Home »
merger akusisi c
» merger akusisi c
merger akusisi c
berlaku. Pihak ini juga terlibat dalam aspek due diligence yang dilakukan
oleh pihak pembeli nantinya. Secara global beberapa penasehat hukum
yang menangani transaksi M&A seperti: Bracewell & Guiliani; Freshfi elds
Bruckhaus; Shook Lin & Bok LLP; WongPartnership LLP;Kadir, Andri
Aidham & Partners, Herbert Smith; Hiswara Bunjamin & Tandjung
(Herbert Smith Association);Ali Budiardjo, Nugroho, Reksodiputro
(ABNR).
Penengah (arbitrage).Arbitrage sendiri berasal dari kata arbitrageur yang
berarti sesorang yang membeli saham dalam harga murah dan berharap
mendapatkan untung dari selisih (spread) saat harga saham naik.
Namun untuk kondisi Merger Arbitrage pihak yang melakukan bukan
individu tapi institusi sebab modal yang dibutuhkan sangat besar.
Pihak ini mencoba menengahi antara pihak penjual dan pihak pembeli
dan mengambil untuk dari spread (selisih) harga jual dan beli.
Perlu dipahami bahwa M&A yaitu salah satu plihan strategi yang dapat
dilakukan organisasi dalam persaingan bisnis yang ada yang terletak dalam
level “corporate”, atau “corporate level strategy”. Dalam gambar dibawah
ini dapat dilihat bahwa M&A akan muncul sebagai salah satu pilihan
yang muncul saat organisasi ingin mendapatkan keunggulan bersaing
(competitive advantage).
Merger dan akuisisi kerap menjadi strategi yang dipilih perusahaan
dalam mencapai tujuannya. Apakah bertujuan untuk mendorong
pertumbuhan, melakukan sinergi, diversifi kasi, maupun tujuan
lainnya. Oleh sebab itu, merger & akuisisi (M&A) juga dapat dibedakan
berdasarkan motif. Secara umum, ada dua motif melakukan merger.
Pertama, untuk meningkatkan nilai perusahaan yang melakukan merger
sebab merger meningkatkan profi t aktual atau profi t di masa depan dan
dengan demikian pihak yang mencari keuntungan melalui merger yaitu
pemegang saham (shareholder gains). Motif pertama ini akan lebih jauh
dibahas dalam delapan motif merger dibawah ini: Bertumbuh, Sinergi
Operasional, Sinergi Keuangan, Diversifi kasi, Integrasi Horizontal, Integrasi
Vertikal, Peningkatan Kinerja Manajemen dan Motif Pajak. Kelompok kedua,
merger yaitu untuk kepentingan manajer perusahaan (managerial
gains) dan tidak selalu untuk kepentingan perusahaan. Dengan kata lain,
tujuan dari merger yaitu semata-mata untuk keuntungan manajemen
perusahaan bukan pemilik. Kelompok kedua ini memiliki dua motif, yakni
Hubris dan Discretion motives.
SHAREHOLDER GAINS
Motif Bertumbuh (Growth)
Bertumbuh yaitu motif yang paling umum dalam merger dan akuisisi.
Pertumbuhan disini dapat diartikan secara luas, seperti: pertumbuhan pendapatan, pertumbuhan profi t margin dan pertumbuhan lainnya. Hal
ini dialami Exxon-Mobil sesudah merger antara Exxon dan Mobil dimana
pertumbuhan pendapatan (omset) yang sangat fantastis, menjadikan ExxonMobil sebagai organisasi yang memiliki pendapatan tersebesar di industry
minyak di tahun 2009 dengan mencetak pendapatan sebesar $459 juta.
Keinginan perusahaan untuk bertumbuh yaitu motif paling dasar bagi
perusahaan-perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi. Sebenarnya,
selain bertumbuh melalui merger dan akuisisi, perusahaan memiliki
alternatif lain, yaitu melalui internal atau organic growth, dimana perusahaan
ini dapat bertumbuh secara internal, tanpa melakukan merger dengan
perusahaan lain. Namun kecenderungan pilihan ini biasanya lebih lambat
dibandingkan melalui merger dan akuisisi.Memilih merger sebagai strategi bertumbuh tentunya memiliki
kelebihan dan kekurangannya sendiri. Kelebihannya yaitu dengan
melakukan merger, pertumbuhan akan terjadi dengan lebih cepat sebab
merger umumnya dilakukan dengan perusahaan yang memiliki skill
yang telah terbukti baik di bidang ini . Dengan begitu, perusahaan
tidak perlu memulai dari nol dalam mencari sumber daya manusia yang
kompeten maupun membangun fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan untuk
menunjang pertumbuhan. Turut menjadi pertimbangan, jika perusahaan
mengembangkan sendiri, ada tingkat ketidakpastian yang cukup tinggi
sehingga resiko menjadi lebih besar. Walau demikian, merger seringkali
membutuhkan modal yang lebih besar sehingga hal ini menjadi tambahan
resiko tersendiri bagi perusahaan yang memilih melakukan merger.
sedang bagi Chairul Tanjung, pengusaha sukses pemilik CT Group, baik
akuisisi dan bertumbuh secara organik yaitu strategi yang dijalan secara
bersama-sama dalam bisnisnya. “Dalam akuisisi, kita tidak pernah tahu akan
seperti apa dan siapa yang diakuisisi. Bisa cepat, bisa lambat. Misal cocok, minggu
depan kita salaman,” kata Chairul Tanjung sebagaimana diberitakan dalam
surat kabar Kompas 2 Desember 2011.Salah satu perusahaan yang memakai merger dan akuisisi
sebagai strategi dalam bertumbuh yaitu Johnson & Johnson. Johnson &
Johnson bahkan melakukan 68 akuisisi selama tahun 1994 hingga 2009.
Akuisisi dengan nilai tertinggi terjadi pada tahun 2006 saat membeli Pfi zer
Consumer Healthcare dengan nilai mencapai 16,6 milliar dollar. Memang
J&J harus membayar premium untuk bertumbuh melalui akuisisi, namun di
sisi lain J&J memperoleh keuntungan sebab tidak perlu membuang waktu
dengan mencoba pengembangan secara internal yang belum tentu berhasil.
Strategi ini secara sederhana yaitu memilih untuk membeli kompetitor
dibandingkan berusaha bersaing dengan memakai pertumbuhan internal.Perusahaan yang telah berhasil dalam taraf nasional juga seringkali
melihat akuisisi sebagai salah satu alat mendapatkan pendapatan dan
keuntungan yang lebih besar. Caranya yaitu dengan mengakuisisi
perusahaan internasional. Dengan begitu, perusahaan dapat mengembangkan
pasarnya dan mengurangi halangan untuk masuk ke pasar internasional.
Selain itu, dengan adanya European Common Market, cross country barrier
berhasil dikurangi sehingga berdampak pada banjirnya transaksi cross border
di Eropa.
Motif Sinergi Operasional (Operating Synergy)
Economic of scale. Sebuah perusahaan disebut memiliki economic of scale
jika rata-rata biaya berkurang seiring dengan peningkatan total
output. Dengan kata lain, economic of scale terjadi saat produksi semakin
tinggi membuat marginal cost semakin rendah. Dalam jangka pendek,
economic of scale dapat terjadi melalui merger sebab bergabungnya dua
perusahaan menghindarkan double fi xed cost. Economic of scale dalam
jangka pendek juga dapat dicapai melalui realokasi output dalam
unit operasi yang berbeda dalam perusahaan merger. sedang
dalam jangka panjang, economic of scale dapat diperoleh dari merger
bila peningkatan ouput lebih dari dua kali lipat peningkatan semua
input. Hal ini dapat terjadi bila sebuah perusahaan yang lebih besar
dan lebih kuat secara fi nansial berinvestasi pada teknologi baru yang
meningkatkan proses produksi dan area R&D.
Economic of scope yaitu economic of scale yang digeneralisasikan pada
perusahaan multi-product atau perusahaan yang berhubungan dalam
suatu rantai supply. Economic of scope dapat tercapai bila rata-rata biaya
untuk memproduksi dua produk secara terpisah menjadi lebih rendah
saat diproduksi bersama
Motif Sinergi Keuangan (Financial Synergy)
fi nancial synergy tidak
menghasilkan cost saving yang sebenarnya (penghematan dalam production
cost), fi nancial synergy dapat diperoleh dengan penghematan pada suku
bunga (cost of capital). Seringkali perusahaan yang berukuran relatif kecil
tidak dapat meminjam dengan tinggat suku bunga yang kompettitf.
