merger akusisi b

antara perusahaan induk 
dan entitas spin-off lebih besar dibandingkan  market value dari perusahaan induk 
sebelum spin-off. Penelitian lain yang dilakukan Kudla dan Mclnish terhadap 
6 spin-off besar pada tahun 1970an menunjukkan reaksi pasar yang positif 
terhadap spin-off. Menarik untuk diketahui, bahwa Kudla dan Mclnish 
menunjukkan bahwa reaksi positif disebutkan terjasi antara 15-40 minggu 
sebelum spin-off. Penelitian lainnya oleh Miles dan Rosenfeld terhadap 59 
kasis spin-off antara tahun 1963 hingga 1980 fokus pada pengaruh spin-offpada perbedaan antara return yang diprediksi dengan return aktual. Mereka 
menemukan bahwa spin-off berpengaruh positif dan terinternalisasi pada 
harga saham sebelum tanggal spin-off.
Penelitian pada sell-off juga menunjukan hasil yang serupa. Penelitian 
oleh Loh, Bezjak , dan Toms menemukan pengaruh positif shareholder wealth
pada sell-off yang dilakukan secara sukarela. Namun, mereka menemukan 
bahwa respon positif ini tidak terjadi saat  perusahaan memakai  selloff sebagai anti takeover defense.
Secara defi nisi, Equity carve-out memiliki kemiripan dengan spin-off.
Namun equity carve-out dan spin-off memiliki beberapa perbedaan, yaitu 
equity carve-out menghasilkan pemegang saham yang baru, sedang 
spin-off dimiliki oleh pemegang saham yang sama. Equity carve-out juga 
memberi  pengaruh arus kas positif sedang spin-off tidak berdampak 
terhadap arus kas perusahaan induk. Dari segi biaya, equity carve out lebih 
mahal untuk diimplementasikan, sedang spin-off tidak terlalu mahal 
dalam implementasi.
Mini-case: PT Garuda negara kita , Tbk
PT Garuda negara kita  yaitu salah satu perusahaan yang bergerak 
dalam industri penerbangan yang berada di bawah kepemilikan pemerintah. 
Perusahaan ini sangat mendominasi industri penerbangan pada tahun 1950 
dikarenakan pada saat itu tidak ada  kompetisi yang sangat dominan 
di dalam industri ini  yang dipicu oleh minimumnya persaingan 
yang ada. Namun pada tahun 1990 Garuda negara kita  mengalami masa 
penurunan dikarenakan sudah mulai banyak datang pesaing-pesaing 
baru, hal ini membuat Garuda negara kita  secara perlahan-lahan mengalami 
penurunan dalam kinerja baik perusahaan dan keuangan yang membuat 
profi t dan arus kas menjadi negatif. Oleh sebab itu dilakukan restrukturisasi 
untuk pertama kalinya pada tahun 1998 sampai 2001 dibawah pimpinan 
Robby Djohan (1998-1999) dan Abdul Gani (1999-2002) lalu dari hasil 
restrukturisasi ini  menghasilkan laba positif dan peningkatan arus kas 
dari sebelumnya. sesudah itu terjadi pergantian pemimpin pada pertengahan 
tahun 2002 oleh Indra Setiawan (2002-2005) namun Ia tidak melanjutkan dan 
menerapkan cara dan strategi kepemimpinan yang konsisten dari pimpinan 
sebelumnya sehingga membuat Garuda negara kita  mengalami krisis lagi yang kedua kalinya, yang membuat laba perusahaan menjadi turun lagi 
secara terus menerus pada tahun 2003 dan berlanjut sampai tahun 2005. 
Pada tahun 2005-2008 dilakukan restrukturisasi untuk kedua kalinya 
di bawah pimpinan Emirsyah Satar yang melakukan restrukturisasi secara 
menyeluruh terutama dalam lingkup internal Garuda negara kita . Hal ini 
dilakukan sebab PT Garuda negara kita  mengalami masa krisis dimana 
timbul masalah-masalah yang dihadapi terutama ada  hutang sebesar 
US$ 200 juta, piutang macet sebesar Rp 3,7 triliun. Hal ini membuat BUMN 
Garuda negara kita  mengalami kerugian sebesar Rp 811 milyar pada tahun 
2004 dan diikuti tahun 2005 masih terjadi kerugian besar. 
Program Restrukturisasi yang diusung ini bertujuan untuk membuat 
kegiatan operasional menjadi efi sien dengan cara melakukan pengurangan 
terhadap bagian-bagian yang dianggap tidak memberi  value added (cost 
effi cient). Pada program restrukturisasi, PT Garuda negara kita  memerlukan 
peninjauan kembali terhadap jenis dan bentuk aliansi strategis dengan 
tujuan PT Garuda negara kita  dapat going concern dan bisa bersaing secara 
internasional. Pada tahun 2005 menjadi tahun fokus dalam melakukan 
restrukturisasi, lalu kegiatan pemulihan tahun 2006, lalu tahun 2007 
fokus pada pelayanan dan efi siensi, tahun 2008 berfokus pada persaingan, 
tahun 2009 melakukan perluasan pasar dan mengalami pertumbuhan. 
Restrukturisasi internal yang dilakukan seperti memperluas pasar dengan 
cara melakukan penetrasi, GIAA membuat sasaran negara-negara untuk 
bekerjasama yakni negara di Asia seperti Australia, China, Selandia Baru, 
Jepang, dan negara Asia lainnya lalu untuk negara diluar Asia yaitu 
Amsterdam, Frankfurt, Roma, dan sekitarnya serta Timur Tengah.
Hasil dari retrukturisasi yang dilakukan Garuda negara kita  
menunjukkan peningkatan laba usaha sebesar Rp 1,19 triliun di tahun 2008 
jika dibandingkan dengan laba usaha tahun 2007 yaitu sebesar Rp 221,2 
miliar, atau bisa dikatakan terjadi kenaikan sebesar 436,6%. Sementara laba 
bersih naik di tahun 2008 sebesar Rp 669,5 miliar jika dibandingkan dengan 
tahun 2007 yaitu sebesar Rp 60,2 miliar atau bisa dikatakan terjadi kenaikan 
sebesar 1.012,3% dari tahun 2007 ke 2008. lalu perlu diketahui dalam 
masa pimpinan Emirsyah Satar, Ia melakukan restrukturisasi secara terus 
menerus walaupun restrukturisasi yang dilakukan tidak secara besarbesaran seperti pada tahun 2005-2008, yakni pada tahun periode kedua masa jabatan beliau Emirsyah Satar juga mencanangkan corporate restructure 
yang secara keseluruhan dengan melaksanakan program quantum leap yang 
yaitu program 5 tahunan dibuat untuk membawa perusahaan menjadi 
lebih besar lagi, jaringan yang luas, kualitas layanan yang semakin baik, 
memperbaiki sistem keuangan dan meningkatkan ketahanan keuangan 
dengan melakukan beberapa perkembangan sebagai berikut, yaitu:
1. Melakukan refresh corporation identity dalam bentuk seragam dan logo 
yang didesain baru dan lalu untuk peresmian logo baru pada 25 
Juli 2009.
2. Mengenalkan konsep terbaru Garuda yaitu Garuda negara kita  Experience 
yang mencerminkan 5 poin utama (Sight, Sound, Taste, Scent, Touch). 
Selanjutnya sesudah restrukturisasi utang selesai PT Garuda negara kita  
pada tanggal 11 Februari 2011 secara resmi menjadi perusahaan terbuka 
dan terdaftar di Bursa Efek negara kita  dengan kode emiten saham GIAA 
serta dengan penawaran perdana sebesar 6.335.738.000 saham Perusahaan 
kepada masyarakat. 
sesudah IPO PT Garuda negara kita  melakukan spin off dengan 
mengumumkan pemisahan anak unitnya yaitu Citilink pada tahun 2012 
yang lalu beroperasi secara mandiri dengan strategi low cost. Pada 
tahun 2010 Garuda negara kita  ingin masuk ke dalam aliansi internasional 
sebagai langkah awal untuk mempersiapkan diri ke kancah internasional 
serta melakukan perluasan jaringan internasional, pada 5 Maret 2014 
Garuda negara kita  resmi bergabung dengan Aliansi Skyteam. Garuda 
negara kita  sesudah melakukan pembenahan pada manajemen, keuanan, dan 
operasionalnya lalu melakukan ekspansi kebeberapa negara seperti Jepang, 
Singapura, dan Australia.
sesudah masa kepemimpinan Emirsyah Satar lalu pada tahun 
2014 diganti menjadi masa kepemimpinan Arif Wibowo (2014-sampai saat 
ini), pada saat itu beliau juga melakukan restrukturisasi dalam keuangan 
yang bernama Quick Wins yang bertujuan untuk meningkatkan keuntungan 
dengan cara lebih memfokuskan pada penerbangan di daerah yang 
banyak peminatnya dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, melakukan 
restrukturisasi keuangan tanpa mengurangi kualitas dan melakukan strategi 
untuk mengurangi kerugian yang dialami sebelumnya.Berikut dijelaskan dampak dilakukannya restrukturisasi, data laporan 
keuangan dengan melihat pada rasio likuiditas (current ratio), rasio efi siensi 
penggunaan aset (return on assets) dan rasio manajemen hutang (Debt 
Ratio). Data yang dipakai  dalam perhitungan ini yaitu tahun sebelum 
restrukturisasi (2005-2008) dan sesudah restrukturisasi (2009-2015). Dari 
ketiga kelompok rasio ini , terlihat secara umum kinerja keuangan PT 
Garuda negara kita  membaik, dari sisi trend dan nilai rata-rata rasio yang 
ada.Terlihat dari tabel 7.2 dan gambar 7.3 menunjukkan current ratio periode 
tahun 2005 sampai dengan 2008 yaitu sebelum dilakukan restrukturisasi 
ada  kecenderungan kenaikan current ratio dari tahun 2005 sampai 
dengan 2007, sedang tahun 2008 mengalami penurunan current ratio. 
