Home »
wirausaha 1
» wirausaha 1
wirausaha 1
Tak dapat dipungkiri bahwa bahwa modal utama
dalam wirausaha adalah kepercayaan. Apapun jenis
bisnis kita, sangat memerlukan kepercayaan. Kepercayaan
sumbernya dari banyak pihak, dimulai dari kepercayaan
dari dalam diri, kepercayaan dari luar diri, yakni dengan
membangun kepercayaan dengan orang lain, konsumen,
masyarakat, pemerintah, investor, dan lain-lain.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa kunci
sukses berwirausaha terletak pada kemampuan untuk
membangun kepercayaan dalam diri orang lain, namun
tentunya kesuksesan berbekal kepercayaan itu tidak datang
secara tiba-tiba. Butuh waktu untuk menanamkan prinsip
kepercayaan ini .
Dalam berwirausaha, kepercayaan adalah modal
sosial. Modal kepercayaan ini memiliki pengaruh
yang besar terhadap perkembangan kewirausahaan, seperti
meningkatnya kepercayaan masyarakat (konsumen), serta
memudahkan untuk kerjasama dengan pihak ketiga.
menyatakan bahwa modal sosial
dalam bentuk kepercayaan merupakan modal produktif
yang terdiri atas rasa percaya, kemampuan dalam
membangun jaringan kerja serta kepatuhannya terhadap
norma yang berlaku dalam kelompok maupun masyarakat, di mana modal ini memberi keuntungan untuk
mengakses modal lainnya serta memfasilitasi kerjasama
intra dan antar kelompok masyarakat.
Kepercayaan merupakan hubungan sosial yang
dibangun atas dasar rasa percaya dan rasa memiliki
bersama. Rasa percaya (mempercayai) adalah suatu bentuk
keinginan untuk mengambil risiko dalam hubungan
sosial yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain
(orang/pihak lain) akan melakukan sesuatu seperti yang
diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu
pola tindakan yang saling mendukung.
Faktor kepercayaan menjadi sangat penting dalam
iklim bisnis saat ini. Membangun kepercayaan berarti
memelihara hubungan baik yang telah terjalin dengan
konsumen ataupun klien.
Membangun kepercayaan dan kredibilitas tidak bisa
dilakukan dalam sekejap. Untuk memperkuat kepercayaan,
dibutuhkan risiko untuk terbuka dengan masyarakat
dan klien. Ketika kepercayan berimbal-balik, seorang
wirausahawan akan menemukan bahwa keyakinan dengan
pihak lain dihargai dengan dukungan dan dorongan
mereka atas apa yang kita lakukan untuk kelangsungan
bisnis.
Ada beberapa definisi kepercayaan yaitu :
1. Oxford English Dictionary: Kepercayaan adalah
suatu ketergantungan pada beberapa kualitas atau
atribut orang atau benda, atau kebenaran dari
pernyataan.
2. Webster New International Dictionary: Dari
perspektif ekonomi, kepercayaan adalah
“kepercayaan pada kemampuan dan niat pembeli
untuk membayar pada waktu mendatang untuk
barang diberikan tanpa pembayaran saat ini”.
Apabila dielaborasi lebih lanjut dapat dikatakan bahwa
kepercayaan adalah pengambilan resiko kedepan yang
didasarkan pada suatu keyakinan individu (setiap orang
berbeda) untuk bekerja sama untuk mencapai tujuan, tidak
akan saling mengeksploitasi atau menipu dan bisa benarbenar berharap untuk mendapatkan keuntungan dari kerja
sama ini .
Sebagai sebuah konsep, menurut Rotter ,kepercayaan adalah suatu proses ketergantunganhistoris yang didasarkan pada sampel-sampel pengalaman
yang relevan namun terbatas. Pengharapan itu
membutuhkan waktu untuk membentuknya, dibangun
sedikit demi sedikit, dan kemudian terakumulasi.
kepercayaan sebagai suatu pengharapan positif bahwa
pihak lain tidak akan – melalui perkataan, tindakan atau
keputusan – mengambil kesempatan melukai pihak lain
bahwa kepercayaan merujuk
pada suatu pengharapan positif seseorang terhadap
orang lain pada suatu situasi yang melibatkan risiko.
kepercayaan
merupakan keadaan psikologis yang terdiri atas keinginan
untuk menerima suatu keadaan yang tidak menyenangkan
yang didasarkan pada pengharapan positif akan keinginan
atau perilaku pihak lain. Kemudian menurut Mayer et
al , kepercayaan adalah suatu
keinginan dari suatu pihak untuk menerima tindakan yang
tidak menyenangkan dari pihak lain berdasar pada suatu
pengharapan bahwa pihak lain akan melakukan tindakan
tertentu yang sangat penting bagi si pemberi kepercayaan, terlepas dari kemampuan untuk mengawasi atau
mengontrol pihak lain ini . kepercayaan
sebagai suatu keinginan untuk menggantungkan diri
pada suatu otoritas yang didasarkan pada pengharapan
positif akan tindakan dan perhatian otoritas. Meskipun
menggunakan narasi atau formulasi kata dan kalimat yang
beragam, namun dari berbagai definisi ini dapat
disarikan bahwa pada intinya kepercayaan merefleksikan
keinginan atau harapan positif atas pihak lain.
Dalam perspektif sumber daya manusia (SDM),
kepercayaan dimaknai secara agak berbeda, yakni sebagai
suatu ukuran tentang seberapa besar keinginan karyawan
untuk berbagi informasi, bekerja sama satu sama lain, dan
tidak saling mengambil keuntungan , Definisi
ini memberikan nuansa yang relatif berbeda dengan
menekankan unsur berbagi informasi, bekerja sama, dan
sikap tidak saling mangambil keuntungan. Namun, dalam
definisi ini juga terkandung muatan yang sehaluan dengan
definisi-definisi sebelumnya, yakni pada kalimat: “sikap
tidak saling mengambil keuntungan.” Di dalam kalimat
ini, terkandung harapan agar pihak yang satu percaya
pada pihak yang lain. Jadi, intinya sama: keinginan positif
atas pihak lain. bahwa kepercayaan
merupakan suatu konsep dengan berbagai arti. Di
dalam kepercayaan pribadi (personal trust), paling tidak
terdapat tiga macam elemen. Pertama, teori-teori yang
mengasumsikan adanya tingkatan saling ketergantungan
antara pemberi kepercayaan dan yang diberi kepercayaan.
Pengharapan tentang sikap yang dapat dipercaya dari
pihak lain hanya akan menjadi relevan bila penyelesaian
konsekuensi dari suatu aktivitas salah satu pihak bergantung pada ketepatan tindakan atau kerjasama dari
orang lain. Kedua, adanya asumsi bahwa kepercayaan
akan memberikan cara untuk menanggulangi risiko atau
ketidakpastian dalam hubungan pertukaran. Ketiga, suatu
keyakinan atau pengharapan bahwa hasil yang tidak
menyenangkan dari penerimaan atas suatu risiko tidak
diambil keuntungannya oleh pihak lain dalam proses
hubungan. lima dimensi
kunci dalam konsep kepercayaan yang dapat dijadikan
indikator untuk mengukur kepercayaan, yaitu: (1) Integritas
(integrity), merujuk pada kejujuran dan kebenaran; (2)
Kompetensi (competence), terkait dengan pengetahuan dan
keterampilan teknikal dan interpersonal yang dimiliki
individu; (3) Konsistensi (consistency), berhubungan dengan
keandalan, kemampuan memprediksi dan penilaian
individu jitu dalam menangani situasi; (4) Loyalitas
(loyality), keinginan untuk melindungi dan menyelamatkan
orang lain; dan (5) Keterbukaan (openness) mengacu pada
tiga aspek keterbukaan dalam komunikasi interpersonal,
yang meliputi: (a) kesediaan terhadap pengungkapan diri
asalkan pengungkapan ini memadai; (2) kesediaan
untuk beraksi jujur terhadap pesan-pesan orang lain; dan
(3) memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran yang
jernih.
Untuk mendirikan dan menjalankan usaha, diperlukan
sejumlah modal. Ada dua modal usaha utama yakni modal dalam bentuk sejumlah uang (modal
kapital) dan modal keahlian. Modal uang diperlukan
untuk membiayai segala keperluan usaha, mulai dari pra-investasi, mengurus izin, sampai modal kerja. Modal
keahlian adalah keahlian dan kemampuan seseorang untuk
mengelola dan menjalankan usaha. Di antara kedua modal
ini , ada juga modal yang tak kalah pentingnya, yakni
modal kepercayaan. Modal kepercayaan bahkan dapat
dipakai untuk mencari dua modal sekaligus, yaitu modal
uang dan keahlian. Modal kepercayaan juga merupakan
pembuka jalan ke arah keberlanjutan bisnis.
Kepercayaan merupakan modal jangka panjang yang
sering kita sebut dengan jaringan atau relasi. menyebut bahwa seorang wirausahawan tidak
dapat hidup sendiri dalam menjalankan usahanya, namun
ada keterkaitan dengan pihak luar sebagai pemasok,
pelanggan, maupun perantara. Jaringan diperlukan
agar bisnis kita berkelanjutan. Jaringan dan komunikasi
terbukti berperan penting dalam pengembangan usaha.
Jaringan juga berguna dalam rangka mengoptimalkan
dan mengatasi masalah kekurangan permodalan, dan hal
paling penting dalam mengembangkan jaringan adalah
kepercayaan.
Dalam bisnis, kepercayaan identik dengan kejujuran.
Hal ini berlaku khususunya pada tingkat hubungan
antarpribadi. Namun dalam hubungan sosial baik dengan
karyawan, dengan kolega usaha dan masyarakat, kejujuran
seseorang harus didukung oleh tingkat reputasi dan
pengalaman dari yang bersangkutan; sehingga dengan
demikian tingkat kepercayaan pribadi meningkat menjadi
kepercayaan profesi. Kepercayaan pribadi dan kepercayaan
sebagai profesi usaha yang kita miliki inilah yang menjadi
modal utama dalam berbisnis, yang disebut sebagai modal
sosial.
Kepercayaan dan modal sosial dalam konteks usaha
atau organisasi sebagian dikaitkan dengan penggabungan peran hubungan pribadi dalam membangun kepercayaan
antara pihak. Dengan demikian, kepercayaan pribadi
dan modal sosial membuat luasnya jaringan sehingga
pertukaran informasi lebih mudah. Selain itu, modal sosial
muncul menjadi positif terkait dengan organisasi yang
efektivitas dan untuk memainkan peran sentral dalam
mengurangi biaya transaksi organisasi. Namun, hal itu
semua membutuhkan kepercayaan di antara karyawan dan
antara karyawan dan pimpinan dalam sebuah organisasi
bisnis. Dengan demikian, konsep kepercayaan tidak dapat
diabaikan dalam membangun usaha karena kepercayaan
termasuk modal yang utama.menyebutkan bahwa
keluarga, kolega dapat dijadikan sumber modal untuk
memulai usaha. Keluarga atau kolega ini cenderung
mau berinvestasi karena mereka memiliki kepercayaan dan
hubungan baik. Agar wirausaha dapat memperoleh modal
dari keluarga atau kolega ini , maka ia harus menyampaikan aspek
positif dan negatifnya serta sifat dan risiko kesempatan
investasi ini untuk mencoba meminimalkan dampak
negatif dari hubungan dan keluarga atau kolega yang
berlandaskan pada asas kepercayaan.
Salah satu hal yang membantu meminimalkan kesulitan
yang mungkin terjadi sekaligus menjaga kepercayaan,
adalah menjaga
bisnis tetap sebagai bisnis. Segala pinjaman atau investasi
dari keluarga dan teman harus diperlakukan dengan cara
berbisnis yang sama seolah-olah pembiayaan ini
berasal dari investor lainnya. Dengan berpedoman pada
hal ini , maka modal kepercayaan tidak saja akan
terjaga, tetapi juga terus meningkat.Kotak 6
Himpun Dana Berbekal Kepercayaan
Buku Notes from Qatar atau NFQ laris manis bak
kacang goreng. Penulisnya adalah wirausahawan muda,
Muhammad Assad, yang kini giat mengembangkan usaha
di bidang investasi. Menurut pria kelahiran Jakarta, 16
Januari 1987, itu, bisnis investasi di bawah bendera Rayyan
Capital modal dasarnya adalah kepercayaan.
Dalam dua bulan, sejak berdiri pada Nopember 2012
lalu, Assad mengaku dapat mengumpulkan dana investasi
sebesar Rp 1 miliar dari investor individual. Saat ini,
portofolio bisnis yang tengah dikembangkan Assad dan
seorang mitranya yang ikut mendirikan Rayyan Capital,
Edwyn Rahmat, ialah bisnis resto.
Selain aktif menjalankan bisnis dan aktif di NFQ
Grup ini, Assad juga kerap membuat seminar yang di
dalamnya ia membawakan beberapa topik seperti sedekah,
entrepreneruship, dan kepemimpinan untuk generasi muda.
Baginya, kepemimpinan yang baik adalah kepemimpinan
yang sesuai nilai-nilai Avira (Adaptive, Visionary, Inovative,
Responsible, dan Action). Dalam pandangan Assad,
kepemimpinan yang baik adalah yang berlandaskan nilainilai itu dan hal itu terus diterapkannya dalam bisnis
maupun kehidupan keseharian lainnya.
Pada 2013 ini, Assad menargetkan dapat membuka
lapangan kerja bagi 1.000 orang di Indonesia. Hal ini
akan diraihnya melalui penambahan portofolio bisnis
Rayyan Capital di bidang agribisnis, properti, dan energi
(Pembangkit Listrik Tenaga Surya). Di bidang resto, Assad
menargetkan akan menambah 10 gerai Jakarta Coffee
House dan lima gerai Jakarta Steak House. Sedangkan
nilai investasi yang ditargetkan pada 2013 ini, tanpa
mengikutsertakan proyek energi, mencapai Rp 30 miliar.Sudah menjadi rahasia umum bahwa kunci
sukses berwirausaha terletak pada kemampuan untuk
membangun kepercayaan dalam diri orang lain, namun
tentunya kesuksesan berbekal kepercayaan itu tidak datang
secara tiba-tiba. Butuh waktu untuk menanamkan prinsip
kepercayaan ini .
