wirausaha 3

menghadapi risiko kegagalan, namun 
perlu dilakukan berbagai upaya secara terus menerus 
agar kematangan kepribadian terbentuk dari pengamalan￾pengalaman baru. Dari semua upaya yang telah dicoba, 
dapat ditentukan langkah dan strategi terbaiknya.
Keempat, rekreasi. Di balik kegiatan rutinitas kerja, 
sebaiknya ada waktu untuk berekreasi ke tempat-tempat 
yang menyenangkan. Rekreasi bisa membuat pikiran 
kita segar sekaligus merangsang daya kreatif. Dalam hal 
ini, fasilitas perjalanan wisata yang disediakan bagi para 
karyawan minimal dilaksanakan dua kali setahun.
Kita dapat berkaca pada semut. Semut tinggal di 
mana-mana, di daun, di lubang atau sela-sela tanah, di 
bawah pot tanaman bunga, atau di tempat- tempat lain di 
sekitar kita. Semut selalu mempunyai ”ide” untuk tinggal 
di mana saja. Karena itu, semut selalu hidup safe dan 
damai. Jika ada di antara mereka menemukan makanan, 
mereka pun saling berbagi dengan yang lain, bahkan 
mereka saling memberikan informasi untuk mendapatkan 
makanan. Semut mengajar kepada kita bahwa: kita tidak 
dapat memegang obor untuk menerangi jalan orang lain 
tanpa menerangi jalan kita sendiri. Ini suatu kearifan yang 
bersumber dari manajemen semut.
Demikian pula bagi para pengelola usaha, diharapkan 
tidak pernah kehabisan akal dan taktik dalam merespon 
positif berbagai persoalan, hambatan dan tantangan. 
Karena itu, mereka diharapkan hidup tenteram dan damai 
serta bekerja sama, saling menghargai, baik antarsesama karyawan maupun dalam lingkungan keluarga dan 
masyarakat, apalagi saat-saat menghadapi tantangan 
baru dalam situasi krisis. Hal ini membutuhkan strategi 
yang tidak melanggar nilai-nilai etika masyarakat serta 
berangkat dari prinsip saling menguntungkan, baik kepada 
perusahaan, karyawan, maupun para konsumen.
Suatu usaha akan tumbuh dan berkembang jika 
ia menjadi bagian dari hobi atau kegemaran. Untuk 
menempatkan karyawan ataupun seorang pekerja dalam 
jabatan tertentu, akan lebih efektif jika karyawan itu diberi 
jabatan yang sesuai dengan kegemaran atau hobinya. Sebab, 
jika suatu usaha (bisnis) atau pekerjaan yang diberikan 
kepada seseorang kemudian tidak bersentuhan dengan 
hobi yang digemari, ia bakal sulit mencintai pekerjaannya.
Meski Anda memiliki hati yang lembut dan suka 
merendah, wawasan Anda sebagai pemimpin harus selalu 
terdepan dibandingkan yang lain. Artinya, jika karyawan 
berpikir lokal, sebaiknya Anda berpikir regional. Jika 
karyawan lain berpikir regional, mestinya Anda berpikir 
global, atau Anda harus berkeliling ASEAN. Jika karyawan 
lain berkeliling ASEAN, sebaiknya Anda harus mengelilingi 
dunia. Tapi perlu diingat, jangan pernah berpikir Anda 
adalah segala-galanya, yang paling hebat. Berpikirlah 
bahwa ilmu pengetahuan yang Anda miliki bersumber dari 
Tuhan, yang selanjutnya dianugerahkan kepada Anda dan 
diteruskan kepada orang lain. Karena itu, ilmu yang Anda 
miliki akan bermanfaat kalau diberikan kepada karyawan, 
atau diterapkan bersama-sama demi pengembangan 
perusahaan.
