hukum asuransi 2

kesalahan besar Tertanggung sendiri (Pasal 294 KUHD). 
Tanpa pembuktian, sesuai Pasal 273 KUHD, Pasal 274 KUHD, dan Pasal 275 KUHD, hakim 
dapat meminta Tertanggung untuk bersumpah dan kerugian dihitung menurut nilai barang￾barang yang ada waktu ada kebakaran (Pasal 295 KUHD). 
Apabila bangunan dibebani jaminan, maka nilai pertanggungan akan sampai pada jumlah 
utang dan bunga sehingga perlu adanya perhitungan ganti rugi yang terhutang dengan 
pemegang hak jaminan, apabila pemegang hak jaminan memperolak keuntungan bila tidak 
terjadi kerugian. 
Asuransi Rangkap : 
Tertanggung harus memberitahukan kepada Penanggung segala Pertanggungan lain atas harta 
benda dan atau kepentingan yang sama. Jika tidak akan ditanggung oleh Tertanggung. 
Polis Standar Asuransi Kebakaran Indonesia juga memuat bahwa jika ada perubahan atau 
perombakan atas harta benda yang dipertanggungkan atau atas tempat dimana harta yang 
dipertanggungkan disimpan, sebagian atau seluruhnya dipergunakan untuk keperluam lain 
atau kalau barang tersebut disimpan disana resiko akan menjadi lebih besar, maka 7 hari 
setelah perubahan Tertanggung wajib memberitahukan kepada Penanggung. Maka 
Penanggung berhak untuk tetap meneruskan Pertanggungan dengan menaikkan premi atau 
tidak meneruskan dengan mengembalikan Premi terhadap Tertanggung. 
C. Asuransi terhadap kerugian hasil Pertanian yang belum dipaneni 
Polis asuransi kerugian hasil Pertanian yang belum dipaneni harus dibuat dalam polis yang 
khusus, yang harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditentukan dalam pasal 256 dan 
pasal 299 KUHD, yaitu syarat yang terkait dengan obyek. Diantara syarat yang ditentukan 
dalam pasal 299 KUHD adalah sebagai berikut : 
1. Letak dan batas-batas tanah yang hasilnya dipertanggungkan; 
2. Penggunaannya. 
Jangka waktu harus ditentukan, sebab apabila tidak akan dianggap hanya untuk 1 tahun 
(Pasal 300 KUHD). Pasal 301 menyaratkan adanya perhitungan untuk nilai hasil pada waktu 
dipanen atau dinikmati tanpa becana, dan setelah bencana dengan pembayaran ganti rugi dari 
selisihnya. 
D. Asuransi Laut 
Asuransi Laut merupakan pelopor dari segala jenis asuransi. Asuransi Laut di dalam KUHD 
diatur secara jelas, terperinci dan luas hingga lebih dari 25 Pasal, diantaranya adalah : 
a. Buku I Bab IX Pasal 246 KUHD - Pasal 286 KUHD tentang Asuransi pada umummya 
 sejauh tidak diatur dengan ketentuan khusus; 
b. Buku II Bab IX Pasal 592 KUHD – Pasal 685 KUHD tentang Asuransi Bahaya Laut, dan 
 Bab X Pasal 686 KUHD – Pasal 695 KUHD tentang Asuransi Bahaya Sungai dan 
 Perairan Pedalaman; 
c. Buku II Bab XI Pasal 709 KUHD Pasal 721 KUHD tentang Avarai; 
d. Buku II Bab XII Pasal 744 KUHD tentang Berakhirnya perikatan dalam Perdagangan laut. 
Asuransi Pengangkutan Laut (Marine Insurance) merupakan suatu Perjanjian Pertanggungan 
(Contract of Indemnity) antara Penanggung (Insurer) dan Tertanggung (assuer) atas 
kepentingan yang berhubungan dengan kapal sebagai alat pengangkut dan barang sebagai 
muatan kapal dari kemungkinan resiko kerusakan atau kerugian yang diakibatkan oleh 
bahaya-bahaya laut (maritime perils) atau bahaya lain yang berhubungan dengan bahaya 
laut. Adanya kemungkinan kepentingan dan tanggung jawab dari pihak lain atau pihak ketiga 
baik sebagai penyebab kejadian ataupu sebagai korban kejadian yang mengakibatkan 
kerugian. Sehingga dalam penyelesaian klaim, sering melibatkan banyak pihak, seperti 
surveyor, serta pihak yang bertanggung jawab terhadap peristiwa tersebut, seperti pelayaran, 
perusahaan bongkar muat, pengangkutan, pengelola terminal pelabuhan dan pihak lainnya. 
Selain Pasal 256 KUHD, maka Pasal 592 KUHD mewajibkan polis : 
1. nama Nahkoda, nama Kapal, dengan menyebutkan macamnya, dan pada pertanggungan 
kapalnya, penyitaan apakah kapal itu terbuat dari kayu cemara, atau keterangan bahwa 
Tertanggung tidak mengetahui tentang keadaan itu; 
2. tempat barang-barang dimuat atau harus dimuat; 
3. pelabuhan tempat kapal seharusnya berangkat, atau harus berangkat; 
4. pelabuhan atau pantai tempat kapal harus memuat atau membongkar; 
5. pelabuhan atau pantai yang harus disinggahi kapal; 
6. tempat permulaan berlangsungnya bahaya yang menjadi beban penanggung; 
7. nilai kapal yang dipertanggungkan. 
Apabila Tertanggung tidak mengetahui mengenai kapal mana yang akan memuat barang￾barang tersebut, pernyataan nakhoda atau kapal tidak akan dijadikan syarat, asalkan dalam 
polis diterangkan ketidaktahuan Tertanggung tentang hal itu, beserta pernyataan tanggal dan 
penandatanganan surat pengantar atau surat tunjuk terakhir, kepentingan ini hanya untuk 
waktu tertentu (Pasal 595 KUHD). 
Apabila Tertanggung tidak mengetahui barang apayang dikirimkan, maka akan dituliskan
“barang-barang” akan tetapi hal tersebut tidak termasuk emas dan perak dalam bentuk mata 
uang, batangan emas dan perak, permata, mutiara, atau perhiasan-perhiasan, dan keperluan￾keperluan perang (Pasal 596 KUHD). 
Jenis Asuransi Laut, meliputi : 
1. Marine Cargo Insurance, yaitu asuransi yang mempertanggungkan barang dan 
kepentingan yang ada didalamnya : 
a. Cargo, harga beli barang itu sendiri; 
b. Freight, biaya pengiriman atau ongkos kapal; 
c. Forwading Expenses, ongkos pembongkaran dan pengurusan barang; 
d. Premi Asuransi; 
e. Imaginary Profit, keuntungan yang diharapkan; 
f. Cash in Transit. 
2. Marine Hull and Machinary Insurance, yaitu asuransi atas kapal dan kepentingan yang 
melekat di dalamnya, meliputi : 
a. Kepentingan dari pemilik kapal akibat dari rusaknya kapal serta kerugian-kerugian 
lainnya 
 yang langsung diderita pemiliknya. 
b. Kerugian pemilik kapal akibat tanggung jawanya kepada pihak lain yang terjadi 
selama ia 
 mengoperasikan kapalnya. 
Pasal 593 KUHD menyatakan obyek adalah : 
a. Tanpa penunjukan : 
 - Badan dan lunas kapal, kosong atau bermuatan, dipersenjatai atau tidak, berlayar baik 
 sendirian atau bersama-sama dengan kapal lain; 
 - Alat-alat perlengkapan dan tali-temali; 
 - Alat-alat perlengkapan perang; 
b. Dengan penunjukan : 
 - Bahan makanan, dan pada umumnya semua biaya yang telah dikeluarkan untuk kapal 
 itu, sampai kepada penurunan kapal ke laut; 
 - Barang-barang muatannya; 
 - Keuntungan yang diharapkan; 
 - Biaya angkutan yang akan diperoleh; 
 - Bahaya perbudakan. 
Pasal 594 KUHD mengatur, bahwa : 
 - pertanggungan dapat diadakan pada keseluruhan atau sebagian barang, bersama-sama 
 atau sendiri baik dalam keadaan damai atau dalam waktu perang, sebelum atau selama 
 perjalanan kapal; 
 - untuk perjalanan pergi - pulang, untuk salah satu dari kedua itu; untuk seluruh perjalanan, 
 atau untuk waktu tertentu; 
 - untuk semua bahaya laut; 
 - untuk berita baik dan buruk. 
Masa Berlakunya Pertanggungan 
1. Pasal 624 KUHD menyatakan apabila Pertanggungan mulai berjalan bagi Penanggung saat 
 nahkoda mulai dengan pemuatan barang-barang daganga, atau apabila ia diwajibkan untuk 
 berangkat hanya dengan membawa bahan pemberat, pada saat dimulainya memuat bahan 
 tersebut. 
2. Pasal 625 KUHD dalam pertanggungan yang disebutkan yang lalu bahaya bagi pihak yang 
 menanggung berakhir dalam jangka waktu 21 hari setelah barang-barangnya yang 
 dipertanggungkan sampai di tempat tujuan, atau lebih cepat beberapa hari setelah 
 barang-barang sampai di tempat tujuan, atau sekian hari lebih cepat setelah barang-barang 
 muatan dibongkar. 
3. Pasal 626 KUHD dalam halnya sebuah kapal dipertanggungkan untuk sebuah perjalanan 
 pergi-pulang, atau untuk lebih dari suatu perjalanan, maka pihak yang menanggung, 
 selama itu menanggung bahaya sampai 21 hari semenjak diselesaikannya perjalanan 
 terakhir, atau beberapa hari lebih cepat setelah barang-barang muatan terakhir setelah 
 dibongkar. 
4. Pasal 628 KUHD, jika yang diasuransikan itu adalah barang-barang dagangan atau barang- 
 barang lainnya, maka bahaya itu berlangsung terus tanpa henti, meskipun nakhkoda 
 dengan terpaksa melakukan pelabuhan darurat. Membongkar muatan dan memperbaiki 
 kapalnya di situ, hingga perjalanannya dihentikan secara sah oleh pihak yang ditanggung 
diberikan perintah untuk tidak lagi memuat barang-barangnya ke kapal, ataupun pelayaran 
 itu diselesaikan sama sekali. 
5. Pasal 629 KUHD jika nakhoda atau pihak yang ditanggung atas barang-barang, karena 
 alasan-alasan yang sah tidak dapat membongkar muatan dalam jangka waktu seperti 
 ditetapkan Pasal 627 KUHD, sedangkan mereka tidak berlangsung sampai saat selesainya 
 dibongkar barang-barang tersebut. 
6. Pasal 630 KUHD, Pertanggungan untuk memperoleh uang dari biaya angkutan. Bahaya 
 bagi Penanggung mulai berlangsung sejak saat barang-barang dan barang-barang dagangan 
 yang biaya angkutannya telah dibayar, telah dimuat ke dalam menjadi busuk atau akan 
 menulari barang-barang lainnya. 
7. Pasal 632 KUHD, apabila perjalanan dihentikan, Penanggung mulai menanggung terhadap 
 bahaya, maka bahaya ini tetap berjalan, dalam halnya pertanggungan atas barang-barang 
 selama lima belas hari, dan dalam halnya pertanggungan atas kapalnya, selama dua puluh 
 satu hari setelah terjadinya penghentian perjalanan tadi, ataupun sekian hari lebih dahulu 
 sekedar barang-barang dagangan dan barang-barang lainnya telah selesai dibongkarnya. 
8. Pasal 615 KUHD, menyatakan bahwa dapat diadakan bagi pertanggungan atas keuntungan 
 yang diharapkan, sehingga harus dibuatkan rencana perkiraan tersendiri pada polisnya 
 dengan penyebutan tersendiri atas barang-barang mana hal itu dilakukan. Bila tidak ada 
 maka Pertanggungannya batal. Pasal 621 KUHD menyatakan bahwa keuntungan yang 
 diharapkan dibuktikan dengan daftar harga yang diakui resmi, atau bila hal itu tidak ada, 
 dengan anggaran para ahli, yang akan menunjukkan keuntungan yang selayaknya akan 
 dihasilkan di tempat tujuan oleh barang-barang yang dipertanggungkan, bila tiba dengan 
 selamat. Pasal 633 KUHD menyatakan waktu mulai dan berakhirnya bahaya dalam hal 
 keuntungan yang diharapkan akan didapat adalah sama dengan waktu yang ditentukan 
 untuk itu. Akan tetapi, apabila tiba dengan selamat maka Penanggung cukup membayar 
 jumlah yang lebih kecil. Pasal 634 KUHD dalam segala pertanggungan kedua belah pihak 
 bebas untuk membuat persyaratan-persyaratan lain tentang permulaan dan akhir waktu 
 yang tepat tentang adanya bahaya. 
 