Dalam berwirausaha, kepercayaan adalah modal
sosial. Modal kepercayaan ini memiliki pengaruh
yang besar terhadap perkembangan kewirausahaan, seperti
meningkatnya kepercayaan masyarakat (konsumen), serta
memudahkan untuk kerjasama dengan pihak ketiga.
Sebagai sebuah konsep, kepercayaan merupakan
keadaan psikologis yang terdiri atas keinginan untuk
menerima suatu keadaan yang tidak menyenangkan yang
didasarkan pada pengharapan positif akan keinginan
atau perilaku pihak lain. Kepercayaan juga berarti suatu
keinginan dari suatu pihak untuk menerima tindakan
yang tidak menyenangkan dari pihak lain berdasar pada
suatu pengharapan bahwa pihak lain akan melakukan
tindakan tertentu yang sangat penting bagi si pemberi
kepercayaan, terlepas dari kemampuan untuk mengawasi
atau mengontrol pihak lain ini
Dalam perspektif sumber daya manusia (SDM),
kepercayaan dimaknai secara agak berbeda, sebagaimana
dikatakan Stone bahwa kepercayaan adalah suatu ukuran
tentang seberapa besar keinginan karyawan untuk berbagi
informasi, bekerja sama satu sama lain, dan tidak saling
mengambil keuntungan.
Kepercayaan merupakan modal jangka panjang
yang sering kita sebut dengan jaringan atau relasi.
Seorang wirausahawan tidak dapat hidup sendiri dalam
menjalankan usahanya, namun ada keterkaitan dengan
pihak luar sebagai pemasok, pelanggan, maupun perantara.Keluarga, kolega dapat dijadikan sumber modal untuk
memulai usaha. Keluarga atau kolega ini cenderung
mau berinvestasi karena mereka memiliki kepercayaan
dan hubungan baik.
Wirausahawan yang berhasil adalah mereka yang
mampu menggalang kekuatan dan potensi dalam
dirinya. Karakter wirausahawan yang berhasil sangat
khas, yakni pantang menyerah, tidak takut gagal, berani
mengambil risiko, dan percaya diri. Mereka telah berhasil
mentransformasi dirinya, dari seorang pekerja di zona
nyaman dengan penghasilan bulanan menjadi orang yang
justru memberi pekerjaan.
untuk menjadi wirausahawan
sukses diperlukan beberapa langkah transformasi pola
pikir dan paradigm agar bisa menjalankan bisnis. Terdapat
empat tahapan proses transformasi wirausaha yaitu:
1. Transformasi pola pikir dan paradigma, yakni
transformasi pemikiran, sikap, motif, semangat, dan
karakter yang lama untuk berubah menjadi seorang
yang berpikiran sama dengan wirausahawan cerdas.
2. Transformasi cara berpikir yang lama untuk berubah
dari kebiasaan yang selalu menggunakan logika ke
pola pikir kreatif dalam menemukan inspirasi, ide, dan
peluang bisnis. Cara berpikir yang perlu ditransformasi
adalah menghindari jebakan logika, berpikir berbeda
dari orang lain, menjadikan pengetahuan sebagai perkakas dalam menemukan inspirasi melalui pola
pikir yang kreatif dan inovatif serta berpikir visioner.
3. Transformasi entrepreneurial dari bersikap sebagai
wirausaha (pemilik) menjadi manajer pengelola bisnis
yang profesional (intrapreneur). Menjadi wirausahawan
yang berpikir sebagai pemilik, pendiri, dan penggagas
sebuah bisnis berbeda dengan intrapreneur yang
bertindak sebagai pengelola, manajer, pemimpin, dan
pelaksana strategi yang bertujuan untuk mewujudkan
visi dan misi pendiri bisnis.
4. Transformasi entrepreneurial dari pola pikir owner ke
pola pikir sebagai investor. Setelah seorang pebisnis
sukses, pola pikirinya berkembang ingin menjadi
seorang investor untuk mengembangkan bisnisnya
melalui ekspansi bisnis, membeli bisnis, me-waralabakan binis, dan meningkatkan nilai-nilai perisahaan
yang mengarah pada peningkatan nilai asset riil yang
tinggi secara tangible dan intangible sehinggasebuah
perusahaan tidak dinilai dari asset riil tetapi telah
berubah menjadi sebuah aset yang tak ternilai harganya.
Untuk mencapai transformasi ini , wirausahaan
harus menggalang sumber kekuatan, yang berasal dari
karakter, motivasi, kepemimpinan, kreativitas dan inovasi,
adversitas, serta kepercayaan. Seseorang dikatakan
punya jiwa wirausaha bila jeli melihat peluang, pantang
menyerah, kreatif dan inovatif, dan berani mengambil
risiko. Karateristik seperti itulah yang mendorong maju
tidaknya sebuah usaha.
David McClelland yang pertama kali mengungkap
karakter seorang wirausaha dalam bukunya The Achieving
Society mengatakan, wirausaha mempunyai keinginan
pencapaian yang lebih tinggi dibanding mereka yang
bukan wirausahawanBersisian dengan pencapaian ini , maka untuk
meraihnya, wirausahawan punya karakter tidak takut
gagal dan berani mengambil risiko. Meski pada dasarnya
kegagalan adalah fakta yang menyakitkan, tapi bukan
berarti tanpa makna. Gagal adalah istilah yang dihindari
oleh banyak orang. Tapi kadang kegagalan tidak dapat
dihindari oleh siapapun, termasuk pengusaha. Biasanya
kita lebih senang melihat orang yang sukses daripada
orang yang gagal. Maka, pengusaha yang ingin sukses lalu
menghindari kegagalan. Ini bukan sesuatu yang luar biasa.
Justru supaya tidak gagal orang perlu membangun siasat,
cara atau strategi. Salah satunya adalah mempersiapkan
diri, bagaimana agar tidak gagal dalam berusaha.
Menjadi pengusaha atau pelaku bisnis yang sukses
diperlukan ketetapan hati yang kuat dalam menghadapi
risiko, tantangan, dan kendala. Jangan pesimistis atau
berpandangan skeptis meskipun berada di tengah situasi
paling sulit sekalipun. Karenanya, kalau kebetulan Anda
mengalami kegagalan, jangan sedih atau murung. Sebab,
tak ada gunanya bersedih. Ingat, kegagalan adalah kunci
keberhasilan.
Jelasnya, bagaimana kita mencari jalan keluarnya agar
kita bisa keluar dari kegagalan itu. Ketika mengalami
atau menemukan kegagalan, saya kembali melakukan
kontemplasi seraya introspeksi diri, lalu bertanya pada
diri sendiri, mengapa saya gagal. Dari hasil kontemplasi
ini , saya menemukan banyak pelajaran. Di antaranya
belajar dari kegagalan, bangkit kembali, dan lalu
menemukan kesuksesan baru.
Karena itu, sebagai wirausaha yang baik, Anda harus
berani menghadapi kegagalan dan bersedia mengambil
pelajaran dari kegagalan. Hanya orang yang mau berkaca
dari kegagalannya yang bisa bangkit kembali. Kuncinya, kita harus berani menerima risiko. Sebab, seorang
wirausaha yang ingin sukses mustahil bisa meraih sukses
kalau mereka tidak memiliki keberanian. Jangan mencoba
menceburkan diri ke dalam dunia bisnis kalau tidak berani
menerima risiko.
Di sebuah institusi bisnis, kepemimpinan sangat
penting. Hal ini yang juga menjadi faktor kekuatan
wirausahawan yang berhasil. Leadership yang tinggi akan
membuat arah dan kebijakan tentang bisnis menjadi
terarah, untuk kemudian diimplementasikan oleh anak
buah. Sebagian besar institusi bisnis yang menjadi besar
dan terus berkembang ditopang oleh gaya kepemimpinan
yang andal dan profesional. Keunggulan wirausaha
yang sukses dibandingkan dengan wirausaha yang gagal
terletak pada dinamika dan efektivitas kepemimpinan.
Pimpinan wirausaha merupakan unsur pokok di dalam
setiap perusahaan.
Kepemimpinan pada hakikatnya adalah kemampuan,
proses, atau fungsi yang digunakan dalam memengaruhi
orang lain untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai
tujuan tertentu. Pada suatu kegiatan, kepemimpinan
merupakan upaya membantu diri sendiri atau orang lain
mencapai suatu tujuan.
Fungsi pemimpin adalah mengarahkan, membina,
mengatur, dan menunjukkan orang-orang yang dipimpin
supaya mereka senang, sehaluan, terbina, serta menurut
kehendak dan tujuan pemimpin (Suryana & Bayu, 2010).
Kegagalan pemimpin dalam menjalankan tugasnya
menunjukkan kegagalan pemimpin sendiri. Begitu juga
sebaliknya, keberhasilan seorang pemimpin menunjukkan
kesuksesan pemimpin itu sendiri.
Begitu juga dengan motivasi, yang menjadi faktor
kekuatan lainnya dalam wirausaha. Motivasi ibarat bahan bakar. Dialah yang memberi semangat, supaya wirausaha
menemukan tujuannya. Tanpa motivasi, wirausaha tidak
akan melaju kencang, bahkan bisa berhenti di tengah jalan.
Pada intinya motivasi merefleksikan kekuatan atau
dorongan kuat untuk memenuhi kebutuhan atau tujuan
tertentu. Kebutuhan atau tujuan ini merupakan aspirasi
individual meskipun ditujukan atau atas nama kelompok
atau organisasi. Dorongan untuk menyelesaikan pekerjaan
dengan cepat adalah aspirasi individual namun hal itu
ditujukan untuk kepentingan organisasi.
Di dunia wirausaha, menanamkan motivasi dalam
sebuah tim sangat penting dalam menciptakan tingkat
produktivitas yang tinggi bagi karyawan. Motivasi selalu
ada dalam diri seseorang dan menjadi sumber energi untuk
mencapai sukses. Orang yang mempunyai motivasi tinggi
dalam suatu perusahaan akan menularkannya kepada
orang lain. Hal inilah yang membuat faktor motivasi begitu
penting dalam menciptakan kinerja seseorang dan tim.
Sikap pekerja keras, pantang menyerah, dan ulet
adalah khas milik wirausahawan sukses. Karakteristik
ini diimplementasikan dalam bentuk kejelian melihat
peluang, gigih menembus pasar, dan rajin membuka
jaringan (network) baru. Cita-cita wirausahawan untuk
sukses adalah pondasi dari sikap bekerja keras ini .
Dalam menghadapi dunia bisnis yang penuh kerikilkerikil tajam, wirausahawan memerlukan semangat bekerja
keras, tidak putus asa dan ulet serta penuh ketabahan
untuk memulai liku-liku rintangan di dalam bisnisnya,
selalu berusaha mencari jalan yang lebih baik untuk maju
dan mencapai sukses. Akan tetapi, tentu saja sikap kerja
pantang menyerah dan ulet dalam mengelola kegiatan
bisnis harus ditunjang oleh pengorbanan, semangat dan
kepercayaan pada diri para wirausahawan sendiri.Inovasi adalah hal yang tak terelakan dalam dunia
wirausaha. Dengan inovasi, terbuka peluang untuk
diversifikasi produk atau jasa sekaligus memperlebar
pangsa pasar. Apalagi, lingkungan bisnis yang kompetitif
dan dinamis menuntut wirausaha untuk selalu adaptif
dan mencari terobosan terbaru. Karakter cepat puas diri
akan membawa bisnis menuju kemunduran. Maka, inovasi
adalah jawaban untuk wirausaha yang sukses.
Dalam wirausaha, inovasi dan kreativitas adalah dua
hal yang tidak bisa dipisahkan. Keduanya ibarat anak
panah, yang bisa melesat menghasilkan bisnis yang terus
berkembang dan menguntungkan.
Menghadapi persaingan yang semakin kompleks dan
ekonomi global, kreativitas tidak hanya penting untuk
menciptakan keunggulan kompetetif, tapi juga penting bagi
kesinambungan perusahaan. Artinya, dalam menyiasati
tantangan global, diperlukan sumber daya manusia
kreatif dan inovatif sekaligus berjiwa kewirausahaan.
Wirausahalah yang dapat menciptakan nilai tambah dan
keunggulan. Nilai tambah itu dihasilkan melalui kreativitas
dan inovasi.
Kunci utama seseorang yang memutuskan menjadi
wirausahawan adalah berpikir kreatif. Tanpa kreativitas,
mimpi seorang wirausahawan hanyalah angan-angan
belaka.
Pada saat persaingan antarwirausahawan yang
semakin sengit, tidak jarang ditemukan kondisi untuk
memperebutkan pangsa pasar yang sama. Karena itu,
wirausahawan dituntut tahan banting, pantang menyerah,
dan terus mencari peluang baru.
Dengan alasan itulah, sebelum berkecimpung ke dunia
bisnis, seorang wirausahawan seharusnya mengenali
potensi diri. Apakah mereka termasuk individu yang berani mengambil risiko, tahan banting, kuat dengan tekanan,
anti stres, atau tidak.
Salah satu kekuatan yang wajib dimiliki setiap
pengusaha adalah sikap ketahanmalangan/adversitas
(adversity/ sikap tahan banting). Sikap ketahanmalangan
merupakan faktor pembentuk sukses orang-orang besar.
Berdasarkan penelitian Stoltz, ditemukan fakta bahwa
orang hebat dan sukses adalah mereka yang tahan terhadap
penderitaan, berani menghadapi tantangan dan risiko
dalam perjalaan hidupnya.
Di sisi lain, salah satu syarat untuk menjadi seorang
wirausaha adalah berupaya semaksimal mungkin
untuk mengembangkan usahanya agar lebih maju dari
sebelumnya. Konsep ini sangat erat kaitannya dengan
adversity quotient, khususnya yang membahas mengenai
tiga tipe orang yang melakukan pendakian. Pendakian
yang dilakukan oleh ketiga tipe orang ini adalah
upaya untuk mencapai kesuksesan dalam bidang yang
dikerjakan. Jika konsep ini diterapkan dalam bisnis, maka
seseorang yang ingin sukses dalam bisnisnya adalah orang
yang selalu mendaki agar dapat terus mencapai puncak
(kesuksesan), tetapi jika orang ini mudah menyerah
dengan tantangan yang dihadapi atau sudah merasa cukup
puas dengan kondisinya maka ia tidak akan dapat terus
meraih kesuksesan, dan tidak dapat dikatakan sebagai
seorang wirasaha yang sukses. Setiap orang di dalam
melakukan kegiatan bisnisnya pasti memiliki masalah
dalam pengembanganya, namun yang berbeda untuk
meraih kesuksesan dalam bisnis adalah daya juang yang
dimiliki oleh orang ini .