Perusahaan ini juga sering kali mendapat batasan penarikan pinjaman
yang lebih rendah. Hal ini dipicu sebab adanya batasan atas regulasi
dari bank dalam pemberian kredit, batasan yang dimaksud bisa terjadi
kareana kurangnya likuiditas, solvabilitas, jumlah asset, maupun reputasi
publik yang dimiliki perusahaan.
Sebagai contoh sebuah perusahaan yang tidak terkenal, cenderung
akan mendapatkan kredit modal yang lebih rendah bila dibandingkan
jika perusahaan ini telah diakuisisi oleh perusahaan terkemuka
nasional seperti Astra International maupun Indofood. Dengan adanya akuisisi dengan perusahaan terkemuka nasional ini , perusahaan juga
mendapatakan daya tawar yang lebih kuat dibandingkan jika perusahaan
tidak diakusisi oleh perusahaan besar. Biasanya daya tawar yang diperoleh
dengan pihak bank berupa penetapan suku bunga pinjaman, ataupun
jangka waktu pinjaman. Pencapaian cost of capital yang rendah yaitu
inti utama dari motif sinergi keuangan dalam merger.
Motif Diversifi kasi (Diversifi cation)
Diversifi kasi sebagai salah satu motif dari M&A berhubungan dengan teori
portfolio yang biasanya dipakai dalam dunia keuangan maupun investasi.
Secara singkat teori portfolio menyarankan perlu adanya minimalisasi resiko
yang terkait industri yang ada agar dapat mecapai return yang lebih baik.
Dalam dunia bisnis secara mendasar resiko dapat dibedakan menjadi dua
hal, yaitu systematic risk dan unsystematic risk. Unsystematic risk yaitu resiko
yang muncul sebab terkait dengan industri yang ada sehingga solusi yang
dilakukan dengan portfolio atau diversifi kasi. Contohnya yaitu pada
sektor agro-bisnis, ada resiko yang terkait dengan industri, yakni resiko
atas iklim dan cuaca yang bisa memicu kegagalan panen dibanding
dengan bisnis jasa keuangan.
Diversifi kasi yaitu motif yang berusaha menurunkan resiko
kebangkrutan suatu perusahaan, dengan cara melakukan kegiatan bisnis
diberbagai sektor bisnis yang berbeda-beda. Dengan melakukan kegiatan
bisnis pada sektor yang berbeda-beda maka perusahaan akan lebih
mampu bertahan jika ada bisnis yang sektornya sendang mengalami
masalah. Di negara kita beberapa organisasi yang melakukan ini seperti
Astra Internasional, Wings Group, Kompas Group, CT Group dan masih
banyak lagi. Astra memiliki usaha di berbagai sektor bisnis, bahkan banyak
dari sektor bisnis ini tidak memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya.
Astra memiliki bisnis pada sektor pertambangan, otomotif, agro-bisnis dan
lainnya. Semua sektor ini tidak memiliki keterkaitan secara dekat, sehingga
jika terjadi gagal panen masal di negara kita , maka Astra masih dapat bertahan
dengan mengandalkan bisnisnya pada sektor di luar agro-bisnis.
sebab motif diversifi kasi menyarankan agar suatu perusahaan untuk
memiliki bisnis di berbgai sektor yang berbeda bahkan tidak berhubungan,
motif ini akan memicu suatu perusahaan akan menjadi perusahaan konglomerasi atau perusahaan yang bergerak di berbagai sektor. Dengan
alasan itulah motif diversifi kasi sering juga disebut sebagai motif
konglomerasi.
Motif Integrasi Horisontal
Tujuan merger dalam konteks ini yaitu untuk menjadikan pasar atau
industri dari persaingan sempurna ke arah seperti monopoli. Namun hampir
disetiap negara sudah memiliki suatu badan untuk menjaga persaingan
dagang yang sehat dengan memastikan tidak ada perusahaan swasta yang
memiliki pasar monopoli. Di negara kita sendiri badan ini bernama
Komisi Pengawan Persaingan Usaha (KPPU).
Merger dengan motif integrasi horisontal, yaitu merger yang
terjadi antara perusahaan yang bergerak pada sektor yang sama. Dengan
bergerak pada sektor yang sama maka perusahaan hasil merger ini
diharapkan memiliki pangsa pasar yang lebih tinggi dibanding jika bekerja
secara terpisah. Keuntungan dari merger secara horisontal, bukan hanya
pangsa pasar. Perusahaan juga dapat memperoleh keuntungan-keuntungan
lainnya. XL Axiata yang dulunya yaitu dua entitas penyedia jasa
selular XL dan Axis, memperoleh keuntungan berupa penambahan range
frekuensi penggunaan pita selular saat melakukan M&A. Dengan semakin
lebarnya frekuensi penggunaan pita selular dapat meningkatkan kualitas
seluler yang diberikan kepada konsumen. Hal yang sama juga dialami oleh
Exxon-Mobil. Exxon-Mobil yaitu perusahaan yang bergerak di bidang
pertambangan minyak. Sebelum melakukan merger, kedua perusahaan ini
sudah menjadi perusahaan besar, tetapi memiliki keunggulan tersendiri.
Exxon memiliki keunggulan dalam memasarkan produknya, sedang
Mobil lebih unggul dalam hal produksi. Dengan adanya merger dari kedua
perusahaan ini maka Exxon-Mobil kini menjadi unggul dalam hal produksi
dan pemasaran.
Motif Integrasi Vertikal
Integrasi vertikal berupa akuisisi perusahaan yang berperan dalam sisi
hulu (backward) atau hilir (forward). Sisi hulu (backward vertical integration)
yaitu membeli perusahaan yang menjadi sumber persediaan atau yang
bertindak sebagai pemasok (supplier). Seperti Chevron yang lebih dominan di distribusi, networking dan pemasaran, membeli Gulf yang lebih fokus
pada persediaan. sedang pada forward vertical integration, perusahaan
bergerak ke pemasaran atau kapabilitas retail, seperti yang dilakukan Merck
dan Medco. Merck yaitu perusahaan farmasi terbesar, sedang Medco
yaitu pemasar farmasi terbesar di Amerika. Dengan begitu, Merck yaitu
perusahaan manufaktur, sedang Medco yaitu perusahaan distribusi.
Dengan melakukan vertical Integration, perusahaan yang melakukan
akuisisi terbebas dari ketergantungan terhadap pihak lain, memungkinkan
adanya just-in-time inventory management dan internal transfer pricing. Justin-time inventory management sangat bermanfaat dalam meningkatkan
efi siensi perusahaan, namun sangat bergantung pada kinerja supplier. Justin-time hanya dapat berhasil bila supplier dapat diandalkan. Oleh sebab
itu, vertical integration sangat membantu perusahaan dalam memungkinkan
keberhasilan penerapan just in time inventory management. Selain itu internal
transfer pricing lebih menguntungkan perusahaan sebab memungkinkan
perusahaan mendapat harga perolehan yang lebih murah dan pajak yang
lebih rendah.
Perbaikan Manajemen (Improved Management)
Diffusion know how. Jika perusahaan yang melakukan merger memiliki
kemampuan teknologi, sumber daya manusia, budaya organisasi,
paten, dan know-how, maka mereka yaitu complementary satu
sama lain. Dengan bergabung, perusahaan-perusahaan dapat mencapai
technologies progress. Technologies progress ini dapat berupa inovasi
proses maupun produk (Roller, Stennek, & Verboven, 2006).
Seperti pada know-how, R&D yaitu salah satu divisi yang sangat penting
sehingga bila dikombinasikan dengan benar dapat menghasilkan
technological progress dan peningkatan produksi bersama. mengakuisisi target perusahaan
dengan R&D yang baik yaitu cara yang lebih cepat dibandingkan
mengembangkan sendiri secara internal. Tentunya, perusahaan merger
mengaku bahwa perusahaan yang mengintegrasikan R&D mereka
membuat perusahaan ini lebih cepat dalam memperkenalkan
produk baru dan produk dengan kualitas yang lebih baik, serta berguna
dalam proses penurunan harga.
Motif Pajak
Merger sebelum tahun 1980an sangat termotivasi oleh tax advantages.
Alasannya yaitu disaat acquisition premium dibayar diatas value perusahaan
target, asset yang dibeli dapat menguntungkan sebab memberi biaya
depresiasi yang lebih besar sehingga mampu mengurangi kewajiban pajak
yang timbul. Sebagai contoh saat suatu perusahaan melakukan merger
dengan adanya acquisition premium, maka akan timbul asset baru untuk
mengalokasikan nilai premium ini . Asset baru bisa berbentuk goodwill,
paten, hak cipta, maupun revaluasi asset tetap yang ada. Asset baru yang
ada akan menciptakan pertambahan beban depresiasi. Bertambahnya
beban depreisasi akan menurunkan besaran pajak yang harus dibayar
oleh perusahaan. Tax advantage seperti ini memiliki peran penting dalam
keputusan merger sebab dapat meningkatkan efi siensi. Keuntungan aspek
pajak lainnya juga bisa di dapatkan saat internal transfer pricing di lakukan
sesudah M&A, dimana perhitungan PPN hanya perlu satu kali dilakukan
yang tentu saja akan menghemat pengeluaran pajak yang ada.
