akad asuransi

Manusia adalah makhluk hidup yang mempunyai perjalanan hidup 
yang berbeda antara satu sama lainnya. Perbedaan itu bisa dilihat dari 
kekayaan, tingkat pendidikan kesehatan maupun kematian yang 
dialaminya. Ada yang kaya dan ada yang miskin, ada yang berpendidikan 
rendah dan ada yang berpendidikan tinggi, ada yang selalu merasakan 
nikmat kesehatan dan ada pula yang merasakan nikmat sakit, bahkan ada  yang mengalami kematian pada masa mudanya dan ada yang mengalami 
kematian pada umur tuanya. 
Resiko-resiko yang terjadi ketika mempunyai harta yang melimpah 
adalah musnahnya harta tersebut dikarenakan hilang, kebakaran atau 
karena sebab yang lainnya. Resiko kesehatan yang diakibatkan munculnya 
penyakit-penyakit yang akan dialami manusia. Kemudian resiko kematian 
yang bisa diakibatkan karena penyakit maupun kecelakaan.
Namun, resiko-resiko tersebut di atas tidak dapat diprediksi atau 
diperkirakan kapan akan menimpa pada diri seseorang. Maka untuk 
memproteksi atau menyiapkan resiko-resiko yang mungkin akan menimpa 
manusia dibutuhkanlah pertanggungan-pertanggungan yang memberikan 
kenyamanan pada diri manusia terdsebut. Pertanggungan atau saling 
menanggung tersebur dinamakan asuransi.
Asuransi pada hakikatnya merupakan persiapan yang dibuat oleh 
seseorang untuk menghadapi kerugian atau musibah yang tidak dapat 
diduga atau dipredikasi. Apabila kerugian itu menimpa seseorang tersebut, 
maka kerugian itu akan ditanggung bersama atau oleh perusahaan 
asuransi. 
Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan 
asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi 
oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk : 
1. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis 
karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan 
keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang 
mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya 
suatu peristiwa yang tidak pasti.
2. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya 
tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya 
tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau 
didasarkan pada hasil pengelolaan dana (Undang Undang Nomor 40 
tahun 2014 tentang Perasuransian).
Sebagai ummat islam yang terbesar dan terbanyak di Indonesia, 
tentu ketika menjalankan kehidupannya selalu berdasarkan pedoman￾pedoman yang diajarkan dalam Alqur’an maupun Hadis. Termasuk 
asuransi merupakan salah satu ajaran dalam Islam yang berdasarkan pada 
sumber hukum Islam. Asuransi yang sesuai dengan hukum Islam adalah 
asuransi syariah. 
Asuransi Syariah (Ta’min, Takaful atau Tadhamun) adalah usaha 
saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak 
melalui investasi dalam bentuk aset dan / atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad 
(perikatan) yang sesuai dengan syariah (Fatwa DSN No. 21/DSN￾MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syari'ah).
Ketika seseorang ikut dalam asuransi syari’ah pada perusahaan 
asuransi akan diikat dengan akad. Akad inilah yang bisa menjadikan halal 
dan haramnya sebuah asuransi. Yang dimaksud Akad adalah perjanjian 
tertulis yang memuat kesepakatan tertentu, beserta hak dan kewajiban 
para pihak sesuai prinsip syariah (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 
18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan 
Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah).
KAJIAN LITERATUR
Pengertian Asuransi Syariah
Asuransi dalam bahasa Arab disebut at-ta'min. Penanggung disebut 
musta'min dan yang tertanggung disebut mu'amman lahu atau musta'min. 
At-ta'min diambil dari kata amana yang memiliki arti perlindungan, 
ketenangan, rasa aman dan bebas dari rasa takut. Secara etimologis berarti 
menjamin atau saling mennggung (Muhamad Syakir Sula, 2004 : 31).
Sedangkan asuransi menurut Undang Undang nomor 40 tahun 2014 
tentang Perasuransian, yang dimaksud dengan asuransi adalah perjanjian 
antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang 
menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai 
imbalan untuk : 
1. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis 
karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan 
keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang 
mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya 
suatu peristiwa yang tidak pasti
2. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya 
tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya 
tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau 
didasarkan pada hasil pengelolaan dana (Pasal 1 Undang Undang 
Nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian).
Berdasarkan fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 21/DSN￾MUI/X/2001, bahwa asuransi syari’ah (ta’min, takaful, tadhamun) adalah 
usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang 
melalui investasi dalam bentuk aset-aset dan atau tabarru’, yang 
memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko bahaya tertentu 
melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syari’ah. 
Sedangkan dalam ensiklopedia Hukum Islam yang dikutip Hasan 
Ali disebutkan bahwa asuransi syariah adalah transaksi perjanjian antara 
dua pihak, pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak yang
lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar 
iuran jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama sesuai dengan 
perjanjian yang dibuat (Hasan Ali, 2004 : 58).
Selanjutnya menurut Undang Undang nomor 40 tahun 2014 
ytentang Perasuransian, yang dimaksud dengan Asuransi Syariah adalah 
kumpulan perjanjian, yang terdiri atas perjanjian antara perusahaan 
asuransi syariah dan pemegang polis dan perjanjian di antara para 
pemegang polis, dalam rangka pengelolaan kontribusi berdasarkan prinsip 
syariah guna saling menolong dan melindungi dengan cara : 
1. Memberikan penggantian kepada peserta atau pemegang polis karena 
kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau 
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita 
peserta atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang 
tidak pasti
2. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya peserta 
atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya peserta dengan 
manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada 
hasil pengelolaan dana (Pasal 1 Undang Undang Nomor 40 tahun 2014 
tentang Perasuransian).
Selanjunya yang dimaksud dengan prinsip syariah adalah prinsip 
hukum Islam dalam kegiatan perasuransian berdasarkan fatwa yang 
dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan 
fatwa di bidang syariah (Pasal 1 Undang Undang Nomor 40 tahun 2014 
tentang Perasuransian).
Asuransi berdasarkan prinsip syariah adalah usaha saling tolong 
menolong (ta'awuni) dan melindungi (takafuli) di antara para peserta 
melalui pembentukan kumpulan dana (Dana Tabarru') yang dikelola 
sesuai prinsip syariah untuk menghadapi risiko tertentu (Peraturan 
Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan 
Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi 
dengan Prinsip Syariah).
Dari beberapa pengertian asuransi syariah di atas, maka asuransi 
syariah merupakan praktek tanggung menanggung diantara peserta untuk 
mendapatkan rasa aman, nyaman untuk menghadapi resiko yang 
kemungkinan menimpa mereka berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
Sedangkan yang berhak untuk membuat fatwa-fatwa yang berkaitan 
dengan asuransi syariah adalah Majelis Ulama Indonesia melalui Dewan 
Syariah Nasionalnya.
Dasar Hukum Asuransi Syariah
1. Alquran
a. Firman Allah tentang perintah mempersiapkan hari depan: 
“Hai orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah danhendaklah setiap 
diri memperhatikan apa yang telah dibuatuntuk hari esok (masa depan). 
Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui 
apa yang kamukerjakan” (QS. al-Hasyr [59]: 18). 
b. Firman Allah tentang prinsip-prinsip bermu’amalah, baik yang 
harus ilaksanakan maupun dihindarkan, antara lain : 
“Hai orang-orang yang beriman tunaikanlah akad-akad itu Dihalalkan 
bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang 
demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang 
mengerjakan haji.Sesungguhnya Allah menetapkan hokum-hukum 
menurut yang dikehendaki-Nya. (QS. al-Maidah [5]: 1)
c. Firman Allah tentang perintah untuk saling tolong menolong 
dalam perbuatan positif, antara lain :
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan 
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. 
Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat 
siksa-Nya” (QS. alMaidah [5]:2).
2. Hadis Nabi Muhamad
Hadis-hadis Nabi shallallahu alaihi wasallam tentang beberapa prinsip 
bermu’amalah, antara lain: 
“Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah 
akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat; dan Allah senantiasa 
menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya” (HR. Muslim 
dari Abu Hurairah).
“Perumpamaan orang beriman dalam kasih sayang, saling mengasihi dan 
mencintai bagaikan tubuh (yang satu); jikalau satu bagian menderita sakit 
maka bagian lain akan turut menderita” (HR. Muslim dari Nu’man bin 
Basyir)
3. Hukum positif di Indonesia 
a. Undang Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian
b. Fatwa DSN no 21 tahun 2001
Perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional
Secara umum, ada beberapa perbedaan antara asuransi syariah dan 
konvensional, yakni : (Muhamad Syakir Sula, 2004 : 293-319).
No Prinsip Asuransi Syariah Asuransi Konvensional
1 Konsep Perjanjian antara dua pihak 
atau lebih, dimana pihak 
penanggung mengikatkan 
Sekumpulan orang yang 
saling membantu, saling 
menjamin, dan bekerja 
diri kepada tertanggung 
dengan menerima premi 
asuransi untuk memberikan 
pergantian kepada 
tertanggung 
sama, dengan cara 
masing-masing 
mengeluarkan dana 
tabarru’ 
2 Asal Usul Praktek Aqilah di dunia 
Arab
Perjanjian Hamurabi di 
Babilonia
3 Sumber 
Hukum
Alquran, Sunnah, Ijma, 
Istihsan, Qiyas, Fatwa 
sahabat, UrfMaslahah 
Mursalah
Pikiran manusia dan 
kebudayaan
2 Maisir, 
Gharar, dan 
Riba 
Tidak selaras dengan 
syariah Islam karena adanya 
maisir, gharar, serta riba yang 
merupakan suatu yang 
dilarang dalam muamalah 
Tidak mengandung unsur 
maisir, gharar, serta riba 
3 DPS (Dewan 
Pengawas 
Syariah) 
Tidak mempunyai DPS Mempunyai DPS yang 
berfungsi untuk 
mengawasi pelaksanaan 
operasional perusahaan 
agar terhindar dari 
praktek-praktek 
muamalah yang 
bertentangan dengan 
prinsip-prinsip syariah 
4 Akad Akad jual beli, akad idz’aan, 
akad gharar, serta akad 
mulzim 
Akad tabarru’ dan akad 
tijarah 
5 Jaminan / 
risiko 
Transfer of risk, dimana 
adanya perpindahan risiko 
dari tertanggung kepada 
penanggung 
Sharing of risk, dimana 
terjadi proses saling 
menanggung antara satu 
peserta dengan peserta 
lainnya 
6 Penggelolaan 
dana
Tidak ada pemisahan dana. 
Ini akan berakibat pada 
terjadinya dana hangus 
Pada produk saving (life) 
terjadi pemisahan dana 
yaitu dana tabarru’, 
derma, serta dana peserta 
sehingga tidak mengenal 
dana hangus. Sedangkan 
untuk asuransi jiwa dan 7 Investasi Bebas melakukan investasi 
dalam batas-batas ketentuan 
perundang-undangan, dan 
tidak dibatasi oleh hal halal 
dan haramnya obyek atau 
sistem investasi yang 
digunakan 
Dapat melakukan 
investasi sesuai dengan 
ketentuan perundangan￾undangan dan tidak 
bertentangan dengan 
prinsip-prinsip syariah 
8 Kepemilikan 
dana 
Dana yang terkumpul dari 
premi peserta seluruhnya 
menjadi milik perusahaan. 
Dana yang terkumpul 
dari peserta dalam bentuk 
iuran atau kontribusi 
merupakan milik peserta. 
Perusahaan hanya 
sebagai pemegang 
amanah dalam mengelola 
dana tersebut 
9 Unsur premi Unsur premi terdiri dari 
tabel mortalitas, bunga, serta 
biaya-biaya asuransi 
Iuran atau kontribusi 
terdiri dari unsur tabarru’ 
dan tabungan (yang tidak 
mengandung unsur riba). 