Perusahaan bisa berkembang jika diperkaya dengan 
gagasan, ide, kemauan, kerja sama, dan modal kerja 
yang tersedia. Jangan berpikir Andalah yang memajukan 
perusahaan. Tapi, berpikirlah bahwa kemajuan suatu perusahaan karena berkat kerja sama yang baik antarpihak 
yang bersangkutan. Lakukan berbagai daya dan upaya 
untuk menciptakan sumber daya manusia yang hebat, 
berakualitas unggul. Hanya dengan wadah organisasi yang 
didirikan dan diikat dengan teamwork yang solid, karyawan 
akan merasa menjadi satu bagian dari kesatuan tim yang 
memiliki kemampuan dengan memberikan kontribusi 
positif bagi eksistensi dan kontinuitas organisasi. Karena 
itu, setiap kesuksesan ataupun kegagalan harus disadari 
sebagai suatu hasil karya tim, bukan hasil individu.
Untuk menuju tangga tujuan, dibutuhkan kekompakan 
tim kerja yang baik. Mula-mula membentuk tim kerja yang 
solid, lalu diperlukan profesionalisme dalam menerapkan 
sistem kerja yang terkoordinasi, penuh tanggung jawab, 
dan disiplin yang tinggi. Untuk mewujudkannya, di 
samping sikap kepedulian seluruh anggota karyawan, juga 
diperlukan dorongan semangat kerja yang tinggi dengan 
memperhatikan aspek penting yang secara langsung 
dapat memengaruhi setiap anggota tim lainnya. Misalnya, 
kesejahteraan anggota pada masa pensiun, peningkatan 
kualitas sumber daya manusia melalui pemberian 
pendidikan formal ataupun pendidikan tinggi secara 
gratis, penghargaan bagi anggota yang berprestasi dengan 
memberikan piagam, hadiah gratis berwisata ke dalam 
atau ke luar negeri, dan hadiah gratis melakukan ibadah 
umrah atau naik haji.
Dalam menjalin hubungan yang baik dan harmonis 
serta saling menguntungkan, baik dengan sesama 
pengusaha, pemerintah, karyawan, maupun konsumen 
sebagai pemakai, terdapat beberapa faktor lain yang harus 
diperhatikan dalam perusahaan. Pertama, sumber daya 
manusia yang berkualitas. Karena itu, karyawan yang 
bergabung di perusahaan kita wajib mengikuti seleksi yangketat. Hanya yang mampu dan memiliki kualitas excellence
yang bisa diterima. Kemudian, setelah mereka bergabung, 
pihak perusahaan tak henti-hentinya mengontrol mutu dan 
upgrading keterampilan karyawan dan jabatan yang tepat.
Kedua, ada modal yang memadai. Artinya, modal tidak 
mesti berlimpah ruah. Buat apa banyak modal, tapi tidak 
mampu dikelola secara efesien dan efektif. Sebaliknya, 
tidak mungkin usaha itu ada tanpa memerlukan modal 
atau hanya modal dengkul. Minimal harus memiliki 
infrastruktur dan penyediaan sarana yang memadai. 
Ketiga, nasib. Bagaimana pun hidup manusia 
ditentukan oleh Tuhan. Karena itu, kalaupun Anda sudah 
berusaha maksimal, yang menentukan hasil akhirnya 
adalah Tuhan.
H. Menjadi Pemimpin yang Baik
Dalam dinamika kehidupan manusia sebagai makhluk 
sosial muncul beragam pandangan dan pola hidup, 
yang meliputi keseluruhan hidup manusia dan dimulai 
dari pranata keluarga, pranata sosial, sampai pranata 
negara. Dalam dunia usaha, kompleksitas keberagaman 
itu memerlukan upaya pengorganisasian. Salah satunya 
adalah manajemen. Mengelola sebuah organisasi ibarat 
memimpin sebuah perang. Apakah kita akan memutuskan 
maju, bertahan, mundur, atau menyerah? Itu menjadi 
landasan penting bagi eksistensi pasukan dalam mencapai 
tujuan bersama.
