wirausaha 3
perlu dilakukan berbagai upaya secara terus menerus
agar kematangan kepribadian terbentuk dari pengamalanpengalaman baru. Dari semua upaya yang telah dicoba,
dapat ditentukan langkah dan strategi terbaiknya.
Keempat, rekreasi. Di balik kegiatan rutinitas kerja,
sebaiknya ada waktu untuk berekreasi ke tempat-tempat
yang menyenangkan. Rekreasi bisa membuat pikiran
kita segar sekaligus merangsang daya kreatif. Dalam hal
ini, fasilitas perjalanan wisata yang disediakan bagi para
karyawan minimal dilaksanakan dua kali setahun.
Kita dapat berkaca pada semut. Semut tinggal di
mana-mana, di daun, di lubang atau sela-sela tanah, di
bawah pot tanaman bunga, atau di tempat- tempat lain di
sekitar kita. Semut selalu mempunyai ”ide” untuk tinggal
di mana saja. Karena itu, semut selalu hidup safe dan
damai. Jika ada di antara mereka menemukan makanan,
mereka pun saling berbagi dengan yang lain, bahkan
mereka saling memberikan informasi untuk mendapatkan
makanan. Semut mengajar kepada kita bahwa: kita tidak
dapat memegang obor untuk menerangi jalan orang lain
tanpa menerangi jalan kita sendiri. Ini suatu kearifan yang
bersumber dari manajemen semut.
Demikian pula bagi para pengelola usaha, diharapkan
tidak pernah kehabisan akal dan taktik dalam merespon
positif berbagai persoalan, hambatan dan tantangan.
Karena itu, mereka diharapkan hidup tenteram dan damai
serta bekerja sama, saling menghargai, baik antarsesama karyawan maupun dalam lingkungan keluarga dan
masyarakat, apalagi saat-saat menghadapi tantangan
baru dalam situasi krisis. Hal ini membutuhkan strategi
yang tidak melanggar nilai-nilai etika masyarakat serta
berangkat dari prinsip saling menguntungkan, baik kepada
perusahaan, karyawan, maupun para konsumen.
Suatu usaha akan tumbuh dan berkembang jika
ia menjadi bagian dari hobi atau kegemaran. Untuk
menempatkan karyawan ataupun seorang pekerja dalam
jabatan tertentu, akan lebih efektif jika karyawan itu diberi
jabatan yang sesuai dengan kegemaran atau hobinya. Sebab,
jika suatu usaha (bisnis) atau pekerjaan yang diberikan
kepada seseorang kemudian tidak bersentuhan dengan
hobi yang digemari, ia bakal sulit mencintai pekerjaannya.
Meski Anda memiliki hati yang lembut dan suka
merendah, wawasan Anda sebagai pemimpin harus selalu
terdepan dibandingkan yang lain. Artinya, jika karyawan
berpikir lokal, sebaiknya Anda berpikir regional. Jika
karyawan lain berpikir regional, mestinya Anda berpikir
global, atau Anda harus berkeliling ASEAN. Jika karyawan
lain berkeliling ASEAN, sebaiknya Anda harus mengelilingi
dunia. Tapi perlu diingat, jangan pernah berpikir Anda
adalah segala-galanya, yang paling hebat. Berpikirlah
bahwa ilmu pengetahuan yang Anda miliki bersumber dari
Tuhan, yang selanjutnya dianugerahkan kepada Anda dan
diteruskan kepada orang lain. Karena itu, ilmu yang Anda
miliki akan bermanfaat kalau diberikan kepada karyawan,
atau diterapkan bersama-sama demi pengembangan
perusahaan.
Perusahaan bisa berkembang jika diperkaya dengan
gagasan, ide, kemauan, kerja sama, dan modal kerja
yang tersedia. Jangan berpikir Andalah yang memajukan
perusahaan. Tapi, berpikirlah bahwa kemajuan suatu perusahaan karena berkat kerja sama yang baik antarpihak
yang bersangkutan. Lakukan berbagai daya dan upaya
untuk menciptakan sumber daya manusia yang hebat,
berakualitas unggul. Hanya dengan wadah organisasi yang
didirikan dan diikat dengan teamwork yang solid, karyawan
akan merasa menjadi satu bagian dari kesatuan tim yang
memiliki kemampuan dengan memberikan kontribusi
positif bagi eksistensi dan kontinuitas organisasi. Karena
itu, setiap kesuksesan ataupun kegagalan harus disadari
sebagai suatu hasil karya tim, bukan hasil individu.
Untuk menuju tangga tujuan, dibutuhkan kekompakan
tim kerja yang baik. Mula-mula membentuk tim kerja yang
solid, lalu diperlukan profesionalisme dalam menerapkan
sistem kerja yang terkoordinasi, penuh tanggung jawab,
dan disiplin yang tinggi. Untuk mewujudkannya, di
samping sikap kepedulian seluruh anggota karyawan, juga
diperlukan dorongan semangat kerja yang tinggi dengan
memperhatikan aspek penting yang secara langsung
dapat memengaruhi setiap anggota tim lainnya. Misalnya,
kesejahteraan anggota pada masa pensiun, peningkatan
kualitas sumber daya manusia melalui pemberian
pendidikan formal ataupun pendidikan tinggi secara
gratis, penghargaan bagi anggota yang berprestasi dengan
memberikan piagam, hadiah gratis berwisata ke dalam
atau ke luar negeri, dan hadiah gratis melakukan ibadah
umrah atau naik haji.
Dalam menjalin hubungan yang baik dan harmonis
serta saling menguntungkan, baik dengan sesama
pengusaha, pemerintah, karyawan, maupun konsumen
sebagai pemakai, terdapat beberapa faktor lain yang harus
diperhatikan dalam perusahaan. Pertama, sumber daya
manusia yang berkualitas. Karena itu, karyawan yang
bergabung di perusahaan kita wajib mengikuti seleksi yangketat. Hanya yang mampu dan memiliki kualitas excellence
yang bisa diterima. Kemudian, setelah mereka bergabung,
pihak perusahaan tak henti-hentinya mengontrol mutu dan
upgrading keterampilan karyawan dan jabatan yang tepat.
Kedua, ada modal yang memadai. Artinya, modal tidak
mesti berlimpah ruah. Buat apa banyak modal, tapi tidak
mampu dikelola secara efesien dan efektif. Sebaliknya,
tidak mungkin usaha itu ada tanpa memerlukan modal
atau hanya modal dengkul. Minimal harus memiliki
infrastruktur dan penyediaan sarana yang memadai.
Ketiga, nasib. Bagaimana pun hidup manusia
ditentukan oleh Tuhan. Karena itu, kalaupun Anda sudah
berusaha maksimal, yang menentukan hasil akhirnya
adalah Tuhan.
H. Menjadi Pemimpin yang Baik
Dalam dinamika kehidupan manusia sebagai makhluk
sosial muncul beragam pandangan dan pola hidup,
yang meliputi keseluruhan hidup manusia dan dimulai
dari pranata keluarga, pranata sosial, sampai pranata
negara. Dalam dunia usaha, kompleksitas keberagaman
itu memerlukan upaya pengorganisasian. Salah satunya
adalah manajemen. Mengelola sebuah organisasi ibarat
memimpin sebuah perang. Apakah kita akan memutuskan
maju, bertahan, mundur, atau menyerah? Itu menjadi
landasan penting bagi eksistensi pasukan dalam mencapai
tujuan bersama.
Misi yang paling penting untuk dikelola dimulai dari
lingkungan paling kecil, yaitu keluarga. Dalam lingkungan
ini, terdapat beberapa hal yang sangat penting untuk
ditata. Misalnya, komunikasi yang baik antarsemua
anggota keluarga, sehingga segala bentuk permasalahan
dapat diselesaikan demi terciptanya hubungan yangharmonis; inventarisasi keluarga, agar apa yang kita miliki
dapat dimanfaatkan, dipelihara, dan dikembangkan;
pengelolaan keuangan secara dinamis, dengan pengaturan
cash in flow dan cash out flow. Caranya, antara lain, dengan
membuka tabungan rutin untuk biaya hidup sehari-hari
yang dapat diisi setiap bulan dan diambil sesuai dengan
kebutuhan sehari-hari, misalnya dua kali dalam seminggu;
membuka tabungan khusus untuk biaya pajak, pendidikan,
pakaian, rekreasi, wisata ke luar negeri, umrah, ibadah
haji, sumbangan-sumbangan zakat, wakaf, dan biaya tak
terduga; membuka deposito berjangka yang dapat diisi
setiap tiga bulan untuk pengembangan dana, modal usaha,
investasi, dan sebagainya.
Sistem pengelolaan seperti itu sangat sederhana
dan dapat dipergunakan di lingkungan yang terkecil, di
mana pun, dan kapan pun. Sistem itu akan sukses secara
menyakinkan jika semua pihak dalam lingkungan ini
memiliki komitmen dan visi yang sama tentang bagaimana
meningkatkan penghasilan keluarga atau usaha yang
dikelola.
Jika sistem pengelolaannya masih terikat dengan tradisi
konservatif, maka sistem itu akan gagal karena kesuksesan
pengelolaan suatu usaha harus didukung dengan ide-ide
segar, tingkat kreativitas yang tinggi, dan keberanian menghadapi risiko yang tidak terduga. Hal penting lain yang
harus diingat adalah: kesuksesan itu sangat ditentukan oleh
kesolidan teamwork, individu, dan perangkat organisasi
lainnya. Misalnya, dalam lingkungan bisnis, manajer
sebagai eksekutor utama kerja-kerja organisasi dituntut
memiliki hubungan yang sehat dan harmonis dengan
jajarannya, melalui penciptaan suasana kekeluargaan di
dalam organisasi, menumbuhkan semangat kesetaraan
bahwa manajer dan karyawan berada pada ”kapal” yang
sama, senasib dan sepenanggungan.Penulis memiliki pengalaman yang menarik, satu tahun
pertama berdirinya kursus Handayani pada tahun 1982,
tepatnya di Jalan Nuri, Makassar. Saat itu, penulis bekerja
one man power. Semua dikerjakan sendiri, mulai dari urusan
pimpinan, staf, infrastruktur, tenaga keamanan, sampai office boy. Naluri sebagai leader mengharuskan manajemen
yang qualified diterapkan. Kemudian penulis merekrut
beberapa tenaga kerja segar dengan kualitas prima. Mulamula dibuat pengumuman lowongan kerja dengan sasaran
para siswa SLTA yang akan menyelesaikan studinya. Setelah
melalui tahapan seleksi ketat, akhirnya berhasil direkrut
lima pegawai untuk mengisi pos-pos organisasi. Kelima
orang itu dididik khusus untuk mengelola organisasi
Handayani sekaligus menjadi tenaga pengajar.
Selaku owner/leader, awalnya penulis menggunakan pola
manajemen kepada pegawai dengan filosofi bahwa dunia
usaha berbeda jauh dengan dunia pendidikan. Misalnya,
saat belajar di kelas, Anda membayar biaya pendidikan
dengan harga mahal. Tapi, saat ini perusahaanlah yang
akan membayar Anda. Jika di kelas atau sekolah, apabila
Anda sukses dalam ujian dan dapat mengumpulkan nilai
yang tinggi, berarti Anda berprestasi dengan baik. Tapi
apabila Anda menceburkan diri ke dalam dunia bisnis
setiap hari, Anda akan menghadapi ujian dan tidak hanya
dapat mencapai nilai yang tinggi, tapi bisa sampai ribuan
atau cuma lima puluh saja. Karena itu, dalam dunia bisnis,
jika Anda membuat satu kesalahan, maka tidak begitu saja
akan mendapat nilai nol yang begitu sederhana, tapi akan
memperoleh nilai minus dan tidak ada batas sampai di
mana Anda merosot, dan akhirnya menjadi bahaya bagi
perusahaan.
Penulis berpesan kepada para karyawan baru dan
memberikan pengarahan agar mereka paham bagaimana
sebenarnya wajah dunia bisnis. Penulis selalu menanamkan kepada mereka bahwa yang terpenting bagi mereka
mengenai perusahaan dan tentang diri mereka masing
masing adalah: penulis tidak memberikan gaji tetap karena
ini bukan perusahaan pemerintah. Jadi, dengan sukarela
mereka memilih bekerja, itu berarti Anda harus menggaji
diri sendiri. Karena itu pula, kursus Handayani bak sebuah
alat yang harus mereka manfaatkan sepandai-pandainya.
Misalnya, jika semua gergaji tidak dipergunakan dengan
baik, maka gergaji itu tidak bermanfaat dan akan menjadi
karatan karena cara menggunakannya pun diperlukan
keahlian dan teknik tersendiri. Sebab, kalau tekniknya
salah, pohon yang ditebang bisa menimpa diri sendiri.
Demikian pula perusahaan Handayani adalah ”alat”
yang harus dimanfaatkan untuk mencari keuntungan.
Jadi, bukan perusahaan yang mencari untung, tapi Anda
yang mencari uang, yang akan dikembalikan sebagai gaji
kepada Anda. Jika ingin gaji besar, Anda harus bekerja
keras dan mempergunakan teknik-teknik tersendiri agar
memperoleh keuntungan yang besar.
Karena itu, penulis selalu mewanti-wanti mereka agar
benar-benar memanfaatkan semua potensi yang ada pada
diri mereka dengan baik. Jangan pesimistis, jangan pernah
menyerah, Anda harus maju terus dengan penuh semangat
dan iringan doa.
Dalam institusi bisnis, kepemimpinan sangat penting.
Pemimpinlah yang membuat arah dan kebijakan tentang
bisnis, untuk kemudian diimplementasikan oleh anak
buah. Sebagian besar institusi bisnis yang menjadi besar
dan terus berkembang ditopang oleh gaya kepemimpinan
yang andal dan profesional. Keunggulan wirausaha
yang sukses dibandingkan dengan wirausaha yang gagal
terletak pada dinamika dan efektivitas kepemimpinan.
Pimpinan wirausaha merupakan unsur pokok di dalam
setiap perusahaan.
Kepemimpinan memerlukan serangkaian sifat-sifat,
ciri, atau perangai tertentu yang menjamin keberhasilan
pada setiap situasi. Pemimpin akan berhasil bila memiliki
sifat, ciri, dan perangai ini .
Sifat kepemimpinan harus dikembangkan sendiri
karena sifat ini berbeda-beda setiap orang. Kesadaran
bahwa kita sendiri yang menentukan kadar kemampuan
kepemimpinan kita untuk melakukan perbaikan. Tidak ada
cara terbaik agar menjadi pemimpin. Wirausahawan adalah
individu yang telah mengembangkan gaya kepemimpinan
mereka sendiri.
Perilaku spesifik membedakan pemimpin dengan
yang bukan pemimpin. Perilaku pemimpin menyangkut
dua bidang utama:
1. Berorientasi pada tugas yang menetapkan sasaran,
merencanakan, dan mencapai sasaran.
2. Berorientasi pada orang, yang memotivasi dan membina
hubungan manusiawi.
Fungsi pemimpin adalah mengarahkan, membina,
mengatur, dan menunjukkan orang-orang yang dipimpin
supaya mereka senang, sehaluan, terbina, serta menurut
kehendak dan tujuan pemimpin. Kegagalan pemimpin
dalam menjalankan tugasnya menunjukkan kegagalan
pemimpin sendiri. Begitu juga sebaliknya, keberhasilan
seorang pemimpin menunjukkan kesuksesan pemimpin
itu sendiri.
Hanya pemimpin kreatif dan inovatif yang bisa bertahan
dalam persaingan bisnis, terutama di tengah-tengah krisis
multidimensional dan persaingan hebat. Pemimpin yang
kreatif dan inovatif ditandai dengan tingginya kepercayaandiri, jauh dari rasa takut, dan selalu siap mengantisipasi
segala tantangan dalam bisnis, bahkan dalam keadaan
yang tak terduga sekalipun. Selain itu, ketika tak mampu
menyelesaikan suatu masalah dengan strategi tertentu,
ia dapat dengan cerdik menyelesaikan masalah dengan
daya pikir dan kreasi baru. Hal ini menunjukkan bahwa
kreativitas dan inovasi sangat vital dalam bisnis
Mengelola sebuah organisasi ibarat memimpin sebuah
perang. Apakah kita akan memutuskan maju, bertahan,
mundur, atau menyerah? Itu menjadi landasan penting
bagi eksistensi pemimpin dan pasukannya dalam mencapai
tujuan bersama.
Inovasi adalah hal yang tak terelakan dalam dunia
wirausaha. Dengan inovasi, terbuka peluang untuk
diversifikasi produk atau jasa sekaligus memperlebar
pangsa pasar. Apalagi, lingkungan bisnis yang kompetitif
dan dinamis menuntut wirausaha untuk selalu adaptif
dan mencari terobosan terbaru. Karakter cepat puas diri
akan membawa bisnis menuju kemunduran. Maka, inovasi
adalah jawaban untuk wirausaha yang sukses.
merangkum beberapa definisi inovasi,
antara lain:
Inovasi adalah aktivitas imajinatif untuk menghasilkan
produk orsinil sekaligus komersil. (Institute for
Innovation and information productivity)
Inovasi adalah memperkenalkan sesuatu yang baru
(Business Week).
Inovasi berkaitan dengan proses komersialisasi atau
ekstraksi nilai dari ide; hal ini berkebalikan dengan
‘invensi’ di mana tidak langsung berhubungan dengan
komersialisasi
mengidentifikasi lima jenis inovasi , yakni:
1. Produk baru atau perubahan substansial dari produk
sebelumnya.2. Proses baru.
3. Pangsa pasar baru.
4. Sumber daya baru.
5. Perubahan organisasi usaha/industri.
Inovasi bukan hanya sekadar sebuah ide. Meski sumber
ide itu sendiri adalah hal yang penting, namun peran
berpikir kreatif lebih vital dalam pengembangan inovasi
Suryana dan Bayu (2010) menggambarkan inovasi
sebagai kreativitas yang diterjemahkan menjadi sesuatu
yang dapat diimplementasikan dan memberikan nilai
tambah atas sumber daya yang kita miliki. Jadi, untuk
senantiasa dapat berinovasi, kita memerlukan kecerdasan
kreatif. Caranya, dengan berlatih untuk senantiasa
menurunkan gelombang otak sedemikian rupa sehingga
kita dapat mencapai hati nurani kita sebagai sumber
kreativitas dan intuisi bisnis.
Inovasi dapat dikelompokkan menjadi dua kategori:
inkremental atau inovasi berkelanjutan dan inovasi radikal
Titik akhir inovasi berkelanjutan adalah
menngembangkan teknologi yang telah eksis dengan
cara baru. Contohnya iPod yang dikembangkan Apple,
merupakan perbaikan dari pemutar MP3. Inovasi radikal
bermuara pada sesuatu yang benar-benar baru atau
menghapus teknologi sebelumnya. Misalnya, internet dan
pil kontrasepsi.
menyebutkan bahwa inovasi merupakan
terminologi yang lebih dekat ke sisi ekonomi atau sosial
ketimbang teknis. Hal ini mirip dengan pengertian
kewirausahaan seperti yang diungkapkan Say. Lebih lanjut
Drucker mengungkapkan, “Innovation is the specific fuction of entrepreneurship,
whether in an existing business, a public service institution,
or a new venture started by a lone individual. Innovations
is the means by which the entrepreneur either creates new
wealth-producing resources or endows existing resources
with enhanced potential for creating wealth.”
Penjelasan ini menunjukkan pengertian bahwa
inovasi adalah fungsi khusus dari kewirausahan, baik itu
dalam bisnis yang telah ada, institusi pelayanan publik,
atau usaha yang baru dimulai individu seorang diri. Inovasi
juga berarti pengusaha yang menciptakan kekayaan baru,
yaitu menghasilkan sumber daya atau memberikan sumber
daya yang telah ada dengan meningkatkan potensi untuk
menciptakan kekayaan.
mendefinisikan inovasi sebagai sesuatu
yang berkenaan dengan barang, jasa, atau ide yang
dirasakan baru oleh seseorang. Meskipun ide ini telah
lama eksis tetapi ini dapat dikatakan suatu inovasi bagi
orang yang baru melihat atau merasakannya. Lebih lanjut
menurut Kottler, perusahaan dapat melakuka inovasi
berupa:
1. Inovasi produk (barang, jasa, ide, tempat).
2. Inovasi manajemen (proses kerja, proses produksi,
keuangan, pemasaran).
inovasi berkelanjutan risikonya
lebih kecil serta mudah diprediksi. Bahkan, lebih cepat
menemukan selera pasar. Namun, inovasi berkelanjutan
harus diselingi dengan inovasi radikal untuk menghambat
kejenuhan serta berkurangnya keuntungan.
bahwa dalam melakukan
inovasi perlu memperhatikan prinsip-prinsip sebagai
berikut:1. Sesuatu yang dilakukan
a. Menganalisis peluang
b. Apa yang harus dilakukan untuk memuaskan
peluang
c. Sederhana dan terarah
d. Dimulai dari yang kecil
e. Kepemimpinan
2. Sesuatu yang tidak dilakukan
a. Mencoba untuk menjadi yang pandai
b. Mencoba ingin mengerjakan sesuatu yang banyak
c. Mencoba inovasi untuk masa yang akan dating
3. Kondisi
a. Memerlukan ilmu pengetahuan
b. Membangun keunggulan sendiri
c. Inovasi adalah efek dari ekonomi masyarakat
Hisrich, Peters & Shepherd (2008) menyebutkan bahwa
inovasi merupakan kunci perkembangan ekonomi dari
perusahaan manapun, wilayah (propinsi) dalam suatu
negara, dan negara itu sendiri. Ketika teknologi berubah,
produk lama penjualannya menurun dan industri lama
berkurang jumlahnya. Inovasi merupakan struktur
pembangun masa depan ekonomi. Thomas Edison juga mengatakan bahwa
pikiran yang inovatif terdiri atas 1 persen inovasi dan 99
persen kerja keras.
Dari hasil pembuatan skala perilaku inovatif yang
dilakukan dengan menggunakan analisis faktor, Kleysen
dan menemukan lima dimensi untuk
mengukur perilaku inovatif, yaitu:
1. Eksplorasi peluang (opportunity exploration). Berdasarkan
penelusuran pada beberapa literatur, eksplorasi peluang
mencakup menaruh perhatian pada sumber peluang, mencari peluang untuk inovasi, mengenali peluang,
dan mengumpulkan informasi tentang peluang.
2. Generativitas (generativity). Generativitas berhubungan
dengan perilaku yang diarahkan untuk menghasilkan
perubahan yang menguntungkan untuk tujuan
pertumbuhan organisasi, orang, produk, proses,
dan jasa. Generativitas meliputi tiga perilaku pokok,
yaitu: menghasilkan ide atau solusi untuk peluang,
menghasilkan representasi atau kategori peluang, dan
menghasilkan aosiasi dan kombinasi ide dan informasi.
3. Investigasi informatif (informative investigation).
Dimensi ini berhubungan dengan memberikan
bentuk dan mengeluarkan ide, solusi dan opini serta
mencobanya melalui investigasi. Perilaku umum yang
ditunjukkan meliputi memformulasikan ide dan solusi,
memperagakan ide dan solusi, mengevaluasi ide dan
solusi.
4. Memperjuangkan (championing). Memperjuangkan
meliputi perilaku sosial politik yang melibatkan proses
inovasi dan penting untuk merealisasikan solusi, ide
dan inovasi potensial. Perilaku umum yang ditunjukkan
yaitu memobilisasi sumber daya, membujuk dan
memengaruhi, mendorong dan bernegoisiasi,
menantang dan mengambil risiko.
5. Aplikasi (application). Perilaku yang ditunjukkan
dalam dimensi ini adalah mengimplementasikan,
memodifikasi, dan membiasakan.
Membicarakan inovasi dalam wirausaha tentu tidak
terlepas dari sumber-sumber inovasi itu sendiri. Drucker
(1986) membagi sumber inovasi menjadi tujuh jenis, yakni:
1. Hal yang tidak diperkirakan (the unexpected), yakni
sukses yang tidak diperkirakan atau kegagalan yang
tidak diperkirakan.
2. Keganjilan/ketidaksesuaian (the incongruity), ada
perbedaan antara realitas yang sebenarnya dengan
kenyataan yang diasumsikan.