Current ratio periode tahun 2009 sampai dengan 2015 yaitu sesudah 
dilakukan restrukturisasi ada  kecenderungan kenaikan current ratio 
dari tahun 2009 sampai dengan 2011, sedang tahun 2012 mengalami 
penurunan current ratio. Begitu juga dengan current ratio di tahun 2014 
mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, tetapi tahun selanjutnya 
yaitu 2015, current ratio PT. Garuda negara kita , Tbk mengalami kenaikan.Terlihat dari tabel dan gambar di atas menunjukkan ROA periode tahun 
2005 sampai dengan 2008 yaitu sebelum dilakukan restrukturisasi ada  
kecenderungan kenaikan ROA.ROA periode tahun 2009 sampai dengan 
2015 yaitu sesudah dilakukan restrukturisasi ada  kecenderungan ada 
penurunan ROA dari tahun 2009 sampai dengan 2010, sedang tahun 
2011 sampai dengan tahun 2012 mengalami kenaikan ROA dan ROA 
kembali naik pada tahun 2015 sesudah mengalami penurunan di tahun 
2014. Jika dilihat dari nilai rata-rata ROA sebelum dilakukan restrukturisasi 
yaitu sebesar-0,9275 sedang nilai rata-rata ROA sesudah dilakukan 
restrukturisasi yaitu sebesar 1,4829. Terlihat dari tabel dan gambar di atas menunjukkan DER periode 
tahun 2005 sampai dengan 2008 yaitu sebelum dilakukan restrukturisasi 
ada  kecenderungan penurunan DER dari tahun 2005 sampai dengan 
2007, sedang tahun 2008 mengalami kenaikan DER. 
DER periode tahun 2009 sampai dengan 2015 yaitu sesudah dilakukan 
restrukturisasi ada  kecenderungan ada penurunan DER dari tahun 
2009 sampai dengan 2013, sedang tahun 2014 sampai dengan tahun 
2015 mengalami kenaikan DER. Jika dilihat dari nilai rata-rata DER sebelum 
dilakukan restrukturisasi yaitu sebesar 635,25 sedang nilai rata-rata 
DER sesudah dilakukan restrukturisasi yaitu sebesar 225,71.

Meskipun merger dan akuisisi sama-sama mengacu pada corporate 
reorganization yang berdampak pada perpindahan kepemilikan 
dari perusahaan target ke perusahaan pembeli, keduanya 
yaitu istilah yang berbeda. Namun perbedaan di antara kedua istilah 
ini  terkadang masih ambigu. Hirshleifer (1995) mengatakan bahwa 
transaksi merger maupun akuisisi sama-sama secara umum yaitu 
konsep takeover. Takeover sendiri dapat terjadi secara friendly maupun hostile.
Jenkinson dan Mayer (1994) mengatakan bahwa jika manajer perusahaan 
target menolak akuisisi maka takeover ini  yaitu hostile takeover.
Hostile Takeovers, mendengar kata ini, yang muncul dalam benak kita 
yaitu sebuah cara yang mungkin cukup negatif. Pada kenyataannya cara 
takeover atau pengambilalihan seperti ini memang cukup agresif. Sehingga, 
banyak perusahaan melakukan banyak cara untuk menghindari terjadinya 
pengambilalihan atau anti take-over measures. Ada berbagai cara untuk 
mempertahankan diri dari hostile take-over yang akan dipelajari lebih dalam 
sesudah ini seperti poison pills, corporate charter amendments, staggered board, 
dan sebagainya. 
Namun, di balik semua cara itu, apakah ada  dampak dari aksi yang 
dilakukan oleh perusahaan target dari hostile take-over? Ada dua hipotesis 
mengenai dampak dari usaha mempertahankan diri yaitu management 
entrenchment hypothesis dan stockholder interest hypothesis. Kedua hipotesis 
ini menawarkan hal yang bertentangan dimana management entrenchment hypothesis itu berpendapat bahwa kekayaan dari pemegang saham akan 
berkurang jika kita melakukan anti take-over measures. sedang dalam stock 
holder interest hypothesis justru menjelaskan bahwa kekayaan dari pemegang 
saham bertambah saat  dilakukan usaha semacam itu. Lalu manakah yang 
benar dari kedua hipotesis yang saling bertentangan ini ? Pertanyaan 
ini akan terjawab di penjelasan yang lebih mendalam sesudah ini.
Dalam prakteknya, cara ini menjadi cara yang umum dipakai oleh 
perusahaan di Amerika contohnya Netfl ix yang melakukan poison pills (salah 
satu cara anti take-over measures) untuk menghindari hostile takeover dari Icahn 
(Goldman, 2012). Selain Netfl ix, ada banyak perusahaan yang masuk dalam 
Fortune 500 mulai mempertimbangkan dan mengembangkan rancangan 
pertahanan jika ada perusahaan lain yang melakukan hostile bid. Selain itu, 
jika kita lihat lebih lanjut lagi, perusahaan yang menjadi target company 
memiliki  beberapa karateristik yang sama seperti arus kas yang tinggi 
dan stabil, komposisi hutang yang relatif rendah, dan harga pasar saham 
yang cenderung lebih rendah dibandingkan  nilai buku perusahaan sehingga dari 
semua karateristik yang ada, tidak heran takeover defense didesain dengan 
mengubah karateristik ini  sehingga hostile take-over dapat dicegah. 
Namun dalam konteks negara kita  hostile take-over yaitu kondisi yang 
sangat jarang terjadi seperti yang diungkapkan oleh para profesional yang 
terlibat dalam merger dan akuisisi di negara kita  (Global Legal Group Ltd., 
2012; Bunjamin & Tandjung, 2012). Namun salah satu contoh yang kerap 
dijadikan contoh sebagai hostile take-over di negara kita  yaitu masalah  Lippo 
Group dalam mengakuisisi Matahari Departemen Store (International 
Financial Law Review, 2014). Namun menurut pengamat dan pakar hukum di bidang Merger dan Akuisisi “Yosua Makes”, dalam konteks negara kita  sama 
halnya dengan Belanda, aturan hukum di negara kita  tidak mengakomodasi 
kondisi hostile take-over. Hal ini yang membuat beliau menganut pandangan 
bahwa hostile take-over sebenarnya tidak pernah terjadi di negara kita . 
Untuk menyadari bahwa perusahaan ini  menjadi target hostile 
take-over, maka ada berapa hal yang perlu diperhatikan yang seringkali kita 
sebut dengan early warning system dimana perusahaan dapat mendeteksi 
dini sebuah intense dari sebuah perusahaan lain yang akan melakukan hostile 
takeover. Tanda-tanda perusahaan akan diambil alih dapat dilihat dengan 
menganalisa distribusi kepemilikan saham dalam perusahaan. Selain itu, 
karyawan yang cenderung bereaksi negative terhadap pembeli yang agresif 
hingga kenaikan jumlah volume transaksi yang tiba-tiba melonjak dan tidak 
disangka sebelumnya seringkali menjadi signal bahwa perusahaan pembeli
sedang bersiap-siap untuk mengambil alih dengan mengakumulasi saham 
yang ada terlebih dahulu sebelum mengajukan tawaran secara resmi.
Beberapa cara telah disusun untuk mengatasi pengambilalihan secara 
agresif (hostile take over). Namun dalam bab ini kita akan belajar tiga tipe 
yang umum dipakai oleh perusahaan. Ketiga cara itu yaitu poison pill 
,corporate charter amendment, dan golden parachutes. Sebelum memasuki tiap 
tipe lebih dalam, ada baiknya kita mengetahui sepintas mengenai tipe-tipe 
ini . Pertama, poison pills yaitu cara perusahaan yang menjadi 
sasaran pengambilalihan untuk menerbitkan surat hutang/sekuritas 
tambahan agar perusahaan terlihat berkurang nilainya (sebab memiliki  
tambahan hutang baru). Kedua, corporate charter amendment yaitu 
cara perusahaan melakukan perubahan dalam amandemen perusahaan 
yang akan mempersulit pengambilalih mengontrol manajemen perusahaan. 