Tabarru’ juga dihitung 
dari tabel mortalitas 
tetapi tanpa perhitungan 
bunga 
10 Loading Loading cukup besar 
terutama 
diperuntukkan untuk 
komisi agen. Oleh sebab itu, 
nilai tunai pada awal-awal 
tahun biasanya kecil atau 
belum ada 
Pada sebagian asuransi 
syariah,
loading tidak dibebankan 
pada peserta tetapi dari 
pemegang saham. 
Sedangkan sebagian yang 
lainnya, mengambil 
sekitar 20-30 persen dari 
premi tahun pertama. 
Dengan demikian nilai 
tahun pertama sudah ada. 
11 Sumber 
pembayaran 
klaim 
Dari rekening perusahaan Dari rekening tabarru 
12 Sistem 
akuntasi 
Memakai konsep akuntasi 
accrual basis yaitu proses 
Memakai konsep 
akuntansi cash basis, akuntansi yang mengakui 
terjadinya peristiwa atau 
keadaan non kas. Dan 
mengakui aset, biaya, serta 
hutang dalam jumlah yang 
baru akan diterima dalam 
waktu yang akan datang 
mengakui apa yang 
benar-benar telah terjadi 
13 Keuntungan Diperoleh dari surplus 
underwriting, komisi 
reasuransi, serta hasil 
investasi yang dilakukan 
perusahaan 
Diperoleh dari surplus 
underwriting, komisi 
reasuransi, serta hasil 
investasi. Akan tetapi, 
seluruh keuntungan itu 
bukan milik perusahaan 
karena harus dilakukan 
bagi hasil (mudharabah) 
dengan peserta 
14 Misi 
perusahaan 
Secara garis besar misi 
utamanya adalah misi 
ekonomi dan misi sosial 
Misinya adalah misi 
aqidah, ibadah, ekonomi, 
serta pemberdayaan umat 
PEMBAHASAN
Akad-Akad yang Terdapat Di Dalam Asuransi Syari’ah
Asuransi syariah merupakan praktek tanggung menanggung 
diantara sesama peserta. Ketika salah satu peserta mengalami resiko yang 
dipertanggungkan, maka akan mendapat klaim yang berasal dari para 
peserta itu sendiri.
Secara umum, ketika peserta asuransi ikut dalam program 
perusahaan asuransi syariah akan di berikan akad, Akad yang diberikan 
harus sesuai dengan syariah yang tidak mengandung gharar (penipuan), 
maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang 
haram dan maksiat. Akad tersebut adalah :
1. Akad Tijarah
Akad tijarah adalah akad yang dilakukan untuk tujuan komersial. 
Bentuk akadnya menggunakan mudhorobah. Jenis akad tijarah dapat 
diubah menjadi jenis akad tabarru' bila pihak yang tertahan haknya, 
dengan rela melepaskan haknya sehingga menggugurkan kewajiban 
pihak yang belum menunaikan kewajibannya.
Akad tijarah ini adalah untuk mengelola uang premi yang telah 
diberikan kepada perusahaan asuransi syariah yang berkedudukan 
sebagai pengelola (Mudorib), sedangkan nasabahnya berkedudukan 
sebagai pemilik uang (shohibul mal). Ketika masa perjanjian habis, maka 
uang premi yang diakadkan dengan akad tijaroh akan dikembalikan beserta bagi hasilnya (Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang 
Pedoman Umum Asuransi Syari'ah).
2. Akad Tabarru’
Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan 
tujuan kebajikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan 
komersial. Kemudian akad dalam akad tabarru adalah akad hibah dan 
akad tabarru’ tidak bisa berubah menjadi akad tijaroh.
Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan hibah yang akan 
digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah. 
Sedangkan perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah (Fatwa 
DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi 
Syari'ah).
Akad Tabarru' adalah Akad hibah dalam bentuk pemberian dana 
dari satu Peserta kepada Dana Tabarru' untuk tujuan tolong menolong 
di antara para Peserta, yang tidak bersifat clan bukan untuk tujuan 
komersial (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 
Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi
Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah).
Menurut fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 53/DSN-MUI/III/2006 
Tentang Akad Tabarru’ Pada Asuransi Syari’ah menyatakan, bahwa 
kedudukan para Pihak dalam akad tabarru’ adalah ;
a. Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan dana hibah yang 
akan digunakan untuk menolong peserta atau peserta lain yang 
tertimpa musibah
b. Peserta secara individu merupakan pihak yang berhak menerima 
dana tabarru’ (mu’amman/mutabarra’ lahu, dan secara kolektif selaku 
penanggung (mu’ammin/mutabarri’)
c. Perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola dana hibah, atas 
dasar akad wakalah dari para peserta selain pengelolaan investasi.
Akad Tobarru' wajib memuat sekurang-kurangnya :
a. kesepakatan para peserta untuk saling tolong menolong (tn'awuni)
b. hak dan kewajiban masing-masing peserta secara individu:
c. hak dan kewajiban peserta secara kolektif dalam kelompok
d. cara dan waktu pembayaran kontribusi dan santunan/ kl aim
e. ketentuan mengenai boleh atau tidaknya kontribusi ditarik kcmbali 
oleh peserta dalam hal terjadi pembatalan oleh peserta
f. ketentuan mengenai alternatif dan persentase pembagian Surplus 
Underwriting;
g. ketentuan lain yang disepakati (Peraturan Menteri Keuangan 
Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan 
Prinsip Syariah).
Untuk alad tijaroh dan akad tabarru’ ini, ada beberapa akad yang 
mengkuti dalam pelaksanaannya. Akad-akad tersebut meliputi :
1. Akad Wakalah bil Ujrah
Akad Wakalah bil Ujrah adalah Akad Tijarah yang memberikan kuasa 
kepada Perusahaan sebagai wakil Peserta untuk mengelola Dana 
Tabarru' dan/ atau Dana Investasi Peserta, sesuai kuasa atau 
wewenang yang diberikan dengan imbalan berupa ujrah (fee). (Peraturan 
Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan 
Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi 
dengan Prinsip Syariah).
Akad Wakalah bil Ujrah diperbolehkan dalam praktek asuransi syariah 
yang dilakukan antara perusahaan asuransi syariah dan peserta dimana posisi 
perusahaan asuransi syariah sebagai pengelola dan mendapatkan fee karena telah 
mendapatkan kuasa dari peserta.
Menurut fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 52/DSN￾MUI/III/2006Tentang Akad Wakalah Bil Ujrah Pada Asuransi Syari’ah 
Dan Reasuransi Syari’ah, objek Wakalah bil Ujrah meliputi antara lain: 
a. kegiatan administrasi
b. pengelolaan dana 
c. pembayaran klaim
d. underwriting 
e. pengelolaan portofolio risiko
f. pemasaran 
g. investasi 
Akad Wakalnh bil Ujrah wajib memuat sekurang-kurangnya :
a. objek yang dikuasakan pengelolaannya
b. hak dan kewajiban peserta secara kolektif dan/atau peserta secara 
individu sebagai mutoakkil (pemberi kuasa)
c. hak dan kewajiban perusahaan sebagai toakil (penerima kuasa) 
termasuk kewajiban perusahaan untuk menanggung seluruh 
kerugian yang terjadi dalam kegiatan pengelolaan risiko dan/atau 
kegiatan pengelolaan nvestasi yang diakibatkan oleh kesalahan yang 
disengaja, kelalaian, atau wanprestasi yang dilakukan perusahaan
d. batasan kuasa atau wewenang yang diberikan peserta kepada 
perusahaan
e. besaran, cam, dan waktu pemotongan ujrah (fee)
f. ketentuan lain yang disepakati (Peraturan Menteri Keuangan 
Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan 
Prinsip Syariah).
Kedudukan dan ketentuan para pihak dalam Akad Wakalah bil Ujrah
a. Dalam akad ini, perusahaan bertindak sebagai wakil (yang 
mendapat kuasa) untuk mengelola dana
b. Peserta (pemegang polis) sebagai individu, dalam produk saving 
dan tabarru’, bertindak sebagai muwakkil (pemberi kuasa) untuk 
mengelola dana
c. Peserta sebagai suatu badan/kelompok, dalam akun tabarru’ 
bertindak sebagai muwakkil (pemberi kuasa) untuk mengelola dana
d. Wakil tidak boleh mewakilkan kepada pihak lain atas kuasa yang 
diterimanya, kecuali atas izin muwakkil (pemberi kuasa)
e. Akad Wakalah adalah bersifat amanah (yad amanah) dan bukan 
tanggungan (yad dhaman) sehingga wakil tidak menanggung risiko 
terhadap kerugian investasi dengan mengurangi fee yang telah 
diterimanya, kecuali karena kecerobohan atau wanprestasi. 
f. Perusahaan asuransi sebagai wakil tidak berhak memperoleh bagian 
dari hasil investasi, karena akad yang digunakan adalah akad 
Wakalah (Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 52/DSN￾MUI/III/2006Tentang Akad Wakalah Bil Ujrah Pada Asuransi 
Syari’ah Dan Reasuransi Syari’ah).
Pengelolaan investasi d a n a Tabarru' atau dana Investasi peserta 
dengan Akad Wakalah bil Ujrah, perusahaan sebagai pengelola tidak berhak 
m e n d a p a t k a n bagian dari hasil investasi tetapi hanya mendapatkan 
fee.
2. Akad Mudharabah 
Akad Mudharabah adalah Akad tijarah yang memberikan kuasa 
kepada perusahaan sebagai mudharib untuk mengelola investasi dana 
tobarru' clan/atau dana investasi peserta, sesuai kuasa atau wewenang 
yang diberikan, dengan imbalan berupa bagi hasil (nisbah) yang
besarnya telah disepakati sebelumnya.
Akad Mudharabah wajib memuat sekurang-kurangnya :
a. hak dan kewajiban peserta secara kolektif dan/atau peserta secara 
individu sebagai shnhibul mal (pemilik dana)
b. hak dan kewajiban perusahaan sebagai mudharib (pengelola 
dana)termasuk kewajiban perusahaan untuk menanggung seluruh 
kerugian yang terjadi dalam kegiatan pengelolaan investasi yang 
diakibatkan oleh kesalahan yang disengaja, kelalaian a tau 
wanprestasi yang dilakukan perusahaan
c. batasan wewenang yang diberikan peserta kepada perusahaan
d. bagi hasil (nisbnh), cara, dan waktu pembagian hasil investasie. ketentuan lain yang disepakati (Peraturan Menteri Keuangan 
Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar 
Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan 
Prinsip Syariah).
3. Akad Mudharabah Musytarakah
Akad Mudharabah Musytarakah aclalah Akad Tijarah yang 
memberikan kuasa kepada p erusahaan sebagai mudharib untuk 
mengelola investasi Dana Tabarru' dan/ atau dana Investasi peserta, 
yang digabungkan dengan kekayaan perusahaan, sesuai kuasa atau 
wewenang yang diberikan dengan imbalan berupa bagi hasil (nisbah) 
yang besarnya ditentukan berclasarkan komposisi kekayaan yang 
digabungkan dan telah disepakati sebelumnya (Peraturan Menteri 
Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip 
Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan 
Prinsip Syariah).
Di dalam fatwa Dewan Syariah Nasional No: 51/DSN￾MUI/III/2006 Tentang Akad Mudharabah Musytarakah Pada Asuransi 
Syariah menyebutkan bahwa akad ini bisa dilakukan oleh perusahaan 
asuransi syariah karena merupakan bagian dari mudharabah dan 
merupakan gabungan dari akad Mudharabah dan Musytarakah.
Akad Mudharabah Musytarakah merupakan akad dimana modal 
perusahaan asuransi syariah dan nasabah digabungkan untuk 
diinvestasikan dan posisi perusahaan asuransi syariah sebagai 
pengelola.
Akad Mudharabah Musytarakah wajib memuat sekurang-kurangnya :
a. hak dan kewajiban peserta secara kolektif dan/atau peserta secara 
individu sebagai shahibul mal (pemilik dana)
b. hak dan kewajiban perusahaan sebagai mudharib (pengelola 
dana)termasuk kewajiban perusahaan untuk menanggung seluruh 
kerugian yang terjadi dalam kegiatan pengelolaan investasi yang 
diakibatkan oleh kesalahan yang disengaja, kelalaian atau 
wanprestasi yang dilakukan perusahaan
c. batasan wewenang yang diberikan peserta kepada perusahaan
d. cara dan waktu penentuan besar kekayaan peserta dan kekayaan 
perusahaan
e. bagi hasil (nisbah), cara, dan waktu pembagian hasil investasi
f. ketentuan lain yang disepakati ((Peraturan Menteri Keuangan 
Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar 
Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan 
Prinsip Syariah).
Kedudukan para pihak dalam akad Mudharabah Musytarakah :a. Dalam akad ini, perusahaan asuransi bertindak sebagai mudharib 
(pengelola) dan sebagai musytarik (investor).
b. Peserta (pemegang polis) dalam produk saving, bertindak sebagai 
shahibul mal (investor).
c. Para peserta (pemegang polis) secara kolektif dalam produk non 
saving, bertidan bisa digunakan untuk produk tabungan maupun 
non tabungan.ndak sebagai shahibul mal (investor) (Fatwa Dewan 
Syariah Nasional No: 51/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad 
Mudharabah Musytarakah Pada Asuransi Syariah).