MANAGERIAL GAINS
Secara umum, motif ini menyatakan bahwa manajer mencari keuntungan
dengan mengorbankan keuntungan pemegang saham. Motif ini pertama
kali didasari oleh adanya teori dari ketidakefi sienan internal didalam
suatu perusahaan, atau yang disebut x-ineffi ciency. Didalam kedaaan nyata
perusaahan yaitu suatu organisasi yang kompleks dimana ada
pemisahan antara ownership dan control. Ownership dimiliki oleh pemegang
saham, sedang control dimiliki oleh pihak manajemen. Didalam organisasi
seperti ini keputusan secara umum mengenai efi siensi untuk perusahaan
berada di tangan manajemen, yang mungkin saja memiliki tujuan utama
selain peningkatan nilai perusahaan bagi pemegang saham. Di lain sisi
pemegang saham sebagai pemilik perusahaan menginginkan perusahaan
agar efi sen sehingga meningkatkan nilai perusahaan. Perbedaan pandangan
ini yaitu contoh dari teori principal-agent, sebab itu motif ini sering
disebut juga sebagai motif agensi. Secara khusus managerial gains dapat di
bagi lagi menjadi dua yaitu hubris motives dan discretion motives.
Hubris motives.
Dalam beberapa masalah akusisi, manager mengakuisisi perusahaan lain untuk
kepentingan atau ego diri sendiri dan bukan demi keuntungan perusahaan.
Salah satu bentuk pemunculan ego yaitu saat manager melakukan
overpaid kepada perusahaan target. Hal ini dapat dilatarbelakangi banyak
hal, salah satunya sebab manager merasa namanya akan menjadi buruk
jika kalah dalam tender suatu proyek dengan perusahaan kompetitor,
sehingga memutuskan untuk memberi nilai yang lebih tinggi dari
pada nilai fundamental yang sebenarnya. Konsekuensinya perusahaan
akan mengalami kerugian sebab mendapatkan return aktual yang tidak
sebanding dengan nilai yang dibayarkan. Hubris motives juga dikenal dengan
pride of management.
Discretion motive.
Motif ini juga disebut managerial discretion motive. Motif ini menjelaskan
bahwa tujuan manajer yaitu untuk meningkatkan ukuran perusahaan
yang mereka pimpin. Tujuan mereka yaitu pertumbuhan dan cara paling
cepat mencapai pertumbuhan yaitu dengan akuisisi. Alasannya bisa
dipicu kompensasi yang diterima secara langsung berkaitan dengan
ukuran perusahaan
Mini-CASE: TATA
Tata yaitu perusahaan swasta tertua
dan terbesar di India. Didirikan pada
tahun 1868, grup yang sekarang
terdiri dari lebih dari 100 perusahaan,
dengan omset lebih dari $ 70 miliar.
Ia memiliki berbagai kepentingan,
dengan perusahaan perdagangan di
bidang-bidang yang beragam seperti
baja, mobil dan truk, bahan kimia, konsultasi IT, ritel dan hotel. Grup
Tata sangat terdesentralisasi, dan perusahaan anggota memiliki otonomi
besar dalam hal strategi dan operasi. Instrumen utama untuk menyatukan
kelompok yaitu merek perusahaan Tata. Namun, tidak semua perusahaan
memakai merek perusahaan dengan cara yang sama. Banyak lini bisnis,seperti Tata Minuman dan Tata Motors, tetap memakai nama dan logo
secara eksplisit. Namun, beberapa perusahaan dalam grup, seperti Trent
dan Taj Hotels, tidak hanya memilih untuk tidak memakai nama Tata.
Taj Hotel juga memiliki tanda merek sendiri. Ketidakkonsistenan ini dilihat
oleh grup Tata sebagai hal yang kurang signifi kan dibandingkan dengan
memegang prinsip nilai dasar yang dimiliki oleh Tata. Perusahaan ini pada
awalnya didirikan dengan tujuan untuk menciptakan dan menyebarkan
kekayaan untuk memperkuat bangsa India dan ekonominya. Sebelum
tahun 1991 kelompok Tata memiliki beberapa kepentingan di dunia luar
India. Identitas merek Tata sangat kuat akan “aroma” India, sebab memang
berakar pada budaya dan sejarah India. Namun, Ratan Tata, pemimpin
kelompok itu, berpikir agar kepercayaan ini perlu berubah. Dia merasa
bahwa masa depan Tata tergeletak di luar India, dan hal itu yang membuat
Tata harus bercita-cita untuk menjadi perusahaan global.
Tapi bisakah sebuah perusahaan dengan identitas India seperti
TATA berhasil dalam membangun merek global? Dan jika demikian, apa
yang akan menjadi kelemahan? Masih banyak orang India yang percaya
bahwa proses globalisasi akan mengubah Tata dan merusak nilai-nilainya,
mengubahnya menjadi sekadar perusahaan besar yang akan hanya peduli
dengan keuntungan atau laba. Orang lain di luar India bertanya-tanya
apakah konsumen barat secara khusus akan benar-benar menerima merek
Tata.
Melangkah keluar dari India. Perusahaan Tata mulai melakukan
akuisisi kecil di luar India pada akhir 1990-an. Akuisisi besar pertama
yaitu bahwa dari Tetley Tea, salah satu merek teh Inggris terkemuka, oleh
Tata Tea (yang sekarang dikenal sebagai Tata Beverages) pada tahun 2000.
Akuisisi ini berjalan tanpa keluhan. lalu Tata melanjutkan dengan
mengakuisisi, baja Corus (yang dilakukan oleh Tata Steel) pada tahun 2007.
Dan menyusul Jaguar Land Rover oleh Tata Motors pada tahun 2008. Sejak
tahun 2005, telah terjadi aliran akuisisi di Eropa, Asia dan Amerika Utara.
Tata menghadapi tekanan yang berbeda, dan harus merespon
dengan cara yang berbeda. Kelompok ini memiliki secara bersamaan
untuk meyakinkan para pemangku kepentingan di India itu tidak akan
meninggalkan nilai-nilai tradisional dalam mendukung pertumbuhan
global. Dan untuk meyakinkan para pemangku kepentingan di perusahaan itu bahwa merek favorit mereka tidak akan terdistorsi oleh nilai global. Di
beberapa sektor, Tata mengikuti kebijaksanaan konvensional. Pada tahun
2010, sesudah mempertimbangkan dengan cermat, Tata Steel akhirnya
mengubah namanya Corus sebagai Tata Steel Eropa. Meski begitu, ada
beberapa kekhawatiran di Tata Steel seperti apa dampak re-branding ini
pada reputasi Corus-dan Tata Steel di India. Namun akhirnya hal ini
dapat hilang sejalan dengan perjalanan waktu yang ada.
Aspek lainnya, merek Tetley telah menjadi bagian dari kelompok
Tata selama 10 tahun. Namun merek Tetley tetap independen dalam hal
identitasnya walaupun Tata tetap menuliskan dalam kemasan sebuah
kalimat yang mengingatkan konsumen bahwa mereka Tetley sebenarnya
bagian produk Tata. Tapi pelanggan Tetley tegas melihatnya sebagai produk
Inggris bukan India. Hal yang sama bahkan lebih kuat terjadi dengan Jaguar
dan Land Rover, di mana Tata Motors telah terus terang menolak saran rebranding dengan nama Tata. Ini yaitu merek tua dan terkenal, dan Tata
Motors berpikir re-branding akan menghancurkan nilai dari Jaguar
Dell, salah satu perusahaan PC terbesar di dunia mengumumkan
bahwa perusahaan ini telah melakukan leverage buyout untuk
menjadikan perusahaan ini dari perusahaan publik menjadi
perusahaan privat. Menurut sumber dari Bloomberg, Chief Executive Offi cer
Michael Dell dan Silver Lake Management LLC telah melakukan leverage
buyout sebesar $ 24.900.000.000 untuk mengambil perusahan ini (Ricadela,
2013). Tindakan ini diambil sesudah investor menuntut lebih atas setiap
saham mereka. Dell yang mengalami kesulitan untuk bersaing di pasar
dimana customer cenderung beralih ke mobile devices dibandingkan computer PC
maupun laptop yang menjadi andalan Dell. Lalu apakah sebenarnya leverage
buyout?Mengapa akhirnya Dell melakukan cara ini ? Apakah motivasi
perusahaan di balik keputusannya untuk melakukan leverage buyout? Hal ini
akan lebih dijelaskan lebih lanjut dalam bab ini.