3. Proses kebutuhan (process need).
4. Perubahan struktur pasar dan struktur industri.
5. Demografi, yakni perubahan dalam besaran populasi,
struktur usia, komposisi tenaga kerja, tingkat
pendidikan,
6. Perubahan persepsi, suasana hati
7. Pengetahuan baru, ilmiah atau tidak.
Bagi wirausahawan, inovasi bersifat memanfaatkan
perubahan daripada menciptakannya. Mencari inovasi
dapat dilakukan dengan memanfaatkan perubahan
pada penemuan yang menyebabkan perubahan. Ide
inovatif dapat bersumber pada kreativitas eksternal dan
internal. Kreativitas eksternal dapat dirangsang dengan
memanfaatkan secara sistematis rasa keingintahuan tentang
perkembangan, ide, dan kekuatan baru yang sedang
berlangsung di sekitar . Lebih lanjut
menurut Suryana & Bayu (2010), inovasi merupakan alat
spesifik kewirausahaan serta tindakan yang memberikan
sumber daya dan kemampuan baru untuk menciptakan
kesejahteraan.
Kuratko (dalam Frederick, Kuratko & Hodgetts, 2006)
membagi sumber inovasi menjadi delapan jenis, yakni:
1. Tren
Menandakan pergeseran dalam paradigma terkini (atau
pemikiran terkini) dari mayoritas penduduk. Mengamati
tren dengan saksama akan membuat wirausaha mampu
untuk mengenali peluang potensial. Tren harus diamati dalam masayarakat, pemerintahan, ekonomi dan
teknologi.
2. Peristiwa tak terduga
Bisa berupa keberhasilan atau kegagalan yang karena
tidak direncanakan sering terbukti menjadi sumber
inovasi besar yang mengejutkan. Peristiwa teror 11
September 2001 misalnya, memicu aliran deras solusi
inovatif terhadap tantangan baru yang muncul mengenai
keamanan dalam negeri AS.
3. Kesenjangan
Terjadi saat sebuah jurang perbedaan ditemui antara
kenyataan dan harapan.
4. Kebutuhan proses
Kebutuhan ini ada saat sebuah jawaban terhadap sebuah
kebutuhan tertentu diperlukan. Wirausahawan harus
menemukan sebuah solusi inovatif atau “pereda sakit”.
Perubahan pasar dan industri
Pergeseran terus menerus dalam pasar disebabkan oleh
perkembangan seperti sikap konsumen, perkembangan
dalam teknologi dan pertumbuhan industri. Industri dan
pasar selalu mengalami perubahan dalam hal struktur,
desain, atau definisi.
1. Perubahan kependudukan.
Berasal dari perubahan tren dalam masyarakat, usia,
pendidikan, pekerjaan, lokasi geografis dan faktor lain
yang sejenis. Pergeseran demografis penting dan sering
memberikan peluang berbisnis yang belum terpikirkan
sebelumnya. Misalnya, saat jumlah penduduk usia lanjut
meningkat di suatu wilayah karena makin banyaknya
pensiunan, pengembangan lahan, industri perawatan
kesehatan dan rekreasi menjadi bidang-bidang bisnis
yang menguntungkan.2. Perubahan persepsi
Merupakan perubahan yang terjadi dalam interpretasi
fakta dan konsep masyarakat mengenai suatu isu.
Perubahan ini tak berwujud tetapi sangat bermakna.
Persepsi bisa menimbulkan pergeseran besar dalam ide
yang ingin diwujudkan dengan sukses.
3. Konsep berdasarkan pengetahuan
Merupakan pondasi penciptaan atau pengembangan
dari sesuatu yang baru sama. Penemuan baru biasanya
berdasarkan pada pengetahuan. Penemuan juga
merupakan sebuah produk pemikiran baru, metode
baru dan pengetahuan baru. Inovasi seperti ini sering
membutuhkan periode waktu yang lama antara waktu
memulai dan implementasi di pasar karena harus diuji
dan dimodifikasi agar lebih sempurna.
sumber peluang inovasi juga
dapat berasal dari:
1. Penelitian dan pengembangan
Perusahaan-perusahaan yang telah maju atau besar
umumnya mempunyai satu divisi khusus untuk
melakukan penelitian dan pengembangan ini merupakan
suatu inovasi yang sistematis dengan menggunakan
metode-metode ilmiah. Perusahaan ini berprinsip harus
melakukan inovasi terus menerus bagi kelangsungan
hidupnya.
2. Keberhasilan atau kegagalan.
Keberhasilan/kegagalan baik dari perusahaan sendiri
maupun dari perusahaan lain dapat dijadikan sumber
ide bagi suatu inovasi. Keberhasilan peluncuran suatu
produk merupakan ide untuk melakukan inovasi bagi
produk yang lainnya. Produk inovasi ini dapat
sama tetapi dengan perbedaan spesifikasinya.
3. Penolakan pelanggan
Pelanggan yang menolak sebuah produk atau jasa karena satu alas an, bisa menjadi sumber peluang inovasi untuk
mengembangkan produk atau jasa yang lebih baru.
4. Kebutuhan, keinginan, dan daya beli masyarakat.
Inovasi dapat bersumber dari memperhatikan
kebutuhan, keinginan, dan daya beli masyarakat.
Misalnya, semua masyarakat mempunyai kebutuhan
akan perumahan. Namun keinginan dari individu
masyarakat ini berbeda beda sesuai dengan selera
dan keadaan ekonomi mereka.
5. Persaingan.
Persaingan adalah sumber inovasi yang sangat besar
andilnya dalam peluncuran produk-produk baru.
Persaingan membuat perusahaan akan terdorong untuk
melakukan inovasi.
6. Perubahan demografi.
Perubahan demografi dapat merupakan sumber inovasi
untuk menyesuaikan produk-produk yang ada atau
membuat produksi yang sama sekali baru. Perubahan
demografi meliputi; usia, seks, jumlah keluarga,
siklus kehidupan keluarga, pendapatan, kedudukan,
pendidikan, agama, ras, kebangsaan
7. Perubahan selera.
Konsumen dapat diasumsikan mudah tertarik dengan
sesuatu yang baru atau berbeda dari apa yang biasa
dilihatnya sehri-hari. Konsumen mempunyai keinginan
untuk tampil beda dengan yang lainnya sesuai
dengan seleranya masing-masing. Perubahan harus
cermat memperhatikan selera para konsumen dan
perubahannya untuk segera melakukan inovasi bagi
produknya.
8. Ilmu pengetahuan dan teknologi baru.
Munculnya ilmu pengetahuan dan teknologi baru untuk
memudahkan memproduksi suatu barang atau jasa
dapat merupakan sumber inovasi.Kotak 4
Inovasi Kecil Tapi Berkelanjutan
Setiap inovator selalu berharap untuk menghasilkan
inovasi yang akan menjadi serangkaian terobosan
yang mengagumkan. Namun, menurut Rosabeth Moss
Kanter, dalam kondisi perekonomian global yang belum
sepenuhnya pulih, inovasi seringkali berisiko tinggi bagi
perusahaan apalagi startup yang masih labil dan belum lagi
harus mempertimbangkan para konsumen yang tak terlalu
menyukai perubahan.
Karena itu, daripada harus bermimpi menelurkan
inovasi besar yang akan dicatat dalam sejarah, pusatkan
tenaga dan pikiran Anda untuk melakukan upaya inovasi
dalam skala yang lebih masuk akal. Demikian saran Kanter.
Caranya dengan fokus untuk mengerjakan hal-hal ‘kecil’
tetapi memiliki dampak dan manfaat yang tidak kecil bagi
perbaikan kehidupan.
Carilah perbaikan dan penyempurnaan yang bisa
diterapkan dalam setiap produk dan layanan yang Anda
tawarkan kepada masyarakat luas. Gunakan berbagai
eksperimen kecil dan sederhana tetapi efektif dan tak
banyak memakan biaya bagi perusahaan dengan tujuan
untuk menguji animo konsumen terhadap ide baru yang
Anda benamkan dalam produk dan layanan baru.
Carilah inovasi yang dengan mudah bisa disesuaikan
penerapannya oleh konsumen dan jangan sampai inovasi
ini memberatkan investasi. Inovasi ini memiliki
peluang untuk digemari dan konsumen.
Dalam wirausaha, inovasi dan kreativitas adalah dua
hal yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya ibarat anak
panah, yang bisa melesat menghasilkan bisnis yang terus
berkembang dan menguntungkan.
Menghadapi persaingan yang semakin kompleks
dan ekonomi global, Zimmerer menyebut kreativitas tidak hanya penting untuk
menciptakan keunggulan kompetitif, tapi juga penting bagi
kesinambungan perusahaan. Artinya, dalam menyiasati
tantangan global, diperlukan sumber daya manusia
kreatif dan inovatif sekaligus berjiwa kewirausahaan.
Wirausahalah yang dapat menciptakan nilai tambah dan
keunggulan. Nilai tambah itu dihasilkan melalui kreativitas
dan inovasi. kunci utama seseorang yang
memutuskan menjadi wirausahawan adalah berpikir
kreatif. Tanpa kreativitas, mimpi seorang wirausahawan
hanyalah angan-angan saja.
Beberapa tahun terakhir, riset mengenai kreativitas
dalam bisnis meningkat pesat. Menurut Richard Florida
(dalam Frederick, Kuratko & Hodgetss, 2006), kreativitas
manusia merupakan faktor utama ekonomi dan
kemasyarakatan. Kita sekarang bahkan memiliki ekonomi
berlandaskan kreativitas manusia dan tak pelak lagi, kata
Florida, kreativitas adalah sumber keuntungan kompetitif.
terdapat dua aspek kreativitas yaitu proses dan manusia.
Proses berorientasi pada tujuan, dirancang untuk
mengatasi masalah. Manusia merupakan sumber daya
yang menentukan penyelesaian masalah.
McPherson seperti dikutip Hubeis menyatakan bahwa kreativitas adalah
kemampuan menghubungkan dan merangkai ulangpengetahuan di dalam pikiran manusia yang membiarkan
dirinya untuk berpikir secara lebih bebas dalam
membangkitkan hal-hal baru, atau menghasilkan gagasan
yang mengejutkan pihak lain dalam menghasilkan hal
yang bermanfaat.
Definisi yang lebih spesifik dikemukakan oleh Evans
Menurut Evans, kreativitas
adalah keterampilan untuk menentukan pertalian baru,
melihat subjek dari perspektif baru dan membentuk
kombinasi baru dari dua atau lebih konsep yang telah
tercetak dalam pikiran dan juga merupakan pembangkit
ide baru.
Dari dua pengertian ini dapat dikatakan
bahwa kreativitas merupakan sekumpulan ide, berupa
pengetahuan atau pengalaman yang berada dalam pikiran
manusia yang kemudian digabungkan menjadi hal yang
sifatnya kreatif yang berguna pada dirinya sendiri ataupun
orang lain atau organisasi dalam situasi dan kondisi yang
tidak menentua.
Dalam pandangan Hubeis kreativitas adalah pertimbangan subjektif dan
berkonteks khusus mengenai segala sesuatu yang baru
serta merupakan hasil perilaku secara individu maupun
kolektif.
Definisi-definisi di atas membawa kita pada
pemahaman bahwa kreativitas pada hakikatnya adalah:
1. Dimiliki oleh setiap orang (baik pada tingkat kemampuan
yang kecil maupun besar)
2. Memerlukan pencapaian dari suatu prespektif yang
baru. Paling tidak baru untuk orang ini .
3. Persperktif yang baru ini, dicapai dengan membawa
bersama pengalaman yang tidak berhubungan
sebelumnya.
4. Kreativitas mendambakan sesuatu yang lebih berkualitas.
5. Seseorang harus mendekati lingkungannya dengan cara
yang holistic.
6. Orang yang kreatif harus berfantasi, bermain, dan
berpikir.
7. Orang yang kreatif bersikap spontan, fleksibel, dan
terbuka terhadap pengalaman.
8. Spontanitas dari manusia adalah sumber dari kreativitas.
Orang kreatif mudah dikenali. Terdapat beberapa
atribut khas yang melekat pada orang kreatif yaitu:
1. Memiliki nilai intelektual dan artistik.
2. Minat pada kompleksitas.
3. Peduli pada pekerjaan dan pencapaian.
4. Tekun.
5. Berpikir mandiri.
6. Toleransi terhadap keraguan.
7. Otonom.
8. Percaya diri.
9. Siap mengambil risiko.
Di sisi lain, Raudsepp juga memberi
ciri khas orang kreatif sebagai berikut:
1. Sensitif terhadap permasalahan.
2. Lancar – kemampuan untuk men-generik ide-ide yang
banyak.
3. Fleksibel.
4. Keaslian.
5. Responsif terhadap perasaan.
6. Terbuka terhadap fenomena yang belum jelas.
7. Motivasi.
8. Bebas dari rasa takut gagal.
9. Berpikir dalam imajinasi.
10. Selektif.Bagi wirausahawan, kreativitas adalah proses.
Kreativitas adalah sikap. Maka, naluri kreativitas harus
diasah terus dalam kehidupan sehari-hari, misalnya saat
melihat peluang bisnis, dan dalam menghadapi iklim
kompetisi. Hal-hal sekecil apapun, bagi wirausahawan,
layak diperlakukan secara kreatif.
mengidentifikasi
empat fase proses kerja kreatif. Keempat fase ini
adalah:
1. Latar belakang atau akumulasi pengetahuan.
Penciptaan atau kreasi yang sukses biasanya didahului
oleh penyelidikan dan pengumpulan informasi. Hal
ini dapat dilakukan dengan banyak membaca,
mengikuti seminar atau workshop, serta menyerap
informasi umum terkait masalah yang sedang dikaji.
2. Proses inkubasi pemikiran.
Individu kreatif akan membiarkan isi kepalanya
dipenuhi informasi. Proses inkubasi biasanya terjadi saat
mereka tidak sedang beraktivitas yang terkait dengan
masalah yang tengah ditangani. Bisa saja proses inkubasi
ini berlangsung saat tidur. Maka, sediakanlah
waktu luang untuk aktivitas ringan, olahraga, dan
lainnya, agar proses inkubasi berlangsung.
3. Pengalaman dengan ide
Merupakan fase paling menarik dari proses kreatif.
Fase ini terjadi saat idea tau solusi yang sedang dicari
berhasil ditemukan. Banyak ahli yang menyebut proses
ini sebagai faktor eureka.
4. Evaluasi dan implementasi
Adalah langkah yang paling sulit dalam ikhtiar kreatif
karena membutuhkan kedisiplinan dan ketekunan.
Wirausaha yang sukses dapat mengidentifikasi ide
yang dapat dijalankan sekaligus punya keterampilan mengimplementasikannya. Hal yang paling pentig
adalah, mereka tidak akan menyerah jika menemui
halangan. Bahkan, sudah menjadi rahasia umum bahwa
kesuksesan sebuah kreativitas didahului oleh banyak
kegagalan. Sebab, pada hakikatnya ide terbaik memang
muncul dari proses uji coba.
Bagi wirausahawan, berpikir kreatif dapat membantu
memecahkan masalah sekaligus menemukan solusi. Ada
beberapa manfaat berpikir kreatif , antara
lain:
1. Menemukan gagasan, ide, peluang, dan inspirasi baru.
2. Mengubah masalah atau kesulitan dan kegagalan
menjadi pemikiran cemerlang untuk langkah
selanjutnya.
3. Menemukan solusi yang inovatif.
4. Menemukan kejadian yang belum pernah dialami atau
yang pernah dialami sehingga menjadi penemuan baru.
5. Menemukan teknologi baru.
6. Mengubah keterbatasan menjadi kekuatan atau
keunggulan.
Agar wirausawahan dapat mengembangkan pola pikir
kreatif, memberi
beberapa solusi, di antaraya:
1. Berpikir lateral
Berpikir lateral dikembangkan oleh Edward de Bono.
Makna berpikir lateral adalah berpikir yang berlawanan
dengan pola kebiasaan dan bukannya bergerak searah
dengan pola ini . Menurut de Bono, hakikat
berpikir lateral adalah keluar dari penjara ide-ide lama.
Meski begitu, berpikir lateral tidak dimaksudkan untuk
melawan pemikiran vertikal, namun keduanya saling
melengkapi.2. Berpikir out of the box
Maksudnya, berpikir di luar pola kebiasaan, dengan
meninggalkan zona nyaman. Berpikir out of the
box diperlukan oleh wirausahawan agar dapat
memenangkan kompetisi sekaligus bertahan di tengan
persaingan yang makin ketat.
3. Memandang hubungan antar elemen.
Untuk meningkatkan kreativitas, wirausaha harus
memandang hubungan antara elemen dan individu
dengan berbeda. Kemampuan ini dapat dikembangkan
dengan cara memandang benda dan manusia sebagai
hubungan yang saling melengkapi dengan benda dan
manusia lainnya. Hubungan ini akan memicu
pada pandangan baru yang bermuara pada ide, produk,
dan jasa baru.
Ada anggapan bahwa kreativitas sifatnya genetik dan
hanya milik orang tertentu. Pandangan seperti itu jelas
keliru. Sebab, pemikiran kreatif bisa dikembangkan dan
dipelajari oleh setiap orang. merangkumnya
sebagai berikut:
1. Mulai berimajinasi dan terus berimajinasi. Caranya:
a. Menggambarkan pemikiran kita tentang suatu
kejadian yang unik, menarik, dan aneh.
b. Membayangkan benda atau produk lalu membuat
prototipe-nya.
2. Berpikir berbeda dengan orang lain atau berlawanan.
3. Belajar berpikir optimis, bukan pesimis dalam
menghadapi masalah yang belum terjawab.
4. Selalu membuat konsep, misalnya dengan:
a. Sketsa perencanaan dan ide.
b. Corat-coret dalam setiap pemikiran.
c. Menguraikan kejadian sebuah pengalaman.
d. Menggambarkan apa yang baru saja terjadi.e. Membuat perincian dari berbagai sisi.
5. Berpikir, melihat, dan memvisualisasikan hal dari
segala aspek.
6. Berpikir lebih detail.
7. Melihat produk, gambar, atau hal lebih lama untuk
menemukan perbedaan.
8. Mengamati perubahan yang terjadi.
9. Menggabungkan pemikiran yang terdiri atas
pengetahuan, pengalaman, dan informasi yang baru,
atau kejadian yang dialami.
10. Selalu berpikir bahwa barang, produk, atau hal yang kita
lihat belum sempurna dan masih bisa disempurnakan.
Kreativitas bagi seorang wirausahawan adalah harga
mati. Para wirausahawan akan berhasil jika mengembangkan
proses berpikir kreatif serta melaksanakan hal baru atau
lama dengan cara baru (inovasi).
Beberapa tahun terakhir, muncul genre baru
wirausaha yang bermodalkan ide, inovasi, dan kreativitas.
Wirausaha jenis ini menghasilkan produk berupa barang
yang diproduksi massal, namun juga tak sedikit yang
menghasilkan jasa. Wirausaha (industri) kreatif kini telah
menjadi andalan mahasiswa dan anak muda yang berpikiran
maju, tak hanya mengandalkan diri untuk menjadi pekerja.
Pemerintah pun membuka peluang wirausaha kreatif,
bahkan mewadahinya dalam kementerian tersendiri, yakni
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
memberi alasan munculnya wirausaha
kreatif. Menurutnya, untuk unggul dalam persaingan, bisnis
tidak lagi mengandalkan teknologi saja, tetapi melibatkan
faktor lain yang menjadi kunci sukses dalam memulai bisnis
dan dapat dijadikan peluang, yakni kemampuan berpikir
kreatif serta pemikiran untuk menciptakan produk atau
jasa yang kreatif agar bisnis baru bisa berkembang.
pebisnis yang kreatif
dibutuhkan untuk menjadi rekan dan penunjang kesuksesan
perusahaan besar. Maka, munculnya pengusaha muda
yang kreatif akan menciptakan model entrepreneur gaya
baru, creativepreneur. Mereka adalah wirausahawan yang
menciptakan kreasi tiada henti sebagai inti bisnisnya.
Di Indonesia, industri (wirausaha) kreatif
didefinisikan sebagai industri
yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan
serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan
serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan
mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu
ini .
Tidak seperti industri pada umumnya, industri kreatif
merupakan kelompok industri yang terdiri atas berbagai
jenis industri dan memiliki keterkaitan dalam proses
pengeksploitasian ide atau kekayaan intelektual menjadi
nilai ekonomi tinggi yang dapat menciptakan kesejahteraan
dan lapangan pekerjaan. Inggris yang merupakan pelopor
industri kreatif mengelompokkan 13 sektor usaha kreatif,
yakni periklanan, arsitektur, seni dan barang antik,
kerajinan, desain, fesyen, film dan video, piranti lunak
interaktif (games), musik, seni pertunjukkan, penerbitan,
komputer dan piranti lunak, televisi, serta radio.
Indonesia mengelompokkan industri kreatifnya ke
dalam 14 kelompok yakni:
1. Arsitektur.
2. Desain.
3. Fesyen.
4. Film, video, dan fotografi.
5. Kerajinan.
6. Komputer dan piranti lunak.7. Musik.
8. Barang seni.
9. Penerbitan dan percetakan.
10. Periklanan.
11. Permainan interaktif.
12. Riset dan pengembangan.
13. Seni pertunjukkan.
14. Televisi dan radio.
Di dalam industri kreatif, kreativitas memegang
peranan sentral sebagai sumber daya utama. Industri
kreatif lebih banyak membutuhkan sumber daya kreatif
yang berasal dari kreativitas manusia daripada sumber
daya fisik. Namun demikian, sumber daya fisik tetap
diperlukan terutama dalam peranannya sebagai media
kreatif. Apalagi, industri kreatif mengutamakan desain
dalam penciptaan produk. Industri kreatif membutuhkan
kreativitas individu sebagai input utama dalam proses
penciptaan nilai.
Hal yang penting diketahui dalam industri kreatif
adalah rantai penciptaan, karena pemahaman atas rantai
penciptaan ini berguna untuk menentukan strategi
pengembangan. Urutan pengembangannya adalah sebagai
berikut ,
1. Kreasi, terdiri atas; edukasi, inovasi, ekspresi,
kepercayaan diri, pengalaman dan proyek, proteksi,
agen talenta.
2. Produksi, terdiri atas; teknologi, jaringan outsourcing
jasa, skema pembiayaan
3. Distribusi, terdiri dari; Negosiasi Hak Distribusi,
Internasionalisasi, Infrastruktur
4. Komersialisasi, terdiri dari; Pemasaran, Penjualan,
Layanan (Services), Promosi
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabinet
Indonesia Bersatu II, Mari Elka Pangestu mengatakan,
pada tahun 2011, sektor ekonomi kreatif merupakan sektor
keempat terbesar dari 10 sektor ekonomi nasional dalam
hal penyerapan tenaga kerja setelah sektor pertanian,
peternakan, kehutanan & perikanan, perdagangan, hotel
dan restoran, serta sektor jasa. Sektor ekonomi kreatif
menyerap tenaga kerja melalui terciptanya usaha-usaha
baru. Subsektor yang menyerap tenaga kerja terbesar
adalah subsektor fesyen, kuliner dan kerajinan dengan
pertumbuhan tertinggi di subsektor kerajinan sebesar 1,42
persen ,
Sejalan dengan meningkatnya kelas menengah, pangsa
pasar industri kreatif dipastikan semakin besar. Untuk itu,
diperlukan generasi muda berjiwa wirausaha yang kreatif,
inovatif, dan berani maju untuk mengembangkan 14 sektor
industri kreatif ini .
Inovasi dalam wirausaha membuka peluang
diversifikasi produk dan pangsa pasar. Lingkungan bisnis
yang kompetitif dan dinamis menuntut wirausaha untuk
selalu adaptif dan mencari terobosan terbaru. Karakter
cepat puas diri akan membawa bisnis menuju kemunduran.
Maka, inovasi adalah jawaban untuk wirausaha yang
sukses.
Inovasi sebagai kreativitas yang diterjemahkan menjadi
sesuatu yang dapat diimplementasikan dan memberikan
nilai tambah atas sumber daya yang kita miliki. Jadi, untuk
senantiasa dapat berinovasi, kita memerlukan kecerdasan
kreatif.
Inovasi merupakan kunci perkembangan ekonomi
dari perusahaan manapun, wilayah (propinsi) dalam
suatu negara, dan negara itu sendiri. Ketika teknologi
berubah, produk lama penjualannya menurun dan industri
lama berkurang jumlahnya. Inovasi merupakan struktur
pembangun masa depan ekonomi
Bagi wirausahawan, inovasi bersifat untuk
memanfaatkan perubahan daripada menciptakannya.
Mencari inovasi dilakukan dengan memanfaatkan
perubahan pada penemuan yang menyebabkan perubahan.
Ide inovatif dapat bersumber pada kreativitas eksternal
dan internal.