Suatu perjanjian dibuat berdasarkan kesepakatan antara dua pihak yang memiliki 

suatu kepentingan. Dalam pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutan 

bahwa: “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih 

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Sedangkan Asuransi di dalam 

pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, 

disebukatkan bahwa : “Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, perusahaan asuransi 

dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan 

asuransi sebagai imbalan untuk memberikan penggantian kepada tertanggung atau 

pemegang polis karena kerugian, atau bertanggung jawab hukum kepada pihak ketiga 

yang mungkin diderita tertanggung karena terjadinya peristiwa yang tidak pasti, … ”

Jadi perjanjian asuransi merupakan perjanjian timbal balik antara penanggung 

dengan tertanggung. Dimana apabila terjadi kecelakaan yang menimpa pihak 

tertanggung maka kerugian yang diderita akan di gantikan oleh pihak 

penanggungkarena sebelumnya sudah diadakan perjanjian asuransi. Begitu juga dengan 

kejadian yang melibatkan pihak ketiga. Apabila terjadi kecelakaan yang disebabkan 

oleh tertanggung, maka ganti kerugian yang dialami pihak ketiga akan dibayarkan oleh 

pihak penanggung. Dalam Pasal 250 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

mengharuskan adanya kepentingan pada saat ditutupnya perjanjian pertanggungan. 

