syariah
1. Pengertian dan Landasan Hukum Syirkah
Secara bahasa syirkah berarti al-Ikhtilah
(percampuran) atau persekutuan dua hal atau lebih,
sehingga masing-masing sulit dibedakan.Seperti
persekutuan hak milik atau syirkah usaha. Dalam kamus
hukum musyarakah berarti serikat dagang, kongsi,
perseroan, persekutuan.1 Dalam Ensiklopedia Islam
Indonesia, syirkah, musyarakah, dan syarikah dalam
bahasa Arab berarti persekutuan, perkongsian, dan
perkumpulan. Sedangkan dalam istilah fiqh, syirkah
berarti persekutuan atau perkongsian antara dua orang atau
lebih u tuk melakukan usaha bersama dengan tujuan
memperoleh keuntungan.2
. Syirkah yang syar‟i terjadi
dengan adanya saling ridha antara dua orang atau lebih
dengan ketentuan setiap orang dari mereka membayar
jumlah yang jelas dari hartanya, kemudian mereka
mencari usaha dan keuntungan dengan harta yang ia
serahkan, dan bagi setiap orang dari mereka ada kewajiban
pembiayaan sebesar itu pula yang dikeluarkan dari harta
syirkah.
3
Adapaun syirkah menurut Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah Pasal 20 (3) adalah kerjasama antara dua
orang atau lebih dalam hal permodalan, keterampilan, atau
kepercayaan dalam usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati oleh
pihak-pihak yang berserikat.4
Islam telah membenarkan seorang muslim untuk
menggunakan hartanya, baik itu dilakukan dalam bentuk
kerjasama. Oleh karena itu Islam membenarkan kepada
mereka yang memiliki modal untuk mengadakan usaha
dalam bentuk syirkah, apakah itu berupa perusahaan
ataupun perdagangan dengan rekannya.5
Term syirkah dalam Al-Qur‟an antara lain terdapat
dalam QS.Shaad(38):24:
...
...
Artinya: "...Dan sesungguhnya kebanyakan dari orangorang yang berserikat itu sebahagian mereka
berbuat zalim kepada sebahagian yang lain,
kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang saleh; dan Amat
sedikitlah mereka ini”...6
Ayat diatas merupakan komentar atau pun putusan
Daud As. Atas perkara yang dihadapinya itu
sesungguhnya aku bersumpah bahwa ia benar-benar telah
menzalimimu dengan meminta menggabungkan
kambingmu yang hanya seekor itu dengan kambingkambingnya yang jumlahnya berlipat-lipat ganda dari
milikmu. Memang banyak orang yang berserikat yang
saling merugikan satu sama lain, kecuali orang-orang yang
berimandan terbukti keimannya dengan selalu beramal shaleh. Tetapi amat sedikit mereka yang seperti itu
sikapnya7
.
Ucapan Nabi Daud As. ini bukanlah putusan tetapi
komentar tentang ucapan si pengadu itu, seakan-akan
beliau berkata, sesungguhnya akau bersumpah bahwa dia
telah menzalimimu kalau pengaduan itu benar.Sementara
ulama memahami peristiwa yang diuraikan ayat diatas
adalah pristiwa yang benar-benar terjadi dan pelakunya
adalah dua orang manusia yang berperkara serta
mngharapkan putusan8
Pelaksanaan dalam Islam juga didasari kepada hadits
yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah
SAW bersabda:
Artinya “ aku ini ketiga dari dua orang yang
berserikat, selama salah seorang mereka tidak
menghianati temannya. Apabila salah seorang telah
menghianati temannya aku keluar dari antara mereka.
(Riwayat Abu Daud )10
Sayid Sabiq menjelaskan kembali bahwa Allah SWT
akan memberi berkah keatas harta perkumpulan dan
memelihara keduanya (mitra kerja) selama merekamenjaga hubungan baik dan tidak saling mengkhianati.
Apabila salah seorang berlaku curang niscaya Allah SWT
akan mencabut berkah dari hartanya.11
Maksud hadits tersebut adalah Allah SWT menjaga
dan memberkahi harta orang-orang yang melakukan
syirkah, selama salah seorang dari mereka tidak
berkhianat.
2. Rukun dan syarat syirkah
Dalam melaksanakan suatu perikatan Islam harus
memenuhi rukun dan syarat yang sesuai dengan hukum
Islam.Rukun adalah suatu unsur yang merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari suatu perbuatan atau lembaga
yang menentukan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dan
ada atau tidak adanya sesuatu itu.12
Secara umum rukun syirkah ada tiga, yaitu:
a. Sighat atau ijab qabul, yaitu ungkapan yang keluar dari
masing-masing kedua belah pihak yang bertransaksi
yang menunjukkan kehendak untuk melaksanakannya.
b. Orang yang berakad yaitu dua belah pihak yang
melakukan transaksi. Syirkah tidak sah kecuali dengan
adanya kedua pihak ini. Disyaratkan bagi keduanya
adanya kelayakan melakukan transaksi yaitu baligh,
berakal, pandai dan tidak dalam pengampuan.
c. Objek akad yakni modal dan pekerjaan yaitu modal
pokok syirkah. Ini bisa berupa harta ataupun pekerjaan.
Modal syirkah ini harus ada, maksudnya adalah harta
tersebut bukanlah harta terhutang atau harta yang tidak
diketahui karena tidak dapat dijalankan sebagaimana
yang menjadi tujuan syirkah, yaitu mendapatkan
keuntungan.13
Rukun syirkah menurut Sayyid Sabiq yaitu adanya
ijab dan qabul.Maka sah dan tidaknya syirkah tergantung
pada ijab dan qabulnya.Maka dalam hal ini syirkah
tersebut dapat dilaksanakan dengan catatan syarat-syarat
syirkah telah terpenuhi.Sedangkan syarat sahnya syirkah
perlu diketahui yaitu sesuatu yang tergantung padanya
keberadaan hukum syar‟i dan syirkah berada diluar hukum
itu sendiri, yang ketiadaannya menyebabkan hukumpun
tidak ada.14
Dalam Fikih Islam Lengkap: Penjelasan Hukumhukum Islam Madzhab Syafi’i dijelaskan bahwa syarikah
itu memiliki lima syarat:
1. Ada barang yang berharga yang berupa dirham dan
dinar.
2. Modal dari kedua pihak yang terlibat syarikah harus
sama jenis dan macamnya.
3. Menggabungkan kedua harta yang dijadikan modal.
4. Masing-masing pihak mengizinkan rekannya untuk
menggunakan harta tersebut.
5. Untung dan rugi menjadi tanggungan bersama.
Dalam Kifayatul Akhyar syarat-syarat yang harus
dipenuhi sebelum melakukan syarikahyaitu:
Artinya: Benda (harta) atau modal yang disyirkahkan dinilai
dengan uang.Modal yang diberikan itu sama dalam
hal jenis dan macamnya.Modal tersebut digabung
sehingga tidak dapat dipisahkan antara modal yang
satu dengan yang lainnya.Satu sama lainnya
membolehkan untuk membelanjakan harta
tersebut.Keuntungan dan kerugian diterima sesuai
dengan ukuran harta atau modal masing-masing
atau menurut kesepakatan antara pemilik modal.16
Selain itu ada pula syarat-syarat umum syirkah
menurut Abdul Aziz Dahlan yaitu:
1. Syirkah merupakan transaksi yang bisa diwakilkan.
2. Pembagian keuntungan diantara yang berserikat jelas
persentasinya.
3. Pembagian keuntungan diambil dari laba syirkah,
bukan dari harta lain.17
Setelah mengetahui berbagai perspektif pemahaman
tentang syirkah, hal yang terpenting ditinjau yaitu dari segi
akad.Karena pada akad itulah suatu perjanjian ditentukan.
Pada dasarnya, syarat secara garis besar telah menentukan
bagi tiap-tiap akad transaksi batasan tertentu untuk
merealisir hajad masing-masing pihak sehingga tidak perlu
menambah syarat tertentu diluar syarat syar‟i, namun
kadang-kadang batasan yang ada tidak terpenuhi apa yang
dikehendaki pihak-pihak yang berakad sehingga
membutuhkan syarat tambahan.
Para ulama‟ membagi syarat akad kepada dua:
1. Syarat Syar‟i
Syarat syar‟i adalah syarat itu sebagai sebab,
misalnya nikah merupakan syarat wajib dan rajam bagi
pelaku zina.Dan adakalanya syarat itu untuk sah hukum
misalnya kesaksian dalam akad nikah, itu merupakan
syarat untuk hukum agar pernikahan sah.18
2. Syarat Ja‟li
Syarat ini merupakan suatu syarat yang timbul
dari perbuatan dan kehendak manusia yang menjadi
suatu keharusan pada suatu akad (transaksi) yang
berhubungan dengan syarat tersebut. Apabila syarat
tidak dilengkapi maka akadpun tidak sah atau dengan
ungkapan lain meletakkan suatu perkara yang tidak ada
dengan menggunakan ungkapan tertentu.
Adapun pelaku akad adalah orang yang
melangsungkan akad dan darinya keluar ijab dan
qabul.Tidak semua manusia layak menjadi pelaku akad
dan dinilai sah ijab qabulnya. Diantara mereka ada
yang pernyataannya sah dalam seluruh akad dan
tasharruf secara mandiri, tanpa tergantung persetujuan
orang lain. Kelayakan tersebut disebabkan oleh sejauh
mana kelayakan yang dimiliknya. Adapun syarat-syarat
orang yang dikatakan layak untuk berakad diantaranya:
telah baligh dan berakal sehat.19
Adapun syarat-syarat akad syirkah yaitu:
1. Ucapan, tidak ada bentuk khusus dari kontrak
musyarakah. Ia dapat berbentuk pengucapan yang
menunjukkan tujuan. Berakad dianggap sah jika
diucapkan secara verbal atau ditulis. Kontrak
musyarakah dicatat dan disaksikan.
2. Pihak yang berkontrak, disyaratkan bahwa mitra
harus kompeten dalam memberikan atau diberikan
kekuasaan perwakilan.
Objek kontrak, yaitu dana dan kerja. Dimana modal
yang diberikan harus uang tunai, emas, perak, atau
yang bernilai sama. Para ulama menyepakati hal ini.
Beberapa ulama memeberi kemungkinan pula bila
modal berwujud aset perdagangan seperti barangbarang, perlengkapan dan sebagainya. Bahkan dalam
bentuk hak yang tidak terlihat seperti lisensi, hak
paten dan sebagainya. Bila dilakukan menurut
kalangan ulama ini, seluruh modal tersebut harus
dinilai lebih dahulu secara tunai dan disepakati para
mitranya. Kemudian partisipasi para mitra dalam
pekerjaan musyarakah adalah ketentuan dasar. Tidak
dibenarkan bila salah seorang diantara mereka
menyatakan tak akan ikut serta menangani pekerjaan
dalam kerjasama itu. Namun tidak ada keharusan
mereka untuk menanggung beban kerja secara sama.
Salah satu pihak boleh menangani pekerjaan lebih
banyak dari yang lain dan berhak menuntut
pembagian keuntungan lebih bagi dirinya.20Pada
dasarnya prinsip yang dikembangkan dalam syirkah
adalah prinsip keadilan dalam kemitraan antara
pihak yang terkait untuk meraih keuntungan, prinsip
ini dapat ditemukan dalam prinsip Islam yaitu
ta’awun dan ukhuwah dalam sektor bisnis, dalam hal
ini syirkah merupakan bentuk kerjasama antara
pemilik modal untuk mendirikan suatu usaha
bersama yang lebih besar atau kerjasama antara
pemilik modal yang tidak memiliki keahlian dalam
menjalankan usaha dengan pihak yang tidak
memiliki modal atau yang memerlukan modal
tambahan, bentuk kerjasama antara pemilik modal
dan pengusaha merupakan suatu pilihan yang lebih
efektif untuk meningkatkan etos kerja.
3. Berakhirnya Syirkah
Dalam Ensiklopedia Hukum Islam, ulama fiqih
mengemukakan beberapa hal yang dapat membatalkan
atau menunjukkan berakhirnya akad syirkah secara umum
yaitu:
a. Salah satu pihak mengundurkan diri, karena menurut
ahli fiqih akad syirkah itu tidak bersifat dalam arti
boleh dibatalkan.
b. Salah satu pihak yang berserikat meninggal dunia.
c. Salah satu pihak kehilangan kecakapannya dalam
bertindak hukum, seperti gila yang sulit
disembuhkan.
d. Salah satu pihak murtad (keluar dari agama Islam)
dan melarikan diri ke negeri yang berperang dengan
negeri muslim karena orang seperti ini dianggap
sebagai sudah wafat.
Ulama fikih mengemukakan hal-hal yang membuat
berakhirnya akad syirkah secara khusus, jika dilihat dari
bentuk syirkah yang dilakukan yaitu sebagai berikut:
a. Dalam syirkah al-Amwal, akad syirkah dinyatakan
batal apabila semua atau sebagian modal syirkah
hilang karena objek dalam syirkah ini adalah harta.
Dengan hilangnya harta syirkah berarti syirkah itu
berakhir.
b. Dalam syirkah al-Mufawadhah, modal masing-masing
pihak tidak sama kualitasnya, karena al-Mufawadhah
itu sendiri berarti persamaan, baik dalam modal, kerja
keuntungan yang dibagi.21
B. Pembagian Jenis dan Macam Syirkah
Dalam Ensiklopedi Fikih Muamalah syirkah dibagi
menjadi tiga macam yaitu:22
1. Syirkah Ibahah yaitu orang pada umumnya berserikat
dengan hak milik untuk mengambil atau menjaga sesuatu
yang mubah yang pada asalnya tidak dimiliki oleh
seorangpun.
2. Syirkah Milk yaitu jika dua orang atau lebih memiliki
suatu barang atau hutang secara bersama-sama karena
suatu sebab kepemilikan seperti membeli, hibah, dan
menerima wasiat.
