merger akusisi c

 perusahaan target dari sisi hukum yang 
berlaku. Pihak ini juga terlibat dalam aspek due diligence yang dilakukan 
oleh pihak pembeli nantinya. Secara global beberapa penasehat hukum 
yang menangani transaksi M&A seperti: Bracewell & Guiliani; Freshfi elds 
Bruckhaus; Shook Lin & Bok LLP; WongPartnership LLP;Kadir, Andri 
Aidham & Partners, Herbert Smith; Hiswara Bunjamin & Tandjung 
(Herbert Smith Association);Ali Budiardjo, Nugroho, Reksodiputro 
(ABNR).
 Penengah (arbitrage).Arbitrage sendiri berasal dari kata arbitrageur yang 
berarti sesorang yang membeli saham dalam harga murah dan berharap 
mendapatkan untung dari selisih (spread) saat  harga saham naik. 
Namun untuk kondisi Merger Arbitrage pihak yang melakukan bukan 
individu tapi institusi sebab modal yang dibutuhkan sangat besar. 
Pihak ini mencoba menengahi antara pihak penjual dan pihak pembeli 
dan mengambil untuk dari spread (selisih) harga jual dan beli.
Perlu dipahami bahwa M&A yaitu salah satu plihan strategi yang dapat 
dilakukan organisasi dalam persaingan bisnis yang ada yang terletak dalam 
level “corporate”, atau “corporate level strategy”. Dalam gambar dibawah 
ini dapat dilihat bahwa M&A akan muncul sebagai salah satu pilihan 
yang muncul saat  organisasi ingin mendapatkan keunggulan bersaing 
(competitive advantage). 


Merger dan akuisisi kerap menjadi strategi yang dipilih perusahaan 
dalam mencapai tujuannya. Apakah bertujuan untuk mendorong 
pertumbuhan, melakukan sinergi, diversifi kasi, maupun tujuan 
lainnya. Oleh sebab itu, merger & akuisisi (M&A) juga dapat dibedakan 
berdasarkan motif. Secara umum, ada  dua motif melakukan merger. 
Pertama, untuk meningkatkan nilai perusahaan yang melakukan merger 
sebab merger meningkatkan profi t aktual atau profi t di masa depan dan 
dengan demikian pihak yang mencari keuntungan melalui merger yaitu 
pemegang saham (shareholder gains). Motif pertama ini akan lebih jauh 
dibahas dalam delapan motif merger dibawah ini: Bertumbuh, Sinergi 
Operasional, Sinergi Keuangan, Diversifi kasi, Integrasi Horizontal, Integrasi 
Vertikal, Peningkatan Kinerja Manajemen dan Motif Pajak. Kelompok kedua, 
merger yaitu untuk kepentingan manajer perusahaan (managerial 
gains) dan tidak selalu untuk kepentingan perusahaan. Dengan kata lain, 
tujuan dari merger yaitu semata-mata untuk keuntungan manajemen 
perusahaan bukan pemilik. Kelompok kedua ini memiliki dua motif, yakni 
Hubris dan Discretion motives.
 SHAREHOLDER GAINS
 Motif Bertumbuh (Growth)
Bertumbuh yaitu motif yang paling umum dalam merger dan akuisisi. 
Pertumbuhan disini dapat diartikan secara luas, seperti: pertumbuhan pendapatan, pertumbuhan profi t margin dan pertumbuhan lainnya. Hal 
ini dialami Exxon-Mobil sesudah merger antara Exxon dan Mobil dimana 
pertumbuhan pendapatan (omset) yang sangat fantastis, menjadikan ExxonMobil sebagai organisasi yang memiliki pendapatan tersebesar di industry 
minyak di tahun 2009 dengan mencetak pendapatan sebesar $459 juta.
Keinginan perusahaan untuk bertumbuh yaitu motif paling dasar bagi 
perusahaan-perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi. Sebenarnya, 
selain bertumbuh melalui merger dan akuisisi, perusahaan memiliki  
alternatif lain, yaitu melalui internal atau organic growth, dimana perusahaan 
ini  dapat bertumbuh secara internal, tanpa melakukan merger dengan 
perusahaan lain. Namun kecenderungan pilihan ini biasanya lebih lambat 
dibandingkan melalui merger dan akuisisi.Memilih merger sebagai strategi bertumbuh tentunya memiliki 
kelebihan dan kekurangannya sendiri. Kelebihannya yaitu dengan 
melakukan merger, pertumbuhan akan terjadi dengan lebih cepat sebab 
merger umumnya dilakukan dengan perusahaan yang memiliki skill
yang telah terbukti baik di bidang ini . Dengan begitu, perusahaan 
tidak perlu memulai dari nol dalam mencari sumber daya manusia yang 
kompeten maupun membangun fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan untuk 
menunjang pertumbuhan. Turut menjadi pertimbangan, jika perusahaan 
mengembangkan sendiri, ada tingkat ketidakpastian yang cukup tinggi 
sehingga resiko menjadi lebih besar. Walau demikian, merger seringkali 
membutuhkan modal yang lebih besar sehingga hal ini menjadi tambahan 
resiko tersendiri bagi perusahaan yang memilih melakukan merger. 
sedang bagi Chairul Tanjung, pengusaha sukses pemilik CT Group, baik 
akuisisi dan bertumbuh secara organik yaitu strategi yang dijalan secara 
bersama-sama dalam bisnisnya. “Dalam akuisisi, kita tidak pernah tahu akan 
seperti apa dan siapa yang diakuisisi. Bisa cepat, bisa lambat. Misal cocok, minggu 
depan kita salaman,” kata Chairul Tanjung sebagaimana diberitakan dalam 
surat kabar Kompas 2 Desember 2011.Salah satu perusahaan yang memakai  merger dan akuisisi 
sebagai strategi dalam bertumbuh yaitu Johnson & Johnson. Johnson & 
Johnson bahkan melakukan 68 akuisisi selama tahun 1994 hingga 2009. 
Akuisisi dengan nilai tertinggi terjadi pada tahun 2006 saat membeli Pfi zer 
Consumer Healthcare dengan nilai mencapai 16,6 milliar dollar. Memang 
J&J harus membayar premium untuk bertumbuh melalui akuisisi, namun di 
sisi lain J&J memperoleh keuntungan sebab tidak perlu membuang waktu 
dengan mencoba pengembangan secara internal yang belum tentu berhasil. 
Strategi ini secara sederhana yaitu memilih untuk membeli kompetitor 
dibandingkan  berusaha bersaing dengan memakai  pertumbuhan internal.Perusahaan yang telah berhasil dalam taraf nasional juga seringkali 
melihat akuisisi sebagai salah satu alat mendapatkan pendapatan dan 
keuntungan yang lebih besar. Caranya yaitu dengan mengakuisisi 
perusahaan internasional. Dengan begitu, perusahaan dapat mengembangkan 
pasarnya dan mengurangi halangan untuk masuk ke pasar internasional. 
Selain itu, dengan adanya European Common Market, cross country barrier 
berhasil dikurangi sehingga berdampak pada banjirnya transaksi cross border
di Eropa.
 Motif Sinergi Operasional (Operating Synergy)
 Economic of scale. Sebuah perusahaan disebut memiliki economic of scale
jika rata-rata biaya berkurang seiring dengan peningkatan total 
output. Dengan kata lain, economic of scale terjadi saat  produksi semakin 
tinggi membuat marginal cost semakin rendah. Dalam jangka pendek, 
economic of scale dapat terjadi melalui merger sebab bergabungnya dua 
perusahaan menghindarkan double fi xed cost. Economic of scale dalam 
jangka pendek juga dapat dicapai melalui realokasi output dalam 
unit operasi yang berbeda dalam perusahaan merger. sedang 
dalam jangka panjang, economic of scale dapat diperoleh dari merger 
bila peningkatan ouput lebih dari dua kali lipat peningkatan semua 
input. Hal ini dapat terjadi bila sebuah perusahaan yang lebih besar 
dan lebih kuat secara fi nansial berinvestasi pada teknologi baru yang 
meningkatkan proses produksi dan area R&D.
 Economic of scope yaitu economic of scale yang digeneralisasikan pada 
perusahaan multi-product atau perusahaan yang berhubungan dalam 
suatu rantai supply. Economic of scope dapat tercapai bila rata-rata biaya 
untuk memproduksi dua produk secara terpisah menjadi lebih rendah 
saat  diproduksi bersama 
 Motif Sinergi Keuangan (Financial Synergy) 
fi nancial synergy tidak 
menghasilkan cost saving yang sebenarnya (penghematan dalam production 
cost), fi nancial synergy dapat diperoleh dengan penghematan pada suku 
bunga (cost of capital). Seringkali perusahaan yang berukuran relatif kecil 
tidak dapat meminjam dengan tinggat suku bunga yang kompettitf. 
