Home »
akad asuransi
» akad asuransi
akad asuransi
yang berbeda antara satu sama lainnya. Perbedaan itu bisa dilihat dari
kekayaan, tingkat pendidikan kesehatan maupun kematian yang
dialaminya. Ada yang kaya dan ada yang miskin, ada yang berpendidikan
rendah dan ada yang berpendidikan tinggi, ada yang selalu merasakan
nikmat kesehatan dan ada pula yang merasakan nikmat sakit, bahkan ada yang mengalami kematian pada masa mudanya dan ada yang mengalami
kematian pada umur tuanya.
Resiko-resiko yang terjadi ketika mempunyai harta yang melimpah
adalah musnahnya harta tersebut dikarenakan hilang, kebakaran atau
karena sebab yang lainnya. Resiko kesehatan yang diakibatkan munculnya
penyakit-penyakit yang akan dialami manusia. Kemudian resiko kematian
yang bisa diakibatkan karena penyakit maupun kecelakaan.
Namun, resiko-resiko tersebut di atas tidak dapat diprediksi atau
diperkirakan kapan akan menimpa pada diri seseorang. Maka untuk
memproteksi atau menyiapkan resiko-resiko yang mungkin akan menimpa
manusia dibutuhkanlah pertanggungan-pertanggungan yang memberikan
kenyamanan pada diri manusia terdsebut. Pertanggungan atau saling
menanggung tersebur dinamakan asuransi.
Asuransi pada hakikatnya merupakan persiapan yang dibuat oleh
seseorang untuk menghadapi kerugian atau musibah yang tidak dapat
diduga atau dipredikasi. Apabila kerugian itu menimpa seseorang tersebut,
maka kerugian itu akan ditanggung bersama atau oleh perusahaan
asuransi.
Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan
asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi
oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk :
1. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis
karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan
keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang
mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya
suatu peristiwa yang tidak pasti.
2. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya
tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya
tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau
didasarkan pada hasil pengelolaan dana (Undang Undang Nomor 40
tahun 2014 tentang Perasuransian).
Sebagai ummat islam yang terbesar dan terbanyak di Indonesia,
tentu ketika menjalankan kehidupannya selalu berdasarkan pedomanpedoman yang diajarkan dalam Alqur’an maupun Hadis. Termasuk
asuransi merupakan salah satu ajaran dalam Islam yang berdasarkan pada
sumber hukum Islam. Asuransi yang sesuai dengan hukum Islam adalah
asuransi syariah.
Asuransi Syariah (Ta’min, Takaful atau Tadhamun) adalah usaha
saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak
melalui investasi dalam bentuk aset dan / atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad
(perikatan) yang sesuai dengan syariah (Fatwa DSN No. 21/DSNMUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syari'ah).
Ketika seseorang ikut dalam asuransi syari’ah pada perusahaan
asuransi akan diikat dengan akad. Akad inilah yang bisa menjadikan halal
dan haramnya sebuah asuransi. Yang dimaksud Akad adalah perjanjian
tertulis yang memuat kesepakatan tertentu, beserta hak dan kewajiban
para pihak sesuai prinsip syariah (Peraturan Menteri Keuangan Nomor
18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan
Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah).
KAJIAN LITERATUR
Pengertian Asuransi Syariah
Asuransi dalam bahasa Arab disebut at-ta'min. Penanggung disebut
musta'min dan yang tertanggung disebut mu'amman lahu atau musta'min.
At-ta'min diambil dari kata amana yang memiliki arti perlindungan,
ketenangan, rasa aman dan bebas dari rasa takut. Secara etimologis berarti
menjamin atau saling mennggung (Muhamad Syakir Sula, 2004 : 31).
Sedangkan asuransi menurut Undang Undang nomor 40 tahun 2014
tentang Perasuransian, yang dimaksud dengan asuransi adalah perjanjian
antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang
menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai
imbalan untuk :
1. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis
karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan
keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang
mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya
suatu peristiwa yang tidak pasti
2. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya
tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya
tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau
didasarkan pada hasil pengelolaan dana (Pasal 1 Undang Undang
Nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian).
Berdasarkan fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 21/DSNMUI/X/2001, bahwa asuransi syari’ah (ta’min, takaful, tadhamun) adalah
usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang
melalui investasi dalam bentuk aset-aset dan atau tabarru’, yang
memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko bahaya tertentu
melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syari’ah.
Sedangkan dalam ensiklopedia Hukum Islam yang dikutip Hasan
Ali disebutkan bahwa asuransi syariah adalah transaksi perjanjian antara
dua pihak, pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak yang
lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar
iuran jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama sesuai dengan
perjanjian yang dibuat (Hasan Ali, 2004 : 58).
Selanjutnya menurut Undang Undang nomor 40 tahun 2014
ytentang Perasuransian, yang dimaksud dengan Asuransi Syariah adalah
kumpulan perjanjian, yang terdiri atas perjanjian antara perusahaan
asuransi syariah dan pemegang polis dan perjanjian di antara para
pemegang polis, dalam rangka pengelolaan kontribusi berdasarkan prinsip
syariah guna saling menolong dan melindungi dengan cara :
1. Memberikan penggantian kepada peserta atau pemegang polis karena
kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita
peserta atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang
tidak pasti
2. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya peserta
atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya peserta dengan
manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada
hasil pengelolaan dana (Pasal 1 Undang Undang Nomor 40 tahun 2014
tentang Perasuransian).
Selanjunya yang dimaksud dengan prinsip syariah adalah prinsip
hukum Islam dalam kegiatan perasuransian berdasarkan fatwa yang
dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan
fatwa di bidang syariah (Pasal 1 Undang Undang Nomor 40 tahun 2014
tentang Perasuransian).
Asuransi berdasarkan prinsip syariah adalah usaha saling tolong
menolong (ta'awuni) dan melindungi (takafuli) di antara para peserta
melalui pembentukan kumpulan dana (Dana Tabarru') yang dikelola
sesuai prinsip syariah untuk menghadapi risiko tertentu (Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan
Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi
dengan Prinsip Syariah).
Dari beberapa pengertian asuransi syariah di atas, maka asuransi
syariah merupakan praktek tanggung menanggung diantara peserta untuk
mendapatkan rasa aman, nyaman untuk menghadapi resiko yang
kemungkinan menimpa mereka berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
Sedangkan yang berhak untuk membuat fatwa-fatwa yang berkaitan
dengan asuransi syariah adalah Majelis Ulama Indonesia melalui Dewan
Syariah Nasionalnya.
Dasar Hukum Asuransi Syariah
1. Alquran
a. Firman Allah tentang perintah mempersiapkan hari depan:
“Hai orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah danhendaklah setiap
diri memperhatikan apa yang telah dibuatuntuk hari esok (masa depan).
Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang kamukerjakan” (QS. al-Hasyr [59]: 18).
b. Firman Allah tentang prinsip-prinsip bermu’amalah, baik yang
harus ilaksanakan maupun dihindarkan, antara lain :
“Hai orang-orang yang beriman tunaikanlah akad-akad itu Dihalalkan
bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang
demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang
mengerjakan haji.Sesungguhnya Allah menetapkan hokum-hukum
menurut yang dikehendaki-Nya. (QS. al-Maidah [5]: 1)
c. Firman Allah tentang perintah untuk saling tolong menolong
dalam perbuatan positif, antara lain :
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya” (QS. alMaidah [5]:2).
2. Hadis Nabi Muhamad
Hadis-hadis Nabi shallallahu alaihi wasallam tentang beberapa prinsip
bermu’amalah, antara lain:
“Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah
akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat; dan Allah senantiasa
menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya” (HR. Muslim
dari Abu Hurairah).
“Perumpamaan orang beriman dalam kasih sayang, saling mengasihi dan
mencintai bagaikan tubuh (yang satu); jikalau satu bagian menderita sakit
maka bagian lain akan turut menderita” (HR. Muslim dari Nu’man bin
Basyir)
3. Hukum positif di Indonesia
a. Undang Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian
b. Fatwa DSN no 21 tahun 2001
Perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional
Secara umum, ada beberapa perbedaan antara asuransi syariah dan
konvensional, yakni : (Muhamad Syakir Sula, 2004 : 293-319).