Namun berbeda halnya dalam praktek, pihak ketiga yang berkepentingan kadangkala 

tidak dianggap berkepentingan dan tidak mendapat ganti kerugian akibat peristiwa tak 

tentu yang telah terjadi.

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab 

hukum yang diberikan oleh penanggung dan apaupaya hukum yang dapat dilakukan 

oleh pihak ketiga dalam perjanjian asuransi apabila terjadi resiko.
Perjanjian asuransi terjadi sejak adanya kesepaktan antara pihak penanggung 

dan pihak tetanggung yang diuraikan dalam surat yang disebut polis asuransi.2 Menurut 

ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang 

Perasuransian, disebukatkan bahwa : “Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, 

perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi 

oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk memberikan penggantian kepada 

tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, atau bertanggung jawab hukum 

kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung karena terjadinya peristiwa 

yang tidak pasti, … ”

Pasal 266 KUHD menyatakan, “dalam polis harus ditegaskan bahwa asuransi 

diadakan juga mengatur hal adanya suatu asuransi untuk kepentingan orang ketiga”.

Pasal 2 Polis Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia menyebutkan bahwa:

”Penanggung memberikan ganti rugi atas tanggung jawab hukum tertanggung terhadap 

kerugian yang diderita pihak ketiga, yang secara langsung disebabkan oleh kendaraan

bermotor sebagai akibat resiko yang dijamin…, maksimum sebesar harga 

pertanggungan untuk jaminan sebagaimana yang dicantumkan dalam polis”.

Jadi dengan demikian sejak saat itu tertanggung berkewajiban untuk membayar 

premi dan penanggung menerima pengalihan resiko baik yang diderita oleh tertanggung 

sendiri maupun yang diderita pihak ketiga. Pihak yang berkepentingan akan 

mendapatkan ganti rugi sesuai dengan kerugian yang dideritanya maksimum sebesar 

harga pertanggungan sebagaimana tercamtum dalam polis. 

Dalam pelaksanaan perjanjian asuransi yang dilaksanakan PT. Asuransi Astra 

Buana dan PT. Asuransi Wahana Tata dengan beberapa Rent a Car yang ada di kota 

Denpasar, apabila terjadi peristiwa tak tentu seperti apa yang dicantumkan dalam polis, 

dengan adanya perjanjian asuransi ini, makatertanggung melimpahkan tuntutan pihak ketiga pada penanggung, sehingga penanggung berkewajiban untuk mengurus tuntutan 

ganti kerugian pihak ketiga.

Namun dalam hal ini, jika harga kendaraan yang diasuransikan tersebut lebih 

besar dari harga asuransi, dan mengalami kerugian dengan melibatkan pihak ketiga, 

maka pihak asuransi akan menggantikan menurut hitungan dari bagian yang 

diasuransikan terhadap bagian yang tidak diasuransikan. Kerugian ini disebut kerugian 

sebagian dan asuransi ini disebut asuransi di bawah harga. Penanggung akan 

memberikan ganti kerugian kepada tertanggung atas kerusakan atau kehilangan 

kendaraan bermotor yang diasuransikan berdasarkan harga sebenarnya, setinggi￾tingginya sebesar jumlah, setelah dikurangi dengan risiko sendiri yang tercantum dalam 

ikhtisar asuransi dan setelah dikenakan perhitungan asuransi dibawah harga. 

2.2.2. Upaya hukum yang dapat dilakukan bagi pihak ketiga dalam perjanjian 

asuransi kendaraan bermotor apabila terjadi risiko 

Dalam perjanjian asuransi terdapat tigacara penyelesaian sengketa apabila terjadi 

resiko. Yang biasanya dilakukan pertama adalah melakukan musyawarah antara pihak 

tertanggung dan pihak penanggung tanpa dicampuri pihak lain dengan dilandasi itikad 

baik dari kedua belah pihak. Dasar hukum penyelesaian sengketa secara musyawarah 

tersebut diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III, Bab 18 Pasal 

1851-Pasal 1854 tentang perdamaian. Namun jika dengan cara musyawarah tidak 

menghasilkan kesepakatan di antara kedua belah pihak, maka jalan selanjutnya yang 

dapat diusahakan adalah mengundang pihak ketiga. Pihak ketiga ini bisa saja dari 

instansi perusahaan asuransi karena di Direktorat Asuransi Departemen Keuangan saat 

ini sudah ada seksi pelayanan masyarakat yang menangani keluhan masyarakat.

Selain penyelesaian sengketa melalui jalan musyawarah, dalam Pasal 20 Polis 

asuransi kendaraan bermotorjuga terdapat jalan penyelesaian sengketa melalui jalur 

Arbitrase. Penyelesaian melalui jalur arbitrase ini dilakukan jika dalam tempo 30 hari 

persengketaan antara penanggung dan tertanggung tidak dapat diselesaikan secara 

musyawarah.3

Pihak yang berkepentingan akan mengajukan persengketaan tersebut 

kepada Dewan Asuransi Indonesia Ketua Bidang Asuransi Kerugian yang akan 

membentuk badan arbitrase ad-hoc. Putusan badan arbitrase merupakan putusan 
finaldan mengikat kedua belah pihak (Pasal 6 ayat (7) Undang-Undang Nomor 30 

Tahun 1999 tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa)

Tanggung jawab hukum yang diberikan oleh penanggung yang dalam hal ini 

adalah PT. Asuransi Wahana Tata dan PT. Asuransi Astra Buana terhadap tertanggung 

yang melibatkan pihak ketiga adalah mengganti kerugian yang diderita pihak ketiga 

atau pihak yang berkepentingan dengan didasari atas isi dari polis asuransi dan ganti 

kerugian tersebut tidak melebihi dari jumlah harga kendaraan yang di asuransikan dan 

dikurangi jumlah resiko sendiri. 

Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak ketiga dalam perjanjian asuransi 

apabila terjadi resiko adalah bisa melalui tiga cara. Yang pertama yaitu dengan 

melakukan musyawarah langsung antara penanggung dengan tertanggung. Selanjutnya 

apabila dengan cara musyawarah tidak menemuan jalan keluar, akan diundang pihak 

ketiga dari instansi perusahaan asuransi yang menangani keluhan masyarakat. Dan jalan 

terahir yang dapat dilakukan apabila kedua cara tersebut tidak membuahkan hasil adalah 

jalur arbitrase. 