Karakter wirausaha sukses sejalan dengan adversitas.
Mereka yang memiliki sikap adversitas tinggi, cenderung
memilih menjadi climber, dan meninggalkan posisi zona nyaman, zona yang membuat usaha tidak berkembang dan
jalan di tempat.
Faktor kekuatan terakhir yang wajib dimiliki
wirausahawan adalah kepercayaan. Apapun jenis bisnis
kita, sangat memerlukan kepercayaan. Kepercayaan
sumbernya dari banyak pihak, dimulai dari kepercayaan
dari dalam diri, kepercayaan dari luar diri, yakni dengan
membangun kepercayaan dengan orang lain, konsumen,
masyarakat, pemerintah, investor, dan lain-lain.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa kunci
sukses berwirausaha terletak pada kemampuan untuk
membangun kepercayaan dalam diri orang lain, namun
tentunya kesuksesan berbekal kepercayaan itu tidak datang
secara tiba-tiba. Butuh waktu untuk menanamkan prinsip
kepercayaan ini .
Dalam berwirausaha, kepercayaan adalah modal
sosial. Modal kepercayaan ini memiliki pengaruh
yang besar terhadap perkembangan kewirausahaan, seperti
meningkatnya kepercayaan masyarakat (konsumen), serta
memudahkan untuk kerjasama dengan pihak ketiga.
Semua faktor kekuatan ini harus disinergikan,
agar wirausahawan dapat bertransformasi, dari pekerja,
menjadi entrepreneur, kemudian intrapreneur dan menjadi
investor.
Kotak 7
Transformasi Tukang Sapu
Tri Sumono awalnya hanya seorang tukang sapu.
Namun, ia punya mimpi menjadi seorang pengusaha
sukses, walaupun demi menggapai impiannya harus
melawan panas terik sinar matahari setiap hari untuk
mencari uang demi keluarga.Kini, ia mempunyai pendapatan per bulan hingga
ratusan juta. Tri sekarang memimpin. CV 3 Jaya, perusahaan
pembuat sari kelapa. Ia juga punya usaha lain, misalnya
peternakan burung, perkebunan jahe dan usaha lainnya.
Omzet yang diterima Tri saat ini mencapai Rp 500 juta per
bulan.
Berbekal ijasah SMA, tahun 1993 Tri merantau ke
Jakarta. Ia tidak mempunyai keahlian,. Karena itu, untuk
mempertahankan hidup, ia tak pernah pilih-pilih soal
pekerjaan, apapun dijalaninya. Mulai dari kuli bangunan,
hingga tukang sapu di sebuah kantor. Semua pekerjaan
dilakukan dengan tekun dan sungguh-sungguh. Melihat
kesungguhan dalam bekerja, akhirnya kantor mengangkat
Tri menjadi office boy. Beberapa lama bekerja menjadi office
boy, Tri kemudian diangkat menjadi tenaga pasar, hingga
penanggung jawab masalah gudang.
Tahun 1995, Tri berkeluarga dan mempunyai 2 anak.
Kebutuhan semakin besar, mau tidak mau ia harus mencari
penghasilan tambahan. Mulailah ia berjualan aksesori di
Stadion GBK. Ikat rambut, kalung, produk aksesori semua
dijual demi menghidupi kebutuhan keluarga. Pelanpelan, dari situ mental dan jiwa Tri untuk membuka usaha
semakin kuat.
Selama 2 tahun menjalankan usaha sekaligus bekerja
di kantor, muncul pikiran Tri untuk buka usaha sendiri.
Tahun 1997, ia akhirnya mengundurkan diri dari pekerjaan
dan lebih memilih mengembangkan usaha jualannya.
Dari bekal usaha jualan aksesoris, Tri membeli kios
sederhana di daerah Mall Graha Cijantung. Tak disangka,
bisnis aksesorisnya berkembang pesat. Tahun 1999 kios
dan usahanya ditawar oleh seseorang dengan harga yang
cukup tinggi. Sempat berpikir, akhirnya Tri melepas kios
ini beserta usahanya. Kemudian ia membeli rumah di
Bekasi Utara, hasil dari penjualan kiosnya.Setelah selesai berjualan aksesoris, Tri merintis usaha
kontrakan dan toko sembako. Pengalaman berjualan
aksesoris membuat naluri bisnis Tri terasah, dia melihat
peluang toko sembako lumayan menjanjikan. Tetapi pada
saat itu kondisi sekitar toko sembakonya masih sepi. Ide
cemerlang muncul dalam benak Tri, agar kawasan di
sekitar tempat tinggalnya ramai, ia lalu membuat 10 rumah
kontrakan. Harga yang ditawarkan sangat murah, karena
ditawarkan untuk kalangan menengah ke bawah seperti
penjual siomai, bakso. Pada akhirnya para pedagang yang
mengontrak rumah kontrakannya yang menjadi pelanggan
toko sembakonya.
Sesudah mempunyai bisnis toko sembako dan
kontrakan, tidak membuat Tri berhenti melebarkan sayap
bisnisnya. Tahun 2006, ia mencoba merintis usaha minuman
sari kelapa. Dimulai dari pasar lalu dijual ke perusahaan
minuman, namun hal itu tidak bertahan lama. Karena
banyak perusahaan yang komplain terhadap kualitas
produk sari kelapa Tri, akhirnya sementara produksi
minuman sari kelapa dihentikan.
Tri tidak patah semangat. Ia memutuskan mencari
tahu bagaimana cara membuat minuman sari kelapa agar
kualitasnya bagus. Dengan mendatangi kampus IPB, Tri
bertanya kepada dosen yang saat itu enggan memberi
tahu lantaran Tri tidak bisa memahami dengan cepat.
Tetapi karena kesungguhan yang ditunjukkan Tri, si dosen
akhirnya mau memberi privat selama 2 bulan.
Berawal dari situlah skill serta kemampuan Tri
meningkat, hingga bulan ke-3 Tri kembali merintis usaha
minuman sari kelapanya. Hasilnya, 10.000 nampan atau
seharga Rp 70 juta berhasil diproduksi Tri dan banyak
perusahaan yang menggunakan produk sari kelapanya.Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), berani
adalah mempunyai hati yang mantap dan rasa percaya
diri yang besar dalam menghadapi bahaya, kesulitan, dan
sebagainya. Berdasarkan definisi ini , maka keberanian
berwirausaha berarti mempunyai hati yang mantap dan
percaya diri melakukan usaha (bisnis) meskipun terbentang
bahaya dan kesulitan.
Menurut Hendro (2011), keberanian dan ketakutan
adalah dua hal yang tidak berbeda; yang berbeda hanyalah
cara memandang dan kesiapannya saja. Ketakutan selalu
berjalan dengan terus menghadap ke belakang, sedang
keberanian menghadap ke depan. Itulah mengapa ketika
kita melihat kelemahan dan cerita mengenai sajarah lama,
sesuksesan lama, kesulitan dan peristiwa sedih, maka kita
tidak akan pernah mencapai garis impian.
Kita membutuhkan keberanian untuk meruntuhkan
penghalang yang membuat rasa takut. Beberapa tip berikut
dapat kita lakukan untuk mengalahkan ketakutan (Hendro,
2011):
1. Kendalikan ketakutan kita.
2. Jangan berpikiran negatif dan jangan membatasi diri.
3. Berpikir “Be the best for yourself”.
4. Gunakan “power of dream”.
5. Berpikir “setiap orang mempunyai bakat untuk menjadi
entrepreneur asal mengetahui keberaniannya terlebih
dahulu” dan memberdayakannya.
6. Melihat ke depan bukan ke belakang.
Wirausahawan yang cerdas akan mendahulukan yang
penting dalam memulai usaha. Pertanyaannya, apakah
keberanian dulu atau skill dulu? Menurut Hendro (2011),
bisnis selalu dihadapi oleh hal yang tidak pasti dan untuk
memulai usaha, tidak cukup hanya bermodal intuisi. Jangan hanya bermodal nekat atau keberanian saja, atau hanya
menganalisis risiko tanpa melihat situasi dan kondisi riil
yang terjadi.
Dengan demikian, menurut Hendro (2011), yang
dibutuhkan terlebih dahulu dalam wirausaha adalah
keberanian, baru kemudian modal keterampilan yang
diasah dan dilatih secara kontinyu sampai kita mantap dan
siap terjun ke bisnis ini secara total.
Ada beberapa aspek dalam menilai keberanian untuk
berwirausaha. Aspek ini adalah :
1. Berani memulai
Orang dilanda rasa takut untuk memulai usaha karena
yang terbayang di hadapannya adalah “bagaimana
kalau gagal”. Rasa takut bercampur khawatir yang
diderita oleh setiap calon wirausaha adalah wajar.
Karena mereka sekarang sedang memasuki “dunia
lain”. Tapi bukan berarti ketakutan itu harus dipelihara
menjadi semak belukar. Malah seharusnya dipangkas
sehingga bisa memantapkan langkah untuk menapak.
Berani di sini adalah berani yang penuh perhitungan,
memperhatikan rambu-rambu dan peraturan. Bukan
berani “nekat” atau membabi- buta, yang pada dasarnya
adalah bergerak tanpa perhitungan.
2. Berani bertahan dan bersaing
Setelah langkah pertama dimulai, kini dituntut
keberanian lain, yaitu keberanian bertahan dalam
persaingan bisnis. Persaingan dalam dagang atau
dunia usaha adalah hal lumrah. Akan banyak orang
yang berjualan atau memproduksi benda seperti punya
kita, maka beranilah dalam menghadapi persingan ini.
Anggaplah persaingan adalah pemicu adrenalin untuk
menambah semangat kita dalam berusaha.
3. Berani tampil beda
Tampil beda adalah kebutuhan paling urgen dalam menghadapi persaingan. Mungkin produk atau jasa
yang kita jual adalah barang umum di pasaran. Oleh
karena itu, jalan menggaet pelanggan adalah dengan
berani tampil beda dalam berbagai hal, baik dalam
iklan, pelayanan, tampilan, dan lain sebagainya. Pada
intinya, keberanian merupakan modal utama dan
terpenting untuk menjadi wirausaha. Hal itu karena
menjadi wirausaha memiliki risiko tinggi untuk sukses
maupun untuk gagal sehingga harus menyiapkan diri
sejak awal
Setiap orang punya definisi tersendiri tentang
kesuksesan. Ada yang mengartikannya sebagai pencapaian
akhir, ada pula yang memaknainya sebagai keberhasilan
meraih tujuan. Banyak pula yang memandang sukses
sebagai keberhasilan memperoleh kekayaan, berhasil
meraih prestasi tertentu, berhasil mewujudkan impian,
menggapai posisi puncak dalam suatu jabatan, dan makna
lainnya.
Beberapa ahli memberikan definisi tentang sukses.
Pelatih kepemimpinan dari Amerika Serikat, John C.
Maxwell mendefinisikan sukses dengan unik, yakni “first
of all, success is knowing our purpose in life”. Dengan begitu,
kata Maxwell, sukses adalah mengetahui apa yang menjadi
tujuan hidup kita. Belajar dari kegagalan adalah kunci
sukses, kata Winston Churchill yang menjadi kutipan
pembuka bab ini. Menurut Churchill, orang sukses adalah
orang yang belajar dari kegagalan. Mereka terus mengambil
hikmah dari kegagalan ini dengan penuh semangat.
Tak ada kata terlambat dalam kamus mereka. Kegagalan,
pada hakikatnya adalah sukses yang tertundaMeski sukses dalam bisnis tidak semudah membalikkan
telapak tangan, namun sesungguhnya hal itu dapat diraih.
Kuncinya adalah menggalang potensi diri dan kekuatan
dalam berwirausaha. Sukses dalam berbisnis tidak terjadi
secara kebetulan, melainkan sesuai dengan rencana dan
pelaksanaan yang mantap.
Sukses juga harus diimbangi dengan kerja keras.
Kerja keras ini adalah mengimplementasikan
program wirausaha. Kalau kita memiliki program dan
program itu disebarluaskan sebelum dilaksanakan, maka
hal itu akan menimbulkan banyak rintangan, terutama dari
lawan bisnis. Sebab, jika rencana kita diketahui pihak lain,
mereka akan mengetahui ke mana kita hendak melangkah
dan mereka pun berusaha agar kita tidak sampai ke tangga
tujuan. Tujuan mereka sederhana saja: ingin mendahului
kita. Kalau hal itu terjadi, berarti kita kalah langkah, seolaholah rencana itu milik mereka ,
Karena itu, ada pepatah mengatakan, apa yang bisa
dilakukan hari ini jangan ditunda hari esok, karena hari
esok ada urusan lain. Kalau kita suka menunda-nunda
pekerjaan, akan menimbulkan sikap malas dan tak mampu
berpikir secara jelas dan akurat, yang membuat kehilangan
kontrol diri. Padahal, self control sangat diperlukan dalam
membuat bisnis stabil. Bisnis yang eksis melibatkan banyak
pihak, yaitu pelaku bisnis, karyawan, pemerintah, dan
masyarakat selaku konsumen. Ini perlu kestabilan. Karena
itu, kita mesti melakukan aktivitas secara terkontrol untuk
mencapai tujuan yang sesuai dengan keinginan hati. Selain
itu, kita harus bergerak dan bekerja agar semua tujuan bisa
tercapai. Kuncinya, jangan sampai kita kalah langkah dari
orang lain.
Sikap malas tidak boleh bersarang dan menjadi penyakit
dalam tubuh kita. Sebab, hal itu adalah penghalang sukses.
Kemalasan dapat membawa kita kepada ”kematian” dan melanggar hukum alam. Kita harus melaksanakan segala
potensi pada diri kita, tanpa malas.
Perlu diingat, bisnis yang sukses berasal dari usaha
keras dan ketekunan. Contohnya, para petani akan menuai
panen yang baik jika mereka menanam benih yang unggul.