Perusahaan ini  juga sering kali mendapat batasan penarikan pinjaman 
yang lebih rendah. Hal ini dipicu sebab adanya batasan atas regulasi 
dari bank dalam pemberian kredit, batasan yang dimaksud bisa terjadi 
kareana kurangnya likuiditas, solvabilitas, jumlah asset, maupun reputasi 
publik yang dimiliki perusahaan.
Sebagai contoh sebuah perusahaan yang tidak terkenal, cenderung 
akan mendapatkan kredit modal yang lebih rendah bila dibandingkan 
jika perusahaan ini  telah diakuisisi oleh perusahaan terkemuka 
nasional seperti Astra International maupun Indofood. Dengan adanya akuisisi dengan perusahaan terkemuka nasional ini , perusahaan juga 
mendapatakan daya tawar yang lebih kuat dibandingkan jika perusahaan 
tidak diakusisi oleh perusahaan besar. Biasanya daya tawar yang diperoleh 
dengan pihak bank berupa penetapan suku bunga pinjaman, ataupun 
jangka waktu pinjaman. Pencapaian cost of capital yang rendah yaitu 
inti utama dari motif sinergi keuangan dalam merger.
 Motif Diversifi kasi (Diversifi cation) 
Diversifi kasi sebagai salah satu motif dari M&A berhubungan dengan teori 
portfolio yang biasanya dipakai  dalam dunia keuangan maupun investasi. 
Secara singkat teori portfolio menyarankan perlu adanya minimalisasi resiko 
yang terkait industri yang ada agar dapat mecapai return yang lebih baik. 
Dalam dunia bisnis secara mendasar resiko dapat dibedakan menjadi dua 
hal, yaitu systematic risk dan unsystematic risk. Unsystematic risk yaitu resiko 
yang muncul sebab terkait dengan industri yang ada sehingga solusi yang 
dilakukan dengan portfolio atau diversifi kasi. Contohnya yaitu pada 
sektor agro-bisnis, ada  resiko yang terkait dengan industri, yakni resiko 
atas iklim dan cuaca yang bisa memicu kegagalan panen dibanding 
dengan bisnis jasa keuangan. 
Diversifi kasi yaitu motif yang berusaha menurunkan resiko 
kebangkrutan suatu perusahaan, dengan cara melakukan kegiatan bisnis 
diberbagai sektor bisnis yang berbeda-beda. Dengan melakukan kegiatan 
bisnis pada sektor yang berbeda-beda maka perusahaan akan lebih 
mampu bertahan jika ada  bisnis yang sektornya sendang mengalami 
masalah. Di negara kita  beberapa organisasi yang melakukan ini seperti 
Astra Internasional, Wings Group, Kompas Group, CT Group dan masih 
banyak lagi. Astra memiliki usaha di berbagai sektor bisnis, bahkan banyak 
dari sektor bisnis ini tidak memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya. 
Astra memiliki bisnis pada sektor pertambangan, otomotif, agro-bisnis dan 
lainnya. Semua sektor ini tidak memiliki keterkaitan secara dekat, sehingga 
jika terjadi gagal panen masal di negara kita , maka Astra masih dapat bertahan 
dengan mengandalkan bisnisnya pada sektor di luar agro-bisnis.
sebab motif diversifi kasi menyarankan agar suatu perusahaan untuk 
memiliki bisnis di berbgai sektor yang berbeda bahkan tidak berhubungan, 
motif ini akan memicu suatu perusahaan akan menjadi perusahaan konglomerasi atau perusahaan yang bergerak di berbagai sektor. Dengan 
alasan itulah motif diversifi kasi sering juga disebut sebagai motif 
konglomerasi. 
 Motif Integrasi Horisontal 
Tujuan merger dalam konteks ini yaitu untuk menjadikan pasar atau 
industri dari persaingan sempurna ke arah seperti monopoli. Namun hampir 
disetiap negara sudah memiliki suatu badan untuk menjaga persaingan 
dagang yang sehat dengan memastikan tidak ada perusahaan swasta yang 
memiliki pasar monopoli. Di negara kita  sendiri badan ini  bernama 
Komisi Pengawan Persaingan Usaha (KPPU).
Merger dengan motif integrasi horisontal, yaitu merger yang 
terjadi antara perusahaan yang bergerak pada sektor yang sama. Dengan 
bergerak pada sektor yang sama maka perusahaan hasil merger ini  
diharapkan memiliki pangsa pasar yang lebih tinggi dibanding jika bekerja 
secara terpisah. Keuntungan dari merger secara horisontal, bukan hanya 
pangsa pasar. Perusahaan juga dapat memperoleh keuntungan-keuntungan 
lainnya. XL Axiata yang dulunya yaitu dua entitas penyedia jasa 
selular XL dan Axis, memperoleh keuntungan berupa penambahan range
frekuensi penggunaan pita selular saat  melakukan M&A. Dengan semakin 
lebarnya frekuensi penggunaan pita selular dapat meningkatkan kualitas 
seluler yang diberikan kepada konsumen. Hal yang sama juga dialami oleh 
Exxon-Mobil. Exxon-Mobil yaitu perusahaan yang bergerak di bidang 
pertambangan minyak. Sebelum melakukan merger, kedua perusahaan ini 
sudah menjadi perusahaan besar, tetapi memiliki keunggulan tersendiri. 
Exxon memiliki  keunggulan dalam memasarkan produknya, sedang 
Mobil lebih unggul dalam hal produksi. Dengan adanya merger dari kedua 
perusahaan ini maka Exxon-Mobil kini menjadi unggul dalam hal produksi 
dan pemasaran.
 Motif Integrasi Vertikal 
Integrasi vertikal berupa akuisisi perusahaan yang berperan dalam sisi 
hulu (backward) atau hilir (forward). Sisi hulu (backward vertical integration)
yaitu membeli perusahaan yang menjadi sumber persediaan atau yang 
bertindak sebagai pemasok (supplier). Seperti Chevron yang lebih dominan di distribusi, networking dan pemasaran, membeli Gulf yang lebih fokus 
pada persediaan. sedang pada forward vertical integration, perusahaan 
bergerak ke pemasaran atau kapabilitas retail, seperti yang dilakukan Merck 
dan Medco. Merck yaitu perusahaan farmasi terbesar, sedang Medco 
yaitu pemasar farmasi terbesar di Amerika. Dengan begitu, Merck yaitu 
perusahaan manufaktur, sedang Medco yaitu perusahaan distribusi.
Dengan melakukan vertical Integration, perusahaan yang melakukan 
akuisisi terbebas dari ketergantungan terhadap pihak lain, memungkinkan 
adanya just-in-time inventory management dan internal transfer pricing. Justin-time inventory management sangat bermanfaat dalam meningkatkan 
efi siensi perusahaan, namun sangat bergantung pada kinerja supplier. Justin-time hanya dapat berhasil bila supplier dapat diandalkan. Oleh sebab 
itu, vertical integration sangat membantu perusahaan dalam memungkinkan 
keberhasilan penerapan just in time inventory management. Selain itu internal 
transfer pricing lebih menguntungkan perusahaan sebab memungkinkan 
perusahaan mendapat harga perolehan yang lebih murah dan pajak yang 
lebih rendah.
 Perbaikan Manajemen (Improved Management) 
 Diffusion know how. Jika perusahaan yang melakukan merger memiliki 
kemampuan teknologi, sumber daya manusia, budaya organisasi, 
paten, dan know-how, maka mereka yaitu complementary satu 
sama lain. Dengan bergabung, perusahaan-perusahaan dapat mencapai 
technologies progress. Technologies progress ini  dapat berupa inovasi 
proses maupun produk (Roller, Stennek, & Verboven, 2006).
 Seperti pada know-how, R&D yaitu salah satu divisi yang sangat penting 
sehingga bila dikombinasikan dengan benar dapat menghasilkan 
technological progress dan peningkatan produksi bersama. mengakuisisi target perusahaan 
dengan R&D yang baik yaitu cara yang lebih cepat dibandingkan 
mengembangkan sendiri secara internal. Tentunya, perusahaan merger 
mengaku bahwa perusahaan yang mengintegrasikan R&D mereka 
membuat perusahaan ini  lebih cepat dalam memperkenalkan 
produk baru dan produk dengan kualitas yang lebih baik, serta berguna 
dalam proses penurunan harga.
 Motif Pajak 
Merger sebelum tahun 1980an sangat termotivasi oleh tax advantages. 
Alasannya yaitu disaat acquisition premium dibayar diatas value perusahaan 
target, asset yang dibeli dapat menguntungkan sebab memberi  biaya 
depresiasi yang lebih besar sehingga mampu mengurangi kewajiban pajak 
yang timbul. Sebagai contoh saat  suatu perusahaan melakukan merger 
dengan adanya acquisition premium, maka akan timbul asset baru untuk 
mengalokasikan nilai premium ini . Asset baru bisa berbentuk goodwill, 
paten, hak cipta, maupun revaluasi asset tetap yang ada. Asset baru yang 
ada akan menciptakan pertambahan beban depresiasi. Bertambahnya 
beban depreisasi akan menurunkan besaran pajak yang harus dibayar 
oleh perusahaan. Tax advantage seperti ini memiliki peran penting dalam 
keputusan merger sebab dapat meningkatkan efi siensi. Keuntungan aspek 
pajak lainnya juga bisa di dapatkan saat  internal transfer pricing di lakukan 
sesudah M&A, dimana perhitungan PPN hanya perlu satu kali dilakukan 
yang tentu saja akan menghemat pengeluaran pajak yang ada.