Nilai Barang dalam Asuransi Laut: 
1. Pasal 612 KUHD, barang-barang boleh dipertanggunggan untuk nilai sepenuhnya pada 
 waktu dan di tempat pengiriman, dengan semua biayanya sampai di kapal, termasuk di situ 
 Premi Pertanggungan, tanpa dapat dituntut untuk memberikan rencana perkiraan tiap 
 barang tersendiri. 
2. Pasal 613 KUHD adalah nilai sesungguhnya barang-barang yang dipertanggungkan boleh 
 dinaikkan dengan biaya angkutan, bea-bea masuk dan biaya-biaya lain yang pada waktu 
 tibanya perlu sekali harus dibayar. 
3. Pasal 614 KUHD, kenaikan yang diuraikan dalam Pasal yang lain, tidak mengikat, apabila 
 yang dipertanggungkan tidak sampai di tempat tujuan, sepanjang karena itu pembayaran 
 biaya angkuta, bea-bea masuk dan biaya-biaya lainnya hapus seluruhnya atau sebagian. 
 Akan tetapi bila biaya angkutan menurut perjanjian yang diadakan sebelum keberangkatan 
 kapal harus dibayar terlebih dahulu, maka pertanggungannya tidak berubah. 
4. Pasal 616 KUHD, biaya angkutan dapat dipertanggungkan untuk jumlah sepenuhnya. 
5. Pasal 617 KUHD, bila kapal karam atau kandas, maka pertanggungannya akan dikurangi 
 dengan jumlah biaya perjalanan yang harus dibayarkan oleh nakhoda atau pemiliki kapal, 
 kurang dari yang seharusnya. 
6. Jumlah pertanggungan dapat dikurangi berdasarkan keputusan pengadilan berdasarkan 
 para ahli (Pasal 619 KUHD): 
 1. Apabila kapal memiliki nilai yang lebih rendah dari harga pembelian, baik karena umur 
 atau perjalanan; 
 2. Apabila kapal ketika mengalami peristiwa tidak pasti, dipertanggungkan untuk lebih dari 
 satu pertanggungan, akan tetapi hanya menjalani satu perjalanan saja. 
7. Pasal 620 KUHD, nilai pertanggungan dihitung atas dasar berapa barang yang dikeluarkan 
 ditambah dengan biaya pengangkutan. 
 8. Pasal 623 KUHD, bahwa jumlah biaya angkutan dibuktikan dengan carter - partai atau 
 konosemen-konosemennya. 
Perkecualian atas kapal yang sudah atau yang belum berangkat : 
1. Pasal 603 KUHD, Pertanggungan boleh diadakan atas kapal-kapal dan barang-barang yang 
 sudah berangkat, asalkan di dalam polis dinyatakan saat keberangkatan kapal itu tanpa 
 sepengetahuan pihak ketiga, dan apabila hal tersebut diadakan oleh pihak ketiga tanpa 
 adanya pemberian amanat. 
2. Pasal 605 KUHD,pertanggungan dapat diadakan untuk kapal yang belum datang ke tempat 
 dimana terjadinya Pertanggungan apabila terdapat pernyataan ketidaktahuan Tertanggung . 
Hak dan Kewajiban Para Pihak : 
1. Pasal 635 KUHD menyatakan apabila Perjalanan dihentikan sebelum Penanggung mulai 
 menghadapi bahaya, premi tidak usaha dibayar oleh Tertanggung ataupun dikembalikan 
oleh Penanggung, akan tetapi Penanggung mendapatkan ½ prosen dari jumlah premi. 
2. Pasal 636 KUHD, apabila Pertanggungan dihentikan ketika sudah sampai saat Penanggung 
 menanggung, tetapi belum sampai pada saat kapal harus membongkar muatannya. Akan 
 tetapi Penanggung mendapatkan 1 persen dari premi. 
3. Terkait dengan evenemen, maka Penanggung harus memberikan ganti kerugian apabila 
 kerugian itu diakibatkan oleh angin taufan, hujan lebat, pecahnya kapal, terdamparnya 
 kapal, menggulingnya kapal, penubrukkan, karena kapalnya dipaksa mengganti haluan 
 atau perjalanannya, karena adanya pembuangan barang-barang ke laut, karena kebakaran, 
 paksaan, banjir perampasan, bajak laut, atau perampok, penahan atas perintah dari pihak 
 atasan, pernyataan perang, tindakan-tindakan pembalasan, segala kerusakan yang berasal 
 dari kelalaian, kealpaan, atau kecurangan nakhoda atau anak buahnya, atau malapetaka 
 dari luar (Pasal 637 KUHD). 
4. Pasal 638 KUHD ialah kewajiban Penanggung berhenti apabila haluan atau perjalanannya 
 diubah tanpa adanya sesuatu hal yang memaksa, dan dalam halnya pertanggungan 
 atas upah pengangkutan, berakhirnya kewajiban. 
5. Pasal 640 KUHD dan Pasal 641 menyatakan bahwa Penanggung tidak perlu membayar 
 ganti kerugian Penanggung tidak bertanggung jawab atas kecurangan nahkoda atas 
 perubahan nahkoda. 
6. Pasal 643 KUHD bahwa Penanggung tidak bertanggung jawab atas benda cair, seperti 
 anggur, minyak, madu, gajih, sirup, gula, dan lain sebagainya. 
7. Pasal 644 KUHD menyatakan Penanggung tidak memiliki kewajiban untuk memberikan 
 ganti kerugian kepada barang-barang yang mudah rusak atau busuk. 
8. Pasal 645 KUHD bahwa kewajiban Penanggung untuk menjaga semua kerusakan apabila 
 terdapat pernyataan “bebas dari kerusakan”. 
9. Pasal 647 KUHD bahwa Pertanggungan dengan persyaratan “bebas dari molest”, maka 
 penanggung bebas dan bila barang yang dipertanggungkan musnah atau menjadi busuk 
 karena kekerasan, perampasan, pembajakan, perampokan, penahanan atas perintah dari 
 penguasa, pernyataan perang dan pembalasan, sedangkan pertanggungan akan hapus bila 
 barang yang ditanggung dengan moles, tertahan atau dibelokkan dari arah tujuannya akan 
 tetapi Penanggung tetap melakukan penanggungan. 
10. Pasal 650 KUHD bahwa mewajibkan Tertanggung untuk dapat membuktikan bahwa 
 keberangkatan kapal sesuai di dalam perjanjian. 
Resiko : 
1. Total Loss (Kerugian lenyap semua) 
 Actual Total Loss yaitu bilamana atau muatan secara fisik telah lenyap semuanya atau 
 muatannya sudah kehilangan seluruh nilainya. 
 Constructive Total Loss yaitu bila kapal dan muatan kehilangan seluruh sifatnya semula 
 sekalipun secara fisik tidak rusak. 
2. Partial Loss
 a. General Average (kerugian umum) adalah kerugian dengan sengaja dilakukan atau biaya 
 yang sengaja dikeluarkan yang bertujuan untuk keselamatan semua pihak yang 
 berkepentingan. 
 b. Particular Average (kerugian khusus) adalah kerugian yang diderita kapal maupun 
 muatan karena kecelakaan yang menjadi tanggung jawab pemiliknya, dan kerugian itu 
 tidak dapat diharapkan iuran atau sumbangan penggantian dari pihak lain. 
 - Kebakaran 
 Ada banyak hal yang menimbulkan kebakaran, antara lain : 
1. Akibat kecelakaan; 
2. Akibat kesalahan awak kapal; 
3. Akibat salah satu barang terbakar sendiri; 
4. Akibat halilintar; 
5. Akibat lain yang tidak dapat diketahui penyebabnya.
Sering pula ada pihak Penanggung menolak atas klaim yang timbul, maka Penanggung 
yang harus membuktikannya, untuk menghindari pertengkaran-pertengkaran yang 
mungkin yang akan terjadi. 
 - Barraty
 Kecurangan nahkoda dan atau kru kapal untuk mengambil alih kapal dari pemiliknya 
 dan kemudian menguasainya dan menggunakan atau membawa kapal tersebut ke 
 tempat yang tidak disetujui pemiliknya. 
 - Thieves
 Yang ditutup, atau diberikan ganti ruginya oleh asuransi hanyalah pencurian yang 
 dilakukan secara diam-diam. Resiko pencurian tidak termasuk pencurian biasa. 
 - Jettison
 Jettison adalah membuang barang ke laut guna penyelamatan kepentiangan umum 
 kapal dan barang-barang lainnya. 