Ketiga, golden parachutes yaitu sebuah cara dimana perusahaan akan 
memberi  bonus jika manajemen senior berhasil mempertahankan diri 
dari serangan pihak luar seperti pengambilalihan.
 POISON PILLS
Cara yang paling umum dipakai oleh perusahaan target yaitu poison pills 
dimana dalam sejarahnya, cara ini ditemukan pertama kali oleh pengancara 
perusahaan yang terkenal yaitu Martin Lipton pada tahun 1982  dimana ia memakai  cara ini  untuk membantu El-Paso Electric mempertahankan diri dari pengambil alihan yang dilakukan oleh 
American Oil. masalah  yang sama terjadi pula antara Brown Foreman dan 
Lennox di tahun 1983 dimana saat itu Foreman ingin mengakusisi Lenox 
sebab melihat bahwa harga saham Lenox dinilai terlalu rendah sehingga 
Foreman ingin membelinya dengan harga $87 (lebih tinggi dibandingkan  harga 
saham Lenox saat itu yang berada di harga $60). Pada saat itu, Lenox meminta 
bantuan Lipton mengenai hal ini dan Lipton menyarankan agar Lenox 
menawarkan setiap pemegang sahamnya dividen dari saham preferen yang 
dapat ditukar dengan 40 saham Brown. Saham convertible ini  menjadi 
alat pertahanan diri yang efektif dimana jika itu dijalankan akan menganggu 
kepemilikan saham dari keluarga Brown di perusahaannya.
masalah  lain mengenai hostile take-over yaitu antara Gold Smith dan 
Crown Zellerbach Coorperation. Pada saat itu, Crown yang yaitu 
perusahaan yang bergerak di industri yang mengelola hasil hutan 
dimana Goldsmith melihat Crown yaitu perusahaan yang bernilai 
tinggi. Melihat intensi ini , Crown melakukan usaha-usaha untuk 
mempertahankan diri dari pengambil alihan oleh Goldsmith dengan cara 
memperbaharui daftar nama pemegang saham sehingga Crown lebih mudah 
untuk menghubungi pemilik saham yang penting jika akusisi ini  terjadi 
dan Crown juga mengatur struktur direksi agar lebih sulit untuk dikontrol 
oleh Goldsmith. Selain itu, Crown juga melakukan usaha poison pill dengan 
menawarkan ke pemegang saham untuk membeli saham senilai $200 dengan 
harga $100 jika Goldsmith mampu mengakusisi 100% Crown. Namun, 
Goldsmith sendiri memiliki  inovasi dimana hal yang sama dia terapkan 
pada Crown. Goldsmith menawarkan opsi yang sama kepada pemegang 
saham dengan harga 50 cent jika Goldsmith mampu mengakusisi 20% dari 
saham Crown. Hasil dari inovasi ini membuat Goldsmith memperoleh 
saham Crown lebih dari 20% namun Goldsmith tidak mampu mengakusisi 
lebih dari 50% saham Crown. Pelajaran yang menarik yang bisa didapat dari 
masalah  ini yaitu Goldsmith mampu memakai  cara yang sama (poison 
pill) untuk mengatasi poison pills dari Crown.
Poison pills sendiri memiliki  beberapa tahap atau mekanisme. 
Pertama, poison pill biasanya dilakukan dengan cara membagikan dividen 
berupa opsi untuk menukar saham kepada para pemegang saham sekarang, 
dimana opsi ini  diotorisasi oleh dewan direksi tanpa melalui persetujuan dari pemegang saham. saat  momen akusisi ini  terjadi, maka opsi 
ini  dapat direalisasi oleh pemegang saham. Efek dari poison pills 
berdasarkan studi oleh Malatesta dan Walking berdasarkan riset terhadap 
132 perusahaan menemukan bahwa poison pill seringkali menurunkan 
kekayaan pemegang saham. Melalui hasil statistik juga terlihat bahwa adanya 
return yang negatif dari penggunaan poison pill sebagai usaha  pertahanan 
diri. Hasil dari penelitian ini juga didukung oleh penelitian lainnya dari 
Michael Ringaert yang meneliti 380 perusahaan dimana perusahaan yang 
menerapkan poison pill cenderung memiliki  kinerja fi nansial yang di 
bawah rata-rata. Kesimpulan yang dapat ditarik melalui kedua penelitian 
ini yaitu temuan ini semakin menguatkan teori management entrenchment 
hypothesis seperti yang sudah dibahas di bagian awal bab ini. Dalam sejarah 
menurut Thomson, poison pill pun mengalami pasang surut dimana poison 
pill paling banyak diadopsi oleh perusahaan di tahun 1999. Selengkapnya 
dapat melihat grafi k di bawah ini:
CORPORATE CHARTER AMENDMENTS
Selain poison pills, perusahaan juga sering kali memakai  corporate charter 
amendment (atau yang sering disingkat CCA). CCA ini memiliki karateristik 
kerja sebagai berikut: CCA umumnya membutuhkan persetujuan dari 
shareholder dimana biasanya mayoritas CCA mendapat persetujuan ini  kecuali ada masalah  ekstrim dimana kinerja manajemen begitu buruk sehingga 
pemegang saham ini  menolak menyetujui CCA ini . CCA sendiri 
dilakukan melalui banyak cara yaitu mengatur posisi direksi (staggered board 
of directors), pengambilan ketentuan perusahaan melalui suara mayoritas 
yang berlebihan (super majority provisions), pengambilan ketentuan 
perusahaan berdasarkan harga wajar (fair value provisions), dan permodalan 
ganda (dual capitalization).
Pertama, CCA dapat dilakukan dengan melakukan pengaturan 
terhadap posisi dewan direksi (staggered board of directors). Cara ini yaitu 
cara yang kontroversial sebab saat  perusahaan yang mau mengakusisi 
sudah membeli mayoritas saham perusahaan ini , pimpinan direksi 
yang sudah diatur ini  menghalangi perusahaan akusisi ini  untuk 
memilih manager yang dipilih oleh perusahaan akusisi ini  demi 
menjalankan tujuan dari perusahaan akusisi ini  seperti kebijakan 
untuk menjual asset demi membayar hutang yang timbul saat melakukan 
akusisi. Riset terhadap pengaturan dewan direksi sendiri memberi  dua 
hasil yang berbeda dimana De Angelo dan Rice menemukan ada pengaruh 
negatif terhadap kekayaan perusahaan jika melakukan staggered board of 
directors (riset ini juga didukung oleh Bebchuk dan Kohen) sedang 
penelitian Ruback tidak menemukan sesuatu yang signifi kan dan hal yang 
sama juga ditemukan oleh Bhagat dan Jefferis.
Kedua, CCA juga dapat dilakukan dengan penentuan dengan suara 
mayoritas yang berlebihan (supermajority provisions) dimana ketentuan baru 
ditentukan sah jika 80% (bahkan terkadang hingga 95%) disetujui oleh 
pemegang saham. Cara ini akan sangat efektif jika perusahaan menerapkan 
sistem Employee Stock Option (dibahas lebih lanjut di bab 6) sebab manajemen 
juga terlibat sebagai pemilik perusahaan. sedang hasil riset mengenai 
cara ini ditemukan bahwa tidak ada efek yang negatif terhadap kinerja 
keuangan perusahaan oleh De Angelo-Rice & Linn-Mc Connell namun 
Jarrel-Poulson menemukan bahwa cara ini secara statistik berdampak pada 
pengembalian yang negatif.
Ketiga, perusahaan juga dapat melakukan kebijakan ketentuan 
berdasarkan harga wajar dimana pengakusisi diminta untuk mengeluarkan 
biaya minimal sebesar harga pasar untuk mengakusisi perusahaan ini . 
Cara ini sendiri berdasarkan riset yang telah dilakukan kebanyakan tidak menunjukkan adanya pengaruh yang berarti terhadap harga saham 
perusahaan. Namun, beberapa riset seperti dari McWilliams menemukan 
tetap ada pengaruh cara ini dengan perubahan harga saham perusahaan.
Cara terakhir yaitu dengan melakukan pemodalan ganda (dual 
capitalization) dimana perusahaan memberlakukan dua jenis (atau lebih) 
saham dengan perbedaan hak voting misalnya dalam perusahaan Ford 
memberlakukan 2 kelas saham dimana setiap lembar saham A memiliki  
1 hak suara saja sedang setiap lembar saham B memiliki 16.561 hak 
suara. Terlihat jelas bahwa pemilik saham B meskipun sedikit tetapi lebih 
berpengaruh dibandingkan  pemilik saham A. Untuk hasil riset mengenai cara 
ini menunjukkan bahwa cara ini berpengaruh negatif terhadap kekayaan 
perusahaan berdasarkan statistik. 