Pembelian dengan memakai hutang atau lebih sering disebut
leverage buyout yaitu sebuah teknik yang seringkali dipakai banyak
entitas bisnis baik oleh internal manajemen maupun eksternal perusahaan
baik individual, partnership, hingga perusahaan lainnya untuk membeli
saham sebuah perusahaan target dengan memakai hutang. Penggunaan
leverage buyout ini juga seringkali dipakai pihak yang mengakusisi untuk
menjadikan perusahaan target menjadi perusahaan privat.
Mengapa cara ini begitu terkenal? Ada beberapa faktor yang
berpengaruh khususnya tingkat suku bunga dan ketersediaan pendanaan. Menurut data yang ditunjukkan pada tabel di bawah, tingkat bunga yang
rendah serta banyaknya tawaran pendanaan pada tahun 2004 hingga 2007
diyakini sebagai alasan di balik kepopularitasan LBO. Menurut data yang
diambil dari Reuters, total transaksi LBO yang terjadi di tahun 2004-2007
mencapai 450 juta dollar (DealBook, 2008). Hal yang sebaliknya terjadi
di tahun-tahun selanjutnya dimana pada tahun 2008-2009 dimana krisis
ekonomi yang terjadi juga mempengaruhi transaksi LBO itu sendiri sehingga
baik frekuensi maupun nilai transaksi (Amerika maupun Eropa) mengalami
penurunan yang cukup signifi kan.
SEJARAH LBO
Lalu bagaimana sejarahnya hingga LBO dapat berkembang? Salah satu masalah
yang terkenal yaitu LBO terhadap Ford Motor Company di tahun 1919 oleh
pendirinya sendiri yaitu Henry Ford dimana saat itu dia tidak puas dengan
pemegang saham yang seringkali berselisih paham dengannya. Hal itulah
yang memicu Ford membeli semua saham yang tidak dimiliki oleh
pemegang saham sebesar 106 juta dollar. Kepemilikan ini membuat
Ford dapat bebas untuk memproduksi dan menjual model T dengan harga
yang semakin murah.Berdasarkan data pada table-tabel di atas, transaksi tertinggi terjadi
pada tahun 2006-2007 dan sepanjang sejarah, 7 dari 10 transaksi terbesar
dicatatkan pada tahun 2006 dan 2007. Hal ini dipicu oleh kondisi
ekonomi yang begitu kuat dan dikombinasikan dengan kenaikan pasar
saham dan housing market bubble yang diikuti dengan tingkat bunga yang
rendah membuat biaya pendanaan menjadi murah. Berikut ini yaitu daftar perusahaan terbesar yang melakukan sistem LBO dari sisi nilai
transaksi yanga ada.
Di dalam praktek LBO, ada 1 jenis yang umum digunakkan yaitu Management
Buyout dimana pihak manajemen sendiri yang melakukan LBO untuk
mengambil alih perusahaan. Seringkali MBO dilakukan oleh manajer pada
suatu unit. Dalam transaksi ini, manajer seringkali juga menginvestasikan
sebagian besar modal namun sisanya seringkali didanai oleh investor lainnya
dan juga pinjaman dalam jumlah besar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
MBO yaitu bentuk LBO yang dilakukan internal perusahaan dan LBO
sendiri berasal dari eksternal perusahaan sebab pada dasarnya prosesnya
tidak begitu berbeda. Namun MBO sendiri memiliki keunggulan lebih
dimana pihak pengambilalih (manajemen) sudah mengetahui kondisi
perusahaan yang akan diambilalih termasuk potensi perusahaan ke depan
dibandingkan pihak dari luar yang melakukan LBO.
Di balik keunggulan MBO, ada kelemahan dari MBO dimana jika
induk perusahaan memutuskan untuk menjual salah satu unit bisnisnya
sebab peforma yang buruk maka performa ini tentu berasal dari
kinerja manajemen yang buruk pula sehingga jika terjadi MBO, maka unit
bisnis ini tidak akan berkembang sebab manajemen yang mengontrol
yaitu orang yang sama. Berbeda dengan LBO yang dapat mengangkat
manajer baru untuk meningkatkan kinerja yang buruk ini .
Selain itu potensi terjadinya konfl ik kepentingan di dalam proses
MBO tinggi. Hal itu dipicu sebab manajemen diminta untuk
memaksimalkan nilai bagi perusahaan (dan khususnya bagi pemegang
saham) dan memberi return yang tinggi namun di sisi lain saat
manajemen ingin membeli perusahan ini tentu manajemen ingin
mendapatkan perusahaan dengan harga seminimal mungkin. Salah satu
solusi untuk mengatasi konfl ik ini yaitu dengan melakukan voting
netral (neutralized voting) dimana pihak yang terlibat dalam transaksi
tidak dilibatkan dalam proses voting ini dan dilanjutkan dengan
penunjukkan penasehat keuangan (fi nancial advisor) yang independen untuk
memberi konsultasi terhadap proses ini . Dalam sejarah yang ada,
MBO sendiri hanya popular pada tahun 2003-2004 dan mulai menurun di
tahun-tahun selanjutnya.Meskipun dalam MBO, manajemen bertindak sebagai pembeli
perusahaan namun pada prakteknya, mereka belum tentu menjadi pemilik
dari perusahaan ini . Hal itu terjadi sebab adanya pihak ketiga yaitu
investor lain yang membantu memberi pendanaan kepada manajemen
sehingga kepemilikan ini bergantung pada prosentase modal yang
mau diinvestasikan/ ditanam oleh manajemen dan berapa besar modal
yang dibutuhkan.
Dengan melakukan penelitian terhadap 76 masalah MBO yang terjadi
pada tahun 1980 – 1986, Kaplan menemukan bahwa adanya pertumbuhan
prosentase kepemilikan manajemen sebesar 1,4% dan 5,9% ke 6,4% dan 22,6% atau rata-rata 3x lipat lebih besar dibandingkan sebelum pengambilalihan. Secara
teori, dengan diberikannya prosentase kepemilikan lebih besar, transaksi ini
membuat manajemen termotivasi untuk memaksimalkan keuntungan.
PENDANAAN DALAM LBO & MBO
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, pengakusisian perusahan
memakai cara LBO didanai sebagian besar oleh hutang . Transaksi ini
seringkali dilakukan memakai cash yang didapat dengan cara berhutang.
Untuk menjamin pinjaman ini , pemilik seringkali memakai asset
dari perusahaan target sebagai jaminan untuk mendapatkan pengembalian
hutang. Hal ini memicu nilai jaminan dari asset ini perlu
dinilai sehingga tipe peminjaman seperti ini disebut sebagai LBO berbasis
asset. Menurut hasil studi dari Waite dan Fridson ditemukan bahwa LBO
ini lebih dominan di perusahan manufaktur dibandingkan perusahaan
non-manufaktur. Namun LBO berbasis asset ini juga dapat dilakukan pada
perusahaan yang tidak memiliki banyak asset yang dapat dijadikan
jaminan.
Ada 2 cara pendanaan untuk LBO, memakai senior debt / asset
based lending (hutang dijaminkan) atau subordinate debt (hutang tidak
dijaminkan). Di dalam senior debt, jaminan yang dipakai meliputi asset yang
bersifat fi sik seperti tanah, pabrik dan peralatan. Umur dari hutang jenis
ini berkisar 5 tahun dan bahkan bisa lebih. Pendanaan melalui senior debt
ini sendiri biasanya dipakai untuk mendanai 25%-50% dari total pendanaan
yang dibutuhkan dengan tingkat bunga premium ditambah 2-3%. Pemberi
pendanaan ini biasanya berasal dari bank komersil maupun investasi dan
juga institusi investasi lainnya.
Cara kedua di dalam LBO yang lebih beresiko yaitu pendanaan
memakai subordinate debt atau sering disebut intermediate term debt
dimana waktu untuk melunasi hutang ini lebih lama dibandingkan senior debt
yaitu berkisar 6 – 10 tahun. Hal ini memicu tingkat bunga subordinate
debt lebih tinggi dibandingkan senior debt yaitu pada tingkat bunga premium
ditambah 4-7%.
Perusahaan yang memakai LBO untuk melakukan akusisi harus
menanggung hutang yang cukup besar sebagai konsekuensinya. Sehingga perusahaan harus membayar hutang ini (jika hutang ini masuk
dalam kategori senior debt) memakai aliran kas dari operasi dalam
kurun 5 tahun dan mungkin ditambah dengan penjualan aset.