Misi yang paling penting untuk dikelola dimulai dari 
lingkungan paling kecil, yaitu keluarga. Dalam lingkungan 
ini, terdapat beberapa hal yang sangat penting untuk 
ditata. Misalnya, komunikasi yang baik antarsemua 
anggota keluarga, sehingga segala bentuk permasalahan 
dapat diselesaikan demi terciptanya hubungan yangharmonis; inventarisasi keluarga, agar apa yang kita miliki 
dapat dimanfaatkan, dipelihara, dan dikembangkan; 
pengelolaan keuangan secara dinamis, dengan pengaturan 
cash in flow dan cash out flow. Caranya, antara lain, dengan 
membuka tabungan rutin untuk biaya hidup sehari-hari 
yang dapat diisi setiap bulan dan diambil sesuai dengan 
kebutuhan sehari-hari, misalnya dua kali dalam seminggu; 
membuka tabungan khusus untuk biaya pajak, pendidikan,
pakaian, rekreasi, wisata ke luar negeri, umrah, ibadah 
haji, sumbangan-sumbangan zakat, wakaf, dan biaya tak 
terduga; membuka deposito berjangka yang dapat diisi 
setiap tiga bulan untuk pengembangan dana, modal usaha, 
investasi, dan sebagainya.
Sistem pengelolaan seperti itu sangat sederhana 
dan dapat dipergunakan di lingkungan yang terkecil, di 
mana pun, dan kapan pun. Sistem itu akan sukses secara 
menyakinkan jika semua pihak dalam lingkungan ini  
memiliki komitmen dan visi yang sama tentang bagaimana 
meningkatkan penghasilan keluarga atau usaha yang 
dikelola.
Jika sistem pengelolaannya masih terikat dengan tradisi 
konservatif, maka sistem itu akan gagal karena kesuksesan 
pengelolaan suatu usaha harus didukung dengan ide-ide 
segar, tingkat kreativitas yang tinggi, dan keberanian meng￾hadapi risiko yang tidak terduga. Hal penting lain yang 
harus diingat adalah: kesuksesan itu sangat ditentukan oleh 
kesolidan teamwork, individu, dan perangkat organisasi 
lainnya. Misalnya, dalam lingkungan bisnis, manajer 
sebagai eksekutor utama kerja-kerja organisasi dituntut 
memiliki hubungan yang sehat dan harmonis dengan 
jajarannya, melalui penciptaan suasana kekeluargaan di 
dalam organisasi, menumbuhkan semangat kesetaraan 
bahwa manajer dan karyawan berada pada ”kapal” yang 
sama, senasib dan sepenanggungan.Penulis memiliki pengalaman yang menarik, satu tahun 
pertama berdirinya kursus Handayani pada tahun 1982, 
tepatnya di Jalan Nuri, Makassar. Saat itu, penulis bekerja 
one man power. Semua dikerjakan sendiri, mulai dari urusan 
pimpinan, staf, infrastruktur, tenaga keamanan, sampai of￾fice boy. Naluri sebagai leader mengharuskan manajemen 
yang qualified diterapkan. Kemudian penulis merekrut 
beberapa tenaga kerja segar dengan kualitas prima. Mula￾mula dibuat pengumuman lowongan kerja dengan sasaran 
para siswa SLTA yang akan menyelesaikan studinya. Setelah 
melalui tahapan seleksi ketat, akhirnya berhasil direkrut 
lima pegawai untuk mengisi pos-pos organisasi. Kelima 
orang itu dididik khusus untuk mengelola organisasi 
Handayani sekaligus menjadi tenaga pengajar.
Selaku owner/leader, awalnya penulis menggunakan pola 
manajemen kepada pegawai dengan filosofi bahwa dunia 
usaha berbeda jauh dengan dunia pendidikan. Misalnya, 
saat belajar di kelas, Anda membayar biaya pendidikan 
dengan harga mahal. Tapi, saat ini perusahaanlah yang 
akan membayar Anda. Jika di kelas atau sekolah, apabila 
Anda sukses dalam ujian dan dapat mengumpulkan nilai 
yang tinggi, berarti Anda berprestasi dengan baik. Tapi 
apabila Anda menceburkan diri ke dalam dunia bisnis 
setiap hari, Anda akan menghadapi ujian dan tidak hanya 
dapat mencapai nilai yang tinggi, tapi bisa sampai ribuan 
atau cuma lima puluh saja. Karena itu, dalam dunia bisnis, 
jika Anda membuat satu kesalahan, maka tidak begitu saja 
akan mendapat nilai nol yang begitu sederhana, tapi akan 
memperoleh nilai minus dan tidak ada batas sampai di 
mana Anda merosot, dan akhirnya menjadi bahaya bagi 
perusahaan.