No Prinsip Asuransi Syariah Asuransi Konvensional
1 Konsep Perjanjian antara dua pihak
atau lebih, dimana pihak
penanggung mengikatkan
Sekumpulan orang yang
saling membantu, saling
menjamin, dan bekerja
diri kepada tertanggung
dengan menerima premi
asuransi untuk memberikan
pergantian kepada
tertanggung
sama, dengan cara
masing-masing
mengeluarkan dana
tabarru’
2 Asal Usul Praktek Aqilah di dunia
Arab
Perjanjian Hamurabi di
Babilonia
3 Sumber
Hukum
Alquran, Sunnah, Ijma,
Istihsan, Qiyas, Fatwa
sahabat, UrfMaslahah
Mursalah
Pikiran manusia dan
kebudayaan
2 Maisir,
Gharar, dan
Riba
Tidak selaras dengan
syariah Islam karena adanya
maisir, gharar, serta riba yang
merupakan suatu yang
dilarang dalam muamalah
Tidak mengandung unsur
maisir, gharar, serta riba
3 DPS (Dewan
Pengawas
Syariah)
Tidak mempunyai DPS Mempunyai DPS yang
berfungsi untuk
mengawasi pelaksanaan
operasional perusahaan
agar terhindar dari
praktek-praktek
muamalah yang
bertentangan dengan
prinsip-prinsip syariah
4 Akad Akad jual beli, akad idz’aan,
akad gharar, serta akad
mulzim
Akad tabarru’ dan akad
tijarah
5 Jaminan /
risiko
Transfer of risk, dimana
adanya perpindahan risiko
dari tertanggung kepada
penanggung
Sharing of risk, dimana
terjadi proses saling
menanggung antara satu
peserta dengan peserta
lainnya
6 Penggelolaan
dana
Tidak ada pemisahan dana.
Ini akan berakibat pada
terjadinya dana hangus
Pada produk saving (life)
terjadi pemisahan dana
yaitu dana tabarru’,
derma, serta dana peserta
sehingga tidak mengenal
dana hangus. Sedangkan
untuk asuransi jiwa dan 7 Investasi Bebas melakukan investasi
dalam batas-batas ketentuan
perundang-undangan, dan
tidak dibatasi oleh hal halal
dan haramnya obyek atau
sistem investasi yang
digunakan
Dapat melakukan
investasi sesuai dengan
ketentuan perundanganundangan dan tidak
bertentangan dengan
prinsip-prinsip syariah
8 Kepemilikan
dana
Dana yang terkumpul dari
premi peserta seluruhnya
menjadi milik perusahaan.
Dana yang terkumpul
dari peserta dalam bentuk
iuran atau kontribusi
merupakan milik peserta.
Perusahaan hanya
sebagai pemegang
amanah dalam mengelola
dana tersebut
9 Unsur premi Unsur premi terdiri dari
tabel mortalitas, bunga, serta
biaya-biaya asuransi
Iuran atau kontribusi
terdiri dari unsur tabarru’
dan tabungan (yang tidak
mengandung unsur riba).
Tabarru’ juga dihitung
dari tabel mortalitas
tetapi tanpa perhitungan
bunga
10 Loading Loading cukup besar
terutama
diperuntukkan untuk
komisi agen. Oleh sebab itu,
nilai tunai pada awal-awal
tahun biasanya kecil atau
belum ada
Pada sebagian asuransi
syariah,
loading tidak dibebankan
pada peserta tetapi dari
pemegang saham.
Sedangkan sebagian yang
lainnya, mengambil
sekitar 20-30 persen dari
premi tahun pertama.
Dengan demikian nilai
tahun pertama sudah ada.
11 Sumber
pembayaran
klaim
Dari rekening perusahaan Dari rekening tabarru
12 Sistem
akuntasi
Memakai konsep akuntasi
accrual basis yaitu proses
Memakai konsep
akuntansi cash basis, akuntansi yang mengakui
terjadinya peristiwa atau
keadaan non kas. Dan
mengakui aset, biaya, serta
hutang dalam jumlah yang
baru akan diterima dalam
waktu yang akan datang
mengakui apa yang
benar-benar telah terjadi
13 Keuntungan Diperoleh dari surplus
underwriting, komisi
reasuransi, serta hasil
investasi yang dilakukan
perusahaan
Diperoleh dari surplus
underwriting, komisi
reasuransi, serta hasil
investasi. Akan tetapi,
seluruh keuntungan itu
bukan milik perusahaan
karena harus dilakukan
bagi hasil (mudharabah)
dengan peserta
14 Misi
perusahaan
Secara garis besar misi
utamanya adalah misi
ekonomi dan misi sosial
Misinya adalah misi
aqidah, ibadah, ekonomi,
serta pemberdayaan umat
PEMBAHASAN
Akad-Akad yang Terdapat Di Dalam Asuransi Syari’ah
Asuransi syariah merupakan praktek tanggung menanggung
diantara sesama peserta. Ketika salah satu peserta mengalami resiko yang
dipertanggungkan, maka akan mendapat klaim yang berasal dari para
peserta itu sendiri.
Secara umum, ketika peserta asuransi ikut dalam program
perusahaan asuransi syariah akan di berikan akad, Akad yang diberikan
harus sesuai dengan syariah yang tidak mengandung gharar (penipuan),
maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang
haram dan maksiat. Akad tersebut adalah :
1. Akad Tijarah
Akad tijarah adalah akad yang dilakukan untuk tujuan komersial.
Bentuk akadnya menggunakan mudhorobah. Jenis akad tijarah dapat
diubah menjadi jenis akad tabarru' bila pihak yang tertahan haknya,
dengan rela melepaskan haknya sehingga menggugurkan kewajiban
pihak yang belum menunaikan kewajibannya.
Akad tijarah ini adalah untuk mengelola uang premi yang telah
diberikan kepada perusahaan asuransi syariah yang berkedudukan
sebagai pengelola (Mudorib), sedangkan nasabahnya berkedudukan
sebagai pemilik uang (shohibul mal). Ketika masa perjanjian habis, maka
uang premi yang diakadkan dengan akad tijaroh akan dikembalikan beserta bagi hasilnya (Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang
Pedoman Umum Asuransi Syari'ah).
2. Akad Tabarru’
Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan
tujuan kebajikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan
komersial. Kemudian akad dalam akad tabarru adalah akad hibah dan
akad tabarru’ tidak bisa berubah menjadi akad tijaroh.
Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan hibah yang akan
digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah.
Sedangkan perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah (Fatwa
DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi
Syari'ah).
Akad Tabarru' adalah Akad hibah dalam bentuk pemberian dana
dari satu Peserta kepada Dana Tabarru' untuk tujuan tolong menolong
di antara para Peserta, yang tidak bersifat clan bukan untuk tujuan
komersial (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010
Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi
Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah).
Menurut fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 53/DSN-MUI/III/2006
Tentang Akad Tabarru’ Pada Asuransi Syari’ah menyatakan, bahwa
kedudukan para Pihak dalam akad tabarru’ adalah ;
a. Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan dana hibah yang
akan digunakan untuk menolong peserta atau peserta lain yang
tertimpa musibah
b. Peserta secara individu merupakan pihak yang berhak menerima
dana tabarru’ (mu’amman/mutabarra’ lahu, dan secara kolektif selaku
penanggung (mu’ammin/mutabarri’)
c. Perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola dana hibah, atas
dasar akad wakalah dari para peserta selain pengelolaan investasi.
Akad Tobarru' wajib memuat sekurang-kurangnya :
a. kesepakatan para peserta untuk saling tolong menolong (tn'awuni)
b. hak dan kewajiban masing-masing peserta secara individu:
c. hak dan kewajiban peserta secara kolektif dalam kelompok
d. cara dan waktu pembayaran kontribusi dan santunan/ kl aim
e. ketentuan mengenai boleh atau tidaknya kontribusi ditarik kcmbali
oleh peserta dalam hal terjadi pembatalan oleh peserta
f. ketentuan mengenai alternatif dan persentase pembagian Surplus
Underwriting;
g. ketentuan lain yang disepakati (Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan
Prinsip Syariah).