Mini-case: Kraft Takeover of Cadbury 
Cadbury, perusahaan coklat asal 
Inggris diakuisisi oleh Kraft pada 
Januari 2010 memakai  hostile 
takeover. Cadbury didirikan oleh John 
Cadbury pada 1824, pada awalnya 
Cadbury yaitu sebuah kedai 
teh dan kopi. Baru pada 1831 Cadbury 
fokus pada produksi dan penjualan 
coklat. John Cadbury yaitu seorang penganut agama Kristen keras 
atau sering disebut kaum Quaker. Sehingga dalam beroperasi, tidak hanya 
berusaha menjadi penjual coklat handal, Cadbury juga sangat peduli pada 
karyawan, nilai-nilai masyarakat, dan peduli pada pendidikan. Disisi lain 
Kraft yaitu perusahaan makanan asal Amerika. Dengan pendapatan 
mencapai 25,8 Miliar Euro (2008), dan mempekerjakan 98.000 karyawan, 
menjadikannya sebagai perusahaan makanan kedua terbesar sesudah Nestle.
Kraft pertama kali mengajukan penawaran pembelian kepada 
Cadbury pada 28 Agustus 2009. Direktur utama Kraft, Irene Rosenfeld 
bertemu dengan Roger Carr, yang yaitu direktur utama Cadbury. 
Kraft mengajukan penawaran untuk membeli selembar saham Cadbury 
senilai 300 pence ditambah 0,2589 saham baru Kraft. Roger Carr dengan 
tegas menolak tawaran dari Kraft.7 September 2009, Kraft memberi  penawaran kepada publik 
untuk membeli saham Cadbury senilai 745 pence tiap lembarnya. Dengan 
tidak ditawarkannya saham Kraft, membuat penawaran ini lebih rendah 
dibanding penawaran pertamanya yang senilai 745 pence tiap lembarnya. 
Carr, merespon dengan memberi  surat terbuka yang ditujukan 
kepada Rosenfeld yang menunjukan penolakan pada 12 September 2009. 
Dalam surat itu Carr juga menyampaikan bahwa Cadbury akan memiliki  
prospek yang kurang bagus jika diakusisi Kraft sebab pertumbuhan bisnis 
Kraft yang lambat. Cadbury juga menyatakan ketidakcocokan dengan Kraft 
sebab perbedaan budaya bisnis serta citra bisnis Cadbury. Seperti disebutkan 
diatas, Cadbury menjalankan bisnisnya dengan prinsip agama yang kental 
dimana sangat menjujung tinggi aspek sosial dalam menjalankan bisnisnya. 
sedang Kraft yaitu perusahaan Amerika, dimana negara ini  
sangat kental akan kekuasan uang. Disisi lain Cadbury dengan sejarahnya, 
telah menjadi salah satu ikon perusahaan makanan kebanggan Inggris.
Tidak hanya Kraft yang tertarik membeli Cadbury, Unilever yang 
yaitu perusahaan customer goods juga tertarik untuk membeli Cadbury. 
Barren Buffet 16 September, melontarkan peringatan kepada publik 
agar perusahaan makanan Amerika tidak berlebihan dalam mengajukan 
penawaran kepada Cadbury. Pada saat itu Warren Buffet yaitu 
pemegang saham mayoritas Kraft. 
Usaha anti-takeover Cadbury semakin berlanjut serius. Pada 21 
September Cadbury menghubungi United Kingdom Takeover Panel untuk 
menerapkan regulasi “put up or shut up” terhadap penawaran Kraft. Regulasi 
yang dimaksud yaitu regulasi yang memberi  batasan waktu kepada 
Kraft untuk memberi  penawaran resmi kepada Cadbury.
Cadbury terus berusaha untuk menghalangi Kraft dalam usahanya 
membeli Cadbury. 25 September salah satu jajaran direksi Cadbury Todd 
Stilzer memberi  keterangan pers, bahwa penyatuan Kraft dan Cadbury 
tidak masuk akal dalam hal keuangan dan operasi bisnis. Lima hari sesudah 
pernyataan ini . United Kingdom Takeover Panel mengeluarkan peraturan, 
yang menyatakan bahwa Kraft harus membuat penawaran formal selambatlambatnya pada 9 November 2009 jam 5 sore. Jika tidak dilakukan maka, 
Kraft harus berhenti berusaha membeli Cadbury selama 6 bulan lamanya. 9 November 2009, Kraft memberi  penawaran resminya kembali 
kepada Cadbury. Kraft melakukan pendekatan yang sama dengan penawaran 
pertamanya, tetapi dengan nilai kas lebih tinggi. Dalam penawaran ini , 
Kraft akan menukar 1 lembar saham Cadbury dengan 300 pence dan 0.2589 
lembar saham baru Kraft.
Ferrero dan Hersey dimana keduanya juga yaitu perusahaan 
makanan, secara terpisah menyatakan ketertarikan dengan Cadbury pada 
18 November 2009. Namun keduanya menyatakan mereka belum tahu 
apakah akan mengajukan penawaran kepada Cadbury. 
Akhir November 2009, saham Cadbury diperdagangkan dengan 
harga tertinggi sepanjang sejarahnya yaitu sebesar 819,5 pence perlembar. 
Kenaikan besar ini terjadi akibat spekulasi atas “perang” yang terjadi untuk 
mendapatkan Cadbury. 
4 Desember 2009 Kraft mengumumkan kepada pemegang saham 
Cadbury secara langsung tentang penawaran formal yang telah dilakukannya 
secara formal kepada pihak Cadbury 9 November lalu. Cadbury bereaksi 
dengan memberi  dokumen resmi kepada pemegang saham yang berisi 
kenaikan target angka keuangan, dan janji deviden yang meningkat.
Memasuki minggu pertama tahun 2010, Kraft memberi  perubahan 
terhadap penawaran dengan menaikan jumlah kas, tetapi juga mengurangi 
jumlah saham Kraft yang diterima perlembar saham Cadbury yang dijual. 
Sehingga secara nilai, penawaran dari Kraft tidak berubah. Cadbury 
meresponi tindakan Kraft pada 5 Januari ini , dengan mengeluarkan 
pernyataan menyerang kepada pihak Kraft, bahwa tim manajemen Kraft 
gagal memenuhi target keuangan yang ada, dan melakukan perhitungan 
penilaian yang salah kepada Cadbury.
Pernyataan ini  dikeluarkan Cadbury ditujukan untuk mencegah 
pemegang saham Cadbury mau menjual sahamnya kepada Kraft. Akan 
tetapi, pernyataan anti takeover dari Cadbury tertanggal 12 Januari 2010 
ini , yaitu usaha terakhir manajemen Cadbury sebab tepat 
satu minggu sesudah pernyataan ini , pemegang saham Cadbury 
menyatakan menerima penawaran dari Kraft. Dengan demikian Kraft 
berhasil mengakuisisi Cadbury dengan nilai total 11.500.000 Euro.


Sejak tahun 1983 penggabungan usaha atau M&A di Amerika, mencapai 
angka lebih dari 2500 kali. Angka ini  belum termasuk crossborder M&A yang jumlahnya meningkat drastis. Selain di Amerika, 
trend yang sama juga terjadi di Eropa, Asia dan wilayah negara lain 
(Schweiger, Csiszar, & Napier, 1993). Tren merger dan akuisisi digabungkan 
dengan fakta bahwa Merger dan Akuisisi dengan cepat telah menyebar ke 
seluruh dunia. Kegiatan M&A ini semakin menjadi bagian penting yang 
dapat mempengaruhi keuangan perusahaan dan dapat menjadi bahan 
pertimbangan strategi perusahaan untuk mengembangkan bisnisnya 
(Gaughan, 2011). Tahun 1990 yaitu gelombang merger terbesar yang 
pernah terjadi di Amerika Serikat. Setiap tahun pada tahun 1995-2000 
dihasilkan rekor baru untuk volume merger di Amerika Serikat mulai dari 
$800.000.000.000 pada tahun 1995 hingga puncaknya pada tahun 2000 yang 
mencapai hampir $1.8 trilliun.
Berdasarkan data terbaru dari McKinsey (Cogman, 2015), terlihat 
bahwa salah satu yang menjadi alasan utama pemain bisnis baik di emergingmarket dan developed-market melakukan cross-border M&A yaitu “strategic 
resources” dan kedua yaitu pasar baru.Gambar 2.2 pemetaan perusahaan emerging-market dalam cross-border akuisisi. 