Penulis berpesan kepada para karyawan baru dan 
memberikan pengarahan agar mereka paham bagaimana 
sebenarnya wajah dunia bisnis. Penulis selalu menanamkan kepada mereka bahwa yang terpenting bagi mereka 
mengenai perusahaan dan tentang diri mereka masing 
masing adalah: penulis tidak memberikan gaji tetap karena 
ini bukan perusahaan pemerintah. Jadi, dengan sukarela 
mereka memilih bekerja, itu berarti Anda harus menggaji 
diri sendiri. Karena itu pula, kursus Handayani bak sebuah 
alat yang harus mereka manfaatkan sepandai-pandainya. 
Misalnya, jika semua gergaji tidak dipergunakan dengan 
baik, maka gergaji itu tidak bermanfaat dan akan menjadi 
karatan karena cara menggunakannya pun diperlukan 
keahlian dan teknik tersendiri. Sebab, kalau tekniknya 
salah, pohon yang ditebang bisa menimpa diri sendiri.
Demikian pula perusahaan Handayani adalah ”alat” 
yang harus dimanfaatkan untuk mencari keuntungan. 
Jadi, bukan perusahaan yang mencari untung, tapi Anda 
yang mencari uang, yang akan dikembalikan sebagai gaji 
kepada Anda. Jika ingin gaji besar, Anda harus bekerja 
keras dan mempergunakan teknik-teknik tersendiri agar 
memperoleh keuntungan yang besar.
Karena itu, penulis selalu mewanti-wanti mereka agar 
benar-benar memanfaatkan semua potensi yang ada pada 
diri mereka dengan baik. Jangan pesimistis, jangan pernah 
menyerah, Anda harus maju terus dengan penuh semangat 
dan iringan doa.
Dalam institusi bisnis, kepemimpinan sangat penting. 
Pemimpinlah yang membuat arah dan kebijakan tentang 
bisnis, untuk kemudian diimplementasikan oleh anak 
buah. Sebagian besar institusi bisnis yang menjadi besar 
dan terus berkembang ditopang oleh gaya kepemimpinan 
yang andal dan profesional. Keunggulan wirausaha 
yang sukses dibandingkan dengan wirausaha yang gagal  
terletak pada dinamika dan efektivitas kepemimpinan. 
Pimpinan wirausaha merupakan unsur pokok di dalam 
setiap perusahaan.
Kepemimpinan memerlukan serangkaian sifat-sifat, 
ciri, atau perangai tertentu yang menjamin keberhasilan 
pada setiap situasi. Pemimpin akan berhasil bila memiliki 
sifat, ciri, dan perangai ini .
Sifat kepemimpinan harus dikembangkan sendiri 
karena sifat ini  berbeda-beda setiap orang. Kesadaran 
bahwa kita sendiri yang menentukan kadar kemampuan 
kepemimpinan kita untuk melakukan perbaikan. Tidak ada 
cara terbaik agar menjadi pemimpin. Wirausahawan adalah 
individu yang telah mengembangkan gaya kepemimpinan 
mereka sendiri.
Perilaku spesifik membedakan pemimpin dengan 
yang bukan pemimpin. Perilaku pemimpin menyangkut 
dua bidang utama:
1. Berorientasi pada tugas yang menetapkan sasaran, 
merencanakan, dan mencapai sasaran.
2. Berorientasi pada orang, yang memotivasi dan membina 
hubungan manusiawi.
Fungsi pemimpin adalah mengarahkan, membina, 
mengatur, dan menunjukkan orang-orang yang dipimpin 
supaya mereka senang, sehaluan, terbina, serta menurut 
kehendak dan tujuan pemimpin. Kegagalan pemimpin 
dalam menjalankan tugasnya menunjukkan kegagalan 
pemimpin sendiri. Begitu juga sebaliknya, keberhasilan 
seorang pemimpin menunjukkan kesuksesan pemimpin 
itu sendiri.