Mengenai resiko-resiko tersebut di atas, dapat disimpulkan pengelompokan resiko: 
a. Resiko yang dialami sebagai suatu bencana yang diakibatkan oleh alat pengangkutnya, 
 seperti kandas, kebocoran, tenggelam, tabrakan, terbalik, dan lain-lain; 
b. Perlakuan dalam menangani secara tidak bertanggung jawab atau sembrono (Roug 
 Handling), seperti perlakuan disaat muat atau bongkar oleh buruh di pelabuhan atau 
 digudang; 
c. Pencurian serta bencana di kapal, tempat penimbunan, atau disaat bongkar muat; 
d. Kesalahan pada bongkar muat; 
e. Kemasan yang tidak memenuhi persyaratan standar;
f. Tempat penimbunan yang tidak memenuhi syarat; 
g. Bahaya perang, huru-hara, kerusuhan dan pemogokan di pelabuhan; 
h. Watak pada barang itu sendiri; 
i. Akibat perbaruan barang dari berbagai jenis sehingga dapat menimbulkan kontaminasi. 
Klaim Asuransi Laut 
Klaim dalam asuransi ialah tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh Tertanggung kepada 
Penanggung karena kepentingan yang diasurasikan mengalami kerugian atau kerusakan atas 
barang yang dipertanggungkannya akibat dari suatu peristiwa selama barang dalam proses 
pengangkutan. 
1. Prosedur Pengajuan Penyelesaian Klaim 
 a. Pemberitahuan kerugian; 
 b. Survey kerusakan dan kerugian; 
 c. Mengusahakan kelengkapan dokumen pendukung klaim. 
2. Dokumen-dokumen pendukung klaim asuransi 
 a. Polis asuransi atau sertifikat asuransi; 
 b. Faktur dan daftar perincian barang, meliputi jenis pengepakannya, dan sebagainya; 
 c. Laporan survey; 
 d. Surat-menyurat dengan pihak-pihak lain yang berhubungan dengan penyebab kerugian; 
 e. Dokumen klaim asuransi lainnya. 
E. Asuransi Pengangkutan Darat 
Dunia transportasi, khususnya transportasi darat pada umumnya dipenuhi dengan 
ketidakpastian. Dalam artian mungkin saja timbul resiko ketika melakukan transportasi, 
khususnya transportasi darat adapun resiko tersebut membawa kerugian, baik materi maupun 
immateriil (kehilangan jiwa). Akan tetapi karena tingkat perekonomian Indonesia yang 
rendah, maka masyarakat kurang memperhatikan pentingnya asuransi, sehingga biasanya 
mereka tidak menasuransikan diri mereka sendiri, sehingga aturan perundang-undangan 
mengatur mengenai Asuransi Transportasi, sebagai berikut 19
1. Angkutan Jalan. Pasal 45 ayat 1 UU No. 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan 
 Angkutan Jalan menyebutkan bahwa “pengusaha angkutan umum bertanggung jawab atas 
 kerugian yang diderita oleh penumpang, pengirim barang atau pihak ketiga, karena 
 kelalaiannya dalam melaksanakan pelayanan angkutan”. 
2. Pasal 28 UU No. 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan secara tegas 
 menyatakan bahwa pengemudi kendaraan bermotor bertanggung jawab atas kerugian yang 
 diderita oleh pemilik barang atau pihak ketiga yang timbul akibat kelalain atau kesalahan 
 pengemudi dalam mengendalikan kendaraan bermotor. 
3. Untuk Kereta Api. Pasal 157 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkereta Apian 
 menyatakan bahwa “penyelenggara sarana perkereta apian bertanggung jawab terhadap 
 bertanggung jawab terhadap pengguna jasa yang mengalami kerugian, luka-luka, atau 
 meninggal dunia yang disebabkan oleh pengoperasian angkutan kereta api. 
Semua menyatakan mengenai tanggung jawab dari pemilik perusahaan transportasi atau 
pengangkutan. 
Asuransi Pengangkutan melalui darat merupakan Pertanggungan yang memberikan jaminan 
atau proteksi terhadap kerugian atau kerusakan atas objek pertanggungan sebagai akibat 
adanya bahaya-bahaya darat yang bersifat accidental, yang terjadi dalam masa pengangkutan 
melalui darat dengan objek pertanggungan adalah kendaraan pengangkut darat bersama 
muatannya terhadap kemungkinan bahaya yang menimpa20
Secara garis besar resiko yang dijamin dalam asuransi pengangkutan melalui darat adalah : 
1. Kondisi Pertanggungan dengan Klausula Total Loss Only
 a. Hanya dijamin apabila obyek yang diangkut menderita keraguan total sebagai akibat dari 
 kecelakaan. 
 b. Jaminan berlaku baik untuk kerugian total bersama alat angkutnya maupun kerugian 
 total barangnya saja. 
2. Kondisi Pertanggungan All Risk 
 a. Memberikan jaminan atas setiap kerugian sebagai akibat dari kecelakaan alat angkutnya. 
 b. Jaminan berlaku baik untuk kerugian alat angkutnya maupun kerugian barangnya saja. 
 c. Diberlakukan deductible. 
Perbedaan keduanya adalah bahwa jenis pertanggungan TLO, penanggung baru akan 
membayar kerugian apabila nilai kerugian yang diakibatkan oleh resiko yang dijamin 
melebihi 75 % dari harga pertanggungan yang disepakati di awal, sedangkan pada jaminan all 
risk, tertanggung dapat mengajukan klaim untuk kerusakan akibat resiko yang dijamin 
berapapun nilai kerugian yang terjadi, sepanjang tidak melebihi harga Pertanggungan21
Asuransi Pengangkutan Darat ini ada yang merupakan swasta atau asuransi sosial. Asuransi 
sosial diatur dalam UU No. 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan 
Penumpang, seluruh penumbpang harus memiliki Asuransi Kecelakaan Penumpang Umum 
dengan memiliki Iuran Wajib. Sedangkan pemilik kendaraan bermotor, berdasarkan UU No. 
34 Tahun 1964 Tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan seluruh Pemilik Kendaraan 
Bermotor harus memiliki asuransi yang menjamin tanggung jawab hukum pemilik kendaraan 
bermotor dengan membayar sumbangan wajib setiap tahunnya melalui perpanjangan STNK 
yang dikelola oleh PT. Jasa Raharja. 
Asuransi Kecelakaan Penumpang Umum 
Penanggung : 
PT. Jasa Raharja 
Tertanggung : 
Pasal 3 ayat 1 butir a UU no 33 Tahun 1964 menyatakan bahwa tiap penumpang yang sah 
dari kendaraan bermotor umum, kereta api, pesawatn terbang, perusahaan penerbangan 
nasional dan kapal perusahaan perkapalan / pelayaran nasional, wajib membayar iuran 
melalui pengusaha / pemilik yang bersangkutan untuk menutup akibat keuangan disebabkan 
kecelakaan penumpang dalam perjalanan 
Ruang Lingkup Pertanggungan 
Saat penumpang naik kendaraan yang bersangkutan ditempat pemberangkatan sampai saat 
turun dari kendaraan tersebut ditempat tujuan 
Premi : 
Pasal 2 ayat 1 PP No. 17 Tahun 1965 menyatakan bahwa untuk jaminan pertanggungan 
kecelakaan diri dalam Peraturan Pemerintahan ini tiap penumpang kendaraan bermotor 
umum, kereta api, pesawat terbang perusahaan penerbangan nasional dan kapal perusahaan 
perkapalan/pelayaran nasional untuk tiap perjalanan wajib membayar suatu iuran 
Evenemen : 
Kecelakaan 
Asuransi Kecelakaan Lalu Lintas Jalan : 
Penanggung : 
PT. Jasa Raharja 
Tertanggung : 
Pasal 2 ayat 1 UU No. 34 Tahun 1964 pengusaha atau pemilik kendaraan bermotor 
diharuskan memberikan sumbangan wajib. 
Ruang Lingkup Pertanggungan : 
Pasal 4 ayat 1 UU No. 34 Tahun 1964 setiap orang yang menjadi korban mati atau cacat tetap 
akibat kecelakaan yang disebabkan oleh kendaraan bermotor, Dana akan memberi ganti rugi 
kepadanya atau kepada ahli warisnya sebesar jumlah yang ditentukan oleh Peraturan 
Pemerintah. 
Premi : 
Pasal 1 butir d UU No. 34 Tahun 1964, Sumbangan tahunan yang wajib dibayar. 
Evenemen : 
Kemungkinan Kecelakaan Lalu Lintas 
Penyebab terjadinya klaim 
1. Tertanggung meninggal dunia; 
2. Pemegang polis menghentikan pembayaran preminya dan memutuskan perjanjian 
 asuransinya pada saat polisnya sudah mempunyai nilai tunai; 
3. Perjanjian asuransi sudah berakhir sesuai dengan jangka waktu yang tercantum dalam polis 
 dan kewajiban pemegang polis telah terpenuhi atau polis dalam keadaan lapse tetapi telah 
 mempunyai nilai tunai (habis kontrak bebas premi); 
4. Tertanggung mendapat kecelakaan; 
5. Tertanggung karena suatu penyakit perlu diopname atau rawat jalan. 
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36/PMK.010/2008 tanggal 26 Februari 
2008 tentang Besar Santunan dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan dan 
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37/PMK.010/2008 tanggal 26 Februari 2008 tentang 
Besar Santunan dan Iuran Wajib Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang Alat 
Angkutan Penumpang Umum di Darat, Sungai/Danau, Ferry/Penyebrangan, Laut dan Udara, 
besar santunan yang diberikan : 
Jenis Santunan Besar Santunan 
Angkutan Darat 
Sungai/Danau, 
Ferry/Penyebrangan dan 
Laut 
Angkutan Udara 
Meninggal Dunia Rp. 25.000.000,- Rp. 50.000.000,- 
Cacat Tetap (maks) Rp. 25.000.000,- Rp. 50.000.000,- 
Biaya Rawatan (maks) Rp. 10.000.000,- Rp. 25.000.000,- 
Biaya Penguburan Rp. 2.000.000,- Rp. 2.000.000,- 
CARA PERHITUNGAN GANTI RUGI DALAM HAL TERDAPAT KEADAAN CACAT 
TETAP 
Apabila terjadi kecelakaan , tertanggung menderita kehilangan seluruh dan/atau tidak dapat 
dipakai lagi untuk selamanya anggota bagian tubuhnya seperti tersebut di bawah ini, maka 
Penanggung akan membayar sebagai berikut : 
 Kelompok I Kelompok II 
Akal Budi Rp. 6.000.000,- Rp. 4.000.000,- 
Kedua mata/tangan/kaki Rp 6.000.000,- Rp 4.000.000,- 
Pendengaran pada kedua 
belah telinga 
Rp 3.000.000,- Rp 2.000.000,- 
Satu mata/tangan/kaki Rp 1.200.000,- Rp 800.000,- 
Pendengaran pada sebelah 
telinga 
Rp 600.000,- Rp 400.000,- 
Setiap jari tangan, setiap jari 
kaki 
Rp 300.000,- Rp 200.000,- 
 Kelompok III Kelompok IV 
Akal Budi Rp 2.000.000,- Rp 1.000.000,- 
Kedua mata/tangan/kaki Rp 2.000.000,- Rp 1.000.000,- 
Pendengaran pada kedua 
belah telinga 
Rp 1.000.000,- Rp 500.000,- 
Satu mata/tangan/kaki Rp 400.000,- Rp 200.000,- 
Pendengaran pada sebelah Rp 200.000,- Rp 100.000,
telinga 
Setiap jari tangan, setiap jari 
kaki 
Rp 100.000,- Rp 50.000,- 
2. Jumlah pembayaran jaminan tersebut akan dikurangi dengan semua biaya perawatan atau 
 pengobatan yang telah diterima penggantiannya bila hal itu menyangkut kecelakaan yang 
 sama. 
Perhitungan jaminan dalam hal terdapat cacat tetap 
a. Apabila akibat dari sesuatu kecelakaan harus dikeluarkan biaya-biaya untuk perawatan atau 
 pengobatan, maka berdasarkan kebenaran bukti kwitansi, Penanggung akan memberikan 
 penggantian untuk itu setinggi-tingginya sampai jumlah : 
Kelompok I Rp 1.000.000,- 
Kelompok II Rp 750.000,- 
Kelompok III Rp 500.000,- 
Kelompok IV Rp 250.000,- 
b. Biaya-biaya perawatan atau pengobatan dari sesuatu kecelakaan yang sama yang 
 jumlahnya melebihi tersebut point 1 tidak lagi menjadi beban penanggung. 
c. Dengan tidak mengurangi ketentuan ketentuan yang tersebut dalam ayat 1 dan ayat 2 diatas 
 maka perawatan ulangan hanya dapat dilakukan menurut pertimbangan Dokter, yang harus 
 dibuat secara tertulis dan disampaikan kepada Penanggung. 
d. Yang dimaksud dengan biaya-biaya perawatan atau pengobatan ialah: ongkos-ongkos 
 pertolongan pertama, ongkos dokter dan ongkos pengobatan, perawatan, pemeriksaan, 
 obat-obatan dan perban dan perawatan dalam rumah sakit. Obyek Pertanggungan : Siswa 
 dari tingkat Taman Kanak-Kanak s/d Perguruan tinggi, guru, Dosen, Staf dan kursus- 
 kursus Jangka waktu Pertanggungan : 1(satu) tahun. 
PENGAJUAN SANTUNAN JASA RAHARJA 
a. Cara memperoleh Santunan 
1) Menghubungi kantor jasa Raharja terdekat 
2) Mengisi formulir pengajuan dengan melampirkan: 
o Keterangan kecelakaan Lalu-lintas dari kepolisian dan atau dari instansi berwenang lainnya 
o Keterangan kesehatan dari dokter/RS yang merawat 
o KTP/identitas korban/ahli waris korban 
o Formulir pengajuan diberikan Jasa raharja secara cuma-cuma 
b. Bukti lain yang diperlukan 
1) Dalam hal korban luka –luka 
Kuitansi biaya perawatan dan pengobatan yang asli dan sah 
