai kualitas franchisor.
4) Kontrak franchise akan berisi beberapa pembatasan terhadap bisnis yang
difranchisekan
5) Franchisee mungkin menemukan dirinya menjadi terlalu tergantung terhadap
franchisor.
6) Kebijakan-kebijakan franchisor mungkin mempengaruhi keberuntungan franchisee.
7) Franchisor mungkin membuat kesalahan dalam kebijakan-kebijakannya.
8) Reputasi dan citra merek dari bisnis yang difranchisekan mungkin menjadi turun
citranya karena alasan-alasan di luar kontrolnya.
Selain pendapat di atas Lewison dan Delozier, mengulas tentang retailing juga
mengemukakan beberapa keuntungan utama dalam memiliki franchise dan beberapa
kerugian yang diperhadapkan kepada franchisee.
Adapun beberapa keuntungan utama, antara lain :
a. Model yang diperlukan untuk usaha franchise lebih sedikit dibanding dengan usaha
mandiri yang independen.
b. Kerapkali tidak harus memiliki pengetahuan tentang tipe utama bisnis, karena
franchisor melatih program.
c. Resiko bisnis berkurang karena nama dan produk franchisor sudah dikenal dan
mempunyai goodwill. Hal ini karena adanya bantuan yang terus menerus yang
diberikan franchisor di dalam menjalankan bisnis.
Sedangkan kerugian bagi franchisee, antara lain
a. Biasanya hubungan antara franchisee dan franchisor melibatkan kontrol atas berbagai
aspek dari pengoperasian bisnisnya franchisee, bahkan terlalu membatasi.
b. Untuk mendapatkan a blue-chip franchise menghendaki pertimbangan sumber dana
dan pembayaran royalty yang tinggi.
c. Keberhasilan dari setiap unit franchise individu tergantung pada bekerjanya
perusahaan induk (franchisor).
24
3. Perbedaan Pemberian Waralaba dan Lisensi
Untuk produk-produk atau jasa sederhana yang didistribusikan, kedua macam pemberian
hak dari suatu Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) yaitu hampir sama. Seringkali tidak
diketahui sifat dasar transaksi suatu waralaba hanya dari permukaannya saja.
Walaupun demikian, waralaba memiliki sejumlah ciri khas yang lebih ditekankan
dalam waralaba ini dibandingkan dengan lisensi biasa. Contohnya : bisnis dengan
format waralaba umumnya memperoleh jaminan bisnis, ini terjadi karena pemberi
waralaba telah mengetes sistem bisnisnya dan dapat memberikan jaminan kepada
pemegang waralaba akan bekerjanya sistem ini, format bisnis waralaba semacam ini
sering telah dipatenkan di sejumlah negara
.
Pemberi waralaba melakukan kontrol yang sangat ketat terhadap penerima waralaba,
artinya penerima waralaba harus mengikuti sistem yang ada dan memproduksi barang
dan jasa yang identik dengan barang atau jasa produk pemberi waralaba.
Walaupun hubungan pemberi waralaba dengan penerima waralaba seringkali terlihat
seperti atasan dan bawahan, perjanjian waralaba memuat secara jelas bahwa penerima
waralaba yaitu kontraktor independen (secara hukum terpisah dari pemberi waralaba,
kecuali untuk hubungan kontrak yang dibuat).
Secara financial, penerima waralaba membayar royalty secara reguler kepada pemberi
waralaba, layaknya dilakukan pemegang lisensi pada umumnya. Dalam kaitannya dengan
sistem waralaba, penerima waralaba juga membayar biaya waralaba kepada pemberi
waralaba yang tidak dikembalikan kepada penerima waralaba.
Perjanjian waralaba umumnya memuat pasal-pasal non kompetisi usaha yang tegas
untuk mencegah penerima waralaba membuat usaha saingan atau usaha dalam bidang
industri serupa dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
B. Pengaturan Waralaba di Indonesia
1. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1997 TWaralaba
Pengaturan waralaba di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun
1997 tentang Waralaba, sedangkan pengertian waralaba sudah diuraikan pada bab
sebelumnya. Adapun rumusan yang diberikan ini dapat diuraikan hal-hal sebagai
berikut :
a. Waralaba merupakan suatu perikatan
Rumusan ini menyatakan bahwa sebagai suatu perikatan, waralaba
tunduk pada ketentuan umum mengenai perikatan yang diatur dalam KUHPerdata.
b. Waralaba melibatkan hak untuk memenfaatkan dan atau memakai hak atas
kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha.