Hanya pemimpin kreatif dan inovatif yang bisa bertahan 
dalam persaingan bisnis, terutama di tengah-tengah krisis 
multidimensional dan persaingan hebat. Pemimpin yang 
kreatif dan inovatif ditandai dengan tingginya kepercayaandiri, jauh dari rasa takut, dan selalu siap mengantisipasi 
segala tantangan dalam bisnis, bahkan dalam keadaan 
yang tak terduga sekalipun. Selain itu, ketika tak mampu 
menyelesaikan suatu masalah dengan strategi tertentu, 
ia dapat dengan cerdik menyelesaikan masalah dengan 
daya pikir dan kreasi baru. Hal ini menunjukkan bahwa 
kreativitas dan inovasi sangat vital dalam bisnis
Mengelola sebuah organisasi ibarat memimpin sebuah 
perang. Apakah kita akan memutuskan maju, bertahan, 
mundur, atau menyerah? Itu menjadi landasan penting 
bagi eksistensi pemimpin dan pasukannya dalam mencapai 
tujuan bersama.



Inovasi adalah hal yang tak terelakan dalam dunia 
wirausaha. Dengan inovasi, terbuka peluang untuk 
diversifikasi produk atau jasa sekaligus memperlebar 
pangsa pasar. Apalagi, lingkungan bisnis yang kompetitif 
dan dinamis menuntut wirausaha untuk selalu adaptif 
dan mencari terobosan terbaru. Karakter cepat puas diri 
akan membawa bisnis menuju kemunduran. Maka, inovasi 
adalah jawaban untuk wirausaha yang sukses.
 merangkum beberapa definisi inovasi, 
antara lain:
Inovasi adalah aktivitas imajinatif untuk menghasilkan 
produk orsinil sekaligus komersil. (Institute for 
Innovation and information productivity)
Inovasi adalah memperkenalkan sesuatu yang baru 
(Business Week).
Inovasi berkaitan dengan proses komersialisasi atau 
ekstraksi nilai dari ide; hal ini berkebalikan dengan 
‘invensi’ di mana tidak langsung berhubungan dengan 
komersialisasi 
mengidentifikasi lima jenis inovasi , yakni:
1. Produk baru atau perubahan substansial dari produk 
sebelumnya.2. Proses baru.
3. Pangsa pasar baru.
4. Sumber daya baru.
5. Perubahan organisasi usaha/industri.
Inovasi bukan hanya sekadar sebuah ide. Meski sumber 
ide itu sendiri adalah hal yang penting, namun peran 
berpikir kreatif lebih vital dalam pengembangan inovasi 
Suryana dan Bayu (2010) menggambarkan inovasi 
sebagai kreativitas yang diterjemahkan menjadi sesuatu 
yang dapat diimplementasikan dan memberikan nilai 
tambah atas sumber daya yang kita miliki. Jadi, untuk 
senantiasa dapat berinovasi, kita memerlukan kecerdasan 
kreatif. Caranya, dengan berlatih untuk senantiasa 
menurunkan gelombang otak sedemikian rupa sehingga 
kita dapat mencapai hati nurani kita sebagai sumber 
kreativitas dan intuisi bisnis. 
Inovasi dapat dikelompokkan menjadi dua kategori: 
inkremental atau inovasi berkelanjutan dan inovasi radikal 
Titik akhir inovasi berkelanjutan adalah 
menngembangkan teknologi yang telah eksis dengan 
cara baru. Contohnya iPod yang dikembangkan Apple, 
merupakan perbaikan dari pemutar MP3. Inovasi radikal 
bermuara pada sesuatu yang benar-benar baru atau 
menghapus teknologi sebelumnya. Misalnya, internet dan 
pil kontrasepsi. 
 menyebutkan bahwa inovasi merupakan 
terminologi yang lebih dekat ke sisi ekonomi atau sosial 
ketimbang teknis. Hal ini mirip dengan pengertian 
kewirausahaan seperti yang diungkapkan Say. Lebih lanjut 
Drucker mengungkapkan, “Innovation is the specific fuction of entrepreneurship, 
whether in an existing business, a public service institution, 
or a new venture started by a lone individual. Innovations 
is the means by which the entrepreneur either creates new 
wealth-producing resources or endows existing resources 
with enhanced potential for creating wealth.” 