3. Syirkah al-‘Aqad yaitu syirkah yang dimaksud dalam
terminologi ahli fikih. Yaitu suatu istilah mengenai
transaksi antara dua orang atau lebih untuk bekerja secara
komersial melalui modal atau pekerjaan atau jaminan
nama baik (al-Wujuh) agar keuntungan dan kerugian
ditanggung bersama.23
Namun pada garis besarnya syirkah dibedakan menjadi
dua yaitu:
a. Syirkah Milk yaitu persekutuan dua orang atau lebih
dalam pemilikan suatu barang. Syirkah Milk dapat
diartikan sebagai kepemilikan bersama antara pihak
yang berserikat dan keberadaannya muncul pada saat
dua orang atau lebih secara kebetulan memperoleh
kepemilikan bersama atas suatu kekayaan tanpa
adanya perjanjian kemitraan yang resmi. Syirkah Milk
biasanya berupa warisan. Pendapat atas barang
warisan ini akan dibagi hingga porsi hak atas waris itu
sampai dengan barang warisan itu dijual.24
Jenis syirkah ini dibedakan menjadi dua macam yaitu:
1. Ijbariyah
Artinya: berkumpulnya dua orang atau lebih dalam
pemilikan suatu benda secara paksa.25
Syirkah ini terjadi tanpa adanya kehendak masingmasing pihak. Seperti persekutuan diantara ahli waris
terhadap harta warisan tertentu sebelum dilakukan
pembagian.26
.
2. Ikhtiyariyah
Artinya: berkumpulnya dua orang atau lebih dalam
pemilikan benda dengan ikhtiyar keduanya.
Syirkah ini terjadi atas perbuatan dan kehendak pihakpihak yang berserikat.Seperti ketika dua orang yang
sepakat berserikat untuk membeli sebuah rumah secara
patungan.Ikhtiyari adalah dua orang yang dihibahkan
atau diwariskan sesuatu, lalu mereka berdua menerima,
maka barang yang dihibahkan dan diwasiatkan itu
menjadi milik mereka berdua, maka barang yang dibeli
itu disebut sebagai syirkah milk (amlak).28
b. Syirkah ‘Uqud yaitu perserikatan antara dua pihak atau
lebih dalam usaha, modal dan keuntungan. Berikut ini
adalah pengertian umum tentang macam-macam
syirkah ‘uqud.
1. Syirkah al-Amwal adalah perseikatan antara dua
pihak pemodal atau lebih dalam usaha tertentu
dengan mengumpulkan modal bersama dan membagi
keuntungan dan resiko kerugian berdasarkan
kesepakatan.
Syirkah al-Amwal terdapat dalam Pasal 146 dan
147 KHES. Pasal 146 KHES menjelaskan “Dalam
kerjasama modal, setiap anggota syirkah harus
menyertakan modal berupa uang tunai atau barang
berharga”. Dalam Pasal 147 KHES dijelaskan pula
“Apabila kekayaan anggota yang akan dijadikan
modal syirkah bukan berbentuk uang tunai, maka
kekayaan tersebut harus dijual dan/atau dinilai
terlebih dahulu sebelum melakukan akad
kerjasama”.29
2. Syirkah al-Inan adalah perserikatan dimana posisi
dan komposisi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya
adalah sama, baik dalam hal modal, pekerjaan
maupun dalam hal keuntungan maupun resiko
kerugian. Syirkah Inan diatur dalam Pasal 173
sampai dengan 177 Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah.
Pasal 173: (1) Syirkah inan dapat dilakukan
dalam bentuk kerjasama modal
sekaligus kerjasama keahlian dan
atau kerja.
(2) Pembagian keuntungan dan atau
kerugian dalam kerjasama modal
dan kerja ditetapkan berdasarkan
kesepakatan.
Pasal 174: Dalam syirkah al-„Inan berlaku
ketentuan yang mengikat para
pihak dan modal yang disertakan.
Pasal 175: (1) Para pihak dalam syirkah al-„inan
tidak wajib untuk menyerahkan
semua uangnya sebagai sumber
dana modal.
(2) Para pihak dibolehkan
mempunyai harta yang terpisah
dari modal syirkah al-„inan.
Pasal 176: Akad syirkah „inan dapat
dilakukan pada perniagaan umum
dan atau perniagaan khusus.
Pasal 177: (1) Nilai kerugian dan kerusakan
yang terjadi bukan karena
kelalaian para pihak dalam syirkah
al-„inan, wajib ditanggung secara
proporsional.
(2) Keuntungan yang diperoleh dalam
syirkah „inan dibagi secara
proporsioanal.30
Syirkah „inan merupakan perserikatan dalam
pengelolaan harta oleh dua orang, mereka
memperdagangkan harta tersebut dengan keuntungan
dibagi sama rata.31Ulama fiqih sepakat disyari‟atkan
dan dibolehkan syirkah inan. Syirkah seperti ini telah
dipraktekan pada zaman Nabi SAW beliau
mengadakan syirkah dengan as-Sa‟ib ibnu Abi asSa‟ib kemudian al-Bara‟ ibnu „Azib dan Zaid ibnu
al-Aqram bergabung. Beliau mengakui keanggotaan
mereka berdua.Begitu pula kaum muslimin sejak
awal munculnya Islam sampai sekarang selalu
menerapkan syirkah inan.
32
Adapun syarat-syarat keabsahannya sebagai berikut:
a. Hendaknya syirkah dilakukan sesama muslimin,
karena non muslim tidak bisa dijamin bisa
meninggalkan interaksi dengan riba atau tidak
memasukkan harta haram ke dalam syirkah
kecuali hak menjual di tangan orang muslim
maka tidak salahnya melibatkan non muslim
tersebut akan memasukkan harta haram ke dalam
syirkah.
b. Besarnya modal dan bagian para sekutu harus
diketahui, karena keuntungan dan kerugian sangat
terkait dengan diketahuinya modal dan saham.
c. Keuntungan dibagi berdasarkan jumlah saham.
d. Jika saham berupa uang, namun ada seorang yang
memiliki komoditi ingin ikut bergabung dalam
syirkah, maka komoditinya di hargai dengan uang
sesuai dengan harga pada hari itu.
e. Pekerjaan harus diatur sesuai dengan banyak
tidaknya saham sama seperti dalam pembagian
keuntungan dan kerugian.
f. Jika salah seorang sekutu meninggal dunia,
syirkah menjadi batal, jika misalnya ia gila, ahli
waris atau walinya berhak membatalkan syirkah
atau mempertahankannya berdasarkan akad
terdahulu.
Dalam Pasal 174 KHES menyebutkan dalam
syirkah ‘inan berlaku ketentuan yang mengikat para
pihak dan modal yang disertakannya. Namun dalam
Pasal 175 dijelaskan bahwa para pihak tidak wajib
menyerahkan semua uangnya sebagai sumber dana
modal. Dan para pihak dibolehkan mempunyai harta
yang terpisah dari modal syirkah ‘inan.Jadi tidak
terbatas dalam syirkah ‘inan tersebut berapa modal
yang diserahkan, dan para pihak tidak wajib untuk
menyerahkan semua hartanya, karena dalam syirkah
‘inan harta pribadi dan harta bersama dalam syirkah
terpisah.34
3. Syirkah al-A’mal atau syirkah abdan adalah
perserikatan dua pihak pekerja atau lebih untuk
mengerjakan suatu pekerjaan. Hasil atau upah dari
pekerjaan tersebut dibagi sesuai dengan kesepakatan
bersama. Syirkah abdan diatur dalam Pasal 148
sampai 164 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
Pasal 148: (1) Suatu pekerjaan mempunyai nilai
apabila dapat dihitung dan diukur.
(2) Suatu pekerjaan dapat dihargai
dan dinilai berdasarkan jasa dan
atau hasil.
Pasal 149: (1) Jaminan boleh dilakukan terhadap
akad kerjasama-pekerjaan.
(2) Penjamin akad kerjasamapekerjaan berhak mendapatkan
imbalan sesuai kesepakatan.
Pasal 150: (1) Suatu akad kerjasama-pekerjaan
dapat dilakukan dengan syarat
masing-masing pihak mempunyai
keterampilan untuk bekerja.
(2) Pembagian tugas dalam akad
kerjasama-pekerjaan, dilakukan
berdasarkan kesepakatan.
Pasal 151: (1) Para pihak yang melakukan akad
kerjasama-pekerjaan dapat
menyertakan akad ijarah tempat
dan atau upah karyawan
berdasarkan kesepakatan.
(2) Dalam akad kerjasama-pekerjaan
dapat berlaku ketentuan yang
mengikat para pihak dan modal
yang disertakan.
Pasal 152: Para pihak dalam syirkah abdan
dapat menerima dan melakukan
perjanjian untuk melakukan
pekerjaan.
Pasal 153: (1) Para pihak dalam syirkah abdan
dapat bersepakat untuk
mengerjakan pesanan bersamasama.
(2) Para pihak dalam syirkah abdan
dapat bersepakat untuk
menentukan satu puhak untuk
mencari dan menerima pekerjaan,
serta pihak lain yang
melaksanakan.
Pasal 154: (1) Semua pihak yang terikat dalam
syirkah abdan wajib melaksanakan
pekerjaan yang telah diterima oleh
anggota syirkah lainnya.
(2) Semua pihak yang terikat dalam
syirkah abdan dianggap telah
menerima imbalan jika imbalan
tersebut telah diterima oleh
anggota syirkah lain.
Pasal 155: (1) Bila pemesan mensyaratkan agar
salah satu pihak dalam akad
kerjasama–pekerjaan melakukan
sesuatu pekerjaan, maka pihak
yang bersangkutan harus
mengerjakannya.
(2) Pihak yang akan mengerjakan
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) di atas, dapat melaksanakan
pekerjaan setelah mendapat izin
dari anggota syirkah yang lain.
(3) Pihak yang melakukan pekerjaan
sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) di atas, berhak mendapatkan
imbalan tambahan dari
pekerjaannya.
Pasal 156: (1) Pembagian keuntungan dalam
akad kerjasama-pekerjaan
dibolehkan berbeda dengan
pertimbangan salah satu pihak
lebih ahli.
(2) Apabila pembagian keuntungan
yang diterima oleh para pihak
tidak ditentukan dalam akad, maka
keuntungan dibagikan berimbang
sesuai dengan modal.
Pasal 157: Kesepakatan pembagian
keuntungan dalam akad kerjasama
pekerjaan didasarkan atas modal
dan atau kerja.
Pasal 158: Para pihak yang melakukan akad
kerjasama-pekerjaan boleh
menerima uang muka.
Pasal 159: Karyawan yang bekerja dalam
akad kerjasama-pekerjaan
dibolehkan menerima sebagian
imbalan sebelum pekerjaannya
selesai.
Pasal 160: Penjamin dalam akad kerjasamapekerjaan dibolehkan menerima
sebagian imbalan sebelum
pekerjaannya selesai.
Pasal 161: Para pihak yang tidak
menjalankan pekerjaan sesuai dengan
kesepakatan dalam akad kerjasamapekerjaan, harus mengembalikan uang
muka yang telah diterimanya.
Pasal 162: Hasil pekerjaan dalam transaksi
kerjasama-pekerjaan yang tidak sama
persis dengan spesifikasi yang telah
disepakati, diselesaikan secara
musyawarah.
Pasal 163: Kerusakan hasil pekerjaan yang
berada pada salah satu pihak yang
melakukan akad kerjasama-pekerjaan
bukan karena kelalaiannya, pihak
bersangkutan tidak wajib menggantinya.
Pasal 164: (1) Akad kerjasama-pekerjaan
berakhir sesuai dengan kesepakatan.
(2) Akad kerjasama-pekerjaan batal jika
terdapat pihak yang melanggar
kesepakatan.35
Syirkah abdan juga dinyatakan sah walau dengan
profesi yang berbeda. Alasan dibolehkannya syirkah
abdan adalah adanya hadis yang diriwayatkan Abu
Ubaidah dari Abdullah:
Dari Abdullah bin Mas‟ud ra. berkata “Aku, Ammar
dan Said pernah bersyirkah dalam perolehan bagian
perang Badar. (HR. Nasa‟i).
Mengenai persyaratan samanya dua modal,
harus tunai dan disyaratkan adanya akad, hal itu
tidak beralasan.Tetapi dengan hanya sama-sama
rela, harta dikumpulkan diperdagangkan, itu sudah
cukup.Juga tidak ada larangan dua orang yang
berserikat untuk membeli sesuatu dengan ketentuan
bahwa masing-masing mendapatkan bagian sesuai
dengan permodalan atau usaha yang dikenal dengan
syirkah inan.
36
Pembagian laba dalam syirkah ini bergantung
pada tanggungan bukan pada pekerjaan.Apabila
salah seorang pekerja berhalangan tidak dapat
melaksanakan pekerjaan, keuntungan tetap dibagi
dua, sesuai dengan kesepakatan.Pernyataan ini
membawa konsekuensi bahwa pekerjaan yang
dilakukan masing-masing anggota syirkah dapat
berbeda-beda begitu juga dengan keuntungan yang
diperoleh.Resikonya masing-masing pihak
bertanggung jawab terhadap pekerjaan anggota
lainnya.Jika terjadi hal-hal yang berakibat kerugian
di pihak yang memberi pekerjaan, hal itu menjadi
tanggungjawab seluruh anggota syirkah.Masingmasing dapat dituntut membayar ganti kerugian
disesuaikan dengan perbandingan upah masingmasing.Tidak dibebankan kepada anggota yang
mengakibatkan timbulnya kerugian tersebut.37
Syirkah abdan menurut Pasal 148 Kompilasi
hukum Ekonomi Syariah merupakan suatu pekerjaan
yang mempunyai nilai apabila dapat dihitung dan
diukur berdasarkan jasa dan/atau hasil. Dalam suatu
akad kerjasama, pekerjaan dilakukan dengan syarat
masing-masing pihak mempunyai keterampilan untuk
bekerja dan pembagian tugas dalam akad kerjasama
pekerjaan dilakukan berdasarkan kesepakatan.
4. Syirkah al-Mufawadhah adalah sebuah perserikatan
dimana posisi dan komposisi pihak-pihak yang
terlibat di dalamnya adalah sama, baik dalam hal
modal, pekerjaan maupun dalam hal keuntungan dan
resiko kerugian. Dalam arti istilah, syirkah
mufawadhah didefinisikan oleh Wahbah Zuhaili
yaitu suatu akad yang dilakukan oleh dua orang atau
lebih untuk bersekutu (bersama-sama) dalam
mengerjakan suatu perbuatan dengan syarat
keduanya sama dalam modal, tasarruf dan
agamanya, dan masing-masing peserta menjadi
penanggung jawab atas yang lainnya di dalam halhal yang wajib dikerjakan, baik berupa penjualan
maupun pembelian.38
Pada syirkah mufawadhah terdapat dalam
Pasal 165 sampai dengan 172 Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah.