Untuk wilayah Asia aktivitas M&A baru terlihat signifi kan sesudah 
terjadi krisis ekonomi yang melanda kawasan Asia yaitu pada sekitar 
tahun 1997 sampai dengan 1999. Merger dan Akuisisi ini muncul di Asia 
sebab dipicu oleh adanya perubahan kebijakan sesudah krisis. Oleh sebab 
itu sebagian besar orang berharap bahwa M&A ini dapat membantu memperbaiki kondisi perusahaan, dan restrukturisasi keuangan dengan 
cepat dapat dilakukan. Selain itu juga M&A diharapkan dapat memfasilitasi 
pemulihan ekonomi (economic recovery) dari krisis yang ada. M&A lintas 
negara di negara-negara krisis Timur Asia (negara kita , korea, Malaysia, 
dan Thailand) ini mengalami kenaikan nilai dari $3milliar di tahun 1996 
menjadi $22miliar di tahun 1999 sebelum jatuh kembali pada tingkat $18 
miliar di tahun 2000 (gambar 1). Dalam gambar ini  melibatkan lebih 
dari 50% modal investor asing. Kenaikan yang signifi kan ini dikarenakan 
ada kenaikan dari beberapa kegiatan di Korea (di mana nilainya yaitu $ 13 
milyar pada tahun 1999) dan di Thailand (di mana nilainya yaitu $ 4 miliar 
pada tahun yang sama). Dibandingkan dengan negara-negara di kawasan 
Asia timur lain nya, negara Malaysia memiliki jumlah kesepakatan M&A 
lintas negara yang cukup banyak pada waktu sebelum krisis. Tetapi sebab 
volume transaksi yang tidak meningkat sesudah krisis berlalu, Malaysia tidak 
lagi menjadi pemain yang signifi kan lagi. Di negara kita  M&A lintas negara 
masih di batasi naik 2 kali lipat antara tahun 1998 dan 1999 mencapai $2,7 
miliar.Konsekuensi dari kenaikan ini, cross border merger and acquisition 
telah meningkatkan proporsi investasi asing (FDI) mengalir ke asia timur. 
M&A di asia timur yang berupa FDI mengalami kenaikan dari 6% pada 
tahun 1995 menjadi 13% pada tahun 1997 dan meningkat lebih jauh lagi yaitu 
30% pada tahun 1999. Dengan demikian secara tidak langusng FDI dapat 
bertahan pada masa krisis dikarenakan M&A meningkat pesat. Sebagian 
besar kegiatan M&A di Asia Timur bermain di sektor retail, properti dan 
jasa keuangan.M&A lintas negara dapat memberi  keuntungan kepada negara 
yang di akuisisi saat  para organisasi bisnis sedang mencegah kehilangan 
asset yang berpotensi keuntungan selama terjadinya krisis keuangan 
lokal . Sebagaian besar dari kesepekatan M&A secara 
global berasal dari Asia dan membeli mature western market (pasar yang 
sudah siap). Faktor-faktor yang mendorong kegiatan M&A di Asia Pasifi k 
berasal dari struktur pasar yang dinamis, politik, lingkungan ekonomi, dan 
regulasi wilayah.
Isu dan trend Merger dan Akuisisi di negara kita  mulai berkembang 
sejak tahun 1970-an. Alasan utama perusahaan negara kita  melakukan aktifi tas 
merger dan akuisisi ini didorong dengan tekanan adanya krisis ekonomi. Di
negara kita  aktifi tas merger dan akuisisi menunjukkan skala yang semakin 
meningkat dengan cukup signifi kan dari tahun ke tahun di mulai pada 
tahun 1980. Pada awal perkembangan merger dan akuisisi di negara kita  ini di 
mulai oleh industri perbankan, dengan harapan dapat memperkuat struktur 
modal. Menurut KPPU (Komisi Pengawasan Persaingan Usaha) di negara kita  
sepanjang tahun 2011 telah terjadi M&A dengan nilai total mencapai Rp 
70,3trilliun. Merger yang terjadi di negara kita  tidak hanya terjadi secara 
lokal saja namun juga telah terjadi merger antar negara. Dengan semakin 
meningkatnya aksi merger hal ini membuktikan bahwa semakin banyak 
perusahaan yang ingin menciptakan sinergi usaha dengan perusahaan lain 
dan juga untuk mencapai efi esiensi dan efektivitasnya.
 M&A DILIHAT DARI MASINGǧMASING WILAYAHTren merger dan akuisisi di dunia dalam sepuluh tahun terakhir mengalami 
fl uktuasi. Mulai tahun 2010, tren merger dan akuisisi terus menurun, namun 
dari tahun 2013 ke 2014, merger dan akuisisi meningkat kembali. Menurut 
laporan dari KPMG, peningkatan ini dipicu sebab banyaknya jumlah 
transaksi mega di tahun 2014. Responden dari survei KPMG mengaku
bahwa merger dan akuisisi yang mereka lakukan yaitu salah satu 
pilihan strategi bisnis untuk meningkatkan pendapatan. Merger dan akuisisi 
di dunia mengalami peningkatatan pasar seperti di Turki, Cina, dan India, 
membuat negara-negara ini menjadi tempat ekspansi bagi negara maju untuk 
melakukan merger dan akuisisi dengan nilai akuisisi sebesar milyaran juta 
dolar. Dari data yang ada juga menunjukkan bahwa peran perusahaan asing 
untuk terlibat dalam aktivitas merger akuisisi global semakin meningkat 
dari tahun ke tahun.
 Data Asia Pasifi k
Untuk tren merger dan akuisisi di Asia Pasifi k dalam sepuluh tahun 
terakhir mengalami fl uktuasi. Jika dilihat dari grafi k di atas, tahun 2005 ke 
tahun 2007 tren mengalami kenaikan, sedang dari tahun 2007 ke 2009 
mengalami sedikit penurunan. Namun di tahun 2009 dan 2010 ada  
kenaikan tren merger akuisisi yang cukup signifi kan. Sama seperti tren 
global, di Asia Pasifi k tahun 2014 mengalami kenaikan tren, sesudah 
mengalami penurunan dari tahun 2011-2013. Hal ini dipicu sebab 
volume transaksi di pasar Asia untuk merger dan akusisi naik cukup tinggi. 
Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas merger dan akuisisi di Asia
Pasifi k yaitu struktur pasar yang dinamis, lingkungan politik dan ekonomi, 
dan peraturan lintas regional.
Industri yang terlihat memiliki kenaikan terbesar di aktivitas 
merger dan akuisisi yaitu jasa teknologi, jasa komersial dan manufaktur. 
sedang industri yang mengalami penurunan volume transaksi yaitu 
industri elektronik, keuangan, proses industri dan komunikasi. Volume 
transaksi yang menjadi kunci perekonomian Asia Pasifi k ditunjukan oleh 
negara Cina dan India yang meningkat sebesar 9% dan 11%. Negara Jepang 
juga memiliki tren yang hampir sama, sedang Australia memiliki tren 
negatif di volumenya sebesar 10%. Transaksi yang paling besar di Asia 
yaitu CITIC Group Corp (CITIC Ltd) yang dibeli oleh CITIC Pasifi c Ltd 
sebesar 35.106,3 triliun USD, sedang di posisi kedua yaitu Beam Inc 
yang dibeli oleh Suntory Holdings Ltd sebesar 13.667,6 triliun USD.Tren merger dan akuisisi di negara kita  dalam sepuluh tahun terakhir 
mengalami fl uktuasi. Berdasarkan grafi k di atas, tren merger dan akuisisi di
negara kita  paling tinggi di tahun 2010, namun seperti tren global dan Asia, 
mulai tahun 2010 ke tahun 2013, tren di negara kita  turun setiap tahunnya. 
Sepanjang tahun 2010 ini marak terjadi aksi merger dan akuisisi di antara 
perusahaan-perusahaan di negara kita . 
Janson Nasrial, Analis AM Capital mengatakan bahwa aktivitas 
merger dan akuisisi di negara kita  tahun ini tidak semarak tahun-tahun 
sebelumnya. Menurutnya, investor asing berminat menguasai sektor 
energi dan keuangan. Minat perusahaan asing berinvestasi terutama untuk 
menguasai dan memperkuat pasar. Misalnya, akuisisi Texas Pacifi c Group 
atas Triputra Agro Persada. Kondisi pertumbuhan atas sektor sebuah 
negara juga memiliki pengaruh besar terhadap merger dan akuisisi. Janson 
juga mengatakan jika kondisi fi nansial membaik, merger dan akuisisi di 
negara kita  bisa lebih ramai.
Tren merger dan akuisisi dari industri penerbangan dan pertahanan 
dalam sepuluh tahun terakhir mengalami fl uktuasi. Menurut Frost & 
Sullivan, aktivitas M&A di bidang penerbangan bersifat sementara dan 
kinerjanya terkait erat dengan Produk Domestik Bruto (PDB) sebuah negara. 