Salah satu tugas pengabdian masyarakat adalah melakukan konsultansi pada perusahaan yang 

terdapat dalam masyarakat. Penulisan ini didasarkan pada konsultansi pada PT.”X” yang 

memiliki bisnis di bidang penyediaan listrik. Peran listrik sebagai sumber energi utama bagi 

seluruh aktifitas kegiatan manusia sangatlah vital. Begitu pentingnya peranan listrik bagi 

sumber energi, menyebabkan semua aktifitas penting dalam kehidupan bisa terhenti, terganggu 

atau tertunda bila listrik padam, sehingga timbul kerugian di berbagai aspek kehidupan. Aspek 

kerugian yang selalu menjadi tolok ukur utama para pemangku kepentingan adalah kerugian 

ekonomi. Oleh karenanya memastikan ketersediaan listrik sangatlah penting. Ada dua hal pokok 

yang menjadi perhatian utama yaitu: ketersediaan pasokan listrik dan kontinuitas pasokan 

listrik. Dalam hal ketersediaan pasokan listrik, Pemerintah terus mengupayakan kecukupan 

pasokan listrik nasional, melalui berbagai proyek pembangkit tenaga listrik. Dari sisi kontinuitas 

pasokan listrik, PT.”X” berkepentingan untuk melakukan routine maintenance pada pembangkit 

listrik, termasuk transmisi dan distribusi. Demikian juga dalam konteks manajemen resiko, salah 

satu pilihannya adalah melakukan risk transfer mechanism, yaitu memindahkan resiko ke pihak 

perusahaan asuransi. Risk transfer mechanism memegang peranan penting, khususnya bila 

menghadapi Act of God, seperti gempa, tsunami, banjir, petir, hujan, dan sebagainya, dan 

adanya kejadian di luar kendali (sudden and unforeseen damage). Oleh karenanya penulisan 

konsultansi ini ditujukan untuk pembuatan kebijakan di bidang Asuransi bagi PT. “X”. Metode 

pelaksanaan pengabdian masyarakat berupa konsultansi berbasis model manajemen stratejik 

pada strategi dan kebijakan perusahaan di bidang asuransi, dengan menggunakan data internal 

dan eksternal serta berbagai diskusi untuk mengambil kesimpulan dan keputusan.Model 

manajemen stratejik untuk strategi dan kebijakan, dipadukan dengan faktor utama produksi, 

analisa rantai nilai dan risk appetite PT. “X”, hasilnya berupa kebijakan asuransi berisikan 

rekomendasi prioritas kebutuhan asuransi dan jenis produk pada obyek asuransi.
Peran listrik sebagai sumber energi utama 

bagi seluruh aktifitas kegiatan manusia sangatlah 

vital. Hampir seluruh aktifitas kehidupan kita selalu 

berhubungan dan membutuhkan listrik sebagai 

sumber energi, seperti kehidupan dan kegiatan di 

rumah tempat tinggal, kegiatan di sekolah, pabrik, 

industri, perkantoran, perhotelan, gedung, pusat 

perbelanjaan (mall), pelabuhan laut, pelabuhan 

darat, jalan raya dan tol, dan masih banyak lagi. 

Begitu pentingnya peranan listrik bagi sumber 

energi, menyebabkan semua aktifitas penting dalam 

kehidupan bisa terhenti, terganggu atau tertunda bila

listrik padam, sehingga timbul kerugian di berbagai 

aspek kehidupan. Aspek kerugian yang selalu 

menjadi tolok ukur utama para pemangku 

kepentingan adalah kerugian ekonomi. Bila listrik 

padam atau terganggu, maka contoh beberapa 

masalah yang terjadi antara lain: produktifitas pabrik 

terhambat, akibatnya jumlah produksi menurun dan 

penjualan tidak tercapai; lampu rambu lalu lintas 

padam, maka timbul kemacetan parah, sehingga

dampaknya adalah aktifitas transportasi terganggu 

dan dapat menimbulkan kerugian ekonomi milyaran

bahkan trilyunan rupiah karena suplai barang 

terganggu; aktifitas perkantoran akan terhenti 

sehingga rapat-rapat tertunda dan produktifitas kerja 

menurun. Bila kita baca di media publik seperti 

Koran, maka dampak listrik padam sangat luar biasa 

bagi aktifitas perekonomian, sehingga seringkali 

para pemangku kepentingan berusaha untuk meng￾ukur besaran kerugian ekonomi dari padamnya 

listrik walau hanya dalam hitungan hari atau jam. 

Jelas bahwa peran ketersediaan listrik dan dampak 

listrik padam bersifat multiplier effect terhadap 

berbagai kegiatan bisnis dan aktifitas kehidupan.

Dalam ekonomi makro, maka dampak listrik padam 

dapat mengganggu produktifitas, pertumbuhan 

ekonomi dan PDB (Produk Domestik Bruto). 

Akibatnya tujuan cita-cita bangsa untuk mening￾katkan pendapatan per kapita penduduk dan 

pencapaian masyarakat yang makmur dan sejahtera 

dapat terhambat pencapaiannya.

Fenomena diatas menunjukkan bahwa 

peran ketersediaan listrik sangat vital bagi seluruh 

aspek kegiatan kehidupan manusia. Oleh karenanya 

memastikan ketersediaan listrik sangatlah penting. 

Ada dua hal pokok yang menjadi perhatian utama 

yaitu: ketersediaan pasokan listrik dan kontinuitas 

pasokan listrik. Dalam hal ketersediaan pasokan 

listrik, Pemerintah terus mengupayakan kecukupan 

pasokan listrik nasional, melalui berbagai proyek 

pembangkit tenaga listrik berbasis tenaga air 

(PLTA), tenaga uap (PLTU) dan tenaga gas (PLTG), 

maupun combined cycle (PLTGU), disamping 

mempertahankan existing pembangkit listrik yang 

telah ada dan juga melakukan atraksi kerjasama 

pembelian listrik swasta dengan model IPP (Inde￾pendent Power Producer). Dari sisi kontinuitas 

pasokan listrik, PT.”X” berkepentingan untuk 

melakukan routine maintenance pada pembangkit 

listrik, termasuk transmisi dan distribusi. Demikian 

juga dalam konteks manajemen resiko, salah satu 

pilihannya adalah melakukan risk transfer 

mechanism, yaitu memindahkan resiko ke pihak 

perusahaan asuransi. Risk transfer mechanism

memegang peranan penting, khususnya bila meng￾hadapi Act of God, seperti gempa, tsunami, banjir, 

petir, hujan, dan sebagainya, dan adanya kejadian di 

luar kendali (sudden and unforeseen damage). Oleh 

karenanya penulisan konsultansi ini ditujukan untuk 

pembuatan kebijakan di bidang Asuransi bagi PT. 

“X”, dimana tolok ukur kinerja PT.”X” seharusnya 

tidak semata diukur dalam konteks sebagai suatu 

usaha perseroan terbatas, namun yang lebih penting 

adalah perannya dalam ketersediaan dan kontinuitas 

suplai listrik bagi seluruh kegiatan aktifitas dalam 

wilayah geografis Republik Indonesia.

Strategi dan Kebijakan merupakan hasil dari 

suatu proses runtut dalam Model Manajemen 

Stratejik (Wheelen & Hunger, 2006).Sehingga untuk 

membuat kebijakan asuransi PT.”X” digunakan teori 

utama model manajemen stratejik. Strategi dan Kebijakan merupakan hasil dari 

suatu proses runtut dalam Model Manajemen 

Stratejik (Wheelen & Hunger, 2006). Manajemen 

Strategik adalah suatu rangkaian keputusan￾keputusan dan tindakan-tindakan manajerial yang 

menentukan kinerja jangka panjang dari suatu 

perusahaan. Termasuk didalamnya adalah analisis 

lingkungan (environmental scanning) baik eksternal 

maupun internal, formulasi strategi (perencanaan 

stratejik atau perencanaan jangka panjang), imple￾mentasi strategi, dan evaluasi dan pengendalian.
Keuntungan-keuntungan dari Manajemen 

Strategik antara lain: Lebih jelas visi suatu 

perusahaan, lebih fokus pada apa yang penting dan 

meningkatkan pemahaman dari perubahan 

lingkungan yang cepat.

Model dasar suatu Manajemen Strategik 

terdiri atas empat (4) elemen : Analisis Lingkungan 

(Environmental Scanning), Formulasi Strategi 

(Strategy formulation), Implementasi Strategi 

(Strategy implementation) dan Evaluasi dan kontrol 

(Evaluation and control).

Gambar 1

Model dasar Manajemen Strategik

Bahwa dalam Analisis Lingkungan 

(Environmental Scanning) termasuk didalamnya 

Analisis Proses Bisnis (Value Chain Analysis). 

Rantai Nilai (Value Chain) adalah suatu set 

kegiatan-kegiatan penciptaan nilai yang saling 

berhubungan dalam menghasilkan output suatu 

perusahaan/badan usaha (Porter, 1985). Fokus 

Analisis Rantai Nilai (Value Chain Analysis) adalah 

memeriksa suatu perusahaan dalam konteks 

keseluruhan rantai nilai aktifitas-aktifitas penciptaan 

nilai. Setiap perusahaan/badan usaha memiliki rantai 

nilai aktifitas-aktifitas, yang bersifat internal (khas). 

Porter (1985), menyatakan bahwa aktifitas-aktifitas

dari suatu perusahaan/badan usaha terdiri dari 

aktifitas utama (primary activities) dan aktifitas 

pendukung (support activities).