Pasal 165: Kerjasama untuk melakukan usaha
boleh dilakukan dengan jumlah
modal yang sama dan keuntungan
dan atau kerugian dibagi sama.
Pasal 166: Pihak dan atau para pihak yang
melakukan akad kerjasama
mufawwadhah terikat dengan
perbuatan hukum anggota syirkah
lainnya.
Pasal 167: Perbuatan hukum yang dilakukan
oleh para pihak yang melakukan
akad kerjasama-mufawwadhah
dapat berupa pengakuan utang,
melakukan penjualan, pembelian,
dan atau penyewaan.
Pasal 168: Benda yang rusak yang telah
dijual oleah salah satu pihak
anggota akad kerjasamamufawwadhah kepada pihak lain,
dapat dikembalikan oleh pihak
pembeli kepada salah satu pihak
anggota syirkah.
Pasal 169: (1) Suatu benda yang rusak yang
sudah dibeli oleh salah satu
pihak anggota akad kerjasama-
mufawwadhah, dapat
dikembalikan oleh pihak
anggota yang lain kepada pihak
penjual.
(2) Pihak penjual dan atau pembeli
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) di atas, dapat menuntut
barang itu dari anggota syirkah
yang lain berdasarkan jaminan.
Pasal 170: Kerjasama-mufawwadhah
disyaratkan bahwa bagian dari tiap
anggota syirkah harus sama, baik
dalam modal maupun keuntungan.
Pasal 171: Setiap anggota dalam akad
kerjasama-mufawwadhah dilarang
menambah harta dalam bentuk
modal (uang tunai atau harta
tunai) yang melebihi dari modal
kerjasama.
Pasal 172: Jika syarat dalam akad syirkah
mufawwadhah tidak terpenuhi,
maka kerjasama tersebut dapat
diubah berdasarkan kesepakatan
para pihak menjadi syirkah al-
„inan.39
Dalam Pasal 166 dan 167 KHES yang
menjelaskan bahwa pihak dan/atau para pihak yang
melakukan akad kerjasama mufawadhah terikat
dengan perbuatan hukum anggota syirkah lainnya,
yang mana perbuatan hukum yang dilakukan oleh
para pihak yang melakukan akad kerjasama
mufawadhah ini bukan hanya jual beli saja
melainkan bisa berupa pengakuan utang atau
penyewaan. Ketentuan dalam Pasal 165 syirkah
mufawadhah yaitu kerjasama untuk melakukan
usaha boleh dilakukan dengan jumlah modal yang
sama dan keuntungan dan/atau kerugian dibagi
sama. Dalam akad kerjasama mufawadhah dapat
berupa pengakuan utang, melakukan penjualan,
pembelian dan/atau penyewaan.40 Oleh karena itu
keduanya sama dalam hal modal dan keuntungan,
sehingga tidak boleh jika salah satu pihak memiliki
modal yang lebih besar dari yang lain. Seluruh
modal yang telah dikeluarkan kedua belah pihak
harus masuk dalam syirkah, selain itu keduanya
harus memiliki kekuasaan yang sama dalam
pengelolaan harta. Sehingga tidak sah hukumnya
perserikatan antara anak-anak dengan orang
dewasa.Tidak sah pula jika pengeluaran harta salah
seorang pihak lebih banyak dari pengeluaran yang
lainnya.
Adapun keuntungan yang diperoleh dalam
syirkah ini dibagi sesuai dengan kesepakatan,
sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan jenis
syirkahnya, yaitu ditanggung oleh para pemodal
sesuai porsi modal (jika berupa syirkahinan), atau
ditanggung pemodal saja (jika berupa syirkah
mudharabah), atau ditanggung mitra-mitra usaha
berdasarkan persentase barang dagangan yang
dimiliki (jika berupa syirkah wujuh). Contohnya: A
adalah pemodal, berkontribusi modal kepada B dan
C, dua Insinyur Teknik Sipil yang sebelumnya
sepakat bahwa masing-masing berkontribusi kerja.
Kemudian B dan C juga sepakat untuk berkontribusi
modal, untuk membeli barang secara kredit atas
dasar kepercayaan pedagang kepada B dan C.
Dari definisi tersebut juga dapat diketahui
bahwa dalam syirkah mufawadhah terdapat syaratsyarat yang harus dipenuhi yaitu:
a. Jumlah modal sama. Apabila salah satu kongsi
memiliki lebih banyak modal, maka tidak sah
sebagai syirkah mufawadhah.
b. Cakap bertindak hukum (tidak dibawah
pengampuan).
c. Memiliki kesamaan agama, syirkah mufawadhah
tidak boleh pada muslim dengan nonmuslim.
d. Masing-masing menjadi penjamin atas lainnya
dalam jual beli.
Jika semua hal di atas sama, maka syirkah
dinyatakan sah dan masing-masing menjadi wakil
perkongsian dan sebagai penjamin, sehingga semua
akad dan tindakannya akan dimintakan
pertanggungjawaban oleh kongsi lainnya.
5. Syirkah wujuh adalah perserikatan antara dua orang
atau lebih dalam membeli sesuatu dengan
tanggungjawab keduanya. Jika mendapat untung
maka dibagi dua sesuai dengan syarat yang mereka
tetapkan. Dinamakan demikian karena tidak
memiliki modal dan akan dilepaskan barang itu
kepada keduanya hanya atas dasar tanggungjawab
keduanya, kemudian menjual dengan kepercayaan
itu. Dan keuntungan dibagi sesuai dengan
kesepakatan.41
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa
syirkah wujuh merupakan kerjasama tanpa modal,
mereka berpegang pada kepercayaan para pedagang
terhadap mereka. Dengan demikian transaksi yang
dilakukan adalah dengan cara berutang dengan
perjanjian tanpa pekerjaan dan tanpa harta (modal)
Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
dalam Pasal 140 sampai dengan 145.
Pasal 140: (1) Kerjasama dapat dilakukan antara
pihak pemilik benda dengan pihak
pedagang karena saling percaya.
(2) Dalam kerjasama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) di atas,
pihak pedagang boleh menjual
benda milik pihak lain tanpa
menyerahkan uang muka atau
jaminan berupa benda atau surat
berharga lainnya.
(3) Pembagian keuntungan dalam
syirkah wujuh ditentutan
berdasarkan kesepakatan.
(4) Benda yang tidak laku dijual,
dikembalikan kepada pihak
pemilik.
(5) Apabila barang yang diniagakan
rusak karena kelalaian pihak
pedagang, maka pihak pedagang
wajib mengganti kerusakan
tersebut.
Pasal 141: (1) Setiap anggota syirkah mewakili
anggota lainnya untuk melakukan
akad dengan pihak ketiga dan atau
menerima pekerjaan dari pihak
ketiga untuk kepentingan syirkah.
(2) Masing-masing anggota syirkah
bertanggung jawab atas risiko
yang diakibatkan oleh akad yang
dilakukannya dengan pihak ketiga
dan atau menerima pekerjaan darp
pihak ketiga untuk kepentingan
syirkah.
(3) Seluruh anggota syirkah
bertanggung jawab atas risiko
yang diakibatkan oleh akad dengan
pihak ketiga yang dilakukan oleh salah
satu anggotanya yang dilakukan atas
persetujuan anggota syirkah lainnya.
Pasal 142: Dalam semua bentuk akad syirkah
disyaratkan agar pihak-pihak yang
bekerjasama harus cakap melakukan
perbuatan hukum.
Pasal 143: Suatu akad kerjasama dengan saham
yang sama, terkandung syarat suatu
akad jaminan/kafalah.
Pasal 144: Suatu kerjasama dengan saham yang
tidak sama, hanya termasuk akad
keagenan/wakalah, dan tidak
mengandung akad jaminan/kafalah.
Pasal 145: Setelah suatu akad diselesaikan yang
tidak dicantumkan adanya suatu bentuk
jaminan, maka para pihak tidak saling
menjamin antara yang satu dengan
yang lain.42
Pembagian syirkah wujuh ditentukan
berdasarkan kesepakatan.43 Jika kesepakatan di awal
dibagi sesuai modal, maka pembagiannya sesuai
modal, namun jika kesepakatan keuntungan dibagi
rata, maka keuntungan tersebut dibagi rata.
6. Syirkah al-Mudharabah adalah perserikatan antara
pihak pemilik modal dengan pihak yang ahli dalam
berdagang atau pengusaha, dimana pihak pemodal
menyediakan seluruh modal kerja. Dengan demikian
mudharabah dapat dikatakan sebagai syirkah antara
modal satu pihak dan pekerjaan pada pihak lain.
Keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan,
sedangkan kerugian ditanggung oleh pihak
pemodal.44 Dalam Pasal 139 Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah disebutkan:
a. Kerjasama dapat dilakukan antara pemilik modal
dengan pihak yang mempunyai keterampilan
untuk menjalankan usaha.
b. Dalam kerjasama mudharabah, pemilik modal
tidak turut serta dalam menjalankan perusahaan.
c. Keuntungan dalam kerjasama mudharabah dibagi
berdasarkan kesepakatan dan kerugian
ditanggung hanya oleh pemilik modal.45
Dalam ketentuan di atas maka terlihat bahwa
kerjasama dalam syirkah mudharabah ini tidak
semua hasil ada modal.Jadi pihak satu yang
memberi modal dan pihak lainnya sebagai orang
yang mempunyai keterampilan.Dengan ketentuan
tersebut maka pembagian modal dibagi berdasarkan
kesepakatan.Namun yang kerap terjadi di
masyarakat biasanya pembagian modal mudharabah
60-40, 60% untuk pemilik modal dan 40% untuk
orang yang menggarap.Dan jika suatu saat ada
kerusakan tersebut menjadi tanggungan pemilik
modal.
Ketentuan syirkah dalam Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah terdapat dalam Buku II Bab VI
tentang syirkah pada umumnya (uqud) dan syirkah
milk.Terdiri dari 96 Pasal, mulai dari Pasal 134
sampai Pasal 230.Menurut Pasal 134 syirkah dapat
dilakukan dalam bentuk syirkah amwal, syirkah
abdan, dan syirkah wujuh.Dan dalam Pasal 135
dijelaskan bahwa syirkah amwal dan syirkah abdan
dapat dilakukan dalam bentuk syirkah ‘inan, syirkah
mufawadhah dan syirkah mudharabah
hukum asuransi 2
Tanpa pembuktian, sesuai Pasal 273 KUHD, Pasal 274 KUHD, dan Pasal 275 KUHD, hakim
dapat meminta Tertanggung untuk bersumpah dan kerugian dihitung menurut nilai barangbarang yang ada waktu ada kebakaran (Pasal 295 KUHD).
Apabila bangunan dibebani jaminan, maka nilai pertanggungan akan sampai pada jumlah
utang dan bunga sehingga perlu adanya perhitungan ganti rugi yang terhutang dengan
pemegang hak jaminan, apabila pemegang hak jaminan memperolak keuntungan bila tidak
terjadi kerugian.
Asuransi Rangkap :
Tertanggung harus memberitahukan kepada Penanggung segala Pertanggungan lain atas harta
benda dan atau kepentingan yang sama. Jika tidak akan ditanggung oleh Tertanggung.
Polis Standar Asuransi Kebakaran Indonesia juga memuat bahwa jika ada perubahan atau
perombakan atas harta benda yang dipertanggungkan atau atas tempat dimana harta yang
dipertanggungkan disimpan, sebagian atau seluruhnya dipergunakan untuk keperluam lain
atau kalau barang tersebut disimpan disana resiko akan menjadi lebih besar, maka 7 hari
setelah perubahan Tertanggung wajib memberitahukan kepada Penanggung. Maka
Penanggung berhak untuk tetap meneruskan Pertanggungan dengan menaikkan premi atau
tidak meneruskan dengan mengembalikan Premi terhadap Tertanggung.
C. Asuransi terhadap kerugian hasil Pertanian yang belum dipaneni
Polis asuransi kerugian hasil Pertanian yang belum dipaneni harus dibuat dalam polis yang
khusus, yang harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditentukan dalam pasal 256 dan
pasal 299 KUHD, yaitu syarat yang terkait dengan obyek. Diantara syarat yang ditentukan
dalam pasal 299 KUHD adalah sebagai berikut :
1. Letak dan batas-batas tanah yang hasilnya dipertanggungkan;
2. Penggunaannya.
Jangka waktu harus ditentukan, sebab apabila tidak akan dianggap hanya untuk 1 tahun
(Pasal 300 KUHD). Pasal 301 menyaratkan adanya perhitungan untuk nilai hasil pada waktu
dipanen atau dinikmati tanpa becana, dan setelah bencana dengan pembayaran ganti rugi dari
selisihnya.
D. Asuransi Laut
Asuransi Laut merupakan pelopor dari segala jenis asuransi. Asuransi Laut di dalam KUHD
diatur secara jelas, terperinci dan luas hingga lebih dari 25 Pasal, diantaranya adalah :
a. Buku I Bab IX Pasal 246 KUHD - Pasal 286 KUHD tentang Asuransi pada umummya
sejauh tidak diatur dengan ketentuan khusus;
b. Buku II Bab IX Pasal 592 KUHD – Pasal 685 KUHD tentang Asuransi Bahaya Laut, dan
Bab X Pasal 686 KUHD – Pasal 695 KUHD tentang Asuransi Bahaya Sungai dan
Perairan Pedalaman;
c. Buku II Bab XI Pasal 709 KUHD Pasal 721 KUHD tentang Avarai;
d. Buku II Bab XII Pasal 744 KUHD tentang Berakhirnya perikatan dalam Perdagangan laut.