2) Dalam hal korban meninggal dunia 
Surat kartu keluarga/surat nikah(bagi yang sudah menikah 
c. Ketentuan lain yang diperlukan 
1) Jenis santunan 
o Santunan berupa penggantian biaya rawatan dan pengobatan(sesuai dengan ketentuan) 
o Santuan kematian 
o Santuan cacat tetap 
2) Ahli waris 
o Janda atau dudanya yang sah 
o Anak-anaknya yang sah 
o Orang tuanya yang sah 
3) Kedaluwarsa 
Hak santunan menjadi gugur/kedaluwarsa jika: 
o Permintaan diajukan dalam waktu lebih dari 6 bulan setelah terjadinya kecelakaan. 
o Tidak dilakukan penagihan dalam waktu 3 bulan setelah hak dimaksud disetujui oleh Jasa 
 Raharja. 
F. Asuransi Kendaraan Bermotor 
Asuransi Kendaraan Bermotor adalah produk asuransi kerugian yang melindungi 
Tertanggung dari resiko kerugian yang mungkin timbul sehubungan dengan kepemilikan dan 
pemakaian kendaraan bermotor. 
Dalam polis Standar Asuransi Kendaraan Bermotor, terdapat mengenai : 
1. Resiko dalam Asuransi Kendaraan Bermotor : 
 A. Resiko yang dijamin Asuransi Kendaraan Bermotor 
 - Kerugian atau kerusakan Kendaraan Bermotor ini resiko yang dipertanggungjawabkan 
 disebabkan : 
 a. Tabrakan, benturan, terbalik, tergelincir dari jalan, termasuk juga akibat dari 
kesalahan material, konstruksi, cacat sendiri atau sebab-sebab lainnya dari 
 kendaraan yang bersangkutan; 
 b. Perbuatan jahat orang lain; 
 c. Pencurian, termasuk pencurian yang didahului atau disertai atau diikuti dengan 
 kekerasan ataupun ancaman dengan kekerasan kepada orang dan kendaraan 
 bermotor yang diasuransikan dengan tujuan mempermudah pencurian kendaraan 
 bermotor atau alat perlengkapan kendaraan bermotor yang diasuransikan dalam 
 polis ini; 
 d. Kebakaran termasuk kebakaran benda atau kendaraan bermotor lain yang 
 berdekatan atau tempat penyimpanan kendaraan bermotor yang diasuransikan, atau 
 karena air dan atau alat-alat lain yang dipergunakan untuk menahan atau 
 memadamkan kebakaran, demikian juga karena dimusnahkannya seluruh atau 
 sebagian kendaraan bermotor yang diasuransikan atas perintah yang berwenang 
 dalam upaya pencegahan menjalarnya kebakaran itu; 
 e. Sambaran Petir; 
 f. Kerugian atau kerusakan yang disebabkan oleh peristiwa-peristiwa yang tersebut 
 dalam butir 1 dan sebab-sebab lainnya selama penyeberangan dengan feri atau alat 
 penyeberangan resmi lain yang berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal 
 Perhubungan Darat; 
 g. Kerusakan roda bila kerusakan tersebut mengakibatkan pula kerusakan kendaraan 
 bermotor itu yang disebabkan oleh kecelakaan; 
 h. Biaya yang wajar yang dikeluarkan Tertanggung untuk penjagaan atau 
 pengangkutan ke bengkel atau tempat lain guna menghindari atau mengurangi 
 kerugian maksimum 0,5% dari jumlah Pertanggungan; 
 - Penanggung memberikan penggantian kepada Tertanggung atas : 
 Tanggung gugat yaitu tanggung jawab hukum Tertanggung terhadap pihak ketiga 
 berkaitan dengan penggunaan kendaraan bermotor yang dipertanggungkan. Dalam hal 
 ini Penanggung akan memberikan penggantian kepada Tertanggung atas suatu 
 kerugian yang diderita pihak ketiga yang secara langsung disebabkan oleh kendaraan 
 bermotor yang dipertanggungkan, baik yang diselesaikan melalui musyawarah maupun 
 melalui pengadilan, yang kedua-duanya harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu 
 dari Penanggung, setinggi-tingginya sejumlah yang tercantum dalam ikhtisar 
 pertanggungan, yang meliputi : 
 a. Kerusakan atas harta benda milik atau dalam pengawasan Tertanggung, diangkut,  dimuat, atau dibongkar dari kendaraan yang dipertanggungkan; 
 b. Kerusakan jalan, jembatan dan lain-lain akibat getaran, berat kendaraan atau 
 muatannya; 
 c. Cedera badan atau kematian terhadap : 
 1. Penumpang di dalam kendaraan bermotor yang dipertanggungkan; 
 2. Tertanggung, suami atau istri dan anak, bila Tertanggung adalah perorangan; 
 3. Pemegang saham atau pengurus, jika Tertanggung adalah CV; 
 4. Orang yang bekerja pada Tertanggung dengan imbalan jasa; 
 5. Orang yang tinggal bersama Tertanggung; 
 6. Hewan milik atau dalam pengawasan Tertanggung. 
 B. Resiko yang tidak dijamin Asuransi Kendaraan Bermotor 
 1. Kehilangan keuntungan atau upah atau kerugian keuangan akibat tidak dapat 
 dipergunakannya kendaraan tersebut; 
 2. Kerusakan atau kehilangan peralatan non-standar yang tidak disebutkan dalam polis; 
 3. Kerusakan atau kehilangan kendaraan bermotor akibat penggelapan; 
 4. Kerugian atau kerusakan kendaraan bermotor akibat perbuatan jahat Tertanggung 
 (suami atau istri, anak, karyawan atau seizin Tertanggung); 
 5. Kerugian atau kerusakan akibat menarik kendaraan lain, racing, pawai, untuk 
 kejahatan atau maksud lain dari yang ditetapkan dalam polis; 
 6. Barang-barang yang sedang dimuat, dibongkar di kendaraan tersebut; 
 7. Reaksi atau radiasi nuklir. 
 C. Jaminan Tambahan atau Perluasan Resiko 
 Yang dimaksudkan dengan jaminan tambahan atau jaminan perluasan resiko adalah 
 jaminan perluasan resiko-resiko atau bahaya yang diperkecualikan dalam Polis Standar 
 Kendaraan Bermotor Indonesia, akan tetapi resiko-resiko tersebut bisa dijamin apabila 
 dinyatakan secara tegas di dalam polis. Akan tetapi tidak semua polis yang dikecualikan 
 tersebut dapat dijamin dengan penegasan dalam polis tersebut. 
 Berikut ini resiko yang dikecualikan akan tetapi bisa dijamin apabila dinyatakan secara 
 tegas di dalam polis, yaitu : 
 1. Third Party Liability (tanggung jawab kepada pihak ketiga) : 
 - Tanggung gugat atau tanggung jawab Tertanggung terhadap suatu kerugian yang 
 diderita oleh pihak ketiga yang secara langsung disebabkan oleh kendaraanbermotor yang dipertanggungkan, setinggi-tingginya sesuai dengan jumlah atau 
 limit yang telah ditentukan, meliputi, kerusakan atas harta benda pihak ketiga 
 (misalnya : mobil, rumah, pagar, dan lain-lain) dari cedera badan atau kematian. 
 - Biaya perkara atau biaya bantuan para ahli yang berkaitan dengan tanggung gugat 
 Tertanggung. 
 2. Jaminan Huru Hara yang di pasar dikenal dengan RSCC (Riot, Strike, and Civil 
 Commotion), RSMD (Riot, Strike, and Malicious Damage). Resiko Kerusuhan dan 
 Huru Hara ini dikecualikan dari Jaminan Polis Standar Kendaraan Bermotor 
 Indonesia Pasal 3 ayat 6.2 dan 6.3 dan menggunakan klausul 41. B Dewan Asuransi 
 Indonesia yang memberikan jaminan Huru Hara terluas. Resiko yang dijamin dan 
 pengertiannya dapat dilihat pada Klausul atau Endorsemen Huru Hara. 
 3. Jaminan Kecelakaan Diri terhadap sopir atau Penumpang Kendaraan Bermotor yang 
 dipertanggungkan. Untuk perluasan ini, pada polis dilekatkan “Klausul Kecelakaan 
 Diri terhadap Penumpang Kendaraan Bermotor Beroda Empat”. Dengan adanya 
 perluasan ini, maka Jaminan Polis mencakup juga cedera badan atau kematian 
 terhadap penumpang di dalam kendaraan bermotor yangs secara langsung disebabkan 
 oleh kecelakaan kendaraan bermotor yang dipertanggungkan tersebut. 
 4. Gempa Bumi, Letusan Gunung Berapi, Banjir. Jika jaminan diperlus dengan resiko 
 tersebut di atas, maka pada polis harus dilekatkan dalam klausul. Tanggung jawab 
 hukum Tertanggung terhadap penumpang kendaraan bermotor yang 
 dipertanggungkan (Passenger Legal Liability). Semua jaminan tambahan tersebut di 
 atas merupakan perluasan dari Kondisi Comprehensive Pertanggungan Total Loss 
 hanya dapat diperluas dengan Jaminan Huru Hara. Jaminan ini hampir tidak pernah 
 dijual. 
2. Syarat-syarat Pertanggungan 
 a. Pembayaran Premi; 
 Premi harus dibayar lunas saat persetujuan pertanggungan ditutup, kecuali bila atas 
 persetujuan kedua belah pihak ditentukan lain. Jika premi tidak dibayar dalam waktu 
 10 hari kerja terhitung mulai tanggal permulaan pertanggungan atau tanggal 
 perpanjangan pertanggungan, maka berlakunya pertanggungan ini dapat ditunda oleh 
 penanggung tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. 
 b. Wilayah berlakunya asuransi kendaraan bermotor; 
 c. Pemberitahuan Tertanggung wajib melakukan pemberitahuan tentang terjadinya pencurian atau 
 kecelakaan selambat-lambatnya 3 hari kerja setelah kejadian. Pemberitahuan 
 dilakukan secara tertulis atau lisan yang disertai dengan surat pernyataan lisan. Untuk 
 pencurian, harus ada surat keterangan dari polisi setempat dan polisi daerah untuk 
 kerugian total. 
 d. Tuntutan pihak ketiga 
 1. Tertanggung wajib memberitahukan kepada Penanggung adanya tuntutan dari pihak 
 ketiga tersebut. 
 2. Tertanggung harus segera menyerahkan dokumen yang ada hubungannya dengan 
 pihak tersebut. 
 3. Tertanggung menguasakan kepada Penanggung untuk mengurus tuntutan ganti rugi 
 pihak ketiga dan apabila diperlukan Tertanggung diwajibkan memberikan surat kuasa 
 kepada Penanggung. 
 4. Tertanggung menguasakan kepada Penanggung untuk mengurus tuntutan ganti rugi 
 pihak ketiga dan apabila diperlukan Tertanggung diwajibkan memberikan surat kuasa 
 kepada Penanggung. 
 e. Tuntutan Pidana kepada Tertanggung 
 Apabila tuntutan pihak ketiga yang dirugikan karena kendaraan bermotor yang 
 dipertanggungkan adalah berupa tuntutan pidana terhadap Tertanggung, maka 
 Tertanggung diwajibkan memberitahukan tuntutan tersebut kepada Penanggung. 
 f. Ganti Rugi 
 Penanggung akan memberikan ganti rugi kepada Tertanggung atas kerusakan atau 
 kehilangan kendaraan bermotor yang dipertanggungkan berdasar harga sebenarnya 
 sesaat sebelum terjadinya kerusakan atau kehilangan tersebut, bila atas tuntutan pihak 
 ketiga setinggi-tingginya sebesar jumlah yang disetujui dikurangi besarnya resiko 
 sendiri yang tercantum dalam ikhtisar pertanggungannya. 
 g. Kerugian Total 
 Kerusakan atau kerugian yang biaya perbaikannya sama dengan atau lebih dari 75% dari 
 harga sebenarnya. 
 h. Ganti Rugi Pertanggungan Rangkap 
 Menyimpang dari Pasal 277 ayat 1 KUHD, maka bila terjadi kerugian atas kendaraan 
 bermotor yang dipertanggung jawabkan kepada lebih dari satu Penanggung, dimana 
 jumlah pertanggungan lebih dari harga kendaraan bermotor yang bersangkutan, maka 
 jumlah yang dipertanggungkan untuk masing-masing Penanggung seimbang dengan  nilai pertanggungan terhadap harga yang sebenarnya, demikian pula ganti rugi yang 
 menjadi kewajiban dari masing-masing Penanggung. 
 Ketentuan tersebut di atas tetap dijalankan, walau segala pertanggungan yang dimaksud 
 dibuat dengan beberapa polis dan pada hari yang berlainan, yang tanggalnya lebih 
 dahulu dan tidak berisi ketentuan tersebut. Saat terjadi kerusakan atau kerugian atas 
 kendaraan bermotor yang dipertanggunggkan, maka atas permintaan Penanggung, 
 Tertanggung wajib memberitahukan secara tertulis segala perbuatan lain yang berlaku 
 atas kendaraan bermotor yang sama pada saat terjadinya kerugian atau kerusakan. 
3. Proses Pengajuan dan Penyelesaian Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor 
 Tuntutan ganti kerugian oleh Tertanggung kepada Penanggung disebut dengan klaim. Hal 
 ini terjadi dikarenakan tuntutan terhadap hak yang timbulnya disebabkan karena adanya 
 Perjanjian Asuransi yang telah berakhir. Adapun Prosedur pengajuan klaim adalah : 
 a. Memberikan Laporan kepada Perusahaan Asuransi; 
 b. Mendapatkan Persetujuan dari Perusahaan Asuransi. 
4. Hal-Hal yang perlu dibawa : 
 a. Nomor Polis Asuransi; 
 b. Tempat Kejadian; 
 c. Nama Pemilik Polis; 
 d. Kerugian Benda; 
 e. Merek Kendaraan; 
 f. Nomor Polis Kendaraan terjadinya kecelakaan;
 g. Tanggal terjadinya kerugian. 
 