Untuk alad tijaroh dan akad tabarru’ ini, ada beberapa akad yang
mengkuti dalam pelaksanaannya. Akad-akad tersebut meliputi :
1. Akad Wakalah bil Ujrah
Akad Wakalah bil Ujrah adalah Akad Tijarah yang memberikan kuasa
kepada Perusahaan sebagai wakil Peserta untuk mengelola Dana
Tabarru' dan/ atau Dana Investasi Peserta, sesuai kuasa atau
wewenang yang diberikan dengan imbalan berupa ujrah (fee). (Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan
Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi
dengan Prinsip Syariah).
Akad Wakalah bil Ujrah diperbolehkan dalam praktek asuransi syariah
yang dilakukan antara perusahaan asuransi syariah dan peserta dimana posisi
perusahaan asuransi syariah sebagai pengelola dan mendapatkan fee karena telah
mendapatkan kuasa dari peserta.
Menurut fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 52/DSNMUI/III/2006Tentang Akad Wakalah Bil Ujrah Pada Asuransi Syari’ah
Dan Reasuransi Syari’ah, objek Wakalah bil Ujrah meliputi antara lain:
a. kegiatan administrasi
b. pengelolaan dana
c. pembayaran klaim
d. underwriting
e. pengelolaan portofolio risiko
f. pemasaran
g. investasi
Akad Wakalnh bil Ujrah wajib memuat sekurang-kurangnya :
a. objek yang dikuasakan pengelolaannya
b. hak dan kewajiban peserta secara kolektif dan/atau peserta secara
individu sebagai mutoakkil (pemberi kuasa)
c. hak dan kewajiban perusahaan sebagai toakil (penerima kuasa)
termasuk kewajiban perusahaan untuk menanggung seluruh
kerugian yang terjadi dalam kegiatan pengelolaan risiko dan/atau
kegiatan pengelolaan nvestasi yang diakibatkan oleh kesalahan yang
disengaja, kelalaian, atau wanprestasi yang dilakukan perusahaan
d. batasan kuasa atau wewenang yang diberikan peserta kepada
perusahaan
e. besaran, cam, dan waktu pemotongan ujrah (fee)
f. ketentuan lain yang disepakati (Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan
Prinsip Syariah).
Kedudukan dan ketentuan para pihak dalam Akad Wakalah bil Ujrah
a. Dalam akad ini, perusahaan bertindak sebagai wakil (yang
mendapat kuasa) untuk mengelola dana
b. Peserta (pemegang polis) sebagai individu, dalam produk saving
dan tabarru’, bertindak sebagai muwakkil (pemberi kuasa) untuk
mengelola dana
c. Peserta sebagai suatu badan/kelompok, dalam akun tabarru’
bertindak sebagai muwakkil (pemberi kuasa) untuk mengelola dana
d. Wakil tidak boleh mewakilkan kepada pihak lain atas kuasa yang
diterimanya, kecuali atas izin muwakkil (pemberi kuasa)
e. Akad Wakalah adalah bersifat amanah (yad amanah) dan bukan
tanggungan (yad dhaman) sehingga wakil tidak menanggung risiko
terhadap kerugian investasi dengan mengurangi fee yang telah
diterimanya, kecuali karena kecerobohan atau wanprestasi.
f. Perusahaan asuransi sebagai wakil tidak berhak memperoleh bagian
dari hasil investasi, karena akad yang digunakan adalah akad
Wakalah (Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 52/DSNMUI/III/2006Tentang Akad Wakalah Bil Ujrah Pada Asuransi
Syari’ah Dan Reasuransi Syari’ah).
Pengelolaan investasi d a n a Tabarru' atau dana Investasi peserta
dengan Akad Wakalah bil Ujrah, perusahaan sebagai pengelola tidak berhak
m e n d a p a t k a n bagian dari hasil investasi tetapi hanya mendapatkan
fee.
2. Akad Mudharabah
Akad Mudharabah adalah Akad tijarah yang memberikan kuasa
kepada perusahaan sebagai mudharib untuk mengelola investasi dana
tobarru' clan/atau dana investasi peserta, sesuai kuasa atau wewenang
yang diberikan, dengan imbalan berupa bagi hasil (nisbah) yang
besarnya telah disepakati sebelumnya.
Akad Mudharabah wajib memuat sekurang-kurangnya :
a. hak dan kewajiban peserta secara kolektif dan/atau peserta secara
individu sebagai shnhibul mal (pemilik dana)
b. hak dan kewajiban perusahaan sebagai mudharib (pengelola
dana)termasuk kewajiban perusahaan untuk menanggung seluruh
kerugian yang terjadi dalam kegiatan pengelolaan investasi yang
diakibatkan oleh kesalahan yang disengaja, kelalaian a tau
wanprestasi yang dilakukan perusahaan
c. batasan wewenang yang diberikan peserta kepada perusahaan
d. bagi hasil (nisbnh), cara, dan waktu pembagian hasil investasie. ketentuan lain yang disepakati (Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar
Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan
Prinsip Syariah).
3. Akad Mudharabah Musytarakah
Akad Mudharabah Musytarakah aclalah Akad Tijarah yang
memberikan kuasa kepada p erusahaan sebagai mudharib untuk
mengelola investasi Dana Tabarru' dan/ atau dana Investasi peserta,
yang digabungkan dengan kekayaan perusahaan, sesuai kuasa atau
wewenang yang diberikan dengan imbalan berupa bagi hasil (nisbah)
yang besarnya ditentukan berclasarkan komposisi kekayaan yang
digabungkan dan telah disepakati sebelumnya (Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip
Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan
Prinsip Syariah).
Di dalam fatwa Dewan Syariah Nasional No: 51/DSNMUI/III/2006 Tentang Akad Mudharabah Musytarakah Pada Asuransi
Syariah menyebutkan bahwa akad ini bisa dilakukan oleh perusahaan
asuransi syariah karena merupakan bagian dari mudharabah dan
merupakan gabungan dari akad Mudharabah dan Musytarakah.
Akad Mudharabah Musytarakah merupakan akad dimana modal
perusahaan asuransi syariah dan nasabah digabungkan untuk
diinvestasikan dan posisi perusahaan asuransi syariah sebagai
pengelola.
Akad Mudharabah Musytarakah wajib memuat sekurang-kurangnya :
a. hak dan kewajiban peserta secara kolektif dan/atau peserta secara
individu sebagai shahibul mal (pemilik dana)
b. hak dan kewajiban perusahaan sebagai mudharib (pengelola
dana)termasuk kewajiban perusahaan untuk menanggung seluruh
kerugian yang terjadi dalam kegiatan pengelolaan investasi yang
diakibatkan oleh kesalahan yang disengaja, kelalaian atau
wanprestasi yang dilakukan perusahaan
c. batasan wewenang yang diberikan peserta kepada perusahaan
d. cara dan waktu penentuan besar kekayaan peserta dan kekayaan
perusahaan
e. bagi hasil (nisbah), cara, dan waktu pembagian hasil investasi
f. ketentuan lain yang disepakati ((Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar
Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan
Prinsip Syariah).
Kedudukan para pihak dalam akad Mudharabah Musytarakah :a. Dalam akad ini, perusahaan asuransi bertindak sebagai mudharib
(pengelola) dan sebagai musytarik (investor).
b. Peserta (pemegang polis) dalam produk saving, bertindak sebagai
shahibul mal (investor).
c. Para peserta (pemegang polis) secara kolektif dalam produk non
saving, bertidan bisa digunakan untuk produk tabungan maupun
non tabungan.ndak sebagai shahibul mal (investor) (Fatwa Dewan
Syariah Nasional No: 51/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad
Mudharabah Musytarakah Pada Asuransi Syariah).