Asuransi Pengangkutan Laut (Marine Insurance) merupakan suatu Perjanjian Pertanggungan
(Contract of Indemnity) antara Penanggung (Insurer) dan Tertanggung (assuer) atas
kepentingan yang berhubungan dengan kapal sebagai alat pengangkut dan barang sebagai
muatan kapal dari kemungkinan resiko kerusakan atau kerugian yang diakibatkan oleh
bahaya-bahaya laut (maritime perils) atau bahaya lain yang berhubungan dengan bahaya
laut. Adanya kemungkinan kepentingan dan tanggung jawab dari pihak lain atau pihak ketiga
baik sebagai penyebab kejadian ataupu sebagai korban kejadian yang mengakibatkan
kerugian. Sehingga dalam penyelesaian klaim, sering melibatkan banyak pihak, seperti
surveyor, serta pihak yang bertanggung jawab terhadap peristiwa tersebut, seperti pelayaran,
perusahaan bongkar muat, pengangkutan, pengelola terminal pelabuhan dan pihak lainnya.
Selain Pasal 256 KUHD, maka Pasal 592 KUHD mewajibkan polis :
1. nama Nahkoda, nama Kapal, dengan menyebutkan macamnya, dan pada pertanggungan
kapalnya, penyitaan apakah kapal itu terbuat dari kayu cemara, atau keterangan bahwa
Tertanggung tidak mengetahui tentang keadaan itu;
2. tempat barang-barang dimuat atau harus dimuat;
3. pelabuhan tempat kapal seharusnya berangkat, atau harus berangkat;
4. pelabuhan atau pantai tempat kapal harus memuat atau membongkar;
5. pelabuhan atau pantai yang harus disinggahi kapal;
6. tempat permulaan berlangsungnya bahaya yang menjadi beban penanggung;
7. nilai kapal yang dipertanggungkan.
Apabila Tertanggung tidak mengetahui mengenai kapal mana yang akan memuat barangbarang tersebut, pernyataan nakhoda atau kapal tidak akan dijadikan syarat, asalkan dalam
polis diterangkan ketidaktahuan Tertanggung tentang hal itu, beserta pernyataan tanggal dan
penandatanganan surat pengantar atau surat tunjuk terakhir, kepentingan ini hanya untuk
waktu tertentu (Pasal 595 KUHD).
Apabila Tertanggung tidak mengetahui barang apayang dikirimkan, maka akan dituliskan
“barang-barang” akan tetapi hal tersebut tidak termasuk emas dan perak dalam bentuk mata
uang, batangan emas dan perak, permata, mutiara, atau perhiasan-perhiasan, dan keperluankeperluan perang (Pasal 596 KUHD).
Jenis Asuransi Laut, meliputi :
1. Marine Cargo Insurance, yaitu asuransi yang mempertanggungkan barang dan
kepentingan yang ada didalamnya :
a. Cargo, harga beli barang itu sendiri;
b. Freight, biaya pengiriman atau ongkos kapal;
c. Forwading Expenses, ongkos pembongkaran dan pengurusan barang;
d. Premi Asuransi;
e. Imaginary Profit, keuntungan yang diharapkan;
f. Cash in Transit.
2. Marine Hull and Machinary Insurance, yaitu asuransi atas kapal dan kepentingan yang
melekat di dalamnya, meliputi :
a. Kepentingan dari pemilik kapal akibat dari rusaknya kapal serta kerugian-kerugian
lainnya
yang langsung diderita pemiliknya.
b. Kerugian pemilik kapal akibat tanggung jawanya kepada pihak lain yang terjadi
selama ia
mengoperasikan kapalnya.
Pasal 593 KUHD menyatakan obyek adalah :
a. Tanpa penunjukan :
- Badan dan lunas kapal, kosong atau bermuatan, dipersenjatai atau tidak, berlayar baik
sendirian atau bersama-sama dengan kapal lain;
- Alat-alat perlengkapan dan tali-temali;
- Alat-alat perlengkapan perang;
b. Dengan penunjukan :
- Bahan makanan, dan pada umumnya semua biaya yang telah dikeluarkan untuk kapal
itu, sampai kepada penurunan kapal ke laut;
- Barang-barang muatannya;
- Keuntungan yang diharapkan;
- Biaya angkutan yang akan diperoleh;
- Bahaya perbudakan.
Pasal 594 KUHD mengatur, bahwa :
- pertanggungan dapat diadakan pada keseluruhan atau sebagian barang, bersama-sama
atau sendiri baik dalam keadaan damai atau dalam waktu perang, sebelum atau selama
perjalanan kapal;
- untuk perjalanan pergi - pulang, untuk salah satu dari kedua itu; untuk seluruh perjalanan,
atau untuk waktu tertentu;
- untuk semua bahaya laut;
- untuk berita baik dan buruk.
Masa Berlakunya Pertanggungan
1. Pasal 624 KUHD menyatakan apabila Pertanggungan mulai berjalan bagi Penanggung saat
nahkoda mulai dengan pemuatan barang-barang daganga, atau apabila ia diwajibkan untuk
berangkat hanya dengan membawa bahan pemberat, pada saat dimulainya memuat bahan
tersebut.
2. Pasal 625 KUHD dalam pertanggungan yang disebutkan yang lalu bahaya bagi pihak yang
menanggung berakhir dalam jangka waktu 21 hari setelah barang-barangnya yang
dipertanggungkan sampai di tempat tujuan, atau lebih cepat beberapa hari setelah
barang-barang sampai di tempat tujuan, atau sekian hari lebih cepat setelah barang-barang
muatan dibongkar.
3. Pasal 626 KUHD dalam halnya sebuah kapal dipertanggungkan untuk sebuah perjalanan
pergi-pulang, atau untuk lebih dari suatu perjalanan, maka pihak yang menanggung,
selama itu menanggung bahaya sampai 21 hari semenjak diselesaikannya perjalanan
terakhir, atau beberapa hari lebih cepat setelah barang-barang muatan terakhir setelah
dibongkar.
4. Pasal 628 KUHD, jika yang diasuransikan itu adalah barang-barang dagangan atau barang-
barang lainnya, maka bahaya itu berlangsung terus tanpa henti, meskipun nakhkoda
dengan terpaksa melakukan pelabuhan darurat. Membongkar muatan dan memperbaiki
kapalnya di situ, hingga perjalanannya dihentikan secara sah oleh pihak yang ditanggung
diberikan perintah untuk tidak lagi memuat barang-barangnya ke kapal, ataupun pelayaran
itu diselesaikan sama sekali.
5. Pasal 629 KUHD jika nakhoda atau pihak yang ditanggung atas barang-barang, karena
alasan-alasan yang sah tidak dapat membongkar muatan dalam jangka waktu seperti
ditetapkan Pasal 627 KUHD, sedangkan mereka tidak berlangsung sampai saat selesainya
dibongkar barang-barang tersebut.
6. Pasal 630 KUHD, Pertanggungan untuk memperoleh uang dari biaya angkutan. Bahaya
bagi Penanggung mulai berlangsung sejak saat barang-barang dan barang-barang dagangan
yang biaya angkutannya telah dibayar, telah dimuat ke dalam menjadi busuk atau akan
menulari barang-barang lainnya.
7. Pasal 632 KUHD, apabila perjalanan dihentikan, Penanggung mulai menanggung terhadap
bahaya, maka bahaya ini tetap berjalan, dalam halnya pertanggungan atas barang-barang
selama lima belas hari, dan dalam halnya pertanggungan atas kapalnya, selama dua puluh
satu hari setelah terjadinya penghentian perjalanan tadi, ataupun sekian hari lebih dahulu
sekedar barang-barang dagangan dan barang-barang lainnya telah selesai dibongkarnya.
8. Pasal 615 KUHD, menyatakan bahwa dapat diadakan bagi pertanggungan atas keuntungan
yang diharapkan, sehingga harus dibuatkan rencana perkiraan tersendiri pada polisnya
dengan penyebutan tersendiri atas barang-barang mana hal itu dilakukan. Bila tidak ada
maka Pertanggungannya batal. Pasal 621 KUHD menyatakan bahwa keuntungan yang
diharapkan dibuktikan dengan daftar harga yang diakui resmi, atau bila hal itu tidak ada,
dengan anggaran para ahli, yang akan menunjukkan keuntungan yang selayaknya akan
dihasilkan di tempat tujuan oleh barang-barang yang dipertanggungkan, bila tiba dengan
selamat. Pasal 633 KUHD menyatakan waktu mulai dan berakhirnya bahaya dalam hal
keuntungan yang diharapkan akan didapat adalah sama dengan waktu yang ditentukan
untuk itu. Akan tetapi, apabila tiba dengan selamat maka Penanggung cukup membayar
jumlah yang lebih kecil. Pasal 634 KUHD dalam segala pertanggungan kedua belah pihak
bebas untuk membuat persyaratan-persyaratan lain tentang permulaan dan akhir waktu
yang tepat tentang adanya bahaya.
Nilai Barang dalam Asuransi Laut:
1. Pasal 612 KUHD, barang-barang boleh dipertanggunggan untuk nilai sepenuhnya pada
waktu dan di tempat pengiriman, dengan semua biayanya sampai di kapal, termasuk di situ
Premi Pertanggungan, tanpa dapat dituntut untuk memberikan rencana perkiraan tiap
barang tersendiri.
2. Pasal 613 KUHD adalah nilai sesungguhnya barang-barang yang dipertanggungkan boleh
dinaikkan dengan biaya angkutan, bea-bea masuk dan biaya-biaya lain yang pada waktu
tibanya perlu sekali harus dibayar.
3. Pasal 614 KUHD, kenaikan yang diuraikan dalam Pasal yang lain, tidak mengikat, apabila
yang dipertanggungkan tidak sampai di tempat tujuan, sepanjang karena itu pembayaran
biaya angkuta, bea-bea masuk dan biaya-biaya lainnya hapus seluruhnya atau sebagian.
Akan tetapi bila biaya angkutan menurut perjanjian yang diadakan sebelum keberangkatan
kapal harus dibayar terlebih dahulu, maka pertanggungannya tidak berubah.
4. Pasal 616 KUHD, biaya angkutan dapat dipertanggungkan untuk jumlah sepenuhnya.
5. Pasal 617 KUHD, bila kapal karam atau kandas, maka pertanggungannya akan dikurangi
dengan jumlah biaya perjalanan yang harus dibayarkan oleh nakhoda atau pemiliki kapal,
kurang dari yang seharusnya.
6. Jumlah pertanggungan dapat dikurangi berdasarkan keputusan pengadilan berdasarkan
para ahli (Pasal 619 KUHD):
1. Apabila kapal memiliki nilai yang lebih rendah dari harga pembelian, baik karena umur
atau perjalanan;
2. Apabila kapal ketika mengalami peristiwa tidak pasti, dipertanggungkan untuk lebih dari
satu pertanggungan, akan tetapi hanya menjalani satu perjalanan saja.
7. Pasal 620 KUHD, nilai pertanggungan dihitung atas dasar berapa barang yang dikeluarkan
ditambah dengan biaya pengangkutan.
8. Pasal 623 KUHD, bahwa jumlah biaya angkutan dibuktikan dengan carter - partai atau
konosemen-konosemennya.
Perkecualian atas kapal yang sudah atau yang belum berangkat :
1. Pasal 603 KUHD, Pertanggungan boleh diadakan atas kapal-kapal dan barang-barang yang
sudah berangkat, asalkan di dalam polis dinyatakan saat keberangkatan kapal itu tanpa
sepengetahuan pihak ketiga, dan apabila hal tersebut diadakan oleh pihak ketiga tanpa
adanya pemberian amanat.
2. Pasal 605 KUHD,pertanggungan dapat diadakan untuk kapal yang belum datang ke tempat
dimana terjadinya Pertanggungan apabila terdapat pernyataan ketidaktahuan Tertanggung .
Hak dan Kewajiban Para Pihak :
1. Pasal 635 KUHD menyatakan apabila Perjalanan dihentikan sebelum Penanggung mulai
menghadapi bahaya, premi tidak usaha dibayar oleh Tertanggung ataupun dikembalikan
oleh Penanggung, akan tetapi Penanggung mendapatkan ½ prosen dari jumlah premi.
2. Pasal 636 KUHD, apabila Pertanggungan dihentikan ketika sudah sampai saat Penanggung
menanggung, tetapi belum sampai pada saat kapal harus membongkar muatannya. Akan
tetapi Penanggung mendapatkan 1 persen dari premi.
3. Terkait dengan evenemen, maka Penanggung harus memberikan ganti kerugian apabila
kerugian itu diakibatkan oleh angin taufan, hujan lebat, pecahnya kapal, terdamparnya
kapal, menggulingnya kapal, penubrukkan, karena kapalnya dipaksa mengganti haluan
atau perjalanannya, karena adanya pembuangan barang-barang ke laut, karena kebakaran,
paksaan, banjir perampasan, bajak laut, atau perampok, penahan atas perintah dari pihak
atasan, pernyataan perang, tindakan-tindakan pembalasan, segala kerusakan yang berasal
dari kelalaian, kealpaan, atau kecurangan nakhoda atau anak buahnya, atau malapetaka
dari luar (Pasal 637 KUHD).
4. Pasal 638 KUHD ialah kewajiban Penanggung berhenti apabila haluan atau perjalanannya
diubah tanpa adanya sesuatu hal yang memaksa, dan dalam halnya pertanggungan
atas upah pengangkutan, berakhirnya kewajiban.
5. Pasal 640 KUHD dan Pasal 641 menyatakan bahwa Penanggung tidak perlu membayar
ganti kerugian Penanggung tidak bertanggung jawab atas kecurangan nahkoda atas
perubahan nahkoda.
6. Pasal 643 KUHD bahwa Penanggung tidak bertanggung jawab atas benda cair, seperti
anggur, minyak, madu, gajih, sirup, gula, dan lain sebagainya.
7. Pasal 644 KUHD menyatakan Penanggung tidak memiliki kewajiban untuk memberikan
ganti kerugian kepada barang-barang yang mudah rusak atau busuk.
8. Pasal 645 KUHD bahwa kewajiban Penanggung untuk menjaga semua kerusakan apabila
terdapat pernyataan “bebas dari kerusakan”.
9. Pasal 647 KUHD bahwa Pertanggungan dengan persyaratan “bebas dari molest”, maka
penanggung bebas dan bila barang yang dipertanggungkan musnah atau menjadi busuk
karena kekerasan, perampasan, pembajakan, perampokan, penahanan atas perintah dari
penguasa, pernyataan perang dan pembalasan, sedangkan pertanggungan akan hapus bila
barang yang ditanggung dengan moles, tertahan atau dibelokkan dari arah tujuannya akan
tetapi Penanggung tetap melakukan penanggungan.