Hasil proses Manajemen Stratejik dari 

Environmental Scanning dan Faktor Internal akan 

menghasilkan Strategi Perusahaan. Selanjutnya 

Strategi Perusahaan di bidang Asuransi

menghasilkan format kebijakan di bidang Asuransi

PT.”X”.

Gambar 2

Kerangka Berpikir Penyusunan Kebijakan Asuransi 

di PT. “X”

Urutan – urutan pokok- pokok pembahasan

yang akan dibuat adalah sebagai berikut :

1. Analisis Lingkungan

Disini akan dibahas faktor eksternal yang terdiri

dari Faktor Lingkungan Sosial (Societal 

Environment) yaitu : Ekonomi (GDP, Pendapatan 

Perkapita, Inflasi, Kredit, dst), Peraturan 

perundang-undangan, Demografi, Sosialkultural, 

Kelistrikan Nasional (Supply, Demand & 

Growth); Analisis Mata Rantai (Value Chain 

Analysis), yaitu memeriksa suatu perusahaan 

dalam konteks keseluruhan rantai nilai aktifitas￾aktifitas penciptaan nilai. Setiap 

perusahaan/badan usaha memiliki rantai nilai 

aktifitas-aktifitas, yang bersifat internal (khas). 

Porter (1985), menyatakan bahwa aktifitas￾aktifitas dari suatu perusahaan/badan usaha 

terdiri dari aktifitas utama (primary activities) 

dan aktifitas pendukung (support activities).

2. Analisis Faktor Internal

Disini kita akan membahas faktor internal 

kekuatan & kelemahan PT.”X”

3. Visi, Misi dan Sasaran

Disini kita akan membahas implikasi dari visi, 

misi dan sasaran PT.”X”

4. Strategi & Kebijakan Asuransi

Disini kita akan membahas strategi dan kebijakan 

Asuransi PT.”X”

Metode Pengumpulan Data

Tabel 3

Metode pengumpulan data

Data yang diperlukan untuk penulisan ini 

didapat dari :

1. Data primer yang diperoleh dengan data-data 

langsung dari PT.”X”

2. Data primer dari Kementrian ESDM, dan lain￾lainnya

3. Data sekunder, yang diperoleh dari objek 

penulisan, literatur, buku, koran, majalah, 

internet, dan hasil penelitian terkait untuk 

mendapatkan informasi tentang Perusahaan dan 

Industrinya.

Sedangkan waktu penulisan adalah 3 bulan, tempat 

dilakukan penulisan konsultansi di Jakarta, dengan 

menggunakan ruang kantor, alat tulis, komputer, 

overhead projector serta buku-buku dan laporan￾laporan dari berbagai sumber.

Hasil dan Pembahasan

Kriteria Faktor Produksi

Faktor produksi utama yang prioritas 

Asuransi adalah: Pegawai dan Manajemen; Aset 

Pembangkit Listrik berikut Transmisi dan Distribusi; 

Kegiatan-Kegiatan Proyek Pembangkit Listrik 

berikut Transmisi dan Distribusi; Gedung beserta 

prasarananya; serta Kendaraan Bermotor; pada 

urutan teratas.

Analisa Rantai Nilai (Value Chain)

Setiap perusahaan/badan usaha memiliki 

rantai nilai aktifitas-aktifitas, yang bersifat internal 

(khas). Porter (1985), menyatakan bahwa aktifitas￾aktifitas dari suatu perusahaan/badan usaha terdiri 

dari aktifitas utama (primary activities) dan aktifitas 

pendukung (support activities). Aktifitas Utama 

akan membentuk Fungsi-Fungsi Utama Organisasi. 

Berikut adalah value chain dari Kelistrikan PT.”X”:

Gambar 1

Value Chain Kelistrikan PT. “X”

Dari Uraian di atas dapat disimpulkan 

Fungsi-Fungsi Utama (Primary Activities) antara 

lain: Fungsi Pelayanan Pelanggan, Fungsi Kolek￾tibilitas Pembayaran Tagihan Listrik, Fungsi Keter￾sediaan Suplai Bahan Bakar, Fungsi Pembangkitan 

Listrik dan Fungsi Transmisi/Distribusi Listrik.

Sedangkan Fungsi-Fungsi Pendukung (Secondary 

Activities), terdiri antara lain: Fungsi Perencanaan, 

Fungsi Pengadaan, Fungsi Sumber Daya Manusia, 

Fungsi Keuangan, Fungsi Operasional, Fungsi 

Tehnologi, dan lain-lain.

Risk Appetite PT.”X”

Disini akan diuraikan Risk Appetite PT.”X”

dimana setiap Obyek Resiko dan Jenis/Produk 

Asuransinya akan dipetakan terhadap Tabel Proba￾bilitas Resiko untuk menentukan tingkat kemung￾kinan dan dipetakan terhadap Tabel Dampak Resiko 

untuk menentukan kategori atau tingkat dampak. 

Selanjutnya koordinat pada Tabel Probabilitas 

Resiko dan Tabel Dampak Resiko tersebut dipetakan 

posisinya dalam Tabel Matriks Resiko, sehingga 

akan diketahui Risk Appetite PT.”X” yang akan 

menentukan apakah resiko tersebut akan diterima 

dan dikendalikan/dikurangi, ataukah pengendalian 

resiko tersebut diserahkan kepada pihak lain, yaitu 

Asuransi melalui risk transfer (pemindahan resiko).

Rekomendasi diperoleh dengan cara 

membandingkan peta Matriks Resiko (pilihan 

Accepted, Risk Maintain, Risk Transfer), yang 

berasal dari probabilitas dan tingkat dampak resiko 

dengan common practice dan existing practice.

Aset dan Produk Asuransinya 

1. Aset Pembangkitan Listrik (Fixed & Movable)

Termasuk di dalamnya Aset Pembangkit, 

Transmisi (GI), dan Distribusi 

2. Aset Non Pembangkit (Tak Bergerak)

Disini aset terdiri dari gedung-gedung yang 

berfungsi sebagai tempat kegiatan/ aktifitas bisnis 

yang berkaitan dengan PT.”X”

3. Aset Non Pembangkit (Bergerak)

Termasuk disini adalah kendaraan bermotor 

operasional yang biasanya telah diasuransikan 

jenis All Risks Cover.

4. Jenis Asuransi yang dapat dibutuhkan.

a. Property All Risks/ Industrial All Risk 

Insurance (PAR/IAR)

b. Machinery Breakdown (MB)

c. Business Interuption Insurance (BI)

d. Third Party Liability (TPL)

e. Electronic Equipment Insurance (EEI)

f. Theft & Burglary Insurance

5. Common Practice

Bagi dunia usaha kesadaran berasuransi pelaku 

usaha menengah keatas cukup tinggi. Hal 

tersebut disebabkan oleh persyaratan yang 

diminta oleh pihak lain, seperti : persyaratan 

pengucuran kredit dari bank, persyaratan 

pelaksanaan proyek yang bersumber dari 

anggaran pemerintah, swasta maupun bantuan/ 

pinjaman luar negeri. Di lain pihak pelaku usaha 

sendiri pada umumnya sadar bahwa dalam 

kondisi perekonomian yang tidak menentu ini 

perlu adanya financial security yang bersifat pasti 

bagi kelangsungan usahanya yaitu dengan 

memin-dahkan resiko-resiko yang dapat 

diasuransikan (insurable risk) kepada perusahaan 

asuransi. Sehingga hampir semua asset 
industri/pabrik dan kegiatan usahanya 

diasuransikan seperti : Property/ Industrial All 

Risk (PAR/IAR) untuk industri/ gedung/pabrik 

berikut mesin dan peralatannya, Machinery 

Breakdown untuk operasional perme-sinannya, 

asuransi kendaraan bermotor untuk kendaraan 

operasionalnya, termasuk asuransi tang-gung 

gugat pihak ketiga (third party liability), asu￾ransi kecelakaan diri dan kesehatan untuk 

pegawai dan karyawannya. Disini yang juga 

penting diasu-ransikan adalah Business 

Interuption yang menjamin kerugian akibat 

hilangnya keuntungan yang disebabkan oleh 

kecelakaan yang dijamin oleh Property All-Risks 

Insurance maupun Machinery Breakdown. 