Demikian halnya dengan bisnis yang sukses. Semua
orang yang bercita-cita agar bisnisnya sukses atau ingin
menikmati panen berlimpah harus membayarnya dengan
harga yang tinggi. Jika kita bercita-cita meraih sukses
yang lebih besar, kita harus menanam bibit bermutu dan
unggul. Kalau kita bercita-cita menjadi pengusaha sukses,
kita pun harus banyak belajar dan membayar mahal untuk
memperkaya diri dengan berbagai keterampilan, kerja
keras, tahan banting, dan berani mengambil risiko.
Etika (ethics) adalah keyakinan pribadi seseorang
mengenai apakah suatu perilaku, tindakan, atau keputusan
benar atau salah (Griffin, 2003). Dalam pengertian etika ini,
dalam konteks individu, manusialah yang memiliki etika;
sedangkan organisasi tidak memiliki etika. Hal-hal yang
yang menentukan perilaku etis antara satu orang dengan
orang lain berbeda-beda. Adapun yang dimaksud dengan
perilaku etis (ethical behavior) adalah perilaku yang sesuai
dengan norma sosial yang diterima secara umum. Menurut
Daff (2007), etika adalah kode yang berisi prinsip-prinsip
moral yang mengatur perilaku orang atau kelompok terkait
dengan apa yang benar atau salah.
Etika menentukan sejauh mana sesuatu dalam tingkah
laku dan pengambilan keputusan dianggap baik atau
buruk. Etika berhubungan dengan nilai-nilai internal
yang merupakan sebagian dari budaya perusahaan dan
membentuk keputusan mengenai tanggung jawab sosial
yang berkaitan dengan lingkungan eksternal. Isu etika
hadir dalam sebuah situasi ketika tindakan yang dilakukan
oleh seseorang atau sebuah organisasi dapat menimbulkan
manfaat atau kerugian bagi yang lain. ,etika atau moral terkait dengan pertimbangan untuk
menyetujui atau tidak menyetujui sikap dan tindakan manusia berdasarkan benar-salah atau baik-buruknya
sikap atau tindakan itu.
Dari beberapa pengertian etika ini dapat
dikemukakan makna etika sebagai berikut:
1. Etika adalah perbuatan standar yang memimpin
individu dalam membuat keputusan.
2. Etika adalah sebuah studi mengenai yang benar dan
salah serta pilihan moral yang dilakukan seseorang.
3. Keputusan etis adalah suatu hal yang benar mengenai
prilaku standar.
etika bisnis adalah suatu
kode etik perilaku pengusaha berdasarkan nilai-nilai
moral dan norma yang djadikan turunan dan pedoman
berperilaku dalam menjalankan kegiatan perusahaan atau
berusaha. Etika bisnis terkait dengan masalah penilaian
terhadap kegiatan dan perilaku bisnis yang mengacu
pada kebenaran atau kejujuran berusaha. Perubahanperubahan besar dalam praktik pengelolaan bisnis dewasa
ini menyebabkan perhatian terhadap etika bisnis semakin
penting. Oleh karena itu tidak ada bisnis yang dapat
mengabaikan permintaan etika masyarakat dan dapat terus
bertahan Etika bisnis sangat penting untuk
mempertahankan loyalitas stake-holder dalam membuat
keputusan-keputusan perusahaan dan dalam memecahkan
persoalan perusahaan.
ada beberapa kelompok
stakeholder yang dapat mempengaruhi keputusan bisnis
demi kelansungan hidup perusahaan, antara lain:
a. Konsumen. Konsumen berkepentingan terhadap
perilaku etis perusahaan berhubungan dengan produk
yang dikonsumsi seperti: harga produk yang wajar,
jaminan pemakaian produk dan kejujuran. Perusahaan
yang memiliki etika tinggi akan mendapatkan rasa
hormat serta kepercayaan dari pelanggan.b. Karyawan. Karyawan merupakan sumber ekonomi
perusahaan yang penting, oleh karena karyawan
berkepentingan terhadap kemampuan perusahaan
untuk menjaga kelancaran bekerja, kehidupan dan
kesejahteraan karyawan.
c. Investor. Investor berkepentingan terhadap jaminan
pengembalian dana yang diinvestasikan dalam kegiatan
usaha (return on investment), baik dalam bentuk deviden,
tambahan kekayanaan maupun tambhan kepemilikan.
d. Pemilik dan manajemen. Pemilik dan manajemen
berkepentigan untuk menjalankan operasional
perusahaan secara lancar, mampu mendatangkan
manfaat kepada pemilik, manajemen serta stakeholder
lainnya.
e. Pemasok bahan baku. Pemasok bahan berkepentingan
terhadap perilaku etis berhubungan dengan kemampuan
perusahaan untuk memberikan jaminan kelancaran
hubungan dengan pemasok, seperti: kewajaran harga
bahan, ketepatan pembayaran, berlaku adil terhadap
sesama pemasok.
Selain beberapa stakeholder ini , beberapa unsur
stakeholder yang juga memiliki kepentingan terhadap
perilaku etis adalah organisasi pekerja, pemerintah,
kalangan perbankan, investor, masyarakat dan kelompok
mitra usaha.
bahwa setidaknya ada lima prinsip yang dijadikan titik
tolak pedoman perilaku dalam menjalankan praktik bisnis,
yaitu:
1. Prinsip otonomi
Prinsip otonomi menunjukkan sikap kemandirian,
kebebasan, dan tanggungjawab. Orang yang mandiri
berarti orang yang dapat mengambil suatu keputusan
dan melaksanakan tindakan berdasarkan kemampuan
sendiri sesuai dengan apa yang diyakininya, bebas dari
tekanan, hasutan, dan ketergantungan kepada pihak
lain. Orang yang otonom sadar sepenuhnya akan apa
yang menjadi kewajibannya dalam dunia bisnis. Sadar
bukan berarti mengikuti saja norma dan nilai moral
yang ada, namun juga melakukan sesuatu karena tahu
dengan sadar bahwa hal itu baik berdasarkan pikiran
dan pertimbangan yang masak-masak. Dalam kaitan
ini, salah satu contohnya dalah perusahaan memiliki
kewajiban terhadap para pelanggan, diantaranya:
a. Memberikan produk dan jasa dengan kualitas yang
terbaik dan sesuai dengan tuntutan mereka;
b. Memperlakukan pelanggan secara adil dalam
semua transaksi, termasuk pelayanan yang tinggi
dan memperbaiki ketidakpuasan mereka;
c. Membuat setiap usaha menjamin mengenai
kesehatan dan keselamatan pelanggan, demikian
juga kualitas lingkungan dijaga kelangsungannya,
serta ditingkatkan kualitas produk dan jasa
perusahaan;
d. Perusahaan harus menghormati martabat manusia
dalam menawarkan, memasarkan dan mengiklankan
produk.
Untuk bertindak otonom, diandaikan ada kebebasan
untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan
keputusan yang menurutnya terbaik, karena kebebasan
adalah unsur hakiki dari prinsip otonomi ini. Dalam
etika,kebebasan adalah prasyarat utama untuk bertindak secara etis, walaupun kebebasan belum menjamin
bahwa seseorang bertindak secara otonom dan etis.
Unsur lainnya dari prinsip otonomi adalah tanggung
jawab, karena selain sadar akan kewajibannya dan bebas
dalam mengambil keputusan dan tindakan berdasarkan
apa yang dianggap baik, otonom juga harus bisa
mempertanggungjawabkan keputusan dan tindakannya
(di sinilah dimungkinkan adanya pertimbangan moral).
Kesediaan bertanggungjawab merupakan ciri khas dari
makhluk bermoral, dan tanggung jawab disini adalah
tanggung jawab pada diri kita sendiri dan juga tentunya
pada stakeholder.
2. Prinsip kejujuran
Prinsip kejujuran menanamkan sikap bahwa apa
yang dipikirkan adalah apa yang dikatakan, dan apa
yang dikatakan adalah yang dikerjakan. Prinsip ini
juga menyiratkan kepatuhan dalam melaksanakan
berbagai komitmen, kontrak, dan perjanjian yang telah
disepakati.
Bisnis tidak akan bertahan lama jika tidak ada
kejujuran, karena kejujuran merupakan modal utama
untuk memperoleh kepercayaan dari mitra bisnisnya,
baik berupa kepercayaan komersial, material, maupun
moral. Kejujuran menuntut adanya keterbukaan dan
kebenaran. Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang
berkaitan dengan kejujuran, yaitu:
a. Kejujuran relevan dalam pemenuhan syarat-syarat
perjanjian dan kontrak. Pelaku bisnis di sini secara a
priori saling percaya satu sama lain bahwa masingmasing pihak jujur melaksanakan janjinya; karena
jika salah satu pihak melanggar, maka tidak mungkin
lagi pihak yang dicurangi mau bekerjasama lagi, dan
pihak pengusaha lainnya akan tahu dan tentunya malas berbisnis dengan pihak yang bertindak
curang ini .
b. Kejujuran relevan dengan penawaran barang dan
jasa dengan mutu dan harga yang baik. Kepercayaan
konsumen adalah prinsip pokok dalam berbisnis.
Karena jika ada konsumen yang merasa tertipu,
tentunya hal ini akan rnenyebar yang
menyebabkan konsumen ini beralih ke produk
lain.
c. Kejujuran relevan dalam hubungan
kerja intern dalam suatu perusahaan,
yaitu antara pemberi kerja dan pekerja, dan
berkait dengan kepercayaan. Perusahaan akan
hancur jika kejujuran karyawan ataupun atasannya
tidak terjaga.
3. Prinsip keadilan
Prinsip keadilan menanamkan sikap untuk
memperlakukan semua pihak secara adil, yaitu suatu
sikap yang tidak membeda-bedakan dari berbagai
aspek, baik dari aspek ekonomi, hukum, maupun
aspek lainnya. Keadilan berarti tidak ada pihak yang
dirugikan hak dan kepentingannya. Salah satu teori
mengenai keadilan yang dikemukakan oleh Aristoteles
adalah:
a. Keadilan legal. Ini menyangkut hubungan antara
individu atau kelompok masyarakat dengan negara.
Semua pihak dijamin untuk mendapat perlakuan
yangsama sesuai dengan hukum yang berlaku.
Secara khusus dalam bidang bisnis, keadilan legal
menuntut agar Negara bersikap netral dalam
memperlakukan semua pelaku ekonomi, negara
menjamin kegiatan bisnis yang sehat dan baik
dengan mengeluarkan aturan dan hukum bisnis yang berlaku secara sama bagi semua pelaku bisnis.
b. Keadilan komunitatif. Keadilan ini mengatur
hubungan yang adil antara orang yang satu dan
yang lain. Keadilan ini menyangkut hubungan
vertikal antara negara dan warga negara, dan
hubungan horizontal antarwarga negara. Dalam
bisnis, keadilan ini berlaku sebagai kejadian tukar,
yaitu menyangkut pertukaran yang fair antara
pihak-pihak yang terlibat.
c. Keadilan distributif atau disebut juga keadilan
ekonomi, yaitu distribusi ekonomi yang merata
atau dianggap adil bagi semua warga negara.
Dalam dunia bisnis, keadilan ini berkaitan dengan
prinsip perlakuan yang sama sesuai dengan aturan
dan ketentuan dalam perusahaan yang juga adil
dan baik.
4. Prinsip saling menguntungkan
Prinsip ini menuntut agar semua pihak berusaha
untuk saling menguntungkan satu sama lain. Dalam
dunia bisnis, prinsip ini menuntut persaingan bisnis
haruslah bisa melahirkan suatu kondisi win-win
situation.
5. prinsip integritas moral
Prinsip ini menyarankan dalam berbisnis selayaknya
dijalankan dengan tetap menjaga nama baiknya dan
nama baik perusahaan.
Selain prinsip-prinsip dalam etika bisnis ini ,
terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
etika bisnis, antara lain:
a) Etika bisnis produksi
Produksi merupakan kegiatan untuk meningkatkan
nilai guna suatu barang atau jasa. Dalam etika
menentukan produk dalam rangka mempertemukan apa dan bagaimana keinginan dan kebutuhan
konsumen, berkaitan erat dengan hal-hal sebagai
berikut:
1. produk yang berguna dan dibutuhkan
2. produk yang berpotensi menghasilkan
keuntungan
3. nilai tambah yang tinggi
4. jumlah yang dibutuhkan dan mendapatkan
keuntungan
5. dapat memuaskan konsumen secara positif
b) Etika bisnis promosi dan pemasaran
Kegiatan promosi dan pemasaran merupakan
ujung tombak dari kegiatan bisnis yang dijadikan
pendukung utama dalam mengembangkan bisnis.
Menurut Muslich (2004), hal yang penting dalam
promosi menurut etikanya adalah kebenaran
dan kejujuran obyektivitas pesan faktual yang
disampaikan dengan tujuan untuk membangun
kepercayaan dan loyalitas masyarakat terhadap
perusahaan.
c) Etika bisnis distribusi
Prinsip distribusi produk dimaksudkan untuk
mencapai ketepatan dan kecepatan waktu datangnya
barang ke tangan konsumen, keamanan yang
terjaga dari kerusakan, dan sarana kompetisi dalam
ketepatan memenuhi kebutuhan masyarakat. Etika
bisnis dalam kegiatan distribusi yaitu kecepatan
dan ketepatan produk di tangan konsumen dengan
mudah pada saat dibutuhkan. Jika bisnis melakukan
penimbunan atas produk maka akibatnya tidak
terdapat ketersediaan produk yang cukup di
masyarakat dan dapat menyebabkan kelangkaan. Penimbunan barang dengan tujuan mendapatkan
keuntungan yang maksimal tidak sesuai dengan
etika bisnis.
d) Etika bisnis dalam kompetisi
Sebuah kegiatan bisnis tidak bisa terlepas dari
kompetisi antar pelaku bisnis. prinsip etika yang dapat dikembangkan
dalam kompetisi berdasarkan landasan-landasan
antara lain:
1) memberikan yang terbaik untuk konsumen,
dapat berupa memberikan kualitas produk yang
terbaik, memberikan harga yang kompetitif
dan memberikan pelayanan yang terbaik untuk
konsumen;
2) tidak berlaku curang;
3) kerja sama positif.