Menghadapi persaingan yang semakin kompleks dan
ekonomi global, kreativitas tidak hanya penting untuk
menciptakan keunggulan kompetetif, tapi juga penting bagi
kesinambungan perusahaan. Artinya, dalam menyiasati
tantangan global, diperlukan sumber daya manusia
kreatif dan inovatif sekaligus berjiwa kewirausahaan.
Wirausahalah yang dapat menciptakan nilai tambah dan
keunggulan. Nilai tambah itu dihasilkan melalui kreativitas
dan inovasi.
Kreativitas adalah proses. Kreativitas adalah sikap.
Maka, naluri kreativitas harus diasah terus dalam kehidupan
sehari-hari, misalnya saat melihat peluang bisnis, dan dalam
menghadapi iklim kompetisi. Hal-hal sekecil apapun,
bagi wirausahawan, layak diperlakukan secara kreatif.
Kreativitas bagi seorang wirausahawan adalah harga mati.
Para wirausahawan akan berhasil jika mengembangkan
proses berpikir kreatif serta melaksanakan hal baru atau
lama dengan cara baru (inovasi).
Persaingan antar wirausahawan saat ini semakin sengit.
Tak jarang ditemukan, mereka memperebutkan pangsa
pasar yang sama. Karena itu, wirausahawan dituntut tahan
banting, pantang menyerah, dan terus mencari peluang
baru.
Dengan alasan itulah, sebelum berkecimpung ke dunia
bisnis, seorang wirausahawan seharusnya mengenali
potensi diri. Apakah mereka termasuk individu yang berani
mengambil risiko, tahan banting, kuat dengan tekanan,
anti stres, atau tidak.
Salah satu potensi diri yang wajib dimiliki setiap
pengusaha adalah sikap ketahanmalangan/adversitas
(adversity/sikap tahan banting). Menurut penggagas
advesitas, Paul Stoltz, sikap ketahanmalangan merupakan
faktor pembentuk sukses orang-orang besar. Berdasarkan
penelitian Stoltz, ditemukan fakta bahwa orang hebat dan
sukses adalah mereka yang tahan terhadap penderitaan,
berani menghadapi tantangan dan risiko dalam perjalaan
hidupnya.
Menurut Stoltz dalam buku Adversity Quotient: Turning
Obstacles into Opportunities (2000), kehidupan yang dijalani
manusia dapat dibagi atas tiga kategori, yakni: quitters
(diam dan tidak dinamis), camper (selalu mencoba tetapi mudah menyerah setelah mendapat tantangan), dan climber
(berani dan bertahan menghadapi tantangan kehidupan).
Kesuksesan menurut Stoltz ibarat puncak gunug tertinggi
yang mampu didaki oleh manusia. Orang sukses adalah
mereka yang mau dan mampu mendaki hingga ke puncak
gunung. Mereka inilah yang termasuk kategori climber atau
pendaki.
Karakter camper ciri khasnya adalah ingin sukses
tapi tidak sampai di puncak gunung. Mereka ingin
mendaki gunung sebagaimana halnya climber, tetapi
cepat menyerah ketika mendapatkan tantangan (badai)
dalam perjalanan mendaki ke puncak bukit. Mereka tidak
melanjutkan perjalanan dan memilih untuk mendirikan
tenda/kemah (camp) di tengah perjalanan ini . Mereka
berharap bahwa tantangan akan berhenti sehingga dapat
melanjutkan perjalanan. Namun tantangan (badai) ini
tidak hilang karena merupakan sifat alami ketinggian.
Mereka selamanya berada di tempat ini , menikmati
serta berpuas diri sampai di situ, meskipun mereka tidak
pernah sampai di puncak sukses yang sesungguhnya.
Karakter yang lebih buruk adalah quitters. Mereka
adalah orang yang menghindari tantangan mendaki
gunung. Mereka adalah tipe orang yang mencari
kesenangan dan zona nyaman dalam hidupnya. Tipikal
wirausahawan bukanlah quitters, melainkan climber. Sifat
quitters lebih banyak ditemukan pada sosok pekerja, yang
memang menikmati zona nyamannya sebagai karyawan
dengan gaji di tangan setiap bulan.
Adversitas, menurut kamus Webster, termasuk
peristiwa-peristiwa celaka. Jika seseorang berpikir
adversitas, maka akan memikirkannya mulai dari apa
yang orang alami, seperti tiba-tiba putus cinta, kesulitan
keuangan, depresi emosi, dan perkembangan karir yangtidak menyenangkan. Orang tidak tahu bahwa adversitas
akan datang dan merupakan realitas yang tidak diharapkan.
Ketegaran diri merupakan indikator dari kecerdasan
adversitas (adversity quotient), terletak pada kerelaan
menerima segala hal dengan lapang dada (Ronni, 2006).
Terkait dengan hal ini, William James, bapak psikologi
terapan, secara filosofis mengungkapkan: “Be willing to have
it so … be willing to have it so, because acceptance of what has
happened is the first step in overcoming the consequences of any
misfortune” (bersedialah menerima apa pun dengan ikhlas,
karena penerimaan terhadap apa pun yang terjadi adalah
langkah pertama dalam mengatasi akibat dari segala
kemalangan) ,
Pernyataan ini menunjukkan bahwa dalam
kehidupannya setiap orang senantiasa berhadapan atau
sekurang-kurangnya berhubungan dengan kemalangan,
ketidakberuntungan, atau kesulitan, entah dalam ukuran
kecil maupun besar. Kondisi ini, dalam kenyataannya,
tidak dapat dihindari oleh siapa pun. Faktanya, tidak ada
seorang pun manusia di muka bumi yang terhindar sama
sekali dari kemalangan atau kesulitan.
Pengalaman mengajarkan bahwa kehidupan dan karir
kepemimpinan seseorang tidak terlepas dari kekecewaan,
frustrasi, hambatan dan krisis. Semua itu muncul dalam
berbagai bentuk: kematian, sakit, kerugian keuangan,
perceraian, pegawai yang marah, konflik antarpribadi,
tantangan etika, dan kecemburuan. Semua peristiwa yang
bisa menghambat jalan pemimpin menuju sukses. Tidak
seorangpun diselamatkan. Seperti kematian dan beban,
adversitas selalu ada ,
Adversitas bukan hanya ditakdirkan, tetapi dalam
lingkungan usaha yang kacau dan bergolak sekarang
ini, adversitas tampaknya lebih sering muncul daripada sebelumnya. Pengelompokan adversitas pimpinan dapat
dilihat dari: nasib malang, uji coba, dan adversitas itu sendiri . Oleh karena itu, terkait dengan
kemalangan, kesulitan, kesengsaraan, atau tantangan
ini , Csikzentmihaly menulis, “Dari semua sifat yang
bisa kita pelajari, tidak ada watak yang lebih bermanfaat,
lebih penting dari kelangsungan hidup, dan lebih besar
kemungkinannya untuk memperbaiki mutu kehidupan,
daripada kemampuan untuk mengubah kesulitan menjadi
tantangan yang menyenangkan .” Hal ini
mengisyaratkan bahwa kesulitan memang telah menjadi
bagian dari kehidupan umat manusia dan karena itu harus
dihadapi dan dijadikan tantangan.
Kemalangan, kesulitan atau kesengsaraan tidak cukup
hanya dicita-citakan untuk diantisipasi, tetapi lebih dari
itu perlu untuk segera diatasi dengan cepat. Cara untuk
mengatasi itu misalnya dapat bersandar dari kondisi yang
faktual bahwa dalam realitasnya ada seseorang mengeluh
dan meratap, tetapi ada yang tidak; ada yang tegang
dan gelisah, tetapi ada juga yang memiliki kedamaian
yang terpancar dari dalam; ada pula orang akan mencari
lebih banyak uang, lebih banyak wibawa, lebih banyak
kesenangan dan lebih banyak hiburan, tetapi ada pula
yang cukup puas dengan kehidupannya . Maknanya adalah bahwa kemalangan,
kesulitan atau kesengsaraan dapat diringankan dengan
pemahaman mendalam tentang berbagai fenomena hidup,
dengan argumen empirik bahwa kondisi yang tidak
membahagiakan itu telah terbukti menerpa setiap manusia
dan karena itu perlu ditanggapi biasa saja, tidak berlebihan,
sehingga tidak betul-betul dirasakan sebagai kemalangan,
kesulitan, atau kesengsaraan yang benar-benar sangat
menghimpit.Untuk bisa sampai pada tataran itu tentu dibutuhkan
keberanian, yaitu keberanian untuk melihat dan
memandang kemalangan, kesulitan atau kesenggsaraan
secara realistis, sebagai bagian dari kehidupan manusia yang
tak terpisahkan namun perlu dipecahkan. Sebagaimana
kemalangan, kesulitan atau kesengsaraan yang seolaholah given, keberanian juga merupakan anugerah yang
memberi seseorang kemampuan menghadapi bahaya
tanpa harus diliputi dengan ketakutan. Keberanian bukan
bersifat mutlak. Keberanian tergantung pada situasi dan
orang. Keberanian muncul dalam berbagai cara. Apa yang
menuntut keberanian dari seseorang tampaknya mudah bagi
orang lain. Keberanian tidak selalu menyangkut tindakan
heroik kesatria di medan tempur. Keberanian juga menjadi
tindakan orang biasa dalam mencari kehidupan lebih baik
. Keberanian bukan merupakan
pengalaman emosi murni – apa yang sering disebut guts oleh
banyak orang. Keberanian memiliki komponen rasional.
Ini bukan hanya merupakan sesuatu yang dilakukan
tanpa berpikir. Keberanian menuntut pembuatan suatu
pilihan dengan adanya adversitas ,
Dengan demikian, keberanian merupakan kondisi pikiran.
Ini berkaitan dengan bagaimana manusia mengalami
situasi terentu dan bagaimana harus menghadapi rasa
takut. Membiarkan diri didominasi oleh rasa takut akan
meninggalkan sedikit pilihan kecuali tenggelam. Terlalu
yakin bahwa orang bisa menangani sesuatu bisa mengarah
pada kenekadan dan kekerasan. Tetapi mengenali rasa
takut, terlalu yakin bisa menangani situasi, dan mengambil
inisiatif meskipun ada rasa takut, merupakan tindakan
yang berani ,
Semua tindakan keberanian dikaitkan dengan kesulitan
dan kesengsaraan. Tantangan keras selalu merupakan konteks yang memengaruhi saat-saat berani. Jika semua itu
mudah, tidak memerlukan keberanian. Tampak jelas bahwa
tantangan, kesengsaraan, kesulitan atau bahaya membuka
agenda bagi keberanian, menyelamatkan sesuatu. Ini
semua bersifat relatif ,
Adversitas berkaitan dengan keberanian untuk
menghadapi kesulitan, kemalangan, kesengsaraan dan
tantangan. Oleh sebab itu adversitas menjadi perjuangan
di dua tingkatan: pribadi (intern) dan umum (ekstern).
Penyelesaian krisis atau peristiwa adversitas menuntut
kedua tingkatan itu dikelola serentak. Misalnya para
pemimpin menjadi sosok umum. Meskipun ada perjuangan
pribadinya, kalangan usaha harus terus maju. Dunia nyata
memiliki tuntutan yang tidak bisa diabaikan. Namun,
tingkat intern atau pribadi merupakan pusat untuk
menaklukkan semua adversitas. Inilah di mana masalah
itu dirasakan oleh emosi dan bergeser serta berubah secara
mental
Setiap orang memiliki adversitas dengan kadar yang
berbeda-beda. Kadar ini dapat dinamakan kecerdasan
adversitas. Kecerdasan adversitas (Adversity Quotient
– AQ) memasukkan dua komponen penting dari setiap
konsep praktis, yaitu teori ilmiah dan penerapannya di
dunia nyata. Hasil riset selama 19 tahun dan penerapannya
selama 10 tahun merupakan terobosan penting dalam
pemahaman tentang apa yang dibutuhkan untuk mencapai
kesuksesan. Suksesnya pekerjaan dan hidup ditentukan
oleh AQ, karena:
1. AQ memberi tahu seberapa jauh individu mampu
bertahan menghadapi kesulitan dan kemampuan untuk
mengatasinya.
2. AQ meramalkan apa yang mampu mengatasi kesulitan
dan siapa yang akan hancur.
3. AQ meramalkan siapa yang akan melampaui harapanharapan atas kinerja dan potensi mereka serta siapa
yang akan gagal.
4. AQ meramalkan siapa yang akan menyerah dan siapa
yang akan bertahan ,
AQ mempunyai tiga bentuk. Pertama, AQ adalah suatu
kerangka kerja konseptual yang baru untuk memahami dan
meningkatkan semua segi kesuksesan. AQ berlandaskan
pada riset yang berbobot dan penting, yang menawarkan
gabungan pengetahuan yang praktis dan baru, yang
merumuskan kembali apa yang diperlukan untuk mencapai
kesuksesan. Kedua, AQ adalah ukuran untuk mengetahui
respons terhadap kesulitan. Selama ini pola-pola bawah
sadar ini sebetulnya sudah dimiliki individu. Sekarang
untuk pertama kalinya, pola-pola ini dapat diukur,
dipahami dan diubah. Ketiga, AQ adalah serangkaian
peralatan yang memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki
respons terhadap kesulitan, yang berakibat memperbaiki
efektivitas pribadi dan profesional secara keseluruhan .
AQ mulai dengan individu, tetapi melampaui batas
individu. AQ dapat meramalkan (Stoltz, 2000):
• Kinerja • Kesehatan emosional.
• Motivasi • Kesehatan jasmani
• Kreativitas • Daya tahan
• Produktivitas • Perbaikan sedikit demi sedikit
• Pengatahuan • Tingkah lauk
• Energi • Umur panjang
• Penghargaan • Respons terhadap perubahan
• Kebahagiaan, vitalitas,
dan kegembiraan
Dengan kondisi seperti itu AQ mendasari semua
segi kesuksesan. Orang-orang yang memiliki AQ lebih
tinggi menikmati serangkaian manfaat, termasuk kinerja,
produktivitas, kreativitas, kesehatan, ketekunan, daya
tahan, dan vitalitas yang lebih besar daripada mereka yang
rendah AQ-nya ,
Untuk melihat kadar AQ seseorang, antara lain dapat
dilihat dari tiga tipe individu, yakni: quiters, campers, dan
climbers. Tipe quiters tercermin dari individu-individu
yang memilih keluar, menghindari kewajiban, mundur
dan berhenti. Quiters adalah orang-orang yang berhenti;
menghentikan pendakian, menolak kesempatan yang
diberikan, mengabaikan, menutupi, atau meninggalkan
dorongan inti yang manusiawi untuk mendaki, dan dengan
demikian juga meninggalkan banyak hal yang ditawarkan
oleh kehidupan. Campers atau orang-orang yang berkemah,
pergi tak seberapa jauh, mudah bosan, mengakhiri
pendakiannya dan mencari tempat datar yang rata dan
nyaman sebagai tempat bersembunyi dari situasi yang tidak
bersahabat, memilih menghabiskan sisa-sisa hidup dengan
duduk di situ. Berbeda dengan Quitters, Campers sekuragkurangnya telah menanggapi tantangan pendakian, telah
mencapai tingkat tertentu. Perjalanannya mungkin memang
mudah, atau mungkin telah mengorbankan banyak hal
dan telah bekerja dengan rajin untuk sampai ke tempat
dimana kemudian berhenti. Pendakian yang tidak selesai
itu oleh sementara orang dianggap sebagai ”kesuksesan”.
Ini merupakan pandangan keliru yang sudah lazim bagi
orang yang menganggap kesuksesan sebagai tujuan yang
harus dicapai, jika dibandingkan dengan perjalanannya.
Namun demikian, meskipun Campers telah berhasil
mencapai tempat perkemahan, mereka tidak mungkin
mempertahankan keberhasilan itu tanpa melanjutkan pendakiannya. Karena, yang dimaksud dengan pendakian
adalah pertumbuhan dan perbaikan seumur hidup pada
diri seseorang . Climbers, atau si pendaki,
adalah untuk orang yang seumur hidup membaktikan
dirinya pada pendakian. Tanpa menghiraukan latar
belakang, keuntungan atau kerugian, nasib buruk atau
nasib baik, terus mendaki. Climbers adalah pemikir yang
selalu memikirkan kemungkinan-kemungkinan, dan
tidak pernah membiarkan umur, jenis kelamin, ras, cacat
fisik atau mental, atau hambatan lainnya menghalangi
pendakiannya ,
Quitters menjalani kehidupan yang tidak terlalu
menyenangkan. Quitters meninggalkan impian-impiannya
dan memilih jalan yang dianggap lebih datar dan lebih
mudah. Ironisnya, seiring dengan berlalunya waktu,
Quitters mengalami penderitaan yang jauh lebih pedih
daripada yang ingin dielakkan dengan memilih untuk
tidak mendaki. Saat yang paling memilukan dan menyedihkan adalah sewaktu Quitters menoleh ke belakang
dan melihat bahwa kehidupan yang telah dijalani ternyata
tidak menyenangkan. Inilah nasib Quitter, orang yang
berhenti. Quitters sering menjadi sinis, murung, dan mati
perasaannya. Menjadi pemarah dan frustrasi, menyalahkan
semua orang di sekelilingnya, dan membenci orang-orang
yang terus mendaki. Quitters juga sering menjadi pecandu,
entah itu pecandu alkohol, narkoba, atau acara-acara
televisi yang tidak bermutu. Quitters mencari pelarian
untuk menenangkan hati dan pikiran (Stoltz, 2000).
Seperti Quitters, Campers juga menjalani kehidupan
yang tidak lengkap. Perbedaannya terletak pada
tingkatnya. Karena lelah mendaki, campers mungkin
merasa cukup senang dengan ilusinya sendiri tentang apa
yang sudah ada, dan mengorbankan kemungkinan untuk melihat atau mengalami apa yang masih mungkin terjadi.
Campers biasanya merasa tidak ada salahnya berhenti
mendaki supaya bisa menikmati hasil jerih payahnya, atau
tepatnya, menikmati pemandangan dan kenyamanan yang
sudah diperoleh selama pendakian yang belum selesai itu.
Sambil memasang tenda, campers memfokuskan energinya
pada kegiatan mengisi tenda dengan barang-barang yang
sedapat mungkin membuatnya nyaman. Ini berarti campers
melepaskan kesempatan untuk maju, yang sebenarnya
dapat dicapai jika energi dan sumber dayanya diarahkan
dengan semestinya ,
Campers menciptakan semacam ”penjara yang nyaman”
—sebuah tempat yang terlalu enak untuk ditinggalkan. Di
sini kehidupan memang bukan segala-galanya, sekadar
cukup baik. Campers memiliki pekerjaan yang bagus dan
gaji serta tunjangan-tunjangan yang sangat layak. Namun,
masa-masa yang penuh gairah, masa belajar dan tumbuh,
dan energi kreatifnya telah lama hilang. Hidup tampaknya
mudah sekali; tahu apa yang akan terjadi, dan masa-masa
penuh kecemasan telah lama berlalu — selain kesadaran
yang mulai menggerogoti batin, kesadaran bahwa banyak
mimpi berlalu tanpa pernah terwujud, dan perubahan
terus-menerus mengancam tempat perkemahan. Para
camper adalah satisficer (dari kata satisfied = puas dan suffice
= mencukupi). Puas dengan mencukupkan diri, dan tidak
mau mengembangkan diri. Campers berhasil mencukupi
kebutuhan dasarnya, yaitu makanan, air, rasa aman,
tempat berteduh, bahkan rasa memiliki, yang berarti telah
melewati kaki gunung. Namun, dengan berkemah, campers
mengorbankan bagian puncak, aktualisasi diri. Akibatnya,
campers menjadi sangat termotivasi oleh kenyamanan dan
rasa takut. Takut kehilangan tempat berpijak, dan mencari
rasa aman dari perkemahan yang kecil dan nyaman Climbers menjalani bidupnya secara lengkap. Untuk
semua hal yang dikerjakan, benar-benar dipahami
tujuannya dan bisa dirasakan gairahnya. Climbers
mengetahui bagaimana perasaan gembira yang
sesungguhnya, dan mengenalinya sebagai anugerah dan
imbalan atas pendakian yang telah dilakukan. Karena tahu
bahwa mencapai puncak itu tidak mudah, maka climbers
tidak pernah melupakan ”kekuatan” dari perjalanan yang
pernah ditempuhnya. Climbers tahu bahwa banyak imbalan
datang dalam bentuk manfaat-manfaat jangka panjang, dan
langkah-langkah kecil sekarang ini akan membawanya pada
kemajuan-kcmajuan lebih lanjut di kemudian hari. Climbers
selalu menyambut tantangan-tantangan yang disodorkan
kepadanya (Stoltz, 2000). Climbers sering merasa sangat
yakin pada sesuatu yang lebih besar daripada dirinya.
Keyakinan ini membuatnya bertahan manakala gunung
terasa menakutkan dan sulit ditaklukkan, serta setiap
harapan untuk maju mendapat tantangan hebat. Climbers
yakin bahwa segala hal bisa dan akan terlaksana, meskipun
orang lain bersikap negatif dan sudah memutuskan bahwa
jalannya tidak mungkin ditempuh. Climbers sangat gigih,
ulet dan tabah. Terus bekerja keras pada waktu mendaki.
Saat batu besar menghadang di jalan atau menemui jalan
buntu, akan mencari jalan lain. Saat merasa lelah dan
kaki sudah tidak dapat diayunkan lagi, akan melakukan
intropeksi diri dan terus bertahan. Kata berhenti tidak
terdapat dalam kamus para Climber. Climber memiliki
kematangan dan kebijaksanaan untuk memahami bahwa
kadang-kadang dirinya perlu mundur sejenak supaya
dapat bergerak maju lagi. Mundur adalah bagian alamiah
dari pendakian. Hasilnya, climbers menempuh kesulitankesulitan hidup dengan keberanian dan disiplin sejati .Salah satu instrumen yang dapat digunakan dalam
mengukur adversitas adalah Adversity Response Profile
(ARP). ARP telah dicoba oleh lebih dari 7.500 orang dari
seluruh dunia dengan berbagai macam karier, usia, ras,
dan kebudayaan. Analisis formal terhadap hasil-hasilnya
mengungkapkan bahwa instrumennya merupakan tolok
ukur yang valid untuk mengukur bagaimana orang
merespons kesulitan dan merupakan peramal kesuksesan
yang ampuh. Penelitian-penelitian di berbagai perusahaan,
sekolah, dan dengan atlet-atlet memperlihatkan bahwa
ARP merupakan peramal kinerja yang efektif dan berperan
dalam serangkaian kesuksesan lainnya. ARP juga memiliki
validitas yang hebat. Dengan kata lain, hasilnya masuk
akal, tanpa mempedulikan latar belakang seseorang ,
Melalui tes ulangan dan tes lanjutan, ARP juga telah
terbukti sangat andal. Kaum profesional, para mahasiswa,
eksekutif, dan atlet-atlet yang melakukan tesnya lebih dari
satu kali selama beberapa bulan, tanpa ikut serta dalam
program pelatihan AQ, menunjukkan hasil yang sangat
konsisten. Sedangkan individu-individu yang mengikuti
program ini memperlihatkan perbaikan-perbaikan
yang nyata dalam respons-responsnya terhadap kesulitan.
C. Peran Adversitas dalam Wirausaha
Dengan memiliki adversitas yang baik, seseorang akan
dapat belajar tentang: (1) menciptakan paradigma baru
yang akan menggeser pertemuan negatif atau kerugian ke
dalam peluang-peluang pembelajaran, (2) meningkatkan
manajemen diri, menghentikan sikap menyalahkan dan
mengurangi sabotase emosional, (3) menyentuh definisi
awal reaksi ketidakefektivan terhadap persoalan-persoalan
dan tantangan, (4) mengurangi stress dan miskomunikasi, (5) meningkatkan kesehatan, kesejahteraan dan kebahagiaan,
(6) meningkatkan pengertian dan komunikasi di dalam tim
atau perusahaan, dan (7) meningkatkan sikap kompetitif,
kreativitas dan kemampuan belajar ,
Konsep kewirausahaan sangat erat dengan AQ.
Di dalam konsep kewirausahaan, seorang wirausaha
harus memiliki sikap mental positif, memiliki motivasi
berprestasi yang tinggi dan tidak mudah menyerah dalam
menjalankan bisnisnya
Dalam konsep kewirausahaan juga dijelaskan
bahwa terdapat perbedaan antara seorang pedagang
dan wirausaha. Seorang pedagang adalah orang yang
melakukan kegiatan bisnisnya secara rutin, tetapi terdapat
kecenderungan tidak mengembangkan usahanya.