Asuransi ini agak jarang ditutup karena dua hal 

yaitu rate yang cukup tinggi dan potensi klaim 

yang tinggi bagi asuransi yang sifatnya pasti 

following loss. Selanjutnya untuk Electronic 

Equipment Insurance ini penting juga diterapkan 

namun probabilitas lossnya rendah, nilai aset 

rendah, dan tidak mengcover kerugian 

kehilangan data, sehingga juga beberapa 

perusahaan tidak menerapkannya. Lebih lanjut 

untuk Theft & Burglary Insurance jarang 

ditemukan kejadian, dim-ana prosedur keamanan 

& pengamanan di PT.”X” sangat ketat. Sehingga 

dapat disimpulkan bahwa pelaku usaha 

menengah keatas umumnya memp-unyai budaya 

pencegahan kerugian (loss preventif) yang baik 

melalui standar prosedur kerja, pem-eliharaan, 

perawatan dan manajemen housekeeping serta 

kepemilikan fire fighting system dan fire 

protection. Kemudian untuk lebih memastikan 

keberlangsungan usaha, mereka membeli polis 

asuransi untuk melindungi terhadap kejadian 

kerugian yang tidak terduga dan yang berasal dari 

kejadian alam diluar kontrol manusia. 

Rekomendasi jenis asuransi sebagai berikut: 

Aset Pembangkit (PAR/IAR, MB, TPL); Aset 

Non Pembangkit Tak Bergerak/Gedung (PAR); 

Aset Non Pembangkit Bergerak/Kendaraan (All 

Risks).

Kegiatan Proyek dan Produk Asuransinya

Kegiatan proyek pembangunan pembangkit, 

transmisi (GI) dan distribusi biasanya mewajibkan 

para kontraktor untuk memiliki asuransi proyek 

yaitu CAR/EAR (Contractor All Risks/ Erection All 

Risks), selama proyek berjalan sampai dengan BAST 

II. Demikian pula termasuk di dalam pembangunan 

Gedung maupun infrastruktur penunjangnya 

diwajibkan para kontraktor untuk memiliki Asuransi 

CAR/EAR. Untuk penjaminan proyek, maka sesuai 

peraturan perundangan khususnya Undang – Undang 

No 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan 

Keputusan Presiden RI No 18 tahun 2000 tentang 

Pengadaan Barang /Jasa Instansi Pemerintah yang 

mengatur pelaksanaan tender dimana dipersyaratkan 

adanya jaminan penawaran, jaminan pelaksanaan, 

jaminan uang muka dan jaminan pemeliharaan.

1. Jenis Asuransi yang dapat dibutuhkan

a. Contractor All Risks/ Erection All Risk 

Insurance (CAR/EAR)

b. Third Party Liability Insurance (TPL)

c. Construction Plan & Equipment All Risks 

Insurance/ Heavy Equipment (CP/HE)

d. Bank Garansi/ Surety Bond (BG/SB)

e. Automobile Liability (AL)

f. Worker Compensation Act (WCA)

g. Delay in Start Up

2. Common Practice

Bagi dunia usaha kesadaran berasuransi 

pelaku usaha menengah keatas cukup tinggi.

Dalam praktek umum kontraktor yang 

melaksanakan pembangunan suatu proyek 

dipersyaratkan untuk memiliki asuransi 

CAR/EAR. Hal tersebut dise-babkan oleh 

persyaratan yang diminta oleh pihak lain, seperti: 

persyaratan pengucuran kredit dari bank, 

persyaratan pelaksanaan proyek yang ber-sumber 

dari anggaran pemerintah, swasta maupun 

bantuan/ pinjaman luar negeri. Di lain pihak 

pelaku usaha sendiri pada umumnya sadar bahwa 

dalam kondisi perekonomian yang tidak menentu 

ini perlu adanya financial security yang bersifat 

pasti bagi kelangsungan usahanya yaitu dengan 

memindahkan resiko – resiko yang dapat 

diasuransikan (insurable risk) kepada perusahaan 

asuransi. Sehingga bila terjadi sesuatu dalam 

tahap konstruksi yang menimbulkan risiko 

kerugian dan kerusakan yang dapat timbul akibat 

proses konstruksi, termasuk kerugian dan 

kerusakan yang dialami oleh pihak ketiga (third 

party liability) sebagai akibat dari proses 

konstruksi yang sedang berlangsung dapat 

dijamin, sehingga proses konstruksi akan terus 

berlanjut sampai selesai. Sedangkan untuk 

Construction Plan & Equipment All Risks 

Insurance/ Heavy Equipment ini penting karena 

memberikan perlindungan terhadap kerugian dan 

kerusakan yang terjadi pada peralatan berat 

maupun peralatan ringan yang digunakan dalam 

proyek konstruksi, namun beberapa perusahaan 

pemberi kerja tidak mempersyaratkan dalam 

kontrak konstruksi, juga dimungkinkan karena 

heavy equipment merupakan peralatan sewa 

termasuk operator sehingga semua resiko 

ditanggung pemberi sewa. Fenomena asuransi 

jenis ini adalah kejadiannya jarang namun 

severitynya cukup tinggi. Karena dampaknya 

tinggi bagi kelancaran proyek sebaiknya 

dipersyaratkan untuk diasuransikan. 
Lebih lanjut untuk Asuransi Automobile Liability

dan Workman Compensation Act biasanya 

diwajibkan pada kontraktor dalam pelaksanaan 

proyek, dimana Automobile Liability menjamin 

terhadap tanggung jawab hukum kepada pihak 

ketiga akibat pemakaian kendaraan bermotor di 

lingkungan dan sekitar proyek, sedangkan Workman 

Compensation Act merupakan Asuransi Tenaga 

kerja dengan limit diatas BPJS Ketenagakerjaaan. 

Sedangkan Delay in Start Up Insurance walaupun 

jarang digunakan, namun penting diterapkan karena 

menjamin kerugian finansial akibat tertundanya Start 

Up, karena terjadinya resiko selama proyek.

Untuk penjaminan proyek maka sesuai 

peraturan perundangan, maka kontraktor/ supplier 

diwajibkan untuk menyerahkan Jaminan Penawaran, 

Jaminan Uang Muka, Jaminan Pelaksanaan, dan 

Jaminan Pemeliharaan kepada pemilik proyek dalam 

hal ini PT.”X”.

 Rekomendasi jenis asuransi sebagai berikut: 

Kegiatan Proyek (CAR/EAR,TPL, BG/SB, AL, 

WCA).

Jenis kegiatan utama lainnya dan Asuransi 

yang dibutuhkan

Kegiatan-kegiatan lainnya dan belum 

diasuransikan antara lain:

1. Collection pembayaran tagihan PT.”X” di 

payment point selain penyedia bank atau atm 

untuk jaminan cash in safe dan cash in transit. 

Saat ini biasanya penyediaan payment point

adalah kewajiban Bank untuk menjalankannya 

berikut operatornya, sehingga asuransi ini bisa 

dipersyaratkan kepada rekanan Bank.

2. Kecelakaan Diri Pelanggan Listrik

3. Asuransi Marine Cargo cum Inland Transit 

untuk suplai bahan bakar dari loading di quarry 

sampai delivery di yard PT.”X” (dapat 

dipersyaratkan kepada Supplier Bahan Bakar).

Kegiatan lainnya dan Produk Asuransinya

1. Jenis kegiatan lainnya dan Asuransi yang dapat 

dibutuhkan

Kegiatan-kegiatan lainnya dan belum 

diasuransikan antara lain:

a. Asuransi Pengangkutan, yaitu untuk 

menjamin kegiatan pemindahan modal 

(aset) dari satu tempat ke tempat lainnya

b. Asuransi Fidelity Guarantee, menjamin 

kepada pengusaha/pemilik perusahaan atas 

kemungkinan adanya kerugian yang 

dideritanya sebagai akibat dari tindakan 

ketidak-jujuran/ kecurangan yang dilakukan 

oleh karyawannya.

2. Common Practice

Asuransi Pengangkutan sudah menjadi 

kebutuhan bagi dunia usaha, dimana resiko 

selama perjalanan dapat menimbulkan kerusakan, 

atau kerugian, bahkan kehilangan. Resiko-resiko 

yang dihadapi dapat berupa resiko bencana alam 

dan resiko selama perjalanan. Oleh karenanya

hampir semua pelaku industri utamanya 

pengusaha menengah keatas telah menerapkan 

kewajiban mengasuransikan barang selama 

perjalanan. Sedangkan untuk Asuransi Fidelity 

Guarantee, selama ini tidak dilakukan dan tidak 

semua pelaku industri memakai polis ini. Dengan 

pembinaan pegawai yang kontinu dan penguatan 

budaya dalam perusahaan, tentu akan 

menghasilkan suatu sikap positif dari pegawai 

dan karyawan untuk senantiasa bekerja rajin, 

jujur dan amanah.