Suatu perjanjian dibuat berdasarkan kesepakatan antara dua pihak yang memiliki
suatu kepentingan. Dalam pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutan
bahwa: “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Sedangkan Asuransi di dalam
pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian,
disebukatkan bahwa : “Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, perusahaan asuransi
dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan
asuransi sebagai imbalan untuk memberikan penggantian kepada tertanggung atau
pemegang polis karena kerugian, atau bertanggung jawab hukum kepada pihak ketiga
yang mungkin diderita tertanggung karena terjadinya peristiwa yang tidak pasti, … ”
Jadi perjanjian asuransi merupakan perjanjian timbal balik antara penanggung
dengan tertanggung. Dimana apabila terjadi kecelakaan yang menimpa pihak
tertanggung maka kerugian yang diderita akan di gantikan oleh pihak
penanggungkarena sebelumnya sudah diadakan perjanjian asuransi. Begitu juga dengan
kejadian yang melibatkan pihak ketiga. Apabila terjadi kecelakaan yang disebabkan
oleh tertanggung, maka ganti kerugian yang dialami pihak ketiga akan dibayarkan oleh
pihak penanggung. Dalam Pasal 250 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
mengharuskan adanya kepentingan pada saat ditutupnya perjanjian pertanggungan.
Namun berbeda halnya dalam praktek, pihak ketiga yang berkepentingan kadangkala
tidak dianggap berkepentingan dan tidak mendapat ganti kerugian akibat peristiwa tak
tentu yang telah terjadi.
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab
hukum yang diberikan oleh penanggung dan apaupaya hukum yang dapat dilakukan
oleh pihak ketiga dalam perjanjian asuransi apabila terjadi resiko.
Perjanjian asuransi terjadi sejak adanya kesepaktan antara pihak penanggung
dan pihak tetanggung yang diuraikan dalam surat yang disebut polis asuransi.2 Menurut
ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian, disebukatkan bahwa : “Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak,
perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi
oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk memberikan penggantian kepada
tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, atau bertanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung karena terjadinya peristiwa
yang tidak pasti, … ”
Pasal 266 KUHD menyatakan, “dalam polis harus ditegaskan bahwa asuransi
diadakan juga mengatur hal adanya suatu asuransi untuk kepentingan orang ketiga”.
Pasal 2 Polis Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia menyebutkan bahwa:
”Penanggung memberikan ganti rugi atas tanggung jawab hukum tertanggung terhadap
kerugian yang diderita pihak ketiga, yang secara langsung disebabkan oleh kendaraan
bermotor sebagai akibat resiko yang dijamin…, maksimum sebesar harga
pertanggungan untuk jaminan sebagaimana yang dicantumkan dalam polis”.
Jadi dengan demikian sejak saat itu tertanggung berkewajiban untuk membayar
premi dan penanggung menerima pengalihan resiko baik yang diderita oleh tertanggung
sendiri maupun yang diderita pihak ketiga. Pihak yang berkepentingan akan
mendapatkan ganti rugi sesuai dengan kerugian yang dideritanya maksimum sebesar
harga pertanggungan sebagaimana tercamtum dalam polis.
Dalam pelaksanaan perjanjian asuransi yang dilaksanakan PT. Asuransi Astra
Buana dan PT. Asuransi Wahana Tata dengan beberapa Rent a Car yang ada di kota
Denpasar, apabila terjadi peristiwa tak tentu seperti apa yang dicantumkan dalam polis,
dengan adanya perjanjian asuransi ini, makatertanggung melimpahkan tuntutan pihak ketiga pada penanggung, sehingga penanggung berkewajiban untuk mengurus tuntutan
ganti kerugian pihak ketiga.
Namun dalam hal ini, jika harga kendaraan yang diasuransikan tersebut lebih
besar dari harga asuransi, dan mengalami kerugian dengan melibatkan pihak ketiga,
maka pihak asuransi akan menggantikan menurut hitungan dari bagian yang
diasuransikan terhadap bagian yang tidak diasuransikan. Kerugian ini disebut kerugian
sebagian dan asuransi ini disebut asuransi di bawah harga. Penanggung akan
memberikan ganti kerugian kepada tertanggung atas kerusakan atau kehilangan
kendaraan bermotor yang diasuransikan berdasarkan harga sebenarnya, setinggitingginya sebesar jumlah, setelah dikurangi dengan risiko sendiri yang tercantum dalam
ikhtisar asuransi dan setelah dikenakan perhitungan asuransi dibawah harga.
2.2.2. Upaya hukum yang dapat dilakukan bagi pihak ketiga dalam perjanjian
asuransi kendaraan bermotor apabila terjadi risiko
Dalam perjanjian asuransi terdapat tigacara penyelesaian sengketa apabila terjadi
resiko. Yang biasanya dilakukan pertama adalah melakukan musyawarah antara pihak
tertanggung dan pihak penanggung tanpa dicampuri pihak lain dengan dilandasi itikad
baik dari kedua belah pihak. Dasar hukum penyelesaian sengketa secara musyawarah
tersebut diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III, Bab 18 Pasal
1851-Pasal 1854 tentang perdamaian. Namun jika dengan cara musyawarah tidak
menghasilkan kesepakatan di antara kedua belah pihak, maka jalan selanjutnya yang
dapat diusahakan adalah mengundang pihak ketiga. Pihak ketiga ini bisa saja dari
instansi perusahaan asuransi karena di Direktorat Asuransi Departemen Keuangan saat
ini sudah ada seksi pelayanan masyarakat yang menangani keluhan masyarakat.
Selain penyelesaian sengketa melalui jalan musyawarah, dalam Pasal 20 Polis
asuransi kendaraan bermotorjuga terdapat jalan penyelesaian sengketa melalui jalur
Arbitrase. Penyelesaian melalui jalur arbitrase ini dilakukan jika dalam tempo 30 hari
persengketaan antara penanggung dan tertanggung tidak dapat diselesaikan secara
musyawarah.3
Pihak yang berkepentingan akan mengajukan persengketaan tersebut
kepada Dewan Asuransi Indonesia Ketua Bidang Asuransi Kerugian yang akan
membentuk badan arbitrase ad-hoc. Putusan badan arbitrase merupakan putusan
finaldan mengikat kedua belah pihak (Pasal 6 ayat (7) Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa)
Tanggung jawab hukum yang diberikan oleh penanggung yang dalam hal ini
adalah PT. Asuransi Wahana Tata dan PT. Asuransi Astra Buana terhadap tertanggung
yang melibatkan pihak ketiga adalah mengganti kerugian yang diderita pihak ketiga
atau pihak yang berkepentingan dengan didasari atas isi dari polis asuransi dan ganti
kerugian tersebut tidak melebihi dari jumlah harga kendaraan yang di asuransikan dan
dikurangi jumlah resiko sendiri.
Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak ketiga dalam perjanjian asuransi
apabila terjadi resiko adalah bisa melalui tiga cara. Yang pertama yaitu dengan
melakukan musyawarah langsung antara penanggung dengan tertanggung. Selanjutnya
apabila dengan cara musyawarah tidak menemuan jalan keluar, akan diundang pihak
ketiga dari instansi perusahaan asuransi yang menangani keluhan masyarakat. Dan jalan
terahir yang dapat dilakukan apabila kedua cara tersebut tidak membuahkan hasil adalah
jalur arbitrase.
