syariah

A. Ketentuan Umum Syirkah
1. Pengertian dan Landasan Hukum Syirkah
Secara bahasa syirkah berarti al-Ikhtilah
(percampuran) atau persekutuan dua hal atau lebih, 
sehingga masing-masing sulit dibedakan.Seperti 
persekutuan hak milik atau syirkah usaha. Dalam kamus 
hukum musyarakah berarti serikat dagang, kongsi, 
perseroan, persekutuan.1 Dalam Ensiklopedia Islam 
Indonesia, syirkah, musyarakah, dan syarikah dalam 
bahasa Arab berarti persekutuan, perkongsian, dan 
perkumpulan. Sedangkan dalam istilah fiqh, syirkah 
berarti persekutuan atau perkongsian antara dua orang atau 
lebih u tuk melakukan usaha bersama dengan tujuan 
memperoleh keuntungan.2
. Syirkah yang syar‟i terjadi 
dengan adanya saling ridha antara dua orang atau lebih 
dengan ketentuan setiap orang dari mereka membayar 
jumlah yang jelas dari hartanya, kemudian mereka 
mencari usaha dan keuntungan dengan harta yang ia 
serahkan, dan bagi setiap orang dari mereka ada kewajiban 
pembiayaan sebesar itu pula yang dikeluarkan dari harta 
syirkah.
3
Adapaun syirkah menurut Kompilasi Hukum 
Ekonomi Syariah Pasal 20 (3) adalah kerjasama antara dua 
orang atau lebih dalam hal permodalan, keterampilan, atau 
kepercayaan dalam usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati oleh 
pihak-pihak yang berserikat.4
Islam telah membenarkan seorang muslim untuk 
menggunakan hartanya, baik itu dilakukan dalam bentuk 
kerjasama. Oleh karena itu Islam membenarkan kepada 
mereka yang memiliki modal untuk mengadakan usaha 
dalam bentuk syirkah, apakah itu berupa perusahaan 
ataupun perdagangan dengan rekannya.5
Term syirkah dalam Al-Qur‟an antara lain terdapat 
dalam QS.Shaad(38):24:
...





... 