Penjelasan ini  menunjukkan pengertian bahwa 
inovasi adalah fungsi khusus dari kewirausahan, baik itu 
dalam bisnis yang telah ada, institusi pelayanan publik, 
atau usaha yang baru dimulai individu seorang diri. Inovasi 
juga berarti pengusaha yang menciptakan kekayaan baru, 
yaitu menghasilkan sumber daya atau memberikan sumber 
daya yang telah ada dengan meningkatkan potensi untuk 
menciptakan kekayaan. 
 mendefinisikan inovasi sebagai sesuatu 
yang berkenaan dengan barang, jasa, atau ide yang 
dirasakan baru oleh seseorang. Meskipun ide ini  telah 
lama eksis tetapi ini dapat dikatakan suatu inovasi bagi 
orang yang baru melihat atau merasakannya. Lebih lanjut 
menurut Kottler, perusahaan dapat melakuka inovasi 
berupa:
1. Inovasi produk (barang, jasa, ide, tempat).
2. Inovasi manajemen (proses kerja, proses produksi, 
keuangan, pemasaran).
 inovasi berkelanjutan risikonya 
lebih kecil serta mudah diprediksi. Bahkan, lebih cepat 
menemukan selera pasar. Namun, inovasi berkelanjutan 
harus diselingi dengan inovasi radikal untuk menghambat 
kejenuhan serta berkurangnya keuntungan.
 bahwa dalam melakukan
inovasi perlu memperhatikan prinsip-prinsip sebagai 
berikut:1. Sesuatu yang dilakukan
a. Menganalisis peluang
b. Apa yang harus dilakukan untuk memuaskan 
peluang
c. Sederhana dan terarah
d. Dimulai dari yang kecil
e. Kepemimpinan 
2. Sesuatu yang tidak dilakukan
a. Mencoba untuk menjadi yang pandai
b. Mencoba ingin mengerjakan sesuatu yang banyak
c. Mencoba inovasi untuk masa yang akan dating
3. Kondisi
a. Memerlukan ilmu pengetahuan
b. Membangun keunggulan sendiri
c. Inovasi adalah efek dari ekonomi masyarakat
Hisrich, Peters & Shepherd (2008) menyebutkan bahwa 
inovasi merupakan kunci perkembangan ekonomi dari 
perusahaan manapun, wilayah (propinsi) dalam suatu 
negara, dan negara itu sendiri. Ketika teknologi berubah, 
produk lama penjualannya menurun dan industri lama 
berkurang jumlahnya. Inovasi merupakan struktur 
pembangun masa depan ekonomi. Thomas Edison  juga mengatakan bahwa 
pikiran yang inovatif terdiri atas 1 persen inovasi dan 99 
persen kerja keras.
Dari hasil pembuatan skala perilaku inovatif yang 
dilakukan dengan menggunakan analisis faktor, Kleysen 
dan menemukan lima dimensi untuk 
mengukur perilaku inovatif, yaitu:
1. Eksplorasi peluang (opportunity exploration). Berdasarkan 
penelusuran pada beberapa literatur, eksplorasi peluang 
mencakup menaruh perhatian pada sumber peluang, mencari peluang untuk inovasi, mengenali peluang, 
dan mengumpulkan informasi tentang peluang.
2. Generativitas (generativity). Generativitas berhubungan 
dengan perilaku yang diarahkan untuk menghasilkan 
perubahan yang menguntungkan untuk tujuan 
pertumbuhan organisasi, orang, produk, proses, 
dan jasa. Generativitas meliputi tiga perilaku pokok, 
yaitu: menghasilkan ide atau solusi untuk peluang, 
menghasilkan representasi atau kategori peluang, dan 
menghasilkan aosiasi dan kombinasi ide dan informasi.
3. Investigasi informatif (informative investigation). 
Dimensi ini berhubungan dengan memberikan 
bentuk dan mengeluarkan ide, solusi dan opini serta 
mencobanya melalui investigasi. Perilaku umum yang 
ditunjukkan meliputi memformulasikan ide dan solusi, 
memperagakan ide dan solusi, mengevaluasi ide dan 
solusi.