C. Etika dan Tanggungjawab Sosial
Etika berhubungan dengan individu-individu serta
keputusan dan perilaku manusia. Organisasi tidak
memiliki etika, akan tetapi organisasi berhubungan dengan
lingkungannya dalam situasi yang seringkali mengandung
dilema dan keputusan etis. Situasi ini biasanya
berhubungan dengan konteks tanggung jawab sosial
organisasi. Tanggung jawab sosial (social responsibility)
adalah serangkaian kewajiban yang dimiliki suatu
organisasi untuk melindungi dan memajukan masyarakat
tempatnya berfungsi.
Organisasi mungkin melakukan tanggung jawab sosial
terhadap pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder)
pada lingkungan alam dan kesejahteraan sosial umum.
Beberapa organisasi mengakui tanggung jawab mereka
dalam ketiga bidang ini dan berusaha keras untuk memenuhi setiap tanggung jawab ini , sementara
organisasi lain hanya menekankan pada satu atau dua
bidang tanggung jawab sosial saja. Bahkan beberapa
organisasi lainnya tidak mengakui adanya tanggung jawab
sosial sama sekali.
Saat ini terdapat ketidaksepakatan mengenai perlunya
organisasi yang betanggung jawab secara sosial. Bahkan,
banyak yang menentang interpretasi tanggung jawab sosial
secara luas menggunakan beberapa argumentasi yang
meyakinkan. Adapun perbedaan antara argumentasi yang
mendukung dan argumentasi yang menentang tanggung
jawab sosial, dapat dilihat dari gambar di bawah ini:Ada empat posisi yang dapat diadopsi organisasi
berkaitan dengan kewajibannya terhadap masyarakat
berada di antara suatu kontinum yang berkisar dari tingkat
terendah hingga tingkat tertinggi dari praktik sosial yang
bertanggung jawab.
1. Posisi Penghalang
Sejumlah organisasi yang mengambil posisi
sebagai penghalang (obstructionist stance) terhadap
tanggung jawab sosial biasanya melakukan sesedikit
mungkin usaha untuk memecahkan masalah sosial
atau lingkungan. Ketika mereka menyeberangi garis
etika atau legal yang memisahkan praktik yang dapat
diterima dan tidak dapat diterima, respons mereka
adalah menyangkal atau menghindar untuk menerima
tanggung jawab atas tindakan mereka.
Adapun yang dimaksud dengan posisi penghalang
(obstructionist stance) adalah suatu pendekatan terhadap
tanggung jawab sosial di mana perusahaan melakukan
sesedikit mungkin usaha untuk memecahkan masalah
sosial atau lingkungan. Organisasi dapat mengambil
sejumlah pendekatan yang berbeda untuk menjawab
masalah tanggung jawab sosial.
2. Posisi Defensif
Satu langkah dari posisi penghalang adalah posisi
defensif (defensive stance) adalah suatu posisi tanggung
jawab sosial di mana organisasi melakukan semua
yang perlu dilakukannya menurut hukum tetapi
tidak lebih dari itu. Pendekatan ini paling konsisten
dengan argumentasi-argumentasi yang digunakan
untuk menentang tanggung jawab sosial yang telah
disebutkan sebelumnya. Manajer di organisasi yang
mengambil posisi defensif bersikeras bahwa pekerjaan
mereka adalah untuk menghasilkan laba. 3. Posisi Akomodatif
Posisi Akomodatif (accomodative stance) adalah
suatu posisi tanggung jawab sosial di mana organisasi
memenuhi kewajiban etika dan legalnya dan juga
melangkah jauh dari persyaratan ini dalam
beberapa kasus tertentu. Perusahaan semacam ini
secara sukarela setuju untuk berpartisipasi dalam
program-program sosial akan tetapi para pengumpul
dana harus meyakinkan organisasi bahwa programprogram mereka memerlukan dukungan organisasi.
4. Posisi Proaktif
Tingkat tertinggi dari tanggung jawab sosial yang
dapat dilakukan suatu perusahaan adalah posisi
proaktif. Adapun yang dimaksud dengan posisi
proaktif (proactive stance) adalah suatu posisi tanggung
jawab sosial di mana perusahaan memandang dirinya
sebagai anggota dalam masyarakat dan secara proaktif
mencari kesempatan untuk berkontribusi kepada
masyarakat ini .
Di dunia wirausaha, motivasi ibarat bahan bakar.
Dialah yang memberi semangat, supaya wirausaha
menemukan tujuannya. Tanpa motivasi, wirausaha tidak
akan melaju kencang, bahkan bisa berhenti di tengah
jalan. Pertanyaannya kemudian adalah, mengapa motivasi
penting dalam wirausaha? Sebelum menjawab pertanyaan
ini , ada terminologi yang perlu diperjelas terkait
motivasi, yakni motif dan motivasi itu sendiri.
Motif didefinisikan sebagai kondisi
seseorang yang mendorong untuk mencari suatu kepuasan
atau mencapai suatu tujuan. Dengan kata lain, motif adalah
daya gerak yang mendorong seseorang berbuat sesuatu.
Untuk motivasi, merupakan istilah yang berasal dari kata
latin, movere yang berarti dorongan atau daya penggerak.
Motivasi berarti kegiatan memberikan dorongan kepada
seseorang atau diri sendiri untuk mengambil tindakan yang
dikehendaki. Jadi, motivasi bermakna membangkitkan
motif, mebangkitkan daya gerak, atau menggerakkan
seseorang atau diri sendiri berbuat sesuatu untuk mencapai
kepuasan atau tujuan.vmendefinisikan motivasi sebagai keadaan
di mana usaha dan kemauan keras seseorang di arahkan
kepada pencapaian hasil-hasil atau tujuan tertentu. Hasil yang dimaksud bisa berupa produktivitas, kehadiran, atau
perilaku kerja kreatif lainnya.
Terdapat tiga karakteristik pokok motivasi yaitu:
1. Usaha
Ciri ini merujuk pada kekuatan perilaku kerja seseorang
atau jumlah yang ditunjukkan oleh seseorang dalam
pekerjaannya.
2. Kemauan keras
Ciri ini merujuk pada kemauan keras yang
didemonstrasikan oleh seseorang dalam menerapkan
usahanya kepada tugas-tugas pekerjaannya.
3. Arah/tujuan
Ciri ini merujuk pada arah yang dituju oleh usaha dan
kemauan keras yang dimiliki seseorang, yang pada
dasarnya berupa hal-hal yang menguntungkan.
Motivasi merupakan proses psikologis yang mendasar,
dan merupakan salah satu unsur yang dapat menjelaskan
perilaku seseorang. Motivasi merupakan salah satu faktor
penentu dalam pencapaian tujuan. Motivasi timbul karena
kebutuhan. Kebutuhan dipandang sebagai kekurangan
sesuatu, yang menuntut pemenuhan. Situasi kekurangan
ini berfungsi sebagai kekuatan atau dorongan yang
menyebabkan seseorang bertindak untuk memenuhinya
Motivasi pada dasarnya adalah proses dimana aktivitas
pengarahan tujuan didorong dan berkelanjutan , Motivasi lebih mengarah pada
proses jika dibandingkan dengan sebuah produk. Sebagai
sebuah proses, motivasi tidak dapat diamati secara langsung,
tetapi dapat dilihat dari tindakan dan ucapan. Motivasi
melibatkan tujuan yang memberikan dorongan dan arahan
terhadap tindakan. Motivasi juga membutuhkan aktivitas fisik atau mental. Aktivitas mental memerlukan usaha,
kegigihan dan aktivitas-aktivitas nyata lainnya. Aktivitas
mental mencakup tindakan-tindakan kognitif seperti
perencanaan, pengorganisasian, monitoring, pengambilan
keputusan, penyelesaian masalah, dan menilai kemajuan.
Terakhir, aktivitas motivasi adalah dorongan dan
berkelanjutan. Proses motivasional sangat penting untuk
tindakan yang berkelanjutan motivasi
adalah an individual’s direction, intencity, and persistence of
effort in attaining a goal. Pengertian ini menjelaskan bahwa
motivasi adalah dorongan, intensitas dan kegigihan upaya
individu dalam mencapai sebuah tujuan. Oleh karena
itu, menurut Andre, untuk memotivasi seseorang harus
mampu untuk memengaruhi: (1) perilaku apa yang orang
pilih, (2) seberapa besar upaya yang telah dilakukan, dan
(3) seberapa lama seseorang menjaga upayanya terhadap
tujuan organisasi.
Khususnya terkait dengan motivasi kerja, Kanfer
(dalam George & Jones, 2008) menjelaskan bahwa motivasi
kerja didefinisikan sebagai: the psychological forces within
a person that determine the direction of the person’s behavior
in an organization, effort level, and persistence in the face of
obstacle. Hal ini berarti bahwa motivasi adalah kekuatan
psikologis di dalam diri seseorang yang menentukan arah
perilaku seseorang di dalam organisasi, tingkat upaya dan
ketekunan dalam menghadapi rintangan.
Dari definisi ini , menurut George dan Jones
(2008), motivasi kerja memiliki tiga elemen, yaitu arah
perilaku (direction of behavior), tingkat usaha (level of effort),
dan tingkat kegigihan (level of persistence). Arah perilaku
berkenaan dengan perilaku yang mana yang dipilih untuk dilakukan dari banyak perilaku potensial yang
dapat dilakukan. Tingkat usaha berarti seberapa keras
seseorang bekerja untuk melakukan sebuah perilaku
yang telah dipilih. Tidak cukup bagi organisasi hanya
memotivasi karyawan untuk melakukan fungsi-fungsi
perilaku yang dikehendaki, tetapi organisasi juga harus
memotivasinya untuk bekerja keras pada perilakunya.
Tingkat kegigihan berarti ketika karyawan menghadapi
rintangan, jalan buntu, dan menghadapi perlawanan yang
keras, tetap berusaha untuk mencoba melakukan perilaku
yang diperoleh dengan sukses. Kemudian Davis (1987)
menjelaskan bahwa motivasi kerja adalah kehendak untuk
mengatasi tantangan, kemajuan dan pertumbuhan. Dengan
demikian motivasi kerja akan sangat menentukan tingkah
laku dalam bekerja.
Pada intinya motivasi merefleksikan kekuatan atau
dorongan kuat untuk memenuhi kebutuhan atau tujuan
tertentu. Kebutuhan atau tujuan ini merupakan aspirasi
individual meskipun ditujukan atau atas nama kelompok
atau organisasi. Dorongan untuk menyelesaikan pekerjaan
dengan cepat adalah aspirasi individual namun hal itu
ditujukan untuk kepentingan organisasi.
Kassin (2004) mengelompokkan motivasi menjadi dua
kategori, yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Mitivasi intrinsik
adalah pengaruh dari dalam yang menyebabkan seseorang
bertindak. Dalam kategori ini termasuk kepribadian, emosi,
kebutuhan, motif, tujuan, dan harapan. Sementara motivasi
ekstrinsik adalah pengaruh dari luar yang menyebabkan
seseorang bertindak, termasuk penghargaan dan hukuman.
Sebagai dorongan kuat untuk memenuhi kebutuhan,
motivasi menjanjikan suatu perilaku yang menghasilkan
prestasi unggul. Dorongan yang kuat akan linear dengan
tingkat prestasi. Semakin kuat dorongan, maka semakin tinggi prestasi. Hal ini selaras dengan teori motivasi
McClelland, khususnya teori motivasi berprestasi.
Menurutnya, kebutuhan akan prestasi dapat menstimulasi
seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan
mengaktualkan semua kemampuan serta energi yang
dimilikinya, sehingga mencapai prestasi yang maksimal
Dalam pandangan McClelland, motivasi berprestasi
merupakan usaha untuk memperoleh hasil dengan
membandingkan ukuran keunggulan, yaitu perbandingan
antara prestasi yang dicapai sekarang dengan prestasi yang
pernah dicapai sebelumnya. Ukuran keunggulan dalam
hal ini adalah: keunggulan tugas, keunggulan diri dan
keunggulan orang lain yang pernah dicapai sebelumnya,
perbandingan prestasi dari tugas-tugas yang pernah
dikerjakan pernah dicapai sebelumnya, perbandingan
prestasi dari tugas-tugas yang pernah dikerjakan. Menurut
McClelland, ada enam aspek penting yang terkandung
dalam motivasi berprestasi, yakni:
Pertama, tanggung jawab. Individu yang memiliki
motivasi tinggi akan bertanggung jawab terhadap tugas
yang dikerjakan dan berusaha sampai tugas ini
berhasil diselesaikan.
Kedua, mempertimbangkan risiko. Individu yang
mempunyai motivasi tinggi akan mempertimbangkan
terlebih dahulu resiko yang akan dihadapinya sebelum
memulai suatu kesukaran yang sedang atau menantang
namun memungkinkan untuk diselesaikannya.
Ketiga, umpan balik. Individu yang mempunyai
motivasi tinggi sangat menyukai umpan balik karena
menurut mereka umpan balik sangat berguna sebagai
perbaikan bagi hasil kerja di masa yang akan datang.
Keempat, kreatif-inovatif. Individu yang mempunyai
motivasi yang tinggi akan kreatif mencari cara baru untuk menyelesaikan tugas seefektif dan seefisien mungkin dan
juga tidak menyukai pekerjaan rutin yang sama dari waktu
ke waktu.
Kelima, waktu penyelesaian tugas. Individu dengan
kebutuhan berprestasi yang tinggi akan berusaha
menyelesaikan setiap tugas dalam waktu yang cepat.
Keenam, keinginan menjadi yang terbaik. Individu
dengan kebutuhan berprestasi tinggi senantiasa
menunjukkan hasil kerja yang sebaik-baiknya dengan
tujuan agar meraih predikat yang terbaik
B. Aspek-aspek Motivasi
Dalam konteks wirausaha, motivasi berfungsi
membentuk minat. Sejauh mana minat seseorang melakoni
wirausaha, motivasi menjadi penentunya. Ketiadaan
motivasi membuat seseorang malas bertindak, bahkan
untuk hal kecil sekalipun. Apalagi dalam urusan wirausaha,
membutuhkan motivasi yang tinggi.