 MANAGERIAL GAINS
Secara umum, motif ini menyatakan bahwa manajer mencari keuntungan 
dengan mengorbankan keuntungan pemegang saham. Motif ini pertama 
kali didasari oleh adanya teori dari ketidakefi sienan internal didalam 
suatu perusahaan, atau yang disebut x-ineffi ciency. Didalam kedaaan nyata 
perusaahan yaitu suatu organisasi yang kompleks dimana ada  
pemisahan antara ownership dan control. Ownership dimiliki oleh pemegang 
saham, sedang control dimiliki oleh pihak manajemen. Didalam organisasi 
seperti ini keputusan secara umum mengenai efi siensi untuk perusahaan 
berada di tangan manajemen, yang mungkin saja memiliki tujuan utama 
selain peningkatan nilai perusahaan bagi pemegang saham. Di lain sisi 
pemegang saham sebagai pemilik perusahaan menginginkan perusahaan 
agar efi sen sehingga meningkatkan nilai perusahaan. Perbedaan pandangan 
ini yaitu contoh dari teori principal-agent, sebab itu motif ini sering 
disebut juga sebagai motif agensi. Secara khusus managerial gains dapat di 
bagi lagi menjadi dua yaitu hubris motives dan discretion motives.
 Hubris motives.
Dalam beberapa masalah  akusisi, manager mengakuisisi perusahaan lain untuk 
kepentingan atau ego diri sendiri dan bukan demi keuntungan perusahaan. 
Salah satu bentuk pemunculan ego yaitu saat  manager melakukan 
overpaid kepada perusahaan target. Hal ini dapat dilatarbelakangi banyak 
hal, salah satunya sebab manager merasa namanya akan menjadi buruk 
jika kalah dalam tender suatu proyek dengan perusahaan kompetitor, 
sehingga memutuskan untuk memberi  nilai yang lebih tinggi dari 
pada nilai fundamental yang sebenarnya. Konsekuensinya perusahaan 
akan mengalami kerugian sebab mendapatkan return aktual yang tidak 
sebanding dengan nilai yang dibayarkan. Hubris motives juga dikenal dengan 
pride of management.
 Discretion motive.
Motif ini juga disebut managerial discretion motive. Motif ini menjelaskan 
bahwa tujuan manajer yaitu untuk meningkatkan ukuran perusahaan 
yang mereka pimpin. Tujuan mereka yaitu pertumbuhan dan cara paling 
cepat mencapai pertumbuhan yaitu dengan akuisisi. Alasannya bisa 
dipicu kompensasi yang diterima secara langsung berkaitan dengan 
ukuran perusahaan 
Mini-CASE: TATA
Tata yaitu perusahaan swasta tertua 
dan terbesar di India. Didirikan pada 
tahun 1868, grup yang sekarang 
terdiri dari lebih dari 100 perusahaan, 
dengan omset lebih dari $ 70 miliar. 
Ia memiliki berbagai kepentingan, 
dengan perusahaan perdagangan di 
bidang-bidang yang beragam seperti 
baja, mobil dan truk, bahan kimia, konsultasi IT, ritel dan hotel. Grup 
Tata sangat terdesentralisasi, dan perusahaan anggota memiliki otonomi 
besar dalam hal strategi dan operasi. Instrumen utama untuk menyatukan 
kelompok yaitu merek perusahaan Tata. Namun, tidak semua perusahaan 
memakai  merek perusahaan dengan cara yang sama. Banyak lini bisnis,seperti Tata Minuman dan Tata Motors, tetap memakai  nama dan logo 
secara eksplisit. Namun, beberapa perusahaan dalam grup, seperti Trent 
dan Taj Hotels, tidak hanya memilih untuk tidak memakai  nama Tata. 
Taj Hotel juga memiliki tanda merek sendiri. Ketidakkonsistenan ini dilihat 
oleh grup Tata sebagai hal yang kurang signifi kan dibandingkan dengan 
memegang prinsip nilai dasar yang dimiliki oleh Tata. Perusahaan ini pada 
awalnya didirikan dengan tujuan untuk menciptakan dan menyebarkan 
kekayaan untuk memperkuat bangsa India dan ekonominya. Sebelum 
tahun 1991 kelompok Tata memiliki beberapa kepentingan di dunia luar 
India. Identitas merek Tata sangat kuat akan “aroma” India, sebab memang 
berakar pada budaya dan sejarah India. Namun, Ratan Tata, pemimpin 
kelompok itu, berpikir agar kepercayaan ini  perlu berubah. Dia merasa 
bahwa masa depan Tata tergeletak di luar India, dan hal itu yang membuat 
Tata harus bercita-cita untuk menjadi perusahaan global.
Tapi bisakah sebuah perusahaan dengan identitas India seperti 
TATA berhasil dalam membangun merek global? Dan jika demikian, apa 
yang akan menjadi kelemahan? Masih banyak orang India yang percaya 
bahwa proses globalisasi akan mengubah Tata dan merusak nilai-nilainya, 
mengubahnya menjadi sekadar perusahaan besar yang akan hanya peduli 
dengan keuntungan atau laba. Orang lain di luar India bertanya-tanya 
apakah konsumen barat secara khusus akan benar-benar menerima merek 
Tata.
Melangkah keluar dari India. Perusahaan Tata mulai melakukan 
akuisisi kecil di luar India pada akhir 1990-an. Akuisisi besar pertama 
yaitu bahwa dari Tetley Tea, salah satu merek teh Inggris terkemuka, oleh 
Tata Tea (yang sekarang dikenal sebagai Tata Beverages) pada tahun 2000. 
Akuisisi ini berjalan tanpa keluhan. lalu Tata melanjutkan dengan 
mengakuisisi, baja Corus (yang dilakukan oleh Tata Steel) pada tahun 2007. 
Dan menyusul Jaguar Land Rover oleh Tata Motors pada tahun 2008. Sejak 
tahun 2005, telah terjadi aliran akuisisi di Eropa, Asia dan Amerika Utara.
Tata menghadapi tekanan yang berbeda, dan harus merespon 
dengan cara yang berbeda. Kelompok ini memiliki secara bersamaan 
untuk meyakinkan para pemangku kepentingan di India itu tidak akan 
meninggalkan nilai-nilai tradisional dalam mendukung pertumbuhan 
global. Dan untuk meyakinkan para pemangku kepentingan di perusahaan itu bahwa merek favorit mereka tidak akan terdistorsi oleh nilai global. Di 
beberapa sektor, Tata mengikuti kebijaksanaan konvensional. Pada tahun 
2010, sesudah mempertimbangkan dengan cermat, Tata Steel akhirnya 
mengubah namanya Corus sebagai Tata Steel Eropa. Meski begitu, ada 
beberapa kekhawatiran di Tata Steel seperti apa dampak re-branding ini 
pada reputasi Corus-dan Tata Steel di India. Namun akhirnya hal ini  
dapat hilang sejalan dengan perjalanan waktu yang ada.
Aspek lainnya, merek Tetley telah menjadi bagian dari kelompok 
Tata selama 10 tahun. Namun merek Tetley tetap independen dalam hal 
identitasnya walaupun Tata tetap menuliskan dalam kemasan sebuah 
kalimat yang mengingatkan konsumen bahwa mereka Tetley sebenarnya 
bagian produk Tata. Tapi pelanggan Tetley tegas melihatnya sebagai produk 
Inggris bukan India. Hal yang sama bahkan lebih kuat terjadi dengan Jaguar 
dan Land Rover, di mana Tata Motors telah terus terang menolak saran rebranding dengan nama Tata. Ini yaitu merek tua dan terkenal, dan Tata 
Motors berpikir re-branding akan menghancurkan nilai dari Jaguar 


Dell, salah satu perusahaan PC terbesar di dunia mengumumkan 
bahwa perusahaan ini  telah melakukan leverage buyout untuk 
menjadikan perusahaan ini  dari perusahaan publik menjadi 
perusahaan privat. Menurut sumber dari Bloomberg, Chief Executive Offi cer 
Michael Dell dan Silver Lake Management LLC telah melakukan leverage 
buyout sebesar $ 24.900.000.000 untuk mengambil perusahan ini (Ricadela, 
2013). Tindakan ini  diambil sesudah investor menuntut lebih atas setiap 
saham mereka. Dell yang mengalami kesulitan untuk bersaing di pasar 
dimana customer cenderung beralih ke mobile devices dibandingkan  computer PC 
maupun laptop yang menjadi andalan Dell. Lalu apakah sebenarnya leverage 
buyout?Mengapa akhirnya Dell melakukan cara ini ? Apakah motivasi 
perusahaan di balik keputusannya untuk melakukan leverage buyout? Hal ini 
akan lebih dijelaskan lebih lanjut dalam bab ini.