Salah satu tugas pengabdian masyarakat adalah melakukan konsultansi pada perusahaan yang
terdapat dalam masyarakat. Penulisan ini didasarkan pada konsultansi pada PT.”X” yang
memiliki bisnis di bidang penyediaan listrik. Peran listrik sebagai sumber energi utama bagi
seluruh aktifitas kegiatan manusia sangatlah vital. Begitu pentingnya peranan listrik bagi
sumber energi, menyebabkan semua aktifitas penting dalam kehidupan bisa terhenti, terganggu
atau tertunda bila listrik padam, sehingga timbul kerugian di berbagai aspek kehidupan. Aspek
kerugian yang selalu menjadi tolok ukur utama para pemangku kepentingan adalah kerugian
ekonomi. Oleh karenanya memastikan ketersediaan listrik sangatlah penting. Ada dua hal pokok
yang menjadi perhatian utama yaitu: ketersediaan pasokan listrik dan kontinuitas pasokan
listrik. Dalam hal ketersediaan pasokan listrik, Pemerintah terus mengupayakan kecukupan
pasokan listrik nasional, melalui berbagai proyek pembangkit tenaga listrik. Dari sisi kontinuitas
pasokan listrik, PT.”X” berkepentingan untuk melakukan routine maintenance pada pembangkit
listrik, termasuk transmisi dan distribusi. Demikian juga dalam konteks manajemen resiko, salah
satu pilihannya adalah melakukan risk transfer mechanism, yaitu memindahkan resiko ke pihak
perusahaan asuransi. Risk transfer mechanism memegang peranan penting, khususnya bila
menghadapi Act of God, seperti gempa, tsunami, banjir, petir, hujan, dan sebagainya, dan
adanya kejadian di luar kendali (sudden and unforeseen damage). Oleh karenanya penulisan
konsultansi ini ditujukan untuk pembuatan kebijakan di bidang Asuransi bagi PT. “X”. Metode
pelaksanaan pengabdian masyarakat berupa konsultansi berbasis model manajemen stratejik
pada strategi dan kebijakan perusahaan di bidang asuransi, dengan menggunakan data internal
dan eksternal serta berbagai diskusi untuk mengambil kesimpulan dan keputusan.Model
manajemen stratejik untuk strategi dan kebijakan, dipadukan dengan faktor utama produksi,
analisa rantai nilai dan risk appetite PT. “X”, hasilnya berupa kebijakan asuransi berisikan
rekomendasi prioritas kebutuhan asuransi dan jenis produk pada obyek asuransi.
Peran listrik sebagai sumber energi utama
bagi seluruh aktifitas kegiatan manusia sangatlah
vital. Hampir seluruh aktifitas kehidupan kita selalu
berhubungan dan membutuhkan listrik sebagai
sumber energi, seperti kehidupan dan kegiatan di
rumah tempat tinggal, kegiatan di sekolah, pabrik,
industri, perkantoran, perhotelan, gedung, pusat
perbelanjaan (mall), pelabuhan laut, pelabuhan
darat, jalan raya dan tol, dan masih banyak lagi.
Begitu pentingnya peranan listrik bagi sumber
energi, menyebabkan semua aktifitas penting dalam
kehidupan bisa terhenti, terganggu atau tertunda bila
listrik padam, sehingga timbul kerugian di berbagai
aspek kehidupan. Aspek kerugian yang selalu
menjadi tolok ukur utama para pemangku
kepentingan adalah kerugian ekonomi. Bila listrik
padam atau terganggu, maka contoh beberapa
masalah yang terjadi antara lain: produktifitas pabrik
terhambat, akibatnya jumlah produksi menurun dan
penjualan tidak tercapai; lampu rambu lalu lintas
padam, maka timbul kemacetan parah, sehingga
dampaknya adalah aktifitas transportasi terganggu
dan dapat menimbulkan kerugian ekonomi milyaran
bahkan trilyunan rupiah karena suplai barang
terganggu; aktifitas perkantoran akan terhenti
sehingga rapat-rapat tertunda dan produktifitas kerja
menurun. Bila kita baca di media publik seperti
Koran, maka dampak listrik padam sangat luar biasa
bagi aktifitas perekonomian, sehingga seringkali
para pemangku kepentingan berusaha untuk mengukur besaran kerugian ekonomi dari padamnya
listrik walau hanya dalam hitungan hari atau jam.
Jelas bahwa peran ketersediaan listrik dan dampak
listrik padam bersifat multiplier effect terhadap
berbagai kegiatan bisnis dan aktifitas kehidupan.
Dalam ekonomi makro, maka dampak listrik padam
dapat mengganggu produktifitas, pertumbuhan
ekonomi dan PDB (Produk Domestik Bruto).
Akibatnya tujuan cita-cita bangsa untuk meningkatkan pendapatan per kapita penduduk dan
pencapaian masyarakat yang makmur dan sejahtera
dapat terhambat pencapaiannya.
Fenomena diatas menunjukkan bahwa
peran ketersediaan listrik sangat vital bagi seluruh
aspek kegiatan kehidupan manusia. Oleh karenanya
memastikan ketersediaan listrik sangatlah penting.
Ada dua hal pokok yang menjadi perhatian utama
yaitu: ketersediaan pasokan listrik dan kontinuitas
pasokan listrik. Dalam hal ketersediaan pasokan
listrik, Pemerintah terus mengupayakan kecukupan
pasokan listrik nasional, melalui berbagai proyek
pembangkit tenaga listrik berbasis tenaga air
(PLTA), tenaga uap (PLTU) dan tenaga gas (PLTG),
maupun combined cycle (PLTGU), disamping
mempertahankan existing pembangkit listrik yang
telah ada dan juga melakukan atraksi kerjasama
pembelian listrik swasta dengan model IPP (Independent Power Producer). Dari sisi kontinuitas
pasokan listrik, PT.”X” berkepentingan untuk
melakukan routine maintenance pada pembangkit
listrik, termasuk transmisi dan distribusi. Demikian
juga dalam konteks manajemen resiko, salah satu
pilihannya adalah melakukan risk transfer
mechanism, yaitu memindahkan resiko ke pihak
perusahaan asuransi. Risk transfer mechanism
memegang peranan penting, khususnya bila menghadapi Act of God, seperti gempa, tsunami, banjir,
petir, hujan, dan sebagainya, dan adanya kejadian di
luar kendali (sudden and unforeseen damage). Oleh
karenanya penulisan konsultansi ini ditujukan untuk
pembuatan kebijakan di bidang Asuransi bagi PT.
“X”, dimana tolok ukur kinerja PT.”X” seharusnya
tidak semata diukur dalam konteks sebagai suatu
usaha perseroan terbatas, namun yang lebih penting
adalah perannya dalam ketersediaan dan kontinuitas
suplai listrik bagi seluruh kegiatan aktifitas dalam
wilayah geografis Republik Indonesia.
Strategi dan Kebijakan merupakan hasil dari
suatu proses runtut dalam Model Manajemen
Stratejik (Wheelen & Hunger, 2006).Sehingga untuk
membuat kebijakan asuransi PT.”X” digunakan teori
utama model manajemen stratejik. Strategi dan Kebijakan merupakan hasil dari
suatu proses runtut dalam Model Manajemen
Stratejik (Wheelen & Hunger, 2006). Manajemen
Strategik adalah suatu rangkaian keputusankeputusan dan tindakan-tindakan manajerial yang
menentukan kinerja jangka panjang dari suatu
perusahaan. Termasuk didalamnya adalah analisis
lingkungan (environmental scanning) baik eksternal
maupun internal, formulasi strategi (perencanaan
stratejik atau perencanaan jangka panjang), implementasi strategi, dan evaluasi dan pengendalian.
Keuntungan-keuntungan dari Manajemen
Strategik antara lain: Lebih jelas visi suatu
perusahaan, lebih fokus pada apa yang penting dan
meningkatkan pemahaman dari perubahan
lingkungan yang cepat.
Model dasar suatu Manajemen Strategik
terdiri atas empat (4) elemen : Analisis Lingkungan
(Environmental Scanning), Formulasi Strategi
(Strategy formulation), Implementasi Strategi
(Strategy implementation) dan Evaluasi dan kontrol
(Evaluation and control).
Gambar 1
Model dasar Manajemen Strategik
Bahwa dalam Analisis Lingkungan
(Environmental Scanning) termasuk didalamnya
Analisis Proses Bisnis (Value Chain Analysis).
Rantai Nilai (Value Chain) adalah suatu set
kegiatan-kegiatan penciptaan nilai yang saling
berhubungan dalam menghasilkan output suatu
perusahaan/badan usaha (Porter, 1985). Fokus
Analisis Rantai Nilai (Value Chain Analysis) adalah
memeriksa suatu perusahaan dalam konteks
keseluruhan rantai nilai aktifitas-aktifitas penciptaan
nilai. Setiap perusahaan/badan usaha memiliki rantai
nilai aktifitas-aktifitas, yang bersifat internal (khas).
Porter (1985), menyatakan bahwa aktifitas-aktifitas
dari suatu perusahaan/badan usaha terdiri dari
aktifitas utama (primary activities) dan aktifitas
pendukung (support activities).