Artinya: "...Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang￾orang yang berserikat itu sebahagian mereka 
berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, 
kecuali orang-orang yang beriman dan 
mengerjakan amal yang saleh; dan Amat 
sedikitlah mereka ini”...6
Ayat diatas merupakan komentar atau pun putusan 
Daud As. Atas perkara yang dihadapinya itu 
sesungguhnya aku bersumpah bahwa ia benar-benar telah 
menzalimimu dengan meminta menggabungkan 
kambingmu yang hanya seekor itu dengan kambing￾kambingnya yang jumlahnya berlipat-lipat ganda dari 
milikmu. Memang banyak orang yang berserikat yang 
saling merugikan satu sama lain, kecuali orang-orang yang 
berimandan terbukti keimannya dengan selalu beramal shaleh. Tetapi amat sedikit mereka yang seperti itu 
sikapnya7
.
Ucapan Nabi Daud As. ini bukanlah putusan tetapi 
komentar tentang ucapan si pengadu itu, seakan-akan 
beliau berkata, sesungguhnya akau bersumpah bahwa dia 
telah menzalimimu kalau pengaduan itu benar.Sementara 
ulama memahami peristiwa yang diuraikan ayat diatas 
adalah pristiwa yang benar-benar terjadi dan pelakunya 
adalah dua orang manusia yang berperkara serta 
mngharapkan putusan8
Pelaksanaan dalam Islam juga didasari kepada hadits 
yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah 
SAW bersabda:
Artinya “ aku ini ketiga dari dua orang yang 
berserikat, selama salah seorang mereka tidak 
menghianati temannya. Apabila salah seorang telah 
menghianati temannya aku keluar dari antara mereka. 
(Riwayat Abu Daud )10
Sayid Sabiq menjelaskan kembali bahwa Allah SWT 
akan memberi berkah keatas harta perkumpulan dan 
memelihara keduanya (mitra kerja) selama merekamenjaga hubungan baik dan tidak saling mengkhianati. 
Apabila salah seorang berlaku curang niscaya Allah SWT 
akan mencabut berkah dari hartanya.11
Maksud hadits tersebut adalah Allah SWT menjaga 
dan memberkahi harta orang-orang yang melakukan 
syirkah, selama salah seorang dari mereka tidak 
berkhianat.
2. Rukun dan syarat syirkah
Dalam melaksanakan suatu perikatan Islam harus 
memenuhi rukun dan syarat yang sesuai dengan hukum 
Islam.Rukun adalah suatu unsur yang merupakan bagian 
yang tak terpisahkan dari suatu perbuatan atau lembaga 
yang menentukan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dan 
ada atau tidak adanya sesuatu itu.12
Secara umum rukun syirkah ada tiga, yaitu:
a. Sighat atau ijab qabul, yaitu ungkapan yang keluar dari 
masing-masing kedua belah pihak yang bertransaksi 
yang menunjukkan kehendak untuk melaksanakannya.
b. Orang yang berakad yaitu dua belah pihak yang 
melakukan transaksi. Syirkah tidak sah kecuali dengan 
adanya kedua pihak ini. Disyaratkan bagi keduanya 
adanya kelayakan melakukan transaksi yaitu baligh, 
berakal, pandai dan tidak dalam pengampuan.
c. Objek akad yakni modal dan pekerjaan yaitu modal 
pokok syirkah. Ini bisa berupa harta ataupun pekerjaan. 
Modal syirkah ini harus ada, maksudnya adalah harta 
tersebut bukanlah harta terhutang atau harta yang tidak 
diketahui karena tidak dapat dijalankan sebagaimana 
yang menjadi tujuan syirkah, yaitu mendapatkan 
keuntungan.13
Rukun syirkah menurut Sayyid Sabiq yaitu adanya 
ijab dan qabul.Maka sah dan tidaknya syirkah tergantung 
pada ijab dan qabulnya.Maka dalam hal ini syirkah
tersebut dapat dilaksanakan dengan catatan syarat-syarat 
syirkah telah terpenuhi.Sedangkan syarat sahnya syirkah
perlu diketahui yaitu sesuatu yang tergantung padanya 
keberadaan hukum syar‟i dan syirkah berada diluar hukum 
itu sendiri, yang ketiadaannya menyebabkan hukumpun 
tidak ada.14
Dalam Fikih Islam Lengkap: Penjelasan Hukum￾hukum Islam Madzhab Syafi’i dijelaskan bahwa syarikah 
itu memiliki lima syarat:
1. Ada barang yang berharga yang berupa dirham dan 
dinar.
2. Modal dari kedua pihak yang terlibat syarikah harus 
sama jenis dan macamnya.
3. Menggabungkan kedua harta yang dijadikan modal.
4. Masing-masing pihak mengizinkan rekannya untuk 
menggunakan harta tersebut.
5. Untung dan rugi menjadi tanggungan bersama.
Dalam Kifayatul Akhyar syarat-syarat yang harus 
dipenuhi sebelum melakukan syarikahyaitu:
Artinya: Benda (harta) atau modal yang disyirkahkan dinilai 
dengan uang.Modal yang diberikan itu sama dalam 
hal jenis dan macamnya.Modal tersebut digabung 
sehingga tidak dapat dipisahkan antara modal yang 
satu dengan yang lainnya.Satu sama lainnya 
membolehkan untuk membelanjakan harta 
tersebut.Keuntungan dan kerugian diterima sesuai 
dengan ukuran harta atau modal masing-masing 
atau menurut kesepakatan antara pemilik modal.16
Selain itu ada pula syarat-syarat umum syirkah 
menurut Abdul Aziz Dahlan yaitu:
1. Syirkah merupakan transaksi yang bisa diwakilkan.
2. Pembagian keuntungan diantara yang berserikat jelas 
persentasinya.
3. Pembagian keuntungan diambil dari laba syirkah, 
bukan dari harta lain.17
Setelah mengetahui berbagai perspektif pemahaman 
tentang syirkah, hal yang terpenting ditinjau yaitu dari segi 
akad.Karena pada akad itulah suatu perjanjian ditentukan. 
Pada dasarnya, syarat secara garis besar telah menentukan 
bagi tiap-tiap akad transaksi batasan tertentu untuk 
merealisir hajad masing-masing pihak sehingga tidak perlu 
menambah syarat tertentu diluar syarat syar‟i, namun
kadang-kadang batasan yang ada tidak terpenuhi apa yang 
dikehendaki pihak-pihak yang berakad sehingga 
membutuhkan syarat tambahan.
Para ulama‟ membagi syarat akad kepada dua:
1. Syarat Syar‟i
Syarat syar‟i adalah syarat itu sebagai sebab, 
misalnya nikah merupakan syarat wajib dan rajam bagi 
pelaku zina.Dan adakalanya syarat itu untuk sah hukum 
misalnya kesaksian dalam akad nikah, itu merupakan 
syarat untuk hukum agar pernikahan sah.18
2. Syarat Ja‟li
Syarat ini merupakan suatu syarat yang timbul 
dari perbuatan dan kehendak manusia yang menjadi 
suatu keharusan pada suatu akad (transaksi) yang 
berhubungan dengan syarat tersebut. Apabila syarat 
tidak dilengkapi maka akadpun tidak sah atau dengan 
ungkapan lain meletakkan suatu perkara yang tidak ada 
dengan menggunakan ungkapan tertentu.
Adapun pelaku akad adalah orang yang 
melangsungkan akad dan darinya keluar ijab dan 
qabul.Tidak semua manusia layak menjadi pelaku akad 
dan dinilai sah ijab qabulnya. Diantara mereka ada 
yang pernyataannya sah dalam seluruh akad dan 
tasharruf secara mandiri, tanpa tergantung persetujuan 
orang lain. Kelayakan tersebut disebabkan oleh sejauh 
mana kelayakan yang dimiliknya. Adapun syarat-syarat 
orang yang dikatakan layak untuk berakad diantaranya: 
telah baligh dan berakal sehat.19
Adapun syarat-syarat akad syirkah yaitu:
1. Ucapan, tidak ada bentuk khusus dari kontrak 
musyarakah. Ia dapat berbentuk pengucapan yang 
menunjukkan tujuan. Berakad dianggap sah jika 
diucapkan secara verbal atau ditulis. Kontrak 
musyarakah dicatat dan disaksikan.
2. Pihak yang berkontrak, disyaratkan bahwa mitra 
harus kompeten dalam memberikan atau diberikan 
kekuasaan perwakilan.
Objek kontrak, yaitu dana dan kerja. Dimana modal 
yang diberikan harus uang tunai, emas, perak, atau 
yang bernilai sama. Para ulama menyepakati hal ini. 
Beberapa ulama memeberi kemungkinan pula bila 
modal berwujud aset perdagangan seperti barang￾barang, perlengkapan dan sebagainya. Bahkan dalam 
bentuk hak yang tidak terlihat seperti lisensi, hak 
paten dan sebagainya. Bila dilakukan menurut 
kalangan ulama ini, seluruh modal tersebut harus 
dinilai lebih dahulu secara tunai dan disepakati para 
mitranya. Kemudian partisipasi para mitra dalam 
pekerjaan musyarakah adalah ketentuan dasar. Tidak 
dibenarkan bila salah seorang diantara mereka 
menyatakan tak akan ikut serta menangani pekerjaan 
dalam kerjasama itu. Namun tidak ada keharusan 
mereka untuk menanggung beban kerja secara sama. 
Salah satu pihak boleh menangani pekerjaan lebih 
banyak dari yang lain dan berhak menuntut 
pembagian keuntungan lebih bagi dirinya.20Pada 
dasarnya prinsip yang dikembangkan dalam syirkah
adalah prinsip keadilan dalam kemitraan antara 
pihak yang terkait untuk meraih keuntungan, prinsip 
ini dapat ditemukan dalam prinsip Islam yaitu 
ta’awun dan ukhuwah dalam sektor bisnis, dalam hal
ini syirkah merupakan bentuk kerjasama antara 
pemilik modal untuk mendirikan suatu usaha 
bersama yang lebih besar atau kerjasama antara 
pemilik modal yang tidak memiliki keahlian dalam 
menjalankan usaha dengan pihak yang tidak 
memiliki modal atau yang memerlukan modal 
tambahan, bentuk kerjasama antara pemilik modal 
dan pengusaha merupakan suatu pilihan yang lebih 
efektif untuk meningkatkan etos kerja.
3. Berakhirnya Syirkah
Dalam Ensiklopedia Hukum Islam, ulama fiqih 
mengemukakan beberapa hal yang dapat membatalkan 
atau menunjukkan berakhirnya akad syirkah secara umum 
yaitu:
a. Salah satu pihak mengundurkan diri, karena menurut 
ahli fiqih akad syirkah itu tidak bersifat dalam arti 
boleh dibatalkan.
b. Salah satu pihak yang berserikat meninggal dunia.
c. Salah satu pihak kehilangan kecakapannya dalam 
bertindak hukum, seperti gila yang sulit 
disembuhkan.
d. Salah satu pihak murtad (keluar dari agama Islam) 
dan melarikan diri ke negeri yang berperang dengan 
negeri muslim karena orang seperti ini dianggap 
sebagai sudah wafat.
 Ulama fikih mengemukakan hal-hal yang membuat 
berakhirnya akad syirkah secara khusus, jika dilihat dari 
bentuk syirkah yang dilakukan yaitu sebagai berikut:
a. Dalam syirkah al-Amwal, akad syirkah dinyatakan 
batal apabila semua atau sebagian modal syirkah
hilang karena objek dalam syirkah ini adalah harta. 
Dengan hilangnya harta syirkah berarti syirkah itu 
berakhir.
b. Dalam syirkah al-Mufawadhah, modal masing-masing 
pihak tidak sama kualitasnya, karena al-Mufawadhah
itu sendiri berarti persamaan, baik dalam modal, kerja 
keuntungan yang dibagi.21
B. Pembagian Jenis dan Macam Syirkah
Dalam Ensiklopedi Fikih Muamalah syirkah dibagi 
menjadi tiga macam yaitu:22
1. Syirkah Ibahah yaitu orang pada umumnya berserikat 
dengan hak milik untuk mengambil atau menjaga sesuatu 
yang mubah yang pada asalnya tidak dimiliki oleh 
seorangpun.
2. Syirkah Milk yaitu jika dua orang atau lebih memiliki 
suatu barang atau hutang secara bersama-sama karena 
suatu sebab kepemilikan seperti membeli, hibah, dan 
menerima wasiat.
3. Syirkah al-‘Aqad yaitu syirkah yang dimaksud dalam 
terminologi ahli fikih. Yaitu suatu istilah mengenai 
transaksi antara dua orang atau lebih untuk bekerja secara 
komersial melalui modal atau pekerjaan atau jaminan 
nama baik (al-Wujuh) agar keuntungan dan kerugian 
ditanggung bersama.23
Namun pada garis besarnya syirkah dibedakan menjadi 
dua yaitu:
a. Syirkah Milk yaitu persekutuan dua orang atau lebih 
dalam pemilikan suatu barang. Syirkah Milk dapat 
diartikan sebagai kepemilikan bersama antara pihak 
yang berserikat dan keberadaannya muncul pada saat 
dua orang atau lebih secara kebetulan memperoleh 
kepemilikan bersama atas suatu kekayaan tanpa 
adanya perjanjian kemitraan yang resmi. Syirkah Milk
biasanya berupa warisan. Pendapat atas barang 
warisan ini akan dibagi hingga porsi hak atas waris itu 
sampai dengan barang warisan itu dijual.24
Jenis syirkah ini dibedakan menjadi dua macam yaitu:
1. Ijbariyah
Artinya: berkumpulnya dua orang atau lebih dalam 
pemilikan suatu benda secara paksa.25
Syirkah ini terjadi tanpa adanya kehendak masing￾masing pihak. Seperti persekutuan diantara ahli waris 
terhadap harta warisan tertentu sebelum dilakukan 
pembagian.26
.
2. Ikhtiyariyah
Artinya: berkumpulnya dua orang atau lebih dalam 
pemilikan benda dengan ikhtiyar keduanya.
Syirkah ini terjadi atas perbuatan dan kehendak pihak￾pihak yang berserikat.Seperti ketika dua orang yang 
sepakat berserikat untuk membeli sebuah rumah secara 
patungan.Ikhtiyari adalah dua orang yang dihibahkan 
atau diwariskan sesuatu, lalu mereka berdua menerima, 
maka barang yang dihibahkan dan diwasiatkan itu 
menjadi milik mereka berdua, maka barang yang dibeli 
itu disebut sebagai syirkah milk (amlak).28
b. Syirkah ‘Uqud yaitu perserikatan antara dua pihak atau 
lebih dalam usaha, modal dan keuntungan. Berikut ini 
adalah pengertian umum tentang macam-macam 
syirkah ‘uqud.
1. Syirkah al-Amwal adalah perseikatan antara dua 
pihak pemodal atau lebih dalam usaha tertentu 
dengan mengumpulkan modal bersama dan membagi 
keuntungan dan resiko kerugian berdasarkan 
kesepakatan.
Syirkah al-Amwal terdapat dalam Pasal 146 dan 
147 KHES. Pasal 146 KHES menjelaskan “Dalam 
kerjasama modal, setiap anggota syirkah harus 
menyertakan modal berupa uang tunai atau barang 
berharga”. Dalam Pasal 147 KHES dijelaskan pula 
“Apabila kekayaan anggota yang akan dijadikan 
modal syirkah bukan berbentuk uang tunai, maka 
kekayaan tersebut harus dijual dan/atau dinilai 
terlebih dahulu sebelum melakukan akad 
kerjasama”.29
2. Syirkah al-Inan adalah perserikatan dimana posisi 
dan komposisi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya 
adalah sama, baik dalam hal modal, pekerjaan 
maupun dalam hal keuntungan maupun resiko 
kerugian. Syirkah Inan diatur dalam Pasal 173 
sampai dengan 177 Kompilasi Hukum Ekonomi 
Syariah.
Pasal 173: (1) Syirkah inan dapat dilakukan 
dalam bentuk kerjasama modal 
sekaligus kerjasama keahlian dan 
atau kerja.
 (2) Pembagian keuntungan dan atau 
kerugian dalam kerjasama modal 
dan kerja ditetapkan berdasarkan 
kesepakatan.
Pasal 174: Dalam syirkah al-„Inan berlaku 
ketentuan yang mengikat para 
pihak dan modal yang disertakan.
Pasal 175: (1) Para pihak dalam syirkah al-„inan 
tidak wajib untuk menyerahkan 
semua uangnya sebagai sumber 
dana modal.
 (2) Para pihak dibolehkan 
mempunyai harta yang terpisah 
dari modal syirkah al-„inan.
Pasal 176: Akad syirkah „inan dapat 
dilakukan pada perniagaan umum 
dan atau perniagaan khusus.
Pasal 177: (1) Nilai kerugian dan kerusakan 
yang terjadi bukan karena 
kelalaian para pihak dalam syirkah 
al-„inan, wajib ditanggung secara 
proporsional.
 (2) Keuntungan yang diperoleh dalam 
syirkah „inan dibagi secara 
proporsioanal.30
Syirkah „inan merupakan perserikatan dalam
pengelolaan harta oleh dua orang, mereka 
memperdagangkan harta tersebut dengan keuntungan 
dibagi sama rata.31Ulama fiqih sepakat disyari‟atkan 
dan dibolehkan syirkah inan. Syirkah seperti ini telah 
dipraktekan pada zaman Nabi SAW beliau 
mengadakan syirkah dengan as-Sa‟ib ibnu Abi as￾Sa‟ib kemudian al-Bara‟ ibnu „Azib dan Zaid ibnu 
al-Aqram bergabung. Beliau mengakui keanggotaan 
mereka berdua.Begitu pula kaum muslimin sejak 
awal munculnya Islam sampai sekarang selalu 
menerapkan syirkah inan.
32
Adapun syarat-syarat keabsahannya sebagai berikut:
a. Hendaknya syirkah dilakukan sesama muslimin, 
karena non muslim tidak bisa dijamin bisa 
meninggalkan interaksi dengan riba atau tidak 
memasukkan harta haram ke dalam syirkah
kecuali hak menjual di tangan orang muslim 
maka tidak salahnya melibatkan non muslim 
tersebut akan memasukkan harta haram ke dalam 
syirkah.
b. Besarnya modal dan bagian para sekutu harus 
diketahui, karena keuntungan dan kerugian sangat 
terkait dengan diketahuinya modal dan saham.
c. Keuntungan dibagi berdasarkan jumlah saham.
d. Jika saham berupa uang, namun ada seorang yang 
memiliki komoditi ingin ikut bergabung dalam 
syirkah, maka komoditinya di hargai dengan uang 
sesuai dengan harga pada hari itu.
e. Pekerjaan harus diatur sesuai dengan banyak 
tidaknya saham sama seperti dalam pembagian 
keuntungan dan kerugian.
f. Jika salah seorang sekutu meninggal dunia, 
syirkah menjadi batal, jika misalnya ia gila, ahli 
waris atau walinya berhak membatalkan syirkah
atau mempertahankannya berdasarkan akad 
terdahulu.
Dalam Pasal 174 KHES menyebutkan dalam 