Pembelian dengan memakai  hutang atau lebih sering disebut 
leverage buyout yaitu sebuah teknik yang seringkali dipakai  banyak 
entitas bisnis baik oleh internal manajemen maupun eksternal perusahaan 
baik individual, partnership, hingga perusahaan lainnya untuk membeli 
saham sebuah perusahaan target dengan memakai  hutang. Penggunaan 
leverage buyout ini juga seringkali dipakai pihak yang mengakusisi untuk 
menjadikan perusahaan target menjadi perusahaan privat.
Mengapa cara ini begitu terkenal? Ada beberapa faktor yang 
berpengaruh khususnya tingkat suku bunga dan ketersediaan pendanaan. Menurut data yang ditunjukkan pada tabel di bawah, tingkat bunga yang 
rendah serta banyaknya tawaran pendanaan pada tahun 2004 hingga 2007 
diyakini sebagai alasan di balik kepopularitasan LBO. Menurut data yang 
diambil dari Reuters, total transaksi LBO yang terjadi di tahun 2004-2007 
mencapai 450 juta dollar (DealBook, 2008). Hal yang sebaliknya terjadi 
di tahun-tahun selanjutnya dimana pada tahun 2008-2009 dimana krisis 
ekonomi yang terjadi juga mempengaruhi transaksi LBO itu sendiri sehingga 
baik frekuensi maupun nilai transaksi (Amerika maupun Eropa) mengalami 
penurunan yang cukup signifi kan.
 SEJARAH LBO
Lalu bagaimana sejarahnya hingga LBO dapat berkembang? Salah satu masalah  
yang terkenal yaitu LBO terhadap Ford Motor Company di tahun 1919 oleh 
pendirinya sendiri yaitu Henry Ford dimana saat itu dia tidak puas dengan 
pemegang saham yang seringkali berselisih paham dengannya. Hal itulah 
yang memicu Ford membeli semua saham yang tidak dimiliki oleh 
pemegang saham sebesar 106 juta dollar. Kepemilikan ini  membuat 
Ford dapat bebas untuk memproduksi dan menjual model T dengan harga 
yang semakin murah.Berdasarkan data pada table-tabel di atas, transaksi tertinggi terjadi 
pada tahun 2006-2007 dan sepanjang sejarah, 7 dari 10 transaksi terbesar 
dicatatkan pada tahun 2006 dan 2007. Hal ini dipicu oleh kondisi 
ekonomi yang begitu kuat dan dikombinasikan dengan kenaikan pasar 
saham dan housing market bubble yang diikuti dengan tingkat bunga yang 
rendah membuat biaya pendanaan menjadi murah. Berikut ini yaitu daftar perusahaan terbesar yang melakukan sistem LBO dari sisi nilai 
transaksi yanga ada.
Di dalam praktek LBO, ada 1 jenis yang umum digunakkan yaitu Management 
Buyout dimana pihak manajemen sendiri yang melakukan LBO untuk 
mengambil alih perusahaan. Seringkali MBO dilakukan oleh manajer pada 
suatu unit. Dalam transaksi ini, manajer seringkali juga menginvestasikan 
sebagian besar modal namun sisanya seringkali didanai oleh investor lainnya 
dan juga pinjaman dalam jumlah besar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa 
MBO yaitu bentuk LBO yang dilakukan internal perusahaan dan LBO 
sendiri berasal dari eksternal perusahaan sebab pada dasarnya prosesnya 
tidak begitu berbeda. Namun MBO sendiri memiliki  keunggulan lebih 
dimana pihak pengambilalih (manajemen) sudah mengetahui kondisi 
perusahaan yang akan diambilalih termasuk potensi perusahaan ke depan 
dibandingkan pihak dari luar yang melakukan LBO.
Di balik keunggulan MBO, ada kelemahan dari MBO dimana jika 
induk perusahaan memutuskan untuk menjual salah satu unit bisnisnya 
sebab peforma yang buruk maka performa ini  tentu berasal dari 
kinerja manajemen yang buruk pula sehingga jika terjadi MBO, maka unit 
bisnis ini  tidak akan berkembang sebab manajemen yang mengontrol 
yaitu orang yang sama. Berbeda dengan LBO yang dapat mengangkat 
manajer baru untuk meningkatkan kinerja yang buruk ini .
Selain itu potensi terjadinya konfl ik kepentingan di dalam proses 
MBO tinggi. Hal itu dipicu sebab manajemen diminta untuk 
memaksimalkan nilai bagi perusahaan (dan khususnya bagi pemegang 
saham) dan memberi  return yang tinggi namun di sisi lain saat  
manajemen ingin membeli perusahan ini  tentu manajemen ingin 
mendapatkan perusahaan dengan harga seminimal mungkin. Salah satu 
solusi untuk mengatasi konfl ik ini  yaitu dengan melakukan voting 
netral (neutralized voting) dimana pihak yang terlibat dalam transaksi 
tidak dilibatkan dalam proses voting ini  dan dilanjutkan dengan 
penunjukkan penasehat keuangan (fi nancial advisor) yang independen untuk 
memberi  konsultasi terhadap proses ini . Dalam sejarah yang ada, 
MBO sendiri hanya popular pada tahun 2003-2004 dan mulai menurun di 
tahun-tahun selanjutnya.Meskipun dalam MBO, manajemen bertindak sebagai pembeli 
perusahaan namun pada prakteknya, mereka belum tentu menjadi pemilik 
dari perusahaan ini . Hal itu terjadi sebab adanya pihak ketiga yaitu 
investor lain yang membantu memberi  pendanaan kepada manajemen 
sehingga kepemilikan ini  bergantung pada prosentase modal yang 
mau diinvestasikan/ ditanam oleh manajemen dan berapa besar modal 
yang dibutuhkan.
Dengan melakukan penelitian terhadap 76 masalah  MBO yang terjadi 
pada tahun 1980 – 1986, Kaplan menemukan bahwa adanya pertumbuhan 
prosentase kepemilikan manajemen sebesar 1,4% dan 5,9% ke 6,4% dan 22,6% atau rata-rata 3x lipat lebih besar dibandingkan  sebelum pengambilalihan. Secara 
teori, dengan diberikannya prosentase kepemilikan lebih besar, transaksi ini 
membuat manajemen termotivasi untuk memaksimalkan keuntungan.
 PENDANAAN DALAM LBO & MBO 
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, pengakusisian perusahan 
memakai  cara LBO didanai sebagian besar oleh hutang . Transaksi ini 
seringkali dilakukan memakai  cash yang didapat dengan cara berhutang. 
Untuk menjamin pinjaman ini , pemilik seringkali memakai  asset 
dari perusahaan target sebagai jaminan untuk mendapatkan pengembalian 
hutang. Hal ini memicu nilai jaminan dari asset ini  perlu 
dinilai sehingga tipe peminjaman seperti ini disebut sebagai LBO berbasis 
asset. Menurut hasil studi dari Waite dan Fridson ditemukan bahwa LBO 
ini  lebih dominan di perusahan manufaktur dibandingkan  perusahaan 
non-manufaktur. Namun LBO berbasis asset ini juga dapat dilakukan pada 
perusahaan yang tidak memiliki  banyak asset yang dapat dijadikan 
jaminan.
Ada 2 cara pendanaan untuk LBO, memakai  senior debt / asset 
based lending (hutang dijaminkan) atau subordinate debt (hutang tidak 
dijaminkan). Di dalam senior debt, jaminan yang dipakai meliputi asset yang 
bersifat fi sik seperti tanah, pabrik dan peralatan. Umur dari hutang jenis 
ini berkisar 5 tahun dan bahkan bisa lebih. Pendanaan melalui senior debt 
ini sendiri biasanya dipakai untuk mendanai 25%-50% dari total pendanaan 
yang dibutuhkan dengan tingkat bunga premium ditambah 2-3%. Pemberi 
pendanaan ini biasanya berasal dari bank komersil maupun investasi dan 
juga institusi investasi lainnya.
Cara kedua di dalam LBO yang lebih beresiko yaitu pendanaan 
memakai  subordinate debt atau sering disebut intermediate term debt 
dimana waktu untuk melunasi hutang ini lebih lama dibandingkan  senior debt 
yaitu berkisar 6 – 10 tahun. Hal ini memicu tingkat bunga subordinate 
debt lebih tinggi dibandingkan  senior debt yaitu pada tingkat bunga premium 
ditambah 4-7%.
Perusahaan yang memakai  LBO untuk melakukan akusisi harus 
menanggung hutang yang cukup besar sebagai konsekuensinya. Sehingga perusahaan harus membayar hutang ini  (jika hutang ini  masuk 
dalam kategori senior debt) memakai  aliran kas dari operasi dalam 
kurun 5 tahun dan mungkin ditambah dengan penjualan aset.