Ada beberapa karateristik yang diperhatikan oleh pemberi pendanaan
sebelum memutuskan untuk membantu proses LBO. Pertama yaitu aliran
kas yang stabil dimana fakta ini dapat dianalisa dari pola aliran kas
perusahaan yang sudah berlalu. Kedua yaitu manajemen yang stabil dan
berpengalaman yang dilihat dari kemampuan manajemen dalam mencetak
laba. Faktor ketiga yang diperhatikan yaitu ruang untuk mengurangi
biaya dengan pengurangan jumlah pegawai ataupun pengetatan terhadap
pengeluaran operasional (efi siensi pengeluaran). Faktor lainnya yang perlu
diperhatikan juga yaitu hutang perusahaan yang minim sehingga ruang
untuk menjaminkan aset lebih besar sebab pembiayaan oleh LBO sebagian
besar dibiayai oleh hutang. Selain itu, perusahaan yang memiliki
unit bisnis/anak perusahaan yang tidak berkaitan dengan bisnis utama
perusahaan lebih disukai sebab unit ini dapat dijual dengan cepat
untuk membayar sebagian besar dari hutang yang timbul akibat LBO dan
masih banyak faktor lainnya untuk dipertimbangkan oleh pemberi dana.
RESIKO PENDANAAN LBO & MBO DENGAN HUTANG
Penggunaan LBO sendiri tidak lepas dari resiko bawaan yang ada. Secara
teori, ada 2 jenis resiko yang dibawa dari penggunaan LBO yaitu resiko
bisnis dan resiko suku bunga. Resiko bisnis timbul saat perusahaan tidak
dapat memperoleh pendapatan yang cukup untuk membayar kewajiban
perusahaan khususnya bunga yang timbul dari hutang yang ada dan
kewajiban perusahaan lainnya. sedang resiko suku bunga lebih kepada
kemungkinan terjadinya kenaikan suku bunga di masa depan sehingga
berakibat kepada kenaikan kewajiban perusahaan saat ini. Hal ini menjadi
berbahaya jika perusahaan yang pada awalnya memiliki asset yang
cukup untuk membayar hutang namun sebab kenaikan suku bunga yang
tinggi membuat perusahaan tidak mampu membayar bunga sesuai tingkat
bunga yang baru ini . Resiko-resiko ini yang memicu banyak
perusahaan akhirnya bangkrut sesudah melakukan kebijakan LBO (yang
dapat dilihat di tabel 5.2).Melihat data di tabel sebelumnya khususnya sesudah kegagalan sesudah
melakukan LBO membuat para pelaku mengambil sikap konservatif. Gejala
ini dibuktikan melalui penelitian oleh Guo, Hotchkiss dan Song terhadap
192 masalah LBO pada tahun 1990-2006. Pada masa kini, transaksi menjadi
lebih konservatif (jarang ada nilai yang fantastis) dan tidak didanai hutang
dalam jumlah yang sangat besar. Penelitian mereka juga menemukan bahwa
nilai tengah dan risk adjusted returns untuk pre-buyout capital yaitu sebesar
72,5% (40,9%).
Penelitian lainnya mengenai LBO dilakukan oleh Long dan Ravenscraft
mengenai peforma perusahaan sesudah dilakukan LBO. Hasil yang ditemukan
dari penelitian ini menunjukkan bahwa adanya peningkatan performa
operasional yang direfl eksikan dari presentase penjualan terhadap aliran kas
pada tahun 1980 namun rasio ini memburuk saat premium terhadap
LBO bertambah naik. Kenyataan ini membuktikan bahwa ketersediaan
kandidat yang baik untuk dilakukan LBO mulai menurun.
Menurut Long dan Ravenscraft, sesudah terjadinya LBO, ada dampak
negatif atau tidak memberi dampak sama sekali terhadap efek kerja. sedang dampak terhadap penelitian dan pengembangan sendiri kurang
jelas. Menurut riset dari Kaplan, paska LBO, pengeluaran untuk modal
(capital expenditure) berkurang dari sebelumnya walaupun kecil. sedang
Chevalier menemukan fakta pada supermarket bahwa 19 dari 50 jaringan
supermarket terbesar menaikkan harga jual mereka sesudah melakukan LBO.
ESOP DAN LBO
Salah satu cara inovatif dalam memberdayakan Leveraged Buyout (LBO)
yaitu dengan mengkombinasikannya dengan penggunaan ESOP (Frisch,
1985). Louis Kelso menjadi pioneer dalam penggunaan teknik dalam
rangka mengakusisi perusahaan. Penggunaan ESOP membantu karyawan
dalam membeli perusahaan sekaligus menikmati keuntungan pajak (yang
mengurangi cost pembelian).
Cara ini (yang lebih dikenal sebagai LESOP), mencari pinjaman
dana untuk membiayai LBO pada bank atau sekelompok lenders. Pinjaman
ini dilakukan dengan menjaminkan saham perusahaan target.
Perusahaan yang melakukan LESOP memakai keuntungan dari ESOP
sebagai pengurang pajak. Untuk lebih mengetahui proses dalam LESOP
maka anggaplah ada sebuah perusahaan yang ingin menjual salah satu unit
bisnisnya namun pihak manajemen dari perusahaan induk ingin membeli
unit ini (terlepas dari pemegang saham) melalui LBO. Ada 4 langkah
yang memungkinkan transaksi ini terjadi melalui LESOP yaitu:
1. Sebuah perusahaan baru dibentuk dimana unit bisnis ini menjadi
perusahaan yang independen (spinoff)
2. Manajemen divisi yang yaitu pemilik baru dalam bagian di
perusahaan induk dapat melakukan investasi modal meskipun masih
seperti sebuah cangkang tanpa aset
3. Manajemen menerapkan ESOP dan mulai bernegosiasi dengan bank
atau lenders
4. Pinjaman yang diperoleh lalu digunakkan untuk membeli saham yang
diedarkan dari perusahaan baru ini
5. Perusahaan baru (atau divisi yang dijual sebelumnya) setuju untuk
membuat tax deductible contributions untuk manajemen penerap ESOP
sebagai bentuk pembayaran dari hutang. Pinjaman ini dapat dijaminkan oleh perusahaan sebelumnya (perusahaan induk) jika hal itu
menjadi kondisi yang disyaratkan oleh peminjam. Namun bila resiko
perusahaan ini dinilai tinggi, adanya garansi seringkali menjadi
permintaan wajib.
Mini-Case: PT.Bumi Resources Tbk
PT Bumi Resources yaitu perusahaan yang dulunya bernama PT
Bumi Modern. Pertama kali berdiri pada tahun 1973, PT Bumi bergerak di
sektor perhotelan dan pariwisata yang lalu melakukan IPO (initial
public offering) pada 1990. Krisis ekonomi pada 1998 – 1999 yang melanda
negara kita berpengaruh cukup besar kepada PT Bumi. Dalam mengatasi
krisis ini PT Bumi melakukan restrukturisasi hutang yang dimilikinya.
Dalam usaha bangkitnya PT Bumi berusaha memasuki sektor bisnis baru,
yaitu pertambangan.
Pada Oktober 2001 PT Bumi resmi membeli kepemilikan PT Arutmin
negara kita sebanyak 80% kepemilikan dengan nilai pembelian sebesar US$
148,5 juta. Seluruh dana pembelian saham ini di dapat PT Bumi dari pinjaman
kepada PT Bank Mandiri dan PT Rifan Financindo Asset Management.
Dana ini berhasil di dapatkan oleh PT Bumi dengan jaminan seluruh asset
bersih yang dimilki PT Bumi dan seluruh saham Long Haul Holding, Ltd
yang yaitu perusahaan dengan hubungan istimewa. sesudah proses
pembelian PT Arutmin selesai, PT Bumi mengalihkan semua pinjaman
ini kepada PT Arutmin. Dalam rentang waktu yang singkat, PT Bumi
kembali melakukan akuisisi dengan LBO. PT Kaltim Prima Coal dibeli oleh
PT Bumi dengan nilai US$ 500 juta, yang dananya 81% berasal dari lembaga
keuangan dan 19% dari dana internal PT Bumi.
PT Bumi membentuk special purpose vehicle (SPV) dalam melakukan
transaksi LBO untuk kedua perusahaan ini. SPV PT Bumi yaitu Indocoal
Resources Ltd, Indocoal bertindak sebagai penjual tunggal hasil tambang
PT Arutmin dan PT Kaltim Prima Coal. lalu tagihan penjualan
atas penjualan inilah yang dipakai sebagai jaminan atas obligasi yang
diterbitkan Indocoal Resources Ltd. Nilai obligasi sebesar US$600 juta
ini dipakai untuk melunasi pokok hutang atas LBO yang dilakukan
PT Bumi.