Adapun hak atas kekayaan intelektual meliputi yakni : merk, nama dagang,
logo, desain, hak cipta, rahasia dagang dan paten. Sedangkan penemuan atau ciri khas
usaha misalnya sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara distribusi
yang merupakan karakteristik khusus dari pemiliknya.
Ketentuan ini membawa akibat bahwa sampai pada derajat tertentu, waralaba
tidak berbeda dengan lisensi (hak atas kekayaan intelektual), khususnya yang
berhubungan dengan waralaba nama dagang atau merek dengan baik untuk produk
berupa bawang dan atau jasa tertentu.
Dalam Peraturan Pemerintah tentang Waralaba, adanya 2 (dua) bentuk waralaba,
yaitu :
1) Waralaba dalam bentuk linsensi merek dagang atau produk.
2) Waralaba sebagai suatu formal bisnis.
c. Waralaba diberikan dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan dan atau penjualan
barang dan atau jasa.
Ketentuan ini pada dasarnya menekankan kembali bahwa waralaba tidaklah
diberikan dengan cuma-cuma. Pemberian waralaba senantiasa dikaitkan dengan suatu
bentuk imbalan tertentu. Secara umum dikenal adanya 2 (dua) macam atau jenis
kompensasi yang dapat diminta oleh pemberi waralaba dari penerima waralaba, yakni :
1) Kompensasi langsung dalam bentuk nilai moneter (Direct monetary compensation).
Yang termasuk dalam “Direct monetary compensation” yaitu :
a) Lump-sum payment, suatu jumlah uang yang telah dihitung terlebih dahulu “pre
calculated amount” yang wajib dibayarkan oleh penerima waralaba pada saat
persetujuan pemberian waralaba disepakati untuk diberikan oleh penerima waralaba.
Pembayaran ini
dapat dilakukan sekaligus maupun dalam beberapa kali pembayaran cicilan.
b) Royalty
, yang besar atau jumlah pembayarannya dikaitkan dengan suatu
persentase tertentu yang dihitung dari jumlah produksi dan/atau penjualan
barang atau jasa yang diproduksi atau dijual berdasarkan perjanjian waralaba,
baik yang disertai dengan ikatan suatu jumlah minimum atau maksimum
jumlah royalty tertentu atau tidak. Besarnya royalty yang terkait dengan
jumlah produksi, penjualan dan atau yang cenderung meningkat ini pada
umumnya disertai dengan penurunan besarnya persentase royalty yang harus
dibayarkan, meskipun secara absolut royalty dibayarkan tetap akan
menunjukkan kenaikan seiring dengan peningkatan jumlah produksi,
penjualan atau keuntungan penerima lisensi.
Bagi pemberian waralaba lintas negara “cross border”, masalah perpajakan
menjadi pertimbangan utama dalam proses dan cara pembayaran royalty.
Pada umumnya, pemberi waralaba menginginkan royalty yang diterima
olehnya bebas dari segala macam beban pajak dan biaya-biaya maupun
ongkos-ongkos, sehingga dengan demikian pemberi waralaba dapat melakukan
perhitungan secara pasti akan “return” yang
26 Royalti yaitu pembayaran oleh pihak franchisee kepada pihak franchisor sebagai imbalan dari
pihak franchise oleh franchisee, sedangkan fee yaitu merupakan bayaran yang harus dilakukan oleh
franchisee yang biasanya dilakukan dengan jumlah tertentu yang pasti dilakukan sekaligus dan hanya sekali
saja. Dibayar hanya pada tahap saat franchise akan dimulai atau pada saat penandatanganan akta franchise.
diharapkan dari waralaba yang diberikan jika diharapkan dengan ongkos dan
biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan Hak atas Kekayaan Intelektual
maupun sistem atau proses atau ciri khas yang diwaralabakan ini.