syirkah ‘inan berlaku ketentuan yang mengikat para 
pihak dan modal yang disertakannya. Namun dalam 
Pasal 175 dijelaskan bahwa para pihak tidak wajib 
menyerahkan semua uangnya sebagai sumber dana 
modal. Dan para pihak dibolehkan mempunyai harta 
yang terpisah dari modal syirkah ‘inan.Jadi tidak 
terbatas dalam syirkah ‘inan tersebut berapa modal 
yang diserahkan, dan para pihak tidak wajib untuk 
menyerahkan semua hartanya, karena dalam syirkah 
‘inan harta pribadi dan harta bersama dalam syirkah
terpisah.34
3. Syirkah al-A’mal atau syirkah abdan adalah 
perserikatan dua pihak pekerja atau lebih untuk 
mengerjakan suatu pekerjaan. Hasil atau upah dari 
pekerjaan tersebut dibagi sesuai dengan kesepakatan 
bersama. Syirkah abdan diatur dalam Pasal 148 
sampai 164 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
Pasal 148: (1) Suatu pekerjaan mempunyai nilai 
apabila dapat dihitung dan diukur.
 (2) Suatu pekerjaan dapat dihargai 
dan dinilai berdasarkan jasa dan 
atau hasil.
Pasal 149: (1) Jaminan boleh dilakukan terhadap 
akad kerjasama-pekerjaan.
 (2) Penjamin akad kerjasama￾pekerjaan berhak mendapatkan 
imbalan sesuai kesepakatan.
Pasal 150: (1) Suatu akad kerjasama-pekerjaan 
dapat dilakukan dengan syarat 
masing-masing pihak mempunyai 
keterampilan untuk bekerja.
 (2) Pembagian tugas dalam akad 
kerjasama-pekerjaan, dilakukan 
berdasarkan kesepakatan.
Pasal 151: (1) Para pihak yang melakukan akad 
kerjasama-pekerjaan dapat 
menyertakan akad ijarah tempat 
dan atau upah karyawan 
berdasarkan kesepakatan.
 (2) Dalam akad kerjasama-pekerjaan 
dapat berlaku ketentuan yang 
mengikat para pihak dan modal 
yang disertakan.
Pasal 152: Para pihak dalam syirkah abdan 
dapat menerima dan melakukan 
perjanjian untuk melakukan 
pekerjaan.
Pasal 153: (1) Para pihak dalam syirkah abdan 
dapat bersepakat untuk 
mengerjakan pesanan bersama￾sama.
 (2) Para pihak dalam syirkah abdan 
dapat bersepakat untuk 
menentukan satu puhak untuk 
mencari dan menerima pekerjaan, 
serta pihak lain yang 
melaksanakan.
Pasal 154: (1) Semua pihak yang terikat dalam 
syirkah abdan wajib melaksanakan 
pekerjaan yang telah diterima oleh 
anggota syirkah lainnya.
 (2) Semua pihak yang terikat dalam 
syirkah abdan dianggap telah 
menerima imbalan jika imbalan 
tersebut telah diterima oleh 
anggota syirkah lain.
Pasal 155: (1) Bila pemesan mensyaratkan agar 
salah satu pihak dalam akad 
kerjasama–pekerjaan melakukan 
sesuatu pekerjaan, maka pihak 
yang bersangkutan harus 
mengerjakannya.
(2) Pihak yang akan mengerjakan 
sebagaimana dimaksud pada ayat 
(1) di atas, dapat melaksanakan 
pekerjaan setelah mendapat izin 
dari anggota syirkah yang lain.
 (3) Pihak yang melakukan pekerjaan 
sebagaimana dimaksud pada ayat 
(2) di atas, berhak mendapatkan 
imbalan tambahan dari 
pekerjaannya.
Pasal 156: (1) Pembagian keuntungan dalam 
akad kerjasama-pekerjaan 
dibolehkan berbeda dengan 
pertimbangan salah satu pihak 
lebih ahli.
 (2) Apabila pembagian keuntungan 
yang diterima oleh para pihak 
tidak ditentukan dalam akad, maka 
keuntungan dibagikan berimbang 
sesuai dengan modal.
Pasal 157: Kesepakatan pembagian 
keuntungan dalam akad kerjasama 
pekerjaan didasarkan atas modal 
dan atau kerja.
Pasal 158: Para pihak yang melakukan akad 
kerjasama-pekerjaan boleh 
menerima uang muka.
Pasal 159: Karyawan yang bekerja dalam 
akad kerjasama-pekerjaan 
dibolehkan menerima sebagian 
imbalan sebelum pekerjaannya 
selesai.
Pasal 160: Penjamin dalam akad kerjasama￾pekerjaan dibolehkan menerima 
sebagian imbalan sebelum 
pekerjaannya selesai.
Pasal 161: Para pihak yang tidak 
menjalankan pekerjaan sesuai dengan 
kesepakatan dalam akad kerjasama￾pekerjaan, harus mengembalikan uang 
muka yang telah diterimanya.
Pasal 162: Hasil pekerjaan dalam transaksi 
kerjasama-pekerjaan yang tidak sama 
persis dengan spesifikasi yang telah 
disepakati, diselesaikan secara 
musyawarah.
Pasal 163: Kerusakan hasil pekerjaan yang 
berada pada salah satu pihak yang 
melakukan akad kerjasama-pekerjaan 
bukan karena kelalaiannya, pihak 
bersangkutan tidak wajib menggantinya.
Pasal 164: (1) Akad kerjasama-pekerjaan 
berakhir sesuai dengan kesepakatan.
 (2) Akad kerjasama-pekerjaan batal jika
terdapat pihak yang melanggar 
kesepakatan.35
Syirkah abdan juga dinyatakan sah walau dengan 
profesi yang berbeda. Alasan dibolehkannya syirkah 
abdan adalah adanya hadis yang diriwayatkan Abu 
Ubaidah dari Abdullah:
Dari Abdullah bin Mas‟ud ra. berkata “Aku, Ammar 
dan Said pernah bersyirkah dalam perolehan bagian 
perang Badar. (HR. Nasa‟i).
Mengenai persyaratan samanya dua modal, 
harus tunai dan disyaratkan adanya akad, hal itu 
tidak beralasan.Tetapi dengan hanya sama-sama 
rela, harta dikumpulkan diperdagangkan, itu sudah 
cukup.Juga tidak ada larangan dua orang yang 
berserikat untuk membeli sesuatu dengan ketentuan 
bahwa masing-masing mendapatkan bagian sesuai 
dengan permodalan atau usaha yang dikenal dengan 
syirkah inan.
36
Pembagian laba dalam syirkah ini bergantung 
pada tanggungan bukan pada pekerjaan.Apabila 
salah seorang pekerja berhalangan tidak dapat 
melaksanakan pekerjaan, keuntungan tetap dibagi 
dua, sesuai dengan kesepakatan.Pernyataan ini 
membawa konsekuensi bahwa pekerjaan yang 
dilakukan masing-masing anggota syirkah dapat 
berbeda-beda begitu juga dengan keuntungan yang 
diperoleh.Resikonya masing-masing pihak 
bertanggung jawab terhadap pekerjaan anggota 
lainnya.Jika terjadi hal-hal yang berakibat kerugian 
di pihak yang memberi pekerjaan, hal itu menjadi 
tanggungjawab seluruh anggota syirkah.Masing￾masing dapat dituntut membayar ganti kerugian 
disesuaikan dengan perbandingan upah masing￾masing.Tidak dibebankan kepada anggota yang 
mengakibatkan timbulnya kerugian tersebut.37
Syirkah abdan menurut Pasal 148 Kompilasi 
hukum Ekonomi Syariah merupakan suatu pekerjaan 
yang mempunyai nilai apabila dapat dihitung dan 
diukur berdasarkan jasa dan/atau hasil. Dalam suatu 
akad kerjasama, pekerjaan dilakukan dengan syarat 
masing-masing pihak mempunyai keterampilan untuk 
bekerja dan pembagian tugas dalam akad kerjasama 
pekerjaan dilakukan berdasarkan kesepakatan.
4. Syirkah al-Mufawadhah adalah sebuah perserikatan 
dimana posisi dan komposisi pihak-pihak yang 
terlibat di dalamnya adalah sama, baik dalam hal 
modal, pekerjaan maupun dalam hal keuntungan dan 
resiko kerugian. Dalam arti istilah, syirkah 
mufawadhah didefinisikan oleh Wahbah Zuhaili 
yaitu suatu akad yang dilakukan oleh dua orang atau 
lebih untuk bersekutu (bersama-sama) dalam 
mengerjakan suatu perbuatan dengan syarat 
keduanya sama dalam modal, tasarruf dan 
agamanya, dan masing-masing peserta menjadi 
penanggung jawab atas yang lainnya di dalam hal￾hal yang wajib dikerjakan, baik berupa penjualan 
maupun pembelian.38
Pada syirkah mufawadhah terdapat dalam 
Pasal 165 sampai dengan 172 Kompilasi Hukum 
Ekonomi Syariah.
Pasal 165: Kerjasama untuk melakukan usaha 
boleh dilakukan dengan jumlah 
modal yang sama dan keuntungan 
dan atau kerugian dibagi sama.
Pasal 166: Pihak dan atau para pihak yang 
melakukan akad kerjasama 
mufawwadhah terikat dengan 
perbuatan hukum anggota syirkah
lainnya.
Pasal 167: Perbuatan hukum yang dilakukan 
oleh para pihak yang melakukan 
akad kerjasama-mufawwadhah 
dapat berupa pengakuan utang, 
melakukan penjualan, pembelian, 
dan atau penyewaan.
Pasal 168: Benda yang rusak yang telah 
dijual oleah salah satu pihak 
anggota akad kerjasama￾mufawwadhah kepada pihak lain, 
dapat dikembalikan oleh pihak
pembeli kepada salah satu pihak 
anggota syirkah.
Pasal 169: (1) Suatu benda yang rusak yang 
 sudah dibeli oleh salah satu 
 pihak anggota akad kerjasama-
 mufawwadhah, dapat 
 dikembalikan oleh pihak 
 anggota yang lain kepada pihak 
 penjual.
 (2) Pihak penjual dan atau pembeli 
 sebagaimana dimaksud pada 
 ayat (1) di atas, dapat menuntut 
 barang itu dari anggota syirkah 
 yang lain berdasarkan jaminan.
Pasal 170: Kerjasama-mufawwadhah 
disyaratkan bahwa bagian dari tiap 
anggota syirkah harus sama, baik 
dalam modal maupun keuntungan.
Pasal 171: Setiap anggota dalam akad 
kerjasama-mufawwadhah dilarang 
menambah harta dalam bentuk 
modal (uang tunai atau harta 
tunai) yang melebihi dari modal 
kerjasama.
Pasal 172: Jika syarat dalam akad syirkah 
mufawwadhah tidak terpenuhi, 
maka kerjasama tersebut dapat 
diubah berdasarkan kesepakatan 
para pihak menjadi syirkah al-
„inan.39
Dalam Pasal 166 dan 167 KHES yang 
menjelaskan bahwa pihak dan/atau para pihak yang 
melakukan akad kerjasama mufawadhah terikat 
dengan perbuatan hukum anggota syirkah lainnya, 
yang mana perbuatan hukum yang dilakukan oleh 
para pihak yang melakukan akad kerjasama 
mufawadhah ini bukan hanya jual beli saja 
melainkan bisa berupa pengakuan utang atau 
penyewaan. Ketentuan dalam Pasal 165 syirkah 
mufawadhah yaitu kerjasama untuk melakukan 
usaha boleh dilakukan dengan jumlah modal yang 
sama dan keuntungan dan/atau kerugian dibagi 
sama. Dalam akad kerjasama mufawadhah dapat 
berupa pengakuan utang, melakukan penjualan, 
pembelian dan/atau penyewaan.40 Oleh karena itu 
keduanya sama dalam hal modal dan keuntungan, 
sehingga tidak boleh jika salah satu pihak memiliki 
modal yang lebih besar dari yang lain. Seluruh 
modal yang telah dikeluarkan kedua belah pihak 
harus masuk dalam syirkah, selain itu keduanya 
harus memiliki kekuasaan yang sama dalam 
pengelolaan harta. Sehingga tidak sah hukumnya 
perserikatan antara anak-anak dengan orang 
dewasa.Tidak sah pula jika pengeluaran harta salah 
seorang pihak lebih banyak dari pengeluaran yang 
lainnya.
Adapun keuntungan yang diperoleh dalam 
syirkah ini dibagi sesuai dengan kesepakatan, 
sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan jenis 
syirkahnya, yaitu ditanggung oleh para pemodal 
sesuai porsi modal (jika berupa syirkahinan), atau 
ditanggung pemodal saja (jika berupa syirkah 
mudharabah), atau ditanggung mitra-mitra usaha 
berdasarkan persentase barang dagangan yang 
dimiliki (jika berupa syirkah wujuh). Contohnya: A 
adalah pemodal, berkontribusi modal kepada B dan 
C, dua Insinyur Teknik Sipil yang sebelumnya 
sepakat bahwa masing-masing berkontribusi kerja. 
Kemudian B dan C juga sepakat untuk berkontribusi 
modal, untuk membeli barang secara kredit atas 
dasar kepercayaan pedagang kepada B dan C.
Dari definisi tersebut juga dapat diketahui 
bahwa dalam syirkah mufawadhah terdapat syarat￾syarat yang harus dipenuhi yaitu:
a. Jumlah modal sama. Apabila salah satu kongsi 
memiliki lebih banyak modal, maka tidak sah 
sebagai syirkah mufawadhah.
b. Cakap bertindak hukum (tidak dibawah 
pengampuan).
c. Memiliki kesamaan agama, syirkah mufawadhah
tidak boleh pada muslim dengan nonmuslim.
d. Masing-masing menjadi penjamin atas lainnya 
dalam jual beli.
Jika semua hal di atas sama, maka syirkah
dinyatakan sah dan masing-masing menjadi wakil 
perkongsian dan sebagai penjamin, sehingga semua 
akad dan tindakannya akan dimintakan 
pertanggungjawaban oleh kongsi lainnya.
5. Syirkah wujuh adalah perserikatan antara dua orang 
atau lebih dalam membeli sesuatu dengan 
tanggungjawab keduanya. Jika mendapat untung 
maka dibagi dua sesuai dengan syarat yang mereka 
tetapkan. Dinamakan demikian karena tidak 
memiliki modal dan akan dilepaskan barang itu 
kepada keduanya hanya atas dasar tanggungjawab 
keduanya, kemudian menjual dengan kepercayaan 
itu. Dan keuntungan dibagi sesuai dengan 
kesepakatan.41
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa 
syirkah wujuh merupakan kerjasama tanpa modal, 
mereka berpegang pada kepercayaan para pedagang 
terhadap mereka. Dengan demikian transaksi yang 
dilakukan adalah dengan cara berutang dengan 
perjanjian tanpa pekerjaan dan tanpa harta (modal)
Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah 
dalam Pasal 140 sampai dengan 145.
Pasal 140: (1) Kerjasama dapat dilakukan antara 
pihak pemilik benda dengan pihak 
pedagang karena saling percaya.
 (2) Dalam kerjasama sebagaimana 
dimaksud pada ayat (1) di atas, 
pihak pedagang boleh menjual 
benda milik pihak lain tanpa 
menyerahkan uang muka atau 
jaminan berupa benda atau surat 
berharga lainnya.
 (3) Pembagian keuntungan dalam 
syirkah wujuh ditentutan 
berdasarkan kesepakatan.
 (4) Benda yang tidak laku dijual, 
dikembalikan kepada pihak 
pemilik.
 (5) Apabila barang yang diniagakan 
rusak karena kelalaian pihak 
pedagang, maka pihak pedagang 
wajib mengganti kerusakan 
tersebut.
Pasal 141: (1) Setiap anggota syirkah mewakili 
anggota lainnya untuk melakukan 
akad dengan pihak ketiga dan atau 
menerima pekerjaan dari pihak 
ketiga untuk kepentingan syirkah.
 (2) Masing-masing anggota syirkah 
bertanggung jawab atas risiko 
yang diakibatkan oleh akad yang 
dilakukannya dengan pihak ketiga 
dan atau menerima pekerjaan darp 
pihak ketiga untuk kepentingan 
syirkah.
 (3) Seluruh anggota syirkah 
bertanggung jawab atas risiko 
yang diakibatkan oleh akad dengan 
pihak ketiga yang dilakukan oleh salah 
satu anggotanya yang dilakukan atas 
persetujuan anggota syirkah lainnya.
Pasal 142: Dalam semua bentuk akad syirkah 
disyaratkan agar pihak-pihak yang 
bekerjasama harus cakap melakukan 
perbuatan hukum.
Pasal 143: Suatu akad kerjasama dengan saham 
yang sama, terkandung syarat suatu 
akad jaminan/kafalah.
Pasal 144: Suatu kerjasama dengan saham yang 
tidak sama, hanya termasuk akad 
keagenan/wakalah, dan tidak 
mengandung akad jaminan/kafalah.
Pasal 145: Setelah suatu akad diselesaikan yang 
tidak dicantumkan adanya suatu bentuk 
jaminan, maka para pihak tidak saling
menjamin antara yang satu dengan 
yang lain.42
Pembagian syirkah wujuh ditentukan 
berdasarkan kesepakatan.43 Jika kesepakatan di awal 
dibagi sesuai modal, maka pembagiannya sesuai 
modal, namun jika kesepakatan keuntungan dibagi 
rata, maka keuntungan tersebut dibagi rata.
6. Syirkah al-Mudharabah adalah perserikatan antara 
pihak pemilik modal dengan pihak yang ahli dalam 
berdagang atau pengusaha, dimana pihak pemodal 
menyediakan seluruh modal kerja. Dengan demikian 
mudharabah dapat dikatakan sebagai syirkah antara 
modal satu pihak dan pekerjaan pada pihak lain. 
Keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, 
sedangkan kerugian ditanggung oleh pihak
pemodal.44 Dalam Pasal 139 Kompilasi Hukum 
Ekonomi Syariah disebutkan:
a. Kerjasama dapat dilakukan antara pemilik modal 
dengan pihak yang mempunyai keterampilan 
untuk menjalankan usaha.
b. Dalam kerjasama mudharabah, pemilik modal 
tidak turut serta dalam menjalankan perusahaan.
c. Keuntungan dalam kerjasama mudharabah dibagi
berdasarkan kesepakatan dan kerugian 
ditanggung hanya oleh pemilik modal.45
Dalam ketentuan di atas maka terlihat bahwa 
kerjasama dalam syirkah mudharabah ini tidak 
semua hasil ada modal.Jadi pihak satu yang 
memberi modal dan pihak lainnya sebagai orang 
yang mempunyai keterampilan.Dengan ketentuan 
tersebut maka pembagian modal dibagi berdasarkan 
kesepakatan.Namun yang kerap terjadi di 
masyarakat biasanya pembagian modal mudharabah 
60-40, 60% untuk pemilik modal dan 40% untuk 
orang yang menggarap.Dan jika suatu saat ada 
kerusakan tersebut menjadi tanggungan pemilik 
modal.
Ketentuan syirkah dalam Kompilasi Hukum 
Ekonomi Syariah terdapat dalam Buku II Bab VI 
tentang syirkah pada umumnya (uqud) dan syirkah 
milk.Terdiri dari 96 Pasal, mulai dari Pasal 134 
sampai Pasal 230.Menurut Pasal 134 syirkah dapat 
dilakukan dalam bentuk syirkah amwal, syirkah 
abdan, dan syirkah wujuh.Dan dalam Pasal 135 
dijelaskan bahwa syirkah amwal dan syirkah abdan
dapat dilakukan dalam bentuk syirkah ‘inan, syirkah 
mufawadhah dan syirkah mudharabah