Pernakah berpikir bahwa seorang karyawan pun bisa memiliki satu
bagian dari perusahaan tempatnya bekerja? Pemikiran seperti ini
tidak pernah ada dalam benak manusia sampai akhirnya menjadi
booming di Amerika Serikat pada tahun 1920. Walaupun sempat menurun di
tahun 1929 akibat jatuhnya pasar saham pada saat itu namun kepemilikan
saham oleh karyawan kembali bergairah di tahun 1980-an sebagai salah
satu alternatif anti take-over defense (Gaughan, 2011). Sebuah alternatif yang
mungkin sangat menggiurkan bagi karyawan namun apakah cara ini selalu
menghasilkan keuntungan bagi karyawan maupun perusahaan?
Employee Stock Ownership Plans atau biasa disingkat ESOP yaitu
sebuah penawaran bagi karyawan (biasanya top management) untuk membeli
saham dari perusahaan tempatnya bekerja, sebagai hadiah atas kinerja
karyawan, dll. Ada banyak alasan dibalik kebijakan ESOP ini salah satunya
yaitu untuk meningkatkan kinerja karyawan (The National Center for
Employee Ownership, 2015). Di masalah tertentu, ESOP terlibat dalam proses
merger dan akusisi dalam 2 cara yaitu sebagai alat untuk mengakusisi
perusahaan (atau sering disebut Management Buyout) ataupun sebagai salah
satu cara untuk mempertahankan diri dari akusisi perusahaan lain (anti
takeover defense).
SEJARAH ESOP
Berdasarkan sejarahnya, ESOP sangat popular di USA pada tahun 1920-
an dimana bursa saham sedang meningkat dan banyak orang Amerika memiliki saham. Namun kejatuhan pasar saham pada tahun 1929 yang
disertai penurunan ekonomi membuat kebijakan ESOP mulai berkurangBerbicara tentang ESOP akan lebih baik jika melihat keuntungan untuk
karyawan lainnya yaitu rencana pension dan bagaimana hal ini saling
berkaitan antara satu sama lain. Ada 2 jenis rencana pension yaitu:
1. Defi ned Benefi t Plans
Di dalam tipe rencana ini, perusahaan setuju untuk memberi
sejumlah nilai keuntungan untuk karyawan saat pensiun. Nilainya
bervariasi, dimulai dari berapa kali gaji, dll (tergantung kebijakan
perusahaan). Pegawai pemerintah sering mendapatkan tipe pensiun
seperti ini. Sayangnya, seiring dengan persaingan yang ketat sehingga
perusahaan berusaha untuk menekan cost maka banyak perusahaan
mulai beralih ke defi ned contribution plans
2. Defi ned Contribution Plans
Dalam tipe ini, karyawan perusahaan justru berkomitmen membayar
sejumlah yang ditentukan dimana nilai pensiun bergantung pada
seberapa banyak kontribusi yang diberikan sebelumnya. Sehingga
keuntungan bagi karyawan tergantung pada kinerja pengelolaan
investasi terhadap dana yang telah dikumpulkan. Biasanya dana yang
dikumpulkan dikelola oleh serikat pekerja yang bertanggung jawab atas
investasi ini . Salah satu contoh bentuk rencana ini yaitu Money
Purchased Pension Plans, Profi t Sharing Plans, 401(k) Plans, dan ESOPsPada tahun 1986, General Accounting Offi ce (GAO) Amerika melakukan sebuah
survei terhadap perusahaan yang menerapkan ESOP. Melalui penelitian
ini , ditemukan bahwa alasan terbesar perusahaan menerapkan
sistem ini yaitu demi benefi t karyawan (91%), disusul dengan alasan
demi insentif pajak (74%) dan sisanya mengatakan untuk meningkatkan
produktivitas(70%). Namun, Corey Rosen menemukan bahwa separuh
dari penggunaan ESOP digunakkan untuk membeli perusahaan ini .
Diperkirakan, 1/3 dari penggunaan ESOP, karyawan memiliki mayoritas
saham peruahaan, 1/3 lainnya, ditemukan bahwa karyawan memiliki
saham kurang dari 25%.Pada umumnya, ESOP memiliki posisi minortias
dalam perusahaan
Secara teori, ada 2 jenis ESOP yaitu leveraged ESOP dan unleveraged
ESOP. Perbedaan antara 2 jenis ini terletak pada penggunaan hutang
dimana leveraged ESOP berhutang untuk membeli kembali saham yang
telah beredar untuk diberikan maupun dijual kepada karyawan sedang
unleveraged ESOP tidak melakukan pinjaman ke pihak lain untuk melakukan
ESOP. Namun, leveraged ESOP lebih diminati sebagai alat untuk melakukan
Leverage Buyout.
Menurut Howard (1990) untuk membangun Leveraged ESOP,
perusahaan terlebih dahulu harus membentuk suatu Trust yang akan
mengelola dan memegang saham yang akan dibeli oleh karyawan. Trust
meminjam uang dari bank atau lembaga pinjaman lainnya dengan tujuan
untuk mengakuisisi saham di perusahaan. Kemudian, perusahaan akan
memberi jaminan kepada pemberi pinjaman atas pinjaman yang diberikan
kepada trustee sebagai pengelola ESOP perusahaan dengan menyepakati
untuk memberi kontribusi di masa depan atas pelaksanaan ESOP, yang
setara dengan bunga dan pokok hutang atas pinjaman ini . Leverage
ESOP dapat dipakai sebgai alat antitakeover dan alat untuk memotivasi
karyawan, selain itu dalam Leveraged ESOP, perusahaan akan mendapat
keuntungan dari sisi perpajakan, yaitu perusahaan akan menerima
pengurangan pajak tidak hanya untuk pembayaran bunga, tetapi juga untuk
pembayaran pokok hutang. Potongan ini dipatok dengan harga saham
pada saat pendirian ESOP. Dengan demikian, saat harga saham meningkat,
Leveraged ESOP menerima pengurangan pajak secara signifi kan lebih kecil.Dalam Non Leveraged ESOP, perusahaan memberi kontribusi
dalam bentuk saham pada akun trust atas nama masing-masing karyawan,
dengan cara memberi bonus atas kinerja yang dihasilkan. Selain itu, bisa
juga dalam bentuk kas yang diberikan ke Trust, lalu dipakai untuk
membeli saham perusahaan, lalu saham yang diperoleh dialokasikan ke akun
perorangan yang dikelola untuk setiap karyawan yang ikut berpartisipasi.Ada 4 alasan utama mengapa perusahaan memberlakukan ESOP:
1. Buyouts (Management Buyouts)
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, ESOP seringkali dipakai
untuk membeli perusahaan memakai cara Management Buyouts.
Menurut laporan dari Bruner, 59% dari LESOP digunakkan untuk
melakukan buyouts.
2. Divestiture (Pelepasan)
Hampir sama dengan buyout di atas, LESOP seringkali dipakai sebagai
alat perusahaan untuk menjual perusahaan ini (37%) kepada perusahaan lain. Contoh masalah nya yaitu Hospitals Corporation of
America menjual 104 dari total 180 rumah sakit yang dimiliki kepada
perusahaan Health Trust yang dimiliki karyawannya melalui LESOP
pada tahun 1987 ,
3. Rescue of Falling Companies (Menyelamatkan perusahaan yang hampir
bangkrut)
Karyawan dalam perusahaan yang sedang terpuruk dapat memakai
ESOP sebagai alternatif lain untuk menghindari kebangkrutan seperti
masalah McLouth Steel dimana pekerja dari perusahaan ini menukar
hak upah mereka dengan saham perusahaan untuk menghindari
kebangkrutan yang kedua kalinya pada tahun 1980. Sayangnya, usaha
ini tidak menolong perusahaan menjadi lebih baik di tengah bisnis
yang lesu sehingga perusahaan ini bangkrut pada tahun 1995.
Contoh perusahaan lainnya yang lebih baik dalam menerapkan ESOP
untuk menyelematkan perusahaan diwakili oleh masalah Weirton Steel
pada tahun 1983 dimana perusahaan sempat membaik selama 5 tahun
sebelum akhirnya bangkrut sebab kalah bersaing dengan perusahaan
Jepang yang lebih efi sien sebab ESOP tidak dapat mengatasai masalah
yang lebih fundamental yaitu kemampuan bersaing di industri ini .