Di sisi lain, salah satu syarat untuk menjadi seorang
wirausaha adalah berupaya semaksimal mungkin
untuk mengembangkan usahanya agar lebih maju dari
sebelumnya. Konsep ini sangat erat kaitannya dengan
adversity quotient, khususnya yang membahas mengenai
tiga tipe orang yang melakukan pendakian. Pendakian
yang dilakukan oleh ketiga tipe orang ini adalah
upaya untuk mencapai kesuksesan dalam bidang yang
dikerjakan. Jika konsep ini diterapkan dalam bisnis, maka
seseorang yang ingin sukses dalam bisnisnya adalah orang
yang selalu mendaki agar dapat terus mencapai puncak
(kesuksesan), tetapi jika orang ini mudah menyerah
dengan tantangan yang dihadapi atau sudah merasa cukup
puas dengan kondisinya sekarang maka ia tidak akan
dapat terus meraih kesuksesan, dan tidak dapat dikatakan
sebagai seorang wirasaha yang sukses. Setiap orang di
dalam melakukan kegiatan bisnisnya pasti memiliki
masalah dalam pengembanganya, namun yang berbeda untuk meraih kesuksesan dalam bisnis adalah daya juang
yang dimiliki oleh orang ini (Lisan & Ida, 2011).
Karakter wirausaha sukses sejalan dengan adversitas.
Mereka yang memiliki sikap adversitas tinggi, cenderung
memilih menjadi climber, dan meninggalkan posisi zona
nyaman, zona yang membuat usaha tidak berkembang dan
jalan di tempat.
Kasmir (2011) menyebut beberapa ciri wirausahawan
sukses (berhasil), antara lain: (1) memiliki visi dan tujuan
yang jelas, (2) inisiatif dan selalu proaktif, (3) berorientasi
pada prestasi, (4) berani mengambil risiko, (5) kerja keras,
(6) tanggung jawab atas segala aktivitas, (7) komitmen, dan
(8) menjaga hubungan baik dengan barbagai pihak. Ciriciri ini tentunya bersesuaian dengan sikap adversitas,
yakni sikap wirausahawan yang selalu ingin meraih hasil
puncak.
AQ merupakan modal bagi seorang wirausaha yang
ingin sukses. Sebab, wirausahawan adalah orang yang
selalu ingin mengembangkan usaha, dan dalam fase
pengembangan ini , sudah barang tentu terdapat
tantangan dan hambatan. Maka, jika wirausahwan
tidak memiliki AQ, maka jangan harap ia bisa terus
bertahan di tengah iklim bisnis yang kompetitif, apalagi
mengembangkan usaha ini .
Kotak 5
Kolonel Sanders dan Pelajaran tentang Kegagalan
Siapa yang tak kenal dengan ikon kolonel tua di
produk makanan cepat saji Kentucky Fried Chicken (KFC)?
Ya, Kolonel Sanders. Ikon ini bagaikan magnet, yang
siap menarik setiap orang untuk mampi ke gerai waralaba
KFC kapan saja.Konsep waralaba KFC memang sukses besar. Tapi, hal
itu dilakukan Kolonel Sanders tidak sekali jalan. Ia butuh
waktu lama meyakinkan resep andalannya ke restoranrestoran di Amerika Serikat, hingga akhirnya bisa diterima
masyarakat.
Kolonel Sanders adalah tipikal wirausahawan tahan
banting. Betapa tidak. Dia memulai usaha pada di usia 66
tahun, pensiunan angkatan darat dari negara adidaya, hanya
memiliki uang dari tunjangan hari tuanya yang semakin
menipis. Sanders memiliki keahlian dalam memasak, dia
tawarkan resep masakannya ke lebih dari 1.000 restoran
di negaranya. Akhirnya restoran yang ke-1008, menerima
resepnya ini . Impian Sanders hanya sederhana, yakni
bagaimana memiliki uang yang layak untuk hidup di hari
tuanya.
Perjalanan hidup Sanders memang berliku. Pada umur
7 tahun ia sudah pandai memasak di beberapa tempat
memasak. Pada usia 10 tahun ia mendapatkan pekerjaan
pertamanya di pertanian dengan gaji 2 dolar sebulan.
Ketika berumur 12 tahun ibunya kembali menikah dan ia
meninggalkan rumah tempat tinggalnya dekat Henryville,
Ind., untuk mendapatkan pekerjaan di pertanian di daerah
Greenwood, Ind. Dia berganti-ganti pekerjaan selama
beberapa tahun, pertama sebagai tukang parkir pada usia
15 tahun di New Albany, Ind., dan kemudian pada usia
16 tahun menjadi tentara yang dikirim selama 6 bulan di
Kuba.
Setelah itu ia menjadi petugas pemadam kebakaran,
belajar ilmu hukum melalui korespondensi, praktik dalam
pengadilan, asuransi, operator kapal feri, penjual ban,
dan operator bengkel. Pada usia 40 tahun Kolonel mulai
memasak untuk orang yang bepergian yang singgah di
bengkelnya di Corbin. Ia belum punya restoran pada saat itu, tetapi ia menyajikan makanannya pada meja makannya
di ruang makan di bengkelnya.
Semakin banyak orang yang datang ke tempatnya
untuk makan, akhirnya ia pindah ke seberang jalan dekat
penginapan dan restoran yang kapasitasnya 142 orang.
Selama hampir 9 tahun ia menggunakan resep yang
dibuatnya dengan teknik dasar memasak hingga saat ini.
Percaya diri dengan kualitas ayam gorengnya, Kolonel
meyakinkan dirinya untuk membuka usaha waralaba
yang dimulai tahun 1952. Ia pergi jauh menyeberangi
Negara bagian dengan mobil dari satu restoran ke restoran
lainnya, memasak sejumlah ayam untuk pemilik restoran
dan karyawannya. Jika reaksi yang terlihat bagus, ia
menawarkan perjanjian untuk mendapatkan pembayaran
dari setiap ayam yang laku terjual. Pada tahun 1964,
Kolonel Sanders mempunyai lebih dari 600 outlet waralaba
untuk ayam gorengnya di seluruh Amerika dan Kanada.
Pada tahun itu, ia menjual bunga dari pembayarannya
untuk perusahaan Amerika sebanyak 2 juta dolar kepada
sejumlah grup investor termasuk John Y. Brown Jr., yang
kemudian menjadi Gubernur Kentucky dari tahun 1980
sampai 1984. Kolonel mengingatkan untuk menjadikan
terbuka perusahaannya bagi publik. Pada tahun 1976,
sebuan survey independen memberi peringkat kedua
dunia sebagai selebriti yang terkenal di dunia.
Salah satu potensi diri yang wajib dimiliki setiap
pengusaha adalah sikap ketahanmalangan/adversitas
(adversity/sikap tahan banting). Menurut penggagas
advesitas, Paul Stoltz, sikap ketahanmalangan merupakan
faktor pembentuk sukses orang-orang besar.
Kehidupan yang dijalani manusia dapat dibagi atas
tiga kategori, yakni: quitters (diam dan tidak dinamis),
camper (selalu mencoba tetapi mudah menyerah setelah
mendapat tantangan), dan climber (berani dan bertahan
menghadapi tantangan kehidupan). Kesuksesan, menurut
Stoltz, ibarat puncak gunung tertinggi yang mampu didaki
oleh manusia. Orang sukses adalah mereka yang mau dan
mampu mendaki hingga ke puncak gunung. Mereka inilah
yang termasuk kategori climber atau pendaki.
Ketegaran diri merupakan indikator dari kecerdasan
adversitas (adversity quotient), terletak pada kerelaan
menerima segala hal dengan lapang dada. Hal ini karena
dalam kehidupannya setiap orang senantiasa berhadapan
atau sekurang-kurangnya berhubungan dengan
kemalangan, ketidakberuntungan, atau kesulitan, entah
dalam ukuran kecil maupun besar. Kondisi ini, dalam
kenyataannya, tidak dapat dihindari oleh siapa pun.
Faktanya, tidak ada seorang pun manusia di muka bumi
yang terhindar sama sekali dari kemalangan atau kesulitan.
Setiap orang memiliki adversitas dengan kadar
yang berbeda-beda. Kadar ini dapat dinamakan
kecerdasan adversitas. Kecerdasan adversitas (Adversity
Quotient – AQ) memasukkan dua komponen penting dari
setiap konsep praktis, yaitu teori ilmiah dan penerapannya
di dunia nyata.
AQ mendasari semua segi kesuksesan. Orang-orang
yang memiliki AQ lebih tinggi menikmati serangkaian
manfaat termasuk kinerja, produktivitas, kreativitas,
kesehatan, ketekunan, daya tahan, dan vitalitas yang lebih
besar daripada mereka yang rendah AQ-nya
Konsep kewirausahaan sangat erat kaitannya dengan
AQ. Di dalam konsep kewirausahaan, seorang wirausaha
harus memilki sikap mental positif, memiliki motivasi berprestasi yang tinggi dan tidak mudah menyerah dalam
menjalankan bisnisnya.
wirausaha 2
sahabat sejati, dan loyal terhadap usaha yang dijalankan.
6. Devotion
Seorang wirausahawan sangat mencintai pekerjaannya.
Mereka tidak pernah lelah untuk menjalaninnya karena
menjalaninya dengan senang hati. Mereka sangat
mencintai produk atau jasa yang dihasilkan, karena
dapat dijual dengan efektif.
7. Details
Wirausahawan harus dapat memperhatikan halhal kecil. Mereka tidak akan membiarkan hal sepele
menyebabkan pasar tidak percaya lagi terhadap
bisnisnya, yang dapat menyebabkan usaha gulung tikar.
8. Destiny
Wirausahawan bertanggung jawab terhadap tujuan
usahanya, bebas dan tidak bergantung pada orang lain.
9. Dollars
Dollars yang dimaksud disini adalah uang. Dalam
suatu wirausaha uang dijadikan sebagai pengukur
kesuksesan bisnis, karena tujuan wirausaha adalah
keuntungan.
10. Distribute
Wirausahawan memperhatikan setiap karakteristik
orang-orang di sekitarnya, yang pada akhirnya dapat
menyalurkan kepemilikkan bisnis kepada orang yang
dipercaya (orang yang berdedikasi).
Karakteristik setidaknya menjadi penyaring alami
seorang wirausahawan. Tanpa karakteristik yang khas,
hanya akan membuat wirausaha sebagai ajang coba-coba.
Banyak yang ingin menjalankannya, namun karena tidak
memiliki karakter, akhirnya harus berhenti di tengah jalan.
Tanpa karakter kuat, wirausaha tidak akan berjalan.
Apalagi, jika ketakutan, baik takut rugi, takut gagal, atau
takut yang lainnya, selalu menggelayuti. Hendro (2011)
mengungkap enam karakteristik wirausaha berdasarkan
kekuatan emosi, yaitu:
1. Pandai mengelola ketakutannya
Seorang yang smart and good entrepreneur pandai
mengelola ketakutannya untuk membangkitkan
keberanian dan kepercayaan diri dalam menghadapi
risiko. Dengan kata lain, seorang wirausaha haruslah
berjiwa risk manager, bukan risk taker.
2. Mempunyai ‘iris mata’ yang berbeda dengan yang lain
Iris mata adalah cara seseorang memandang sesuatu
(masalah, kesulitan, perubahan,diri sendiri, lingkungan,tren, kejadian) untuk memunculkan kreativitas
agar tercipta ide, gagasan, konsep, lalu mencoba
meningkatkan nilai (add value). Dengan demikian,
seseorang yang mempunyai jiwa entrepreneur yang kuat
memiliki pola pandang yang berbeda dengan orang
lain.
3. Pemasar sejati atau penjual ulung
Tanpa keterampilan ini, seorang wirausaha akan
memulai dengan lebih berat dan membutuhkan lebih
banyak waktu. Keterampilan ini akan mempermudah
seorang wirausahawan dalam membangun bisnis,
mempercepat pertumbuhan bisnis, dan mengurangi
ketergantungan modal yang besar.
4. Melawan arus dan menyukai tantangan baru
Seorang smart and good entrepreneur cenderung tida suka
mengikuti arus atau terperangkap di dalam kehidupan
yang monoton. Wirausahawan selalu tidak bisa diam,
berpikir, dan terus berpikir, karena pada hakikatnya,
mereka adalah creative and smart worker.
5. High determination (keteguhan hati)
Perbedaan entrepreneur sejati dengan yang biasa saja
adalah dalam hal durability, firm, dan determination.
Keteguhan hati ini membuat wirausahawan sejati
akan berbeda dalam memandang kegagalan. Kegagalan
adalah persepsi orang yang merasa buntu dan tidak
tahu apa yang harus ia lakukan dan tidak ingin mencari
jalan keluar.
6. Selalu mencari yang terbaik (perfeksionis)
Seorang smart and good entrepreneur mampu memberikan
apa yang lebih baik lagi bagi pelanggan. Namun,
yang harus diingat adalah, perfeksionis bagai pisau
bermata dua. Bila mampu mencapai yang terbaik dan
memberikannya yang terbaik, tidak menjadi masalah. Akan jadi bumerang bila tidak mampu menanggung
kesempurnaan diri dan pikiran sehingga berakibat
fatal, misalnya frustrasi dan putus asa. Adalah tugas
seorang entrepreneur untuk mengubah hal ini
menjadi kekuatan.
Imam Sukardi (dalam Suryana dan Bayu, 2010)
mengidentifikasi sembilan karakteristik wirausahawan
yang paling sering ditemukan, di antaranya:
1. Sifat instrumental
Seorang wirausahawan dalam berbagai situasi selalu
memanfaatkan segala sesuatu dalam lingkungannya
demi tercapainya tujuan pribadi dalam berusaha.
2. Sifat prestatif
Dalam berbagai situasi selalu tampil lebih baik, lebih
efektif dibandingkan dengan hasil yang tercapai
sebelumnya.
3. Sifat keluwesan bergaul
Selalu berusaha untuk cepat menyesuaikan diri dalam
berbagai situasi hubungan antar manusia, aktif bergaul,
membina kenalan-kenalannya dan mencari kenalan
baru, serta berusaha untuk dapat terlibat dengan
mereka yang ditemui dalam kegiatan sehari-hari.
4. Sifat kerja keras
Selalu terlibat dalam situasi kerja, tidak mudah
menyerah sebelum pekerjaan selesai. Mengutamakan
kerja dan mengisi waktu dengan perbuatan nyata untuk
mencapai tujuan.
5. Sifat keyakinan diri
Selalu percaya pada kemampuan diri, tidak ragu-ragu
dalam bertindak, bahkan berkecenderungan untuk
melibatkan diri secara langsung dalam berbagai situasi
dengan optimisme untuk berhasil.6. Sifat pengambil risiko
Selalu memperhitungkan keberhasilan dan kegagalan
dalam setiap kegiatannya khususnya untuk mencapai
keinginannya. Akan melangkah bila kemungkinan
untuk gagal tidak terlalu besar.
7. Sifat swa kendali
Dalam menghadapi berbagai situasi selalu mengacu
pada kekuatan dan kelemahan pribadi dan batas-batas
kemampuan dalam berusaha. Selalu menyadari dengan
adanya pengendalian diri ini maka setiap kegiatannya
menjadi lebih terarah dalam mencapai tujuannya.
8. Sifat inovatif
Selalu mendekati berbagai masalah dengan berusaha
menggunakan cara-cara baru yang lebih bermanfaat.
Terbuka terhadap gagasan, pandangan, dan penemuan
baru yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
kinerjanya. Tidak terpaku pada masa lalu, tapi selalu
berpandangan ke depan untuk mencari cara-cara baru
atau memperbaiki cara-cara yang biasa dilakukan
orang lain untuk peningkatan kinerja. Cenderung
melakukan sesuatu dengan cara yang khas, unik dari
hasil pemikirannya. Termasuk dalam sifat inovatif ini
adalah kecenderungan untuk selalu meniru tetapi
melalui penyempurnaan tertentu (imitatif inovatif).
9. Sifat kemandirian
Selalu mengembalikan perbuatannya sebagai tanggung
jawab pribadi. Keberhasilan dan kegagalan merupakan
konsekuensi pribadi wirausaha. Mementingkan
otonomi dalam bertindak, pengambilan keputusan dan
pemilihan berbagai kegiatan dalam mencapat tujuan.
Lebih senang bekerja sendiri, menentukan dan memilih
cara kerja yang sesuai dengan dirinya. Ketergantungan
pada orang lain merupakan suatu yang bertentangan dengan kata hatinya. Seorang wirausahawan dapat saja
bekerja dalam kelompok selama mendapat kebebasan
bertindak dan dalam mengambil keputusan.
Karakter-karakter ini memang wajib dimiliki oleh
seorang calon wirausahawan. Tanpa karakter, bisnis yang
digeluti hanya akan berjalan biasa-biasa saja, minim warna
dan aroma, sulit berkembang, dan besar kemungkinan
mengalami kemunduran. Padahal, dalam iklim kompetisi
seperti saat ini, hanya sang pemenanglah yang mampu
bertahan.
Hendro (2011) menemukan 12 ciri yang biasanya
dimiliki oleh seorang wirausahawan yang telah sukses,
antara lain:
1. Mempunyai mimpi-mimpi yang realistis dan tinggi,
yang mampu diubah menjadi cita-cita yang harus
ia capai. Hidupnya harus berubah karena kekuatan
emosionalnya, sehingga mimpi itu bisa terwujud
(power of dream).
2. Mempunyai empat karakter dasar kekuatan emosional
yang saling mendukung untuk sukses, determinasi,
persistent, keberanian, perjuangan, dan resiko
kepemimpinan.
3. Menyukai tantangan dan tidak pernah puas dengan
apa yang didapat (High achiever).
4. Mempunyai ambisi dan motivasi yang kuat (motivator).
5. Memiliki keyakinan yang kuat akan kemampuannya
bahwa “dia bisa” (power of mind).
6. Seorang yang visioner dan mempunyai daya kreativitas
yang tinggi.
7. Risiko kepemimpinan, tidak hanya pengambil risiko.
8. Memiliki strong emotional attachment (kekuatan
emosional).
9. Seorang problem solver.10. Mampu menjual dan memasarkan produknya (seller).
11. Mudah bosan dan terkesan bagi orang lain sulit diatur.
12. Seorang kreator ulung
Selama ini, hal yang paling menghantui para calon
wirausahwan adalah perasaan gagal. Padahal, dengan
kegagalan ini , calon wirausahawan sebenarnya
sedang ditempa, apakah akan terus menggeluti bisnisnya
atau putar haluan. Mereka yang berani keluar dari rasa
takut akan kegagalan itulah yang telah menerapkan prinsip
wirausaha dengan baik.
Di samping itu, seorang wirausahawan juga harus
berpikir optimis atas peluang dan usaha yang dilakukan.
Dengan demikian, semangat dan kemauan keras serta
ketekunan akan menciptakan usaha yang maju dan terus
berkembang.
Kasmir (2011) menekankan beberapa prinsip yang
harus menjadi pegangan wirausahawan, di antaranya:
1. Berani memulai.
2. Berani menanggung risiko.
3. Penuh perhitungan.
4. Memiliki rencana yang jelas.
5. Tidak cepat puas dan putus asa.
6. Optimis dan penuh keyakinan.
7. Memiliki tanggung jawab.
8. Memiliki etika dan moral.
Seperti halnya Kasmir, Saiman (2009) menempatkan
keberanian untuk gagal sebagai prinsip utama wirausaha.
Berani di sini artinya tidak berpikir dua kali untuk
memulai usaha, pantang menyerah, dan tidak takut gagal.
Selengkapnya prinsip wirausaha menurut Saiman adalah
sebagai berikut:
1. Jangan takut gagal.
Banyak yang berpendapat bahwa untuk berwirausaha
dianalogkan dengan impian seseorang untuk dapat
berenang. Walaupun teori mengenai berbagai gaya
berenang sudah bertumpuk, sudah dikuasai dengan
baik dan literaturnya lengkap, tidak ada gunanya kalau
tidak di ikuti menyebur ke dalam air. Demikian halnya
untuk berusaha, tidak ada gunanaya berteori kalau
tidak terjun langsung, sehingga mengalami, jangan
takut gagal sebab kegagalan adalah kesuksesan yang
tertunda.
2. Penuh semangat.
Hal yang menjadi penghargaan terbesar bagi pembisnis
atau perwirausahaan bukanlah tujuannya melainkan
lebih kepada proses dan perjalanannya. Itulah mengapa
seorang wirausahawan membutuhkan semangat.
3. Kreatif dan Inovatif.
Kreativitas dan inovasi adalah modal bagi seorang
pengusaha. Seorang wirausaha tidak boleh berhenti
dalam berkreativitas dan berinovasi dalam segala hal.
4. Penuh perhitungan dalam mengambil risiko.
Risiko selalu ada dimanapun kita berada. Seringkali kita
menghindari risiko yang satu, tetapi menemui bentuk
risiko lainnya. Namun yang harus diperhitungkan
adalah perhitungkan dengan baik-baik sebelum
memutuskan sesuatu, terutama yang tingkat risikonya
tinggi.
5. Sabar, ulet dan tekun.
Prinsip lain yang tidak kalah penting dalam berusaha
adalah kesabaran dan ketekunan. Sabar dan tekun
meskipun harus menghadapi berbagai masalaha,
percobaan, dan kendala bahkan diremehkan oleh orang
lain.6. Optimis.
Adalah modal usaha yang cukup penting bagi
usahawan, sebab kata optimis nerupakan sebuah
prinsip yang dapat memotivasi kesadaran kita sehingga
apapun usaha yang kita lakukan harus penuh optimis
bahwa usaha yang kita laksanakan akan sukses.
7. Ambisius.
Seorang wirausahawan harus berambisi, apapun jenis
usaha yang akan dijalankannya.
8. Pantang menyerah
Prinsip pantang menyerah adalah bagian yang harus
dilakukan kapanpun waktunya.
9. Jeli membaca peluang pasar.
Peka terhadap pasar atau dapat baca peluang pasar
adalah prinsip mutlak yang harus dilakukan oleh
wirausahawan, baik pasar ditingkat lokal, regional,
maupun internasional. Peluang pasar sekecil apapun
harus diidentifikasi dengan baik, sehingga dapat
mengambil peluang pasar ini dengan baik.
10. Berbisnis dengan standar etika.
Setiap pebisnis harus senantiasa memegang secara baik
tentang standar etika yang berlaku secara universal.
11. Mandiri.
Kemandirian harus menjadi panduan dalam
berwirausaha. Mandiri dalam banyak hal adalah kunci
penting agar kita dapat menghindarkan ketergantungan
dari pihak atau para pemangku kepentingan atas usaha
kita.
12. Jujur.
Kejujuran adalah mata uang yang akan laku di manamana. Jadi, jujur kepada pemasok dan pelanggan atau
kepada seluh pemangku kepentingan perusahaan
adalah prinsip dasar yang harus dinomorsatukan dalam
berusaha.13. Peduli lingkungan.
Seorang pengusaha harus memiliki kepedulian
terhadap lingkungan sehingga harus turut serta
menjaga kelestarian lingkungan tempat usahanya.
14. Membangun relasi
Mengembangkan jejaring usaha perlu untuk
meningkatkan pembelajaran dan pengetahuan akan
kewirausahawan kita. Semakin banyaknya relasi akan
menciptakan peluang dalam mengembangkan dan
mencapai usaha yang baik. Usaha yang baik dan maju
bukan berarti rasa puas dan rasa nyaman yang telah
kita dapatkan, karena dengan rasa puas dan nyaman
ini justru menurunkan semangat usaha.
Ketika Julius Caesar berhasil memperluas kekuasaan
Roma hingga ke Samudra Atlantik, menguasai Inggris,
Perancis, sekaligus menjadi penguasa terhebat Romawi,
semua itu tidak dilakukan dengan tiba-tiba. Caesar selalu
merencanakannya dengan matang. Setiap detil terencana
dengan sempurna, tanpa ada yang terlewat.
Begitu juga dengan wirausaha. Analogi perencanaan
model Caesar bisa kita gunakan. Jika bisnis yang kita
jalankan ingin terus berkembang, membutuhkan
perencanaan yang matang. Dalam wirausaha, perencanaan
adalah kata kunci. Tanpa perencanaan, wirausaha akan
berjalan datar, tidak memberi hasil optimal.
Perencanaan awal wirausaha adalah mengenali
makna wirausaha itu sendiri. Hendro (2011) menyebut
pada tahap ini, orang mulai mengetahui arti dan manfaat
kewirausahaan. Di tahap ini, seorang calaon wirausaha
biasanya mulai1. Bersentuhan dengan kewirausahaan untuk mengetahui
tujuan, maksud, dan manfaatnya bagi individu,
lingkungan, dan negara.