5. Dokumen-Dokumen Klaim yang diperlukan : 
 a. Formulir Klaim; 
 b. Foto Copy Polis Asuransi; 
 c. Foto Copy SIM dan STNK; 
 d. Surat Keterangan Polisi Setempat (BAP) untuk klaim kendaraan jika kehilangan 
 perlengkapan standart atau non standart maupun kehilangan kendaraan dan juga 
 kerusakan berat pada kendaraan. 
 e. STNK asli (khusus kehilangan kendaraan atau kerusakan total); 
 f. Kunci Kontak kendaraan min (khusus kehilangan kendaraan atau kerusakan total); 
 g. Surat Keterangan KADIT RESERSE POLDA (khusus kehilangan kendaraan atau 
 kerusakan total); 
 h. BPKB asli dan faktur (khusus kehilangan kendaraan atau kerusakan total); 
 i. Blanko kwitansi kosong rangkap tiga (khusus kehilangan kendaraan atau kerusakan 
 total); 
 j. Pemblokiran STNK (khusus kehilangan kendaraan atau kerusakan total); 
 k. Surat Keterangan polisi setempat (BAP) (Tanggung Jawab terhadap Pihak Ketiga); 
 l. Foto Copy STNK dan SIM dari pihak ketiga (Tanggung Jawab terhadap Pihak Ketiga); 
 m.Surat Tuntutan dari Pihak ketiga yang ditandatangani di atas (Tanggung Jawab terhadap 
 Pihak Ketiga); 
 n. Foto Kerugian materi dari pihak ketiga (Tanggung Jawab terhadap Pihak Ketiga); 
6. Premi 
 Pengaturan taris premi untuk asuransi kendaraan bermotor diatur dalam Peraturan Menteri 
 Keuangan (PMK) No. 74 / PMK.010 / 2007 Pasal 2 ayat 2 Tentang Penyelenggaraan 
 Pertanggungan Asuransi pada Lini Usaha Asuransi Kendaraan Bermotor. Ketentuan ini 
 memberikan petunjuk mengenai unsur-unsur yang diperlukan dalam penetapan premi 
 murni, biaya administrasi dan umum, biaya akuisisi dan keuntungan yang wajar : 
 a. Penetapan unsur premi murni dilakukan berdasarkan perhitungan yang didukung dengan 
 data profil resiko dan kerugian untuk periode paling singkat 5 tahun; 
 b. Penetapan unsur biaya administrasi dan biaya umum lainnya dilakukan berdasarkan 
 perhitungan yang didukung dengan data biaya administrasi dan biaya umum lainnya 
 yang menjadi Bagian Lini Usaha Asuransi Kendaraan Bermotor untuk periode paling 
 singkat 5 tahun; 
 c. Penetapan unsur biaya akuisisi dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai biaya 
 akuisisi sebagaimana dimaksdu dalam Peraturan Menteri Keuangan ini. Penetapan unsur 
 ketentuan yang wajar. 
Selain mengatur mengenai penetapan tarif premi, ketentuan ini juga mengatur mengenai tarif 
referensi yang dapat dipergunakan oleh perusahaan yang belum memiliki basis data yang 
mencukupi sesuai dengan ketentuan Pasal 2. Penetapan tarif dibagi atas 6 kategori uang 
pertanggungan, 2 jenis kendaraan untuk jenis pertanggungan Total Loss Only (TLO) dan 
pertanggungan Comprehensive. 
7. Berakhirnya Pertanggungan 
 a. Pembatalan Polis 
 Baik Tertanggung maupun Tertanggung dapay sewaktu-waktu menghentikan asuransi 
 tanpa memberitahukan alasannya. Pemberitahuan penghentian demikian dilakukan 
 secara tertulis yang dikirim melalui pos tercatat oleh pihak yang menghendaki 
 pembatalan. Penanggung bebas dari pertanggungan 3 hari kerja terhitung tanggal 
 pengiriman Pk. 12.00 WIB. 
 b. Peralihan hak pemilik 
 Terjadi peristiwa yang mengakibatkan perpindahan hak, terhitung batal 10 hari sejak 
 perpindahan. 
 c. Kerugian Total 
 Kerugian Total hingga obyeknya tidak ada lagi. 
 d. Berakhirnya jangka waktu 
 Jangka waktu asuransi menurut polis berakhir. 
G. Asuransi Tanggung Jawab 
 1. Asuransi dan Tanggung Jawab 
 Tertanggung sebagai pihak mempunyai kepentingan tertentu dalam kegiatan usaha atau 
 hubungan dengan pihak lain dalam masyarakat. Kepentingan yang dimaksud adalah 
 tanggung jawab akibat perbuatannya terhadap pihak ketiga, misalnya perbuatan yang 
 merugikan orang lain atau perbuatan tidak mampu membayar hutang. 
 2. Polis Asuransi Tanggung Jawab 
 Asuransi tidak diatur dalam KUHD sehingga dasarnya adalah polis yang dibuat oleh 
 kedua belah pihak. 
 3. Objek Asuransi Tanggung Jawab 
 Tanggung Jawab Tertanggung kepada Pihak Ketiga. 
 4. Evenemen 
 Perbuatan Melawan Hukum dari Tertanggung. 
 