Ada beberapa karateristik yang diperhatikan oleh pemberi pendanaan 
sebelum memutuskan untuk membantu proses LBO. Pertama yaitu aliran 
kas yang stabil dimana fakta ini  dapat dianalisa dari pola aliran kas 
perusahaan yang sudah berlalu. Kedua yaitu manajemen yang stabil dan 
berpengalaman yang dilihat dari kemampuan manajemen dalam mencetak 
laba. Faktor ketiga yang diperhatikan yaitu ruang untuk mengurangi 
biaya dengan pengurangan jumlah pegawai ataupun pengetatan terhadap 
pengeluaran operasional (efi siensi pengeluaran). Faktor lainnya yang perlu 
diperhatikan juga yaitu hutang perusahaan yang minim sehingga ruang 
untuk menjaminkan aset lebih besar sebab pembiayaan oleh LBO sebagian 
besar dibiayai oleh hutang. Selain itu, perusahaan yang memiliki  
unit bisnis/anak perusahaan yang tidak berkaitan dengan bisnis utama 
perusahaan lebih disukai sebab unit ini  dapat dijual dengan cepat 
untuk membayar sebagian besar dari hutang yang timbul akibat LBO dan 
masih banyak faktor lainnya untuk dipertimbangkan oleh pemberi dana.
 RESIKO PENDANAAN LBO & MBO DENGAN HUTANG
Penggunaan LBO sendiri tidak lepas dari resiko bawaan yang ada. Secara 
teori, ada 2 jenis resiko yang dibawa dari penggunaan LBO yaitu resiko 
bisnis dan resiko suku bunga. Resiko bisnis timbul saat  perusahaan tidak 
dapat memperoleh pendapatan yang cukup untuk membayar kewajiban 
perusahaan khususnya bunga yang timbul dari hutang yang ada dan 
kewajiban perusahaan lainnya. sedang resiko suku bunga lebih kepada 
kemungkinan terjadinya kenaikan suku bunga di masa depan sehingga 
berakibat kepada kenaikan kewajiban perusahaan saat ini. Hal ini menjadi 
berbahaya jika perusahaan yang pada awalnya memiliki  asset yang 
cukup untuk membayar hutang namun sebab kenaikan suku bunga yang 
tinggi membuat perusahaan tidak mampu membayar bunga sesuai tingkat 
bunga yang baru ini . Resiko-resiko ini yang memicu  banyak 
perusahaan akhirnya bangkrut sesudah melakukan kebijakan LBO (yang 
dapat dilihat di tabel 5.2).Melihat data di tabel sebelumnya khususnya sesudah kegagalan sesudah 
melakukan LBO membuat para pelaku mengambil sikap konservatif. Gejala 
ini dibuktikan melalui penelitian oleh Guo, Hotchkiss dan Song terhadap 
192 masalah  LBO pada tahun 1990-2006. Pada masa kini, transaksi menjadi 
lebih konservatif (jarang ada nilai yang fantastis) dan tidak didanai hutang 
dalam jumlah yang sangat besar. Penelitian mereka juga menemukan bahwa 
nilai tengah dan risk adjusted returns untuk pre-buyout capital yaitu sebesar 
72,5% (40,9%).
Penelitian lainnya mengenai LBO dilakukan oleh Long dan Ravenscraft 
mengenai peforma perusahaan sesudah dilakukan LBO. Hasil yang ditemukan 
dari penelitian ini  menunjukkan bahwa adanya peningkatan performa 
operasional yang direfl eksikan dari presentase penjualan terhadap aliran kas 
pada tahun 1980 namun rasio ini  memburuk saat  premium terhadap 
LBO bertambah naik. Kenyataan ini membuktikan bahwa ketersediaan 
kandidat yang baik untuk dilakukan LBO mulai menurun. 
Menurut Long dan Ravenscraft, sesudah terjadinya LBO, ada dampak 
negatif atau tidak memberi  dampak sama sekali terhadap efek kerja. sedang dampak terhadap penelitian dan pengembangan sendiri kurang 
jelas. Menurut riset dari Kaplan, paska LBO, pengeluaran untuk modal 
(capital expenditure) berkurang dari sebelumnya walaupun kecil. sedang 
Chevalier menemukan fakta pada supermarket bahwa 19 dari 50 jaringan 
supermarket terbesar menaikkan harga jual mereka sesudah melakukan LBO.
 ESOP DAN LBO
Salah satu cara inovatif dalam memberdayakan Leveraged Buyout (LBO) 
yaitu dengan mengkombinasikannya dengan penggunaan ESOP (Frisch, 
1985). Louis Kelso menjadi pioneer dalam penggunaan teknik dalam 
rangka mengakusisi perusahaan. Penggunaan ESOP membantu karyawan 
dalam membeli perusahaan sekaligus menikmati keuntungan pajak (yang 
mengurangi cost pembelian).
Cara ini (yang lebih dikenal sebagai LESOP), mencari pinjaman 
dana untuk membiayai LBO pada bank atau sekelompok lenders. Pinjaman 
ini  dilakukan dengan menjaminkan saham perusahaan target. 
Perusahaan yang melakukan LESOP memakai  keuntungan dari ESOP 
sebagai pengurang pajak. Untuk lebih mengetahui proses dalam LESOP 
maka anggaplah ada sebuah perusahaan yang ingin menjual salah satu unit 
bisnisnya namun pihak manajemen dari perusahaan induk ingin membeli 
unit ini  (terlepas dari pemegang saham) melalui LBO. Ada 4 langkah 
yang memungkinkan transaksi ini terjadi melalui LESOP yaitu:
1. Sebuah perusahaan baru dibentuk dimana unit bisnis ini  menjadi 
perusahaan yang independen (spinoff)
2. Manajemen divisi yang yaitu pemilik baru dalam bagian di 
perusahaan induk dapat melakukan investasi modal meskipun masih 
seperti sebuah cangkang tanpa aset
3. Manajemen menerapkan ESOP dan mulai bernegosiasi dengan bank 
atau lenders
4. Pinjaman yang diperoleh lalu digunakkan untuk membeli saham yang 
diedarkan dari perusahaan baru ini 
5. Perusahaan baru (atau divisi yang dijual sebelumnya) setuju untuk 
membuat tax deductible contributions untuk manajemen penerap ESOP 
sebagai bentuk pembayaran dari hutang. Pinjaman ini  dapat dijaminkan oleh perusahaan sebelumnya (perusahaan induk) jika hal itu 
menjadi kondisi yang disyaratkan oleh peminjam. Namun bila resiko 
perusahaan ini  dinilai tinggi, adanya garansi seringkali menjadi 
permintaan wajib.
Mini-Case: PT.Bumi Resources Tbk
PT Bumi Resources yaitu perusahaan yang dulunya bernama PT 
Bumi Modern. Pertama kali berdiri pada tahun 1973, PT Bumi bergerak di 
sektor perhotelan dan pariwisata yang lalu melakukan IPO (initial 
public offering) pada 1990. Krisis ekonomi pada 1998 – 1999 yang melanda 
negara kita  berpengaruh cukup besar kepada PT Bumi. Dalam mengatasi 
krisis ini  PT Bumi melakukan restrukturisasi hutang yang dimilikinya. 
Dalam usaha bangkitnya PT Bumi berusaha memasuki sektor bisnis baru, 
yaitu pertambangan.
Pada Oktober 2001 PT Bumi resmi membeli kepemilikan PT Arutmin 
negara kita  sebanyak 80% kepemilikan dengan nilai pembelian sebesar US$ 
148,5 juta. Seluruh dana pembelian saham ini di dapat PT Bumi dari pinjaman 
kepada PT Bank Mandiri dan PT Rifan Financindo Asset Management. 
Dana ini berhasil di dapatkan oleh PT Bumi dengan jaminan seluruh asset 
bersih yang dimilki PT Bumi dan seluruh saham Long Haul Holding, Ltd 
yang yaitu perusahaan dengan hubungan istimewa. sesudah proses 
pembelian PT Arutmin selesai, PT Bumi mengalihkan semua pinjaman 
ini  kepada PT Arutmin. Dalam rentang waktu yang singkat, PT Bumi 
kembali melakukan akuisisi dengan LBO. PT Kaltim Prima Coal dibeli oleh 
PT Bumi dengan nilai US$ 500 juta, yang dananya 81% berasal dari lembaga 
keuangan dan 19% dari dana internal PT Bumi. 
PT Bumi membentuk special purpose vehicle (SPV) dalam melakukan 
transaksi LBO untuk kedua perusahaan ini. SPV PT Bumi yaitu Indocoal 
Resources Ltd, Indocoal bertindak sebagai penjual tunggal hasil tambang 
PT Arutmin dan PT Kaltim Prima Coal. lalu tagihan penjualan 
atas penjualan inilah yang dipakai  sebagai jaminan atas obligasi yang 
diterbitkan Indocoal Resources Ltd. Nilai obligasi sebesar US$600 juta 
ini  dipakai  untuk melunasi pokok hutang atas LBO yang dilakukan 
PT Bumi.