Jika PDB suatu negara bagus maka boleh dikatakan bisnis ini berkembang 
bagus. Lebih jauh Frost & Sullivan mengungkapkan, perusahaan yang 
bergerak dalam industri penerbangan kini memiliki fokus perhatian untuk 
meningkatkan keuntungan, terutama di pasar-pasar yang telah dikuasai 
(baca: strategi product development dan market penetration) dibandingkan  terlibat 
perebutan pasar baru (baca: strategi market development). Lebih jauh, industri 
ini melakukan langkah merger, joint venture, dan kerja sama strategis lainnya 
untuk meningkatkan pendapaatan ditengah situasi harga bahan bakar yang 
meningkat dan resesi ekonomi dunia. Hal ini cenderung dilakukan industri 
penerbangan di Eropa pada tahun 2011 dan 2012. Berbeda dengan masalah  
Amerika, kondisi ini  sudah terjadi sebelum tahun 2011. Keterlibatan 
negara-negara emerging market diperkirakan meningkat di tahun 2014 dan 
2015. Sementara itu, industri penerbangan di Afrika masih berada dalam 
tahap awal perkembangan akibat dibatasinya kegiatan merger dan akuisisi 
di kawasan ini
Tren merger dan akuisisi dari industri perbankan dalam sepuluh 
tahun terakhir mengalami fl uktuasi, terutama dalam hal nilai (value). Hal ini 
dipicu sebab berbagai macam aspek baik aspek internal perusahaan 
dan aspek politik, termasuk bank sentral. Merger akuisisi di perbankan 
diharapkan dapat meningkatkan:
1. Pertukaran cadangan arus kas secara internal antar perusahaan yang 
melakukan merger, sehingga bank hasil merger dapat mengelola risiko 
likuiditas dengan lebih fl eksibel.
2. Modal perusahaan dan keunggulan dalam mengelola biaya akibat 
bertambahnya skala usaha.
3. Market power dalam persaingan, yang lalu dapat memperbesar 
margin bunga pinjaman.Tren merger dan akuisisi dari industri bioteknologi dan farmasi dalam 
sepuluh tahun terakhir cukup baik dan memiliki nilai yang tinggi. Namun, 
masih sama seperti tren global, tahun 2010 ke tahun 2011 mengalami
penurunan. Analisis baru dari Frost & Sullivan mengungkapkan volume 
transaksi PEVC (private equity and venture capital) di industri farmasi dan 
bioteknologi menurun dari 2.721 pada tahun 2011 menjadi 1.453 pada tahun 
2013. 
Untuk periode ini nilai rata-rata penawaran PEVC global untuk industri 
ini tidak cukup mengikuti tren yang sama dengan volume penawaran PEVC 
tahun 2011 dan 2013, dimana nilai transaksi rata-rata private equity (PE) di 
periode ini meningkat sebesar 6 persen dan nilai rata-rata dalam venture 
capital (VC) mengalami penurunan sebesar 37 persen antara tahun 2011 
dan 2012 dan lalu tetap stabil di tahun 2012-2013. Frost & Sullivan 
mengatakan bahwa tren ini meningkat seiring dengan peningkatan daya 
tawar kelas menengah sejak tahun 2011 untuk industri ini.Tren merger dan akuisisi dari industri bahan kimia dalam sepuluh 
tahun terakhir mengalami kenaikan dan penurunan. Penurunan mulai 
terlihat sejak tahun 2012 baik dari sisi nilai dan jumlah transaksi. Kondisi ini  terjadi sesudah mengalami titik optimum di tahun 2010 dan 2011. 
Salah satu merger yang terjadi di industri ini dilakukan oleh Chemical 
Manufacturers Association. Perusahaan ini melakukan proses 31 merger dan 
akuisisi dengan lebih dari 500 triliun USD di tahun 1998 termasuk farmasi 
dan industri life sciences lainnya. 
Tren merger dan akuisisi dari industri ini sepuluh tahun terakhir 
memuncak di tahun 2007 dan menurun dalam tahun berikutnya hingga 
tahun 2013. Analis dari Accenture mengatakan bahwa industri ini sering 
memakai  merger dan akuisisi untuk terus berpacu dengan preferensi di 
pasar. Accenture juga menuliskan dalam laporannya dalam hal tren merger 
dan akuisisi sebagai berikut, “Many large beverage companies have acquired 
smaller sports and energy drinks makers to respond to consumers’ increasing appetite 
for these drinks, and because these large companies did not have such products in 
their R&D pipelines.” Untuk industri energi dan listrik dalam sepuluh tahun terakhir 
mengalami kenaikan terus mulai tahun 2004 hingga 2010. Namun sesudah 
itu mengalami penurunan hingga tahun 2013. Hal ini dipicu sebab 
profi tabilitas industri ini semakin menurun sehingga aktifi tas M&A juga 
ikut menurun. Sejak tahun 2010, pengaruh perusahaan di negara Cina cukup 
besar untuk industri ini. Hal yang paling signifi kan mempengaruhi tren 
menurun M&A yaitu penurunan laba secara terus menerus di industri ini. 
Evaluator Energy Coyne mengatakan bahwa profi t industri ini di tahun 2012 
lebih rendah 25% dibandingkan tahun 2011 dan tahun 2011 lebih rendah 
16% dibandingkan dengan tahun 2010.
 Industri Jasa dan Konsultan IT
Tren merger dan akuisisi dari industri jasa dan konsultan IT dalam sepuluh 
tahun terakhir menunjukkan kenaikan jumlah dari tahun 2004 ke tahun 2007, 
dan tahun 2007 ke tahun 2009 mengalami penurunan. sedang untuk tahun 
2010 ke 2013 relatif memiliki jumlah transaksi M&A yang sama, namun nilai value) transaksi yang menurun. Hal ini dipicu sebab iklim ekonomi 
makro dan perubahan pandangan teknologi. Selain itu, berdasarkan report 
Ibisword mengenai M&A di bidang IT, pembeli juga mempertimbangkan 
total cost of ownership saat  membeli M&A jasa dan konsultan IT. “Buyers 
should attempt to establish contracts that provide concrete expectations to reduce 
unexpected costs during the course of the consulting project.” Selain itu, ada  
tren di harga jasa dan konsultan IT yang meningkat dengan rata-rata 
peningkatan 0,7% per tahun. Peningkatan ini juga mempengaruhi kenaikan 
permintaan dan biaya operasional pemasok.Dalam konteks industri media dan hiburan terlihat bahwa dalam sepuluh 
tahun terakhir mengalami fl uktuasi. Peningkatan terbesar terjadi di tahun 
2007 sebab minat akan media dan hiburan di negara-negara berkembang 
sangat besar. Di setiap tahun bisa dikatakan bidang industri ini selalu 
mengalami perubahan.
Tren merger dan akuisisi dari industri perangkat lunak dalam sepuluh 
tahun terakhir mengalami kenaikan dan penurunan yang tidak terlalu 
jauh dengan tahun-tahun sebelumnya. Menurut analisa Berkery Noyes 
(Investment Banker), ada lima top deal tertinggi yang terjadi di industri 
software. Perusahaan pembeli (bidder) yang paling aktif selama tahun 2013 
yaitu EMC Corporation dan Intel Corporation dengan enam transaksi. 
Berkery Noyes juga mencatat sebanyak 4.685 transaksi software antara 
tahun 2011 dan 2013. Secara rata-rata perusahaan yang paling aktif selama 
36 bulan terakhir di bisnis software yaitu Oracle dengan 14 transaksi dan 
3 diantaranya dilakukan di tahun 2013. sedang akuisisi terbesar yang 
terjadi dilakukan oleh Responsys, provider marketing software, dengan nilai 
transaksi 1,39 miliar USD. Dalam hal tren merger dan akuisisi dari industri telekomunikasi, 
untuk sepuluh tahun terakhir mengalami penurunan baik dari sisi nilai dan 
jumlah transaksi. Hal ini dipicu sebab di tahun-tahun sebelumnya 
tren merger dalam industri ini telah mencapai puncaknya dan mengalami pergerakan yang signifi kan. Dengan ini peluang untuk masuk ke industri 
telekomunikasi mengecil sehingga tidak banyak perusahaan yang tersisa 
untuk melakukan merger dan akuisisi.


Tak dapat dipungkiri bahwa dunia sedang berjalan menuju era merger 
dan akusisi (M&A). Banyak perusahaan global mulai berpaling dari 
sekedar membangun usaha baru dari nol ke merger ataupun akusisi. 