H. Asuransi Kredit 
 1. Tertanggung, obyek Pertanggungan 
 Tertanggung adalah pemberi kredit (Bank dan Lembaga Keuangan lainnya) dan yang 
 ditanggung oleh Penanggung adalah resiko kredit di mana tidak diperolehnya kembali 
 kredit kepada para nasabahnya. 
 2. Tujuan Asuransi Kredit22
 
 a. Melindungi pemberi kredit dari kemungkinan tidak diperolehnya kembali kredit yang 
 diberikan kepada para nasabahnya; 
 b. Membantu kegiatan, pengarahan, dan kemanan Perkreditan baik kredit Perbankan 
 maupun kredit lainya diluar Perbankan.
 3. Kriteria Kredit yang dapat dipertanggungkan : 
 a. Berdasarkan norma-norma perkreditan yang sehat, wajar, dan berlaku umum; 
 b. Sesuai dengan manual pemberian kredit yang sesuai Surat Edaran Bank Indonesia; 
 c. Debitor memiliki usaha yang tidak bertentangan dengan hukum dan ditentukan oleh 
 pihak yang berwenang; 
 d. Debitor tidak dalam proses atau sudah pailit atau bubar demi hukum; 
 e. Debitor tidak memiliki tunggakan kredit yang masuk ke dalam kualitas kredit 
 diragukan; 
 f. Memiliki sektor ekonomi sama (kredit berkelompok) 
 g. Ditinjau dari aspek manajemen, pemasaran, pembelanjaan, dari aspek teknis, usaha 
 tersebut memerlukan pengelolaan yang terkait satu dengan lainya. 
 4. Syarat-syarat Pengajuan Asuransi Kredit 
 a. Perjanjian kerjasama atau suatu kesepakatan bersama antara Perusahaan Asuransi 
 sebagai Penanggung dan Bank Umum atau Lembaga Pembiayaan Keuangan sebagai 
 Tertanggung; 
 b. Akta Perusahaan debitor, company profile debitor, laporan keuangan debitor 3 tahun 
 terakhir; 
 c. Fotokopi atau tembusan permohonan kredit dan Debitor ke Bank Umum atau 
 Lembaga Pembiayaan Keuangan, memorandum persetujuan kredit dari Bank Umum 
 atau Lembaga Pembiayaan Keuangan. 
 5. Resiko pada Asuransi Kredit 
 a. Debitor tidak melunasi kredit pada saat jatuh tempo dengan ketentuan usaha debitor 
 tidak berjalan lagi; 
 b. Debitor dalam keadaan insolvent, dinyatakan pailit atau dilikuidasi atau Debitor di 
 bawah pengampuan; 
 c. Debitor melarikan diri / menghilang / tidak diketahui alamatnya; 
 d. Terjadinya penarikan kembali kredit sebelum jangka waktu kredit berakhir, yaitu 
khusus untuk kredit dengan jangka waktu lebih dari dua tahun, dengan syarat bahwa 
 penarikan kembali kredit tersebut memenuhi salah satu ketentuan berikut : 
 - mencegah atau mengurangi terjadi kerugian yang lebih besar apabila kredit tersebut 
 dilanjutnya; 
 - disebabkan adanya ketidaksesuaian atau penyimpangan yang dilakukan debitor atas 
 ketentuan-ketentuan dalam perjanjian kredit; 
 e. Resiko lainnya yang disepakati 
 6. Resiko yang tidak dijamin : 
 a. Reaksi nuklir, sentuhan radioaktif, radiasi, dan reaksi inti atom yang secara langsung 
 atau tidak langsung mempengaruhi kegagalan usaha debitor bank; 
 b. Kerugian yang diderita Debitor disebabkan oleh resiko-resiko yang wajib ditutup 
 pertanggungannya dalam asuransi dengan nilai penuh, atau minimal sama dengan 
 pokok kreditnya; 
 c. Terjadinya salah satu resiko politik yang secara langsung maupun tidak langsung 
 mempengaruhi dan mengakibatkan Debitor Bank tidak mampu melunasi kreditnya; 
 d. Bencana alam; 
 e. Akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh Bank Umum atau Lembaga 
 Pembiayaan Keuangan. 