2) Kompensasi tidak langsung yang dalam bentuk nilai moneter atau kompensasi
yang diberikan dalam bentuk nilai moneter indirect and non-monetary compensation,
meliputi antara lain :
a. Keuntungan sebagai akibat dari penjualan barang modal atau bahan mentah,
bahan setengah jadi termasuk barang jadi, yang merupakan satu paket dengan
pemberian waralaba (exclusive purchase arrangement).
b. Pembayaran dalam bentuk dividen ataupun bungan pinjaman dalam hal
pemberian waralaba juga turut memberikan bantuan finansial baik dalam
bentuk ekuitas “equity participation” atau dalam bentuk wujud pinjaman
“loan” jangka pendek maupun jangka panjang.
c. Cost shifting atau pengalihan atas sebagian biaya yang harus dikeluarkan oleh
pemberi waralaba. Pengalihan ini biasanya dilakukan dalam bentuk kewajiban
bagi penerima waralaba untuk mengeluarkan segala biaya yang diperlukan
untuk mencegah terjadinya pelanggaran maupun untuk mempertahankan
perlindungan hak atas kekayaan intelektual yang termasuk dalam paket yang
diwaralabakan kepadanya.
d. Perolehan data pasar dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh penerima lisensi
dengan ini berarti pemberi waralaba memiliki akses yang lebih luas untuk
mengembangkan lebih lanjut waralaba diberikan ini.
e. Dimungkinkan terjadinya penghematan biaya oleh pemberi waralaba dalam
banyak hal dan ini dimungkinkan karena pada prinsipnya kegiatan
operasional pelaksanaan waralaba yang diberikan berada dalam pundak
penerima waralaba. Ini berarti pemberi waralaba hanya cukup melakukan
pengawasan saja atas jalannya pemberian waralaba ini.
Berdasarkan pernyataan persyaratan dan atau penjualan barang dan atau jasa, jelas
kompensasi yang diijinkan dalam pemberian waralaba menurut Peraturan
Pemerintah No. 16 Tahun 1997 ini hanyalah imbalan dalam bentuk “Direct
monetary compensation”.
2. Keputusan Memperindag No.259/MPP/KEP/7/1997 Tentang Ketentuan dan
Tatacara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba
Sebagaimana Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan pada pokoknya
bahwa pengertian tentang waralaba hanya merupakan pengulangan dari pengertian yang
diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba.
Berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.259/
MPP/Kep/7/199729, menegaskan kembali bahwa pemberian waralaba dapat dilakukan
dengan pemberian hak lebih lanjut kepada penerima waralaba utama untuk
mewaralabakannya kembali kepada penerima waralaba lanjutan. Dalam praktek biasanya
disebut dengan istilah Master Franchises, yang kesepakatan pemberian waralabanya
dibuat dalam suatu perjanjian penerima waralaba lanjutan (Master Franchisee
agreement).
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 259/MPP/KEP/7/1997 Tentang Ketentuan
dan Tatacara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba, dalam pasal 1 ayat (4), memberikan pengertian bahwa
“Penerima Waralaba utama dalah penerima waralaba yang melaksanakan hak membuat perjanjian waralaba
lanjutan yang diperoleh dari pemberi waralaba”, sedangkan pasal 1 ayat (5) Keputusan Menteri Perindustrian
dan Perdagangan No. 259/MPP/KEP/7/1997, menyebutkan bahwa “Penerima waralaba lanjutan yaitu badan
usaha atau perorangan yang menerima hak untuk memanfaatkan dan atau memakai hak atas kekayaan
intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pemberi waralaba melalui penerima waralaba
utama”.
Dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
No.259/MPP/KEP/7/1997,
hal ini tidak dirumuskan pengertian dari Master Franchisee
agreement, melainkan hanya diberikan pengertian dari perjanjian waralaba, yang
dibedakan dari perjanjian waralaba lanjutan. Artinya pengertian ini merupakan ada
tidaknya hak untuk memberikan waralaba lanjutan dalam suatu perjanjian pemberian
waralaba kepada penerima waralaba utama, hal ini dijelaskan juga dalam perjanjian
waralaba.
Sebagai pelaksanaan perjanjian, sebelumnya pemberi waralaba wajib menyampaikan
keterangan tertulis dan benar kepada penerima waralaba, hal ini diatur dalam Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.259/MPP/Kep/7/1997.
30 Pasal 3, Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.259/MPP/KEP/7/1997, menyebutkan
bahwa :
1.Perjanjian waralaba antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba dapat disertai atau tidak
disertai dengan pemberian hak untuk membuat perjanjian waralaba lanjutan.
2.Semua ketentuan mengenai pemberian waralaba sebagaimana yang diatur dalam keputusan ini
berlaku juga bagi penerima waralaba utama yang melaksanakan hak membuat perjanjian waralaba
lanjutan dengan penerima waralaba lanjutan.