2. Berorientasi pada pola pikir orang yang sukses dalam
bisnis.
3. Belajar lebih dalam tentang kewirausahaan.
4. Menyadari bahwa ada alternatif setelah lulus selain
mencari kerja, yakni menciptakan lapangan kerja.
5. Mempersiapkan karir hidup.
6. Mengerti bahwa menjadi wirausahawan sukses
bukanlan milik sekelompok orang saja.
Setelah mengenali makna wirausaha, tahap selanjutnya
adalah tertarik dengan wirausaha. Hal ini ditandai dengan
pamahaman bahwa setiap orang punya jiwa kewirausahaan,
hanya saja belum diberdayakan dan dikembangkan.
Tahapan berikutnya adalah mempersiapkan diri
dan merencanakan bisnis. Tahap persiapan adalah fase
yang akan menjadikan calon wirausahawan menemukan
inspirasi bisnis secara teori, konsep, serta cara menemukan
peluang. Di tahapan ini, mempersiapkan bisnis mencakup
empat fase, yaitu:
1. Tahap mengenal diri untuk menemukan asal peluang
bisnis.
2. Mempelajari peluang bisnis dengan berpikir kreatif.
3. Menganalisis dan memanfaatkan inspirasi bisnis.
4. Mengubah dan memanfaatkan peluang menjadi bisnis.
Kasmir (2011) mengungkapkan, terdapat beragam cara
dan sebab orang untuk memulai atau merintis usaha. Di
antaranya:
1. Faktor keluarga pengusaha.
2. Sengaja terjun menjadi wirausaha.
3. Kerja sampingan.
4. Coba-coba.
5. Terpaksa.
Di antara kelima faktor ini , sengaja terjun menjadi
wirausaha adalah faktor utama yang menghasilkan
wirausahawan andal. Sebab, mereka belajar dari kesuksesan
orang lain, mengukuti contoh pengusaha berhasil.
Lebih lanjut menurut Hendro (2011), tahap berikutnya
adalah merencanakan kerangka bisnis, yakni dengan
menjalankan:
1. Perencanaan bisnis.
2. Konsep dan aspek manajemen bisnis.
3. Hal-hal yang berisi tentang pengetahuan lain yang akan
dirangkai oleh kewirausahaan sebagai benang merah
pengikat ilmu ini .
Setelah persiapan bisnis matang dan menemukan
peluang emas, segera rencanakan konsep bisnis dengan
mengikuti tahapan:
1. Menentukan visi dan misi bisnis.
2. Menentukan model bisnis, apakah secara individu,
rekanan, atau jenis lain.
3. Membuat rencana bisnis (business plan).
4. Mulai mempelajari aspek-aspek pengetahuan penting
dalam bisnis, yakni keuangan, HRD, produksi,
persediaan, pemasaran.
5. Memulai dan menentukan kapan bisnis mulai
dijalankan.
Pada intinya, semakin matang perencanaan bisnis,
maka semakin besar pula peluang sukses bisnis ini
pada masa datang. Banyak calon wirausaha yang mengeluh, kalau tidak
punya modal, mau usaha apa. Keluhan seperti ini wajarwajar saja. Apalagi masalah permodalan merupakan
penghambat terbesar mandeknya program kewirausahaan
di Indonesia.
Ada dua pengertian umum tentang modal, yakni yang
terkait kapital (uang), dan tenaga (keahlian). Modal dalam
bentuk uang diperlukan untuk membiayai segala keperluan
usaha, mulai dari biaya pra-investasi, pengurusan izin,
investasi untuk pembelian aktiva tetap, sampai modal kerja
(Kasmir, 2011).
Seorang wirausahan harus cerdik dalam mencari dan
mengatasi masalah permodalan. Menurut Kasmir (2011),
dari sisi asal (sumber), terdapat dua jenis permodalan, yaitu:
modal sendiri dan modal pinjaman. Modal sendiri diperoleh
dari pemilik perusahaan dengan cara mengeluarkan saham.
Kerugian menggunakan modal sendiri adalah jumlahnya
sangat terbatas dan sulit untuk memperolehnya. Berikutnya
adalah modal asing atau modal pinjaman. Modal jenis
ini diperoleh dari pihak luar perusahaan dan biasanya
bersumber pinjaman. Menggunakan modal pinjaman
untuk bisnis akan menimbulkan beban biaya bunga, biaya
administrasi, provisi, dan komisi yang besarnya relatif.
Penggunaan modal pinjaman mewajibkan pengembalian
setelah jangka waktu tertentu.
Bagi para wirausahawan pemula, modal adalah
masalah serius. Sebab, jika menggunakan modal sendiri,
tentu saja belum mencukupi. Kalaupun harus meminjam,
ada berbagai syarat yang harus dipenuhi, misalnya
penggunaan agunan (jaminan), dan lainnya. Padahal,
usaha yang sedang dirintis ini baru berjalan dan
belum memberi keuntungan.
Mengatasi masalah permodalan ini, wirausahawan
harus cerdik. Sumber modal bisa diekplorasi dari mana
saja. Bahkan, bisa memanfaatkan relasi, kalau memang
kenal dengan baik dan mau memberi penjaman.
Meski penting, namun sesungguhnya modal bukanlah
segala-galanya. Sebab, banyak juga pengusaha yang
bermodal ‘dengkul’ bisa sukses. Ir. Ciputra adalah salah
satu pengusaha yang sejak awal karirnya mengaku
bermodal ‘dengkul’.
Selain itu, modal besar bukanlah jaminan bahwa
usaha akan sukses. Dengan demikian, modal besar
bukanlah harga mati. Alifuddin (2012) menyebut bahwa
banyak wirausaha yang kini menjadi pengusaha besar
sebelumnya adalah pengusaha kecil dengan modal kecil
pula. Karena perjuangannya yang tidak mengenal lelah,
akhirnya mereka meraih kesuksesan. Sebagai pengusaha,
kita bisa jadikan contoh visi luar biasa Bill Gates, perintis
perusahaan komputer perangkat lunak terbesar di dunia,
Microsoft Corporation. Bill Gates adalah sosok pengusaha
sukses pada akhir abad ke-20 dalam golongan bisnis.
Keberhasilan Bill Gates adalah karena dia memiliki
visi, motivasi dan komitmen yang jelas untuk merebut
kesuksesan. Jelasnya, keberhasilan Bill Gates bukan sematamata hanya karena mengandalkan materi atau uang, tetapi
karena komitmen dan visinya yang luar biasa sehingga dia
dikenal sebagai pengusaha yang sangat sukses.
Fred Smith, pendiri dan CEO Federal Express Corporation, menyatakan bahwa agar kita bisa menjadi wirausaha
yang sukses, mestinya kita memiliki kemampuan membaca
sesuatu yang tidak bisa dibaca orang lain. Ataukah kita
mampu melakukan sesuatu yang berbeda dengan apa yang
dilakukan orang lain.
Banyak orang yang berani berbisnis dengan
mengandalkan modal besar, tapi sedikit sekali yang
bertahan sampai puncak tujuan. Biasanya, banyak
pengusaha besar yang tiba-tiba jatuh atau bangkrut dan
sulit bangkit kembali.
Kita sering menemukan seorang wirausaha mendirikan
sebuah perusahaan dengan modal seadanya, tapi karena
dikelola dengan semangat yang menggebu-gebu akhirnya
menjadi perusahaan besar. Celakanya, setelah pendirinya
meninggal dunia, kemudian dikelola ahli warisnya,
perlahan-lahan ternyata perusahaan warisan itu jatuh dan
tak bisa dipertahankan lagi. Penyebabnya, antara lain,
karena ahli waris penerus perusahaan itu tidak memiliki
strategi dan pengalaman bisnis. Mengelola bisnis itu seperti
mengelola seni dan yang mengetahui bagaimana seni
memimpin perusahaan adalah pendiri atau pemiliknya.
Oleh karena itu, sangat sedikit orang lain yang dapat
mengetahui persis taktik dan cara yang dipergunakan oleh
pendiri perusahaan itu.
Namun, kita tidak perlu takut karena kita harus
berusaha keras. Jika kita gagal mempertahankan bisnis
yang kita kelola, sebaiknya kita tidak perlu putus asa. Asal
kita mau bangkit, lalu membenahi perusahaan, lambat laun
akan ada perbaikan. Selain membutuhkan pengalaman
yang prosesnya cukup panjang, pengalaman juga bisa
menjadi barang yang sangat berharga untuk dipergunakan
sebagai bekal merintis usaha baru.
Kita perlu membedakan antara kegagalan dan
kesuksesan. Boleh jadi, kita bisa kehilangan uang banyak,
tapi pengalaman adalah bekal yang cukup berharga untuk
mendidik diri sendiri. Agar kita tidak jatuh bangkrut,
sebaiknya kita memiliki tabungan pribadi agar kita dapat
memanfaatkannya sebagai bekal untuk berbisnis lagi.
Kita jangan kehilangan kesempatan memulai kembali
usaha. Kalau perlu kita mencoba berbagai bisnis dengan
memulai dari yang kecil-kecil, sampai membuahkan hasil.
Berapapun jenis bisnis yang kita pilih sebaiknya sesuai
dengan hobi atau kegemaran kita.
Bisnis yang ditekuni dengan latar hobi tentu akan
menyenangkan. Kita akan menjalankannya dengan suka
cita, tekun, penuh dedikasi, sehingga meraih kesuksesan.
Kunci sukses dalam bisnis adalah kesenangan. Kita
tidak akan pernah sukses dalam pekerjaan jika kita tidak
menyukai pekerjaan itu.
Mustahil pemain musik yang sukses adalah orang
yang benci musik. Sama halnya seorang pembalap
mobil takut jatuh dan seorang ahli bedah takut darah.
Mestinya kita memilih bisnis yang tepat dengan diri kita,
agar bisnis yang kita tekuni bisa bertahan lama. Modal
awal berbisnis adalah menumbuhkan rasa percaya diri.
Apabila seseorang menjalankan bisnisnya tetapi tidak
sesuai dengan kegemarannya, itu berarti menggeluti bisnis
dengan perasaan kurang percaya diri. Dengan begitu, ia
bisa saja membenci orang-orang yang harus berhubungan
dengannya. Akibatnya, semangat hidupnya meredup,
bahkan hilang.
Jadi, sebagai wirausaha sebaiknya kita memiliki visi
dan misi yang jauh ke depan. Selain itu, kita sebaiknya
juga memanfaatkan intuisi, bahkan kalau perlu membuat
terobosan dan perubahan spektakuler agar kita bisa maju
dan berkembang. Hanya dengan cara seperti itu, kita akan
mampu melihat masa depan dengan lebih baik. Karena
itu, sebagai wirausaha sebaiknya kita selalu optimis bahwa
masa yang akan datang adalah milik kita. Maka dari itu,
sekaranglah saatnya kita merebutnya. Bukan sebaliknya,
kita hanya berpangku tangan
Dunia bisnis, apapun jenis usahanya, perlu keterbukaan.
Mengapa? Karena kita ingin menciptakan unit bisnis yang
memberikan peluang kepada setiap orang untuk ikut
berjuang mencari uang. Pengaruh keterbukaan bukan
terhadap pelayanan semata, tetapi juga turut menentukan
jalannya perusahaan, yang kemudian berimplikasi kepada
pemilik dan semua karyawan. Dengan keterbukaan, semua
ikut berpikir dan bertindak seperti pemilik, bukan sekedar
sebagai orang yang digaji. Itulah model usaha yang
mungkin dapat diterapkan saat ini, ketika perekonomian
Indonesia tidak mengalami perbaikan yang signifikan dan
dihadapkan pada persaingan global yang sangat masif.
Dalam manajemen terbuka, secara ekonomi hari
depan seseorang ditentukan oleh keadaan usaha. Gaji yang
diperoleh karyawan tergantung pada sehat tidaknya usaha
yang dijalankan. Jadi sebenarnya jika hanya beberapa orang
saja yang tahu pasang surut nasib perusahaan, karyawan
hanya dianggap ”poin” yang kurang beruntung. Meski
mendapat gaji rutin dan cukup, mereka tidak mempunyai
hak mengendalikan sendiri nasibnya.
Lain halnya dengan sebuah perusahaan yang
menerapkan manajemen terbuka, karyawan benar-benar
menjadi pemain yang ikut menentukan perkembangan
perusahaan, setidaknya yang terkait dengan tanggung
jawab mereka. Suatu saat saya mencoba menikmati betapa
lezatnya sajian masakan Padang di rumah makan Sari
Bundo di Jakarta. Dengan ramah dan simpatik pelayanannya mengundang pengunjung tidak henti-hentinya
berdatangan mulai dari mahasiswa, wartawan, pengusaha,
pejabat, bahkan artis dan para menteri. Meskipun harganya
relatif mahal — dibandingkan dengan rumah makan Sop
Saudara atau coto Makasar di Casablanca Jakarta Selatan,
namun rumah makan Padang ini merupakan rumah
makan terlaris di Jakarta. Keberhasilannya antara lain
karena rata-rata karyawan yang dipekerjakan masih relatif
muda, dan dalam kondisi kemudaan itu mereka proaktif,
bahkan menggebu-gebu. Selain itu, loyalitas mereka sangat
tinggi dengan sistem manajemen bagi hasil, kekeluargaan,
transparan dan terbuka.
Bisnis adalah sesuatu yang menyenangkan. Bisnis
merupakan permainan yang segar dan menumbuhkan rasa
percaya. Ada hadiahnya pula. Pemenangnya mendapat
sejumlah uang, sedang yang kalah bangkrut.
Karyawan biasanya memikirkan jabatan atau gaji.
Tapi, dalam manajemen terbuka, yang dipikirkan adalah
aspek bisnisnya. Sebab, manajemen terbuka mengundang
semua karyawan atau sebagian besar dari mereka ikut tahu
tentang pembukuan, kalkulasi keluar masuk atau cash flow
uang. Itu membuat pekerjaan menjadi terkait satu sama lain,
sehingga tumbuh semangat saling mengingatkan, bekerja
sama lebih erat, dan sama sekali tidak saling meninggalkan
atau menghindari tanggung jawab.
Persaingan manajemen perusahaan yang terbuka
sebenarnya merupakan usaha untuk memenangi
persaingan yang semakin tajam di pasar ekonomi. Kita
semua mengetahui bahwa dunia bisnis bergerak sangat
cepat, sementara perusahaan yang masih mengandalkan
manajemen tertutup atau manajemen klasik akan
mati perlahan-lahan. Apalagi sejak akhir abad ke-20
memang terjadi persaingan luar biasa. Ada beberapa
penyebabnya. Pertama, globalisasi, ketika dunia semakin
sempit. Hubungan antarnegara semakin dekat dan saling
memengaruhi. Bukan hanya Amerika Serikat dan Eropa
yang menjadi tantangan ekonomi dan pesaing, tapi juga
Taiwan, Korea, Thailand, hingga negara-negara Amerika
Selatan.Kedua, revolusi informasi. Dengan revolusi ini relasi
antarmanusia di seluruh dunia menjadi makin cepat. Apa
yang dihasilkan di negara-negara Eropa dan Amerika
dalam waktu sekejap dapat diketahui di negara-negara
lain di kawasan Asia. Karena itu, informasi telah menjadi
industri yang sekaligus mempercepat jalannya informasi
itu sendiri.
Ketiga, saling memengaruhi. Salah satu akibat dari
globalisasi dan revolusi informasi adalah adanya spirit
pengaruh, meniru atau menerjemahkan apa yang sudah
dihasilkan suatu bangsa/negara. Mengapa demikian?
Pertama, setelah mendengar dan melihat suatu produk,
seseorang akan berpikir, mengapa tidak berpikir dan
berbuat begitu. Hal itu mendorong orang berusaha
membuat produk serupa, meniru, atau menjiplak produk
orang lain dengan harga yang relatif lebih murah dan lebih
baik.
Kedua, akan tumbuh suatu keyakinan bahwa orang
lain dapat mengerjakan apa yang sudah dikerjakan orang
lain. Itu mendorong perusahaan lebih keras mencoba
dengan segala cara. Ada usaha untuk mengerjakan dengan
cara sendiri yang khas dan lebih canggih.
Bagi yang belum mampu meniru, ada semangat
bertanya, semangat memperoleh atau mengumpulkan
lebih banyak informasi. Alhasil, perusahaan akan mampu
memproduksi sendiri apa saja yang pernah mereka lihat,
meskipun itu hasil tiruan (imitasi).
Tapi, kita harus menyadari bahwa manajemen terbuka
bukanlah obat segala permasalahan perusahaan. Manajemen
terbuka hanya menaikkan jumlah penjualan, baik kualitas
dan kuantitas. Karena itu, untuk membuat perusahaan
maju diperlukan pemikiran yang kompleks. Salah satunya
dengan membuka pembukuan agar lebih banyak yangberpikir, tidak hanya bergantung pada seorang direksi
atau manajer, dan kadang-kadang membuat karyawan
merasa memiliki perusahaan. Manajemen terbuka tidak
dapat berdiri sendiri. Langkah itu harus disertai dengan
banyak perbaikan dan cara menghadapi saran yang masuk,
cara memadukan berbagai pendapat, pelaksanaan yang
tepat, dan kontrol yang baik. Tanpa itu semua, manajemen
terbuka hanya seperti slogan yang cuma baik diucapkan,
tapi tak membuahkan hasil. Karena itu, manajemen terbuka
sifatnya filosofis, bukan metode yang dipergunakan tahap
demi tahap, langkah demi langkah.
Pada umumnya karyawan memandang manajemen
sebagai suatu kesempatan. Kesempatan untuk belajar.
Cobalah cari bekal sebanyak-banyaknya, siapa tahu
perusahaan Anda beruntung dengan menerapkan
manajemen terbuka.
Dr. Spencer Johnson, penulis dan pembicara yang memiliki reputasi internasional. Karena kepopulerannya, ia
dikenal dan akrab di kalangan pakar dan praktisi manajemen
di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Spencer, misalnya,
terkenal karena bukunya, The One Minute Manager, yang
ditulis bersama konsultan manajemen legendaris Kenneth
Blanchard. Buku itu sudah diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia dengan judul Manajer Satu Menit.
Dalam buku yang lain, Who Moved My CHESS, ia
menganalisis bagaimana karakter dan tindakan manusia
tatkala dihadapkan pada perubahan. Menurut Spencer,
dari waktu ke waktu kehidupan seseorang selalu berubah,
baik kehidupan profesional maupun personalnya. la
mengupas empat karakter berbeda yang biasa muncul
pada diri seseorang. Salah satunya adalah how, tipe belajar beradaptasi secara tepat waktu dan melihat perubahan
akan membawa pada kondisi yang lebih baik. Pesan
moral yang ingin disampaikan Spencer adalah, kita harus
mengantisipasi perubahan, cepat beradaptasi terhadap
perubahan, menikmati perubahan, dan bersiaplah berubah
dengan cepat.
Sebagai wirausaha yang baik, mestinya kita selalu
proaktif. Sikap proaktif sangat diperlukan bagi seorang
wirausaha, terutama dalam mengantisipasi perubahan yang
terus bergulir. Istilah proaktif sudah lazim dikenal dalam
pustaka manajemen. Istilah itu berarti kita bertanggung
jawab atas kehidupan kita sendiri. Sebab, perilaku kita
adalah suatu fungsi dari sebuah keputusan. Sebaliknya,
bukan keadaan pribadi, karena kita dapat menyisihkan
perasaan menjadi nilai-nilai atas prakarsa serta tanggung
jawab untuk mewujudkannya. Sebaiknya kita menengok
kembali kata-kata responsibility-responseability yang berarti
kemampuan memilih tanggung jawab.
Orang yang sangat proaktif menyadari benar
adanya tanggung jawab. Ia tidak menyalahkan keadaan
atau kondisi dan situasi terhadap perilakunya. Sebab,
perilakunya adalah produk dari kondisinya sendiri yang
terbangun dari pikiran dan perasaan. Secara alamiah, kita
bersifat proaktif.
Dengan proaktif, kita akan menjadi kreatif karena
sering terpengaruh oleh lingkungan fisik. Misalnya, kalau
cuaca sedang bersahabat, kita akan merasa nyaman.
Sebaliknya, kalau cuaca tidak menguntungkan atau buruk,
akan memengaruhi sikap dan prestasi kita. Orang yang
proaktif membawa cuaca dalam dirinya sendiri, termasuk
cuaca hujan atau cerah, tidak akan terpengaruh. Kalau ia
memproduksi karya bermutu, itu bukan akibat fungsi yang
ditentukan oleh keadaan cuaca. Jelasnya, orang kreatif dikendalikan perasaan. Karena itu, keadaan dan kondisi
lingkungan sangat menentukan.
Orang proaktif dikendalikan oleh nilai-nilai yang
dipilih dengan cermat, diseleksi dari lubuk hati. Orang
yang proaktif masih dapat dipengaruhi oleh orang lain
atau orang-orang yang berasal dari luar dirinya. Namun,
secara sadar atau tidak, tanggapannya pada rangsangan
ini merupakan pilihan yang berangkat dari sebuah
nilai. Karena itu, orang yang proaktif selalu membiasakan
diri berubah sesuai dengan tantangan hidup. Demikian
pula sebagai wirausaha yang ingin sukses, sebaiknya
tidak berhenti atau statis, melainkan terus bergerak seiring
dengan dinamika perkembangan zaman.
Kewirausahaan merupakan perilaku individu yang
memiliki semangat, kemampuan untuk memberikan
tanggapan yang positif terhadap peluang memperoleh
keuntungan untuk diri sendiri dan/atau pelayanan yang
lebih baik pada pelanggan/masyarakat; dengan selalu
berusaha mencari dan melayan langganan lebih banyak dan
lebih baik, serta menciptakan dan menyediakan produk
yang lebih bermanfaat, melalui keberanian mengambil
risiko, kreatif, inovatif, dan kemampuan manajemen.
Kewirausahaan menuntut semangat pantang menyerah,
berani mengambil risiko untuk memenangkan persaingan
usaha.
Hal yang menjadi penyaring alami seorang
wirausahawan adalah karakteristiknya. Tanpa karakteristik
yang khas, hanya akan membuat wirausaha sebagai ajang
coba-coba. Banyak yang ingin menjalankannya, naman
karena tidak memiliki karakter, akhirnya harus berhenti
di tengah jalan. Tanpa karakter kuat, wirausaha tidak akan
berjalan. Apalagi, jika ketakutan, baik takut rugi, takut
gagal, dan takut yang lainnya, selalu menggelayuti.
Di samping itu, seorang wirausahawan juga harus
berpikir optimis atas peluang dan usaha yang dilakukan.
Dengan demikian, semangat dan kemauan keras serta
ketekunan akan menciptakan usaha yang maju dan terus
berkembang.
Jika bisnis yang kita jalankan ingin terus berkembang,
membutuhkan perencanaan yang matang. Dalam
wirausaha, perencanaan adalah kata kunci. Tanpa
perencanaan, wirausaha akan berjalan datar, tidak memberi
hasil optimal.
Seorang wirausahan harus cerdik dalam mencari dan
mengatasi masalah permodalan. Dari sisi asal (sumber),
terdapat dua jenis permodalan, yaitu modal: sendiri dan
modal pinjaman. Modal sendiri diperoleh dari pemilik
perusahaan dengan cara mengeluarkan saham. Kerugian
menggunakan modal sendiri adalah jumlahnya sangat
terbatas dan sulit untuk memperolehnya. Sumber modal
bisa diekplorasi dari mana saja. Bahkan, bisa memanfaatkan
relasi, kalau memang kenal dengan baik dan mau memberi
penjaman.
Meski penting, namun sesungguhnya modal bukanlah
segala-galanya. Sebab, banyak juga pengusaha yang
bermodal ‘dengkul’ bisa sukses. Ir. Ciputra adalah salah
satu pengusaha yang sejak awal karirnya mengaku
bermodal ‘dengkul’.
Ketika bisnis sudah berjalan, maka sepantasnya
wirausahawan menerapkan manajemen terbuka. Tujuannya
adalah agar dapat memberi pembelajaran kepada semua
pihak, termasuk karyawan. Pada akhirnya, wirausaha juga
dituntut proaktif, tidak berhenti atau statis, melainkan terus
bergerak seiring dengan dinamika perkembangan zaman.
Dalam beberapa tahun terakhir, perekonomian
Indonesia tumbuh rata-rata di atas 6% per tahun. Namun,
pertumbuhan ini ternyata belum menetes ke bawah.