Hasil proses Manajemen Stratejik dari
Environmental Scanning dan Faktor Internal akan
menghasilkan Strategi Perusahaan. Selanjutnya
Strategi Perusahaan di bidang Asuransi
menghasilkan format kebijakan di bidang Asuransi
PT.”X”.
Gambar 2
Kerangka Berpikir Penyusunan Kebijakan Asuransi
di PT. “X”
Urutan – urutan pokok- pokok pembahasan
yang akan dibuat adalah sebagai berikut :
1. Analisis Lingkungan
Disini akan dibahas faktor eksternal yang terdiri
dari Faktor Lingkungan Sosial (Societal
Environment) yaitu : Ekonomi (GDP, Pendapatan
Perkapita, Inflasi, Kredit, dst), Peraturan
perundang-undangan, Demografi, Sosialkultural,
Kelistrikan Nasional (Supply, Demand &
Growth); Analisis Mata Rantai (Value Chain
Analysis), yaitu memeriksa suatu perusahaan
dalam konteks keseluruhan rantai nilai aktifitasaktifitas penciptaan nilai. Setiap
perusahaan/badan usaha memiliki rantai nilai
aktifitas-aktifitas, yang bersifat internal (khas).
Porter (1985), menyatakan bahwa aktifitasaktifitas dari suatu perusahaan/badan usaha
terdiri dari aktifitas utama (primary activities)
dan aktifitas pendukung (support activities).
2. Analisis Faktor Internal
Disini kita akan membahas faktor internal
kekuatan & kelemahan PT.”X”
3. Visi, Misi dan Sasaran
Disini kita akan membahas implikasi dari visi,
misi dan sasaran PT.”X”
4. Strategi & Kebijakan Asuransi
Disini kita akan membahas strategi dan kebijakan
Asuransi PT.”X”
Metode Pengumpulan Data
Tabel 3
Metode pengumpulan data
Data yang diperlukan untuk penulisan ini
didapat dari :
1. Data primer yang diperoleh dengan data-data
langsung dari PT.”X”
2. Data primer dari Kementrian ESDM, dan lainlainnya
3. Data sekunder, yang diperoleh dari objek
penulisan, literatur, buku, koran, majalah,
internet, dan hasil penelitian terkait untuk
mendapatkan informasi tentang Perusahaan dan
Industrinya.
Sedangkan waktu penulisan adalah 3 bulan, tempat
dilakukan penulisan konsultansi di Jakarta, dengan
menggunakan ruang kantor, alat tulis, komputer,
overhead projector serta buku-buku dan laporanlaporan dari berbagai sumber.
Hasil dan Pembahasan
Kriteria Faktor Produksi
Faktor produksi utama yang prioritas
Asuransi adalah: Pegawai dan Manajemen; Aset
Pembangkit Listrik berikut Transmisi dan Distribusi;
Kegiatan-Kegiatan Proyek Pembangkit Listrik
berikut Transmisi dan Distribusi; Gedung beserta
prasarananya; serta Kendaraan Bermotor; pada
urutan teratas.
Analisa Rantai Nilai (Value Chain)
Setiap perusahaan/badan usaha memiliki
rantai nilai aktifitas-aktifitas, yang bersifat internal
(khas). Porter (1985), menyatakan bahwa aktifitasaktifitas dari suatu perusahaan/badan usaha terdiri
dari aktifitas utama (primary activities) dan aktifitas
pendukung (support activities). Aktifitas Utama
akan membentuk Fungsi-Fungsi Utama Organisasi.
Berikut adalah value chain dari Kelistrikan PT.”X”:
Gambar 1
Value Chain Kelistrikan PT. “X”
Dari Uraian di atas dapat disimpulkan
Fungsi-Fungsi Utama (Primary Activities) antara
lain: Fungsi Pelayanan Pelanggan, Fungsi Kolektibilitas Pembayaran Tagihan Listrik, Fungsi Ketersediaan Suplai Bahan Bakar, Fungsi Pembangkitan
Listrik dan Fungsi Transmisi/Distribusi Listrik.
Sedangkan Fungsi-Fungsi Pendukung (Secondary
Activities), terdiri antara lain: Fungsi Perencanaan,
Fungsi Pengadaan, Fungsi Sumber Daya Manusia,
Fungsi Keuangan, Fungsi Operasional, Fungsi
Tehnologi, dan lain-lain.
Risk Appetite PT.”X”
Disini akan diuraikan Risk Appetite PT.”X”
dimana setiap Obyek Resiko dan Jenis/Produk
Asuransinya akan dipetakan terhadap Tabel Probabilitas Resiko untuk menentukan tingkat kemungkinan dan dipetakan terhadap Tabel Dampak Resiko
untuk menentukan kategori atau tingkat dampak.
Selanjutnya koordinat pada Tabel Probabilitas
Resiko dan Tabel Dampak Resiko tersebut dipetakan
posisinya dalam Tabel Matriks Resiko, sehingga
akan diketahui Risk Appetite PT.”X” yang akan
menentukan apakah resiko tersebut akan diterima
dan dikendalikan/dikurangi, ataukah pengendalian
resiko tersebut diserahkan kepada pihak lain, yaitu
Asuransi melalui risk transfer (pemindahan resiko).
Rekomendasi diperoleh dengan cara
membandingkan peta Matriks Resiko (pilihan
Accepted, Risk Maintain, Risk Transfer), yang
berasal dari probabilitas dan tingkat dampak resiko
dengan common practice dan existing practice.
Aset dan Produk Asuransinya
1. Aset Pembangkitan Listrik (Fixed & Movable)
Termasuk di dalamnya Aset Pembangkit,
Transmisi (GI), dan Distribusi
2. Aset Non Pembangkit (Tak Bergerak)
Disini aset terdiri dari gedung-gedung yang
berfungsi sebagai tempat kegiatan/ aktifitas bisnis
yang berkaitan dengan PT.”X”
3. Aset Non Pembangkit (Bergerak)
Termasuk disini adalah kendaraan bermotor
operasional yang biasanya telah diasuransikan
jenis All Risks Cover.
4. Jenis Asuransi yang dapat dibutuhkan.
a. Property All Risks/ Industrial All Risk
Insurance (PAR/IAR)
b. Machinery Breakdown (MB)
c. Business Interuption Insurance (BI)
d. Third Party Liability (TPL)
e. Electronic Equipment Insurance (EEI)
f. Theft & Burglary Insurance
5. Common Practice
Bagi dunia usaha kesadaran berasuransi pelaku
usaha menengah keatas cukup tinggi. Hal
tersebut disebabkan oleh persyaratan yang
diminta oleh pihak lain, seperti : persyaratan
pengucuran kredit dari bank, persyaratan
pelaksanaan proyek yang bersumber dari
anggaran pemerintah, swasta maupun bantuan/
pinjaman luar negeri. Di lain pihak pelaku usaha
sendiri pada umumnya sadar bahwa dalam
kondisi perekonomian yang tidak menentu ini
perlu adanya financial security yang bersifat pasti
bagi kelangsungan usahanya yaitu dengan
memin-dahkan resiko-resiko yang dapat
diasuransikan (insurable risk) kepada perusahaan
asuransi. Sehingga hampir semua asset
industri/pabrik dan kegiatan usahanya
diasuransikan seperti : Property/ Industrial All
Risk (PAR/IAR) untuk industri/ gedung/pabrik
berikut mesin dan peralatannya, Machinery
Breakdown untuk operasional perme-sinannya,
asuransi kendaraan bermotor untuk kendaraan
operasionalnya, termasuk asuransi tang-gung
gugat pihak ketiga (third party liability), asuransi kecelakaan diri dan kesehatan untuk
pegawai dan karyawannya. Disini yang juga
penting diasu-ransikan adalah Business
Interuption yang menjamin kerugian akibat
hilangnya keuntungan yang disebabkan oleh
kecelakaan yang dijamin oleh Property All-Risks
Insurance maupun Machinery Breakdown.