Salah satu transaksi yang baru saja terjadi yaitu pengambil alihan perusahaan 
Heinz oleh salah satu perusahaan Warren Buffet Berkshire Hathaway sebesar 
28 milyar dollar pada tanggal 14 Februari lalu 
Salah satu perusahaan media terbesar di Amerika, Thomson Reuters 
yang dalam sejarahnya, perusahaan ini yaitu hasil dari merger dan 
akusisi yang berlangsung antara perusahaan Thomson dan Reuters group
yang berasal dari Inggris pada tahun 2008  mencatat 
bagaimana pesatnya perkembangan merger akusisi yang berlangsung di 
dunia saat ini. Perkembangan Merger dan Akusisi di dunia dapat dilihat 
dalam tabel 1.1.
Berdasarkan data dari Reuters ini, kita bisa melihat bahwa negara kita  
termasuk negara potensial dimana pergerakan nilai merger dan akusisinya 
mengalami kenaikan 16.7% dari tahun sebelumnya, dimana pada saat yang 
sama merger dan akuisisi se-Asia Pasifi k dan sedunia mengalami penurunan. 
Kenaikan ini bisa kita artikan sebagai indikator bahwa investor mulai 
menjadikan negara kita  sebagai tujuan investasi, dimana jika dapat berjalan 
dengan baik mampu memberi  efek yang positif bagi perekonomian 
negara kita  dimasa mendatang. Tentu kita perlu mempersiapkan diri dalamkondisi ini untuk bertahan dalam persaingan dunia global. Salah satunya 
dengan mempelajari merger dan akusisi yang sedang kita lakukan sekarang. 
Data yang sama juga diperlihatkan dari laporan McKinsey yang menunjukkan 
tren peningkatan dari tahun 2012 hingga 2015, sesudah terjadinya krisis di 
tahun 1998 & 2008. Pertanyaan yang perlu kita ajukan sesudah ini adalah, industri apakah 
yang berpotensi tinggi dalam proses merger dan akusisi? Data yang dirilis 
oleh Reuters dibawah ini menunjukkan industri media dan hiburan menjadi 
target merger ataupun akusisi tertinggi di seluruh dunia dan diikuti oleh 
industri real estate. sedang untuk lingkup Asia, Target merger ataupun 
akusisi tertinggi terletak pada sektor real estate (seperti perumahan, 
apartemen, dll) yang selengkapnya dapat kita perhatikan pada gambar 1.2.Di tahun 2014, nilai merger dan akusisi terbesar yang pernah dicatat 
dalam sejarah sejauh ini dilakukan saat  Comcast Corp.mengambil alih 
100% saham dari Time Warner Cable Inc. sebesar 70.677 juta USD sedang 
untuk pasar Asia sendiri, proses merger akusisi terbesar yang dicatat pada 
tahun 2014 dipegang oleh Shanghai Jingfeng Investment Co. yang membeli 
saham Greenland Holding Group Co. Ltd. dengan nilai 10.048 juta.Sebelum kita mengenal merger dan akusisi 
lebih jauh, akan lebih baik jika melihat contoh 
masalah  nyata yang terjadi tentang salah satu 
transaksi pengambil alihan terbesar di dunia oleh 
Vodafone (perusahaan telekomunikasi Inggirs) 
terhadap perusahaan telekomunikasi asal Jerman, 
Mannesman AG. Transaksi itu dimulai dari keinginan Vodafone untuk 
mengakusisi perusahaan aliansinya yaitu Mannesman pada Juli 2000. 
Mannesman sendiri yaitu perusahaan yang besar dengan sejarah yang 
panjang dimana perusahaan ini  telah berdiri selama lebih dari 1 abad 
dan telah memperkerjakan 100.000 karyawan. Dengan latar belakang sejarah 
yang begitu hebat, tentu proses merger dan akusisi ini  berjalan dengan 
cukup sulit. Tantangan datang tidak hanya dari perusahaan itu sendiri 
tetapi juga pemerintah dan masyarakat. Hal ini yaitu hal yang wajar 
dalam proses akusisi sebab sejarah di balik perusahaan ini  membuat 
masyarakat Jerman tidak rela melihat perusahaan ini  diambil alih oleh 
perusahaan asing. Namun sebab nominal premium yang diajukan oleh 
Vodafone saat itu begitu besar (202,8 juta dollar) sehingga proses akusisi– 
hostile take over – (lebih jelas dapat dilihat di bab-bab selanjutnya) dapat 
berjalan. Nilai ini  begitu fantastis sehingga menurut Investment Week, 
transaksi itu dicatat sebagai transkasi terbesar sepanjang sejarah (Holiday, 
2012). Jika kita hitung dari nominalnya, Vodafone berani membayar seratus 
dua puluh lima koma lima kali dari book ratio sehingga pihak Mannesmannpun akhirnya tergiur dengan tawaran ini . Di dalam perjanjian awal, 
nama Mannesmann dijanjikan turut dimasukkan dalam brand Vodafone 
tetapi seiring berjalannya waktu, nama ini  akhirnya hilang untuk 
mengurangi biaya pemasaran.
Sebelum masalah  ini terjadi, pengambil alihan oleh perusahaan asing 
sangat sulit dilakukan di negara Jerman sebab pemerintah mengatur 
pengelolaan perusahaan dalam negara sampai pada tahun 1900-an. Tetapi 
kondisi itu berubah di tahun 1900 hingga 2000 (khususnya saat  Jerman 
telah kembali bersatu). Namun peristiwa pengambil alihan perusahaan 
Mannesmann ini  menimbulkan shock bagi dunia bisnis di Jerman 
sehingga perusahaan yang dahulu cukup pasif mulai bergerak lebih aktif 
untuk merespon protes yang ada susaha  masalah  ini tidak terjadi lagi. Hal 
yang dapat kita petik dalam masalah  ini yaitu bagaimana sebuah proses 
merger dan akusisi ini sebenarnya dapat mempengaruhi hingga 1 negara 
dimana perusahaan yang sudah lama berdiri pun akhirnya harus hilang 
dalam persaingan. Dalam data terpisah yang diamati oleh McKinsey, diperlihatkan 
bahwa tren M&A premium dari tahun ke tahun selalu menurun. Hal ini 
dipicu sebab organisasi bisnis yang mengakuisisi semakin konservatif 
dan lebih hati-hati dalam mengajukan penawaran harga. Peranan para 
penasihat keuangan juga sangat penting dalam hal ini dalam memprediksi 
keakuratan nilai pasar yang diajukan kepada perusahaan target.
yaitu data dari McKinsey yang menunjukkan tren penurunan sejak 
tahun 1999 hingga 2013.
 KONSEP DAN DEFINISI
 Merger
Ada banyak konsep dan defi nisi mengenai merger dan akusisi ini  
tetapi secara umum, merger dapat didefi nisikan sebagai sebuah gabungan 
antara dua organisasi atau lebih, dimana hanya ada satu perusahaan yang 
bertahan. Defi nisi merger ini juga sering dikenal sebagai statutory merger 
atau merger hukum. Secara defi nisi UU Perseroan Terbatas Pasal 1 butir 9, 
maka Merger dapat didefi niskan sebagai perbuatan hukum yang dilakukan 
oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan 
lain yang telah ada yang memicu  aktiva dan pasiva dari Perseroan 
yang menggabungkan diri beralih kepada Perseroan yang menerima 
penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang 
menggabungkan diri berakhir sebab hukum.
Contoh perusahaan yang melakukan merger yaitu merger antara XL 
dengan AXIS pada tahun 2014.
 Konsolidasi
Salah satu bentuk lainnya yaitu konsolidasi. Konsolidasi sendiri terjadi jika 
ada beberapa perusahaan (minimal dua) yang bergabung dan membentuk 
sebuah entitas baru. Secara defi nisi UU Perseroan Terbatas Pasal 1 butir 
10 maka, konsolidasi atau peleburan dapat yaitu perbuatan hukum yang 
dilakukan oleh dua Perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara 
mendirikan satu Perseroan baru yang sebab hukum memperoleh aktiva 
dan pasiva dari Perseroan yang meleburkan diri dan status badan hukum 
Perseroan yang meleburkan diri berakhir sebab hukum. Perusahaan yang 
menjadi contoh konkrit yaitu Bank CIMB dari Malaysia dengan Bank Niaga 
dari negara kita  di tahun 2008.
 Akuisisi
sedang untuk defi nisi akusisi sendiri, akusisi yaitu salah satu 
jenis merger dimana salah satu perusahaan mengambil alih kepemilikan 
perusahaan lain sehingga meskipun nama target perusahaan tetap ada tetapi 
kepemilikannya telah beralih kepada perusahaan yang mengakusisi. Proses 
ini sering dikenal juga dengan nama subsidiary merger. Secara defi nisi UU 
PT Pasal 1 butir 11, maka akuisisi atau pengambilalihan dapat didefi niskan 
sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang 
perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang memicu  
beralihnya pengendalian atas Perseroan ini . Contoh perusahaan yang 
melakukan akusisi yaitu Philip Morris Internasional yang mengakuisisi PT 
HM Sampoerna.