hukum asuransi 2

kesalahan besar Tertanggung sendiri (Pasal 294 KUHD). 
Tanpa pembuktian, sesuai Pasal 273 KUHD, Pasal 274 KUHD, dan Pasal 275 KUHD, hakim 
dapat meminta Tertanggung untuk bersumpah dan kerugian dihitung menurut nilai barang￾barang yang ada waktu ada kebakaran (Pasal 295 KUHD). 
Apabila bangunan dibebani jaminan, maka nilai pertanggungan akan sampai pada jumlah 
utang dan bunga sehingga perlu adanya perhitungan ganti rugi yang terhutang dengan 
pemegang hak jaminan, apabila pemegang hak jaminan memperolak keuntungan bila tidak 
terjadi kerugian. 
Asuransi Rangkap : 
Tertanggung harus memberitahukan kepada Penanggung segala Pertanggungan lain atas harta 
benda dan atau kepentingan yang sama. Jika tidak akan ditanggung oleh Tertanggung. 
Polis Standar Asuransi Kebakaran Indonesia juga memuat bahwa jika ada perubahan atau 
perombakan atas harta benda yang dipertanggungkan atau atas tempat dimana harta yang 
dipertanggungkan disimpan, sebagian atau seluruhnya dipergunakan untuk keperluam lain 
atau kalau barang tersebut disimpan disana resiko akan menjadi lebih besar, maka 7 hari 
setelah perubahan Tertanggung wajib memberitahukan kepada Penanggung. Maka 
Penanggung berhak untuk tetap meneruskan Pertanggungan dengan menaikkan premi atau 
tidak meneruskan dengan mengembalikan Premi terhadap Tertanggung. 
C. Asuransi terhadap kerugian hasil Pertanian yang belum dipaneni 
Polis asuransi kerugian hasil Pertanian yang belum dipaneni harus dibuat dalam polis yang 
khusus, yang harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditentukan dalam pasal 256 dan 
pasal 299 KUHD, yaitu syarat yang terkait dengan obyek. Diantara syarat yang ditentukan 
dalam pasal 299 KUHD adalah sebagai berikut : 
1. Letak dan batas-batas tanah yang hasilnya dipertanggungkan; 
2. Penggunaannya. 
Jangka waktu harus ditentukan, sebab apabila tidak akan dianggap hanya untuk 1 tahun 
(Pasal 300 KUHD). Pasal 301 menyaratkan adanya perhitungan untuk nilai hasil pada waktu 
dipanen atau dinikmati tanpa becana, dan setelah bencana dengan pembayaran ganti rugi dari 
selisihnya. 
D. Asuransi Laut 
Asuransi Laut merupakan pelopor dari segala jenis asuransi. Asuransi Laut di dalam KUHD 
diatur secara jelas, terperinci dan luas hingga lebih dari 25 Pasal, diantaranya adalah : 
a. Buku I Bab IX Pasal 246 KUHD - Pasal 286 KUHD tentang Asuransi pada umummya 
 sejauh tidak diatur dengan ketentuan khusus; 
b. Buku II Bab IX Pasal 592 KUHD – Pasal 685 KUHD tentang Asuransi Bahaya Laut, dan 
 Bab X Pasal 686 KUHD – Pasal 695 KUHD tentang Asuransi Bahaya Sungai dan 
 Perairan Pedalaman; 
c. Buku II Bab XI Pasal 709 KUHD Pasal 721 KUHD tentang Avarai; 
d. Buku II Bab XII Pasal 744 KUHD tentang Berakhirnya perikatan dalam Perdagangan laut. 
Asuransi Pengangkutan Laut (Marine Insurance) merupakan suatu Perjanjian Pertanggungan 
(Contract of Indemnity) antara Penanggung (Insurer) dan Tertanggung (assuer) atas 
kepentingan yang berhubungan dengan kapal sebagai alat pengangkut dan barang sebagai 
muatan kapal dari kemungkinan resiko kerusakan atau kerugian yang diakibatkan oleh 
bahaya-bahaya laut (maritime perils) atau bahaya lain yang berhubungan dengan bahaya 
laut. Adanya kemungkinan kepentingan dan tanggung jawab dari pihak lain atau pihak ketiga 
baik sebagai penyebab kejadian ataupu sebagai korban kejadian yang mengakibatkan 
kerugian. Sehingga dalam penyelesaian klaim, sering melibatkan banyak pihak, seperti 
surveyor, serta pihak yang bertanggung jawab terhadap peristiwa tersebut, seperti pelayaran, 
perusahaan bongkar muat, pengangkutan, pengelola terminal pelabuhan dan pihak lainnya. 
Selain Pasal 256 KUHD, maka Pasal 592 KUHD mewajibkan polis : 
1. nama Nahkoda, nama Kapal, dengan menyebutkan macamnya, dan pada pertanggungan 
kapalnya, penyitaan apakah kapal itu terbuat dari kayu cemara, atau keterangan bahwa 
Tertanggung tidak mengetahui tentang keadaan itu; 
2. tempat barang-barang dimuat atau harus dimuat; 
3. pelabuhan tempat kapal seharusnya berangkat, atau harus berangkat; 
4. pelabuhan atau pantai tempat kapal harus memuat atau membongkar; 
5. pelabuhan atau pantai yang harus disinggahi kapal; 
6. tempat permulaan berlangsungnya bahaya yang menjadi beban penanggung; 
7. nilai kapal yang dipertanggungkan. 
Apabila Tertanggung tidak mengetahui mengenai kapal mana yang akan memuat barang￾barang tersebut, pernyataan nakhoda atau kapal tidak akan dijadikan syarat, asalkan dalam 
polis diterangkan ketidaktahuan Tertanggung tentang hal itu, beserta pernyataan tanggal dan 
penandatanganan surat pengantar atau surat tunjuk terakhir, kepentingan ini hanya untuk 
waktu tertentu (Pasal 595 KUHD). 
Apabila Tertanggung tidak mengetahui barang apayang dikirimkan, maka akan dituliskan
“barang-barang” akan tetapi hal tersebut tidak termasuk emas dan perak dalam bentuk mata 
uang, batangan emas dan perak, permata, mutiara, atau perhiasan-perhiasan, dan keperluan￾keperluan perang (Pasal 596 KUHD). 
Jenis Asuransi Laut, meliputi : 
1. Marine Cargo Insurance, yaitu asuransi yang mempertanggungkan barang dan 
kepentingan yang ada didalamnya : 
a. Cargo, harga beli barang itu sendiri; 
b. Freight, biaya pengiriman atau ongkos kapal; 
c. Forwading Expenses, ongkos pembongkaran dan pengurusan barang; 
d. Premi Asuransi; 
e. Imaginary Profit, keuntungan yang diharapkan; 
f. Cash in Transit. 
2. Marine Hull and Machinary Insurance, yaitu asuransi atas kapal dan kepentingan yang 
melekat di dalamnya, meliputi : 
a. Kepentingan dari pemilik kapal akibat dari rusaknya kapal serta kerugian-kerugian 
lainnya 
 yang langsung diderita pemiliknya. 
b. Kerugian pemilik kapal akibat tanggung jawanya kepada pihak lain yang terjadi 
selama ia 
 mengoperasikan kapalnya. 
Pasal 593 KUHD menyatakan obyek adalah : 
a. Tanpa penunjukan : 
 - Badan dan lunas kapal, kosong atau bermuatan, dipersenjatai atau tidak, berlayar baik 
 sendirian atau bersama-sama dengan kapal lain; 
 - Alat-alat perlengkapan dan tali-temali; 
 - Alat-alat perlengkapan perang; 
b. Dengan penunjukan : 
 - Bahan makanan, dan pada umumnya semua biaya yang telah dikeluarkan untuk kapal 
 itu, sampai kepada penurunan kapal ke laut; 
 - Barang-barang muatannya; 
 - Keuntungan yang diharapkan; 
 - Biaya angkutan yang akan diperoleh; 
 - Bahaya perbudakan. 
Pasal 594 KUHD mengatur, bahwa : 
 - pertanggungan dapat diadakan pada keseluruhan atau sebagian barang, bersama-sama 
 atau sendiri baik dalam keadaan damai atau dalam waktu perang, sebelum atau selama 
 perjalanan kapal; 
 - untuk perjalanan pergi - pulang, untuk salah satu dari kedua itu; untuk seluruh perjalanan, 
 atau untuk waktu tertentu; 
 - untuk semua bahaya laut; 
 - untuk berita baik dan buruk. 
Masa Berlakunya Pertanggungan 
1. Pasal 624 KUHD menyatakan apabila Pertanggungan mulai berjalan bagi Penanggung saat 
 nahkoda mulai dengan pemuatan barang-barang daganga, atau apabila ia diwajibkan untuk 
 berangkat hanya dengan membawa bahan pemberat, pada saat dimulainya memuat bahan 
 tersebut. 
2. Pasal 625 KUHD dalam pertanggungan yang disebutkan yang lalu bahaya bagi pihak yang 
 menanggung berakhir dalam jangka waktu 21 hari setelah barang-barangnya yang 
 dipertanggungkan sampai di tempat tujuan, atau lebih cepat beberapa hari setelah 
 barang-barang sampai di tempat tujuan, atau sekian hari lebih cepat setelah barang-barang 
 muatan dibongkar. 
3. Pasal 626 KUHD dalam halnya sebuah kapal dipertanggungkan untuk sebuah perjalanan 
 pergi-pulang, atau untuk lebih dari suatu perjalanan, maka pihak yang menanggung, 
 selama itu menanggung bahaya sampai 21 hari semenjak diselesaikannya perjalanan 
 terakhir, atau beberapa hari lebih cepat setelah barang-barang muatan terakhir setelah 
 dibongkar. 
4. Pasal 628 KUHD, jika yang diasuransikan itu adalah barang-barang dagangan atau barang- 
 barang lainnya, maka bahaya itu berlangsung terus tanpa henti, meskipun nakhkoda 
 dengan terpaksa melakukan pelabuhan darurat. Membongkar muatan dan memperbaiki 
 kapalnya di situ, hingga perjalanannya dihentikan secara sah oleh pihak yang ditanggung 
diberikan perintah untuk tidak lagi memuat barang-barangnya ke kapal, ataupun pelayaran 
 itu diselesaikan sama sekali. 
5. Pasal 629 KUHD jika nakhoda atau pihak yang ditanggung atas barang-barang, karena 
 alasan-alasan yang sah tidak dapat membongkar muatan dalam jangka waktu seperti 
 ditetapkan Pasal 627 KUHD, sedangkan mereka tidak berlangsung sampai saat selesainya 
 dibongkar barang-barang tersebut. 
6. Pasal 630 KUHD, Pertanggungan untuk memperoleh uang dari biaya angkutan. Bahaya 
 bagi Penanggung mulai berlangsung sejak saat barang-barang dan barang-barang dagangan 
 yang biaya angkutannya telah dibayar, telah dimuat ke dalam menjadi busuk atau akan 
 menulari barang-barang lainnya. 
7. Pasal 632 KUHD, apabila perjalanan dihentikan, Penanggung mulai menanggung terhadap 
 bahaya, maka bahaya ini tetap berjalan, dalam halnya pertanggungan atas barang-barang 
 selama lima belas hari, dan dalam halnya pertanggungan atas kapalnya, selama dua puluh 
 satu hari setelah terjadinya penghentian perjalanan tadi, ataupun sekian hari lebih dahulu 
 sekedar barang-barang dagangan dan barang-barang lainnya telah selesai dibongkarnya. 
8. Pasal 615 KUHD, menyatakan bahwa dapat diadakan bagi pertanggungan atas keuntungan 
 yang diharapkan, sehingga harus dibuatkan rencana perkiraan tersendiri pada polisnya 
 dengan penyebutan tersendiri atas barang-barang mana hal itu dilakukan. Bila tidak ada 
 maka Pertanggungannya batal. Pasal 621 KUHD menyatakan bahwa keuntungan yang 
 diharapkan dibuktikan dengan daftar harga yang diakui resmi, atau bila hal itu tidak ada, 
 dengan anggaran para ahli, yang akan menunjukkan keuntungan yang selayaknya akan 
 dihasilkan di tempat tujuan oleh barang-barang yang dipertanggungkan, bila tiba dengan 
 selamat. Pasal 633 KUHD menyatakan waktu mulai dan berakhirnya bahaya dalam hal 
 keuntungan yang diharapkan akan didapat adalah sama dengan waktu yang ditentukan 
 untuk itu. Akan tetapi, apabila tiba dengan selamat maka Penanggung cukup membayar 
 jumlah yang lebih kecil. Pasal 634 KUHD dalam segala pertanggungan kedua belah pihak 
 bebas untuk membuat persyaratan-persyaratan lain tentang permulaan dan akhir waktu 
 yang tepat tentang adanya bahaya. 
 
Nilai Barang dalam Asuransi Laut: 
1. Pasal 612 KUHD, barang-barang boleh dipertanggunggan untuk nilai sepenuhnya pada 
 waktu dan di tempat pengiriman, dengan semua biayanya sampai di kapal, termasuk di situ 
 Premi Pertanggungan, tanpa dapat dituntut untuk memberikan rencana perkiraan tiap 
 barang tersendiri. 
2. Pasal 613 KUHD adalah nilai sesungguhnya barang-barang yang dipertanggungkan boleh 
 dinaikkan dengan biaya angkutan, bea-bea masuk dan biaya-biaya lain yang pada waktu 
 tibanya perlu sekali harus dibayar. 
3. Pasal 614 KUHD, kenaikan yang diuraikan dalam Pasal yang lain, tidak mengikat, apabila 
 yang dipertanggungkan tidak sampai di tempat tujuan, sepanjang karena itu pembayaran 
 biaya angkuta, bea-bea masuk dan biaya-biaya lainnya hapus seluruhnya atau sebagian. 
 Akan tetapi bila biaya angkutan menurut perjanjian yang diadakan sebelum keberangkatan 
 kapal harus dibayar terlebih dahulu, maka pertanggungannya tidak berubah. 
4. Pasal 616 KUHD, biaya angkutan dapat dipertanggungkan untuk jumlah sepenuhnya. 
5. Pasal 617 KUHD, bila kapal karam atau kandas, maka pertanggungannya akan dikurangi 
 dengan jumlah biaya perjalanan yang harus dibayarkan oleh nakhoda atau pemiliki kapal, 
 kurang dari yang seharusnya. 
6. Jumlah pertanggungan dapat dikurangi berdasarkan keputusan pengadilan berdasarkan 
 para ahli (Pasal 619 KUHD): 
 1. Apabila kapal memiliki nilai yang lebih rendah dari harga pembelian, baik karena umur 
 atau perjalanan; 
 2. Apabila kapal ketika mengalami peristiwa tidak pasti, dipertanggungkan untuk lebih dari 
 satu pertanggungan, akan tetapi hanya menjalani satu perjalanan saja. 
7. Pasal 620 KUHD, nilai pertanggungan dihitung atas dasar berapa barang yang dikeluarkan 
 ditambah dengan biaya pengangkutan. 
 8. Pasal 623 KUHD, bahwa jumlah biaya angkutan dibuktikan dengan carter - partai atau 
 konosemen-konosemennya. 
Perkecualian atas kapal yang sudah atau yang belum berangkat : 
1. Pasal 603 KUHD, Pertanggungan boleh diadakan atas kapal-kapal dan barang-barang yang 
 sudah berangkat, asalkan di dalam polis dinyatakan saat keberangkatan kapal itu tanpa 
 sepengetahuan pihak ketiga, dan apabila hal tersebut diadakan oleh pihak ketiga tanpa 
 adanya pemberian amanat. 
2. Pasal 605 KUHD,pertanggungan dapat diadakan untuk kapal yang belum datang ke tempat 
 dimana terjadinya Pertanggungan apabila terdapat pernyataan ketidaktahuan Tertanggung . 
Hak dan Kewajiban Para Pihak : 
1. Pasal 635 KUHD menyatakan apabila Perjalanan dihentikan sebelum Penanggung mulai 
 menghadapi bahaya, premi tidak usaha dibayar oleh Tertanggung ataupun dikembalikan 
oleh Penanggung, akan tetapi Penanggung mendapatkan ½ prosen dari jumlah premi. 
2. Pasal 636 KUHD, apabila Pertanggungan dihentikan ketika sudah sampai saat Penanggung 
 menanggung, tetapi belum sampai pada saat kapal harus membongkar muatannya. Akan 
 tetapi Penanggung mendapatkan 1 persen dari premi. 
3. Terkait dengan evenemen, maka Penanggung harus memberikan ganti kerugian apabila 
 kerugian itu diakibatkan oleh angin taufan, hujan lebat, pecahnya kapal, terdamparnya 
 kapal, menggulingnya kapal, penubrukkan, karena kapalnya dipaksa mengganti haluan 
 atau perjalanannya, karena adanya pembuangan barang-barang ke laut, karena kebakaran, 
 paksaan, banjir perampasan, bajak laut, atau perampok, penahan atas perintah dari pihak 
 atasan, pernyataan perang, tindakan-tindakan pembalasan, segala kerusakan yang berasal 
 dari kelalaian, kealpaan, atau kecurangan nakhoda atau anak buahnya, atau malapetaka 
 dari luar (Pasal 637 KUHD). 
4. Pasal 638 KUHD ialah kewajiban Penanggung berhenti apabila haluan atau perjalanannya 
 diubah tanpa adanya sesuatu hal yang memaksa, dan dalam halnya pertanggungan 
 atas upah pengangkutan, berakhirnya kewajiban. 
5. Pasal 640 KUHD dan Pasal 641 menyatakan bahwa Penanggung tidak perlu membayar 
 ganti kerugian Penanggung tidak bertanggung jawab atas kecurangan nahkoda atas 
 perubahan nahkoda. 
6. Pasal 643 KUHD bahwa Penanggung tidak bertanggung jawab atas benda cair, seperti 
 anggur, minyak, madu, gajih, sirup, gula, dan lain sebagainya. 
7. Pasal 644 KUHD menyatakan Penanggung tidak memiliki kewajiban untuk memberikan 
 ganti kerugian kepada barang-barang yang mudah rusak atau busuk. 
8. Pasal 645 KUHD bahwa kewajiban Penanggung untuk menjaga semua kerusakan apabila 
 terdapat pernyataan “bebas dari kerusakan”. 
9. Pasal 647 KUHD bahwa Pertanggungan dengan persyaratan “bebas dari molest”, maka 
 penanggung bebas dan bila barang yang dipertanggungkan musnah atau menjadi busuk 
 karena kekerasan, perampasan, pembajakan, perampokan, penahanan atas perintah dari 
 penguasa, pernyataan perang dan pembalasan, sedangkan pertanggungan akan hapus bila 
 barang yang ditanggung dengan moles, tertahan atau dibelokkan dari arah tujuannya akan 
 tetapi Penanggung tetap melakukan penanggungan. 
10. Pasal 650 KUHD bahwa mewajibkan Tertanggung untuk dapat membuktikan bahwa 
 keberangkatan kapal sesuai di dalam perjanjian. 
Resiko : 
1. Total Loss (Kerugian lenyap semua) 
 Actual Total Loss yaitu bilamana atau muatan secara fisik telah lenyap semuanya atau 
 muatannya sudah kehilangan seluruh nilainya. 
 Constructive Total Loss yaitu bila kapal dan muatan kehilangan seluruh sifatnya semula 
 sekalipun secara fisik tidak rusak. 
2. Partial Loss
 a. General Average (kerugian umum) adalah kerugian dengan sengaja dilakukan atau biaya 
 yang sengaja dikeluarkan yang bertujuan untuk keselamatan semua pihak yang 
 berkepentingan. 
 b. Particular Average (kerugian khusus) adalah kerugian yang diderita kapal maupun 
 muatan karena kecelakaan yang menjadi tanggung jawab pemiliknya, dan kerugian itu 
 tidak dapat diharapkan iuran atau sumbangan penggantian dari pihak lain. 
 - Kebakaran 
 Ada banyak hal yang menimbulkan kebakaran, antara lain : 
1. Akibat kecelakaan; 
2. Akibat kesalahan awak kapal; 
3. Akibat salah satu barang terbakar sendiri; 
4. Akibat halilintar; 
5. Akibat lain yang tidak dapat diketahui penyebabnya.
Sering pula ada pihak Penanggung menolak atas klaim yang timbul, maka Penanggung 
yang harus membuktikannya, untuk menghindari pertengkaran-pertengkaran yang 
mungkin yang akan terjadi. 
 - Barraty
 Kecurangan nahkoda dan atau kru kapal untuk mengambil alih kapal dari pemiliknya 
 dan kemudian menguasainya dan menggunakan atau membawa kapal tersebut ke 
 tempat yang tidak disetujui pemiliknya. 
 - Thieves
 Yang ditutup, atau diberikan ganti ruginya oleh asuransi hanyalah pencurian yang 
 dilakukan secara diam-diam. Resiko pencurian tidak termasuk pencurian biasa. 
 - Jettison
 Jettison adalah membuang barang ke laut guna penyelamatan kepentiangan umum 
 kapal dan barang-barang lainnya. 