1. Pengertian Asuransi Jiwa 
 Pasal 1.6 UU no. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian menyatakan bahwa Usaha 
 Asuransi Jiwa adalah usaha yang menyelenggarakan jasa penanggulangan risiko yang 
 memberikan pembayaran kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak 
 dalam hal tertanggung meninggal dunia atau tetap hidup atau pembayaran lain kepada 
 pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur 
 dalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan dan / atau berdasarkan hasil pengelolaan 
 dana. 
2. Obyek Asuransi Jiwa 
 Pasal 302 KUHD : Jiwa seseorang dapat diasuransikan untuk keperluan orang yang 
 berkepentingan baik untuk selama hidupnya maupun untuk waktu yang ditentukan dalam 
 perjanjian. 
3. Asuransi Jiwa untuk Pihak Ketiga 
 Pasal 303 KUHD : Orang yang berkepentingan dapat mengadakan asuransi itu bahkan 
 tanpa diketahui atau persetujuan orang yang diasuransikan jiwanya. 
4. Bentuk dan Isi Polis : 
 a. Hari diadakan asuransi; 
 b. Nama Tertanggung; 
 c. Nama orang yang jiwanya diasuransikan; 
 d. Saat mulai dan berakhirnya evenemen; 
 e. Jumlah asuransi; 
 f. Premi Asuransi. 
 Akan tetapi, mengenai rancangan jumlah dan penentuan syarat-syarat asuransi sama sekali 
 bergantung pada persetujuan kedua belah pihak (Pasal 305 KUHD) 
5. Para Pihak : Penanggung, Tertanggung, dan Penikmat 
 Penanggung adalah pihak yang menanggung beban risiko sebagai imbalan premi yang 
 diterimanya dari tertanggung. Jika terjadi evenemen yang menjadi beban penanggung, 
 maka penanggung berkewajiban mengganti kerugian. Dalam asuransi jiwa, jika terjadi 
 evenemen matinya tertanggung, maka penanggung wajib membayar uang santunan, atau 
 jika berakhirnya jangka waktu asuransi tanpa terjadi evenemen, maka penanggung wajib 
 membayar sejumlah uang pengembalian kepada tertanggung. Penanggung adalah 
 Perusahaan Asuransi Jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang 
 dikaitkan dengan hidup atau matinya seseorang yang diasuransikan. 
 Asuransi dapat juga diadakan untuk kepentingan pihak ketiga dan harus dicantumkan 
 dalam polis. Menurut teori kepentingan pihak ketiga dalam asuransi jiwa, pihak ketiga 
 yang berkepentingan itu disebut penikmat. Penikmat ini dapat berupa orang yang ditunjuk 
 oleh tertanggung atau ahli waris tertanggung. Munculnya penikmat apabila evenemen yang 
 terjadi adalah meninggalnya tertanggung, sehingga yang mendapatkan santunan pihak 
 ketiga, akan tetapi jika berakhir tanpa meninggalnya tertanggung, maka yang menikmati 
 tetap tertanggung. 
 
6. Prinsip Asuransi Jiwa 
 Prinsip-prinsip yang harus dipenuhi dalam Asuransi Jiwa adalah 
 a. Prinsip kerjasama yaitu terselenggaranya jasa asuransi merupakan bentuk kerjasama 
 antara pihak tertanggung ( nasabah) dan pihak penanggung (perusahaan asuransi) untuk 
 meminimalkan terjadinya resiko kerugian yang diakibatkan kematian, hari tua, dan 
 kecelakaan. 
 b. Prinsip aktuaria yaitu terdapatnya hubungan hak dan kewajiban yang dinyatakan dalam 
 besaran jumlah iuran (premi) dengan jumlah uang Asuransi (benefit) yang diatur dengan 
 perjanjian tertentu oleh pihak tertanggung dan pihak penanggung. 
7. Evenemen 
 Jiwa tertanggung. 
8. Asuransi Jiwa Berakhir 
 a. Terjadi Evenemen; 
 Satu-satunya evenemen adalah meninggalnya tertanggung. 
 b. Jangka waktu berakhir;
Jangka waktu habis meskipun tidak terjadi evenemen, risiko penanggung berakhir. 
 c. Asuransi gugur; 
 Tertanggung sudah meninggal saat perjanjian asuransi dibuat (Pasal 306 KUHD) dan 
 meninggalnya tertanggung karena bunuh diri atau dikenai hukuman mati. (Pasal 307 
 KUHD), AIDS, penyakit kritis di tahun pertama ikut asuransi, force majeure (perang, huru- 
 hara, bencana alam). 
 d. Asuransi dibatalkan 
 Tertanggung membatalkan atau tidak membayar premi. 
9. Alasan klaim tidak terbayar 
 a. Ketidak jujuran nasabah 
 Sebelum seseorang memiliki produk Asuransi Jiwa, ia lebih dahulu harus mengisi Surat 
 Permohonan Asuransi. Dalam Surat Permohonan tewrdapat pertanyaan-pertanyaan yang 
 harus dijawab oleh seorang calon nasabah, dan dari jawaban-jawaban itulah Perusahaan 
 Asuransi akan melihat apakah akan memberikan perlindungan Asuransi Jiwa kepada 
 Anda atau tidak. Nah, saat mengisi surat permohonan inilah seringkali calon nasabah 
 tidak memberikan jawaban yang benar. Misalnya, dalam Surat Permohonan terdapat 
 pertanyaan tentang apakah Anda pernah dirawat di Rumah Sakit dalam dua tahun 
 terakhir. Jika anda menjawab tidak padahal pernah dirawat di Rumah Sakit enam bulan 
 lalu , maka bila terjadi kematian pada anda dan perusahaan Asuransi (PA) menemukan 
 bahwa penyebab kematian anda adalah karena adanya penyakit yang pernah membuat 
 anda masuk Rumah Sakit sekitar enam bulan lalu, dalam hal ini Perusahaan Asuransi 
 tidak akan membayar Pertanggungan yang mereka janjikan. 
 b. Nasabah terlalu lama mengajukan klaim 
 Umumnya, PA menetapkan batasan waktu pengajuan klaim asuransi. Biasanya , batasan 
 waktu yang ditetapkan adalah tiga bulan. Repotnya, nasabah seringkali mengajukan 
 klaim di luar batas waktu tersebut sehingga PA sulit memenuhinya. Sebagai contoh, 
 seseorang mengikuti sebuah program Asuransi jiwa dengan anak sebagai ahli warisnya. 
 Bila terjadi kematian pada orang tersebut, maka anaknya hanya bisa mendapatkan 
 manfaat asuransi yang dijanjikan apabila pengajuan klaim anaknya masih berada dalam 
 batas waktu tiga bulan setelah kematian tersebut. Jika tidak, perusahaan asuransi 
 mungkin tidak mau memberikan manfaat yang mereka janjikan. Lama batasan waktu 
 yang diberikan oleh perusahaan Asuransi bisa dibaca dari polis asuransi yang kita ikuti. 
 Jika dikemudian hari terjadi kematian, tertanggung harus segera mengajukan klaim. 
c. Syarat-syarat saat pengajuan klaim kurang lengkap perusahaan asuransi. 
 PA biasanya meminta sejumlah persyaratan saat pengajuan klaim apabila betul terjadi 
 risiko kematian pada orang yang ditanggung. Persyaratan –persyaratan yang diperlukan itu 
 sering tidak dipenuhi atau dilengkapi oleh ahli waris nasabah yang bersangkutan, sehingga 
 perusahaan Asuransi tidak bisa langsung membayar klaim. Persyaratan-persyaratan yang 
 bisa diminta misalnya kematian adalah: 
 a. Surat keterangan Kematian dari RT/RW setempat; 
 b. Surat keterangan Kecelakaan dari Kepolisian (jika kematian terjadi karena kecelakaan); 
 c. Surat keterangan dari rumah sakit (jika kematian terjadi di Rumah sakit) dimana surat itu 
 ditandatangani oleh dokter yang bersangkutan; 
 d. Mengisi formulir Pengajuan Klaim yang diterbitkan oleh perusahaan asuransi; 
 e. Fotocopy Identitas Diri Ahli waris, bila terjadi resiko kematian, jangan lupa memenuhi 
 semua persyaratan yang diminta oleh perusahaan asuransi. 
d. Tidak dibayarnya premi oleh nasabah dalam jangka waktu yang sudah ditentukan 
 Jika tertanggung tidak membayar premi sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan, bisa 
 saja Polis Asuransi menjadi tidak berlaku lagi. Ini berarti tertanggung tidak lagi dilindungi 
 asuransi. Biasanya nasabah rajin membayar premi pada awal, tetapi pada suatu saat 
 tertentu, premi tidak lagi dibayar, bahkan hingga batas waktu tertentu. Dalam hal ini 
 nasabah harus membaca atau mengetahui peraturan pembayaran premi pada perusahaan 
 Asuransi dimana yang bersangkutan menjadi nasabahnya jangan sampai Polis Asuransi 
 menjadi tidak berlaku karena nasabah tidak jelas mengenai peraturannya atau tidak tertib 
 membayar premi. 
 Contoh : 
 1) Premi dari asuransi ini adalah premi tahunan dan dengan persetujuan 
 Bumiputera dapat diangsur secara triwulanan, setengah tahunan , premi tunggal atau 
 premi sekaligus berdasarkan premi tahunan. 
 2) Premi sekaligus berdasarkan premi tahunan adalah premi yang dibayar berdasarkan 
 Premi Tahunan yang akan diperhitungkan untuk membayar Premi tahunan pada saat 
 jatuh tempo 
 Bagian dari premi sekaligus berdasarkan premi tahunan yang belum diperhitungkan 
 sebagai premi tahunan disebut Premi Deposit. Masa leluasa pembayaran premi (grace 
 periode) : 30 (tiga puluh hari) terhitung sejak tanggal jatuh tempo, atau 1(satu) bulan 
 kalender. premi asuransi jiwa (Asuransi Bumiputera). 






1. Pengertian Asuransi Kesehatan Sosial (Jaminan Kesehatan Nasional) 
 a. Pasal 1.3 UU No. 40 Tahun 2004 : Asuransi Sosial merupakan mekanisme pengumpulan 
 iuran yang bersifat wajib dari peserta guna memberikan perlindungan kepada peserta 
 atas risiko sosial ekonomi yang menimpa mereka dan atau keluarganya. 
 b. Pasal 1.2 UU No. 40 Tahun 2004 : Sistem Jaminan Sosial Nasional : adalah suatu tata 
 cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh badan penyelenggara jaminan sosial. 
 c. Pasal 1.1. UU No. 40 Tahun 2004 : Jaminan sosial adalah salah satu bentuk 
 perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan 
 dasar hidupnya yang layak. 
Dengan demikian Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia 
merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yang diselenggarakan 
melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib berdasarkan UU no 40 
Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya agar semua penduduk 
Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan 
dasar kesehatan masyarakat yang layak. 
2. Perbedaan Asuransi Sosial dan Asuransi Komersial
Asuransi Sosial Asuransi Komersial 
Kepesertaan bersifat wajib Kepesertaan Sukarela 
Non profit Profit 
Manfaat Komprehensif Manfaat sesuai dengan yang dibayarkan 
3. Kepesertaan 
Beberapa pengertian : 
a. Peserta : adalah setiap orang termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di 
 Indonesia yang telah membayar iuran, yang meliputi : 
 - Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan 
 orang yang tidak mampu. 
 - Peserta bukan Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) tidak tergolong tergolong fakir 
 miskin dan orang yang tidak mampu. 
b. Pekerja : setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam 
 bentuk lain dan juga anggota keluarga Pekerja. Pekerja digolongkan sebagai pekerja 
 penerima upah dan bukan penerima upah. 
c. Pemberi kerja : orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya yang 
 mempekerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai 
 negeri dengan membayar gaji, upah atau imbalan dalam bentuk lainnya. 
 