JENIS MERGER DAN AKUSISI
Berdasarkan bentuk korelasi yang terjadi antara dua atau lebih perusahaan 
yang melakukan merger dan akuisisi, secara garis besar merger dan akuisisi 
dapat dibedakan menjadi 2 kategori yaitu related dan unrelated (berhubungan 
dan tidak berhubungan) dimana perbedaan itu terletak pada produk/
jasa yang ditawarkan apakah masih berhubungan (contoh: perusahaan 
tekstil dengan perusahaan baju) atau justru tidak ada hubungan sama 
sekali (contoh: perusahaan makanan merger dengan perusahaan mebel). 
Kedua kategori ini  sendiri masih dibagi dalam beberapa tipe dimana 
ada 2 tipe dalam kategori related yaitu vertically related dan horizontally 
related. Hubungan vertikal ini mengacu pada proses merger akusisi pada 2 
perusahaan hulu dan hilir dimana terjadi penggabungan antara produsen/
supplier dengan distributor atau distributor dengan retailer/penjual 
(contoh: Merck dan Merco). sedang hubungan horizontal terjadi jika 
penggabungan ini  melibatkan perusahaan yang saling bersaing / 
kompetitor (contoh: Exxon dan Mobil). Di dalam kategori unrelated dikenal 
pula hubungan konglomerasi (conglomerate) dimana 1 induk perusahaan 
memiliki  banyak perusahaan lainnya di berbagai bidang (contoh: Phillip
Moris dan General Foods). Beberapa peneliti seperti Hughes (1980) dan 
Tirole (1988) langsung membedakan merger menjadi tiga, yaitu horizontal, 
vertical dan conglomerate.
Merger muncul pada akhir abad ke 19 di Amerika Serikat dan sejak saat 
itu telah terjadi masalah -masalah  merger dalam gelombang tertentu. Gelombang 
yang pertama dimulai dengan horizontal merger pada awal 1900an dan 
telah dikenal sebagai merger for monopoly. Perusahaan-perusahaan dengan 
stand alone market share berkonsolidasi membentuk suatu monopoli yang 
besar sehingga memicu adanya hukum antitrust di Amerika Serikat. Hukum 
antitrust yang ketat dimulai pada 1904 dan perang dunia pertama telah 
menjadi faktor yang menghentikan gelombang merger ini.
Gelombang merger yang kedua juga terjadi di Amerika Serikat selama 
dekade 1920an dan dikarakteristikan sebagai vertical merger. Dalam periode 
ini, perusahaan automobil raksasa bermunculan dan sektor public utility juga 
ikut terlibat. Salah satunya yaitu Ford yang menguasai perusahaan supplier 
hingga tahap end user production, misalnya perakitan. Great Depression pada 
tahun 1929 tampaknya menjadi factor berakhirnya gelombang ini.
Selanjutnya pada 1960an muncul gelombang ketiga, merger of 
conglomerate. Pada masa ini banyak perusahaan mengadopsi konsep 
diverisifi kasi dan mengembangkan business line. Saham dari perusahaan 
conglomerate menurun secara signifi kan pada akhir 1960an dimana memaksa 
berhentinya pertumbuhan transaksi ini.
Gelombang keempat, terjadi pada 1980an disebut disciplinary merger. 
Disebut demikian sebab merger-merger pada masa ini sebagian besar terjadi pada lingkungan hostile takeover yang melibatkan replacement dari manajer 
perusahaan target. Industri yang paling berpengaruh oleh gelombang ini 
yaitu Banking and Financial Services.
Pada tahu 1990an, gelombang ke-5 melibatkan merger untuk 
memperbesar ukuran perusahaan. Pemicunya yaitu adanya keyakinan 
bahwa ukuran yaitu hal yang penting dalam persaingan. Kebanyakan 
dari merger-merger ini tidak murni horizontal atau murni conglomerate. 
Sebaliknya, mereka menunjukkan market extension dari perusahaanperusahaan dalam industri yang sama yang melayani non competing market
saat ini atau yang berbeda. Faktor kunci yang memfasilitasi gelombang ini 
yaitu market deregulation dan privatization. Faktor penting lainnya yaitu 
technology shock dari revolusi internet. Merger-merger dalam gelombang ini 
paling mempengaruhi industri Banking dan Financial Services, telekomunikasi, 
entertainment, media dan teknologi. Pada akhir 2000 gelombang ini 
mengalami perlambatan yang tampaknya dipicu collapse pada internet 
stocks dan masalah fi nansial pada industri telekomunikasi.
Akhirnya, dari 2002 hingga saat ini ada  peningkatan mergermerger raksasa pada industri telekomunikasi. Hingga sekarang belum ada 
yang dapat menginterupsi gelombang merger ini. Alasannya mungkin 
sebab pasar fi nancial yang menurun justru membuat perusahaan target 
lebih murah dan yaitu waktu yang tepat untuk mengakuisisi. Akuisisi 
raksasa baru-baru ini terjadi saat Facebook mengakuisisi Whatsapp senilai 
$19 miliar dengan cash dan saham. Meskipun saat akuisisi ada  tantangantantangan yang dihadapi Facebook sebab banyak yang mencemaskan 
penggunaan personal data user Whatsapp oleh Facebook. Namun Facebook 
mengatakan bahwa Facebook dan Whatsapp akan tetap berjalan sebagai 
perusahaan terpisah dan menghargai ketentuan privacy yang ada, termasuk 
tidak memakai  user data untuk tujuan advertising. Hal ini dikarenakan 
Facebook memperoleh sebagian besar revenue dengan menunjukkan iklan 
yang sesuai target user berdasarkan umur, gender dan ciri-ciri lainnya. 
Akuisisi ini tergolong berhasil sebab Whatsapp mengumumkan bahwa 
mereka telah mencapai 500 juta pengguna aktif tak lama sesudah diakuisisi, 
dimana pertumbuhan tercepat terjadi pada negara-negara seperti Brazil, 
India, Mexico dan Russia. Akuisisi ini disebut juga menjadi salah satu cara 
Facebook melakukan ekspansi ke Eropa dan negara-negara berkembangPerusahaan yang membeli (bidder) tentu 
juga perlu mempertimbangkan bagaimana 
membiayai proses merger maupun akusisi 
yang dilakukan. Dalam konteks negara kita , 
salah satu isi dari kelengkapan dokumen 
M&A yang diusulkan perusahaan pembeli 
ke Bapepam-LK berisi mengenai pernyataan 
kecukupan dana yang dikeluarkan oleh 
pihak independen dalam hal ini bank atau perusahaan sekuritas. Metode 
dalam pembayaran M&A biasanya ada 3 cara yaitu memakai  cash secara 
penuh, memakai  surat berharga/saham, atau gabungan dari keduanya. 
Dalam konteks negara kita , model pembayaran dengan kas paling banyak 
dipakai  dibanding metode lainnya. Tentu pemilihan metode ini kembali 
pada kebijakan perusahaan yang disesuaikan dengan kondisi perusahaan 
saat itu. Salah satu contoh akuisisi dengan memakai  kas dapat dilihat 
pada akuisisi detik.com oleh PARA Group pada Juni 2011 sebesar 530 miliar 
rupiah. Namun berbeda halnya dengan akuisisi yang dilakukan atas www.
rumah123.com oleh IPGA Group yang sebelumnya dimiliki oleh Sarotaga 
Group pada Mei 2011. Portal ini diakuisisi dengan model campuran antara 
kassenilai Aus$ 1 juta dan sejumlah besar saham kepemilikan di IPGA.Ada tiga pihak professional yang berperan 
penting biasanya dalam proses merger atau 
akusisi, yakni: penasehat keuangan (fi nancial 
advisor), penasehat hukum (legal advisor) dan 
penengah (arbitrage).
 Penasehat keuangan (fi nancial advisor). 
Beberapa tugas dari penasehat keuangan 
yaitu mengatur pendanaan, administrasi 
keuangan termasuk dalam melakukan 
penilaian atas perusahaan yang menjadi target dari sisi keuangan atau 
lebih dikenal dengan nama business valuation. ada  banyak penasehat 
keuangan dalam dunia global maupun dalam konteks negara kita . Dalam 
konteks global 10 penasehat keuangan terbesar dari sisi nilai transaksi 
yang ditangani secara berurutan sebagai berikut: Goldman Sachs & Co, 
Morgan Stanley, JP Morgan, Deutsche Bank, Barclays, Credit Suisse, 
Citi, Bank of America Merrill Lynch, Lazard, Nomura. Untuk konteks 
di negara kita  hampir semua bank besar dan KAP big-four menawarkan 
jasa penasihat keuangan dibidang Merger dan Akusisi.
 Penasehat hukum (legal advisor).Penasehat hukum membantu organisasi 
bisnis dalam mengevaluasi