Mengenai resiko-resiko tersebut di atas, dapat disimpulkan pengelompokan resiko: 
a. Resiko yang dialami sebagai suatu bencana yang diakibatkan oleh alat pengangkutnya, 
 seperti kandas, kebocoran, tenggelam, tabrakan, terbalik, dan lain-lain; 
b. Perlakuan dalam menangani secara tidak bertanggung jawab atau sembrono (Roug 
 Handling), seperti perlakuan disaat muat atau bongkar oleh buruh di pelabuhan atau 
 digudang; 
c. Pencurian serta bencana di kapal, tempat penimbunan, atau disaat bongkar muat; 
d. Kesalahan pada bongkar muat; 
e. Kemasan yang tidak memenuhi persyaratan standar;
f. Tempat penimbunan yang tidak memenuhi syarat; 
g. Bahaya perang, huru-hara, kerusuhan dan pemogokan di pelabuhan; 
h. Watak pada barang itu sendiri; 
i. Akibat perbaruan barang dari berbagai jenis sehingga dapat menimbulkan kontaminasi. 
Klaim Asuransi Laut 
Klaim dalam asuransi ialah tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh Tertanggung kepada 
Penanggung karena kepentingan yang diasurasikan mengalami kerugian atau kerusakan atas 
barang yang dipertanggungkannya akibat dari suatu peristiwa selama barang dalam proses 
pengangkutan. 
1. Prosedur Pengajuan Penyelesaian Klaim 
 a. Pemberitahuan kerugian; 
 b. Survey kerusakan dan kerugian; 
 c. Mengusahakan kelengkapan dokumen pendukung klaim. 
2. Dokumen-dokumen pendukung klaim asuransi 
 a. Polis asuransi atau sertifikat asuransi; 
 b. Faktur dan daftar perincian barang, meliputi jenis pengepakannya, dan sebagainya; 
 c. Laporan survey; 
 d. Surat-menyurat dengan pihak-pihak lain yang berhubungan dengan penyebab kerugian; 
 e. Dokumen klaim asuransi lainnya. 
E. Asuransi Pengangkutan Darat 
Dunia transportasi, khususnya transportasi darat pada umumnya dipenuhi dengan 
ketidakpastian. Dalam artian mungkin saja timbul resiko ketika melakukan transportasi, 
khususnya transportasi darat adapun resiko tersebut membawa kerugian, baik materi maupun 
immateriil (kehilangan jiwa). Akan tetapi karena tingkat perekonomian Indonesia yang 
rendah, maka masyarakat kurang memperhatikan pentingnya asuransi, sehingga biasanya 
mereka tidak menasuransikan diri mereka sendiri, sehingga aturan perundang-undangan 
mengatur mengenai Asuransi Transportasi, sebagai berikut 19
1. Angkutan Jalan. Pasal 45 ayat 1 UU No. 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan 
 Angkutan Jalan menyebutkan bahwa “pengusaha angkutan umum bertanggung jawab atas 
 kerugian yang diderita oleh penumpang, pengirim barang atau pihak ketiga, karena 
 kelalaiannya dalam melaksanakan pelayanan angkutan”. 
2. Pasal 28 UU No. 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan secara tegas 
 menyatakan bahwa pengemudi kendaraan bermotor bertanggung jawab atas kerugian yang 
 diderita oleh pemilik barang atau pihak ketiga yang timbul akibat kelalain atau kesalahan 
 pengemudi dalam mengendalikan kendaraan bermotor. 
3. Untuk Kereta Api. Pasal 157 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkereta Apian 
 menyatakan bahwa “penyelenggara sarana perkereta apian bertanggung jawab terhadap 
 bertanggung jawab terhadap pengguna jasa yang mengalami kerugian, luka-luka, atau 
 meninggal dunia yang disebabkan oleh pengoperasian angkutan kereta api. 
Semua menyatakan mengenai tanggung jawab dari pemilik perusahaan transportasi atau 
pengangkutan. 
Asuransi Pengangkutan melalui darat merupakan Pertanggungan yang memberikan jaminan 
atau proteksi terhadap kerugian atau kerusakan atas objek pertanggungan sebagai akibat 
adanya bahaya-bahaya darat yang bersifat accidental, yang terjadi dalam masa pengangkutan 
melalui darat dengan objek pertanggungan adalah kendaraan pengangkut darat bersama 
muatannya terhadap kemungkinan bahaya yang menimpa20
Secara garis besar resiko yang dijamin dalam asuransi pengangkutan melalui darat adalah : 
1. Kondisi Pertanggungan dengan Klausula Total Loss Only
 a. Hanya dijamin apabila obyek yang diangkut menderita keraguan total sebagai akibat dari 
 kecelakaan. 
 b. Jaminan berlaku baik untuk kerugian total bersama alat angkutnya maupun kerugian 
 total barangnya saja. 
2. Kondisi Pertanggungan All Risk 
 a. Memberikan jaminan atas setiap kerugian sebagai akibat dari kecelakaan alat angkutnya. 
 b. Jaminan berlaku baik untuk kerugian alat angkutnya maupun kerugian barangnya saja. 
 c. Diberlakukan deductible. 
Perbedaan keduanya adalah bahwa jenis pertanggungan TLO, penanggung baru akan 
membayar kerugian apabila nilai kerugian yang diakibatkan oleh resiko yang dijamin 
melebihi 75 % dari harga pertanggungan yang disepakati di awal, sedangkan pada jaminan all 
risk, tertanggung dapat mengajukan klaim untuk kerusakan akibat resiko yang dijamin 
berapapun nilai kerugian yang terjadi, sepanjang tidak melebihi harga Pertanggungan21
Asuransi Pengangkutan Darat ini ada yang merupakan swasta atau asuransi sosial. Asuransi 
sosial diatur dalam UU No. 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan 
Penumpang, seluruh penumbpang harus memiliki Asuransi Kecelakaan Penumpang Umum 
dengan memiliki Iuran Wajib. Sedangkan pemilik kendaraan bermotor, berdasarkan UU No. 
34 Tahun 1964 Tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan seluruh Pemilik Kendaraan 
Bermotor harus memiliki asuransi yang menjamin tanggung jawab hukum pemilik kendaraan 
bermotor dengan membayar sumbangan wajib setiap tahunnya melalui perpanjangan STNK 
yang dikelola oleh PT. Jasa Raharja. 
Asuransi Kecelakaan Penumpang Umum 
Penanggung : 
PT. Jasa Raharja 
Tertanggung : 
Pasal 3 ayat 1 butir a UU no 33 Tahun 1964 menyatakan bahwa tiap penumpang yang sah 
dari kendaraan bermotor umum, kereta api, pesawatn terbang, perusahaan penerbangan 
nasional dan kapal perusahaan perkapalan / pelayaran nasional, wajib membayar iuran 
melalui pengusaha / pemilik yang bersangkutan untuk menutup akibat keuangan disebabkan 
kecelakaan penumpang dalam perjalanan 
Ruang Lingkup Pertanggungan 
Saat penumpang naik kendaraan yang bersangkutan ditempat pemberangkatan sampai saat 
turun dari kendaraan tersebut ditempat tujuan 
Premi : 
Pasal 2 ayat 1 PP No. 17 Tahun 1965 menyatakan bahwa untuk jaminan pertanggungan 
kecelakaan diri dalam Peraturan Pemerintahan ini tiap penumpang kendaraan bermotor 
umum, kereta api, pesawat terbang perusahaan penerbangan nasional dan kapal perusahaan 
perkapalan/pelayaran nasional untuk tiap perjalanan wajib membayar suatu iuran 
Evenemen : 
Kecelakaan 
Asuransi Kecelakaan Lalu Lintas Jalan : 
Penanggung : 
PT. Jasa Raharja 
Tertanggung : 
Pasal 2 ayat 1 UU No. 34 Tahun 1964 pengusaha atau pemilik kendaraan bermotor 
diharuskan memberikan sumbangan wajib. 
Ruang Lingkup Pertanggungan : 
Pasal 4 ayat 1 UU No. 34 Tahun 1964 setiap orang yang menjadi korban mati atau cacat tetap 
akibat kecelakaan yang disebabkan oleh kendaraan bermotor, Dana akan memberi ganti rugi 
kepadanya atau kepada ahli warisnya sebesar jumlah yang ditentukan oleh Peraturan 
Pemerintah. 
Premi : 
Pasal 1 butir d UU No. 34 Tahun 1964, Sumbangan tahunan yang wajib dibayar. 
Evenemen : 
Kemungkinan Kecelakaan Lalu Lintas 
Penyebab terjadinya klaim 
1. Tertanggung meninggal dunia; 
2. Pemegang polis menghentikan pembayaran preminya dan memutuskan perjanjian 
 asuransinya pada saat polisnya sudah mempunyai nilai tunai; 
3. Perjanjian asuransi sudah berakhir sesuai dengan jangka waktu yang tercantum dalam polis 
 dan kewajiban pemegang polis telah terpenuhi atau polis dalam keadaan lapse tetapi telah 
 mempunyai nilai tunai (habis kontrak bebas premi); 
4. Tertanggung mendapat kecelakaan; 
5. Tertanggung karena suatu penyakit perlu diopname atau rawat jalan. 
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36/PMK.010/2008 tanggal 26 Februari 
2008 tentang Besar Santunan dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan dan 
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37/PMK.010/2008 tanggal 26 Februari 2008 tentang 
Besar Santunan dan Iuran Wajib Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang Alat 
Angkutan Penumpang Umum di Darat, Sungai/Danau, Ferry/Penyebrangan, Laut dan Udara, 
besar santunan yang diberikan : 
Jenis Santunan Besar Santunan 
Angkutan Darat 
Sungai/Danau, 
Ferry/Penyebrangan dan 
Laut 
Angkutan Udara 
Meninggal Dunia Rp. 25.000.000,- Rp. 50.000.000,- 
Cacat Tetap (maks) Rp. 25.000.000,- Rp. 50.000.000,- 
Biaya Rawatan (maks) Rp. 10.000.000,- Rp. 25.000.000,- 
Biaya Penguburan Rp. 2.000.000,- Rp. 2.000.000,- 
CARA PERHITUNGAN GANTI RUGI DALAM HAL TERDAPAT KEADAAN CACAT 
TETAP 
Apabila terjadi kecelakaan , tertanggung menderita kehilangan seluruh dan/atau tidak dapat 
dipakai lagi untuk selamanya anggota bagian tubuhnya seperti tersebut di bawah ini, maka 
Penanggung akan membayar sebagai berikut : 
 Kelompok I Kelompok II 
Akal Budi Rp. 6.000.000,- Rp. 4.000.000,- 
Kedua mata/tangan/kaki Rp 6.000.000,- Rp 4.000.000,- 
Pendengaran pada kedua 
belah telinga 
Rp 3.000.000,- Rp 2.000.000,- 
Satu mata/tangan/kaki Rp 1.200.000,- Rp 800.000,- 
Pendengaran pada sebelah 
telinga 
Rp 600.000,- Rp 400.000,- 
Setiap jari tangan, setiap jari 
kaki 
Rp 300.000,- Rp 200.000,- 
 Kelompok III Kelompok IV 
Akal Budi Rp 2.000.000,- Rp 1.000.000,- 
Kedua mata/tangan/kaki Rp 2.000.000,- Rp 1.000.000,- 
Pendengaran pada kedua 
belah telinga 
Rp 1.000.000,- Rp 500.000,- 
Satu mata/tangan/kaki Rp 400.000,- Rp 200.000,- 
Pendengaran pada sebelah Rp 200.000,- Rp 100.000,
telinga 
Setiap jari tangan, setiap jari 
kaki 
Rp 100.000,- Rp 50.000,- 
2. Jumlah pembayaran jaminan tersebut akan dikurangi dengan semua biaya perawatan atau 
 pengobatan yang telah diterima penggantiannya bila hal itu menyangkut kecelakaan yang 
 sama. 
Perhitungan jaminan dalam hal terdapat cacat tetap 
a. Apabila akibat dari sesuatu kecelakaan harus dikeluarkan biaya-biaya untuk perawatan atau 
 pengobatan, maka berdasarkan kebenaran bukti kwitansi, Penanggung akan memberikan 
 penggantian untuk itu setinggi-tingginya sampai jumlah : 
Kelompok I Rp 1.000.000,- 
Kelompok II Rp 750.000,- 
Kelompok III Rp 500.000,- 
Kelompok IV Rp 250.000,- 
b. Biaya-biaya perawatan atau pengobatan dari sesuatu kecelakaan yang sama yang 
 jumlahnya melebihi tersebut point 1 tidak lagi menjadi beban penanggung. 
c. Dengan tidak mengurangi ketentuan ketentuan yang tersebut dalam ayat 1 dan ayat 2 diatas 
 maka perawatan ulangan hanya dapat dilakukan menurut pertimbangan Dokter, yang harus 
 dibuat secara tertulis dan disampaikan kepada Penanggung. 
d. Yang dimaksud dengan biaya-biaya perawatan atau pengobatan ialah: ongkos-ongkos 
 pertolongan pertama, ongkos dokter dan ongkos pengobatan, perawatan, pemeriksaan, 
 obat-obatan dan perban dan perawatan dalam rumah sakit. Obyek Pertanggungan : Siswa 
 dari tingkat Taman Kanak-Kanak s/d Perguruan tinggi, guru, Dosen, Staf dan kursus- 
 kursus Jangka waktu Pertanggungan : 1(satu) tahun. 
PENGAJUAN SANTUNAN JASA RAHARJA 
a. Cara memperoleh Santunan 
1) Menghubungi kantor jasa Raharja terdekat 
2) Mengisi formulir pengajuan dengan melampirkan: 
o Keterangan kecelakaan Lalu-lintas dari kepolisian dan atau dari instansi berwenang lainnya 
o Keterangan kesehatan dari dokter/RS yang merawat 
o KTP/identitas korban/ahli waris korban 
o Formulir pengajuan diberikan Jasa raharja secara cuma-cuma 
b. Bukti lain yang diperlukan 
1) Dalam hal korban luka –luka 
Kuitansi biaya perawatan dan pengobatan yang asli dan sah 
2) Dalam hal korban meninggal dunia 
Surat kartu keluarga/surat nikah(bagi yang sudah menikah 
c. Ketentuan lain yang diperlukan 
1) Jenis santunan 
o Santunan berupa penggantian biaya rawatan dan pengobatan(sesuai dengan ketentuan) 
o Santuan kematian 
o Santuan cacat tetap 
2) Ahli waris 
o Janda atau dudanya yang sah 
o Anak-anaknya yang sah 
o Orang tuanya yang sah 
3) Kedaluwarsa 
Hak santunan menjadi gugur/kedaluwarsa jika: 
o Permintaan diajukan dalam waktu lebih dari 6 bulan setelah terjadinya kecelakaan. 
o Tidak dilakukan penagihan dalam waktu 3 bulan setelah hak dimaksud disetujui oleh Jasa 
 Raharja. 
F. Asuransi Kendaraan Bermotor 
Asuransi Kendaraan Bermotor adalah produk asuransi kerugian yang melindungi 
Tertanggung dari resiko kerugian yang mungkin timbul sehubungan dengan kepemilikan dan 
pemakaian kendaraan bermotor. 
Dalam polis Standar Asuransi Kendaraan Bermotor, terdapat mengenai : 
1. Resiko dalam Asuransi Kendaraan Bermotor : 
 A. Resiko yang dijamin Asuransi Kendaraan Bermotor 
 - Kerugian atau kerusakan Kendaraan Bermotor ini resiko yang dipertanggungjawabkan 
 disebabkan : 
 a. Tabrakan, benturan, terbalik, tergelincir dari jalan, termasuk juga akibat dari 
kesalahan material, konstruksi, cacat sendiri atau sebab-sebab lainnya dari 
 kendaraan yang bersangkutan; 
 b. Perbuatan jahat orang lain; 
 c. Pencurian, termasuk pencurian yang didahului atau disertai atau diikuti dengan 
 kekerasan ataupun ancaman dengan kekerasan kepada orang dan kendaraan 
 bermotor yang diasuransikan dengan tujuan mempermudah pencurian kendaraan 
 bermotor atau alat perlengkapan kendaraan bermotor yang diasuransikan dalam 
 polis ini; 
 d. Kebakaran termasuk kebakaran benda atau kendaraan bermotor lain yang 
 berdekatan atau tempat penyimpanan kendaraan bermotor yang diasuransikan, atau 
 karena air dan atau alat-alat lain yang dipergunakan untuk menahan atau 
 memadamkan kebakaran, demikian juga karena dimusnahkannya seluruh atau 
 sebagian kendaraan bermotor yang diasuransikan atas perintah yang berwenang 
 dalam upaya pencegahan menjalarnya kebakaran itu; 
 e. Sambaran Petir; 
 f. Kerugian atau kerusakan yang disebabkan oleh peristiwa-peristiwa yang tersebut 
 dalam butir 1 dan sebab-sebab lainnya selama penyeberangan dengan feri atau alat 
 penyeberangan resmi lain yang berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal 
 Perhubungan Darat; 
 g. Kerusakan roda bila kerusakan tersebut mengakibatkan pula kerusakan kendaraan 
 bermotor itu yang disebabkan oleh kecelakaan; 
 h. Biaya yang wajar yang dikeluarkan Tertanggung untuk penjagaan atau 
 pengangkutan ke bengkel atau tempat lain guna menghindari atau mengurangi 
 kerugian maksimum 0,5% dari jumlah Pertanggungan; 
 - Penanggung memberikan penggantian kepada Tertanggung atas : 
 Tanggung gugat yaitu tanggung jawab hukum Tertanggung terhadap pihak ketiga 
 berkaitan dengan penggunaan kendaraan bermotor yang dipertanggungkan. Dalam hal 
 ini Penanggung akan memberikan penggantian kepada Tertanggung atas suatu 
 kerugian yang diderita pihak ketiga yang secara langsung disebabkan oleh kendaraan 
 bermotor yang dipertanggungkan, baik yang diselesaikan melalui musyawarah maupun 
 melalui pengadilan, yang kedua-duanya harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu 
 dari Penanggung, setinggi-tingginya sejumlah yang tercantum dalam ikhtisar 
 pertanggungan, yang meliputi : 
 a. Kerusakan atas harta benda milik atau dalam pengawasan Tertanggung, diangkut,  dimuat, atau dibongkar dari kendaraan yang dipertanggungkan; 
 b. Kerusakan jalan, jembatan dan lain-lain akibat getaran, berat kendaraan atau 
 muatannya; 
 c. Cedera badan atau kematian terhadap : 
 1. Penumpang di dalam kendaraan bermotor yang dipertanggungkan; 
 2. Tertanggung, suami atau istri dan anak, bila Tertanggung adalah perorangan; 
 3. Pemegang saham atau pengurus, jika Tertanggung adalah CV; 
 4. Orang yang bekerja pada Tertanggung dengan imbalan jasa; 
 5. Orang yang tinggal bersama Tertanggung; 
 6. Hewan milik atau dalam pengawasan Tertanggung. 
 B. Resiko yang tidak dijamin Asuransi Kendaraan Bermotor 
 1. Kehilangan keuntungan atau upah atau kerugian keuangan akibat tidak dapat 
 dipergunakannya kendaraan tersebut; 
 2. Kerusakan atau kehilangan peralatan non-standar yang tidak disebutkan dalam polis; 
 3. Kerusakan atau kehilangan kendaraan bermotor akibat penggelapan; 
 4. Kerugian atau kerusakan kendaraan bermotor akibat perbuatan jahat Tertanggung 
 (suami atau istri, anak, karyawan atau seizin Tertanggung); 
 5. Kerugian atau kerusakan akibat menarik kendaraan lain, racing, pawai, untuk 
 kejahatan atau maksud lain dari yang ditetapkan dalam polis; 
 6. Barang-barang yang sedang dimuat, dibongkar di kendaraan tersebut; 
 7. Reaksi atau radiasi nuklir. 
 C. Jaminan Tambahan atau Perluasan Resiko 
 Yang dimaksudkan dengan jaminan tambahan atau jaminan perluasan resiko adalah 
 jaminan perluasan resiko-resiko atau bahaya yang diperkecualikan dalam Polis Standar 
 Kendaraan Bermotor Indonesia, akan tetapi resiko-resiko tersebut bisa dijamin apabila 
 dinyatakan secara tegas di dalam polis. Akan tetapi tidak semua polis yang dikecualikan 
 tersebut dapat dijamin dengan penegasan dalam polis tersebut. 
 Berikut ini resiko yang dikecualikan akan tetapi bisa dijamin apabila dinyatakan secara 
 tegas di dalam polis, yaitu : 
 1. Third Party Liability (tanggung jawab kepada pihak ketiga) : 
 - Tanggung gugat atau tanggung jawab Tertanggung terhadap suatu kerugian yang 
 diderita oleh pihak ketiga yang secara langsung disebabkan oleh kendaraanbermotor yang dipertanggungkan, setinggi-tingginya sesuai dengan jumlah atau 
 limit yang telah ditentukan, meliputi, kerusakan atas harta benda pihak ketiga 
 (misalnya : mobil, rumah, pagar, dan lain-lain) dari cedera badan atau kematian. 
 - Biaya perkara atau biaya bantuan para ahli yang berkaitan dengan tanggung gugat 
 Tertanggung. 
 2. Jaminan Huru Hara yang di pasar dikenal dengan RSCC (Riot, Strike, and Civil 
 Commotion), RSMD (Riot, Strike, and Malicious Damage). Resiko Kerusuhan dan 
 Huru Hara ini dikecualikan dari Jaminan Polis Standar Kendaraan Bermotor 
 Indonesia Pasal 3 ayat 6.2 dan 6.3 dan menggunakan klausul 41. B Dewan Asuransi 
 Indonesia yang memberikan jaminan Huru Hara terluas. Resiko yang dijamin dan 
 pengertiannya dapat dilihat pada Klausul atau Endorsemen Huru Hara. 
 3. Jaminan Kecelakaan Diri terhadap sopir atau Penumpang Kendaraan Bermotor yang 
 dipertanggungkan. Untuk perluasan ini, pada polis dilekatkan “Klausul Kecelakaan 
 Diri terhadap Penumpang Kendaraan Bermotor Beroda Empat”. Dengan adanya 
 perluasan ini, maka Jaminan Polis mencakup juga cedera badan atau kematian 
 terhadap penumpang di dalam kendaraan bermotor yangs secara langsung disebabkan 
 oleh kecelakaan kendaraan bermotor yang dipertanggungkan tersebut. 
 4. Gempa Bumi, Letusan Gunung Berapi, Banjir. Jika jaminan diperlus dengan resiko 
 tersebut di atas, maka pada polis harus dilekatkan dalam klausul. Tanggung jawab 
 hukum Tertanggung terhadap penumpang kendaraan bermotor yang 
 dipertanggungkan (Passenger Legal Liability). Semua jaminan tambahan tersebut di 
 atas merupakan perluasan dari Kondisi Comprehensive Pertanggungan Total Loss 
 hanya dapat diperluas dengan Jaminan Huru Hara. Jaminan ini hampir tidak pernah 
 dijual. 
2. Syarat-syarat Pertanggungan 
 a. Pembayaran Premi; 
 Premi harus dibayar lunas saat persetujuan pertanggungan ditutup, kecuali bila atas 
 persetujuan kedua belah pihak ditentukan lain. Jika premi tidak dibayar dalam waktu 
 10 hari kerja terhitung mulai tanggal permulaan pertanggungan atau tanggal 
 perpanjangan pertanggungan, maka berlakunya pertanggungan ini dapat ditunda oleh 
 penanggung tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. 
 b. Wilayah berlakunya asuransi kendaraan bermotor; 
 c. Pemberitahuan Tertanggung wajib melakukan pemberitahuan tentang terjadinya pencurian atau 
 kecelakaan selambat-lambatnya 3 hari kerja setelah kejadian. Pemberitahuan 
 dilakukan secara tertulis atau lisan yang disertai dengan surat pernyataan lisan. Untuk 
 pencurian, harus ada surat keterangan dari polisi setempat dan polisi daerah untuk 
 kerugian total. 
 d. Tuntutan pihak ketiga 
 1. Tertanggung wajib memberitahukan kepada Penanggung adanya tuntutan dari pihak 
 ketiga tersebut. 
 2. Tertanggung harus segera menyerahkan dokumen yang ada hubungannya dengan 
 pihak tersebut. 
 3. Tertanggung menguasakan kepada Penanggung untuk mengurus tuntutan ganti rugi 
 pihak ketiga dan apabila diperlukan Tertanggung diwajibkan memberikan surat kuasa 
 kepada Penanggung. 
 4. Tertanggung menguasakan kepada Penanggung untuk mengurus tuntutan ganti rugi 
 pihak ketiga dan apabila diperlukan Tertanggung diwajibkan memberikan surat kuasa 
 kepada Penanggung. 
 e. Tuntutan Pidana kepada Tertanggung 
 Apabila tuntutan pihak ketiga yang dirugikan karena kendaraan bermotor yang 
 dipertanggungkan adalah berupa tuntutan pidana terhadap Tertanggung, maka 
 Tertanggung diwajibkan memberitahukan tuntutan tersebut kepada Penanggung. 
 f. Ganti Rugi 
 Penanggung akan memberikan ganti rugi kepada Tertanggung atas kerusakan atau 
 kehilangan kendaraan bermotor yang dipertanggungkan berdasar harga sebenarnya 
 sesaat sebelum terjadinya kerusakan atau kehilangan tersebut, bila atas tuntutan pihak 
 ketiga setinggi-tingginya sebesar jumlah yang disetujui dikurangi besarnya resiko 
 sendiri yang tercantum dalam ikhtisar pertanggungannya. 
 g. Kerugian Total 
 Kerusakan atau kerugian yang biaya perbaikannya sama dengan atau lebih dari 75% dari 
 harga sebenarnya. 
 h. Ganti Rugi Pertanggungan Rangkap 
 Menyimpang dari Pasal 277 ayat 1 KUHD, maka bila terjadi kerugian atas kendaraan 
 bermotor yang dipertanggung jawabkan kepada lebih dari satu Penanggung, dimana 
 jumlah pertanggungan lebih dari harga kendaraan bermotor yang bersangkutan, maka 
 jumlah yang dipertanggungkan untuk masing-masing Penanggung seimbang dengan  nilai pertanggungan terhadap harga yang sebenarnya, demikian pula ganti rugi yang 
 menjadi kewajiban dari masing-masing Penanggung. 
 Ketentuan tersebut di atas tetap dijalankan, walau segala pertanggungan yang dimaksud 
 dibuat dengan beberapa polis dan pada hari yang berlainan, yang tanggalnya lebih 
 dahulu dan tidak berisi ketentuan tersebut. Saat terjadi kerusakan atau kerugian atas 
 kendaraan bermotor yang dipertanggunggkan, maka atas permintaan Penanggung, 
 Tertanggung wajib memberitahukan secara tertulis segala perbuatan lain yang berlaku 
 atas kendaraan bermotor yang sama pada saat terjadinya kerugian atau kerusakan. 
3. Proses Pengajuan dan Penyelesaian Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor 
 Tuntutan ganti kerugian oleh Tertanggung kepada Penanggung disebut dengan klaim. Hal 
 ini terjadi dikarenakan tuntutan terhadap hak yang timbulnya disebabkan karena adanya 
 Perjanjian Asuransi yang telah berakhir. Adapun Prosedur pengajuan klaim adalah : 
 a. Memberikan Laporan kepada Perusahaan Asuransi; 
 b. Mendapatkan Persetujuan dari Perusahaan Asuransi. 
4. Hal-Hal yang perlu dibawa : 
 a. Nomor Polis Asuransi; 
 b. Tempat Kejadian; 
 c. Nama Pemilik Polis; 
 d. Kerugian Benda; 
 e. Merek Kendaraan; 
 f. Nomor Polis Kendaraan terjadinya kecelakaan;
 g. Tanggal terjadinya kerugian. 
 