Pernakah berpikir bahwa seorang karyawan pun bisa memiliki satu 
bagian dari perusahaan tempatnya bekerja? Pemikiran seperti ini 
tidak pernah ada dalam benak manusia sampai akhirnya menjadi 
booming di Amerika Serikat pada tahun 1920. Walaupun sempat menurun di 
tahun 1929 akibat jatuhnya pasar saham pada saat itu namun kepemilikan 
saham oleh karyawan kembali bergairah di tahun 1980-an sebagai salah 
satu alternatif anti take-over defense (Gaughan, 2011). Sebuah alternatif yang 
mungkin sangat menggiurkan bagi karyawan namun apakah cara ini selalu 
menghasilkan keuntungan bagi karyawan maupun perusahaan?
Employee Stock Ownership Plans atau biasa disingkat ESOP yaitu 
sebuah penawaran bagi karyawan (biasanya top management) untuk membeli 
saham dari perusahaan tempatnya bekerja, sebagai hadiah atas kinerja 
karyawan, dll. Ada banyak alasan dibalik kebijakan ESOP ini salah satunya 
yaitu untuk meningkatkan kinerja karyawan (The National Center for 
Employee Ownership, 2015). Di masalah  tertentu, ESOP terlibat dalam proses 
merger dan akusisi dalam 2 cara yaitu sebagai alat untuk mengakusisi 
perusahaan (atau sering disebut Management Buyout) ataupun sebagai salah 
satu cara untuk mempertahankan diri dari akusisi perusahaan lain (anti 
takeover defense).
 SEJARAH ESOP
Berdasarkan sejarahnya, ESOP sangat popular di USA pada tahun 1920-
an dimana bursa saham sedang meningkat dan banyak orang Amerika memiliki saham. Namun kejatuhan pasar saham pada tahun 1929 yang 
disertai penurunan ekonomi membuat kebijakan ESOP mulai berkurangBerbicara tentang ESOP akan lebih baik jika melihat keuntungan untuk 
karyawan lainnya yaitu rencana pension dan bagaimana hal ini  saling 
berkaitan antara satu sama lain. Ada 2 jenis rencana pension yaitu: 
1. Defi ned Benefi t Plans
Di dalam tipe rencana ini, perusahaan setuju untuk memberi  
sejumlah nilai keuntungan untuk karyawan saat  pensiun. Nilainya 
bervariasi, dimulai dari berapa kali gaji, dll (tergantung kebijakan 
perusahaan). Pegawai pemerintah sering mendapatkan tipe pensiun 
seperti ini. Sayangnya, seiring dengan persaingan yang ketat sehingga 
perusahaan berusaha untuk menekan cost maka banyak perusahaan 
mulai beralih ke defi ned contribution plans
2. Defi ned Contribution Plans
Dalam tipe ini, karyawan perusahaan justru berkomitmen membayar 
sejumlah yang ditentukan dimana nilai pensiun bergantung pada 
seberapa banyak kontribusi yang diberikan sebelumnya. Sehingga 
keuntungan bagi karyawan tergantung pada kinerja pengelolaan 
investasi terhadap dana yang telah dikumpulkan. Biasanya dana yang 
dikumpulkan dikelola oleh serikat pekerja yang bertanggung jawab atas 
investasi ini . Salah satu contoh bentuk rencana ini yaitu Money 
Purchased Pension Plans, Profi t Sharing Plans, 401(k) Plans, dan ESOPsPada tahun 1986, General Accounting Offi ce (GAO) Amerika melakukan sebuah 
survei terhadap perusahaan yang menerapkan ESOP. Melalui penelitian 
ini , ditemukan bahwa alasan terbesar perusahaan menerapkan 
sistem ini yaitu demi benefi t karyawan (91%), disusul dengan alasan 
demi insentif pajak (74%) dan sisanya mengatakan untuk meningkatkan 
produktivitas(70%). Namun, Corey Rosen menemukan bahwa separuh 
dari penggunaan ESOP digunakkan untuk membeli perusahaan ini . 
Diperkirakan, 1/3 dari penggunaan ESOP, karyawan memiliki mayoritas 
saham peruahaan, 1/3 lainnya, ditemukan bahwa karyawan memiliki 
saham kurang dari 25%.Pada umumnya, ESOP memiliki posisi minortias 
dalam perusahaan 
Secara teori, ada 2 jenis ESOP yaitu leveraged ESOP dan unleveraged 
ESOP. Perbedaan antara 2 jenis ini  terletak pada penggunaan hutang 
dimana leveraged ESOP berhutang untuk membeli kembali saham yang 
telah beredar untuk diberikan maupun dijual kepada karyawan sedang 
unleveraged ESOP tidak melakukan pinjaman ke pihak lain untuk melakukan 
ESOP. Namun, leveraged ESOP lebih diminati sebagai alat untuk melakukan 
Leverage Buyout.
Menurut Howard (1990) untuk membangun Leveraged ESOP, 
perusahaan terlebih dahulu harus membentuk suatu Trust yang akan 
mengelola dan memegang saham yang akan dibeli oleh karyawan. Trust
meminjam uang dari bank atau lembaga pinjaman lainnya dengan tujuan 
untuk mengakuisisi saham di perusahaan. Kemudian, perusahaan akan 
memberi jaminan kepada pemberi pinjaman atas pinjaman yang diberikan 
kepada trustee sebagai pengelola ESOP perusahaan dengan menyepakati 
untuk memberi kontribusi di masa depan atas pelaksanaan ESOP, yang 
setara dengan bunga dan pokok hutang atas pinjaman ini . Leverage 
ESOP dapat dipakai  sebgai alat antitakeover dan alat untuk memotivasi 
karyawan, selain itu dalam Leveraged ESOP, perusahaan akan mendapat 
keuntungan dari sisi perpajakan, yaitu perusahaan akan menerima 
pengurangan pajak tidak hanya untuk pembayaran bunga, tetapi juga untuk 
pembayaran pokok hutang. Potongan ini  dipatok dengan harga saham 
pada saat pendirian ESOP. Dengan demikian, saat  harga saham meningkat, 
Leveraged ESOP menerima pengurangan pajak secara signifi kan lebih kecil.Dalam Non Leveraged ESOP, perusahaan memberi  kontribusi 
dalam bentuk saham pada akun trust atas nama masing-masing karyawan, 
dengan cara memberi bonus atas kinerja yang dihasilkan. Selain itu, bisa 
juga dalam bentuk kas yang diberikan ke Trust, lalu dipakai  untuk 
membeli saham perusahaan, lalu saham yang diperoleh dialokasikan ke akun 
perorangan yang dikelola untuk setiap karyawan yang ikut berpartisipasi.Ada 4 alasan utama mengapa perusahaan memberlakukan ESOP:
1. Buyouts (Management Buyouts)
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, ESOP seringkali dipakai 
untuk membeli perusahaan memakai  cara Management Buyouts. 
Menurut laporan dari Bruner, 59% dari LESOP digunakkan untuk 
melakukan buyouts.
2. Divestiture (Pelepasan)
Hampir sama dengan buyout di atas, LESOP seringkali dipakai sebagai 
alat perusahaan untuk menjual perusahaan ini  (37%) kepada perusahaan lain. Contoh masalah nya yaitu Hospitals Corporation of 
America menjual 104 dari total 180 rumah sakit yang dimiliki kepada 
perusahaan Health Trust yang dimiliki karyawannya melalui LESOP 
pada tahun 1987 ,
3. Rescue of Falling Companies (Menyelamatkan perusahaan yang hampir 
bangkrut)
Karyawan dalam perusahaan yang sedang terpuruk dapat memakai  
ESOP sebagai alternatif lain untuk menghindari kebangkrutan seperti 
masalah  McLouth Steel dimana pekerja dari perusahaan ini  menukar 
hak upah mereka dengan saham perusahaan untuk menghindari 
kebangkrutan yang kedua kalinya pada tahun 1980. Sayangnya, usaha 
ini  tidak menolong perusahaan menjadi lebih baik di tengah bisnis 
yang lesu sehingga perusahaan ini  bangkrut pada tahun 1995. 
Contoh perusahaan lainnya yang lebih baik dalam menerapkan ESOP 
untuk menyelematkan perusahaan diwakili oleh masalah  Weirton Steel 
pada tahun 1983 dimana perusahaan sempat membaik selama 5 tahun 
sebelum akhirnya bangkrut sebab kalah bersaing dengan perusahaan 
Jepang yang lebih efi sien sebab ESOP tidak dapat mengatasai masalah 
yang lebih fundamental yaitu kemampuan bersaing di industri ini . 