31 Pasal 5 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan, mensyaratkan bahwa sebelum membuat
perjanjian, pemberi waralaba wajib menyampaikan keterangan tertulis dan benar kepada penerima waralaba
yang sekurang -kurangnya mengenai :
1.Identitas pemberi waralaba, berikut keterangan mengenai kegiatan usahanya termasuk neraca dan
daftar rugi laba selama 2 (dua) tahun terakhir).
2.Hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang menjadi objek waralaba.
3.Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi penerima waralaba.
4. Bantuan atau fasilitas yang ditawarkan pemberi waralaba kepada penerima waralaba.
5.Hak dan kewajiban pemberi waralaba dan penerima waralaba.
6.Cara-cara dan syarat pengakhiran, pemutusan dan perpanjangan perjanjian waralaba.
7.Hal-hal lain yang perlu diketahui penerima waralaba dalam rangka pelaksanaan perjanjian
waralaba.
Demikian juga pemberian waralaba lanjutan, dalam Keputusan Menteri Perindustrian
dan Perdagangan ini juga diisyaratkan bahwa sebelum membuat perjanjian waralaba
lanjutan, penerima waralaba utama wajib memberitahukan secara tertulis dengan
dokumen otentik kepada penerima waralaba lanjutan bahwa penerima waralaba utama
memiliki hak atau ijin membuat perjanjian waralaba lanjutan yang dibuat antar penerima
waralaba utama dengan penerima waralaba lanjutan wajib dibuat dengan sepengetahuan
pemberian waralaba.
Dalam ketentuan isi perjanjian waralaba, menyebutkan bahwa perjanjian waralaba
antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba datur dalam Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan No.259/MPP/ KEP/7/1997.
Pasal 7 ayat (Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.259/MPP/KEP /7/1997), hal ini
mengatur isi perjanjian waralaba yang menyebutkan bahwa perjanjian waralaba antara pemberi waralaba dengan
penerima waralaba sekurang-kurangnya membuat klausula, mengenai :
1.Nama, alamat dan tempat kedudukan perusahaan masing-masing pihak, hal ini berhubungan
dengan identitas pemberi waralaba, yang meliputi :
a. Pemberi waralaba dari luar negeri harus mempunyai bukti legalitas dari instansi berwenang di
negara asalnya dan diketahui oleh pejabat perwakilan Republik Indonesia setempat.
b. Pemberi waralaba dari dalam negeri wajib memiliki SIUP dan atau ijin usaha dari Departemen
teknis lainnya.
2.Nama dan jabatan masing-masing pihak yang berwenang menandatangani perjanjian, ketentuan
ini pada prinsipnya berhubungan dengan kewenangan bertindak para pihak, yang merupakan
persyaratan sahnya suatu perjanjian menurut ketentuan yang diatur dalam KUHPerdata.
3.Nama dan jenis hak atas kekayaan intelektual, penemuan atau ciri khas usaha, misalnya sistem
manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik
khusus yang menjadi objek waralaba. Dalam ketentuan ini para pihak akan memperjelas dan
menegaskan kembali jenis waralaba yang diberikan. Hanya terbatas pada waralaba nama dagang
atau produk atau meliputi juga formal bisnis.
4.Hak dan kewajiban masing-maing pihak serta bantuan dan fasilitas yang diberikan kepada
penerima waralaba. Secara umum dapat dirumuskan hak-hak dan kewajiban pemberi waralaba
maupun penerima waralaba sebagai berikut :
a. Kewajiban Pemberi Waralaba (Franchisor)
1)memberikan segala macam informasi yang berhubungan dengan Hak Kekayaan Intelektual,
penemuan atau ciri khas usaha, misalnya sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau
cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi objek waralaba, dalam
rangka pelaksanaan waralaba yang diberikan ini.
2)memberikan bantuan pada penerima waralaba pembinaan, bimbingan dan pelatihan kepada
penerima waralaba.
b. Hak Pemberi Waralaba (Franchisor)
1)melakukan pengawasan jalannya pelaksanaan waralaba.
2)memperoleh laporan-laporan secara berskala atas jalannya kegiatan usaha penerima
waralaba.
3)mewajibkan penerima waralaba untuk menjaga kerahasiaan Hak atas Kekayaan Intelektual,
penemuan atau ciri khas usaha misalnya sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau
cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi objek waralaba.