5. Dokumen-Dokumen Klaim yang diperlukan : 
 a. Formulir Klaim; 
 b. Foto Copy Polis Asuransi; 
 c. Foto Copy SIM dan STNK; 
 d. Surat Keterangan Polisi Setempat (BAP) untuk klaim kendaraan jika kehilangan 
 perlengkapan standart atau non standart maupun kehilangan kendaraan dan juga 
 kerusakan berat pada kendaraan. 
 e. STNK asli (khusus kehilangan kendaraan atau kerusakan total); 
 f. Kunci Kontak kendaraan min (khusus kehilangan kendaraan atau kerusakan total); 
 g. Surat Keterangan KADIT RESERSE POLDA (khusus kehilangan kendaraan atau 
 kerusakan total); 
 h. BPKB asli dan faktur (khusus kehilangan kendaraan atau kerusakan total); 
 i. Blanko kwitansi kosong rangkap tiga (khusus kehilangan kendaraan atau kerusakan 
 total); 
 j. Pemblokiran STNK (khusus kehilangan kendaraan atau kerusakan total); 
 k. Surat Keterangan polisi setempat (BAP) (Tanggung Jawab terhadap Pihak Ketiga); 
 l. Foto Copy STNK dan SIM dari pihak ketiga (Tanggung Jawab terhadap Pihak Ketiga); 
 m.Surat Tuntutan dari Pihak ketiga yang ditandatangani di atas (Tanggung Jawab terhadap 
 Pihak Ketiga); 
 n. Foto Kerugian materi dari pihak ketiga (Tanggung Jawab terhadap Pihak Ketiga); 
6. Premi 
 Pengaturan taris premi untuk asuransi kendaraan bermotor diatur dalam Peraturan Menteri 
 Keuangan (PMK) No. 74 / PMK.010 / 2007 Pasal 2 ayat 2 Tentang Penyelenggaraan 
 Pertanggungan Asuransi pada Lini Usaha Asuransi Kendaraan Bermotor. Ketentuan ini 
 memberikan petunjuk mengenai unsur-unsur yang diperlukan dalam penetapan premi 
 murni, biaya administrasi dan umum, biaya akuisisi dan keuntungan yang wajar : 
 a. Penetapan unsur premi murni dilakukan berdasarkan perhitungan yang didukung dengan 
 data profil resiko dan kerugian untuk periode paling singkat 5 tahun; 
 b. Penetapan unsur biaya administrasi dan biaya umum lainnya dilakukan berdasarkan 
 perhitungan yang didukung dengan data biaya administrasi dan biaya umum lainnya 
 yang menjadi Bagian Lini Usaha Asuransi Kendaraan Bermotor untuk periode paling 
 singkat 5 tahun; 
 c. Penetapan unsur biaya akuisisi dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai biaya 
 akuisisi sebagaimana dimaksdu dalam Peraturan Menteri Keuangan ini. Penetapan unsur 
 ketentuan yang wajar. 
Selain mengatur mengenai penetapan tarif premi, ketentuan ini juga mengatur mengenai tarif 
referensi yang dapat dipergunakan oleh perusahaan yang belum memiliki basis data yang 
mencukupi sesuai dengan ketentuan Pasal 2. Penetapan tarif dibagi atas 6 kategori uang 
pertanggungan, 2 jenis kendaraan untuk jenis pertanggungan Total Loss Only (TLO) dan 
pertanggungan Comprehensive. 
7. Berakhirnya Pertanggungan 
 a. Pembatalan Polis 
 Baik Tertanggung maupun Tertanggung dapay sewaktu-waktu menghentikan asuransi 
 tanpa memberitahukan alasannya. Pemberitahuan penghentian demikian dilakukan 
 secara tertulis yang dikirim melalui pos tercatat oleh pihak yang menghendaki 
 pembatalan. Penanggung bebas dari pertanggungan 3 hari kerja terhitung tanggal 
 pengiriman Pk. 12.00 WIB. 
 b. Peralihan hak pemilik 
 Terjadi peristiwa yang mengakibatkan perpindahan hak, terhitung batal 10 hari sejak 
 perpindahan. 
 c. Kerugian Total 
 Kerugian Total hingga obyeknya tidak ada lagi. 
 d. Berakhirnya jangka waktu 
 Jangka waktu asuransi menurut polis berakhir. 
G. Asuransi Tanggung Jawab 
 1. Asuransi dan Tanggung Jawab 
 Tertanggung sebagai pihak mempunyai kepentingan tertentu dalam kegiatan usaha atau 
 hubungan dengan pihak lain dalam masyarakat. Kepentingan yang dimaksud adalah 
 tanggung jawab akibat perbuatannya terhadap pihak ketiga, misalnya perbuatan yang 
 merugikan orang lain atau perbuatan tidak mampu membayar hutang. 
 2. Polis Asuransi Tanggung Jawab 
 Asuransi tidak diatur dalam KUHD sehingga dasarnya adalah polis yang dibuat oleh 
 kedua belah pihak. 
 3. Objek Asuransi Tanggung Jawab 
 Tanggung Jawab Tertanggung kepada Pihak Ketiga. 
 4. Evenemen 
 Perbuatan Melawan Hukum dari Tertanggung. 
 