Akhirnya perusahaan Weirton Steel diakusisi oleh Wilbur Ross yang 
menggabungkan Weirton dengan perusahaan baja Amerika lainnya 
untuk menciptakan ISG yang pada akhirnya diambil alih oleh Mittal 
Steel dari India yang menjadi perusahaan baja terbesar di dunia
4. Raising Capital (Menaikkan modal)
ESOP sendiri dapat dipakai untuk menambah modal perusahaan 
dengan menjual saham kepada karyawan sebagai alternatif lainnya 
selain penawaran saham secara public. Bruner melaporkan bahwa 11% 
dari ESOP digunakkan untuk alasan ini
Selain itu, untuk melakukan pertahanan terhadap akusisi memakai  
ESOP maka perusahaan seringkali melakukan voting dari saham ESOP 
(Voting of ESOP share) dimana saham yang dimiliki karyawan disatukan 
dalam Employee Stock Ownership Trust dan tidak dimiliki oleh karyawan 
secara langsung. ESOT itu sendiri dikendalikan oleh dewan direksi yang 
menunjuk employee trustees untuk mengatur ESOT namun kekuatan voting 
tetap berada di tangan dewan direksiEmployee Stock Ownership Plans dapat menjadi instrumen investasi yang 
menguntungkan jika dikelola dengan baik.Untuk alasan ini, ESOP telah lama 
dikenal sebagai suatu alat yang efektif untuk menarik para eksekutif puncak, 
dan dalam beberapa tahun terakhir menjadi sarana populer untuk memikat 
karyawan non-eksekutif.Sayangnya, beberapa masalah  penggunaan ESOP 
gagal untuk mengambil keuntungan penuh dari uang yang dihasilkan oleh 
saham karyawan mereka. Maka, memahami sifat opsi saham, perpajakan 
dan dampak pada pendapatan pribadi yaitu kunci untuk memaksimalkan 
keuntungan.
Langkah terpenting yaitu memperhatikan waktu Grant Date, 
Expiration, Vesting dan Exercise. Untuk memulai, karyawan biasanya tidak 
diberikan kepemilikan penuh dari opsi pada tanggal inisiasi kontrak (juga 
dikenal sebagai Grant Date). Mereka harus mematuhi jadwal tertentu yang 
dikenal sebagai vestingschedule saat mencairkan options mereka. Jadwal 
vesting dimulai pada hari pemberian option dan daftar tanggal bahwa seorang 
karyawan mencairkan hak saham mereka. Misalnya, seorang majikan dapat 
memberi  1.000 saham pada tanggal pemberian kompensasi, tapi tahun 
dari tanggal ini , 200 saham akandi-vested (karyawan diberikan hak 
untuk melaksanakan 200 dari 1.000 lembar saham pada awalnya diberikan). 
Tahun setelah, yang lain 200 saham vested, dan sebagainya. Jadwal vesting
diikuti dengan tanggal kedaluwarsa.sesudah tanggal kadaluarsa, majikan 
tidak lagi memberi hak untuk karyawan untuk membeli saham perusahaan 
di bawah persyaratan perjanjian.
ESOP diberikan pada harga tertentu, yang dikenal sebagai exercise 
price. Ini yaitu harga per saham bahwa seorang karyawan harus membayar 
untuk memakai  option-nya. Harga pelaksanaan yaitu penting sebab 
dipakai  untuk menentukan gain (disebut unsur tawar-menawar) dan 
pajak yang terutang atas kontrak. Unsur bargain dihitung dengan mengurangi 
exercise price dari harga pasar saham perusahaan pada tanggal opsi ini  
dilakukan 
 EMPLOYEE STOCK OWNERSHIP TRUST ȍESOTȎ
Pengambilan suara (voting) saham ESOP mungkin menjadi isu yang penting 
saat  ESOP digunakkan sebagai alat untuk merger dan leveraged acquisition. Sebagai salah satu cara untuk mempertahankan diri dari hostile takeover, 
perusahaan target berharap pemegang saham ESOP turut mendukung 
manajemen saat  menentukan sebuah keputusan mayor seperti menyetujui 
merger ataupun transaksi yang signifi kan lainnya.
Saham yang dimiliki karyawan melalui ESOP tidak dikendalikan secara 
langsung oleh karyawan namun melalui Employee Stock Ownership Trust 
(ESOT), bedakan dengan pembelian saham oleh karyawan sendiri namun 
melalui broker. ESOT sendiri dikendalikan oleh jajaran direksi dan direksi 
menunjuk ESOP trustee sebagai penanggung jawab. Hal ini berimplikasi pada 
kekuatan voting dimana dewan direksi-lah yang sebenarnya memiliki  
kekuatan dalam pengambilan keputusan, bukan karyawan.
 RESIKO ESOP BAGI KARYAWAN
ESOP sendiri tentu tidak lepas dari namanya resiko khususnya bagi 
karyawannya. Salah satu resiko yang dihadapi karyawan yaitu jika 
perusahaan bangkrut maka karyawan kehilangan pendapatan rutin serta 
hak untuk menerima pension (sebab perusahaan yang dilikuidasi wajib 
untuk menyelesaikan hutang yang ada serta pengeluaran terkait likuidasi 
ini  sebelum sisa dari semuanya itu dibagi kepada pemegang saham. 
masalah  seperti ini pernah terjadi pada tahun 1990 yaitu South Bend Lathe 
yang mengalami kebangkrutan. Perusahaan ini berdiri pada tahun 1906 
dan manajemen mengambil alih memakai  LBO pada tahun 1976 dan 
memiliki kepemilikan saham 100%. 
Resiko lainnya yang harus dihadapi dampak yang timbul terhadap 
neraca yaitu equity dilution effect, distributional effect of ESOP dan loss of control 
1. Efek dilutif terhadap pemegang saham. Efek pertama yaitu equity dilution 
effect sendiri terjadi sebab perusahaan meminjam / berhutang dengan 
menerbitkan saham lainnya. Artinya, terjadi penurunan presentase 
kepemilikan atas saham pemegang saham yang sudah ada sebab 
adanya penerbitan saham baru untuk ESOP. Untuk menghindari efek 
dilutif saham, perusahaan perlu membeli kembali saham yang baru saja 
diterbitkan untuk ESOP itu di lalu hari.
2. Efek kedua yang mungkin timbul yaitu wealth distribution effect. 
Menurut Chaplinsky dan Niehaus (1990), adanya perubahan kekayaan dari pemegang saham (bukan termasuk manajemen) kepada 
manajemen. Dalam survey terhadap 192 perusahaan ditemukan bahwa 
48,2% perusahaan mengalami kenaikan kompensasi karyawan sebagai 
konsekuensi dari ESOP. Selain itu adanya kewajiban pembelian kembali 
saham dari karyawan yang dipercayakan ESOP. Penjanjian ini dapat 
menjadi insentif bagi karyawan sebab dengan demikian mereka dapat 
menjual kembali sahamnya pada saat masa kontrak kerjanya berakhir 
namun ini menjadi beban bagi pemegang saham lain yang bukan 
karyawan sebab berarti kekayaan mereka terbagi lagi pada saat itu.
3. Efek ketiga yaitu loss of control dimana ESOP mempengaruhi 
control dari pemegang saham terhadap manajemen sebab prosentase 
kepemilikan semakin berkurang dan hal itu semakin jelas saat  
perusahaan sebagian besar dimiliki oleh ESOP. sesudah ESOP diterbitkan 
non-ESOP stockholder mengalami penurunan kepemilikan dan kontrol 
atas perusahaan. Hal ini dikarenakan ESOP memiliki banyak saham 
perusahaan. Meskipun begitu, perlu diingat bahwa saham ini  
dipegang oleh orang yang dipercayakan oleh dewan direksi untuk hak 
voting jadi biasanya hak voting ini  tetap dapat dikontrol oleh 
direksi.
 ESOP DAN KINERJA ORGANISASI
Ada 3 keuntungan yang kemungkinan didapat saat  menerapkan ESOP 
yaitu peforma jangka panjang yang meningkat sebab karyawan juga turut 
memiliki perusahaan, aliran kas yang baik sebagai implikasi dari kinerja 
yang meningkat dan ESOP sendiri meningkatkan produktivitas karyawan. 
Kenyataan ini diperkuat dengan temuan dari Park dan Song terhadap 232 
perusahaan di tahun 1979-1989 yang menunjukkan tingginya nilai pasar 
terhadap nilai buku dan ROA perusahaan. Salah satu contohnya yaitu ada 
perusahaan yang nilai pasar terhadap nilai bukunya naik 10,3% sejak ESOP 
diterapkan. sedang korelasi antara ESOP dengan strategi pertahanan 
terhadap akusisi ditemukan bahwa ESOP yaitu salah satu cara 
yang efektif untuk mengurangi probablitias pengambil alihan. Menurut 
Chaplinsky dan Niehau, ESOP bahkan lebih disukai dibandingkan  poison pill dan 
sesudah ESOP ditemukan maka frekuensi penggunaan cara lainnya untuk 
mempertahankan diri dari akusisi yang ada semakin berkurangSeiring dengan popularitas ESOP sebagai bentuk pertahanan dari akusisi, 
Chaplinsky dan Niechaus menganalisa pengaruh ESOP terhadap takeover. 