Mc Clelland (1976) membagi aspek motivasi menjadi
dua bagian. Pertama, usaha melakukan cara-cara barudan
kreatif. Kedua, mengambil tanggung jawab pribadi
atas perbuatannya. Aspek yang penting pada motivasi
berprestasi adalah motivasi ini membuat orang
cenderung untuk menuntut dirinya sendiri berusaha lebih
keras dan motivasi ini membuat prestasi sebagai
sasaran utamanya. Orang yang mempunyai motivasi
berprestasi—dalam hal ini wirausaha-- yang tinggi akan
berusaha lebih dari orang laindan menjadikan prestasi
sebagai tujuan utamanya.
Ditambahkan oleh McClelland, aspek lain dari motivasi
adalah kemampuan dan keuletan, di mana kemampuan
merupakan keinginan untuk bekerja lebih keras dan keinginan keterlibatan diri seseorang dalam suatu tugas
untuk mencapai kesuksesan dalam bekerja dan mengatasi
rintangan atau perjuangan untuk melakukan pekerjaan
yang sulit secara cepat dan tepat.
Salah satu penggagas teori motivasi John William
Atkinson menyebut bahwa motivasi
berprestasi seseorang didasarkan pada dua aspek, yaitu
tendensi untuk sukses dan tendensi untuk menghindari
kegagalan. Interaksi antara motivasi untuk menghindari
kegagalan akan membentuk motivasi berprestasi yang
menuntut ke perilaku yang berorientasi untuk berhasil.
Dari uraian ini , benang merah yang didapat adalah
bahwa aspek yang paling berpengaruh dalam motivasi
berprestasi seorang wirausahawan adalah:
1. Dorongan atau keinginan yang kuat untuk maju dan
sukses
2. Usaha kuat untuk menghindari kegagalan
Berlandaskan konsep bahwa motivasi merupakan
sesuatu yang membuat individu bergerak, maka dalam
terminologi wirausaha, aspek motivasi memunculkan
tingkah laku untuk berbuat sesuatu dalam rangka
mencapai tujuan yang diharapkan. Pada dasarnya motivasi
itu terjadi karena adanya keinginan untuk memenuhi
faktor-faktor yang belum terpenuhi. Dalam kaitannya
dengan wirausaha, keinginan yang belum terpenuhi
ini adalah ingin bebas mengatur waktu sendiri, ingin
memperoleh penghasilan lebih, serta keinginan memberi
kepada orang lain melalui penciptaan lapangan kerja.
Motivasi adalah salah satu fasilitas atau kecenderungan
individu untuk mencapai tujuan. Individu yang memiliki
motivasi akan memiliki kegigihan dan semangat dalam
melakukan aktivitasnya. Mereka akan selalu mencoba, meskipun sudah berkali-kali start-up wirausaha yang
mereka lakukan gagal. Tidak pernah ada istilah menyerah
dalam kamus mereka. Satu start-up wirausaha gagal, coba
lagi dengan start-up yang lain. Begitu seterusnya sampai
berhasil. Keberhasilan itu, tentu saja mendapat sokongan
penuh dari motivasi.
Dengan kata lain, individu yang memiliki motivasi
merupakan individu yang selain memiliki dorongan kuat
serta usaha keras, juga memiliki komitmen, memiliki
inisiatif, dan memiliki sikap optimis terhadap aktivitas
yang dilakukan. Maka, seseorang dikatakan memiliki
motivasi berwirausaha, apabila individu memiliki adanya
suatu tujuan yang diharapkan dalam kegiatan bisnainya,
selain itu adanya sikap ulet, gigih, tidak putus asa dalam
menyelesaikan tugas bisnis dan memecahkan masalah.
Para ahli telah banyak meneliti tentang motivasi,
sehingga ditemukan banyak teori motivasi. Setidaknya ada
lima teori motivasi yang telah dikenal luas, yaitu:
Dalam hubungannya dengan motivasi kerja, Maslow
menyusun hirarki tentang kebutuhan manusia. Hirarki
ini meliputi kebutuhan dasar (basic needs), kebutuhan
keamanan (security needs), kebutuhan sosial (social needs),
kebutuhan kehormatan (esteem needs) dan kebutuhan
aktualisasi diri (self actualization). Tingkat-tingkat
kebutuhan ini dapat dijelaskan pada gambar di bawah ini:motivasi
yang tumbuh dalam diri seseorang tergantung pada
keberadaan seseorang dalam sebuah hierarki kebutuhan
yang menyerupai anak tangga. Semakin tinggi keberadaan
seseorang dalam hirarki ini , maka semakin tinggi pula
motivasinya untuk melakukan hal besar demi mencapai
sebuah sukses dan prestasi. Contohnya, karyawan yang
masih berada pada tingkatan pemenuhan kebutuhan fisik,
pola motivasinya tentu saja berbeda dengan karyawan
yang sudah sampai pada tahap aktualisasi diri. Bagi
mereka yang memiliki tingkat kebutuhan aktualisasi
diri sangat besar, bekerja telah berubah menjadi sebuah
kesenangan, dan bekerja bukan lagi dirasakan sebagai
sebuah beban. Pentingnya teori Maslow ini terletak pada
formulasinya tentang motivasi yang sangat didasarkan
pada perspektif humaniter, yaitu bagaimana para
pemimpin menyejahterakan anak buahnya dan dengan
sungguh-sungguh meniadakan eksploitasi dalam proses
kerja. Teori harapan dikemukakan oleh Victor Vroom, ahli
psikologi dari Universaitas Yale. Teori harapan mencoba
untuk mengatasi kritik-kritik yang diarahkan pada
anggapan tertentu dari teori-teori motivasi lainnya, yakni
bahwa semua karyawan dianggap serupa, bahwa semua
situasi itu sama dan bahwa hanya ada satu cara terbaik
untuk memotivasi karyawan.
bahwa pendekatan dari teori harapan adalah mencoba
memperhatikan perbedaan antara individu dan situasi,
yang mempunyai tiga komponen utama, yakni:
Pertama, harapan hasil prestasi. Individu mengharapkan
konsekuensi tertentu dari perilaku mereka. Harapan ini
pada gilirannya memengaruhi kepuasan mereka tentang
bagaimana bertingkah laku. Misalnya seorang karyawan
yang tengah berpikir tentang peningkatan kuota penjualan
mungkin mengharapkan hadiah, bonus dan sejenisnya.
Kedua, valensi. Hasil dari suatu perilaku tertentu
mempunyai suatu valensi khusus, atau kekuatan untuk
memotivasi yang bervariasi pada setiap individu. Sebagai
contoh bagi seorang manajer yang menghargai uang dan
prestasi, peralihan ke jabatan yang gajinya lebih tinggi
di tempat lain mungkin mempunyai valensi yang tinggi,
bagi manajer yang menghargai afiliasi dengan rekan-rekan
kerja dan kawan-kawannya, pemindahan yang sama akan
mendapat valensi yang rendah.
Ketiga, harapan kinerja usaha. Harapan orang
mengenai seberapa sulitnya bekerja secara berhasil juga
akan memengaruhi keputusan orang tentang perilaku.
menjelaskan cara kerja teoretis dari
model teori harapan yang dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Nilai dari imbalan yang diharapkan individu tertentu (1)
dipadukan dengan persepsi individu mengenai upaya
yang dilibatkan untuk memperoleh imbalan ini dan kemungkinan mencapainya (2) untuk menghasilkan
suatu tingkat upaya tertentu (3). Upaya ini dipadukan
dengan kemampuan dan sifat individu yang bersangkutan
(4) dan cara dia melaksanakan tugas ini (5) untuk
menghasilkan suatu tingkat kinerja tertentu (6), tingkat
prestasi yang dihasilkan ini menyebabkan imbalan intrinsik
(7a), dan barangkali menyebabkan imbalan ekstrinsik (7b).
Garis bergelombang dalam model ini yang mengarah
ke imbalan ekstrinsik menunjukkan bahwa imbalan
ini tidak dijamin, karena tergantung pada bagaimana
penyelia atau orang lain menilai kinerja individu dan pada
kesediaan organisasi untuk memberikan imbalan pada
prestasi ini . Individu mempunyai gagasan tersendiri
mengenai kepantasan seluruh perangkat imbalan yang
diterima (8), yang apabila diukur dengan imbalan yang
sesungguhnya diterima, menghasilkan tingkat kepuasan
yang dialami oleh individu yang bersangkutan (9). Maka
pengalaman individu ini akan diterapkan pada
penilaiannya dimasa yang akan datang terhadap nilai
imbalan untuk pelaksanaan tugas selanjutnya.Menurut Sculler dan Susan (1997), model teori harapan
mempunyai sejumlah implikasi nyata bagi manajer
mengenai bagaimana memotivasi bawahan, antara lain:
Pertama, menentukan imbalan yang dinilai oleh setiap
bawahan. Jikalau imbalan menjadi motivator, maka pasti
cocok untuk individu yang bersangkutan. Manajer dapat
menentukan imbalan apa yang diinginkan oleh bawahannya
dengan mengamati reaksinya dalam berbagai situasi dan
menanyakan imbalan apa yang mereka inginkan.
Kedua, menentukan kinerja yang diinginkan. Manajer
harus mengidentifikasi tingkat kinerja atau perilaku apa
yang ia inginkan sehingga ia dapat memberitahukan
bawahannya apa yang harus mereka lakukan agar diberi
imbalan.
Ketiga, mengupayakan agar tingkat kinerja dapat
dicapai. Jikalau bawahan merasa bahwa tujuan yang harus
mereka capai terlalu sulit atau mustahil, motivasinya akan
rendah.
Keempat, mengaitkan imbalan dengan kinerja. Untuk
mempertahankan motivasi, imbalan yang layak harus jelas
dikaitkan dengan suatu kinerja dalam jangka waktu yang
singkat.
Kelima, menganalisis faktor apakah yang mungkin
meniadakan efektivitas imbalan. Konflik diantara sistem
imbalan dan pengaruh lain dalam situasi kerja mungkin
mengharuskan manajer mengharuskan manajer melakukan
beberapa penyesuaian dalam sistem imbalan.
Merupakan hal yang normal dan manusiawi apabila
dalam kehidupannya, termasuk kekaryaannya, seseorang
mengharapkan perlakuan yang adil. Akan tetapi wajar dan normal pula jika seseorang melihat keadilan dengan
‘kaca mata’ yang subyektif. Persepsi yang subjektif itulah
yang memengaruhi tindakan dan perilaku seseorang.
Masalahnya berkisar pada upaya yang diberikan demi
kepentingan organisasi dan imbalan yang diperoleh
karena kontribusi yang diberikan. Para karyawan biasanya
melakukan pembandingan antara dirinya sendiri dan
orang lain di dalam dan di luar organisasi.
Simamora (1997) menuliskan bahwa teori keadilan
memasukkan dimensi social comparisons dari rasio antara
input-outcomes. Orang cenderung membandingkan inputinputnya dan outcomes yang diterimanya dengan input
dan output dari pekerja lainnya, yaitu orang yang sering
disebut sebagai referent persons. Jika apa yang diterimanya
dinilainya sama dengan apa yang dimiliki dan diterima
oleh referent persons, maka pekerja yang bersangkutan
akan merasa bahwa sistem reward yang ada telah adil, dan
dengan sendirinya ia akan merasa puas. Sebaliknya jika
outcomes yang diterima lebih kecil dibandingkan dengan
referent persons, maka hal itu akan menimbulkan ketidakpuasan (Schuller & Susan, 1997).
Teori keadilan membantu untuk memahami bagaimana
seorang pekerja mencapai kesimpulan bahwa dia sedang
diperlakukan secara adil atau tidak adil. Perasaan
bahwa seseorang sedang diperlakukan adil merupakan
keadaan jiwa yang berasal dari dalam, sebagai hasil dari
pertimbangan subyektif tentang apa yang diharapkan dari
sebuah pekerjaan dan apa yang diperoleh seseorang secara
nyata dari pekerjaan ini dibandingkan dengan orang
lain yang relevanAnggapan-anggapan mengenai pilih kasih, tidak
wajar, serta perlakuan tidak adil merupakan persoalan
utama dalam supervisi (peranan manajer), dan karena
itu memainkan peranan yang sangat berarti di dalam
menentukan kepuasan kerja seorang pekerja terhadap
pekerjaan. Ada ungkapan umum, bahwa“ an honest day’s
work deserves an honest day’s pay“, atau “an honest dau’s
contribution or input of employee work deserves an equitable
return of organizational rewards“. Dengan kata lain, inputinput (I) dan outcome-outcome (O) harus sama (I = O).
Dalam teori keadilan, masukan dan keluaran ditunjukkan
oleh rasio I/O. Karena keadilan dikalkulasikan secara
subyektif, masukan-masukannya dapat berupa segala
sesuatu yang dibawa oleh pekerja kedalam organisasi yang
bagi the thinking worker perlu diberi pengakuan tertentu
jika dibandingkan dengan orang lain. Oleh karena itu masukan-masukan bisa meliputi kecakapan, kedudukan,
pendidikan, jenis kerja, kesulitan kerja, kuantitas/jumlah
kerja, dan senioritas. Masukan bisa juga berupa hal-hal
yang kurang diakui secara formal tetapi walaupun begitu
sering dipakai, seperti jenis kelamin, ras, atau umur. Nilai
keluaran mempunyai range yang sama dengan penggajian,
peluang dimasa depan, promosi, pengakuan, suasana kerja,
jadual kerja yang fleksibel, otonomi, tempat parkir yang
pantas, suatu kantor dengan ukuran dan lokasi tertentu.
Tricahyono (1999) mengemukakan bahwa teori
penetapan tujuan merupakan suatu teori kognitif tentang
motivasi kerja, yakni mempertahankan bahwa para
karyawan adalah sebagai manusia yang berakal budi
yang berusaha mengejar tujuan. Teori penetapan tujuan
memusatkan perhatian pada proses penetapan tujuan
itu sendiri. Bila tujuan itu spesifik dan menantang, maka
fungsinya sebagai faktor motivasi lebih efektif dalam kinerja
baik individu maupun kelompok. Motivasi dan komitmen
itu lebih tinggi bila bawahan berperan serta dalam proses
penetapan tujuan, akan tetapi karyawan membutuhkan
umpan balik yang akurat mengenai kinerjanya, serta
membantu mereka menyesuaikan metode kerja mereka
bila perlu dan mendorongnya untuk tetap bekerja guna
mencapai tujuan.Armstrong (Tricahyono, 1999) menyatakan bahwa
hubungan antara motivasi dan prestasi kerja adalah sesuatu
yang positif, dalam arti meningkatnya motivasi akan
menghasilkan prestasi kerja yang lebih baik dan sebaliknya
perbaikan prestasi kerja akan meningkatkan motivasi
karena menimbulkan perasaan berprestasi. Bagaimanapun
tertariknya seseorang untuk mengerjakan sesuatu, tidak
akan mampu melakukannya jika tidak memiliki kecakapan
yang dibutuhkan.