4. Memperjuangkan (championing). Memperjuangkan 
meliputi perilaku sosial politik yang melibatkan proses 
inovasi dan penting untuk merealisasikan solusi, ide 
dan inovasi potensial. Perilaku umum yang ditunjukkan 
yaitu memobilisasi sumber daya, membujuk dan 
memengaruhi, mendorong dan bernegoisiasi, 
menantang dan mengambil risiko.
5. Aplikasi (application). Perilaku yang ditunjukkan 
dalam dimensi ini adalah mengimplementasikan, 
memodifikasi, dan membiasakan.

Membicarakan inovasi dalam wirausaha tentu tidak 
terlepas dari sumber-sumber inovasi itu sendiri. Drucker 
(1986) membagi sumber inovasi menjadi tujuh jenis, yakni:
1. Hal yang tidak diperkirakan (the unexpected), yakni 
sukses yang tidak diperkirakan atau kegagalan yang 
tidak diperkirakan.
2. Keganjilan/ketidaksesuaian (the incongruity), ada 
perbedaan antara realitas yang sebenarnya dengan 
kenyataan yang diasumsikan.
3. Proses kebutuhan (process need).
4. Perubahan struktur pasar dan struktur industri.
5. Demografi, yakni perubahan dalam besaran populasi, 
struktur usia, komposisi tenaga kerja, tingkat 
pendidikan,
6. Perubahan persepsi, suasana hati
7. Pengetahuan baru, ilmiah atau tidak.
Bagi wirausahawan, inovasi bersifat memanfaatkan 
perubahan daripada menciptakannya. Mencari inovasi 
dapat dilakukan dengan memanfaatkan perubahan 
pada penemuan yang menyebabkan perubahan. Ide 
inovatif dapat bersumber pada kreativitas eksternal dan 
internal. Kreativitas eksternal dapat dirangsang dengan 
memanfaatkan secara sistematis rasa keingintahuan tentang 
perkembangan, ide, dan kekuatan baru yang sedang 
berlangsung di sekitar . Lebih lanjut 
menurut Suryana & Bayu (2010), inovasi merupakan alat 
spesifik kewirausahaan serta tindakan yang memberikan 
sumber daya dan kemampuan baru untuk menciptakan 
kesejahteraan. 
Kuratko (dalam Frederick, Kuratko & Hodgetts, 2006) 
membagi sumber inovasi menjadi delapan jenis, yakni:
1. Tren
Menandakan pergeseran dalam paradigma terkini (atau 
pemikiran terkini) dari mayoritas penduduk. Mengamati 
tren dengan saksama akan membuat wirausaha mampu 
untuk mengenali peluang potensial. Tren harus diamati dalam masayarakat, pemerintahan, ekonomi dan 
teknologi. 
2. Peristiwa tak terduga
Bisa berupa keberhasilan atau kegagalan yang karena 
tidak direncanakan sering terbukti menjadi sumber 
inovasi besar yang mengejutkan. Peristiwa teror 11 
September 2001 misalnya, memicu aliran deras solusi 
inovatif terhadap tantangan baru yang muncul mengenai 
keamanan dalam negeri AS.
3. Kesenjangan
Terjadi saat sebuah jurang perbedaan ditemui antara 
kenyataan dan harapan. 
4. Kebutuhan proses 
Kebutuhan ini ada saat sebuah jawaban terhadap sebuah 
kebutuhan tertentu diperlukan. Wirausahawan harus 
menemukan sebuah solusi inovatif atau “pereda sakit”. 
Perubahan pasar dan industri
Pergeseran terus menerus dalam pasar disebabkan oleh 
perkembangan seperti sikap konsumen, perkembangan 
dalam teknologi dan pertumbuhan industri. Industri dan 
pasar selalu mengalami perubahan dalam hal struktur, 
desain, atau definisi.