Rekomendasi jenis asuransi sebagai 

berikut: Payment Point (CIS, CIT), Suplai Bahan 

Bakar (Marine Cargo); Pengangkutan (Marine 

Cargo, Inland Transit/Air Cargo)

Kepegawaian dan Produk Asuransinya

Berdasarkan keterangan yang kami dapatkan 

dari Unit Pengelolaan Asuransi Kantor Pusat bahwa 

untuk pegawai diberikan jaminan asuransi Kece￾lakaan Diri dan Kesehatan, yaitu dengan mengikut￾sertakan dalam program BPJS Kesehatan untuk 

jaminan kesehatan dan program BPJS Ketenaga￾kerjaan untuk jaminan kecelakaan diri, jaminan 

meninggal dunia, jaminan hari tua, dan jaminan 

pensiun.

Common Practice. Bagi dunia usaha 

kesadaran berasuransi pelaku usaha menengah 

keatas cukup tinggi. Termasuk didalamnya asuransi 

kecelakaan diri, asuransi kesehatan, jaminan 

meninggal dunia, jaminan hari tua, dan jaminan 

pensiun. Dimana seluruh pekerja di Indonesia wajib 

untuk mengikuti program Asuransi Kesehatan dan 

Asuransi Tenaga Kerja yang dilaksanakan oleh 

BPJS Kesehatan dan BPJS Tenaga Kerja. 

Rekomendasi jenis asuransi adalah mengikuti 

program asuransi BPJS Kesehatan dan BPJS Tenaga 

Kerja.

Manajemen (Direksi dan Komisaris) dan 

Produk Asuransinya

Berdasarkan keterangan yang kami dapatkan 

dari Unit Pengelolaan Asuransi Kantor Pusat bahwa 

untuk Direksi dan Komisaris selain diberikan 

jaminan asuransi Kecelakaan Diri dan Kesehatan, 

yaitu dengan mengikutsertakan dalam program BPJS 

Kesehatan untuk jaminan kesehatan dan program 

BPJS Ketenagakerjaan untuk jaminan kecelakaan 

diri, jaminan meninggal dunia, jaminan hari tua, dan 

jaminan pensiun, juga mendapatkan jaminan 

asuransi DNO (Directors & Officers Liability 

Insurance) dan Asuransi Purna Jabatan.

Common Practice. Bagi dunia usaha 

kesadaran berasuransi pelaku usaha menengah 

keatas cukup tinggi. Penerapan asuransi DNO dan 

Asuransi Purna Jabatan sudah menjadi umum dan 

kebutuhan perusahaan. Sedangkan keikutsertaan 

manajemen dan direksi dalam program asuransi 

kesehatan dan asuransi tenaga kerja sifatnya juga 

wajib. Rekomendasi jenis asuransi adalah selain 

program BPJS Kesehatan dan BPJS Tenaga Kerja, 

juga asuransi DNO dan Purna Jabatan.

Prioritas Lanjutan Asuransi 

Setelah Prioritas Utama Asuransi diatas, 

maka Obyek Resiko selanjutnya yang menjadi 

prioritas lanjutan untuk diasuransikan adalah Obyek 

Resiko yang berhubungan dengan Support Activities

dalam Value Chain Analysis, seperti Fungsi Peren￾canaan, Fungsi Pengadaan, Fungsi Sumber Daya 

Manusia, Fungsi Keuangan, Fungsi Operasional, 

Fungsi Tehnologi, dan lain-lain.

Prioritas Asuransi Gedung menggunakan 

Kriteria Nilai Kepentingan Kegiatan dan 

Kriteria Umur Ekonomis 

Dalam hal perencanaan anggaran untuk 

Asuransi Gedung terbatas, maka untuk gedung pada 

aktifitas pendukung (supporting activities) 

digunakan Kriteria Nilai Kepentingan Kegiatan dan 

Kriteria Umur Ekonomis. Dimana Gedung yang 

dianggap Penting Aktifitas Kegiatannya 

didahulukan, baru kemudian untuk gedung yang 

memiliki nilai kepentingan yang sama, maka 

Bangunan/Gedung yang telah mendekati habisnya 

Umur Ekonomis atau telah lewat Umur 

Ekonomisnya lebih didahulukan.

1. Data Umur Ekonomis

Untuk penghitungan Umur Ekonomis disini 

digunakan Data Umur Ekonomis/ Manfaat 

Bangunan dari MAPPI (Masyarakat Profesi Penilai 

Indonesia) seperti dibawah ini:

Tabel 4

Umur Ekonomis Bangunan

Manajemen Resiko terhadap Non Prioritas 

Asuransi

Seperti kita ketahui dalam manajemen 

resiko, setelah Identifikasi Resiko dan Analisa 

Resiko, maka tindakan selanjutnya yang dilakukan 

adalah Kendali Resiko (Risk Control), dimana 

terdapat dua alternatif yaitu Kendali Resiko Fisik 

(Physical Risk Control) dan Kendali Resiko 

Keuangan (Financial Risk Control). Disini kita 

hanya membahas Kendali Resiko Fisik, karena hal 

ini berkaitan dengan manajemen resiko terhadap non 

prioritas Asuransi. Dalam Kendali Resiko Fisik 

paling tidak terdapat dua cara dimana kita dapat 

mereduksi resiko:

a) Pre loss reduction

Adalah mungkin melakukan beberapa tindakan 

sebelum suatu peristiwa terjadi untuk 

meminimalisasi resiko. Inti dari pre loss 

reduction dari resiko adalah efek/akibat dari 

kerugian diantisipasi dan langkah-langkah 

diambil untuk memastikan bahwa mereka dijaga 

pada level minimum. Penggunaan sabuk 

pengaman, merupakan contoh untuk tingkat 

personal. Peristiwa kerugian belum terjadi, 

namun kemungkinan efek dari suatu peristiwa 

kerugian telah diantisipasi dan langkah pre loss 

reduction dari resiko dengan menggunakan sabuk 

pengaman telah dilakukan.Penggunaan safety 

guard pada mesin pada suatu industi juga sama. 

Peristiwa luka-luka/kecelakaan belum terjadi, 

namun langkah-langkah telah diambil untuk 

mereduksi resiko kecelakaan. 

b) Post loss risk control

Bentuk kendali resiko ini adalah setelah peritiwa 

kerugian terjadi dan mengambil langkah-langkah 

untuk meminimalisasi efek dari kerugian. 

Penggunaan automatic fire sprinkler systems

sesuai sebagi contoh disini. Begitu api menyala, 

sprinkler beroperasi untuk mereduksi akibat dari 

kebakaran. 

Maka langkah-langkah yang dapat di 

tempuh oleh PT.”X” dalam Kendali Resiko Fisik 

antara lain:

1. Pre loss reduction

a. program routine maintenance di pembangkit, 

transmisi, gardu induk, distribusi, gedung dan 

lain-lainnya

b. Housekeeping (memelihara, merawat dan 

menjaga obyek beserta isi dan lingkungannya)

c. Safety Work Procedure

d. Hot Work Procedure & Permit

e. Mitigasi resiko (seperti pemisahan flammable 

material terhadap unflammable material, 

jarak lokasi gudang terhadap bangunan 

lainnya, dan lain sebagainya)

f. Mitigasi Bencana

g. No Smoking Area

2. Post loss reduction

a. sistem fire protection dan fire fighting yang 

lengkap dan program reguler inspection untuk 

peralatan tersebut.
b. pelatihan tanggap darurat dan pelatihan 

kebakaran kelas D dan C, untuk limitasi dan 

minimalisasi resiko

Kesimpulan

Berdasarkan hal – hal yang diuraikan pada bab – bab 

sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai 

berikut :

1. Dengan menggabungkan Analisis Faktor 

Produksi Utama, Analisis Value Chain, 

Analisis Risk Appetite PT.”X”, serta 

membandingkan common practice dan 

existing asuransi , maka didapatkan suatu 

rekomendasi asuransi yang komprehensif dan 

akurat. 

2. Tindak lanjut bagi PT.”X” adalah:

a. Melakukan revisi Kebijakan Asuransi 

bagi PT.”X” sebagai hasil rekomendasi 

konsultansi.

b. Melaksanakan penutupan asuransi pada 

obyek, jenis dan produk sesuai dengan 

hasil rekomendasi konsultansi.

Related Posts:

  • akad asuransi Manusia adalah makhluk hidup yang mempunyai perjalanan hidup yang berbeda antara satu sama lainnya. Perbedaan itu bisa di… Read More