Asuransi ini agak jarang ditutup karena dua hal
yaitu rate yang cukup tinggi dan potensi klaim
yang tinggi bagi asuransi yang sifatnya pasti
following loss. Selanjutnya untuk Electronic
Equipment Insurance ini penting juga diterapkan
namun probabilitas lossnya rendah, nilai aset
rendah, dan tidak mengcover kerugian
kehilangan data, sehingga juga beberapa
perusahaan tidak menerapkannya. Lebih lanjut
untuk Theft & Burglary Insurance jarang
ditemukan kejadian, dim-ana prosedur keamanan
& pengamanan di PT.”X” sangat ketat. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa pelaku usaha
menengah keatas umumnya memp-unyai budaya
pencegahan kerugian (loss preventif) yang baik
melalui standar prosedur kerja, pem-eliharaan,
perawatan dan manajemen housekeeping serta
kepemilikan fire fighting system dan fire
protection. Kemudian untuk lebih memastikan
keberlangsungan usaha, mereka membeli polis
asuransi untuk melindungi terhadap kejadian
kerugian yang tidak terduga dan yang berasal dari
kejadian alam diluar kontrol manusia.
Rekomendasi jenis asuransi sebagai berikut:
Aset Pembangkit (PAR/IAR, MB, TPL); Aset
Non Pembangkit Tak Bergerak/Gedung (PAR);
Aset Non Pembangkit Bergerak/Kendaraan (All
Risks).
Kegiatan Proyek dan Produk Asuransinya
Kegiatan proyek pembangunan pembangkit,
transmisi (GI) dan distribusi biasanya mewajibkan
para kontraktor untuk memiliki asuransi proyek
yaitu CAR/EAR (Contractor All Risks/ Erection All
Risks), selama proyek berjalan sampai dengan BAST
II. Demikian pula termasuk di dalam pembangunan
Gedung maupun infrastruktur penunjangnya
diwajibkan para kontraktor untuk memiliki Asuransi
CAR/EAR. Untuk penjaminan proyek, maka sesuai
peraturan perundangan khususnya Undang – Undang
No 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan
Keputusan Presiden RI No 18 tahun 2000 tentang
Pengadaan Barang /Jasa Instansi Pemerintah yang
mengatur pelaksanaan tender dimana dipersyaratkan
adanya jaminan penawaran, jaminan pelaksanaan,
jaminan uang muka dan jaminan pemeliharaan.
1. Jenis Asuransi yang dapat dibutuhkan
a. Contractor All Risks/ Erection All Risk
Insurance (CAR/EAR)
b. Third Party Liability Insurance (TPL)
c. Construction Plan & Equipment All Risks
Insurance/ Heavy Equipment (CP/HE)
d. Bank Garansi/ Surety Bond (BG/SB)
e. Automobile Liability (AL)
f. Worker Compensation Act (WCA)
g. Delay in Start Up
2. Common Practice
Bagi dunia usaha kesadaran berasuransi
pelaku usaha menengah keatas cukup tinggi.
Dalam praktek umum kontraktor yang
melaksanakan pembangunan suatu proyek
dipersyaratkan untuk memiliki asuransi
CAR/EAR. Hal tersebut dise-babkan oleh
persyaratan yang diminta oleh pihak lain, seperti:
persyaratan pengucuran kredit dari bank,
persyaratan pelaksanaan proyek yang ber-sumber
dari anggaran pemerintah, swasta maupun
bantuan/ pinjaman luar negeri. Di lain pihak
pelaku usaha sendiri pada umumnya sadar bahwa
dalam kondisi perekonomian yang tidak menentu
ini perlu adanya financial security yang bersifat
pasti bagi kelangsungan usahanya yaitu dengan
memindahkan resiko – resiko yang dapat
diasuransikan (insurable risk) kepada perusahaan
asuransi. Sehingga bila terjadi sesuatu dalam
tahap konstruksi yang menimbulkan risiko
kerugian dan kerusakan yang dapat timbul akibat
proses konstruksi, termasuk kerugian dan
kerusakan yang dialami oleh pihak ketiga (third
party liability) sebagai akibat dari proses
konstruksi yang sedang berlangsung dapat
dijamin, sehingga proses konstruksi akan terus
berlanjut sampai selesai. Sedangkan untuk
Construction Plan & Equipment All Risks
Insurance/ Heavy Equipment ini penting karena
memberikan perlindungan terhadap kerugian dan
kerusakan yang terjadi pada peralatan berat
maupun peralatan ringan yang digunakan dalam
proyek konstruksi, namun beberapa perusahaan
pemberi kerja tidak mempersyaratkan dalam
kontrak konstruksi, juga dimungkinkan karena
heavy equipment merupakan peralatan sewa
termasuk operator sehingga semua resiko
ditanggung pemberi sewa. Fenomena asuransi
jenis ini adalah kejadiannya jarang namun
severitynya cukup tinggi. Karena dampaknya
tinggi bagi kelancaran proyek sebaiknya
dipersyaratkan untuk diasuransikan.
Lebih lanjut untuk Asuransi Automobile Liability
dan Workman Compensation Act biasanya
diwajibkan pada kontraktor dalam pelaksanaan
proyek, dimana Automobile Liability menjamin
terhadap tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga akibat pemakaian kendaraan bermotor di
lingkungan dan sekitar proyek, sedangkan Workman
Compensation Act merupakan Asuransi Tenaga
kerja dengan limit diatas BPJS Ketenagakerjaaan.
Sedangkan Delay in Start Up Insurance walaupun
jarang digunakan, namun penting diterapkan karena
menjamin kerugian finansial akibat tertundanya Start
Up, karena terjadinya resiko selama proyek.
Untuk penjaminan proyek maka sesuai
peraturan perundangan, maka kontraktor/ supplier
diwajibkan untuk menyerahkan Jaminan Penawaran,
Jaminan Uang Muka, Jaminan Pelaksanaan, dan
Jaminan Pemeliharaan kepada pemilik proyek dalam
hal ini PT.”X”.
Rekomendasi jenis asuransi sebagai berikut:
Kegiatan Proyek (CAR/EAR,TPL, BG/SB, AL,
WCA).
Jenis kegiatan utama lainnya dan Asuransi
yang dibutuhkan
Kegiatan-kegiatan lainnya dan belum
diasuransikan antara lain:
1. Collection pembayaran tagihan PT.”X” di
payment point selain penyedia bank atau atm
untuk jaminan cash in safe dan cash in transit.
Saat ini biasanya penyediaan payment point
adalah kewajiban Bank untuk menjalankannya
berikut operatornya, sehingga asuransi ini bisa
dipersyaratkan kepada rekanan Bank.
2. Kecelakaan Diri Pelanggan Listrik
3. Asuransi Marine Cargo cum Inland Transit
untuk suplai bahan bakar dari loading di quarry
sampai delivery di yard PT.”X” (dapat
dipersyaratkan kepada Supplier Bahan Bakar).
Kegiatan lainnya dan Produk Asuransinya
1. Jenis kegiatan lainnya dan Asuransi yang dapat
dibutuhkan
Kegiatan-kegiatan lainnya dan belum
diasuransikan antara lain:
a. Asuransi Pengangkutan, yaitu untuk
menjamin kegiatan pemindahan modal
(aset) dari satu tempat ke tempat lainnya
b. Asuransi Fidelity Guarantee, menjamin
kepada pengusaha/pemilik perusahaan atas
kemungkinan adanya kerugian yang
dideritanya sebagai akibat dari tindakan
ketidak-jujuran/ kecurangan yang dilakukan
oleh karyawannya.
2. Common Practice
Asuransi Pengangkutan sudah menjadi
kebutuhan bagi dunia usaha, dimana resiko
selama perjalanan dapat menimbulkan kerusakan,
atau kerugian, bahkan kehilangan. Resiko-resiko
yang dihadapi dapat berupa resiko bencana alam
dan resiko selama perjalanan. Oleh karenanya
hampir semua pelaku industri utamanya
pengusaha menengah keatas telah menerapkan
kewajiban mengasuransikan barang selama
perjalanan. Sedangkan untuk Asuransi Fidelity
Guarantee, selama ini tidak dilakukan dan tidak
semua pelaku industri memakai polis ini. Dengan
pembinaan pegawai yang kontinu dan penguatan
budaya dalam perusahaan, tentu akan
menghasilkan suatu sikap positif dari pegawai
dan karyawan untuk senantiasa bekerja rajin,
jujur dan amanah.