4)mewajibkan agar penerima lisensi tidak melakukan kegiatan yang sejenis, serupa ataupun
yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan persaingan dengan kegiatan
usaha yang mempergunakan Hak Kekayaan Intelektual.
5)menerima pembayaran royalty dalam bentuk, jenis dan jumlah yang dianggap layak olehnya.
6)atas pengakhiran waralaba, meminta kepada penerima waralaba untuk mengembalikan
seluruh data, informasi maupun keterangan yang diperoleh penerima waralaba selama masa
pelaksanaan waralaba.
c. Kewajiban Penerima Waralaba (Franchisee)
1)melaksanakan seluruh instruksi yang diberikan oleh pemberi waralaba kepadanya guna
melaksanakan Hak atas Kekayaan Intelektual, penemuan atau ciri khas usaha misalnya sistem
manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik
khusus yang menjadi objek waralaba.
2)memberikan keleluasaan bagi pemberi waralaba untuk melakukan pengawasan maupun
inspeksi berkala maupun secara tiba-tiba, guna memastikan bahwa penerima lisensi telah
melaksanakan waralaba yang diberikan dengan bai.
3)memberikan laporan-laporan baik secara berkala maupun atas permintaan khusus dari
pemberi waralaba.
4)membeli barang modal tertentu maupun barang-barang tertentu lainnya dalam rangka
pelaksanaan waralaba dari pemberi waralaba.
5)menjaga kerahasiaan atas Hak atas Kekayaan Intelektual, penemuan atau ciri khas usaha
misalnya sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara distribusi yang merupakan
karakteristik khusus yang menjadi objek waralaba yang ditemukan dalam praktek.
6)melakukan pendaftaran waralaba.
7)melakukan pembayaran royalty dalam bentuk, jenis dan jumlah yang telah disepakati secara
bersama.
8)atas pengakhiran waralaba, mengembalikan seluruh data, informasi maupun keterangan yang
diperolehnya.
Gunawan Widjaja, mengemukakan bahwa dalam Menteri Perindustrian dan Perdagangan
No.259/MPP/ KEP/7/1997, adapun yang mengatur ketentuan yang bersifat preventif dapat
dilakukan dalam bentuk yakni :
a. kewajiban bagi penerima waralaba untuk menyampaikan keterangan tertulis dan benar
kepada penerima waralaba sebelum perjanjian waralaba ditandatangani oleh kedua belah
pihak, pemberi waralaba dan penerima waralaba.
b. Adanya ketentuan yang mengatur mengenai klausula minimum yang diatur dalam
perjanjian waralaba antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba.
c. Kewajiban untuk melakukan pendaftaran perjanjian waralaba pada Dinas Perindustrian
dan Perdagangan, termasuk atas setiap perubahannya.
d. Kewajiban untuk melakukan pelaporan berkala atas pelaksanaan waralaba.
Dalam hal ini, sebagai suatu bentuk perjanjian maka para pihak dalam perjanjian
waralaba, yaitu pemberi waralaba dan penerima waralaba bebas untuk mengaturnya selama
dan sepanjang
a. memenuhi persyaratan sahnya perjanjian sebagai diatur dalam Buku III Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata.
d. Hak Penerima Waralaba (Franchisee)
1)Memperoleh segala macam informasi yang berhubungan dengan Hak atas Kekayaan Intelektual,
penemuan atau ciri khas usaha misalnya sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara
distribusi yang merupakan karakteristik yang menjadi objek waralaba yang diperlukan olehnya untuk
melaksanakan waralaba yang diberikan ini.
2)Memperoleh bantuan dari pemberi waralaba atas segala macam cara pemanfaatan dan atau
penggunaan Hak atas Kekayaan Intelektual, penemuan atau ciri khas usaha misalnya sistem
manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus
yang menjadi objek waralaba.
b. tidak bertentangan dengan ketentuan memaksa yang telah diatur dalam Peraturan
Pemerintah No. 16 Tahun 1997 dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
No.259/MPP/KEP/7/1997.
Adapun yang menjadi dasar perbandingan bahwa ketentuan yang demikian yang diatur
dalam peraturan mengenai waralaba yang diatur di Amerika Serikat dapat dipakai untuk lebih
menjamin kepastian hukum dan keadilan bagi pemberi waralaba maupun penerima waralaba,
selama dan sepanjang hal ini disepakati oleh para pihak.
Related Posts:
waralaba 4 Pengertian Franchise berasal dari bahasa Perancis, dari kata frac yang b… Read More