Akhirnya perusahaan Weirton Steel diakusisi oleh Wilbur Ross yang
menggabungkan Weirton dengan perusahaan baja Amerika lainnya
untuk menciptakan ISG yang pada akhirnya diambil alih oleh Mittal
Steel dari India yang menjadi perusahaan baja terbesar di dunia
4. Raising Capital (Menaikkan modal)
ESOP sendiri dapat dipakai untuk menambah modal perusahaan
dengan menjual saham kepada karyawan sebagai alternatif lainnya
selain penawaran saham secara public. Bruner melaporkan bahwa 11%
dari ESOP digunakkan untuk alasan ini
Selain itu, untuk melakukan pertahanan terhadap akusisi memakai
ESOP maka perusahaan seringkali melakukan voting dari saham ESOP
(Voting of ESOP share) dimana saham yang dimiliki karyawan disatukan
dalam Employee Stock Ownership Trust dan tidak dimiliki oleh karyawan
secara langsung. ESOT itu sendiri dikendalikan oleh dewan direksi yang
menunjuk employee trustees untuk mengatur ESOT namun kekuatan voting
tetap berada di tangan dewan direksiEmployee Stock Ownership Plans dapat menjadi instrumen investasi yang
menguntungkan jika dikelola dengan baik.Untuk alasan ini, ESOP telah lama
dikenal sebagai suatu alat yang efektif untuk menarik para eksekutif puncak,
dan dalam beberapa tahun terakhir menjadi sarana populer untuk memikat
karyawan non-eksekutif.Sayangnya, beberapa masalah penggunaan ESOP
gagal untuk mengambil keuntungan penuh dari uang yang dihasilkan oleh
saham karyawan mereka. Maka, memahami sifat opsi saham, perpajakan
dan dampak pada pendapatan pribadi yaitu kunci untuk memaksimalkan
keuntungan.
Langkah terpenting yaitu memperhatikan waktu Grant Date,
Expiration, Vesting dan Exercise. Untuk memulai, karyawan biasanya tidak
diberikan kepemilikan penuh dari opsi pada tanggal inisiasi kontrak (juga
dikenal sebagai Grant Date). Mereka harus mematuhi jadwal tertentu yang
dikenal sebagai vestingschedule saat mencairkan options mereka. Jadwal
vesting dimulai pada hari pemberian option dan daftar tanggal bahwa seorang
karyawan mencairkan hak saham mereka. Misalnya, seorang majikan dapat
memberi 1.000 saham pada tanggal pemberian kompensasi, tapi tahun
dari tanggal ini , 200 saham akandi-vested (karyawan diberikan hak
untuk melaksanakan 200 dari 1.000 lembar saham pada awalnya diberikan).
Tahun setelah, yang lain 200 saham vested, dan sebagainya. Jadwal vesting
diikuti dengan tanggal kedaluwarsa.sesudah tanggal kadaluarsa, majikan
tidak lagi memberi hak untuk karyawan untuk membeli saham perusahaan
di bawah persyaratan perjanjian.
ESOP diberikan pada harga tertentu, yang dikenal sebagai exercise
price. Ini yaitu harga per saham bahwa seorang karyawan harus membayar
untuk memakai option-nya. Harga pelaksanaan yaitu penting sebab
dipakai untuk menentukan gain (disebut unsur tawar-menawar) dan
pajak yang terutang atas kontrak. Unsur bargain dihitung dengan mengurangi
exercise price dari harga pasar saham perusahaan pada tanggal opsi ini
dilakukan
EMPLOYEE STOCK OWNERSHIP TRUST ȍESOTȎ
Pengambilan suara (voting) saham ESOP mungkin menjadi isu yang penting
saat ESOP digunakkan sebagai alat untuk merger dan leveraged acquisition. Sebagai salah satu cara untuk mempertahankan diri dari hostile takeover,
perusahaan target berharap pemegang saham ESOP turut mendukung
manajemen saat menentukan sebuah keputusan mayor seperti menyetujui
merger ataupun transaksi yang signifi kan lainnya.
Saham yang dimiliki karyawan melalui ESOP tidak dikendalikan secara
langsung oleh karyawan namun melalui Employee Stock Ownership Trust
(ESOT), bedakan dengan pembelian saham oleh karyawan sendiri namun
melalui broker. ESOT sendiri dikendalikan oleh jajaran direksi dan direksi
menunjuk ESOP trustee sebagai penanggung jawab. Hal ini berimplikasi pada
kekuatan voting dimana dewan direksi-lah yang sebenarnya memiliki
kekuatan dalam pengambilan keputusan, bukan karyawan.
RESIKO ESOP BAGI KARYAWAN
ESOP sendiri tentu tidak lepas dari namanya resiko khususnya bagi
karyawannya. Salah satu resiko yang dihadapi karyawan yaitu jika
perusahaan bangkrut maka karyawan kehilangan pendapatan rutin serta
hak untuk menerima pension (sebab perusahaan yang dilikuidasi wajib
untuk menyelesaikan hutang yang ada serta pengeluaran terkait likuidasi
ini sebelum sisa dari semuanya itu dibagi kepada pemegang saham.
masalah seperti ini pernah terjadi pada tahun 1990 yaitu South Bend Lathe
yang mengalami kebangkrutan. Perusahaan ini berdiri pada tahun 1906
dan manajemen mengambil alih memakai LBO pada tahun 1976 dan
memiliki kepemilikan saham 100%.
Resiko lainnya yang harus dihadapi dampak yang timbul terhadap
neraca yaitu equity dilution effect, distributional effect of ESOP dan loss of control
1. Efek dilutif terhadap pemegang saham. Efek pertama yaitu equity dilution
effect sendiri terjadi sebab perusahaan meminjam / berhutang dengan
menerbitkan saham lainnya. Artinya, terjadi penurunan presentase
kepemilikan atas saham pemegang saham yang sudah ada sebab
adanya penerbitan saham baru untuk ESOP. Untuk menghindari efek
dilutif saham, perusahaan perlu membeli kembali saham yang baru saja
diterbitkan untuk ESOP itu di lalu hari.
2. Efek kedua yang mungkin timbul yaitu wealth distribution effect.
Menurut Chaplinsky dan Niehaus (1990), adanya perubahan kekayaan dari pemegang saham (bukan termasuk manajemen) kepada
manajemen. Dalam survey terhadap 192 perusahaan ditemukan bahwa
48,2% perusahaan mengalami kenaikan kompensasi karyawan sebagai
konsekuensi dari ESOP. Selain itu adanya kewajiban pembelian kembali
saham dari karyawan yang dipercayakan ESOP. Penjanjian ini dapat
menjadi insentif bagi karyawan sebab dengan demikian mereka dapat
menjual kembali sahamnya pada saat masa kontrak kerjanya berakhir
namun ini menjadi beban bagi pemegang saham lain yang bukan
karyawan sebab berarti kekayaan mereka terbagi lagi pada saat itu.
3. Efek ketiga yaitu loss of control dimana ESOP mempengaruhi
control dari pemegang saham terhadap manajemen sebab prosentase
kepemilikan semakin berkurang dan hal itu semakin jelas saat
perusahaan sebagian besar dimiliki oleh ESOP. sesudah ESOP diterbitkan
non-ESOP stockholder mengalami penurunan kepemilikan dan kontrol
atas perusahaan. Hal ini dikarenakan ESOP memiliki banyak saham
perusahaan. Meskipun begitu, perlu diingat bahwa saham ini
dipegang oleh orang yang dipercayakan oleh dewan direksi untuk hak
voting jadi biasanya hak voting ini tetap dapat dikontrol oleh
direksi.
ESOP DAN KINERJA ORGANISASI
Ada 3 keuntungan yang kemungkinan didapat saat menerapkan ESOP
yaitu peforma jangka panjang yang meningkat sebab karyawan juga turut
memiliki perusahaan, aliran kas yang baik sebagai implikasi dari kinerja
yang meningkat dan ESOP sendiri meningkatkan produktivitas karyawan.
Kenyataan ini diperkuat dengan temuan dari Park dan Song terhadap 232
perusahaan di tahun 1979-1989 yang menunjukkan tingginya nilai pasar
terhadap nilai buku dan ROA perusahaan. Salah satu contohnya yaitu ada
perusahaan yang nilai pasar terhadap nilai bukunya naik 10,3% sejak ESOP
diterapkan. sedang korelasi antara ESOP dengan strategi pertahanan
terhadap akusisi ditemukan bahwa ESOP yaitu salah satu cara
yang efektif untuk mengurangi probablitias pengambil alihan. Menurut
Chaplinsky dan Niehau, ESOP bahkan lebih disukai dibandingkan poison pill dan
sesudah ESOP ditemukan maka frekuensi penggunaan cara lainnya untuk
mempertahankan diri dari akusisi yang ada semakin berkurangSeiring dengan popularitas ESOP sebagai bentuk pertahanan dari akusisi,
Chaplinsky dan Niechaus menganalisa pengaruh ESOP terhadap takeover.