10. Pasal 650 KUHD bahwa mewajibkan Tertanggung untuk dapat membuktikan bahwa
keberangkatan kapal sesuai di dalam perjanjian.
Resiko :
1. Total Loss (Kerugian lenyap semua)
Actual Total Loss yaitu bilamana atau muatan secara fisik telah lenyap semuanya atau
muatannya sudah kehilangan seluruh nilainya.
Constructive Total Loss yaitu bila kapal dan muatan kehilangan seluruh sifatnya semula
sekalipun secara fisik tidak rusak.
2. Partial Loss
a. General Average (kerugian umum) adalah kerugian dengan sengaja dilakukan atau biaya
yang sengaja dikeluarkan yang bertujuan untuk keselamatan semua pihak yang
berkepentingan.
b. Particular Average (kerugian khusus) adalah kerugian yang diderita kapal maupun
muatan karena kecelakaan yang menjadi tanggung jawab pemiliknya, dan kerugian itu
tidak dapat diharapkan iuran atau sumbangan penggantian dari pihak lain.
- Kebakaran
Ada banyak hal yang menimbulkan kebakaran, antara lain :
1. Akibat kecelakaan;
2. Akibat kesalahan awak kapal;
3. Akibat salah satu barang terbakar sendiri;
4. Akibat halilintar;
5. Akibat lain yang tidak dapat diketahui penyebabnya.
Sering pula ada pihak Penanggung menolak atas klaim yang timbul, maka Penanggung
yang harus membuktikannya, untuk menghindari pertengkaran-pertengkaran yang
mungkin yang akan terjadi.
- Barraty
Kecurangan nahkoda dan atau kru kapal untuk mengambil alih kapal dari pemiliknya
dan kemudian menguasainya dan menggunakan atau membawa kapal tersebut ke
tempat yang tidak disetujui pemiliknya.
- Thieves
Yang ditutup, atau diberikan ganti ruginya oleh asuransi hanyalah pencurian yang
dilakukan secara diam-diam. Resiko pencurian tidak termasuk pencurian biasa.
- Jettison
Jettison adalah membuang barang ke laut guna penyelamatan kepentiangan umum
kapal dan barang-barang lainnya.
Mengenai resiko-resiko tersebut di atas, dapat disimpulkan pengelompokan resiko:
a. Resiko yang dialami sebagai suatu bencana yang diakibatkan oleh alat pengangkutnya,
seperti kandas, kebocoran, tenggelam, tabrakan, terbalik, dan lain-lain;
b. Perlakuan dalam menangani secara tidak bertanggung jawab atau sembrono (Roug
Handling), seperti perlakuan disaat muat atau bongkar oleh buruh di pelabuhan atau
digudang;
c. Pencurian serta bencana di kapal, tempat penimbunan, atau disaat bongkar muat;
d. Kesalahan pada bongkar muat;
e. Kemasan yang tidak memenuhi persyaratan standar;
f. Tempat penimbunan yang tidak memenuhi syarat;
g. Bahaya perang, huru-hara, kerusuhan dan pemogokan di pelabuhan;
h. Watak pada barang itu sendiri;
i. Akibat perbaruan barang dari berbagai jenis sehingga dapat menimbulkan kontaminasi.
Klaim Asuransi Laut
Klaim dalam asuransi ialah tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh Tertanggung kepada
Penanggung karena kepentingan yang diasurasikan mengalami kerugian atau kerusakan atas
barang yang dipertanggungkannya akibat dari suatu peristiwa selama barang dalam proses
pengangkutan.
1. Prosedur Pengajuan Penyelesaian Klaim
a. Pemberitahuan kerugian;
b. Survey kerusakan dan kerugian;
c. Mengusahakan kelengkapan dokumen pendukung klaim.
2. Dokumen-dokumen pendukung klaim asuransi
a. Polis asuransi atau sertifikat asuransi;
b. Faktur dan daftar perincian barang, meliputi jenis pengepakannya, dan sebagainya;
c. Laporan survey;
d. Surat-menyurat dengan pihak-pihak lain yang berhubungan dengan penyebab kerugian;
e. Dokumen klaim asuransi lainnya.
E. Asuransi Pengangkutan Darat
Dunia transportasi, khususnya transportasi darat pada umumnya dipenuhi dengan
ketidakpastian. Dalam artian mungkin saja timbul resiko ketika melakukan transportasi,
khususnya transportasi darat adapun resiko tersebut membawa kerugian, baik materi maupun
immateriil (kehilangan jiwa). Akan tetapi karena tingkat perekonomian Indonesia yang
rendah, maka masyarakat kurang memperhatikan pentingnya asuransi, sehingga biasanya
mereka tidak menasuransikan diri mereka sendiri, sehingga aturan perundang-undangan
mengatur mengenai Asuransi Transportasi, sebagai berikut 19
:
1. Angkutan Jalan. Pasal 45 ayat 1 UU No. 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan menyebutkan bahwa “pengusaha angkutan umum bertanggung jawab atas
kerugian yang diderita oleh penumpang, pengirim barang atau pihak ketiga, karena
kelalaiannya dalam melaksanakan pelayanan angkutan”.
2. Pasal 28 UU No. 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan secara tegas
menyatakan bahwa pengemudi kendaraan bermotor bertanggung jawab atas kerugian yang
diderita oleh pemilik barang atau pihak ketiga yang timbul akibat kelalain atau kesalahan
pengemudi dalam mengendalikan kendaraan bermotor.
3. Untuk Kereta Api. Pasal 157 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkereta Apian
menyatakan bahwa “penyelenggara sarana perkereta apian bertanggung jawab terhadap
bertanggung jawab terhadap pengguna jasa yang mengalami kerugian, luka-luka, atau
meninggal dunia yang disebabkan oleh pengoperasian angkutan kereta api.
Semua menyatakan mengenai tanggung jawab dari pemilik perusahaan transportasi atau
pengangkutan.
Asuransi Pengangkutan melalui darat merupakan Pertanggungan yang memberikan jaminan
atau proteksi terhadap kerugian atau kerusakan atas objek pertanggungan sebagai akibat
adanya bahaya-bahaya darat yang bersifat accidental, yang terjadi dalam masa pengangkutan
melalui darat dengan objek pertanggungan adalah kendaraan pengangkut darat bersama
muatannya terhadap kemungkinan bahaya yang menimpa20
.
Secara garis besar resiko yang dijamin dalam asuransi pengangkutan melalui darat adalah :
1. Kondisi Pertanggungan dengan Klausula Total Loss Only
a. Hanya dijamin apabila obyek yang diangkut menderita keraguan total sebagai akibat dari
kecelakaan.
b. Jaminan berlaku baik untuk kerugian total bersama alat angkutnya maupun kerugian
total barangnya saja.
2. Kondisi Pertanggungan All Risk
a. Memberikan jaminan atas setiap kerugian sebagai akibat dari kecelakaan alat angkutnya.
b. Jaminan berlaku baik untuk kerugian alat angkutnya maupun kerugian barangnya saja.
c. Diberlakukan deductible.
Perbedaan keduanya adalah bahwa jenis pertanggungan TLO, penanggung baru akan
membayar kerugian apabila nilai kerugian yang diakibatkan oleh resiko yang dijamin
melebihi 75 % dari harga pertanggungan yang disepakati di awal, sedangkan pada jaminan all
risk, tertanggung dapat mengajukan klaim untuk kerusakan akibat resiko yang dijamin
berapapun nilai kerugian yang terjadi, sepanjang tidak melebihi harga Pertanggungan21
.
Asuransi Pengangkutan Darat ini ada yang merupakan swasta atau asuransi sosial. Asuransi
sosial diatur dalam UU No. 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan
Penumpang, seluruh penumbpang harus memiliki Asuransi Kecelakaan Penumpang Umum
dengan memiliki Iuran Wajib. Sedangkan pemilik kendaraan bermotor, berdasarkan UU No.
34 Tahun 1964 Tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan seluruh Pemilik Kendaraan
Bermotor harus memiliki asuransi yang menjamin tanggung jawab hukum pemilik kendaraan
bermotor dengan membayar sumbangan wajib setiap tahunnya melalui perpanjangan STNK
yang dikelola oleh PT. Jasa Raharja.
Asuransi Kecelakaan Penumpang Umum
Penanggung :
PT. Jasa Raharja
Tertanggung :
Pasal 3 ayat 1 butir a UU no 33 Tahun 1964 menyatakan bahwa tiap penumpang yang sah
dari kendaraan bermotor umum, kereta api, pesawatn terbang, perusahaan penerbangan
nasional dan kapal perusahaan perkapalan / pelayaran nasional, wajib membayar iuran
melalui pengusaha / pemilik yang bersangkutan untuk menutup akibat keuangan disebabkan
kecelakaan penumpang dalam perjalanan
Ruang Lingkup Pertanggungan
Saat penumpang naik kendaraan yang bersangkutan ditempat pemberangkatan sampai saat
turun dari kendaraan tersebut ditempat tujuan
Premi :
Pasal 2 ayat 1 PP No. 17 Tahun 1965 menyatakan bahwa untuk jaminan pertanggungan
kecelakaan diri dalam Peraturan Pemerintahan ini tiap penumpang kendaraan bermotor
umum, kereta api, pesawat terbang perusahaan penerbangan nasional dan kapal perusahaan
perkapalan/pelayaran nasional untuk tiap perjalanan wajib membayar suatu iuran
Evenemen :
Kecelakaan
Asuransi Kecelakaan Lalu Lintas Jalan :
Penanggung :
PT. Jasa Raharja
Tertanggung :
Pasal 2 ayat 1 UU No. 34 Tahun 1964 pengusaha atau pemilik kendaraan bermotor
diharuskan memberikan sumbangan wajib.
Ruang Lingkup Pertanggungan :
Pasal 4 ayat 1 UU No. 34 Tahun 1964 setiap orang yang menjadi korban mati atau cacat tetap
akibat kecelakaan yang disebabkan oleh kendaraan bermotor, Dana akan memberi ganti rugi
kepadanya atau kepada ahli warisnya sebesar jumlah yang ditentukan oleh Peraturan
Pemerintah.
Premi :
Pasal 1 butir d UU No. 34 Tahun 1964, Sumbangan tahunan yang wajib dibayar.
Evenemen :
Kemungkinan Kecelakaan Lalu Lintas
Penyebab terjadinya klaim
1. Tertanggung meninggal dunia;
2. Pemegang polis menghentikan pembayaran preminya dan memutuskan perjanjian
asuransinya pada saat polisnya sudah mempunyai nilai tunai;
3. Perjanjian asuransi sudah berakhir sesuai dengan jangka waktu yang tercantum dalam polis
dan kewajiban pemegang polis telah terpenuhi atau polis dalam keadaan lapse tetapi telah
mempunyai nilai tunai (habis kontrak bebas premi);
4. Tertanggung mendapat kecelakaan;
5. Tertanggung karena suatu penyakit perlu diopname atau rawat jalan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36/PMK.010/2008 tanggal 26 Februari
2008 tentang Besar Santunan dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37/PMK.010/2008 tanggal 26 Februari 2008 tentang
Besar Santunan dan Iuran Wajib Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang Alat
Angkutan Penumpang Umum di Darat, Sungai/Danau, Ferry/Penyebrangan, Laut dan Udara,
besar santunan yang diberikan :
Jenis Santunan Besar Santunan
Angkutan Darat
Sungai/Danau,
Ferry/Penyebrangan dan
Laut
Angkutan Udara
Meninggal Dunia Rp. 25.000.000,- Rp. 50.000.000,-
Cacat Tetap (maks) Rp. 25.000.000,- Rp. 50.000.000,-
Biaya Rawatan (maks) Rp. 10.000.000,- Rp. 25.000.000,-
Biaya Penguburan Rp. 2.000.000,- Rp. 2.000.000,-
CARA PERHITUNGAN GANTI RUGI DALAM HAL TERDAPAT KEADAAN CACAT
TETAP
Apabila terjadi kecelakaan , tertanggung menderita kehilangan seluruh dan/atau tidak dapat
dipakai lagi untuk selamanya anggota bagian tubuhnya seperti tersebut di bawah ini, maka
Penanggung akan membayar sebagai berikut :
Kelompok I Kelompok II
Akal Budi Rp. 6.000.000,- Rp. 4.000.000,-
Kedua mata/tangan/kaki Rp 6.000.000,- Rp 4.000.000,-
Pendengaran pada kedua
belah telinga
Rp 3.000.000,- Rp 2.000.000,-
Satu mata/tangan/kaki Rp 1.200.000,- Rp 800.000,-
Pendengaran pada sebelah
telinga
Rp 600.000,- Rp 400.000,-
Setiap jari tangan, setiap jari
kaki
Rp 300.000,- Rp 200.000,-
Kelompok III Kelompok IV
Akal Budi Rp 2.000.000,- Rp 1.000.000,-
Kedua mata/tangan/kaki Rp 2.000.000,- Rp 1.000.000,-
Pendengaran pada kedua
belah telinga
Rp 1.000.000,- Rp 500.000,-
Satu mata/tangan/kaki Rp 400.000,- Rp 200.000,-
Pendengaran pada sebelah Rp 200.000,- Rp 100.000,
telinga
Setiap jari tangan, setiap jari
kaki
Rp 100.000,- Rp 50.000,-
2. Jumlah pembayaran jaminan tersebut akan dikurangi dengan semua biaya perawatan atau
pengobatan yang telah diterima penggantiannya bila hal itu menyangkut kecelakaan yang
sama.