Indikasinya adalah, masih besarnya angka kemiskinan
dan pengangguran. Data Badan Pusat Statitistik (2012)
menyebutkan, hingga Agustus 2012, terdapat 7,244 juta
pengangguran, sementara jumlah penduduk miskin
mencapai 30,018 juta jiwa.
Untuk mengurangi angka penganguran dan kemiskinan
ini , pemerintah bekerja keras menciptakan lapangan
kerja baru. Sumbernya tentu saja melalui investasi untuk
pendirian perusahaan/pabrik, perluasan lahan pertanian,
proyek infrastruktur, dan yang kini sedang digalakkan
adalah mencetak sebanyak mungkin wirausaha.
Dalam rangka menggenjot jumlah wirausaha,
pemerintah memberikan dukungan kebijakan supaya
mereka dapat berperan meningkatkan kesejahteraan
rakyat, misalnya melalui program penyaluran Kredit Usaha
Rakyat (KUR) yang besarnya Rp. 20-25 triliun setiap tahun
(Kompas, 19 Maret 2013).
Data Kementerian Koperasi dan UKM mengungkapkan,
Indonesia saat ini memiliki sekitar 3,7 juta wirausaha
atau 1,5% dari jumlah penduduk. Idealnya, dibutuhkanwirausaha sebanyak minimal 2% dari total jumlah penduduk
untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bangsa.
Sebagai perbandingan, jumlah wirausaha di Malaysia,
Singapura, Thailand, Korea Selatan, dan Amerika Serikat
sebanyak 2,1-11,5% dari populasi penduduk (Kompas, 19
maret 2013).
Salah satu terobosan pemerintah untuk menggairahkan
masyarakat berwirausaha adalah dengan menelurkan
Gerakan Kewirausahaan Nasional (GKN). Ide dasar GKN
adalah terbukanya peluang mengembangkan bisnis,
karena Indonesia memiliki sumber daya alam melimpah,
pertumbuhan ekonomi tinggi, dan pendapatan nasional
yang semakin besar. Di samping itu, kebutuhan barang dan
jasa di tanah air pun semakin besar, seiring bertumbuhnya
konsumen dan kelas menengah.
GKN secara khusus membidik kaum muda.
Sebab, merekalah yang memiliki peluang besar untuk
menciptakan lapangan kerja melalui kewirausahaan.
Peluang yang dimaksud adalah tingginya pertumbuhan
ekonomi Indonesia secara berkelanjutan dalam beberapa
tahun belakangan (Kompas, 19 Maret 2013).
Bersisian dengan hal ini , salah seorang pelopor
gerakan entrepreneurship (kewirausahaan) di Indonesia, Ir.
Ciputra, mengatakan bahwa bangsa Indonesia amat kaya,
sumber daya manusianya hebat, sumber daya alamnya
salah satu yang terbaik di dunia. Apa saja ada di Indonesia.
Minyak bumi, gas, batubara, emas, perak, tembaga, hutan
tropis terbesar ketiga di dunia, dan tanah yang demikian
subur.
Kenyataannya, menurut Ciputra, Indonesia masih
tertinggal jauh dengan negara-negara maju. Jepang,
Korea Selatan, dan Taiwan, sumber daya alamnya minim,
namun ketiga negara ini mampu menjadi negara
industri dengan kemampuan yang mencengangkan.
Pendapatan penduduknya berkali lipat dibandingkan
Indonesia. Beberapa aspek ini menjadi alasan Ciputra
menggalakkan entrepreneurship. Ia mengeluarkan uang
pribadi untuk mendorong gerakan ini berjalan, dan
belakangan sejumlah lembaga serta badan usaha membantu
programnya (Kompas, 5 April 2013).
Di mata Ciputra, entrepreneurship adalah bagaimana
menjadikan sesuatu yang tidak berguna menjadi berguna.
Misalnya, mengubah sampah menjadi ‘emas’ serta
mengubah barang murahan menjadi barang dengan nilai
ekonomi amat tinggi. Atau mengubah seseorang yang tidak
tahu bisnis sama sekali menjadi sangat tahu berbisnis.
Hal penting yang harus digarisbawahi, tegas Ciputra,
masyarakat tidak boleh terlena di zona nyaman. Mereka
mesti menyiapkan diri, misalnya jika terkena pemutusan
hubungan kerja (PHK), tidak perlu bingung karena sudah
memiliki sumber penghasilan lain. Itulah mengapa pria
kelahiran Parigi, Sulawesi Tengah, 24 Agustus 1931,
itu, selalu bersemangat mengampanyekan pentingnya
entrepreneurship.
Upaya yang dilakukan Ciputra, juga para penggagas
kewirausahaan lainnya di Indonesia, adalah sebuah
ikhtiar untuk mengubah pola pikir mayoritas masyarakat
Indonesia, dari mental pekerja menjadi berjiwa wirausaha.
Hal ini tentu bukan pekerjaan gampang. Apalagi,
sudah menjadi rahasia umum kalau orang Indonesia lebih
senang menjad karyawan, mendapat gaji tetap setiap bulan,
sekaligus berada di zona nyaman.
Karena itulah, diperlukan perubahan mendasar
untuk mengubah paradigma pekerja menjadi wirausaha.
Misalnya melalui pendidikan kewirausahaan yang
ditanamkan sejak sekolah menengah. Sejauh ini, pemerintah berupaya untuk melakukan hal ini ,
yakni lewat pendidikan prakarya dan kewirausahaan
dalam kurikulum 2013. Namun, kompetensi inti dan dasar
mata pelajaran prakarya dan pendidikan kewirausahaan
Kurikulum 2013 lebih ditekankan pada prakarya semata.
Prakarya yang dipelajari di jenjang pendidikan menengah
meliputi kerajinan, rekayasa, budidaya, dan pengolahan.
Adapun pendidikan kewirausahaan belum terlihat jelas
kompetensinya (Kompas, 27 Februari 2013).
Pelajar Indonesia harus memanfaatkan kesempatan
pendidikan kewirusahaan itu sebaik-baiknya. Apalagi,
di tengah tren pendidikan kewirausahaan yang terus
melesat di berbagai negara. Frederick, Kuratko & Hodgetts
(2006) menyebutkan bahwa kurikulum kewirausahaan
berkembang cepat. Riset di Amerika Serikat menunjukkan,
mahasiswa arsitektur, olahraga, atau kesehatan, yang
mengambil mata kuliah pilihan wirausaha, setelah lulus
cenderung berprofesi sebagai wirausaha. Bukti lain
mengungkapkan, ide terbaik kompetisi perencanaan bisnis
justru berasal dari mahasiswa non-bisnis, dan beberapa
inisiatif wirausaha inovatif tidak melibatkan sekolah
bisnis (Frederick, Kuratko & Hodgetts, 2006). Hal ini
mengindikasikan bahwa pendidikan kewirausahaan harus
dipelajari oleh semua mahasiswa, meskipun mahasiswa
ini tidak mengambil bisnis sebagai program studi
utamanya.
Meski pendidikan kewirausahaan baru diperkenalkan
di Indonesia dalam dua dekade terakhir, namun hal
ini bukanlah ganjalan untuk mencetak wirausaha
andal. Kuncinya terletak pada keseriusan dan kemauan
semua stakeholder—pemerintah, swasta, kalangan pendidik,
dan masyarakat—untuk terus menggelorakan semangat
wirausaha. Ada adagium menarik tentang orang Indonesia.
Biasanya, mereka akan melakukan sesuatu setelah kepepet.
Kreativitas mereka baru muncul karena tekanan dari sana
sini. Misalnya, setelah terkena PHK, baru mencari jalan
untuk wirausaha. Saat uang betul-betul sulit diperoleh
padahal kebutuhan begitu mendesak, barulah wara-wiri
cari modal usaha. Dengan kata lain, baru bergerak setelah
terdesak. Hal ini memang lumrah saja. Namun,
jika dikaitkan dengan konteks yang lebih luas, misalnya
wirausaha, tentu hal ini kurang pas. Sebab, menjadi
wirausaha butuh perencanaan, pemikiran, dan konsep
yang matang serta tidak bisa dilakukan secara tiba-tiba.
Pelajaran menarik bisa dipetik dari pengalaman Ibnu
Riyanto, pemilik usaha batik Trusmi terluas di Indonesia
(Kompas, 6 April 2013). Ketika memulai usaha, ia masih
terbilang muda. Kuliah pun tidak sempat dijalaninya.
Namun, tekadnya adalah memajukan usaha batik. Pangkal
masalahnya adalah kegagalan orangtua Ibnu untuk
mengembangkan dan memperluas usaha batiknya. Maka,
ia pun memutuskan untuk terjun langsung menangani
usaha batik. Awalnya, Ibnu hanya berdagang kain putih
untuk batik yang dijajakan di lingkungan keluarga
yang lebih dulu membuka usaha batik. Namun, karena
berdagang kain putih saja keuntungannya kecil, ia nekat
berdagang batik di Pasar Tanah Abang. Nasib baik mulai
menghampiri dirinya, ketika pelanggan batik di Tanah
Abang mulai ramai. Lambat laun, usaha batik Ibnu mulai
menuai sukses. Kuncinya adalah lincah menjalin relasi,
tidak pernah berpuas diri, gencar mencari peluang, serta
memanfaatkan teknologi (membuka toko online) untuk
menembus pangsa pasar yang lebih luas (Kompas, 6 April
2013).
Memutuskan untuk menjadi wirausaha juga dilakoni
Wawang Supriyadi (Kompas, 23 Maret 2013). Wawang
menggeluti usaha kerajinan miniatur dan hiasan dari
logam. Mulanya, Wawang yang sarjana ekonomi itu
melihat usaha kerajinan yang dijalankan sang ayah. Ia pun
belajar soal cetak-mencetak dan mencampurkan logam
yang dikerjakan ayahnya. Wawang kemudian belajar
sendiri membuat master, membuat pelat cetakan, hingga
penyelesaian akhir. Setelah cukup belajar, ia pun akhirnya
terjun menggeluti bisnis ini pada tahun 1999. Dengan
modal awal Rp. 10 juta, kini bisnis Wawang telah beromzet
Rp. 200 juta per bulan. Kunci sukses Wawang adalah jeli
melihat peluang. Ia memanfaatkan serbuan mainan China
sebagai tantangan untuk melahirkan kerajinan miniatur
yang khas Indonesia.
Kedua contoh anak muda yang terjun menjadi wirausaha
ini patut ditiru pemuda Indonesia lainnya. Keduanya
berani mengambil risiko dan mampu mendobrak pola
pikir lama, dari orientasi karyawan menjadi pengusaha.
Keberanian mengubah pola pikir inilah yang sayangnya
jarang dimiliki orang Indonesia.
Urgensi wirausaha pada dasarnya adalah mengubah
pola pikir dari mental pekerja menjadi mental pengusaha.
Inilah sulitnya, di mana mental pekerja ini bahkan
sudah dikenalkan sejak masih kanak-kanak. Bagaimana
tidak. Ketika orangtua bertanya pada anak, mau jadi apa
kelak ketika dewasa, jawabannya pasti ingin jadi dokter,
tentara, pilot, atau PNS. Jarang sekali yang menjawab ingin
jadi pengusaha.
Untuk mengatasi hal itu, kata Kasmir (2011), perlu
diciptakan iklim yang dapat mengubah pola pikir, baik
mental maupun motivasi orangtua, dosen, dan mahasiswa
agar kelak anak-anak dibiasakan untuk menciptakan
lapangan kerja ketimbang mencari pekerjaan. Perubahan ini jelas memerlukan waktu dan bertahap. Misalnya
dengan mendirikan sekolah yang berwawasan wirausaha
atau menerapkan mata kuliah kewirausahaan, yang akan
mengubah dan menciptakan pola pikir mahasiswa dan
orangtua (Kasmir, 2011)
Di samping itu, dalam pendidikan kewirausahaan,
perlu ditekankan keberanian untuk memulai wirausaha.
Para mahasiswa ditantang untuk tidak takut rugi atau
bangkrut. Hal ini misalnya bisa dimulai dengan menggeluti
wirausaha dengan memanfaatkan hobinya. Hal lain yang
juga perlu ditekankan adalah, wirausaha membuat semua
kendali berada di tangan kita (Kasmir, 2011). Ini artinya,
masa depan kita sendiri yang menentukan, bukan orang
lain.
Sejauh ini, beberapa instansi dan kementerian terkait
mulai mengembangkan program untuk menciptakan
sebanyak mungkin wirausahawan. Kementerian Koperasi
dan UKM gencar dengan Gerakan Kewirausahaan Nasional
serta terlibat aktif mengampanyekan iklan layanan
masyarakat “Daripada Wara Wiri Cari Kerja, Mending
Wirausaha”. Kemudian Bank Mandiri dengan program
“Wirausahawan Muda Mandiri” serta Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang mengembangkan
program wirausaha kreatif.
Kotak 1
Belajar dari Si Anak Singkong
Chairul Tanjung (CT) adalah pengusaha papan atas
negeri ini. Jaringan usaha di bawah bendera CT Corp
menggurita, mulai dari media, ritel, hingga perbankan.
Namun, untuk sampai pada tahap seperti sekarang, tidak
dilalui dengan gampang. Chairul Tanjung merintisnya dari bawah, yakni ketika masih menjadi mahasiswa kedokteran
gigi.
Keinginan kuat untuk keluar dari kemiskinan menjadi
latar belakang utama Chairul Tanjung memulai usaha.
Sebagai anak rantau, ia tak ingin status mahasiswa
membebani kedua orang tuanya. Ia pun mencari-cari
peluang usaha yang pas dilakoni oleh seorang mahasiswa.
Maka, munculah peluang usaha foto kopi, yang ternyata
bisa membawa ‘napas lega’ bagi Chairul Tanjung.
Mencermati lembar demi lembar buku biografi Chairul
Tanjung, ada beberapa pelajaran yang bisa dipetik sebagai
modal wirausaha, yakni:
1. Kreatif dan inisiatif
Hal ini misalnya dapat dilihat ketika Chairul Tanjung
memutuskan membuka usaha foto kopi diktat
kuliah. Meskipun terlihat sepele, namun mampu
membuat Chairul jadi mahasiswa kaya ketika itu.
Hal inilah yang harus dimiliki oleh para calon
wirausaha, tidak sekadar menjadi ‘follower’ tetapi
menjadi ‘pionir’ berbekal kreativitas dan inisiatif.
2. Kerja keras
Ketika kuliah, Chairul Tanjung tidak sekadar menjadi
mahasiswa, namun ia juga seorang aktivis kampus
dan pengusaha sekaligus. Ketiganya dilakukan
secara total dan tidak setengah-setengah
3. Berani mengambil risiko
Setiap wirausahawan harus punya mental ini. Berani
mengambil risiko untuk mengembangkan usaha.
Chairul Tanjung bahkan berani mengambil alih
sebuah bank yang dalam kondisi ‘megap-megap’
bahkan perbankan bukanlah dunianya. Akhirnya,
ia tidak hanya bisa menolong bank ini , namun
juga membesarkannya.Kelas menengah baru bermunculan di Indonesia. Hal
itu seiring dengan tingginya pertumbuhan ekonomi dalam
beberapa tahun terakhir. Kelas menengah didefinisikan
sebagai mereka yang mempunyai pengeluaran dengan
rentang 2-20 dollar Amerika (USD) per kapita per hari
berdasarkan paritas daya beli/purchasing power parity (ADB,
2010). Definisi ini adalah khas untuk masyarakat Asia.
Rentang pengeluaran perkapita ini dibagi lagi ke
dalam tiga kelompok, yaitu: masyarakat kelas menengah
bawah (lower middle class) dengan pengeluaran perkapita
perhari sebesar 2-4 USD; kelas menengah tengah (middlemiddle class) sebesar 4-10 USD; dan kelas menengah
atas (upper-middle class) 10-20 USD. Dengan rentang
pengeluaran 2-20 USD, maka didapatkan jumlah kelas
menengah Indonesia sebanyak 134 juta (2010) atau sekitar
56% dari seluruh penduduk, jumlah yang cukup besar.
McKinsey Global Institute (2012) menyebut kelas
menengah dengan istilah “consuming class”. Definisinya
adalah individu yang memiliki pendapatan sebesar 3600
USD (berdasarkan paritas daya beli) ke atas. Dengan definisi
ini, maka jumlah kelas menengah Indonesia mencapai 45
juta pada tahun 2010 dan akan meroket menjadi 134 juta
pada tahun 2030.
Survey Nielsen (2012) menyebutkan bahwa
kelas menengah Indonesia adalah pihak yang paling
diuntungkan akibat pertumbuhan ekonomi. Konsumsi
mereka meningkat, begitu juga dengan kualitas hidupnya.
Konsekuensinya adalah bertambahnya permintaan barangbarang konsumsi, mulai dari peralatan elektronik hingga
produk kecantikan. Begitu juga dengan permintaan jasa,
misalnya layanan kesehatan, asuransi, dan pendidikan.
Ada beberapa fakta terkait kecenderungan konsumsi
kelas menengah Indonesia (Nielsen, 2012), yakni:1. Belanja bulanan untuk makanan mencapai 37%.
2. Sebanyak 88% kelas menengah mengaku akan
bereksperimen dengan merek.
3. Lebih dari setengah (53%) berbelanja di pasar modern
dua kali sebulan.
4. Mereka cenderung mengunjungi minimarket terdekat
dengan rumah, yang dicari adalah beragam macam
barang, layanan yang ramah dan lingkungan yang
nyaman.
5. Tempat dengan tingkat pengeluaran tertinggi adalah
mini market, diikuti supermarket, sementara peritel
tradisional masih dikunjungi untuk mencari makanan
segar.
Fakta-fakta ini setidaknya menyiratkan satu hal:
besarnya peluang wirausaha di Indonesia. Tingkat konsumsi
yang tinggi, baik barang maupun jasa, sudah seharusnya
diimbangi dengan persediaan (suplai) yang tinggi pula.
Problemnya, suplai ini belum sepenuhnya dapat
dipenuhi oleh orang Indonesia. Maka, barang impor pun
merajalela. Padahal, jika peluang ini dimanfaatkan,
maka tujuan wirausaha, yakni menambah angkatan kerja
dan mengurangi kemiskinan akan tercapai.
Ketika memutuskan untuk wirausaha, maka yang
pertama kali harus dilakukan adalah memutar ide dan
kejelian melihat peluang. Ide dan peluang ini , dapat
ditemukan di segala aspek kehidupan masyarakat dan
semua kegiatan ekonomi.
Maka, kata kunci dalam melihat peluang adalah
kreativitas. Kreativitas acapkali datang dalam bentuk ide.
Ide digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa. Ide
dapat digerakkan melalui perubahan cara atau metode
yang lebih baik untuk kepentingan pelanggan dalam
memenuhi kebutuhan barang dan jasa. Walau demikian, tak sedikit wirausahawan yang
sukses bukan berdasarkan ide sendiri, tetapi berdasarkan
hasil pengamatan dan penerapan ide lain. Agar ide-ide
yang potensial menjadi peluang, maka wirausahawan
harus mencari dan mengidentifikasi sumber peluang bisnis
ini . Kegiatan mengidentifikasikan merupakan upaya
awal seorang wirausahawan untuk dapat masuk ke pasar.
Dengan identifikasi ini , wirausahawan akan dapat
mengetahui tingkat persaingan, strategi, kekuatan, dan
kelemahan pesaing, dan memperkirakan pola persaingan.
Pada dasarnya ide dan peluang dapat tumbuh di mana
saja, kapan saja oleh siapa saja. Semakin banyak ide yang
muncul semakin kreatif manusia meraih peluang. Semakin
banyak meraih peluang semakin banyak juga keberhasilan.
Saat ini, yang menjadi pekerjaan rumah besar adalah
bagaimana mendobrak keinginan kaum muda untuk
menekuni wirausaha. Apalagi menjadi wirausaha di usia
muda menjadi tantangan tersendiri apabila melihat kondisi
bangsa Indonesia saat ini. Masih lemahnya ekonomi
sektor riil serta banyaknya pengangguran dan kemiskinan
seharusnya menjadi cambuk generasi muda untuk berani
memulai berwirausaha.
Secara keseluruhan, seperti telah diungkap di bagian
awal buku ini, jumlah pengangguran di Indonesia adalah
7,244 juta orang. Angka ini jelas menunjukkan
masalah besar dalam perkembangan perekonomian dan
sosial di Indonesia yang memicu melonjaknya
jumlah pengangguran berpendidikan di Indonesia. Hal
ini , secara tidak langsung juga akibat cara pandang
yang ditekankan kepada para pemuda Indonesia adalah
mencari pekerjaan, dan bukan sebaliknya, menciptakan
lapangan pekerjaan.
Dalam konteks sekarang, di tengah tantangan
dan kendala yang dihadapi generasi muda, mental kewirausahaan mesti ditumbuhkan dan terus didorong.
Mereka harus kreatif, inovatif, dan berani mengambil
risiko untuk memulai usaha. Keluarga, tak pelak lagi,
menjadi lingkungan pertama yang menumbuhkan mental
kewirausahaan anak. Dunia perguruan tinggi juga sudah
saatnya diubah menjadi kawah candradimuka pembentukan
mental wirausaha. Kemitraan swasta, pemerintah dan
lembaga pendidikan harus mendukung terciptanya iklim
kondusif bagi wirausaha muda.
D.Pandai Memanfaatkan Peluang
Laksana perawan di sarang penyamun. Istilah itulah
yang mungkin tepat untuk mengungkapkan peluang
yang kerap menjadi buruan banyak orang. Setiap orang,
mulai dari pengusaha, pejabat, manajer, hingga karyawan
biasa antusias mengejar dan kemudian menemukannya.
Karena itu, siapa pun yang berhasil menemukan dan
lalu memanfaatkannya, itu merupakan keberhasilan. Jika
dianalogikan peluang ibarat sebuah perkawinan yang
selanjutnya melahirkan anak dengan nama keberhasilan
(Alifuddin, 2012).
Negara kita memiliki sumber daya alam dan sumber
daya manusia yang berlimpah. Namun, kita tidak memiliki
kemampuan dan pengetahuan untuk mengelola kekayaan
alam itu. Coba bandingkan dengan beberapa negara lain
yang tandus dan tidak memiliki sumber daya alam yang
potensial namun mereka eksis karena memiliki pengetahuan
dan teknologi yang baik. Mereka hidup makmur dan keluar
sebagai pemenang dalam persaingan global. Simaklah
kesuksesan ekonomi negara-negara dengan kondisi alam
yang tandus seperti Taiwan, Singapura, dan Jepang.
Mereka justru sukses luar biasa.Jadi, sumber daya manusia berupa ilmu pengetahuan
dan teknologi merupakan keunggulan komparatif bagi
masa depan umat manusia. Persoalannya, bagaimana
sumber daya manusia yang kita miliki bisa mengelola
sumber daya alam yang tersedia di bumi Indonesia. Apa
yang harus dilakukan supaya Indonesia bisa unggul
dan memiliki perusahaan-perusahaan yang mampu
menghasilkan keuntungan besar? Jawabannya adalah:
generasi penerus bangsa ini perlu memiliki dan dibekali
dengan pengetahuan tentang kewirausahaan agar
terpenuhi sumber daya manusia yang berkualitas dan
berpengetahuan luas untuk mengelola usaha terutama
usaha yang berbasis dan memanfaatkan potensi alam
Indonesia.
Satu hal yang perlu kita ingat dalam wirausaha adalah
belajar. Di antaranya dengan mengambil pengalaman dari
bisnis masa lalu. Contohnya, tentu kita masih ingat ketika
pada tahun 1970-an ngetrend gaya rambut gondrong dengan
bisnis rambut palsu dan industri fashion model gombrong,
sandal dan sepatu tinggi. Memasuki tahun 1980-an model
dan gaya ini berubah dan kembali meniru gaya pada
era 60-an dengan model serba mini dan pendek. Industri
wieg jatuh karena model rambut dipotong cepak ala militer.
Memasuki tahun 1990-an seiring dengan melubernya
informasi dan komunikasi global, gaya anak-anak muda
mulai berubah mengikuti gaya model fungki, rambut
pirang, pakaian seronok dan warna warni. Bukankah
semua itu adalah potensi bisnis yang tiada habisnya?
Pertanyaannya, kapan kita memulainya?! Jawabannya:
sekarang, atau tidak sama sekali.
Ketika memilih wirausaha sebagai pegangan hidup,
tentu tidak semudah yang kita bayangkan. Jalan yang
akan kita lalui tidak selalu mulus, ada saja hambatan yang
merintangi. Hambatan ini bisa berasal dari dalam diri
maupun dari luar (lingkungan).