Dari Gambar 2.5 terlihat bahwa terjadi kesetaraan
yang sama pentingnya dalam mengambil langkah-langkah
untuk memperbaiki kemampuan melalui penerimaan
karyawan yang baik dan pelatihan serta memperhatikan
motivasi dengan menggunakan faktor-faktor buatan dan
hakiki yang memengaruhinya. Namun demikian perlu
diingat bahwa motivasi menyiratkan tekanan untuk maju
kedepan dan untuk berbuat lebih banyak, tetapi tekanan dapat mendatangkan perasaan tertekan (stres), sehingga
bila terlalu banyak motivasi maka sama dengan terlalu
banyak perasaan tertekan, dan hal ini tentunya justru
akan memengaruhi prestasi kerja. Batasan sejauh mana
orang dapat dimotivasi tergantung kepada kekuatan
kebutuhannya dan kemampuan mereka untuk mengatasi
tekanan.
Pada akhir tahun 1950-an Frederick Herzberg dan
kawan-kawannya pada Osychological Service of Pattsburgh
melakukan suatu penelitian dimana mereka memberi
pertanyaan kepada sekitar 200 orang insinyur dan akuntan
dari 11 perusahaan berbeda, untuk mengingat-ingat kembali
kejadian dalam pengalaman lalu yang membuat mereka
merasa sangat bangga atau merisaukan pekerjaan mereka.
Hasil dari penelitian ini menjadi rumusan penting
dari teori dua faktor Hersberg dalam mengembangkan
teori tentang motivasi.
Menurut Timpe (1985), inti dari teori dua faktor
ini adalah menegaskan bahwa kepuasan kerja dan
ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda
namun tidak saling berlawanan, dalam arti bahwa lawan dari
kepuasan bekerja bukanlah ketidak puasan bekerja tetapi
lebih cenderung karena tidak adanya kepuasan bekerja, dan
lawan dari ketidakpuasan bekerja bukan kepuasan bekerja
tetapi karena tidak adanya ketidak puasan bekerja. Dengan
mengikuti pendekatan ini Herzberg mengidentifikasikan
sekelompok faktor “higienis“ seperti kebijakan dan
administrasi perusahaan, pengawasan, hubungan antar
pribadi, kehidupan pribadi, kondisi kerja, penggajian dan
jaminan, dimana faktor-faktor ini dianggap mendasar dan
bilamana terjadi kekurangan maka dapat menciptakan
ketidakpuasan bekerja, tetapi dalam keadaan normal tidak
mampu memotivasi pegawai untuk bekerja lebih keras.
Kemudian diidentifikasi pula sekelompok faktor sebagai
“motivator“ dimana tercakup pencapaian, pengakuan atas
pencapaian, pekerjaan itu sendiri, tanggungjawab dan
pertumbuhan atau kemajuan, faktor-faktor ini mampu
menciptakan kepuasan bekerja hanya saja harus ada faktor
higienis pada tingkat yang dapat diterima. Akan lebih
bermanfaat jika memandang faktor higienis dan motivator
itu terdapat dalam diri manajemen maupun pegawai yang
terdapat dalam semacam hubungan bayangan dalam
kaca. Dengan kata lain terdapat faktor yang menyebabkan
manajer tidak puas dengan pegawai tetapi tidak akan
mengarah ke imbalan bagi manajer dalam bentuk kenaikan
jasa atau kedudukan dengan tanggung jawab yang lebih
besar. Begitu juga terdapat faktor serupa seperti faktor
motivator Herzberg yang dapat menyebabkan manajer
memperoleh imbalan tetapi dengan prasyarat bahwa faktor
higienis berada pada tingkat yang dapat diterima.
Dari uraian ini tampak bahwa faktor yang
mendorong motivasi kerja dalam teori Herzberg adalah
faktor pemotivasi (motivation factors). Faktor ini sering
juga disebut sebagai faktor intrinsik, yakni faktor-faktor
motivasi yang menyangkut kebutuhan psikologis yang
berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang
secara langsung berkaitan dengan pekerjaan (harapan
untuk berkarir), misalnya perasaan berprestasi, pengakuan,
tanggung jawab, pekerjaan itu sendiri (jenis pekerjaan)
dan kemungkinan untuk maju atau kesempatan berkarir.
Keberadaan faktor ini akan menggerakkan tingkat motivasi
yang kuat bagi seorang pekerja (karyawan). Di dunia wirausaha, menanamkan motivasi dalam
sebuah tim sangat penting dalam menciptakan tingkat
produktivitas yang tinggi bagi karyawan. Motivasi selalu
ada dalam diri seseorang dan menjadi sumber energi untuk
mencapai sukses. Orang yang mempunyai motivasi tinggi
dalam suatu perusahaan akan menularkannya kepada
orang lain. Hal inilah yang membuat faktor motivasi begitu
penting dalam menciptakan kinerja seseorang dan tim.
Alasan serta manfaat motivasi bagi seseorang dan tim
atau organisasi adalah sebagai berikut (Hendro, 2011):
1. Menularkan energi bagi yang lainnya.
2. Membawa kesuksesan tim.
3. Meningkatkan produktivitas.
4. Menjadikan contoh bagi yang lain.
5. Meringankan pekerjaan bagi tim bila banyak yang
termotivasi.
Adapun ciri orang yang termotivasi adalah sebagai
berikut:
1. Keinginan kuat memberikan yang terbaik bagi
perusahaan.
2. Semangan kerja yang tinggi.
3. Konsisten dalam bekerja, baik saat semangat kerja
sedang tinggi ataupun saat semangat sedang rendah.
4. Tidak suka dipengaruhi oleh semangat kerja temannya
yang memperlemah atau memengaruhinya.
5. Keinginan yang tinggi untuk maju dan berkembang.
6. Senang menerima tantangan dan pekerjaan baru serta
menantang.
7. Mempunyai gairah kerja yang tinggi.
8. Bersedia mengembangkan pengetahuan, keterampilan,
dan keahlian tanpa harus diperintah.Wirausahawan yang berhasil adalah mereka yang
mempunyai motif berprestasi tinggi. Sifat khas motif
berprestasi tinggi yakni (Suryana & Bayu, 2010):
1. Mempunyai komitmen dan tanggung jawab terhadap
pekerjaan.
2. Cenderung memilih tantangan.
3. Selalu jeli melihat dan memanfaatkan peluang.
4. Objektif dalam setiap penilaian.
5. Selalu memerlukan umpan balik.
6. Selalu optimis dalam situasi yang kurang
menguntungkan.
7. Berorientasi laba.
8. Mempunyai kemampuan mengelola (manajemen)
secara proaktif.
Sikap dan motivasi merupakan bagian yang saling
berkaitan dalam keseluruhan kepribadian individu.
Sikap dan motivasi memiliki hubungan timbal balik, dan
akan menunjukkan kecenderungan berperilaku untuk
memenuhi tercepainya pemuas kebutuhan.
Setidaknya terdapat empat karakter motivasi yang
harus dimiliki oleh seorang wirausahawan (Suryana &
Bayu, 2010), yaitu:
1. Pekerja keras
2. Tidak pernah menyerah
3. Memiliki semangat
4. Memiliki komitmen yang tinggi
Sikap pekerja keras, pantang menyerah, dan ulet
adalah khas milik wirausahawan sukses. Karakteristik
ini diimplementasikan dalam bentuk kejelian melihat
peluang, gigih menembus pasar, dan rajin membuka
jaringan (network) baru. Cita-cita wirausahawan untuk
sukses adalah pondasi dari sikap bekerja keras ini . Dalam menghadapi dunia bisnis yang penuh kerikilkerikil tajam, wirausahawan memerlukan semangat bekerja
keras, tidak putus asa dan ulet serta penuh ketabahan
untuk memulai liku-liku rintangan di dalam bisnisnya,
selalu berusaha mencari jalan yang lebih baik untuk maju
dan mencapai sukses. Akan tetapi, tentu saja sikap kerja
pantang menyerah dan ulet dalam mengelola kegiatan
bisnis harus ditunjang oleh pengorbanan, semangat dan
kepercayaan pada diri para wirausahawan sendiri.
Kerja keras dan pantang menyerah dalam berwirausaha
merupakan langkah awal keberhasilan dalam menjalankan
kehidupan usahanya baik untuk diri wirausaha, keluarganya
maupun untuk masyarakat. Faktor pendukung sikap kerja
keras wirausahawan antara lain:
1. Bekerja dengan penuh keyakinan, penuh semangat,
pantang menyerah dan ulet dalam berwirausaha.
2. Bekerja dengan penuh ketekunan dan memiliki tekad
yang terarah dalam berwirausaha
3. Bekerja berdasarkan kemampuan, bakat, minat,
pengalaman, pendidikan dan kesanggupan dalam
berwirausaha
4. Bekerja penuh semangat, penuh kegairahan dan penuh
ketabahan dalam berwirausaha.
Kerja keras para wirausahawan adalah perjuangan
yang menunjukan sikap kerja pantang menyerah dan ulet,
kera keras, percaya diri, dan optimis. Menurut Murphy dan
Peck (dalam Alma, 2000), guna mencapai sukses aku karier,
seseorang harus memulai dengan keras pantang menyerah
dan ulet, selain itu harus diikuti dengan tekad yang kuat
dalam mencapai tujuan pengelolaan kegiatan usahanya.
Wirausahawan harus dapat bekerja sama dengan orang
lain, berpenampilan baik, tepat dalam membuat keputusan,
memiliki dorongan ambisi dan pintar berkomunikasi.Selain kerja keras, pantang menyerah, dan semangat,
karakter motivasi lainnya adalah komitmen yang tinggi.
Mowday (dalam Suryana & Bayu, 2010) mendefinisikan
komitmen sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari
individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya.
Ciri khasnya adalah tiga hal berikut, yaitu:
1. Menerima nilai dan tujuan organisasi.
2. Kesiapan dan kesediaan untuk berusaha dengan
sungguh-sungguh atas nama organisasi.
3. Keinginan untuk mempertahankan usaha.
Intinya, menurut Suryana & Bayu (2010), komitmen
adalah proses pada individu (wirausaha) dalam
mengidentifikasikan dirinya dengan nilai-nilai, aturan, dan
tujuan perusahaan. Di samping itu, komitmen mengandung
pengertian sebagai suatu hal yang lebih dari sekadar
kesetiaan yang pasif terhadap perusahaan. Dengan kata
lain, komitmen menyiratkan hubungan wirausaha dengan
perusahaan atau organisasi secara aktif.
Kotak 3
Memotivasi Karyawan
Sebuah usaha memerlukan karyawan yang penuh
dengan ide dan solusi, kreatif, memiliki pemikiran segar
sehingga menularkan manfaat di lingkungan kerja.
Agar lebih banyak orang dalam perusahaan menjadi
lebih kreatif dan bersemangat menghasilkan inovasi,
cobalah memotivasi mereka dengan empat cara berikut ini:
1. Berikan masukan atas ide baru: Menghasilkan ide
dan solusi baru selalu membutuhkan tenaga, pikiran
dan waktu. Karenanya pastikan bahwa jerih payah
karyawan Anda hargai. Berikan masukan positif dan
saran yang membangun. 2. Kenali dan berikan imbalan atas kolaborasi: Kreativitas
mengharuskan adanya proses kerjasama. Biasanya
ada pencetus ide dan yang lain sepakat kemudian
mereka bahu membahu mewujudkannya. Anda
bisa memberikan pengakuan untuk ide terbaik dari
kelompok-kelompok kerja . Ini akan meningkatkan
semangat untuk berkolaborasi.
3. Gunakan konteks: Sebelumnya satukan pemikiran dan
mindset antara Anda sebagai entrepreneur dan para
pegawai Anda. Ini agar kelak ide-ide mereka tidak
keluar dari harapan Anda. Sampaikan ekspektasi
dengan jelas dan berikan kesempatan untuk berkreasi.
Anda perlu berikan sudut pandang yang mudah
dipahami pegawai.
4. ‘Rayakan’ kegagalan yang tidak sia-sia: Tidak ada
ide kreatif yang kebal terhadap kegagalan. Untuk
mendorong kreativitas, berikan imbalan bahkan saat
mereka gagal setelah berupaya maksimal.
Sumber: Ciputraentrepreneurship.com
Motivasi ibarat bahan bakar. Dialah yang memberi
semangat, supaya wirausaha menemukan tujuannya. Tanpa
motivasi, wirausaha tidak akan melaju kencang, bahkan
bisa berhenti di tengah jalan. Motivasi didefinisikan sebagai
keadaan di mana usaha dan kemauan keras seseorang
diarahkan kepada pencapaian hasil-hasil atau tujuan
tertentu. Hasil yang dimaksud bisa berupa produktivitas,
kehadiran, atau perilaku kerja kreatif lainnya.
Motivasi merefleksikan kekuatan atau dorongan
kuat untuk memenuhi kebutuhan atau tujuan tertentu.
Kebutuhan atau tujuan ini merupakan aspirasi individual
meskipun ditujukan atau atas nama kelompok atau
organisasi. Dorongan untuk menyelesaikan pekerjaan
dengan cepat adalah aspirasi individual namun hal itu
ditujukan untuk kepentingan organisasi.
Para ahli telah banyak meneliti tentang motivasi,
sehingga ditemukan banyak teori motivasi. Setidaknya ada
lima teori motivasi yang telah dikenal luas, yakni:
1. Teori Motivasi Maslow
2. Teori Pengharapan.
3. Teori Keadilan
4. Teori Penentuan Tujuan
5. Teori Dua Faktor
Di dunia wirausaha, menanamkan motivasi dalam
sebuah tim sangat penting dalam menciptakan tingkat
produktivitas yang tinggi bagi karyawan. Motivasi selalu
ada dalam diri seseorang dan menjadi sumber energi untuk
mencapai sukses. Orang yang mempunyai motivasi tinggi
dalam suatu perusahaan akan menularkannya kepada
orang lain. Hal inilah yang membuat faktor motivasi begitu
penting dalam menciptakan kinerja seseorang dan tim.