H. Asuransi Kredit 
 1. Tertanggung, obyek Pertanggungan 
 Tertanggung adalah pemberi kredit (Bank dan Lembaga Keuangan lainnya) dan yang 
 ditanggung oleh Penanggung adalah resiko kredit di mana tidak diperolehnya kembali 
 kredit kepada para nasabahnya. 
 2. Tujuan Asuransi Kredit22
 
 a. Melindungi pemberi kredit dari kemungkinan tidak diperolehnya kembali kredit yang 
 diberikan kepada para nasabahnya; 
 b. Membantu kegiatan, pengarahan, dan kemanan Perkreditan baik kredit Perbankan 
 maupun kredit lainya diluar Perbankan.
 3. Kriteria Kredit yang dapat dipertanggungkan : 
 a. Berdasarkan norma-norma perkreditan yang sehat, wajar, dan berlaku umum; 
 b. Sesuai dengan manual pemberian kredit yang sesuai Surat Edaran Bank Indonesia; 
 c. Debitor memiliki usaha yang tidak bertentangan dengan hukum dan ditentukan oleh 
 pihak yang berwenang; 
 d. Debitor tidak dalam proses atau sudah pailit atau bubar demi hukum; 
 e. Debitor tidak memiliki tunggakan kredit yang masuk ke dalam kualitas kredit 
 diragukan; 
 f. Memiliki sektor ekonomi sama (kredit berkelompok) 
 g. Ditinjau dari aspek manajemen, pemasaran, pembelanjaan, dari aspek teknis, usaha 
 tersebut memerlukan pengelolaan yang terkait satu dengan lainya. 
 4. Syarat-syarat Pengajuan Asuransi Kredit 
 a. Perjanjian kerjasama atau suatu kesepakatan bersama antara Perusahaan Asuransi 
 sebagai Penanggung dan Bank Umum atau Lembaga Pembiayaan Keuangan sebagai 
 Tertanggung; 
 b. Akta Perusahaan debitor, company profile debitor, laporan keuangan debitor 3 tahun 
 terakhir; 
 c. Fotokopi atau tembusan permohonan kredit dan Debitor ke Bank Umum atau 
 Lembaga Pembiayaan Keuangan, memorandum persetujuan kredit dari Bank Umum 
 atau Lembaga Pembiayaan Keuangan. 
 5. Resiko pada Asuransi Kredit 
 a. Debitor tidak melunasi kredit pada saat jatuh tempo dengan ketentuan usaha debitor 
 tidak berjalan lagi; 
 b. Debitor dalam keadaan insolvent, dinyatakan pailit atau dilikuidasi atau Debitor di 
 bawah pengampuan; 
 c. Debitor melarikan diri / menghilang / tidak diketahui alamatnya; 
 d. Terjadinya penarikan kembali kredit sebelum jangka waktu kredit berakhir, yaitu 
khusus untuk kredit dengan jangka waktu lebih dari dua tahun, dengan syarat bahwa 
 penarikan kembali kredit tersebut memenuhi salah satu ketentuan berikut : 
 - mencegah atau mengurangi terjadi kerugian yang lebih besar apabila kredit tersebut 
 dilanjutnya; 
 - disebabkan adanya ketidaksesuaian atau penyimpangan yang dilakukan debitor atas 
 ketentuan-ketentuan dalam perjanjian kredit; 
 e. Resiko lainnya yang disepakati 
 6. Resiko yang tidak dijamin : 
 a. Reaksi nuklir, sentuhan radioaktif, radiasi, dan reaksi inti atom yang secara langsung 
 atau tidak langsung mempengaruhi kegagalan usaha debitor bank; 
 b. Kerugian yang diderita Debitor disebabkan oleh resiko-resiko yang wajib ditutup 
 pertanggungannya dalam asuransi dengan nilai penuh, atau minimal sama dengan 
 pokok kreditnya; 
 c. Terjadinya salah satu resiko politik yang secara langsung maupun tidak langsung 
 mempengaruhi dan mengakibatkan Debitor Bank tidak mampu melunasi kreditnya; 
 d. Bencana alam; 
 e. Akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh Bank Umum atau Lembaga 
 Pembiayaan Keuangan. 

1. Pengertian Asuransi Jiwa 
 Pasal 1.6 UU no. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian menyatakan bahwa Usaha 
 Asuransi Jiwa adalah usaha yang menyelenggarakan jasa penanggulangan risiko yang 
 memberikan pembayaran kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak 
 dalam hal tertanggung meninggal dunia atau tetap hidup atau pembayaran lain kepada 
 pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur 
 dalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan dan / atau berdasarkan hasil pengelolaan 
 dana. 
2. Obyek Asuransi Jiwa 
 Pasal 302 KUHD : Jiwa seseorang dapat diasuransikan untuk keperluan orang yang 
 berkepentingan baik untuk selama hidupnya maupun untuk waktu yang ditentukan dalam 
 perjanjian. 
3. Asuransi Jiwa untuk Pihak Ketiga 
 Pasal 303 KUHD : Orang yang berkepentingan dapat mengadakan asuransi itu bahkan 
 tanpa diketahui atau persetujuan orang yang diasuransikan jiwanya. 
4. Bentuk dan Isi Polis : 
 a. Hari diadakan asuransi; 
 b. Nama Tertanggung; 
 c. Nama orang yang jiwanya diasuransikan; 
 d. Saat mulai dan berakhirnya evenemen; 
 e. Jumlah asuransi; 
 f. Premi Asuransi. 
 Akan tetapi, mengenai rancangan jumlah dan penentuan syarat-syarat asuransi sama sekali 
 bergantung pada persetujuan kedua belah pihak (Pasal 305 KUHD) 
5. Para Pihak : Penanggung, Tertanggung, dan Penikmat 
 Penanggung adalah pihak yang menanggung beban risiko sebagai imbalan premi yang 
 diterimanya dari tertanggung. Jika terjadi evenemen yang menjadi beban penanggung, 
 maka penanggung berkewajiban mengganti kerugian. Dalam asuransi jiwa, jika terjadi 
 evenemen matinya tertanggung, maka penanggung wajib membayar uang santunan, atau 
 jika berakhirnya jangka waktu asuransi tanpa terjadi evenemen, maka penanggung wajib 
 membayar sejumlah uang pengembalian kepada tertanggung. Penanggung adalah 
 Perusahaan Asuransi Jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang 
 dikaitkan dengan hidup atau matinya seseorang yang diasuransikan. 
 Asuransi dapat juga diadakan untuk kepentingan pihak ketiga dan harus dicantumkan 
 dalam polis. Menurut teori kepentingan pihak ketiga dalam asuransi jiwa, pihak ketiga 
 yang berkepentingan itu disebut penikmat. Penikmat ini dapat berupa orang yang ditunjuk 
 oleh tertanggung atau ahli waris tertanggung. Munculnya penikmat apabila evenemen yang 
 terjadi adalah meninggalnya tertanggung, sehingga yang mendapatkan santunan pihak 
 ketiga, akan tetapi jika berakhir tanpa meninggalnya tertanggung, maka yang menikmati 
 tetap tertanggung. 
 