Hambatan dari dalam misalnya mental. Kerapkali,
ketika menemui kegagalan dalam wirausaha, kita meratapi
kegagalan ini . Malas bangkit dan mencoba kembali.
Padahal, kegagalan adalah hal lumrah. Justru, di situlah
mental kita diuji. Apakah sanggup menjadi seorang
wirausahawan andal atau tidak. Para pengusaha sukses
tidak sekali jalan membangun usaha. Mereka jatuh bangun
terlebih dahulu, baru kemudian menemukan formula yang
pas, dan sukses.
Kemudian kurang bisa mengenali potensi diri.
Mengenali diri adalah memahami siapa diri kita
sebenarnya. Jika seseorang mengenal dirinya, ia akan
menemukan kebenaran tentang dirinya (Suryana & Bayu,
2010). Dalam konteks wirausaha, kemampuan memahami
diri sendiri ditentukan oleh pengetahuan dan keterampilan.
Seorang wirausahawan perlu memiliki pengetahuan
yang cukup untuk dapat mengarahkan dirinya guna
memperoleh peluang usaha, menyusun konsep usaha,
membuat perencanaan, dan opersional usaha. Di sisi lain,
keterampilan juga tidak bisa diremehkan. Sebab, hal itu
berguna untuk mengembangkan, memimpin, mengelola,
dan mengatur strategi usaha ,
Begitu juga dengan kreativitas. Kalau sudah menjalani
satu usaha, kita cenderung berkutat di usaha ini ,
tidak kreatif untuk mengembangkannya, atau bahkan
mendiversifikasi usaha. Padahal, dalam teori siklus hidup
produk seperti yang dikemukakan oleh Levitt (1978), ketika produk sudah mencapai kedewasaan (maturity), harus
dilakukan upaya luar biasa agar produk ini bertahan.
Misalnya dengan diversifikasi atau merekonstruksi ulang
produksi ini . Jika tidak, produk ini akan mati
dengan sendirinya.
Diversifikasi produk atau jasa memerlukan kreativitas.
Sayangnya, kreativitas kerap dihambat oleh hal-hal yang
tidak perlu. Misalnya, tidak berani berkesperimen, tidak
mau mengambil risiko, kurang up date dengan keadaan
sekitar, dan menjauhi kritik. Jika kita punya daya keatif,
bukan mustahil produk dan jasa kita akan bertahan lama.
Jika penghambat dari dalam sudah diketahui dan
diatasi, seorang wirausaha juga harus memperhitungkan
faktor yang berasal dari luar. Misalnya, kurang memahami
karakteristik pasar, faktor sosial budaya yang tidak bisa
menerima suatu produk atau jasa, minimnya permodalan,
kurangnya dukungan pemerintah, dan lain-lain.
Bagi seorang wirausahawan, mengidentifikasi faktor
penghambat adalah hal penting. Tujuannya, supaya bisnis
yang kita jalankan terarah, tidak berhenti di tengah jalan,
tahan banting, dan terus berkembang.
Selain faktor eksternal dan internal, penghambat
wirausaha juga dapat berasal dari sisi makro, yakni pembuat
kebijakan atau pemerintah. Wakil Presiden periode 2009-
2014, Boediono, mengungkap enam penghambat wirausaha
(Kontan, 12 November 2012), yakni:
1. Ketertiban hukum atau law and order. Hal ini untuk
membuat aturan main agar lebih jelas. Apalagi, Apalagi
saat ini masih terjadi di beberapa daerah ada pungutan
liar sehingga memengaruhi sisi ketertiban hukum.
2. Kestabilan makro. Ekonomi harus tetap stabil, tidak
naik turun yang membuat wirausaha sulit berkembang.
3. Infrastruktur. Isu ini jadi penting karena memengaruhi
kemudahan dan perkembangan bisnis.
4. Regulasi. Selama ini, masih ada persinggungan antara
peraturan daerah dan pusat terkait otonomi daerah
yang dapat memengaruhi bisnis.
5. Finansial. Ketersediaan layanan finansial perlu
didukung sektor perbankan melalui program financial
inclusion.
6. Minimnya tenaga kerja terlatih. Meskipun sektor yang
dibidik adalah UKM, tetap saja wirausaha memerlukan
tenaga kerja terlatih untuk mendukung bisnis.
Menurut Boediono, harus diambil langkah konkret
penyelesaian atas keenam penghambat ini supaya
wirausaha di Indonesia berkembang, tidak saja kuantitas,
tetapi juga kualitasnya. Maka, dibutuhkan sinergi semua
pihak, pembuat kebijakan, pemerintah, dan swasta untuk
menghasilkan wirausaha yang tangguh.
F. Rangkuman
Untuk mengurangi angka kemiskinan dan
pengangguran, diperlukan terobosan mendasar. Cara-cara
konvensional semacam penyediaan lahan pertanian atau
pembangunan proyek infrastruktur tidak lagi memadai.
Jawabannya terletak pada wirausaha.
Bangsa Indonesia memerlukan wirausaha yang
memulai bisnisnya dari usia muda. Hal itu sekaligus
untuk mengubah pola pikir mayoritas masyarakat, dari
mental pekerja menjadi mental pengusaha. Mengubah
mindset bisa dilakukan, salah satunya melalui pendidikan
kewirausahaan sejak sekolah menengah atas.
Potensi wirausaha di Indonesia sangat besar. Hal ini
ditopang oleh tingginya pertumbuhan ekonomi serta
semakin banyaknya kelas menengah, yang membutuhkan
tidak saja barang, tetapi juga jasa.
Seorang wirausaha harus jeli dan pandai memanfaatkan
peluang. Peluang wirausaha dapat ditemukan di segala
aspek kehidupan masyarakat dan semua kegiatan
ekonomi. Maka, kata kunci dalam melihat peluang adalah
kreativitas. Kreativitas acapkali datang dalam bentuk ide.
Ide digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa, dari
situlah wirausaha bermula.
Di samping itu, wirausaha juga harus mengenali
hambatan, yang datang dari dalam dan luar, serta
yangberbentuk kebijakan. Hambatan dari dalam misalnya
malas menggali potensi diri, tidak kreatif, gampang
putus asa. Hambatan dari luar seperti tidak memahami
karakteristik pasar, faktor sosial budaya, dan lainnya.
Faktor penghambat yang berupa kebijakan antara lain
regulasi yang tumpang tindih, infrastruktur, dan minimnya
tenaga kerja terlatih.
Dalam sebuah organisasi, misalnya institusi bisnis,
kepemimpinan sangat penting. Pemimpinlah yang
membuat arah dan kebijakan tentang bisnis, untuk
kemudian diimplementasikan oleh anak buah (bawahan).
Sebagian besar institusi bisnis yang menjadi besar dan
terus berkembang ditopang oleh gaya kepemimpinan yang
andal dan profesional. Keunggulan wirausaha yang sukses
dibandingkan dengan wirausaha yang gagal terletak
pada dinamika dan efektivitas kepemimpinan. Pimpinan
wirausaha merupakan unsur pokok di dalam setiap
perusahaan.
Kepemimpinan, menurut Suryana dan Bayu (2010),
adalah kemampuan, proses, atau fungsi yang digunakan
dalam memengaruhi orang lain untuk berbuat sesuatu
dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Pada suatu
kegiatan, kepemimpinan merupakan upaya membantu
diri sendiri atau orang lain mencapai suatu tujuan.
Di sisi lain, menurut Sopiah (2008), kepemimpinan
adalah proses mengarahkan dan memengaruhi aktivitas
yang berkaitan dengan tugas dari para anggota kelompok.
Definisi ini berimplikasi pada tiga hal (Sopiah, 2008),
yakni:1. Kepemimpinan harus melibatkan orang lain, yaitu
bawahan atau pengikut. Karena kesediaan mereka
menerima pengarahan dari pemimpin,anggota
kelompok membantu menegaskan status pemimpin
dan memungkinkan terjadinya proses kepemimpinan.
Tanpa bawahan, maka semua sifat kepemimpinan
menjadi tidak relevan.
2. Kepemimpinan mencakup distribusi kekuasaan yang
tidak sama di antara pemimpin dan anggota kelompok.
Pemimpin mempunya wewenang untuk mengarahkan
beberapa aktivitas anggota kelompok, yang caranya
tidak sama antara pemimpin yang satu dengan yang
lain.
3. Di samping secara sah mempu memberikan perintah
atau pengarahan kepada bawahan atau pengikutnya,
pemimpin juga harus memengaruhi bawahan dengan
bermacam cara.
Daft dan Carcic (2008) mendefinisikan kepemimpinan
sebagai kemampuan untuk memengaruhi orang ke arah
pencapaian tujuan organisasi. Memengaruhi berarti
hubungan antarorang tidak pasif dan pengaruh didesain
untuk mencapai tujuan. Taylor yang dikutip oleh Drafke
(2009) menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah ”the
ability to influence the activities of others, through the process
of communication, toward the attainment of goal.” Pengertian
ini menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan
untuk memengaruhi aktivitas orang lain melalui proses
komunikasi ke arah pencapain tujuan. Definisi yang hampir
sama dikemukakan oleh Kinicki dan Kreitner (2008), yaitu:
”leadership is the ability influence people toward te attainment
of goals.” Kepemimpinan adalah kemampuan untuk
memengaruhi orang ke arah pencapaian tujuan organisasi.Robbins dan Judge (2007) menjelaskan kepemimpinan
sebagai kemampuan untuk memengaruhi sebuah kelompok
ke arah pencapaian visi atau seperangkat tujuan. Menurut
Greenberg dan Baron (2003), kepemimpinan merupakan
proses yang digunakan oleh seseorang untuk memengaruhi
anggota kelompok ke arah pencapaian tujuan kelompok
organisasi.
Definisi-definisi di atas pada umumnya memandang
kepemimpinan sebagai aktivitas yang berkelanjutan,
diarahkan untuk menimbulkan dampak pada perilaku
orang lain yang pada akhirnya difokuskan pada upaya
untuk mewujudkan tujuan-tujuan organisasi. Definisi
ini juga mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan
menyangkut sebuah proses pengaruh sosial yang dalam hal
ini pengaruhnya disengaja oleh seseorang terhadap orang
lain untuk mengatur aktivitas-aktivitas serta hubungan di
dalam kelompok atau organisasi.
Kepemimpinan merupakan sebuah proses kompleks
yang memerlukan banyak keterampilan. Menurut
Robbins (2001), salah satu fondasi utama kepemimpinan
adalah kepercayaan. Boon dan Holmes (dalam Robbins,
2001) menjelaskan bahwa kepercayaan merupakan suatu
pengharapan positif bahwa orang lain tidak akan — melalui
kata-kata, tindakan, atau keputusan — bertindak secara
oportunistik. Dari definisi ini , setidaknya ada dua
kata kunci penting dari kepercayaan, yaitu pengharapan
positif dan secara oportunistik. Istilah pengharapan
positif dalam pengharapan ini mengasumsikan
bahwa pengetahuan dan keakraban dengan pihak lain.
Menurut Rotter (dalam Robbins, 2001), kepercayaan
adalah suatu proses ketergantungan-historis yang
didasarkan pada sampel-sampel pengalaman yang relevan
namun terbatas. Pengharapan itu membutuhkan waktu untuk membentuknya, dibangun sedikit demi sedikit
dan terakumulasi. Sementara istilah secara oportunistik
merujuk pada risiko dan kerentanan yang inheren dalam
setiap hubungan kepercayaan. Menurut Rempel, Holmes
dan Zanna (dalam Robbins, 2001), kepercayaan mencakup
membuat seseorang rentan seperti ketika, misalnya,
minyingkapkan informasi intim atau bergantung pada
janji-janji. Karena sifat ini juga, kepercayaan memberikan
peluang bagi kekecewaan atau pengambilan manfaat dari
kepercayaan.
Dalam kehidupan sehari-hari, kepemimpinan
seringkali diartikan sama dengan manajemen. Padahal,
keduanya memiliki perbedaan. Menurut Drafke (2009),
kepemimpinan berhubungan secara langsung dengan
orang dan perilakunya. Kepemimpinan hanyalah salah satu
aspek dari manajemen. Sementara manajemen merupakan
sebuah konsep yang lebih luas, termasuk aktivitas
kepemimpinan, tetapi mungkin juga melibatkan fungsifungsi non perilaku yang tidak secara langsung berpengaruh
terhadap orang lain. Manejemen berhubungan dengan
isu global, seperti menjaga kelangsungan organisasi, dan
bekerja baik dengan hirarki, sedangkan kepemimpinan
melibatkan inisiasi aksi dan percepatan perubahan.
Pada akhirnya, manajemen adalah proses perencanaan,
pengorganisasioan, pengkoordinasian, pengarahan, dan
pengendalian aktivitas orang lain.
Capowski (dalam Kinicki dan Kreitner, 2008) melihat
perbedaan antara kepemimpinan dan manajemen dari segi
kualitas yang dibutuhkan. Kualitas yang dibutuhkan dari
seorang pemimpin mencakup: jiwa, visioner, bersemangat,
kreatif, fleksibel, menginspirasi, inovasi, berani, imajinatif,
ekperimental, memiliki inisiatif perubahan, dan memiliki
kekuasaan pribadi. Sementara kualitas yang dibutuhkan
seorang manajer adalah pikiran, rasional, konsultasi, gigih, pemecahan masalah, tegas, analitis, terstruktur, penuh
pertimbangan, berwibawa, stabil, dan kekuasaan posisi.
Dalam menjalankan fungsi kepemimpinan, seorang
pemimpin dituntut untuk memiliki banyak kompetensi
agar efektif dalam menjalankan fungsi kepemimpinannya.
Menurut Joseph (2007), ada sepuluh kompetensi yang perlu
dimiliki oleh seorang pemimpin, yakni:
Pertama, adalah arah diri (self direction). Arah diri
merupakan kemampuan menyusun tujuan untuk dirinya
yang mengarahkan pada tujuan dengan dedikasi pemikiran
tunggal. Hal ini merupakan kunci dorongan personal dalam
memimpin. Beberapa orang menyusun tujuannya tetapi
tidak diikuti dengan dorongan personal. Sementara yang
lainnya memulai dengan bekerja atas tujuan-tujuannya,
tetapi mungkin tidak sampai akhir.
Kedua, fleksibilitas (flexibility), yaitu kemampuan
untuk mengubah dirinya sesuai dengan situasi. Esensi dari
fleksibilitas mental adalah kemampuan untuk menangani
situasi yang berbeda dalam cara yang berlainan, khususnya
untuk menanggapi hal-hal yang baru, komplek dan situasi
yang problematik.
Ketiga, tim kerja (team work), yang merupakan
kemampuan untuk bekerja bersama terhadap visi bersama.
Kemampuan ini untuk mengarahkan individu
melaksanakan tujuan organisasi. Kemampuan kerja tim
antara lain mencakup: bekerja bersama dalam suatu
kelompok untuk mencapai tujuan bersama, mencapai
hasil yang ingin dicapai, merayakan kesuksesan, memiliki
pimpinan tim yang jelas, memiliki tujuan yang jelas,
mendukung satu sama lain dalam mencapai tujuan, masingmasing anggota memiliki kemampuan untuk memengaruhi
keputusan, dan masing-masing anggota memiliki tanggung
jawab personal atas kinerja dan kualitasnya.Keempat, strategi (strategy). Strategi adalah kejadian
suatu tindakan yang diadopsi sesudah disaring secara
ekstensif melalui data-data yang tersedia dan sesudah
dievaluasi dari alternatif solusi yang bervariasi. Strategi
juga merupakan kemampuan untuk memahami dan
menginterpretasikan informasi untuk tindakan-tindakan
tertentu yang akan diimplementasikan.
Kelima, pengambilan keputusan (decision making).
Pengambilan keputusan merupakan studi yang
mengidentifikasi dan memilih alternatif-alternatif yang
didasarkan pada nilai dan preferensi dari pembuat
keputusan. Membuat keputusan berdampak bahwa ada
alternatif-alternatif pilihan untuk dipertimbangkan dan
dalam kasus ini tidak hanya mengidentifikasi banyak
alternatif yang mungkin, tetapi juga memilih salah satu
yang terbaik dan cocok dengan tujuan, kehendak, gaya
hidup, nilai dan sebagainya.
Keenam, mengelola perubahan (managing change).
Megelola perubahan merupakan kemampuan untuk
beradaptasi terhadap perubahan skenario tanpa kehilangan
keefektivan dan efisiensi. Mengelola perubahan mencakup
mengelola perubahan tugas, area praktik profesional dan
tubuh pengetahuan.
Ketujuh, delegasi (delegation). Delegasi adalah kesediaan
untuk menugaskan tanggung jawab kepada yang lain.
Delegasi merupakan fungsi manajerial yang penting
untuk mengurangi beban tugas pimpinan. Delegasi
membutuhkan kepercayaan yang cukup terhadap orang
yang diberikan delegasi tugas.
Kedelapan, komunikasi (communication). Komunikasi
adalah proses yang mana informasi melewati atau dibawa
dalam berbagai bentuk. Komunikasi bisa dalam bentuk
organisasi atau tim dalam sebuah organisasi. Komunikasi yang efektif tergantung pada tiga faktor, yaitu kepercayaan,
emosi dan alasan.
Kesembilan, negosiasi (negotiation). Negosiasi adalah
proses dimana dua pihak memecahkan perselisihan,
setuju atas terjadinya suatu tindakan atau mencoba
untuk memperoleh hasil yang saling menguntungkan.
Kepentingan yang saling diuntungkan merupakan bagian
penting dalam negosiasi dan tidak boleh hanya satu pihak
saja yang diuntungkan.
Kesepuluh, kekuasaan dan pengaruh (power and
influence). Kekuasaan adalah kemampuan untuk
menggunakan pengaruh dalam organisasi atau individu di
luar wewenang yang diturunkan dari jabatan.
Dalam menjalankan fungsi kepemimpinannya, seorang
pemimpin menggunakan pendekatan yang berbeda-beda.
Mejia dan Balkin (2007) mengklasifikasikan kepemimpinan
menjadi empat kelompok, yaitu teori kepemimpinan yang
ditinjau berdasarkan orang (person-based theories), teori
situasional (situational theories), teori terpencar (dispersed
theories), dan teori pertukaran (exchange theories).
Pertama, teori kepemimpinan yang didasarkan pada
pendekatan orang. Ada beberapa teori kepemimpinan
yang tergabung dalam kelompok ini, antara lain teori
sifat dan teori perilaku. Untuk teori sifat berkembangan
dari hasil studi-studi tentang kepemimpinan pada akhir
abad ke-18 dan awal abad ke-19 yang pada umumnya
terkait pada orientasi kepemimpinan menurut keturunan
(raja dan bangsawan). Para peneliti berasumsi bahwa
pemimpin itu tidak mungkin berasal dari orang biasa
yang berstatus sosial rendah. Studi ini kemudian terkenal
sebagai The Great Man Theory of Leadership. Teori ini
berpandangan bahwa seorang yang dilahirkan sebagai
pemimpin otomatis menjadi pemimpin (Munandar, 1997).
Kemudian studi kepemimpinan memusatkan perhatian
pada ciri pribadi pemimpin, yang dikenal dengan trait
theory. Teori-teori kepemimpinan mulai menghubungkan
ciri kesuksesan dengan pemilikan bakat-bakat istimewa.
Ratusan studi mengenai trait dilaksanakan selama tahun
1930-an hingga tahun 1940-an. Studi ini mengungkapkan
kualitas pribadi yang sulit dipahami. Banyak penelitian
dilakukan dengan hasil yang mengecewakan. Sejumlah
trait yang ditemukan hanya mampu mengungkapkan
tipe orang yang memiliki kemampuan untuk menduduki
posisi-posisi kepemimpinan dan tidak mengungkapkan
tipe seperti apakah yang akan berhasil sebagai seorang
pemimpin.
Teori kepemimpinan yang menggunakan pendekatan
perilaku dapat dipilah menjadi dua, yaitu pendekatan
perilaku berdasarkan struktur inisiasi (initiatinng
structure) dan pertimbangan (consideration) serta
pendekatan perilaku berdasarkan penghargaan (reward)
dan menghukum (punishing). Terkait dengan model
pertama yaitu untuk struktur pemicu (initiating structure),
menunjukkan sejauhmana pemimpin mendefinisikan dan
menstrukturkan peran karyawan dalam mencapai tujuan.
Stukrur inisiasi mencakup inisiasi, organisasi dan produksi.
Inisiasi adalah tindakan mengorganisasikan, memfasilitasi,
dan kadang-kadang menolak ide-ide dan praktek baru.
Organisasi adalah mendefinisikan dan menstrukturkan
pekerjaan, menjelaskan peran pemimpin dan pengikut,
dan mengkoordinasikan tugas-tugas karyawan. Produksi
adalah menetapkan tujuan dan memberikan insentif bagi
upaya-upaya dan produktivitas karyawan. Kemudian
untuk aspek pertimbangan (consideration), merefleksikan sejauhmana pemimpin menciptakan hubungan
kerja yang dicirikan oleh kepercayaan yang saling
menguntungkan, hormat terhadap ide-ide karyawan, dan
mempertimbangkan perasaan karyawan. Pertimbangan
mencakup keanggotaan, integrasi, komunikasi, pengakuan
dan perwakilan. Keanggotaaan adalah membaur dengan
karyawan, menekankan hubungan tidak formal, dan
pertukaran pelayanan personal. Integrasi ialah mendorong
sebuah iklim yang menyenangkan, mengurangi konflik,
dan meningkatkan penyesuaian individu terhadap
kelompok. Komunikasi adalah memberikan informasi
terhadap karyawan, mencari informasi untuk karyawan
dan menunjukkan kesadaran atas persoalan-persoalan
yang berdampak terhadap karyawan. Pengakuan ialah
mengungkapkan kesetujuan atau ketiaksetujuan atas
perilaku karyawan. Perwakilan yaitu bertindak atas nama
kelompok, mempertahankan kelompok dan mendahulukan
kepentingan kelompok (Colquitt & LePine, 2009).
Untuk pendekatan kepemimpinan yang berorientasi
perilaku, pemberian penghargaan terjadi ketika seorang
pemimpin memberikan penguatan secara positif kepada
bawahan agar terjadi perilaku-perilaku yang dikehendaki.
Jika bawahan dapat melakukan pekerjaan dengan baik,
maka pemimpin memberikan pengakuan melalui pujian,
hadiah, atau keuntungan-keuntungan lain yang kasat
mata seperti peningkatan upah dan promosi. Pemimpin
memberikan penghargaan untuk memastikan karyawan
memiliki kinerja pada tingkatan yang tertinggi. Selanjutnya
untuk pemimpin yang berorientasi menghukum terjadi
ketika seorang pemimpin mencerca atau menanggapi
seccara negatif terhadap bawahan yang melakukan
perilaku-perilaku yang tidak dikehendaki. Meskipun
perilaku menghukum dapat menjadi efektif, namun juga memicu perilaku yang membahayakan di dalam organisasi.
Umumnya lebih efektif jika menggunakan penguatan
untuk menghentikan perilaku-perilaku yang tidak
dikehendaki jika dibandingkan dengan menggunakan
hukuman. Hukuman dapat menimbulkan sesuatu yang
tidak diinginkan seperti kemarahan (George & Jones, 2007).
Kedua, teori situasional. Teori-teori kepemimpinan
yang tergabung dalam kelompok ini adalah Fiedler’s
Contingency Model dan Path-Goal Theory. Terkait dengan teori
pertama, Fred E. Fiedler mengembangkan sebuah elaborasi
model kontingensi, yang berpegang bahwa pemimpin
terbaik ditentukan oleh situasi kerja pemimpin. Model
Fiedler menetapkan kondisi yang mana pemimpin harus
menggunakan tugas, dan hubungan, gaya memotivasi.
Fiedler juga menggunakan istilah kontrol situasi yang
diartikan sejauhmana pemimpin dapat mengendalikan dan
memengaruhi hasil usaha-usaha kelompok. Pengukuran
kendali situasi berdasarkan tiga faktor, yaitu: (1) hubungan
pemimpin anggota, yaitu sejauhmana anggota menerima
dan mendukung pemimpinnya, (2) struktur tugas, yakni
sejauhmana mengetahui secara nyata apa yang dilakukan
dan seberapa baik serta apakah tugas-tugas secara rinci
diselesaikan, dan (3) kekuasaan posisi (position power),
menunjukkan sejauhmana organisasi menyediakan
pemimpin dengan: (a) penghargaan dan hukuman kepada
anggota organisasi, dan (b) wewenang formal yang sesuai
untuk melakukan pekerjaan (DuBrin, 2007).