Mereka menemukan bahwa penerapan ESOP mampu mengurangi 
probabilitas pengambilalihan secara signifi kan bahkan melebihi hasil dari 
poison pills. Namun fakta pada tahun 2000, perusahaan tetap lebih memilih 
untuk memakai  poison pills sebagai antitakeover defense dibandingkan 
ESOP ,
Perusahaaan-perusahaan yang tidak ingin diakuisisi oleh perusahaan 
lain cenderung melakukan program ESOP. ESOP dapat mencegah 
pengambilalihan dengan memberi  hak kontrol pada pihak yang 
keberatan terhadap penawaran ini . Para perwakilan ESOP biasanya 
berada di belakang pihak manajemen dan mendukung setiap usaha melawan 
pengambilalihan sehingga dengan memberi  hak kontrol pada mereka 
kemungkinan terjadinya pengambilalihan dapat dicegah.
Menurut Gauhan (), hukum Delaware diberlakukan pada 
Januari 1988 mensyaratkan bahwa pengambilalihan pada perusahaan 
yang tergabung dalam Delaware dapat terjadi bila 85% pemegang saham 
non manajerial setuju. Hak voting penawar berlaku jika ia memiliki 
lebih dari 15% saham target, namun presentase ini  tidak cukup bagi 
perusahaan penawar untuk mengambil alih perusahaan target, bahkan 
untuk jangka waktu tiga tahun. Penawar dapat melakukan tiga cara untuk 
mengambil alih perusahaan target secepatnya yaitu dengan membeli 85% 
saham target, dua per tiga pemegang saham menyetujui untuk dilakukannya 
akuisisi (di luar saham penawar), atau dewan direksi dan pemegang saham 
memutuskan untuk membebaskan diri mereka dari ketentuan hukum. 
Usaha-usaha ini  tentu menjadi ancaman perusahaan yang tidak ingin 
diambil alihan. Oleh sebab itu, perusahaan memberi  hak veto pada 
karyawan agar dapat mengisi proporsi pemegang saham non manajerial 
untuk menghalangi tindak pengambilalihan paksa. Di sinilah ESOP sebagai 
takeover defense berlaku.
Menurut Palepu (1986) yang dikutip oleh Betty (1994) meneliti 
pengambilalihan yang terjadi dari tahun 1970 sampai 1979 dan menemukan 
bahwa probabilitas pengambilalihan tergantung pada beberapa karakteristik fi nansial perusahaan. Perusahaan yang menjadi target pengambilalihan 
yaitu perusahaan yang relatif kecil, memiliki debt to equity rasio yang 
rendah dan performanya belum baik. Perusahaan dengan kondisi ini  
harus mengadopsi ESOP bila ingin mempertahankan perusahaan, meskipun 
hal ini berarti harga saham akan menurun sehingga kekayaan pemegang 
saham dapat berkurang. ESOP akan efektif sebagai alat pertahanan diri bila 
diadopsi sebelum dilakukannya usaha pengambilalihan. Dan, biasanya 
penawar menargetkan perusahaan yang berada di industri yang tidak sama.
 ESOP DAN KESEJAHTERAAN PEMEGANG SAHAM
Secara teori, ada dua dampak yang berlawanan dari penggunaan ESOP:
1. memberi  tax benefi t terhadap perusahaan
Keuntungan sesudah pajak menjadi lebih besar sebab perusahaan 
membayar pajak yang lebih kecil sehingga ada pembagian keuntungan 
yang lebih besar kepada pemegang saham
2. Mengurangi kekayaan pemegang saham
Menurut studi dari Chang terhadap 165 perusahaan ditemukan bahwa 
65% perusahaan menunjukkan adanya return positif yang abnormal 
sehingga secara teori ESOP berdampak positif terhadap kekayaan 
pemegang saham. Akan tertapi jika ESOP digunakkan sebagai anti 
take over defense, ESOP memberi  pengaruh negatif terhadap return.
Sehingga dapat dikatakan ESOP yang dipakai  sebagai anti take over 
defense berdampak pada pengurangan kekayaan pemegang saham. Pada 
mulanya, ESOP dikembangkan untuk memberi  keuntungan bagi 
karyawan namun para praktisi keuangan justru menemukan bahwa 
ESOP menjadi sebuah bentuk instrumen keuangan yang inovatif. Jika 
digunakkan sebagai jaminan pinjaman oleh perusahaan, ESOP dapat 
memberi  perusahaan arus kas dan tax benefi t yang signifi kan. Bahkan 
ESOP dapat menjadi alat yang menguntungkan untuk dipakai  baik 
oleh hostile bidders maupun sebagai salah satu antitakeover defense. Dalam 
riset juga menunjukkan bahwa penggunaan ESOP mampu meningkatkan 
nilai bagi pemegang saham meskipun perusahaan memakai  ESOP 
sebagai antitakeover defense.Walaupun ESOP tetap memiliki kerugian 
jika tidak ditangani dengan baik seperti equity dilution effect hingga loss 
of control.
 ESOP DI negara kita 
Menurut data Departemen Keuangan RI dan Bapepam di negara kita  pihak 
yang menerapkan konsep kepemilikan saham oleh karyawan dapat dibagi 
menjadi dua kelompok. Kelompok pertama yaitu perusahaan-perusahaan 
publik. Kelompok kedua yaitu perusahaan-perusahaan yang yaitu 
anak perusahaan dari perusahaan multinasional di luar negeri. Secara umum, 
penawaran ESOP selain dari ESA yaitu penawaran atas suatu Efek 
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 8 tahun 1995 tentang 
Pasar Modal (“UU Pasar Modal”), yang jika dilakukan kepada lebih dari 
100 pihak dan dengan nilai Rp. 1 milyar atau lebih dapat dianggap sebagai 
suatu Penawaran Umum. sedang dalam kaitannya dengan ESOP yang 
dilaksanakan oleh perusahaan publik, maka ada  dua peraturan pokok 
yang dalam praktek mempengaruhi implementasi ESOP di negara kita , yaitu:
(i) Peraturan Bapepam No. IX.A.7 tentang Tanggung Jawab Manajer 
Penjatahan Dalam Rangka Pemesanan dan Penjatahan Efek Dalam 
Penawaran Umum, yang mengatur bahwa pegawai mendapat prioritas 
dari penjatahan sampai dengan jumlah paling banyak 10% dari jumlah 
penawaran umum; 
(ii) Peraturan Bapepam No. IX.D.4 tentang Penambahan Modal tanpa 
Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) yang pada pokoknya 
dikeluarkan untuk lebih memudahkan emiten untuk mengatasi 
permasalahan keuangannya, yang juga mengatur bahwa Emiten atau 
Perusahaan Publik dapat menambah modal tanpa memberi  Hak 
Memesan Efek Terlebih Dahulu kepada pemegang saham sepanjang 
ditentukan dalam anggaran dasar dan jika dalam jangka waktu 3 
(tiga) tahun, penambahan modal ini  sebanyak-banyaknya 5% 
dari modal disetor. Atas dasar ini , maka banyak Emiten yang 
memakai  ketentuan ini untuk menambah modal saham sebesar 
5% dari jumlah modal disetor yang sudah ada dalam rangka program 
ESOP. Namun demikian, ketentuan ini juga tidak menghilangkan 
kemungkinan terkenanya kriteria Penawaran Umum. sebab ketentuan 
ini menyatakan bahwa “Dalam hal penambahan modal dilaksanakan 
melalui Penawaran Umum, maka pelaksanaannya wajib mengikuti 
ketentuan Pernyataan Pendaftaran dan Ketentuan tentang Penawaran 
Umum lainnya.” Selain itu, aspek keterbukaan yang dipersyaratkan oleh ketentuan ini untuk penambahan modal tanpa melalui Penawaran 
Umum hanya terbatas pada hal-hal sebagai berikut: 
 Analisis dan Pembahasan oleh Manajemen mengenai Kondisi 
Keuangan; 
 Proforma Perusahaan;
 engaruh peningkatan modal terhadap pemegang saham sesudah 
penambahan modal;
 Alasan penambahan modal tanpa hak memesan saham terlebih 
dahulu yaitu pilihan terbaik. 
Di negara kita , ESOP diselenggarakan untuk mencapai beberapa tujuan 
antara lain sebagai berikut:
 memberi  penghargaan (reward) kepada seluruh pegawai, 
direksi, dan pihak-pihak tertentu atas kontribusinya terhadap 
meningkatnya kinerja perusahaan;
 Menciptakan keselarasan kepentingan dan misi antara karyawan, 

Related Posts:

  • merger akusisi c  perusahaan target dari sisi hukum yang berlaku. Pihak ini juga terlibat dalam aspek due diligence yang … Read More