6. Prinsip Asuransi Jiwa 
 Prinsip-prinsip yang harus dipenuhi dalam Asuransi Jiwa adalah 
 a. Prinsip kerjasama yaitu terselenggaranya jasa asuransi merupakan bentuk kerjasama 
 antara pihak tertanggung ( nasabah) dan pihak penanggung (perusahaan asuransi) untuk 
 meminimalkan terjadinya resiko kerugian yang diakibatkan kematian, hari tua, dan 
 kecelakaan. 
 b. Prinsip aktuaria yaitu terdapatnya hubungan hak dan kewajiban yang dinyatakan dalam 
 besaran jumlah iuran (premi) dengan jumlah uang Asuransi (benefit) yang diatur dengan 
 perjanjian tertentu oleh pihak tertanggung dan pihak penanggung. 
7. Evenemen 
 Jiwa tertanggung. 
8. Asuransi Jiwa Berakhir 
 a. Terjadi Evenemen; 
 Satu-satunya evenemen adalah meninggalnya tertanggung. 
 b. Jangka waktu berakhir;
Jangka waktu habis meskipun tidak terjadi evenemen, risiko penanggung berakhir. 
 c. Asuransi gugur; 
 Tertanggung sudah meninggal saat perjanjian asuransi dibuat (Pasal 306 KUHD) dan 
 meninggalnya tertanggung karena bunuh diri atau dikenai hukuman mati. (Pasal 307 
 KUHD), AIDS, penyakit kritis di tahun pertama ikut asuransi, force majeure (perang, huru- 
 hara, bencana alam). 
 d. Asuransi dibatalkan 
 Tertanggung membatalkan atau tidak membayar premi. 
9. Alasan klaim tidak terbayar 
 a. Ketidak jujuran nasabah 
 Sebelum seseorang memiliki produk Asuransi Jiwa, ia lebih dahulu harus mengisi Surat 
 Permohonan Asuransi. Dalam Surat Permohonan tewrdapat pertanyaan-pertanyaan yang 
 harus dijawab oleh seorang calon nasabah, dan dari jawaban-jawaban itulah Perusahaan 
 Asuransi akan melihat apakah akan memberikan perlindungan Asuransi Jiwa kepada 
 Anda atau tidak. Nah, saat mengisi surat permohonan inilah seringkali calon nasabah 
 tidak memberikan jawaban yang benar. Misalnya, dalam Surat Permohonan terdapat 
 pertanyaan tentang apakah Anda pernah dirawat di Rumah Sakit dalam dua tahun 
 terakhir. Jika anda menjawab tidak padahal pernah dirawat di Rumah Sakit enam bulan 
 lalu , maka bila terjadi kematian pada anda dan perusahaan Asuransi (PA) menemukan 
 bahwa penyebab kematian anda adalah karena adanya penyakit yang pernah membuat 
 anda masuk Rumah Sakit sekitar enam bulan lalu, dalam hal ini Perusahaan Asuransi 
 tidak akan membayar Pertanggungan yang mereka janjikan. 
 b. Nasabah terlalu lama mengajukan klaim 
 Umumnya, PA menetapkan batasan waktu pengajuan klaim asuransi. Biasanya , batasan 
 waktu yang ditetapkan adalah tiga bulan. Repotnya, nasabah seringkali mengajukan 
 klaim di luar batas waktu tersebut sehingga PA sulit memenuhinya. Sebagai contoh, 
 seseorang mengikuti sebuah program Asuransi jiwa dengan anak sebagai ahli warisnya. 
 Bila terjadi kematian pada orang tersebut, maka anaknya hanya bisa mendapatkan 
 manfaat asuransi yang dijanjikan apabila pengajuan klaim anaknya masih berada dalam 
 batas waktu tiga bulan setelah kematian tersebut. Jika tidak, perusahaan asuransi 
 mungkin tidak mau memberikan manfaat yang mereka janjikan. Lama batasan waktu 
 yang diberikan oleh perusahaan Asuransi bisa dibaca dari polis asuransi yang kita ikuti. 
 Jika dikemudian hari terjadi kematian, tertanggung harus segera mengajukan klaim. 
c. Syarat-syarat saat pengajuan klaim kurang lengkap perusahaan asuransi. 
 PA biasanya meminta sejumlah persyaratan saat pengajuan klaim apabila betul terjadi 
 risiko kematian pada orang yang ditanggung. Persyaratan –persyaratan yang diperlukan itu 
 sering tidak dipenuhi atau dilengkapi oleh ahli waris nasabah yang bersangkutan, sehingga 
 perusahaan Asuransi tidak bisa langsung membayar klaim. Persyaratan-persyaratan yang 
 bisa diminta misalnya kematian adalah: 
 a. Surat keterangan Kematian dari RT/RW setempat; 
 b. Surat keterangan Kecelakaan dari Kepolisian (jika kematian terjadi karena kecelakaan); 
 c. Surat keterangan dari rumah sakit (jika kematian terjadi di Rumah sakit) dimana surat itu 
 ditandatangani oleh dokter yang bersangkutan; 
 d. Mengisi formulir Pengajuan Klaim yang diterbitkan oleh perusahaan asuransi; 
 e. Fotocopy Identitas Diri Ahli waris, bila terjadi resiko kematian, jangan lupa memenuhi 
 semua persyaratan yang diminta oleh perusahaan asuransi. 
d. Tidak dibayarnya premi oleh nasabah dalam jangka waktu yang sudah ditentukan 
 Jika tertanggung tidak membayar premi sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan, bisa 
 saja Polis Asuransi menjadi tidak berlaku lagi. Ini berarti tertanggung tidak lagi dilindungi 
 asuransi. Biasanya nasabah rajin membayar premi pada awal, tetapi pada suatu saat 
 tertentu, premi tidak lagi dibayar, bahkan hingga batas waktu tertentu. Dalam hal ini 
 nasabah harus membaca atau mengetahui peraturan pembayaran premi pada perusahaan 
 Asuransi dimana yang bersangkutan menjadi nasabahnya jangan sampai Polis Asuransi 
 menjadi tidak berlaku karena nasabah tidak jelas mengenai peraturannya atau tidak tertib 
 membayar premi. 
 Contoh : 
 1) Premi dari asuransi ini adalah premi tahunan dan dengan persetujuan 
 Bumiputera dapat diangsur secara triwulanan, setengah tahunan , premi tunggal atau 
 premi sekaligus berdasarkan premi tahunan. 
 2) Premi sekaligus berdasarkan premi tahunan adalah premi yang dibayar berdasarkan 
 Premi Tahunan yang akan diperhitungkan untuk membayar Premi tahunan pada saat 
 jatuh tempo 
 Bagian dari premi sekaligus berdasarkan premi tahunan yang belum diperhitungkan 
 sebagai premi tahunan disebut Premi Deposit. Masa leluasa pembayaran premi (grace 
 periode) : 30 (tiga puluh hari) terhitung sejak tanggal jatuh tempo, atau 1(satu) bulan 
 kalender. premi asuransi jiwa (Asuransi Bumiputera). 






1. Pengertian Asuransi Kesehatan Sosial (Jaminan Kesehatan Nasional) 
 a. Pasal 1.3 UU No. 40 Tahun 2004 : Asuransi Sosial merupakan mekanisme pengumpulan 
 iuran yang bersifat wajib dari peserta guna memberikan perlindungan kepada peserta 
 atas risiko sosial ekonomi yang menimpa mereka dan atau keluarganya. 
 b. Pasal 1.2 UU No. 40 Tahun 2004 : Sistem Jaminan Sosial Nasional : adalah suatu tata 
 cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh badan penyelenggara jaminan sosial. 
 c. Pasal 1.1. UU No. 40 Tahun 2004 : Jaminan sosial adalah salah satu bentuk 
 perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan 
 dasar hidupnya yang layak. 
Dengan demikian Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia 
merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yang diselenggarakan 
melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib berdasarkan UU no 40 
Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya agar semua penduduk 
Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan 
dasar kesehatan masyarakat yang layak. 
2. Perbedaan Asuransi Sosial dan Asuransi Komersial
Asuransi Sosial Asuransi Komersial 
Kepesertaan bersifat wajib Kepesertaan Sukarela 
Non profit Profit 
Manfaat Komprehensif Manfaat sesuai dengan yang dibayarkan 
3. Kepesertaan 
Beberapa pengertian : 
a. Peserta : adalah setiap orang termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di 
 Indonesia yang telah membayar iuran, yang meliputi : 
 - Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan 
 orang yang tidak mampu. 
 - Peserta bukan Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) tidak tergolong tergolong fakir 
 miskin dan orang yang tidak mampu. 
b. Pekerja : setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam 
 bentuk lain dan juga anggota keluarga Pekerja. Pekerja digolongkan sebagai pekerja 
 penerima upah dan bukan penerima upah. 
c. Pemberi kerja : orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya yang 
 mempekerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai 
 negeri dengan membayar gaji, upah atau imbalan dalam bentuk lainnya. 
 
4. Prosedur Pendaftaran Peserta 
 a. Pemerintah mendaftarkan PBI JKN sebagai Peserta kepada BPJS; 
 b. Pemberi Kerja mendaftarkan pekerjanya atau pekerja mendaftarkan diri dan keluarganya 
 sebagai peserta BPJS. 
 c. Bukan pekerja dan peserta lainnya wajib mendaftarkan diri. 
5. Hak dan Kewajiban Peserta : 
 a. Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berhak mendapatkan : 
 - Identitas Peserta dan 
 - Manfaat pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS 
 Kesehatan 
 b. Setiap peserta yang terdaftar wajib : 
 - Membayar iuran 
 - Melaporkan data kepesertaannya kepada BPJS Kesehatan dengan menunjukan 
 identitas Peserta pada saat pindah domisili atau pindah kerja. 
Kepesertaan akan dilakukan secara bertahap, pada tangal 1 Januari 2014 akan dimulai dengan 
PBI Jaminan Kesehatan, Anggota TNI/PNS, Anggota Polri/PNS, Peserta Asuransi PT. 
ASKES dan keluarganya, Peserta Asuransi PT. Jamsostek dan keluarganya serta tahap kedua 
tahun 2015 semua Pekerja Penerima Upah, dan tahap ketiga semua yang belum mendaftar 
pada tahun 2019 diharapkan semua telah terdaftar sebagai peserta. 
6. Masa Berlaku Kepesertaan 
 a. Peserta membayar iuran sesua dengan kelompok peserta; 
 b. Status kepesertaan hilang karena peserta tidak membayar iuran atau meninggal dunia; 
 c. Ketentuan diatas akan diatur lebih lanjut. 7. Pembayaran Iuran 
 a. Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh 
 peserta, pemberi kerja, dan atau pemerintah untuk program Jaminan Kesehatan (Pasal 16 
 Perpres No. 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan). 
 b. Pembayar Iuran 
 - Peserta PBI dibayar oleh Pemerintah; 
 - Peserta Pekerja Penerima Upah akan dibayar oleh Pemberi Kerja dan Pekerja; 
 - Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dibayar oleh Peserta yang bersangkutan. 
8. Pembayaran oleh BPJS Kesehatan 
 Pembayar fasilitas kesehatan wajib dilakukan BPJS paling lambat 15 hari sejak dokumen 
 diberikan kepada peserata setelah dokumen diterima lengkap dengan standar tarif yang 
 disepakati oleh Menteri kesehatan dan berdasarkan kesepakatan BPJS dan asosiasi fasilitas 
 kesehatan. 
 
9. Macam Jaminan Kesehatan Nasional 
 a. Jaminan Kecelakaan Kerja : PP No. 14 Tahun 1993 dan PP No. 44 Tahun 2015; 
 b. Jaminan Hari Tua : PP No. 14 Tahun 1993 dan PP No. 44 Tahun 2015; 
 c. Jaminan Kematian : PP No. 14 Tahun 1993 dan PP No. 44 Tahun 2015; 
 d. Jaminan Pensiun : UU No. 24 Tahun 2011 dan PP No. 45 Tahun 2015. 







1. Alasan Asuransi Syariah 
 Penduduk Indonesia yang mayoritas beragama islam, menganggap pelaksanaan ausuransi 
 konvensional yang sudah ada kini tidak sesuaid engan prinsip syariah karena mengandung 
 unsur ketidakjelasan (gharar), unsur penjudian (maisir), unsur bunga (riba). Adapun 
 asuransi syariah bersumber dari Alqur’an, Hadist, Ijma (Ijthihad) 
2. Dasar Hukum Asuransi Syariah : 
 a. Pasal 1 ayat 1 Fatwa Dewan yariah Nasional MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001 adalah 
 usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang / pihak melalui 
 investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru yang memberikan pola pengembalian 
 untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah; 
 b. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 424.KMK.06/2003 Tentang 
 Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi; 
 c. Keputusan Menteri Keuangaan Republik Indonesia No. 426/KMK.06/2003 Tentnag 
 Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Reasuransi; 
 d. Keputusan Dirjen Lembaga Keuangan No. Kep. 4499/LK/2000 Tentang Jenis, 
 Penilaian, dan Pembatasan Reasuransi dengan sistem syariah. 
3. Penyelenggaraan asuransi syariah 
 a. Pembuatan akad 
 Perjanjian yang digunakan adalah perjanjian tolong menolong (akad takaful) atau 
 perjanjian kebaikan (akad tabarru) dan perjanjian bagi hasil (akad mudharabah). 
 Perusahaan asuransi telah menyediakan rekening khusus sebagai dana tolong menolong 
 yang telah diniatkan secara ikhlas oleh peserta pada saat menjadi peserta asuransi. Oleh 
 karena itu ketika pertama kali membayar premi penempatannya dipisah menjadi dua, 
 yaitu pada rekening peserta dan rekening tabarru yang besarnya pada rekening tabarru 
 tergantung usia, sehingga jika ada peserta yang meninggal atau mengambil uang tunai 
 dapat diambil di rekening itu. 
 b. Konsep Bagi Hasil (Akad Mudharabah) 
 Pengatutan penentuan penempatan dana pada pihak ketiga beserta bagi hasil diaturdalam akad (Perjanjian). 
4. Syarat-syarat Pembayaran Klaim : 
 a. Polis asli; 
 b. Mengisi formulir pengajuan klaim; 
 c. Fotokopi identitas diri yang masih berlaku; 
 d. Melampirkan surat pemberitahuan jatuh tempo tahapan khusus; 
 e. Surat keterangan medis dari dokter; 
 f. Khusus yang meninggal, daftar pertanyaan; 
 g. Surat kematian dari pemerintah yang berwenang; 
 h. Surat dari dokter tentang sebab kematian; 
 i. Surat dari kepolisian tentang sebab meninggal (apabila kecelakaan). 
5. Prosedur Pengacuan Klaim 
 a. Melapor kepada Perusahaan Asuransi jika terjadi evenemen, jika meninggal paling lama 
 6 bulan. 
 b. Mengisi pengajuan formuli klaim dan daftar pertanyaan, jika meninggal; 
 c. Dokumen-dokumen pendukung klaim; 
 d. Pembayaran dilakukan di kantor pusat cabang atau kantor perwakilan yang ditunjuk. 





Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen 
UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen memiliki tujuan untuk 
memberdayakan konsumen agar berada di posisi yang setara dan seimbang serta memberi 
kepastian hukum. Terkait dengan hal tersebut dapat dilihat pada Pasal 4 : 
a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan jasa; 
b. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan / 
 atau jasa; 
c. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan / jasa yang digunakan; 
d. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa 
 perlindungan konsumen secara patut; 
e. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; 
f. Hak unuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; 
g. Hak untuk memperoleh kompensasi ganti rugi dan / atau penggantian, apabila barang dan 
 jasa tidak sesuai dengan perjanjian. 
Pasal 4 UU no 8 Tahun 1999 memberi peluang penyelesaian sengketa lainnya bagi 
Tertanggung yang dirugikan untuk menyelesaikan sengketanya di Badan Penyelesaian 
Sengketa Konsumen selain mengajukan gugatan wanprestasi ke Pengadilan Negeri, jangka 
waktu yang lebih cepat (putusan 21 hari, sementara 7 hari sejak tanggal dikeluarkannya 
putusan itu, harus ada pelaksanaan. Selain itu putusannya juga bersifat final dan mengikat, 
juga membuat Tertanggung dapat mengajukan sita eksekutorial ke Pengadilan Negeri, 
manakala hasil putusan tidak dilaksanakan. 
Biro Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI) 
Biro Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI) yang memiliki dua tahap, yaitu: 
a. Mediasi 
 Laporan keluhan yang ditangani BMAI akan ditangani oleh Case Manager. Case 
 Manager akan mengusahakan agar Tertanggung dan Perusahaan Asuransi dapat mencapai 
suatu penyelesaian secara damai dan adil bagi kedua belah pihak. Dalam kasus perselisihan 
 yang umum, Case Manager akan bertindak sebagai mediator 
b. Ajudikasi 
 Bila perselisihan tidak dapat diselesaikan melalui mediasi, kasus perselisihan akan dibawa 
 ke tingkat ajudikasi untuk diputuskan oleh Ajudikator atau Penal Ajudikator yang ditunjuk 
 oleh BMAI 
Lembaga ini hanya memproses sengketa yang terjadi antara pemegang polis dan perusahaan 
asuransi. Klaim maksimal 500 juta untuk asuransi umum dan 300 juta untuk asuransi jiwa 
dan asuransi jaminan sosial, selain itu harus dibawa ada penyelesaian internal terlebih dahulu 
tapi gagal. 
Sengketa yang tidak dapat diselesaikan di BMAI adalah penetapan harga premi, kebijakan 
yang berhubungan dengan suku bunga dan biaya-biaya, standar aktuaria, dan ketentuan yang 
berlaku umum serta terhubung dengan tindak kriminal.