Perhitungan jaminan dalam hal terdapat cacat tetap
a. Apabila akibat dari sesuatu kecelakaan harus dikeluarkan biaya-biaya untuk perawatan atau
pengobatan, maka berdasarkan kebenaran bukti kwitansi, Penanggung akan memberikan
penggantian untuk itu setinggi-tingginya sampai jumlah :
Kelompok I Rp 1.000.000,-
Kelompok II Rp 750.000,-
Kelompok III Rp 500.000,-
Kelompok IV Rp 250.000,-
b. Biaya-biaya perawatan atau pengobatan dari sesuatu kecelakaan yang sama yang
jumlahnya melebihi tersebut point 1 tidak lagi menjadi beban penanggung.
c. Dengan tidak mengurangi ketentuan ketentuan yang tersebut dalam ayat 1 dan ayat 2 diatas
maka perawatan ulangan hanya dapat dilakukan menurut pertimbangan Dokter, yang harus
dibuat secara tertulis dan disampaikan kepada Penanggung.
d. Yang dimaksud dengan biaya-biaya perawatan atau pengobatan ialah: ongkos-ongkos
pertolongan pertama, ongkos dokter dan ongkos pengobatan, perawatan, pemeriksaan,
obat-obatan dan perban dan perawatan dalam rumah sakit. Obyek Pertanggungan : Siswa
dari tingkat Taman Kanak-Kanak s/d Perguruan tinggi, guru, Dosen, Staf dan kursus-
kursus Jangka waktu Pertanggungan : 1(satu) tahun.
PENGAJUAN SANTUNAN JASA RAHARJA
a. Cara memperoleh Santunan
1) Menghubungi kantor jasa Raharja terdekat
2) Mengisi formulir pengajuan dengan melampirkan:
o Keterangan kecelakaan Lalu-lintas dari kepolisian dan atau dari instansi berwenang lainnya
o Keterangan kesehatan dari dokter/RS yang merawat
o KTP/identitas korban/ahli waris korban
o Formulir pengajuan diberikan Jasa raharja secara cuma-cuma
b. Bukti lain yang diperlukan
1) Dalam hal korban luka –luka
Kuitansi biaya perawatan dan pengobatan yang asli dan sah
2) Dalam hal korban meninggal dunia
Surat kartu keluarga/surat nikah(bagi yang sudah menikah
c. Ketentuan lain yang diperlukan
1) Jenis santunan
o Santunan berupa penggantian biaya rawatan dan pengobatan(sesuai dengan ketentuan)
o Santuan kematian
o Santuan cacat tetap
2) Ahli waris
o Janda atau dudanya yang sah
o Anak-anaknya yang sah
o Orang tuanya yang sah
3) Kedaluwarsa
Hak santunan menjadi gugur/kedaluwarsa jika:
o Permintaan diajukan dalam waktu lebih dari 6 bulan setelah terjadinya kecelakaan.
o Tidak dilakukan penagihan dalam waktu 3 bulan setelah hak dimaksud disetujui oleh Jasa
Raharja.
F. Asuransi Kendaraan Bermotor
Asuransi Kendaraan Bermotor adalah produk asuransi kerugian yang melindungi
Tertanggung dari resiko kerugian yang mungkin timbul sehubungan dengan kepemilikan dan
pemakaian kendaraan bermotor.
Dalam polis Standar Asuransi Kendaraan Bermotor, terdapat mengenai :
1. Resiko dalam Asuransi Kendaraan Bermotor :
A. Resiko yang dijamin Asuransi Kendaraan Bermotor
- Kerugian atau kerusakan Kendaraan Bermotor ini resiko yang dipertanggungjawabkan
disebabkan :
a. Tabrakan, benturan, terbalik, tergelincir dari jalan, termasuk juga akibat dari
kesalahan material, konstruksi, cacat sendiri atau sebab-sebab lainnya dari
kendaraan yang bersangkutan;
b. Perbuatan jahat orang lain;
c. Pencurian, termasuk pencurian yang didahului atau disertai atau diikuti dengan
kekerasan ataupun ancaman dengan kekerasan kepada orang dan kendaraan
bermotor yang diasuransikan dengan tujuan mempermudah pencurian kendaraan
bermotor atau alat perlengkapan kendaraan bermotor yang diasuransikan dalam
polis ini;
d. Kebakaran termasuk kebakaran benda atau kendaraan bermotor lain yang
berdekatan atau tempat penyimpanan kendaraan bermotor yang diasuransikan, atau
karena air dan atau alat-alat lain yang dipergunakan untuk menahan atau
memadamkan kebakaran, demikian juga karena dimusnahkannya seluruh atau
sebagian kendaraan bermotor yang diasuransikan atas perintah yang berwenang
dalam upaya pencegahan menjalarnya kebakaran itu;
e. Sambaran Petir;
f. Kerugian atau kerusakan yang disebabkan oleh peristiwa-peristiwa yang tersebut
dalam butir 1 dan sebab-sebab lainnya selama penyeberangan dengan feri atau alat
penyeberangan resmi lain yang berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat;
g. Kerusakan roda bila kerusakan tersebut mengakibatkan pula kerusakan kendaraan
bermotor itu yang disebabkan oleh kecelakaan;
h. Biaya yang wajar yang dikeluarkan Tertanggung untuk penjagaan atau
pengangkutan ke bengkel atau tempat lain guna menghindari atau mengurangi
kerugian maksimum 0,5% dari jumlah Pertanggungan;
- Penanggung memberikan penggantian kepada Tertanggung atas :
Tanggung gugat yaitu tanggung jawab hukum Tertanggung terhadap pihak ketiga
berkaitan dengan penggunaan kendaraan bermotor yang dipertanggungkan. Dalam hal
ini Penanggung akan memberikan penggantian kepada Tertanggung atas suatu
kerugian yang diderita pihak ketiga yang secara langsung disebabkan oleh kendaraan
bermotor yang dipertanggungkan, baik yang diselesaikan melalui musyawarah maupun
melalui pengadilan, yang kedua-duanya harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu
dari Penanggung, setinggi-tingginya sejumlah yang tercantum dalam ikhtisar
pertanggungan, yang meliputi :
a. Kerusakan atas harta benda milik atau dalam pengawasan Tertanggung, diangkut, dimuat, atau dibongkar dari kendaraan yang dipertanggungkan;
b. Kerusakan jalan, jembatan dan lain-lain akibat getaran, berat kendaraan atau
muatannya;
c. Cedera badan atau kematian terhadap :
1. Penumpang di dalam kendaraan bermotor yang dipertanggungkan;
2. Tertanggung, suami atau istri dan anak, bila Tertanggung adalah perorangan;
3. Pemegang saham atau pengurus, jika Tertanggung adalah CV;
4. Orang yang bekerja pada Tertanggung dengan imbalan jasa;
5. Orang yang tinggal bersama Tertanggung;
6. Hewan milik atau dalam pengawasan Tertanggung.
B. Resiko yang tidak dijamin Asuransi Kendaraan Bermotor
1. Kehilangan keuntungan atau upah atau kerugian keuangan akibat tidak dapat
dipergunakannya kendaraan tersebut;
2. Kerusakan atau kehilangan peralatan non-standar yang tidak disebutkan dalam polis;
3. Kerusakan atau kehilangan kendaraan bermotor akibat penggelapan;
4. Kerugian atau kerusakan kendaraan bermotor akibat perbuatan jahat Tertanggung
(suami atau istri, anak, karyawan atau seizin Tertanggung);
5. Kerugian atau kerusakan akibat menarik kendaraan lain, racing, pawai, untuk
kejahatan atau maksud lain dari yang ditetapkan dalam polis;
6. Barang-barang yang sedang dimuat, dibongkar di kendaraan tersebut;
7. Reaksi atau radiasi nuklir.
C. Jaminan Tambahan atau Perluasan Resiko
Yang dimaksudkan dengan jaminan tambahan atau jaminan perluasan resiko adalah
jaminan perluasan resiko-resiko atau bahaya yang diperkecualikan dalam Polis Standar
Kendaraan Bermotor Indonesia, akan tetapi resiko-resiko tersebut bisa dijamin apabila
dinyatakan secara tegas di dalam polis. Akan tetapi tidak semua polis yang dikecualikan
tersebut dapat dijamin dengan penegasan dalam polis tersebut.
Berikut ini resiko yang dikecualikan akan tetapi bisa dijamin apabila dinyatakan secara
tegas di dalam polis, yaitu :
1. Third Party Liability (tanggung jawab kepada pihak ketiga) :
- Tanggung gugat atau tanggung jawab Tertanggung terhadap suatu kerugian yang
diderita oleh pihak ketiga yang secara langsung disebabkan oleh kendaraanbermotor yang dipertanggungkan, setinggi-tingginya sesuai dengan jumlah atau
limit yang telah ditentukan, meliputi, kerusakan atas harta benda pihak ketiga
(misalnya : mobil, rumah, pagar, dan lain-lain) dari cedera badan atau kematian.
- Biaya perkara atau biaya bantuan para ahli yang berkaitan dengan tanggung gugat
Tertanggung.
2. Jaminan Huru Hara yang di pasar dikenal dengan RSCC (Riot, Strike, and Civil
Commotion), RSMD (Riot, Strike, and Malicious Damage). Resiko Kerusuhan dan
Huru Hara ini dikecualikan dari Jaminan Polis Standar Kendaraan Bermotor
Indonesia Pasal 3 ayat 6.2 dan 6.3 dan menggunakan klausul 41. B Dewan Asuransi
Indonesia yang memberikan jaminan Huru Hara terluas. Resiko yang dijamin dan
pengertiannya dapat dilihat pada Klausul atau Endorsemen Huru Hara.
3. Jaminan Kecelakaan Diri terhadap sopir atau Penumpang Kendaraan Bermotor yang
dipertanggungkan. Untuk perluasan ini, pada polis dilekatkan “Klausul Kecelakaan
Diri terhadap Penumpang Kendaraan Bermotor Beroda Empat”. Dengan adanya
perluasan ini, maka Jaminan Polis mencakup juga cedera badan atau kematian
terhadap penumpang di dalam kendaraan bermotor yangs secara langsung disebabkan
oleh kecelakaan kendaraan bermotor yang dipertanggungkan tersebut.
4. Gempa Bumi, Letusan Gunung Berapi, Banjir. Jika jaminan diperlus dengan resiko
tersebut di atas, maka pada polis harus dilekatkan dalam klausul. Tanggung jawab
hukum Tertanggung terhadap penumpang kendaraan bermotor yang
dipertanggungkan (Passenger Legal Liability). Semua jaminan tambahan tersebut di
atas merupakan perluasan dari Kondisi Comprehensive Pertanggungan Total Loss
hanya dapat diperluas dengan Jaminan Huru Hara. Jaminan ini hampir tidak pernah
dijual.
2. Syarat-syarat Pertanggungan
a. Pembayaran Premi;
Premi harus dibayar lunas saat persetujuan pertanggungan ditutup, kecuali bila atas
persetujuan kedua belah pihak ditentukan lain. Jika premi tidak dibayar dalam waktu
10 hari kerja terhitung mulai tanggal permulaan pertanggungan atau tanggal
perpanjangan pertanggungan, maka berlakunya pertanggungan ini dapat ditunda oleh
penanggung tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
b. Wilayah berlakunya asuransi kendaraan bermotor;
c. Pemberitahuan Tertanggung wajib melakukan pemberitahuan tentang terjadinya pencurian atau
kecelakaan selambat-lambatnya 3 hari kerja setelah kejadian. Pemberitahuan
dilakukan secara tertulis atau lisan yang disertai dengan surat pernyataan lisan. Untuk
pencurian, harus ada surat keterangan dari polisi setempat dan polisi daerah untuk
kerugian total.
d. Tuntutan pihak ketiga
1. Tertanggung wajib memberitahukan kepada Penanggung adanya tuntutan dari pihak
ketiga tersebut.
2. Tertanggung harus segera menyerahkan dokumen yang ada hubungannya dengan
pihak tersebut.
3. Tertanggung menguasakan kepada Penanggung untuk mengurus tuntutan ganti rugi
pihak ketiga dan apabila diperlukan Tertanggung diwajibkan memberikan surat kuasa
kepada Penanggung.
4. Tertanggung menguasakan kepada Penanggung untuk mengurus tuntutan ganti rugi
pihak ketiga dan apabila diperlukan Tertanggung diwajibkan memberikan surat kuasa
kepada Penanggung.
e. Tuntutan Pidana kepada Tertanggung
Apabila tuntutan pihak ketiga yang dirugikan karena kendaraan bermotor yang
dipertanggungkan adalah berupa tuntutan pidana terhadap Tertanggung, maka
Tertanggung diwajibkan memberitahukan tuntutan tersebut kepada Penanggung.
f. Ganti Rugi
Penanggung akan memberikan ganti rugi kepada Tertanggung atas kerusakan atau
kehilangan kendaraan bermotor yang dipertanggungkan berdasar harga sebenarnya
sesaat sebelum terjadinya kerusakan atau kehilangan tersebut, bila atas tuntutan pihak
ketiga setinggi-tingginya sebesar jumlah yang disetujui dikurangi besarnya resiko
sendiri yang tercantum dalam ikhtisar pertanggungannya.
g. Kerugian Total
Kerusakan atau kerugian yang biaya perbaikannya sama dengan atau lebih dari 75% dari
harga sebenarnya.
h. Ganti Rugi Pertanggungan Rangkap
Menyimpang dari Pasal 277 ayat 1 KUHD, maka bila terjadi kerugian atas kendaraan
bermotor yang dipertanggung jawabkan kepada lebih dari satu Penanggung, dimana
jumlah pertanggungan lebih dari harga kendaraan bermotor yang bersangkutan, maka
jumlah yang dipertanggungkan untuk masing-masing Penanggung seimbang dengan nilai pertanggungan terhadap harga yang sebenarnya, demikian pula ganti rugi yang
menjadi kewajiban dari masing-masing Penanggung.
Ketentuan tersebut di atas tetap dijalankan, walau segala pertanggungan yang dimaksud
dibuat dengan beberapa polis dan pada hari yang berlainan, yang tanggalnya lebih
dahulu dan tidak berisi ketentuan tersebut. Saat terjadi kerusakan atau kerugian atas
kendaraan bermotor yang dipertanggunggkan, maka atas permintaan Penanggung,
Tertanggung wajib memberitahukan secara tertulis segala perbuatan lain yang berlaku
atas kendaraan bermotor yang sama pada saat terjadinya kerugian atau kerusakan.
3. Proses Pengajuan dan Penyelesaian Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor
Tuntutan ganti kerugian oleh Tertanggung kepada Penanggung disebut dengan klaim. Hal
ini terjadi dikarenakan tuntutan terhadap hak yang timbulnya disebabkan karena adanya
Perjanjian Asuransi yang telah berakhir. Adapun Prosedur pengajuan klaim adalah :
a. Memberikan Laporan kepada Perusahaan Asuransi;
b. Mendapatkan Persetujuan dari Perusahaan Asuransi.