4. Prosedur Pendaftaran Peserta 
 a. Pemerintah mendaftarkan PBI JKN sebagai Peserta kepada BPJS; 
 b. Pemberi Kerja mendaftarkan pekerjanya atau pekerja mendaftarkan diri dan keluarganya 
 sebagai peserta BPJS. 
 c. Bukan pekerja dan peserta lainnya wajib mendaftarkan diri. 
5. Hak dan Kewajiban Peserta : 
 a. Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berhak mendapatkan : 
 - Identitas Peserta dan 
 - Manfaat pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS 
 Kesehatan 
 b. Setiap peserta yang terdaftar wajib : 
 - Membayar iuran 
 - Melaporkan data kepesertaannya kepada BPJS Kesehatan dengan menunjukan 
 identitas Peserta pada saat pindah domisili atau pindah kerja. 
Kepesertaan akan dilakukan secara bertahap, pada tangal 1 Januari 2014 akan dimulai dengan 
PBI Jaminan Kesehatan, Anggota TNI/PNS, Anggota Polri/PNS, Peserta Asuransi PT. 
ASKES dan keluarganya, Peserta Asuransi PT. Jamsostek dan keluarganya serta tahap kedua 
tahun 2015 semua Pekerja Penerima Upah, dan tahap ketiga semua yang belum mendaftar 
pada tahun 2019 diharapkan semua telah terdaftar sebagai peserta. 
6. Masa Berlaku Kepesertaan 
 a. Peserta membayar iuran sesua dengan kelompok peserta; 
 b. Status kepesertaan hilang karena peserta tidak membayar iuran atau meninggal dunia; 
 c. Ketentuan diatas akan diatur lebih lanjut. 7. Pembayaran Iuran 
 a. Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh 
 peserta, pemberi kerja, dan atau pemerintah untuk program Jaminan Kesehatan (Pasal 16 
 Perpres No. 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan). 
 b. Pembayar Iuran 
 - Peserta PBI dibayar oleh Pemerintah; 
 - Peserta Pekerja Penerima Upah akan dibayar oleh Pemberi Kerja dan Pekerja; 
 - Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dibayar oleh Peserta yang bersangkutan. 
8. Pembayaran oleh BPJS Kesehatan 
 Pembayar fasilitas kesehatan wajib dilakukan BPJS paling lambat 15 hari sejak dokumen 
 diberikan kepada peserata setelah dokumen diterima lengkap dengan standar tarif yang 
 disepakati oleh Menteri kesehatan dan berdasarkan kesepakatan BPJS dan asosiasi fasilitas 
 kesehatan. 
 
9. Macam Jaminan Kesehatan Nasional 
 a. Jaminan Kecelakaan Kerja : PP No. 14 Tahun 1993 dan PP No. 44 Tahun 2015; 
 b. Jaminan Hari Tua : PP No. 14 Tahun 1993 dan PP No. 44 Tahun 2015; 
 c. Jaminan Kematian : PP No. 14 Tahun 1993 dan PP No. 44 Tahun 2015; 
 d. Jaminan Pensiun : UU No. 24 Tahun 2011 dan PP No. 45 Tahun 2015. 







1. Alasan Asuransi Syariah 
 Penduduk Indonesia yang mayoritas beragama islam, menganggap pelaksanaan ausuransi 
 konvensional yang sudah ada kini tidak sesuaid engan prinsip syariah karena mengandung 
 unsur ketidakjelasan (gharar), unsur penjudian (maisir), unsur bunga (riba). Adapun 
 asuransi syariah bersumber dari Alqur’an, Hadist, Ijma (Ijthihad) 
2. Dasar Hukum Asuransi Syariah : 
 a. Pasal 1 ayat 1 Fatwa Dewan yariah Nasional MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001 adalah 
 usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang / pihak melalui 
 investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru yang memberikan pola pengembalian 
 untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah; 
 b. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 424.KMK.06/2003 Tentang 
 Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi; 
 c. Keputusan Menteri Keuangaan Republik Indonesia No. 426/KMK.06/2003 Tentnag 
 Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Reasuransi; 
 d. Keputusan Dirjen Lembaga Keuangan No. Kep. 4499/LK/2000 Tentang Jenis, 
 Penilaian, dan Pembatasan Reasuransi dengan sistem syariah. 
3. Penyelenggaraan asuransi syariah 
 a. Pembuatan akad 
 Perjanjian yang digunakan adalah perjanjian tolong menolong (akad takaful) atau 
 perjanjian kebaikan (akad tabarru) dan perjanjian bagi hasil (akad mudharabah). 
 Perusahaan asuransi telah menyediakan rekening khusus sebagai dana tolong menolong 
 yang telah diniatkan secara ikhlas oleh peserta pada saat menjadi peserta asuransi. Oleh 
 karena itu ketika pertama kali membayar premi penempatannya dipisah menjadi dua, 
 yaitu pada rekening peserta dan rekening tabarru yang besarnya pada rekening tabarru 
 tergantung usia, sehingga jika ada peserta yang meninggal atau mengambil uang tunai 
 dapat diambil di rekening itu. 
 b. Konsep Bagi Hasil (Akad Mudharabah) 
 Pengatutan penentuan penempatan dana pada pihak ketiga beserta bagi hasil diaturdalam akad (Perjanjian). 
4. Syarat-syarat Pembayaran Klaim : 
 a. Polis asli; 
 b. Mengisi formulir pengajuan klaim; 
 c. Fotokopi identitas diri yang masih berlaku; 
 d. Melampirkan surat pemberitahuan jatuh tempo tahapan khusus; 
 e. Surat keterangan medis dari dokter; 
 f. Khusus yang meninggal, daftar pertanyaan; 
 g. Surat kematian dari pemerintah yang berwenang; 
 h. Surat dari dokter tentang sebab kematian; 
 i. Surat dari kepolisian tentang sebab meninggal (apabila kecelakaan). 
5. Prosedur Pengacuan Klaim 
 a. Melapor kepada Perusahaan Asuransi jika terjadi evenemen, jika meninggal paling lama 
 6 bulan. 
 b. Mengisi pengajuan formuli klaim dan daftar pertanyaan, jika meninggal; 
 c. Dokumen-dokumen pendukung klaim; 
 d. Pembayaran dilakukan di kantor pusat cabang atau kantor perwakilan yang ditunjuk. 





Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen 
UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen memiliki tujuan untuk 
memberdayakan konsumen agar berada di posisi yang setara dan seimbang serta memberi 
kepastian hukum. Terkait dengan hal tersebut dapat dilihat pada Pasal 4 : 
a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan jasa; 
b. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan / 
 atau jasa; 
c. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan / jasa yang digunakan; 
d. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa 
 perlindungan konsumen secara patut; 
e. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; 
f. Hak unuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; 
g. Hak untuk memperoleh kompensasi ganti rugi dan / atau penggantian, apabila barang dan 
 jasa tidak sesuai dengan perjanjian. 
Pasal 4 UU no 8 Tahun 1999 memberi peluang penyelesaian sengketa lainnya bagi 
Tertanggung yang dirugikan untuk menyelesaikan sengketanya di Badan Penyelesaian 
Sengketa Konsumen selain mengajukan gugatan wanprestasi ke Pengadilan Negeri, jangka 
waktu yang lebih cepat (putusan 21 hari, sementara 7 hari sejak tanggal dikeluarkannya 
putusan itu, harus ada pelaksanaan. Selain itu putusannya juga bersifat final dan mengikat, 
juga membuat Tertanggung dapat mengajukan sita eksekutorial ke Pengadilan Negeri, 
manakala hasil putusan tidak dilaksanakan. 
Biro Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI) 
Biro Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI) yang memiliki dua tahap, yaitu: 
a. Mediasi 
 Laporan keluhan yang ditangani BMAI akan ditangani oleh Case Manager. Case 
 Manager akan mengusahakan agar Tertanggung dan Perusahaan Asuransi dapat mencapai 
suatu penyelesaian secara damai dan adil bagi kedua belah pihak. Dalam kasus perselisihan 
 yang umum, Case Manager akan bertindak sebagai mediator 
b. Ajudikasi 
 Bila perselisihan tidak dapat diselesaikan melalui mediasi, kasus perselisihan akan dibawa 
 ke tingkat ajudikasi untuk diputuskan oleh Ajudikator atau Penal Ajudikator yang ditunjuk 
 oleh BMAI 
Lembaga ini hanya memproses sengketa yang terjadi antara pemegang polis dan perusahaan 
asuransi. Klaim maksimal 500 juta untuk asuransi umum dan 300 juta untuk asuransi jiwa 
dan asuransi jaminan sosial, selain itu harus dibawa ada penyelesaian internal terlebih dahulu 
tapi gagal. 
Sengketa yang tidak dapat diselesaikan di BMAI adalah penetapan harga premi, kebijakan 
yang berhubungan dengan suku bunga dan biaya-biaya, standar aktuaria, dan ketentuan yang 
berlaku umum serta terhubung dengan tindak kriminal. 

Related Posts:

  • hukum asuransi 2 kesalahan besar Tertanggung sendiri (Pasal 294 KUHD). Tanpa pembuktian, sesuai Pasal 273 KUHD, Pasal 274 KUHD, dan Pasal … Read More