Rekomendasi jenis asuransi sebagai
berikut: Payment Point (CIS, CIT), Suplai Bahan
Bakar (Marine Cargo); Pengangkutan (Marine
Cargo, Inland Transit/Air Cargo)
Kepegawaian dan Produk Asuransinya
Berdasarkan keterangan yang kami dapatkan
dari Unit Pengelolaan Asuransi Kantor Pusat bahwa
untuk pegawai diberikan jaminan asuransi Kecelakaan Diri dan Kesehatan, yaitu dengan mengikutsertakan dalam program BPJS Kesehatan untuk
jaminan kesehatan dan program BPJS Ketenagakerjaan untuk jaminan kecelakaan diri, jaminan
meninggal dunia, jaminan hari tua, dan jaminan
pensiun.
Common Practice. Bagi dunia usaha
kesadaran berasuransi pelaku usaha menengah
keatas cukup tinggi. Termasuk didalamnya asuransi
kecelakaan diri, asuransi kesehatan, jaminan
meninggal dunia, jaminan hari tua, dan jaminan
pensiun. Dimana seluruh pekerja di Indonesia wajib
untuk mengikuti program Asuransi Kesehatan dan
Asuransi Tenaga Kerja yang dilaksanakan oleh
BPJS Kesehatan dan BPJS Tenaga Kerja.
Rekomendasi jenis asuransi adalah mengikuti
program asuransi BPJS Kesehatan dan BPJS Tenaga
Kerja.
Manajemen (Direksi dan Komisaris) dan
Produk Asuransinya
Berdasarkan keterangan yang kami dapatkan
dari Unit Pengelolaan Asuransi Kantor Pusat bahwa
untuk Direksi dan Komisaris selain diberikan
jaminan asuransi Kecelakaan Diri dan Kesehatan,
yaitu dengan mengikutsertakan dalam program BPJS
Kesehatan untuk jaminan kesehatan dan program
BPJS Ketenagakerjaan untuk jaminan kecelakaan
diri, jaminan meninggal dunia, jaminan hari tua, dan
jaminan pensiun, juga mendapatkan jaminan
asuransi DNO (Directors & Officers Liability
Insurance) dan Asuransi Purna Jabatan.
Common Practice. Bagi dunia usaha
kesadaran berasuransi pelaku usaha menengah
keatas cukup tinggi. Penerapan asuransi DNO dan
Asuransi Purna Jabatan sudah menjadi umum dan
kebutuhan perusahaan. Sedangkan keikutsertaan
manajemen dan direksi dalam program asuransi
kesehatan dan asuransi tenaga kerja sifatnya juga
wajib. Rekomendasi jenis asuransi adalah selain
program BPJS Kesehatan dan BPJS Tenaga Kerja,
juga asuransi DNO dan Purna Jabatan.
Prioritas Lanjutan Asuransi
Setelah Prioritas Utama Asuransi diatas,
maka Obyek Resiko selanjutnya yang menjadi
prioritas lanjutan untuk diasuransikan adalah Obyek
Resiko yang berhubungan dengan Support Activities
dalam Value Chain Analysis, seperti Fungsi Perencanaan, Fungsi Pengadaan, Fungsi Sumber Daya
Manusia, Fungsi Keuangan, Fungsi Operasional,
Fungsi Tehnologi, dan lain-lain.
Prioritas Asuransi Gedung menggunakan
Kriteria Nilai Kepentingan Kegiatan dan
Kriteria Umur Ekonomis
Dalam hal perencanaan anggaran untuk
Asuransi Gedung terbatas, maka untuk gedung pada
aktifitas pendukung (supporting activities)
digunakan Kriteria Nilai Kepentingan Kegiatan dan
Kriteria Umur Ekonomis. Dimana Gedung yang
dianggap Penting Aktifitas Kegiatannya
didahulukan, baru kemudian untuk gedung yang
memiliki nilai kepentingan yang sama, maka
Bangunan/Gedung yang telah mendekati habisnya
Umur Ekonomis atau telah lewat Umur
Ekonomisnya lebih didahulukan.
1. Data Umur Ekonomis
Untuk penghitungan Umur Ekonomis disini
digunakan Data Umur Ekonomis/ Manfaat
Bangunan dari MAPPI (Masyarakat Profesi Penilai
Indonesia) seperti dibawah ini:
Tabel 4
Umur Ekonomis Bangunan
Manajemen Resiko terhadap Non Prioritas
Asuransi
Seperti kita ketahui dalam manajemen
resiko, setelah Identifikasi Resiko dan Analisa
Resiko, maka tindakan selanjutnya yang dilakukan
adalah Kendali Resiko (Risk Control), dimana
terdapat dua alternatif yaitu Kendali Resiko Fisik
(Physical Risk Control) dan Kendali Resiko
Keuangan (Financial Risk Control). Disini kita
hanya membahas Kendali Resiko Fisik, karena hal
ini berkaitan dengan manajemen resiko terhadap non
prioritas Asuransi. Dalam Kendali Resiko Fisik
paling tidak terdapat dua cara dimana kita dapat
mereduksi resiko:
a) Pre loss reduction
Adalah mungkin melakukan beberapa tindakan
sebelum suatu peristiwa terjadi untuk
meminimalisasi resiko. Inti dari pre loss
reduction dari resiko adalah efek/akibat dari
kerugian diantisipasi dan langkah-langkah
diambil untuk memastikan bahwa mereka dijaga
pada level minimum. Penggunaan sabuk
pengaman, merupakan contoh untuk tingkat
personal. Peristiwa kerugian belum terjadi,
namun kemungkinan efek dari suatu peristiwa
kerugian telah diantisipasi dan langkah pre loss
reduction dari resiko dengan menggunakan sabuk
pengaman telah dilakukan.Penggunaan safety
guard pada mesin pada suatu industi juga sama.
Peristiwa luka-luka/kecelakaan belum terjadi,
namun langkah-langkah telah diambil untuk
mereduksi resiko kecelakaan.
b) Post loss risk control
Bentuk kendali resiko ini adalah setelah peritiwa
kerugian terjadi dan mengambil langkah-langkah
untuk meminimalisasi efek dari kerugian.
Penggunaan automatic fire sprinkler systems
sesuai sebagi contoh disini. Begitu api menyala,
sprinkler beroperasi untuk mereduksi akibat dari
kebakaran.
Maka langkah-langkah yang dapat di
tempuh oleh PT.”X” dalam Kendali Resiko Fisik
antara lain:
1. Pre loss reduction
a. program routine maintenance di pembangkit,
transmisi, gardu induk, distribusi, gedung dan
lain-lainnya
b. Housekeeping (memelihara, merawat dan
menjaga obyek beserta isi dan lingkungannya)
c. Safety Work Procedure
d. Hot Work Procedure & Permit
e. Mitigasi resiko (seperti pemisahan flammable
material terhadap unflammable material,
jarak lokasi gudang terhadap bangunan
lainnya, dan lain sebagainya)
f. Mitigasi Bencana
g. No Smoking Area
2. Post loss reduction
a. sistem fire protection dan fire fighting yang
lengkap dan program reguler inspection untuk
peralatan tersebut.
b. pelatihan tanggap darurat dan pelatihan
kebakaran kelas D dan C, untuk limitasi dan
minimalisasi resiko
Kesimpulan
Berdasarkan hal – hal yang diuraikan pada bab – bab
sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Dengan menggabungkan Analisis Faktor
Produksi Utama, Analisis Value Chain,
Analisis Risk Appetite PT.”X”, serta
membandingkan common practice dan
existing asuransi , maka didapatkan suatu
rekomendasi asuransi yang komprehensif dan
akurat.
2. Tindak lanjut bagi PT.”X” adalah:
a. Melakukan revisi Kebijakan Asuransi
bagi PT.”X” sebagai hasil rekomendasi
konsultansi.
b. Melaksanakan penutupan asuransi pada
obyek, jenis dan produk sesuai dengan
hasil rekomendasi konsultansi.
Related Posts:
akad asuransi Manusia adalah makhluk hidup yang mempunyai perjalanan hidup yang berbeda antara satu sama lainnya. Perbedaan itu bisa di… Read More