4. Hal-Hal yang perlu dibawa :
a. Nomor Polis Asuransi;
b. Tempat Kejadian;
c. Nama Pemilik Polis;
d. Kerugian Benda;
e. Merek Kendaraan;
f. Nomor Polis Kendaraan terjadinya kecelakaan;
g. Tanggal terjadinya kerugian.
5. Dokumen-Dokumen Klaim yang diperlukan :
a. Formulir Klaim;
b. Foto Copy Polis Asuransi;
c. Foto Copy SIM dan STNK;
d. Surat Keterangan Polisi Setempat (BAP) untuk klaim kendaraan jika kehilangan
perlengkapan standart atau non standart maupun kehilangan kendaraan dan juga
kerusakan berat pada kendaraan.
e. STNK asli (khusus kehilangan kendaraan atau kerusakan total);
f. Kunci Kontak kendaraan min (khusus kehilangan kendaraan atau kerusakan total);
g. Surat Keterangan KADIT RESERSE POLDA (khusus kehilangan kendaraan atau
kerusakan total);
h. BPKB asli dan faktur (khusus kehilangan kendaraan atau kerusakan total);
i. Blanko kwitansi kosong rangkap tiga (khusus kehilangan kendaraan atau kerusakan
total);
j. Pemblokiran STNK (khusus kehilangan kendaraan atau kerusakan total);
k. Surat Keterangan polisi setempat (BAP) (Tanggung Jawab terhadap Pihak Ketiga);
l. Foto Copy STNK dan SIM dari pihak ketiga (Tanggung Jawab terhadap Pihak Ketiga);
m.Surat Tuntutan dari Pihak ketiga yang ditandatangani di atas (Tanggung Jawab terhadap
Pihak Ketiga);
n. Foto Kerugian materi dari pihak ketiga (Tanggung Jawab terhadap Pihak Ketiga);
6. Premi
Pengaturan taris premi untuk asuransi kendaraan bermotor diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) No. 74 / PMK.010 / 2007 Pasal 2 ayat 2 Tentang Penyelenggaraan
Pertanggungan Asuransi pada Lini Usaha Asuransi Kendaraan Bermotor. Ketentuan ini
memberikan petunjuk mengenai unsur-unsur yang diperlukan dalam penetapan premi
murni, biaya administrasi dan umum, biaya akuisisi dan keuntungan yang wajar :
a. Penetapan unsur premi murni dilakukan berdasarkan perhitungan yang didukung dengan
data profil resiko dan kerugian untuk periode paling singkat 5 tahun;
b. Penetapan unsur biaya administrasi dan biaya umum lainnya dilakukan berdasarkan
perhitungan yang didukung dengan data biaya administrasi dan biaya umum lainnya
yang menjadi Bagian Lini Usaha Asuransi Kendaraan Bermotor untuk periode paling
singkat 5 tahun;
c. Penetapan unsur biaya akuisisi dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai biaya
akuisisi sebagaimana dimaksdu dalam Peraturan Menteri Keuangan ini. Penetapan unsur
ketentuan yang wajar.
Selain mengatur mengenai penetapan tarif premi, ketentuan ini juga mengatur mengenai tarif
referensi yang dapat dipergunakan oleh perusahaan yang belum memiliki basis data yang
mencukupi sesuai dengan ketentuan Pasal 2. Penetapan tarif dibagi atas 6 kategori uang
pertanggungan, 2 jenis kendaraan untuk jenis pertanggungan Total Loss Only (TLO) dan
pertanggungan Comprehensive.
7. Berakhirnya Pertanggungan
a. Pembatalan Polis
Baik Tertanggung maupun Tertanggung dapay sewaktu-waktu menghentikan asuransi
tanpa memberitahukan alasannya. Pemberitahuan penghentian demikian dilakukan
secara tertulis yang dikirim melalui pos tercatat oleh pihak yang menghendaki
pembatalan. Penanggung bebas dari pertanggungan 3 hari kerja terhitung tanggal
pengiriman Pk. 12.00 WIB.
b. Peralihan hak pemilik
Terjadi peristiwa yang mengakibatkan perpindahan hak, terhitung batal 10 hari sejak
perpindahan.
c. Kerugian Total
Kerugian Total hingga obyeknya tidak ada lagi.
d. Berakhirnya jangka waktu
Jangka waktu asuransi menurut polis berakhir.
G. Asuransi Tanggung Jawab
1. Asuransi dan Tanggung Jawab
Tertanggung sebagai pihak mempunyai kepentingan tertentu dalam kegiatan usaha atau
hubungan dengan pihak lain dalam masyarakat. Kepentingan yang dimaksud adalah
tanggung jawab akibat perbuatannya terhadap pihak ketiga, misalnya perbuatan yang
merugikan orang lain atau perbuatan tidak mampu membayar hutang.
2. Polis Asuransi Tanggung Jawab
Asuransi tidak diatur dalam KUHD sehingga dasarnya adalah polis yang dibuat oleh
kedua belah pihak.
3. Objek Asuransi Tanggung Jawab
Tanggung Jawab Tertanggung kepada Pihak Ketiga.
4. Evenemen
Perbuatan Melawan Hukum dari Tertanggung.
H. Asuransi Kredit
1. Tertanggung, obyek Pertanggungan
Tertanggung adalah pemberi kredit (Bank dan Lembaga Keuangan lainnya) dan yang
ditanggung oleh Penanggung adalah resiko kredit di mana tidak diperolehnya kembali
kredit kepada para nasabahnya.
2. Tujuan Asuransi Kredit22
a. Melindungi pemberi kredit dari kemungkinan tidak diperolehnya kembali kredit yang
diberikan kepada para nasabahnya;
b. Membantu kegiatan, pengarahan, dan kemanan Perkreditan baik kredit Perbankan
maupun kredit lainya diluar Perbankan.
3. Kriteria Kredit yang dapat dipertanggungkan :
a. Berdasarkan norma-norma perkreditan yang sehat, wajar, dan berlaku umum;
b. Sesuai dengan manual pemberian kredit yang sesuai Surat Edaran Bank Indonesia;
c. Debitor memiliki usaha yang tidak bertentangan dengan hukum dan ditentukan oleh
pihak yang berwenang;
d. Debitor tidak dalam proses atau sudah pailit atau bubar demi hukum;
e. Debitor tidak memiliki tunggakan kredit yang masuk ke dalam kualitas kredit
diragukan;
f. Memiliki sektor ekonomi sama (kredit berkelompok)
g. Ditinjau dari aspek manajemen, pemasaran, pembelanjaan, dari aspek teknis, usaha
tersebut memerlukan pengelolaan yang terkait satu dengan lainya.
4. Syarat-syarat Pengajuan Asuransi Kredit
a. Perjanjian kerjasama atau suatu kesepakatan bersama antara Perusahaan Asuransi
sebagai Penanggung dan Bank Umum atau Lembaga Pembiayaan Keuangan sebagai
Tertanggung;
b. Akta Perusahaan debitor, company profile debitor, laporan keuangan debitor 3 tahun
terakhir;
c. Fotokopi atau tembusan permohonan kredit dan Debitor ke Bank Umum atau
Lembaga Pembiayaan Keuangan, memorandum persetujuan kredit dari Bank Umum
atau Lembaga Pembiayaan Keuangan.
5. Resiko pada Asuransi Kredit
a. Debitor tidak melunasi kredit pada saat jatuh tempo dengan ketentuan usaha debitor
tidak berjalan lagi;
b. Debitor dalam keadaan insolvent, dinyatakan pailit atau dilikuidasi atau Debitor di
bawah pengampuan;
c. Debitor melarikan diri / menghilang / tidak diketahui alamatnya;
d. Terjadinya penarikan kembali kredit sebelum jangka waktu kredit berakhir, yaitu
khusus untuk kredit dengan jangka waktu lebih dari dua tahun, dengan syarat bahwa
penarikan kembali kredit tersebut memenuhi salah satu ketentuan berikut :
- mencegah atau mengurangi terjadi kerugian yang lebih besar apabila kredit tersebut
dilanjutnya;
- disebabkan adanya ketidaksesuaian atau penyimpangan yang dilakukan debitor atas
ketentuan-ketentuan dalam perjanjian kredit;
e. Resiko lainnya yang disepakati
6. Resiko yang tidak dijamin :
a. Reaksi nuklir, sentuhan radioaktif, radiasi, dan reaksi inti atom yang secara langsung
atau tidak langsung mempengaruhi kegagalan usaha debitor bank;
b. Kerugian yang diderita Debitor disebabkan oleh resiko-resiko yang wajib ditutup
pertanggungannya dalam asuransi dengan nilai penuh, atau minimal sama dengan
pokok kreditnya;
c. Terjadinya salah satu resiko politik yang secara langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi dan mengakibatkan Debitor Bank tidak mampu melunasi kreditnya;
d. Bencana alam;
e. Akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh Bank Umum atau Lembaga
Pembiayaan Keuangan.
1. Pengertian Asuransi Jiwa
Pasal 1.6 UU no. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian menyatakan bahwa Usaha
Asuransi Jiwa adalah usaha yang menyelenggarakan jasa penanggulangan risiko yang
memberikan pembayaran kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak
dalam hal tertanggung meninggal dunia atau tetap hidup atau pembayaran lain kepada
pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur
dalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan dan / atau berdasarkan hasil pengelolaan
dana.
2. Obyek Asuransi Jiwa
Pasal 302 KUHD : Jiwa seseorang dapat diasuransikan untuk keperluan orang yang
berkepentingan baik untuk selama hidupnya maupun untuk waktu yang ditentukan dalam
perjanjian.
3. Asuransi Jiwa untuk Pihak Ketiga
Pasal 303 KUHD : Orang yang berkepentingan dapat mengadakan asuransi itu bahkan
tanpa diketahui atau persetujuan orang yang diasuransikan jiwanya.
4. Bentuk dan Isi Polis :
a. Hari diadakan asuransi;
b. Nama Tertanggung;
c. Nama orang yang jiwanya diasuransikan;
d. Saat mulai dan berakhirnya evenemen;
e. Jumlah asuransi;
f. Premi Asuransi.
Akan tetapi, mengenai rancangan jumlah dan penentuan syarat-syarat asuransi sama sekali
bergantung pada persetujuan kedua belah pihak (Pasal 305 KUHD)
5. Para Pihak : Penanggung, Tertanggung, dan Penikmat
Penanggung adalah pihak yang menanggung beban risiko sebagai imbalan premi yang
diterimanya dari tertanggung. Jika terjadi evenemen yang menjadi beban penanggung,
maka penanggung berkewajiban mengganti kerugian. Dalam asuransi jiwa, jika terjadi
evenemen matinya tertanggung, maka penanggung wajib membayar uang santunan, atau
jika berakhirnya jangka waktu asuransi tanpa terjadi evenemen, maka penanggung wajib
membayar sejumlah uang pengembalian kepada tertanggung. Penanggung adalah
Perusahaan Asuransi Jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang
dikaitkan dengan hidup atau matinya seseorang yang diasuransikan.
Asuransi dapat juga diadakan untuk kepentingan pihak ketiga dan harus dicantumkan
dalam polis. Menurut teori kepentingan pihak ketiga dalam asuransi jiwa, pihak ketiga
yang berkepentingan itu disebut penikmat. Penikmat ini dapat berupa orang yang ditunjuk
oleh tertanggung atau ahli waris tertanggung. Munculnya penikmat apabila evenemen yang
terjadi adalah meninggalnya tertanggung, sehingga yang mendapatkan santunan pihak
ketiga, akan tetapi jika berakhir tanpa meninggalnya tertanggung, maka yang menikmati
tetap tertanggung.
6. Prinsip Asuransi Jiwa
Prinsip-prinsip yang harus dipenuhi dalam Asuransi Jiwa adalah
a. Prinsip kerjasama yaitu terselenggaranya jasa asuransi merupakan bentuk kerjasama
antara pihak tertanggung ( nasabah) dan pihak penanggung (perusahaan asuransi) untuk
meminimalkan terjadinya resiko kerugian yang diakibatkan kematian, hari tua, dan
kecelakaan.
b. Prinsip aktuaria yaitu terdapatnya hubungan hak dan kewajiban yang dinyatakan dalam
besaran jumlah iuran (premi) dengan jumlah uang Asuransi (benefit) yang diatur dengan
perjanjian tertentu oleh pihak tertanggung dan pihak penanggung.
7. Evenemen
Jiwa tertanggung.
8. Asuransi Jiwa Berakhir
a. Terjadi Evenemen;
Satu-satunya evenemen adalah meninggalnya tertanggung.
b. Jangka waktu berakhir;
Jangka waktu habis meskipun tidak terjadi evenemen, risiko penanggung berakhir.
c. Asuransi gugur;
Tertanggung sudah meninggal saat perjanjian asuransi dibuat (Pasal 306 KUHD) dan
meninggalnya tertanggung karena bunuh diri atau dikenai hukuman mati. (Pasal 307
KUHD), AIDS, penyakit kritis di tahun pertama ikut asuransi, force majeure (perang, huru-
hara, bencana alam).
d. Asuransi dibatalkan
Tertanggung membatalkan atau tidak membayar premi.
9. Alasan klaim tidak terbayar
a. Ketidak jujuran nasabah
Sebelum seseorang memiliki produk Asuransi Jiwa, ia lebih dahulu harus mengisi Surat
Permohonan Asuransi. Dalam Surat Permohonan tewrdapat pertanyaan-pertanyaan yang
harus dijawab oleh seorang calon nasabah, dan dari jawaban-jawaban itulah Perusahaan
Asuransi akan melihat apakah akan memberikan perlindungan Asuransi Jiwa kepada
Anda atau tidak. Nah, saat mengisi surat permohonan inilah seringkali calon nasabah
tidak memberikan jawaban yang benar. Misalnya, dalam Surat Permohonan terdapat
pertanyaan tentang apakah Anda pernah dirawat di Rumah Sakit dalam dua tahun
terakhir. Jika anda menjawab tidak padahal pernah dirawat di Rumah Sakit enam bulan
lalu , maka bila terjadi kematian pada anda dan perusahaan Asuransi (PA) menemukan
bahwa penyebab kematian anda adalah karena adanya penyakit yang pernah membuat
anda masuk Rumah Sakit sekitar enam bulan lalu, dalam hal ini Perusahaan Asuransi
tidak akan membayar Pertanggungan yang mereka janjikan.
b. Nasabah terlalu lama mengajukan klaim
Umumnya, PA menetapkan batasan waktu pengajuan klaim asuransi. Biasanya , batasan
waktu yang ditetapkan adalah tiga bulan. Repotnya, nasabah seringkali mengajukan
klaim di luar batas waktu tersebut sehingga PA sulit memenuhinya. Sebagai contoh,
seseorang mengikuti sebuah program Asuransi jiwa dengan anak sebagai ahli warisnya.