Setidaknya terdapat empat karakter motivasi yang
harus dimiliki oleh seorang wirausahawan, yaitu:
1. Pekerja keras
2. Tidak pernah menyerah
3. Memiliki semangat
4. Memiliki komitmen yang tinggi
Sikap pekerja keras, pantang menyerah, dan ulet
adalah khas milik wirausahawan sukses. Karakteristik
ini diimplementasikan dalam bentuk kejelian
melihat peluang, gigih menembus pasar, dan
rajin membuka jaringan (network) baru. Cita-cita
wirausahawan untuk sukses adalah pondasi dari sikap
bekerja keras ini
Kita sering mendengar kata wirausaha. Pemerintah
menggalakkan wirausaha melalui Gerakan Kewirausahaan
Nasional (GKN). Namun, sejauh mana pengetahuan kita
mengenai wirausaha? Hal ini penting. Sebab, bagaimana
kita akan menggeluti dunia wirausaha kalau tidak
mengetahui pengertian mendasar tentang wirausaha.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
dijelaskan tentang pengertian wirausaha, yaitu:
“Orang yang pandai atau berbakat mengenali produk
baru, menentukan cara produk baru, menyusun operasi
untuk pengadaan produksi baru, memasarkannya, serta
mengatur permodalan operasinya”.
Ekonom Perancis, J.B. Say, sekitar tahun 1800 yang
mempopulerkan istilah wirausaha/entrepreneur (Drucker,
1986). Menurut Say, wirausaha didefinisikan sebagai
‘pergeseran sumber daya ekonomi dari daerah rendah
ke wilayah dengan produktivitas dan keuntungan yang
lebih tinggi’. Sayangnya, kata Drucker, pengertian ini
tidak secara gamblang menyebut siapa wirausaha itu. Di
samping itu, karena dicetuskan Say lebih dari 200 tahun
lalu, terdapat keraguan tentang definisi ‘wirausaha’ dan
‘wirausahawan’ (Drucker, 1986).Di Amerika Serikat, menurut Drucker, wirausaha
kerap didefinisikan sebagai seseorang yang memulai
bisnis baru dalam skala kecil dan dimiliki sendiri.
Kenyataannya, kata Drucker, tidak semua usaha kecil
baru mewakili kewirausahaan. Dalam bahasa Drucker,
seseorag mempunyai jiwa wirausaha bila ia selalu
mencari perubahan, merespons perubahan ini , dan
mengubahnya menjadi kesempatan.
Sejalan dengan perputaran zaman, pengertian
wirausaha mengalami perkembangan. Frederick (2006)
merangkumnya sebagai berikut:
Kewirausahaan…melakukan sesuatu yang tidak secara
umum diperoleh melalui kursus biasa atau bisnis
rutin; merupakan fenomena yang berasal dari aspek
kepemimpinan yang lebih besar (Schumpeter, 1951).
Kewirausahaan, setidaknya pada masyarakat nonotoriter, merupakan jembatan antara masyarakat
secara keseluruhan dari aspek non ekonomi dengan
lembaga berorientasi laba untuk memuaskan keinginan
ekonomi (Cole, 1959).
Dalam…kewirausahaan terdapat permufakatan
tentang beberapa perilaku, di antaranya (1) inisiatif, (2)
organisasi mekanisme sosial ekonomi untuk mengubah
sumber daya menjadi keuangan, dan (3) menerima
risiko kegagalan (Shapero,1975).
Pengertian yang lebih komprehensif diberikan oleh
Ronstandt (dalam Frederick, 2006). Menurutnya:
Kewirausahaan merupakan proses yang dinamis
untuk menciptakan kesejahteraan. Kesejahteraan
ini dibentuk oleh individu yang memandang
risiko sebagai keadilan, waktu, atau komitmen dengan
memberikan nilai pada produk atau jasa. Produk
atau jasa itu sendiri bisa saja baru atau bukan atau unik, namun nilainya diresapi oleh wirausaha dengan
mengalokasikan keterampilan serta sumber daya.
Berdasarkan pengertian-pengertian ini , Frederick,
Kuratko & Hodgetts (2006) menyempurnakannya menjadi:
Kewirausahaan merupakan proses dinamis yang
melibatkan visi, perubahan, dan penciptaan.
Kewirausahaan memerlukan energi dan gairah menuju
pembentukan ide baru serta solusi kreatif. Hal ini
mensyaratkan keinginan mengambil risiko—berupa
waktu, modal, dan karir; kemampuan merumuskan tim
yang efektif, kreativitas menggunakan sumber daya;
kemampuan dasar membangun perencanaan bisnis
yang solid; serta visi untuk mengenali kesempatan
pada saat orang lain melihatnya sebagai kekacauan,
kontradiksi, dan kebimbangan.
Pengertian ini menyiratkan bahwa seorang
wirausaha haruslah individu yang memiliki kemauan
keras untuk mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia
usaha yang nyata dan dapat mengembangkannya dengan
tangguh.
Di sisi lain, menurut Yuyun Wirasamita (dalam Suryana
& Bayu, 2010), kewirausahaan dan wirausaha merupakan
faktor produksi aktif yang dapat menggerakkan dan
memanfaatkan sumber daya lainnya seperti sumber daya
alam, modal, dan teknologi, sehingga dapat menciptakan
kekayaaan dan kemakmuran melalui penciptaan
lapangan kerja, penghasilan, dan produk yang diperlukan
masyarakat.
Kewirausahaan, menurut Hisrich, Peters & Shepherd
(2008), merupakan proses yang dinamis untuk memperoleh
tambahan kekayaan. Hanya idividu yang berani mengambil
risiko utama dalam hal modal, waktu, dan atau komitmen karir atau dapat menyediakan nilai bagi beberapa produk
dan jasa saja yang bisa menambah kekayaan.
Dalam pandangan Hisrich, Peters & Shepherd
(2008), wirausaha dapat ditemukan pada setiap profesi—
pendidikan, kesehatan, riset, kedokteran, hukum, teknik,
dan mahasiswa. Karena itulah, ia membuat definisi yang
lebih komprehensif, yakni:
Kewirausahaan adalah proses penciptaan sesuatu
nilai yang baru, menggunakan waktu dan upaya,
menanggung risiko keuangan, fisik, serta risiko sosial
yang mengiringi, namun menerima imbalan moneter
serta kepuasan dan kebebasan pribadi.
Definisi ini menekankan empat aspek dasar
seorang wirausahawan. Pertama, melibatkan proses
penciptaan—menciptakan suatu nilai baru. Penciptaan
haruslah mempunyai nilai bagi pengusaha dan pelanggan.
Kedua, kewirausahaan menuntut waktu dan upaya. Ketiga,
melibatkan penghargaan, berupa kebebasan dan kepuasan
pribadi. Keempat, respons dalam memciptakan dilakukan
melalui tindakan kewirausahaan/entrepreneurial action
(Hisrich, Peters & Shepherd, 2008).
Ketika diejawantahkan dalam bahasa sederhana,
maka wirausahawan adalah orang yang berjiwa berani
mengambil risiko untuk membuka usaha dalam berbagai
kesempatan. Berjiwa berani mengambil risiko artinya
bermental mandiri dan berani memulai usaha, tanpa
diliputi rasa takut atau cemas, sekalipun dalam kondisi
tidak pasti (Kasmir, 2011). Kegiatan wirausaha ini
dapat dilakukan seorang diri atau berkelompok. Pikiran
seorang wirausahawan selalu berisi usaha untuk mencari
memanfaatkan, serta menciptakan peluang usaha yang
dapat memberikan keuntungan. Kerugian merupakan hal yang biasa karena mereka memegang prinsip selalu ada
faktor rugi.
Kemampuan mendobrak sistem ekonomi adalah ciri
khas seorang wirausaha. Hal ini dilakukan dengan
memperkenalkan barang dan jasa baru, menciptakan
bentuk organisasi baru, atau mengolah bahan baku
baru. Namun, hal ini bisa terlaksana, jika orang
mempunyai kecerdasan wirausaha, yakni kemampuan
seseorang dalam mengenali dan mengelola diri serta
berbagai peluang maupun sumber daya sekitarnya secara
kreatif untuk menciptakan nilai tambah bagi dirinya secara
berkelanjutan. Sebab, menjadi wirausaha tidak hanya
membangun bisnis semata, namun juga mengubah pola
pikir dan pola tindak yang menghasilkan kreativitas dan
inovasi (Suryana & Bayu, 2010).
Pada akhirnya, seperti dikemukakan Drucker (1986),
seorang wirausahawan adalah orang penuh semangat,
berani mengambil risiko, kreatif dan inovatif, serta punya
kemampuan manajemen untuk mengubah tantangan
menjadi peluang.
Kotak 2
Tip Bisnis Pemula Ala Ciputra
Berbisnis harus dimulai sejak dini. Hal itu pula
yang diajarkan pegiat wirausaha Indonesia, Ir. Ciputra.
Menurutnya, orang tua harus mengajarkan anak untuk
memulai usaha, meskipun anak masih duduk di bangku
TK.
Berikut ini tip lengkap dari peraih Luminary Award
2013 dari ChannelNewsAsia untuk kategori Lifetime
Achievement:
1. Saat membawa anak ke pusat perbelanjaan
misalnya, anak jangan hanya diajak untuk membeli
barang, tapi juga menjelaskan cara membuat barang
ini . Misalnya saat anak minta kue, anak harus
dijelaskan tentang membuat kue. Secara pelanpelan, anak bisa dijelaskan tentang manajemen
keuangan hingga urusan menabung. Bila anak
merengek meminta sesuatu, jangan langsung
dituruti. Buatlah anak menjadi kreatif.
2. Beranjak besar, si anak bisa diajarkan berjualan.
Usahakan barang-barang ini gampang dibawa
si anak ataupun diminati si anak. Bahkan bila ada
fasilitas, si anak bisa diperkenalkan dengan bisnis
online.
3. Bila sudah lebih dewasa lagi, anjurkan untuk
membuat 100 daftar tentang bisnis apa saja yang
akan dilakukan. Kemudian setelah dianalisis,
maka bisa diseleksi hingga mengerucut menjadi
10 hingga 3 bisnis utama yang sesuai. Selain itu,
bisa mencari mentor bisnis sesuai dengan bisnis
yang akan dijalankan. Dengan mentor itu, maka
calon wirausaha bisa dengan secara jelas menerima
arahan bahkan kritikan.
4. Bila sudah mulai terlihat usahanya, hal yang
terpenting adalah modal usaha. Namun bagi
Ciputra, modal usaha bukanlah hal yang penting.
Sebab, belaiu dulu memulai usaha dengan modal
dengkul, alias tanpa modal, yang penting bisa baca
peluang dan inovasi.
5. Setelah bisnis mulai berjalan, biasanya calon pebisnis
takut bisnisnya gagal. Tapi menurut Ciputra, justru
di situlah mental seorang calon wirausaha dilatih.
Menjadi seorang wirausaha, harus siap rugi.
Namun bisnis ini jangan dipersiapkan untuk
merugi
Seseorang dikatakan punya jiwa wirausaha bila jeli
melihat peluang, pantang menyerah, kreatif dan inovatif,
dan berani mengambil risiko. Karateristik seperti itulah
yang mendorong maju tidaknya sebuah usaha.
David McClelland adalah yang pertama kali
mengungkap karakter seorang wirausaha. Dalam bukunya,
The Achieving Society, McClelland mengatakan, wirausaha
mempunyai keinginan pencapaian yang lebih tinggi
dibanding mereka yang bukan wirausahawan (Bygrave,
1994). Di samping itu, wirausahawan juga memiliki kontrol
internal yang lebih tinggi ketimbang non-wirausahawan.
McClelland (dalam Suryana & Bayu, 2010) membagi
karakterisik wirausahawan berdasarkan keinginan
pencapaian menjadi enam hal, yakni:
1. Menyukai pekerjaan dengan risiko yang realistis.
2. Bekerja lebih giat dalam tugas-tugas yang memerlukan
kemampuan mental.
3. Tidak bekerja lebih giat karena imbalan uang.
4. Ingin bekerja pada situasi di mana dapat diperoleh
pencapaian pribadi.
5. Menunjukkan kinerja yang lebih baik dalam kondisi
yang memberikan umpan balik yang jelas positif.
6. Berpikir ke masa depan serta jangka panjang.
Bersisian dengan karakteristik di atas, Bygrave (1994)
mengatakan bahwa wirausahawan sukses bukanlah
orang yang biasa-biasa saja, melainkan mereka yang
mempunyai karakter khas. Bygrave membaginya menjadi
10 karakteristik, populer dengan sebutan 10 Ds, yaitu:
1. Dream
Dapat diartikan sebagai impian. Seorang wirausahawan
pastilah mempunyai mimpi, mempunyai visi atas masa
depan. Bukan sekadar mimpi, seorang wirausahwan
juga punya kemampuan untuk mewujudkan mimpinya.
2. Decisiveness
Artinya perencanaan. Sebelum melakukan sesuatu,
wirausahawan memiliki perencanan yang matang, agar
segala sesuatunya dapat berjalan sesuai prosedur yang
diinginkan. Kecepatan dan perencanaan yang matang
adalah kunci sukses wirausaha.
3. Doers
Tidak bertindak lambat. Wirausahawan tidak perlu
menunggu waktu untuk segera melakukan usaha.
Mengulur-ngulur waktu artinya menunda kesuksessan
anda. Jadi, ketika ada rencana aksi, maka wirausahawan
langsung mengimplementasikannya.
4. Determination
Dalam menjalankan bisnis, wirausahawan harus benarbenar memperhatikan usaha di jalankan. Mereka
berkomitmen penuh atas usaha ini , bertanggung
jawab terhadap segala kendala yang menghadang usaha
serta pantang menyerah.
5. Dedication
Wirausahawan sangat berdedikasi atas bisnisnya.
Mereka bekerja
Related Posts:
wirausaha 1 Tak dapat dipungkiri bahwa bahwa modal utama dalam wirausaha adalah kepercayaan. Apapun jenis&nbs… Read More