Pendekatan yang kedua adalah Path-Goal Theory. Dalam
pendekatan ini pada intinya ada empat cara yang digunakan
oleh seorang pemimpin, yitu direktif, suportif, partisipatif,
dan orientasi tugas. Direktif (directive) mencakup perilaku
mengklarifikasi yang menyediakan sebuah struktur
psikologis untuk bawahan. Pemimpin mengklarifikasikan tujuan kinerja, maksud mencapai tujuan ini , dan
menetapkan standar-standar kinerja yang akan dinilai.
Hal itu juga mencakup kebijaksanaan penggunaan
penghargaan dan tindakan disiplin. Kepemimpin direktif
sama dengan kepemimpinan orientasi tugas. Suportif
(sopportive) merupakan perilaku ini memberikan dukungan
psikologis untuk karyawan. Pemimpin bersikap ramah
dan mudah didekati, membuat pekerjaan menyenangkan,
memperlakukan karyawan degan rasa hormat yang adil,
dan menunjukkan perhatian pada status, kebutuhan
dan kesejahteraan karyawan. Kepemimpinan suportif
sama dengan kepemimpinan yang berorientasi pada
orang. Partisipatif (partisipative) berusaha mendorong dan
memfasilitasi keterlibatan bawahan dalam pengambilan
keputusan di luar aktivitas kerja normal. Pemimpin
berkonsultasi dengan karyawan, meminta sarannya,
dan mengambil ide-idenya dalam pertimbangan yang
serius sebelum mengabil sebuah keputusan. Kepimpinan
partisipatif berhubungan dengan keterlibatan karyawan
dalam keputusan. Orientasi prestasi (achievement-oriented)
berupaya mendorong karyawan untuk mencapai kinerja
puncak. Pemimpin menetapkan tujuan yang menantang,
mengaharapkan karyawan memiliki kinerja pada
tingkat yang paling atas, secara terus menerus mencari
perbaikan pada kinerja karyawan, dan menunjukkan
derajat kepercayaan tinggi sehingga karyawan akan
mengambil tanggungjawab dan melakukan tujuan-tujuan
yang menantang. Kepemimpinan yang berorientasi pada
prestasi mengaplikasikan teori penetapan tujuan.
Selain kedua pendekatan di atas, juga terdapat teori
kepemimpinan situasional yang dikembangkan Paul
Hersey dan Kenneth Blanchard. Menurut teori ini, perilaku
kepemimpinan yang efektif antara lain tergantung pada tingkat kesiapan pengikut. Kesiapan berarti sejauhmana
kemampuan yang dimiliki pengikut dan kesediaan untuk
menyelesaikan tugas. Kesediaan merupakan kombinasi
dari kepercayaan diri, komitmen dan motivasi. Teori
kepemimpinan situasional ini melahirkan empat
gaya kepemimpinan spesifik, yaitu telling (S1), selling
(S2), participating (S3) dan delegating (S4). Keempat
gaya ini merupakan kombinasi dari tugas dengan
orientasi hubungan perilaku kepemimpinan. Pemimpin
didorong untuk menggunakan gaya telling untuk
pengikut yang memiliki deraja kesiapan rendah. Gaya ini
mengombinasikan perilaku kepemimpinan berorientasi
tugas tinggi, seperti memberikan pengarahan, dengan
perilaku orientasi hubungan rendah, seperti supervisi
yang tertutup. Apabila kesiapan pengikut meningkat,
maka kepemimpinan dianjurkan untuk secara berangsurangsur bergerak dari gaya telling ke selling, participating,
dan puncaknya adalah delegating (Kinicki & Kreitner, 2008).
Ketiga, teori yang terpencar. Teori kepemimpinan yang
tergabung dalam kategori ini antara lain substitute leadership
dan self leadership. Substitute leaderhip atau kepemimpinan
pengganti merupakan teori kepemimpinan yang
dipertimbangkan untuk melawan teori kepemimpinan
yang berdasarkan pada orang. Teori kepemimpinan yang
berdasarkan orang menekankan pada pentingnya sifat
dan perilaku pemimpin. Sementara teori kepemimpinan
pengganti menekankan pada pentingnya karakteristik
situasi. Teori ini berdasarkan pada ide bahwa setidaknya
pada beberapa situasi, kepemimpinan tidak hanya efektif,
tetapi juga tidak relevan. Orang cenderung menyesuaikan
kepemimpian dan menekankan pada pentingnya sifat-sifat
pemimpin jika dibandingkan dengan kondisi aktual yang
pantas. Teori ini juga berusaha menidentifikasi karakteristik tempat kerja yang dapat mengganti untuk kepemimpinan
atau menetralisasi upaya-upaya yang dibuat oleh seorang
pemimpin (Mejia & Balkin, 2007).
Untuk kepemimpinan diri (self-leadership) menekankan
pada tanggung jawab individu karyawan untuk
mengembangkan prioritas kerjanya yang telah disesuikan
dengan tujuan organisasi. Manajer adalah fasilitator yang
meningkatkan kapasitas kepemimpinan diri bawahan
dan mendorong karyawan untuk mengembangkan
keterampilan mengendalikan diri. Ada dua mekanisme
penting dalam kepemimpinan diri, yaitu: (1) pemberdayaan
(empowerment), atau proses mentransfer kendali perilaku
kerja individu dari supervisor ke karyawan. Karyawan harus
dibekali dengan keterampilan, peralatan, dan informasiinformasi sehingga wewenang dan tanggung jawab-nya
dapat sukses didelegasikan kepadanya; (2) pemodelan
peran (role modeling), yaitu manajer memberikan contoh
perilaku-perilaku yang diharapkan untuk dilakukan oleh
karyawan. Pemodelan peran akan menjadi lebih efektif jika
karyawan dapat melihat hubungan antara adopsi perilakuperilaku yang dikehendaki dengan hasil positif, seperti
upah yang lebih tinggi, promosi, atau pengakuan publik
(Mejia & Balkin, 2007).
Keempat, teori pertukaran. Teori kepemimpinan
yang tergabung dalam kelompok ini antara lain teori
kepemimpinan transformasional, teori kepemimpinan
transaksional, teori kepemimpinan otentik atau
kharismatik. Teori kepemimpinan transformasional
ditandai kemampuan pemimpin untuk mengartikulasikan
visi bersama tentang masa depan, secara intelektual
menstimulasi karyawan, dan menaruh perhatian terhadap
perbedaan individual karyawan (Brown & Keeping,
2005). Menurut Keegan & Hartogg (2004), kepemimpinan transformasional terkait dengan identifikasi diri yang kuat,
penciptaan visi bersama untuk masa depan, dan hubungan
antara pemimpin dan pengikut berdasar pada suatu hal
yang lebih daripada sekadar pemberian penghargaan
agar patuh. Pemimpin transformasional mendefisikan
kebutuhan untuk perubahan, menciptakan visi baru,
memobilisasi komitmen untuk menjalankan visi dan
mentransformasi pengikut baik pada tingkat individual
maupun tingkat organisasi. Kemampuan pemimpin untuk
mengartikulasikan suatu visi yang atraktif bagi masa depan
adalah elemen utama dari kepemimpinan transformasional.
Menurut Kinicki dan Kreitner (2008), model kepemimpinan
transformasional banyak menghasilkan perubahan
organisasi secara signifikan karena bentuk kepemimpinan
ini menekankan pada tingkatan yang lebih tinggi pada
motivasi intrinsik, kepercayaan, komitmen dan loyalitas
dari bawahan.
Kepemimpinan transaksional (transactional leadership)
didasarkan pada konsep pertukaran antara pemimpin
dan pengikut. Pemimpin menyediakan pengikut sumber
daya dan penghargaan untuk ditukar dengan motivasi,
produktivitas dan pelaksanaan tugas yang efektif.
Kepemimpinan transaksional mengajarkan kepada
pemimpin agar menyediakan penghargaan untuk
menguatkan perilaku yang sesuai dan mencegah perilaku
yang tidak sesuai. Pemimipin transaksional adalah
pemimpin yang bertanggung jawab, andal, memiliki logika
tinggi dan berpikiran jernih. Pemimpin meyakinkan bahwa
sistem yang ada terpelihara dengan baik. Dalam situasi
konflik, pemimpin menggunakan aturan dan prosedur.
Prosedur dan standar operasional bekerja dengan baik
sepanjang hari seperti hari kemarin.Teori kepemimpinan karismatik dicitrakan sebagai
kepemimpinan yang penting dalam hubungannya dengan
kepuasan. Weber (dalam Wang & Jiang, 2005). memandang
pemimpin karismatik sebagai mistis, narsistik, dan memiliki
kemampuan personal yang magnetis. Pemimpin karismatik
berinteraksi dengan orang lain melalui keyakinan-keyakinan
dan perilaku yang unik. Pengaruh karismatik berakar
pada nilai-nilai pemimpin, karakteristik kepribadian,
dan perilaku, atribusi pengikut, konteks, atau beberapa
kombinasi dari faktor-faktor ini . Pemimpin karismatik
bersifat percaya diri, dominan, ekstraver, dan keyakinan
kuat akan nilai-nilai yang dianut, serta keyakinan dan
moral yang dianggap benar. Tendensi perilaku pemimpin
karismatik adalah melibatkan inspirasi untuk memotivasi
tindakan kolektif, berperilaku dalam berbagai cara yang
dapat menghasilkan model bagi pengikutnya, sensitif
terhadap kecenderungan lingkungan, perilaku yang tidak
konvensional, berani mengambil risiko, memformulasikan
dan mengartikulasikan suatu visi. Sementara Nyquist dan
Spence (dalam Andre, 2008) menjelaskan lima karakteristik
dari kepemimpinan karismatik, yaitu: (1) percaya diri (self
confidence), menjadi percaya diri baik dalam kemampuan
personal maupun dalam memutuskan, (2) visi (vision),
mengartikulasikan visi, menekankan ideologi, (3) perilaku
yang tidak konvensional (unconventional behavior),
menunjukkan perilaku yang baru, tidak konvensional,
dan melawan norma-norma, (4) sensitivitas lingkungan
(environmental sensitivity), menjadi realistik mengenai
ketersediaan sumber daya dan memberikan batasanbatasan yang mungkin tentang apa yang dapat dan
tidak dapat dilakukan, (5) sensitivitas terhadap bawahan
(sensitivity ti followers), tanggap terhadap kebutuhan dan
kemampuan bawahan, dan (6) model peran (role modeling), mengembangkan citra sebagai agen perubahan, seseorang
yang membuat sesuatu terjadi.
Kepemimpinan memerlukan serangkaian sifat-sifat,
ciri, atau perangai tertentu yang menjamin keberhasilan
pada setiap situasi. Pemimpin akan berhasil bila memiliki
sifat, ciri, dan perangai ini .
Terdapat tiga pendekatan dalam telaah kepemimpinan
untuk mengetahui sifatnya. Pendekatan pertama
memandang kepemimpinan sebagai pemunculan paduan
ciri. Pendekatan kedua mengidentifikasi perilaku yang
berkaitan dengan kepemimpinan yang efektif (Sopiah,
2008). Asumsi yang lazim untuk kedua pendekatan
ini adalah bahwa individu yang memiliki ciri yang
tepat atau memperlihatkan perilaku yang tepat akan tampil
sebagai pemimpin dalam situasi kelompok apa saja yang ia
masuki. Pandangan ketiga mengasumsikan bahwa kondisi
yang menentukan efektivitas kepemimpinan berbedabeda sesuai dengan situasi tugas yang harus diselesaikan,
keterampilan dan harapan bawahan, lingkungan organisasi,
pengalaman masa lampau, dan yang lainnya.
Penggagas dan penulis buku Choice Theory,
William Glasser M.D (1998) —yang mengurai perilaku
manusia berdasarkan motivasi dari dalam (internal)—
mengungkapkan, setidaknya terdapat delapan sifat
kepemimpinan, antara lain:
1. Memberi teladan tentang arti sukses kepada bawahan.
Alasan umum seseorang tidak berusaha keras dalam
bekerja adalah karena mereka tidak tahu persis tujuan
mereka bekerja. Ketiadaan tujuan dan arah sering
mematahkan motivasi kerja. Oleh sebab itu, seorang
pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bisa
memberi contoh kesuksesan yang bisa diraih para
bawahannya.
2. Beri bawahan Anda peralatan yang mereka butuhkan.
Banyak orang mempersepsikan, tugas seorang
pemimpin adalah menyelesaikan masalah bawahannya.
Namun, sebenarnya itu bukan tugas atasan. Daripada
terus-menerus turun tangan menyelesaikan masalah
orang lain, lebih baik berikan bawahan cara dan rambu
untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.
3. Jangan sungkan untuk memuji keberhasilan bawahan.
Tak hanya kritik, pujian dan apresiasi terhadap hasil
kerja bawahan juga dapat memotivasi produktivitas
dan membangun kepercayaan diri bawahan untuk
lebih sukses lagi.
4. Berikan ruang untuk kesalahan.
Sesungguhnya kesalahan adalah guru terbaik bagi
pembelajaran, maka berilah toleransi bagi kesalahan
yang dilakukan bawahan. Terkadang kesalahan
dilakukan bawahan bukan karena ia tidak becus bekerja,
tapi karena ketidaktahuannya akan suatu hal.
5. Delegasikan tugas tanpa banyak turut campur.
Pemimpin yang baik adalah seorang yang mampu
mempercayakan tugas secara penuh kepada
bawahannya. Biarkan bawahan mengatasi kendala
pekerjaannya sendiri. Namun, di sisi lain pastikan
seorang pemimpin selalu ada untuk membantu saat
mereka membutuhkan.
6. Lebih baik bertanya daripada memberi nasihat
Seringkali bawahan tahu lebih banyak daripada
pemimpin. Tanyakan pendapat mereka tentang
masalah-masalah yang sedang mereka hadapi di kantor.
Dengan demikian, seorang pemimpin membantu
mereka menyimpulkan sendiri jalan keluar terbaik dari masalah ini . Hindari memberi nasihat, karena
akan terkesan menggurui.
7. Bersikap ramah.
Aturan mainnya sederhana. Jangan berharap orang
lain bersikap ramah kepada pemimpin jika pemimpin
sendiri tidak ramah terhadap orang lain. Seorang
pemimpin yang baik tak perlu menjadi galak untuk
bisa tegas dan efektif memanajeri bawahannya. Dengan
bersikap ramah, pemimpin akan selalu bisa melihat sisi
positif dari setiap karyawan dan memotivasi mereka
untuk bekerja lebih baik lagi.
Kepemimpinan terkait erat dengan hubungan antar
manusia. Saat bawahan percaya bahwa pemimpin tulus
peduli dengan mereka, mereka akan berusaha lebih baik
dalam bekerja. Kenali lebih dekat bawahan, dengarkan
cerita dan keluh kesahnya. Pada akhirnya, kualitas
kepemimpinan seseorang dapat dilihat dari kualitas
hubungannya dengan orang-orang di sekitarnya.
Sifat kepemimpinan harus dikembangkan sendiri
karena sifat ini berbeda-beda setiap orang. Kesadaran
bahwa kita sendiri yang menentukan kadar kemampuan
kepemimpinan kita untuk melakukan perbaikan. Tidak ada
cara terbaik agar menjadi pemimpin. Wirausahawan adalah
individu yang telah mengembangkan gaya kepemimpinan
mereka sendiri ,
Perilaku kepemimpinan dapat dipelajari. Oleh
karena itu, dapat terjadi bahwa individu yang dilatih
dalam perilaku kepemimpinan yang tepat akan mampu
memimpin secara lebih efektif. Meski begitu, penelitian
menunjukkan bahwa perilaku kepemimpinan yang tepat dalam satu situasi tidak selalu cocok untuk situasi yang
lain ,
Berdasarkan teori perilaku kepemimpinan, perilaku
spesifik membedakan pemimpin dengan yang bukan
pemimpin. Teori perilaku adalah yang paling menyeluruh,
dihasilkan dari penelitian yang dimulai di University of
Ohio pada akhir dasawarsa 1940-an. Peneliti di universitas
ini mengidentifikasi dimensi independen perilaku
pemimpin. Di awali dengan lebih dari beberapa dimensi,
akhirnya mereka menyempitkan menjadi dua kategori,
yang secara hakiki menjelaskan kebanyakan perilaku
kepemimpinan yang digambarkan oleh bawahan. Kedua
dimensi itu adalah struktur prakarsa dan pertimbangan
(Robbins, 2008).
Thoha (2004) menyebut empat perilaku kepemimpinan.
Pertama, kepemimpinan instruktif: memberitahukan
kepada para bawahan tentang apa yang diharapkan
dari mereka, member pedoman yang spesifik, meminta
para bawahan untuk mengikuti peraturan dan prosedur,
mengatur waktu, dan mengkoordinir pekerjaan mereka.
Kedua, kepemimpiman suportif: pemimpin yang member
perhatian kepada kebutuhan para bawahan, memperlihatkan
perhatian terhadap kesejahteraan mereka dan menciptakan
suasana yang bersahabat dalam unit kerja mereka. Ketiga,
kepemimpinan partisipatif: berkonsultasi dengan para
bawahan dan memperhitungan opini serta saran mereka.
Keempat, kepemimpinan delegatif: menetapkan tujuan
yang menantang, mencari perbaikan kinerja, menekankan
keunggulan kinerja, dan mem perlihatkan kepercayaan
bahwa para bawahan akan mencapai standar yang tinggi.
Perilaku pemimpin menyangkut dua bidang utama
(), yakni:
1. Berorientasi pada tugas yang menetapkan sasaran,
merencanakan, dan mencapai sasaran.
2. Berorientasi pada orang, yang memotivasi dan membina
hubungan manusiawi.
Pemimpin yang mempunyai orientasi tugas cenderung
menunjukkan perilaku sebagai berikut (Suryana & Bayu,
2010):
1. Merumuskan secara jelas perannya sendiri maupun
peran staf.
2. Menetapkan tujuan-tujuan yang sukar, tetapi dapat
dicapai dan memberitahukan kepada anak buah apa
yang diharapkan dari mereka.
3. Menentukan prosedur untuk mengukur kemajuan
menuju tujuan dan untuk mengukur pencapaian tujuan
ini , yakni tujuan yang dirumuskan secara jelas
dan kas.
4. Melaksanakan peranan kepemimpinan secara aktif
dalam merencanakan, mengarahkan, membimbing,
dan mengendalikan kegiatan yang berorientasi tujuan.
5. Berminat meningkatkan produktivitas.
Di sisi lain, pemimpin yang berorientasi orang
menunjukkan pola perilaku sebagai berikut
1. Menunjukkan perhatian atas terpeliharanya
keharmonisan dalam organisasi dan menghilangkan
ketegangan.
2. Menunjukkan perhatian pada orang sebagai manusia
dan bukan sebagai alat produksi.
3. Menunjukkan pengertian dan rasa hormat atas
kebutuhan, tujuan, keinginan, perasaan, dan ide
bawahan.
4. Mengupayakan komunikasi timbal balik yang baik
dengan staf.
5. Menerapkan prinsip penekanan ulang untuk
meningkatkan prestasi karyawan.
6. Mendelegasikan kekuasaan dan tanggung jawab serta
mendorong inisiatif.
7. Menciptakan suasana kerja sama dan gugus kerja dalam
organisasi.
Fungsi pemimpin adalah mengarahkan, membina,
mengatur, dan menunjukkan orang-orang yang dipimpin
supaya mereka senang, sehaluan, terbina, serta menurut
kehendak dan tujuan pemimpin (Suryana & Bayu, 2010).
Kegagalan pemimpin dalam menjalankan tugasnya
menunjukkan kegagalan pemimpin sendiri. Begitu juga
sebaliknya, keberhasilan seorang pemimpin menunjukkan
kesuksesan pemimpin itu sendiri.
Pemimpin pada dasarnya adalah seorang manajer.
Maka, ia pun harus paham dengan fungsi-fungsi
manajemen secara umum. Dalam institusi bisnis/usaha,
fungsi pemimpin adalah sebagai berikut
1. Koordinasi, yakni pemimpin harus mampu menjalin
koordinasi yang baik antar kegiatan dan organisasi.
2. Pengarahan, yakni harus mampu memberikan
pengarahan yang benar supaya tidak terjadi
penyimpangan dan keterlambatan terhadap strategi
dan kebijakan organisasi yang telah ditetapkan.
3. Komunikasi, yaitu seorang pemimpin yang harus
mampu berkomunikasi, baik kepada atasan maupun
bawahan.
4. Konsultasi, yaitu seorang pemimpin harus mampu
mengambangkan sikap konsultatif ke atas dan ke
bawah serta memupuk keterbukaan.
5. Pelayanan, yakni harus rendah hati dan mampu member
pelayanan yang baik dan memuaskan.
Untuk dapat menjalankan fungsi kepemimpinan
dengan baik, maka seorang pemipin harus memiliki sifat
kreatif, inovatif, dan komunikatif, yakni kemampuan
untuk mentransfer dan menerapkan gagasan serta praktik
pembauran yang berdaya guna dan berhasil guna bagi
kepentingan lembaga dan orang banyak. Faktor yang
memengaruhi fungsi kepemimpinan seorang pemimpin
adalah karakter kepribadian, kelompok yang dipimpin,
dan situasi
Prinsip umum kepemimpinan yang baik adalah:
semakin besar perhatian pada karyawan, semakin keras
mereka bekerja. Dengan demikian, fungsi kepemimpinan
sesuai dengan pemimpinnya. Jika mementingkan
karyawan, peluang sukses lebih besar. Jika pemimpin
bersifat manusiawi dalam hubungan dengan karyawan,
dipastikan bakal membawa efisiensi dan laba yang lebih
besar. Karakter yang harus dimiliki wirausaha, seperti
dikutip , pada jiwa wirausaha
yaitu:
1. Berani bertindak.
2. Membangun tim yang baik.
3. Menjadi pendengar yang baik.
4. Berani mengambil risiko.
5. Having mentor.
6. Pikiran yang terbuka.
7. Membangun kepercayaan.
F. Kunci Sukses Pemimpin
Fakta telah menunjukkan bahwa hanya orang-orang
kreatif dan inovatif yang bisa bertahan dalam persaingan
bisnis, terutama di tengah-tengah krisis multidimensional
dan persaingan hebat. Pribadi yang kreatif dan inovatif
ditandai dengan tingginya kepercayaan diri, jauh dari rasa
takut, dan selalu siap mengantisipasi segala tantangan
dalam bisnis, bahkan dalam keadaan yang tak terduga
sekalipun. Selain itu, ketika tak mampu menyelesaikan
suatu masalah dengan strategi tertentu, ia dapat dengan
cerdik menyelesaikan masalah dengan daya pikir dan
kreasi baru. Hal ini menunjukkan bahwa kreativitas dan
inovasi sangat vital dalam bisnis (Alifuddin, 2012).
Bagaimana kreativitas dan inovasi dapat dikembangkan? Paling tidak ada empat langkah yang perlu dilakukan
dengan baik. Pertama, selalu berpikir inovatif. Dalam
kerangka itu, sebuah usaha perlu ditetapkan tahaptahap kesuksesan dalam marketing plan-nya – yang kerap
disebut dengan rencana pengembangan usaha, baik dari
aspek posisi, pembagian penghasilan, maupun pemberian
fasilitas. Jika berhasil meraih kesuksesan, itu adalah buah
dari berpikir inovatif. Karena itu, untuk mendapatkan hasil
kerja yang memuaskan, perlu menempuh berbagai cara
yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Kedua, berani introspeksi diri. Kita perlu menyediakan
waktu menilai kejadian dan aktivitas masa lalu agar
semakin memahami bagaimana strategi meraih kesuksesan
sekaligus menghindari kegagalan. Caranya adalah
melakukan evaluasi diri, lalu membandingkan dengan
kenyataan dan target yang disusun dari awal. Seandainya
realisasi masih jauh dari target, sebaiknya kita memikirkan
cara dan strategi baru untuk meningkatkan produktivitas.
Selain pekerjaan yang sedang berjalan, sebaiknya juga
dilakukan evaluasi melalui pertemuan secara berkala dan
intensif antara karyawan dan pimpinan. Dalam pertemuan
itu, setiap bagian membahas berbagai masalah dan
solusinya. Tujuannya, agar mereka punya kemampuan
berpikir dan berdiskusi untuk menentukan ide baru yang
dapat dikembangkan.Ketiga, berani mencoba. Untuk menumbuhkan sikap
kreatif dan inovatif, kepada para karyawan perlu ditekankan
untuk mencoba hal-hal baru, baik dalam penjualan maupun sponsorship. Meskipun semua itu membutuhkan
pengorbanan, baik dalam aspek biaya maupun perlunya
ketabahan ketika menghadapi