Bila terjadi kematian pada orang tersebut, maka anaknya hanya bisa mendapatkan
manfaat asuransi yang dijanjikan apabila pengajuan klaim anaknya masih berada dalam
batas waktu tiga bulan setelah kematian tersebut. Jika tidak, perusahaan asuransi
mungkin tidak mau memberikan manfaat yang mereka janjikan. Lama batasan waktu
yang diberikan oleh perusahaan Asuransi bisa dibaca dari polis asuransi yang kita ikuti.
Jika dikemudian hari terjadi kematian, tertanggung harus segera mengajukan klaim.
c. Syarat-syarat saat pengajuan klaim kurang lengkap perusahaan asuransi.
PA biasanya meminta sejumlah persyaratan saat pengajuan klaim apabila betul terjadi
risiko kematian pada orang yang ditanggung. Persyaratan –persyaratan yang diperlukan itu
sering tidak dipenuhi atau dilengkapi oleh ahli waris nasabah yang bersangkutan, sehingga
perusahaan Asuransi tidak bisa langsung membayar klaim. Persyaratan-persyaratan yang
bisa diminta misalnya kematian adalah:
a. Surat keterangan Kematian dari RT/RW setempat;
b. Surat keterangan Kecelakaan dari Kepolisian (jika kematian terjadi karena kecelakaan);
c. Surat keterangan dari rumah sakit (jika kematian terjadi di Rumah sakit) dimana surat itu
ditandatangani oleh dokter yang bersangkutan;
d. Mengisi formulir Pengajuan Klaim yang diterbitkan oleh perusahaan asuransi;
e. Fotocopy Identitas Diri Ahli waris, bila terjadi resiko kematian, jangan lupa memenuhi
semua persyaratan yang diminta oleh perusahaan asuransi.
d. Tidak dibayarnya premi oleh nasabah dalam jangka waktu yang sudah ditentukan
Jika tertanggung tidak membayar premi sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan, bisa
saja Polis Asuransi menjadi tidak berlaku lagi. Ini berarti tertanggung tidak lagi dilindungi
asuransi. Biasanya nasabah rajin membayar premi pada awal, tetapi pada suatu saat
tertentu, premi tidak lagi dibayar, bahkan hingga batas waktu tertentu. Dalam hal ini
nasabah harus membaca atau mengetahui peraturan pembayaran premi pada perusahaan
Asuransi dimana yang bersangkutan menjadi nasabahnya jangan sampai Polis Asuransi
menjadi tidak berlaku karena nasabah tidak jelas mengenai peraturannya atau tidak tertib
membayar premi.
Contoh :
1) Premi dari asuransi ini adalah premi tahunan dan dengan persetujuan
Bumiputera dapat diangsur secara triwulanan, setengah tahunan , premi tunggal atau
premi sekaligus berdasarkan premi tahunan.
2) Premi sekaligus berdasarkan premi tahunan adalah premi yang dibayar berdasarkan
Premi Tahunan yang akan diperhitungkan untuk membayar Premi tahunan pada saat
jatuh tempo
Bagian dari premi sekaligus berdasarkan premi tahunan yang belum diperhitungkan
sebagai premi tahunan disebut Premi Deposit. Masa leluasa pembayaran premi (grace
periode) : 30 (tiga puluh hari) terhitung sejak tanggal jatuh tempo, atau 1(satu) bulan
kalender. premi asuransi jiwa (Asuransi Bumiputera).
1. Pengertian Asuransi Kesehatan Sosial (Jaminan Kesehatan Nasional)
a. Pasal 1.3 UU No. 40 Tahun 2004 : Asuransi Sosial merupakan mekanisme pengumpulan
iuran yang bersifat wajib dari peserta guna memberikan perlindungan kepada peserta
atas risiko sosial ekonomi yang menimpa mereka dan atau keluarganya.
b. Pasal 1.2 UU No. 40 Tahun 2004 : Sistem Jaminan Sosial Nasional : adalah suatu tata
cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh badan penyelenggara jaminan sosial.
c. Pasal 1.1. UU No. 40 Tahun 2004 : Jaminan sosial adalah salah satu bentuk
perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan
dasar hidupnya yang layak.
Dengan demikian Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia
merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yang diselenggarakan
melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib berdasarkan UU no 40
Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya agar semua penduduk
Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan
dasar kesehatan masyarakat yang layak.
2. Perbedaan Asuransi Sosial dan Asuransi Komersial
Asuransi Sosial Asuransi Komersial
Kepesertaan bersifat wajib Kepesertaan Sukarela
Non profit Profit
Manfaat Komprehensif Manfaat sesuai dengan yang dibayarkan
3. Kepesertaan
Beberapa pengertian :
a. Peserta : adalah setiap orang termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di
Indonesia yang telah membayar iuran, yang meliputi :
- Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan
orang yang tidak mampu.
- Peserta bukan Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) tidak tergolong tergolong fakir
miskin dan orang yang tidak mampu.
b. Pekerja : setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam
bentuk lain dan juga anggota keluarga Pekerja. Pekerja digolongkan sebagai pekerja
penerima upah dan bukan penerima upah.
c. Pemberi kerja : orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya yang
mempekerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai
negeri dengan membayar gaji, upah atau imbalan dalam bentuk lainnya.
4. Prosedur Pendaftaran Peserta
a. Pemerintah mendaftarkan PBI JKN sebagai Peserta kepada BPJS;
b. Pemberi Kerja mendaftarkan pekerjanya atau pekerja mendaftarkan diri dan keluarganya
sebagai peserta BPJS.
c. Bukan pekerja dan peserta lainnya wajib mendaftarkan diri.
5. Hak dan Kewajiban Peserta :
a. Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berhak mendapatkan :
- Identitas Peserta dan
- Manfaat pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS
Kesehatan
b. Setiap peserta yang terdaftar wajib :
- Membayar iuran
- Melaporkan data kepesertaannya kepada BPJS Kesehatan dengan menunjukan
identitas Peserta pada saat pindah domisili atau pindah kerja.
Kepesertaan akan dilakukan secara bertahap, pada tangal 1 Januari 2014 akan dimulai dengan
PBI Jaminan Kesehatan, Anggota TNI/PNS, Anggota Polri/PNS, Peserta Asuransi PT.
ASKES dan keluarganya, Peserta Asuransi PT. Jamsostek dan keluarganya serta tahap kedua
tahun 2015 semua Pekerja Penerima Upah, dan tahap ketiga semua yang belum mendaftar
pada tahun 2019 diharapkan semua telah terdaftar sebagai peserta.
6. Masa Berlaku Kepesertaan
a. Peserta membayar iuran sesua dengan kelompok peserta;
b. Status kepesertaan hilang karena peserta tidak membayar iuran atau meninggal dunia;
c. Ketentuan diatas akan diatur lebih lanjut. 7. Pembayaran Iuran
a. Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh
peserta, pemberi kerja, dan atau pemerintah untuk program Jaminan Kesehatan (Pasal 16
Perpres No. 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan).
b. Pembayar Iuran
- Peserta PBI dibayar oleh Pemerintah;
- Peserta Pekerja Penerima Upah akan dibayar oleh Pemberi Kerja dan Pekerja;
- Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dibayar oleh Peserta yang bersangkutan.
8. Pembayaran oleh BPJS Kesehatan
Pembayar fasilitas kesehatan wajib dilakukan BPJS paling lambat 15 hari sejak dokumen
diberikan kepada peserata setelah dokumen diterima lengkap dengan standar tarif yang
disepakati oleh Menteri kesehatan dan berdasarkan kesepakatan BPJS dan asosiasi fasilitas
kesehatan.
9. Macam Jaminan Kesehatan Nasional
a. Jaminan Kecelakaan Kerja : PP No. 14 Tahun 1993 dan PP No. 44 Tahun 2015;
b. Jaminan Hari Tua : PP No. 14 Tahun 1993 dan PP No. 44 Tahun 2015;
c. Jaminan Kematian : PP No. 14 Tahun 1993 dan PP No. 44 Tahun 2015;
d. Jaminan Pensiun : UU No. 24 Tahun 2011 dan PP No. 45 Tahun 2015.
1. Alasan Asuransi Syariah
Penduduk Indonesia yang mayoritas beragama islam, menganggap pelaksanaan ausuransi
konvensional yang sudah ada kini tidak sesuaid engan prinsip syariah karena mengandung
unsur ketidakjelasan (gharar), unsur penjudian (maisir), unsur bunga (riba). Adapun
asuransi syariah bersumber dari Alqur’an, Hadist, Ijma (Ijthihad)
2. Dasar Hukum Asuransi Syariah :
a. Pasal 1 ayat 1 Fatwa Dewan yariah Nasional MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001 adalah
usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang / pihak melalui
investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru yang memberikan pola pengembalian
untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah;
b. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 424.KMK.06/2003 Tentang
Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi;
c. Keputusan Menteri Keuangaan Republik Indonesia No. 426/KMK.06/2003 Tentnag
Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Reasuransi;
d. Keputusan Dirjen Lembaga Keuangan No. Kep. 4499/LK/2000 Tentang Jenis,
Penilaian, dan Pembatasan Reasuransi dengan sistem syariah.
3. Penyelenggaraan asuransi syariah
a. Pembuatan akad
Perjanjian yang digunakan adalah perjanjian tolong menolong (akad takaful) atau
perjanjian kebaikan (akad tabarru) dan perjanjian bagi hasil (akad mudharabah).
Perusahaan asuransi telah menyediakan rekening khusus sebagai dana tolong menolong
yang telah diniatkan secara ikhlas oleh peserta pada saat menjadi peserta asuransi. Oleh
karena itu ketika pertama kali membayar premi penempatannya dipisah menjadi dua,
yaitu pada rekening peserta dan rekening tabarru yang besarnya pada rekening tabarru
tergantung usia, sehingga jika ada peserta yang meninggal atau mengambil uang tunai
dapat diambil di rekening itu.
b. Konsep Bagi Hasil (Akad Mudharabah)
Pengatutan penentuan penempatan dana pada pihak ketiga beserta bagi hasil diaturdalam akad (Perjanjian).
4. Syarat-syarat Pembayaran Klaim :
a. Polis asli;
b. Mengisi formulir pengajuan klaim;
c. Fotokopi identitas diri yang masih berlaku;
d. Melampirkan surat pemberitahuan jatuh tempo tahapan khusus;
e. Surat keterangan medis dari dokter;
f. Khusus yang meninggal, daftar pertanyaan;
g. Surat kematian dari pemerintah yang berwenang;
h. Surat dari dokter tentang sebab kematian;
i. Surat dari kepolisian tentang sebab meninggal (apabila kecelakaan).
5. Prosedur Pengacuan Klaim
a. Melapor kepada Perusahaan Asuransi jika terjadi evenemen, jika meninggal paling lama
6 bulan.
b. Mengisi pengajuan formuli klaim dan daftar pertanyaan, jika meninggal;
c. Dokumen-dokumen pendukung klaim;
d. Pembayaran dilakukan di kantor pusat cabang atau kantor perwakilan yang ditunjuk.
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen memiliki tujuan untuk
memberdayakan konsumen agar berada di posisi yang setara dan seimbang serta memberi
kepastian hukum. Terkait dengan hal tersebut dapat dilihat pada Pasal 4 :
a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan jasa;
b. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan /
atau jasa;
c. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan / jasa yang digunakan;
d. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut;
e. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
f. Hak unuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
g. Hak untuk memperoleh kompensasi ganti rugi dan / atau penggantian, apabila barang dan
jasa tidak sesuai dengan perjanjian.
Pasal 4 UU no 8 Tahun 1999 memberi peluang penyelesaian sengketa lainnya bagi
Tertanggung yang dirugikan untuk menyelesaikan sengketanya di Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen selain mengajukan gugatan wanprestasi ke Pengadilan Negeri, jangka
waktu yang lebih cepat (putusan 21 hari, sementara 7 hari sejak tanggal dikeluarkannya
putusan itu, harus ada pelaksanaan. Selain itu putusannya juga bersifat final dan mengikat,
juga membuat Tertanggung dapat mengajukan sita eksekutorial ke Pengadilan Negeri,
manakala hasil putusan tidak dilaksanakan.
Biro Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI)
Biro Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI) yang memiliki dua tahap, yaitu:
a. Mediasi
Laporan keluhan yang ditangani BMAI akan ditangani oleh Case Manager. Case
Manager akan mengusahakan agar Tertanggung dan Perusahaan Asuransi dapat mencapai
suatu penyelesaian secara damai dan adil bagi kedua belah pihak. Dalam kasus perselisihan
yang umum, Case Manager akan bertindak sebagai mediator
b. Ajudikasi
Bila perselisihan tidak dapat diselesaikan melalui mediasi, kasus perselisihan akan dibawa
ke tingkat ajudikasi untuk diputuskan oleh Ajudikator atau Penal Ajudikator yang ditunjuk
oleh BMAI
Lembaga ini hanya memproses sengketa yang terjadi antara pemegang polis dan perusahaan
asuransi. Klaim maksimal 500 juta untuk asuransi umum dan 300 juta untuk asuransi jiwa
dan asuransi jaminan sosial, selain itu harus dibawa ada penyelesaian internal terlebih dahulu
tapi gagal.
Sengketa yang tidak dapat diselesaikan di BMAI adalah penetapan harga premi, kebijakan
yang berhubungan dengan suku bunga dan biaya-biaya, standar aktuaria, dan ketentuan yang
berlaku umum serta terhubung dengan tindak kriminal.