Mereka menemukan bahwa penerapan ESOP mampu mengurangi
probabilitas pengambilalihan secara signifi kan bahkan melebihi hasil dari
poison pills. Namun fakta pada tahun 2000, perusahaan tetap lebih memilih
untuk memakai poison pills sebagai antitakeover defense dibandingkan
ESOP ,
Perusahaaan-perusahaan yang tidak ingin diakuisisi oleh perusahaan
lain cenderung melakukan program ESOP. ESOP dapat mencegah
pengambilalihan dengan memberi hak kontrol pada pihak yang
keberatan terhadap penawaran ini . Para perwakilan ESOP biasanya
berada di belakang pihak manajemen dan mendukung setiap usaha melawan
pengambilalihan sehingga dengan memberi hak kontrol pada mereka
kemungkinan terjadinya pengambilalihan dapat dicegah.
Menurut Gauhan (), hukum Delaware diberlakukan pada
Januari 1988 mensyaratkan bahwa pengambilalihan pada perusahaan
yang tergabung dalam Delaware dapat terjadi bila 85% pemegang saham
non manajerial setuju. Hak voting penawar berlaku jika ia memiliki
lebih dari 15% saham target, namun presentase ini tidak cukup bagi
perusahaan penawar untuk mengambil alih perusahaan target, bahkan
untuk jangka waktu tiga tahun. Penawar dapat melakukan tiga cara untuk
mengambil alih perusahaan target secepatnya yaitu dengan membeli 85%
saham target, dua per tiga pemegang saham menyetujui untuk dilakukannya
akuisisi (di luar saham penawar), atau dewan direksi dan pemegang saham
memutuskan untuk membebaskan diri mereka dari ketentuan hukum.
Usaha-usaha ini tentu menjadi ancaman perusahaan yang tidak ingin
diambil alihan. Oleh sebab itu, perusahaan memberi hak veto pada
karyawan agar dapat mengisi proporsi pemegang saham non manajerial
untuk menghalangi tindak pengambilalihan paksa. Di sinilah ESOP sebagai
takeover defense berlaku.
Menurut Palepu (1986) yang dikutip oleh Betty (1994) meneliti
pengambilalihan yang terjadi dari tahun 1970 sampai 1979 dan menemukan
bahwa probabilitas pengambilalihan tergantung pada beberapa karakteristik fi nansial perusahaan. Perusahaan yang menjadi target pengambilalihan
yaitu perusahaan yang relatif kecil, memiliki debt to equity rasio yang
rendah dan performanya belum baik. Perusahaan dengan kondisi ini
harus mengadopsi ESOP bila ingin mempertahankan perusahaan, meskipun
hal ini berarti harga saham akan menurun sehingga kekayaan pemegang
saham dapat berkurang. ESOP akan efektif sebagai alat pertahanan diri bila
diadopsi sebelum dilakukannya usaha pengambilalihan. Dan, biasanya
penawar menargetkan perusahaan yang berada di industri yang tidak sama.
ESOP DAN KESEJAHTERAAN PEMEGANG SAHAM
Secara teori, ada dua dampak yang berlawanan dari penggunaan ESOP:
1. memberi tax benefi t terhadap perusahaan
Keuntungan sesudah pajak menjadi lebih besar sebab perusahaan
membayar pajak yang lebih kecil sehingga ada pembagian keuntungan
yang lebih besar kepada pemegang saham
2. Mengurangi kekayaan pemegang saham
Menurut studi dari Chang terhadap 165 perusahaan ditemukan bahwa
65% perusahaan menunjukkan adanya return positif yang abnormal
sehingga secara teori ESOP berdampak positif terhadap kekayaan
pemegang saham. Akan tertapi jika ESOP digunakkan sebagai anti
take over defense, ESOP memberi pengaruh negatif terhadap return.
Sehingga dapat dikatakan ESOP yang dipakai sebagai anti take over
defense berdampak pada pengurangan kekayaan pemegang saham. Pada
mulanya, ESOP dikembangkan untuk memberi keuntungan bagi
karyawan namun para praktisi keuangan justru menemukan bahwa
ESOP menjadi sebuah bentuk instrumen keuangan yang inovatif. Jika
digunakkan sebagai jaminan pinjaman oleh perusahaan, ESOP dapat
memberi perusahaan arus kas dan tax benefi t yang signifi kan. Bahkan
ESOP dapat menjadi alat yang menguntungkan untuk dipakai baik
oleh hostile bidders maupun sebagai salah satu antitakeover defense. Dalam
riset juga menunjukkan bahwa penggunaan ESOP mampu meningkatkan
nilai bagi pemegang saham meskipun perusahaan memakai ESOP
sebagai antitakeover defense.Walaupun ESOP tetap memiliki kerugian
jika tidak ditangani dengan baik seperti equity dilution effect hingga loss
of control.
ESOP DI negara kita
Menurut data Departemen Keuangan RI dan Bapepam di negara kita pihak
yang menerapkan konsep kepemilikan saham oleh karyawan dapat dibagi
menjadi dua kelompok. Kelompok pertama yaitu perusahaan-perusahaan
publik. Kelompok kedua yaitu perusahaan-perusahaan yang yaitu
anak perusahaan dari perusahaan multinasional di luar negeri. Secara umum,
penawaran ESOP selain dari ESA yaitu penawaran atas suatu Efek
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 8 tahun 1995 tentang
Pasar Modal (“UU Pasar Modal”), yang jika dilakukan kepada lebih dari
100 pihak dan dengan nilai Rp. 1 milyar atau lebih dapat dianggap sebagai
suatu Penawaran Umum. sedang dalam kaitannya dengan ESOP yang
dilaksanakan oleh perusahaan publik, maka ada dua peraturan pokok
yang dalam praktek mempengaruhi implementasi ESOP di negara kita , yaitu:
(i) Peraturan Bapepam No. IX.A.7 tentang Tanggung Jawab Manajer
Penjatahan Dalam Rangka Pemesanan dan Penjatahan Efek Dalam
Penawaran Umum, yang mengatur bahwa pegawai mendapat prioritas
dari penjatahan sampai dengan jumlah paling banyak 10% dari jumlah
penawaran umum;
(ii) Peraturan Bapepam No. IX.D.4 tentang Penambahan Modal tanpa
Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) yang pada pokoknya
dikeluarkan untuk lebih memudahkan emiten untuk mengatasi
permasalahan keuangannya, yang juga mengatur bahwa Emiten atau
Perusahaan Publik dapat menambah modal tanpa memberi Hak
Memesan Efek Terlebih Dahulu kepada pemegang saham sepanjang
ditentukan dalam anggaran dasar dan jika dalam jangka waktu 3
(tiga) tahun, penambahan modal ini sebanyak-banyaknya 5%
dari modal disetor. Atas dasar ini , maka banyak Emiten yang
memakai ketentuan ini untuk menambah modal saham sebesar
5% dari jumlah modal disetor yang sudah ada dalam rangka program
ESOP. Namun demikian, ketentuan ini juga tidak menghilangkan
kemungkinan terkenanya kriteria Penawaran Umum. sebab ketentuan
ini menyatakan bahwa “Dalam hal penambahan modal dilaksanakan
melalui Penawaran Umum, maka pelaksanaannya wajib mengikuti
ketentuan Pernyataan Pendaftaran dan Ketentuan tentang Penawaran
Umum lainnya.” Selain itu, aspek keterbukaan yang dipersyaratkan oleh ketentuan ini untuk penambahan modal tanpa melalui Penawaran
Umum hanya terbatas pada hal-hal sebagai berikut:
Analisis dan Pembahasan oleh Manajemen mengenai Kondisi
Keuangan;
Proforma Perusahaan;
engaruh peningkatan modal terhadap pemegang saham sesudah
penambahan modal;
Alasan penambahan modal tanpa hak memesan saham terlebih
dahulu yaitu pilihan terbaik.
Di negara kita , ESOP diselenggarakan untuk mencapai beberapa tujuan
antara lain sebagai berikut:
memberi penghargaan (reward) kepada seluruh pegawai,
direksi, dan pihak-pihak tertentu atas kontribusinya terhadap
meningkatnya kinerja perusahaan;
Menciptakan keselarasan kepentingan dan misi antara karyawan,
Related Posts:
merger akusisi c perusahaan target dari sisi hukum yang berlaku. Pihak ini juga terlibat dalam aspek due diligence yang … Read More