1. Perubahan kependudukan.
Berasal dari perubahan tren dalam masyarakat, usia, 
pendidikan, pekerjaan, lokasi geografis dan faktor lain 
yang sejenis. Pergeseran demografis penting dan sering 
memberikan peluang berbisnis yang belum terpikirkan 
sebelumnya. Misalnya, saat jumlah penduduk usia lanjut 
meningkat di suatu wilayah karena makin banyaknya 
pensiunan, pengembangan lahan, industri perawatan 
kesehatan dan rekreasi menjadi bidang-bidang bisnis 
yang menguntungkan.2. Perubahan persepsi
Merupakan perubahan yang terjadi dalam interpretasi 
fakta dan konsep masyarakat mengenai suatu isu. 
Perubahan ini tak berwujud tetapi sangat bermakna. 
Persepsi bisa menimbulkan pergeseran besar dalam ide 
yang ingin diwujudkan dengan sukses. 
3. Konsep berdasarkan pengetahuan
Merupakan pondasi penciptaan atau pengembangan 
dari sesuatu yang baru sama. Penemuan baru biasanya 
berdasarkan pada pengetahuan. Penemuan juga 
merupakan sebuah produk pemikiran baru, metode 
baru dan pengetahuan baru. Inovasi seperti ini sering 
membutuhkan periode waktu yang lama antara waktu 
memulai dan implementasi di pasar karena harus diuji 
dan dimodifikasi agar lebih sempurna. 
sumber peluang inovasi juga 
dapat berasal dari:
1. Penelitian dan pengembangan 
Perusahaan-perusahaan yang telah maju atau besar 
umumnya mempunyai satu divisi khusus untuk 
melakukan penelitian dan pengembangan ini merupakan 
suatu inovasi yang sistematis dengan menggunakan 
metode-metode ilmiah. Perusahaan ini berprinsip harus 
melakukan inovasi terus menerus bagi kelangsungan 
hidupnya.
2. Keberhasilan atau kegagalan.
Keberhasilan/kegagalan baik dari perusahaan sendiri 
maupun dari perusahaan lain dapat dijadikan sumber 
ide bagi suatu inovasi. Keberhasilan peluncuran suatu 
produk merupakan ide untuk melakukan inovasi bagi 
produk yang lainnya. Produk inovasi ini  dapat 
sama tetapi dengan perbedaan spesifikasinya.
3. Penolakan pelanggan
Pelanggan yang menolak sebuah produk atau jasa karena satu alas an, bisa menjadi sumber peluang inovasi untuk 
mengembangkan produk atau jasa yang lebih baru.
4. Kebutuhan, keinginan, dan daya beli masyarakat.
Inovasi dapat bersumber dari memperhatikan 
kebutuhan, keinginan, dan daya beli masyarakat. 
Misalnya, semua masyarakat mempunyai kebutuhan 
akan perumahan. Namun keinginan dari individu 
masyarakat ini  berbeda beda sesuai dengan selera 
dan keadaan ekonomi mereka.
5. Persaingan.
Persaingan adalah sumber inovasi yang sangat besar 
andilnya dalam peluncuran produk-produk baru. 
Persaingan membuat perusahaan akan terdorong untuk 
melakukan inovasi.
6. Perubahan demografi.
Perubahan demografi dapat merupakan sumber inovasi 
untuk menyesuaikan produk-produk yang ada atau 
membuat produksi yang sama sekali baru. Perubahan 
demografi meliputi; usia, seks, jumlah keluarga, 
siklus kehidupan keluarga, pendapatan, kedudukan, 
pendidikan, agama, ras, kebangsaan
7. Perubahan selera.
Konsumen dapat diasumsikan mudah tertarik dengan 
sesuatu yang baru atau berbeda dari apa yang biasa 
dilihatnya sehri-hari. Konsumen mempunyai keinginan 
untuk tampil beda dengan yang lainnya sesuai 
dengan seleranya masing-masing. Perubahan harus 
cermat memperhatikan selera para konsumen dan 
perubahannya untuk segera melakukan inovasi bagi 
produknya.
8. Ilmu pengetahuan dan teknologi baru.
Munculnya ilmu pengetahuan dan teknologi baru untuk 
memudahkan memproduksi suatu barang atau jasa 
dapat merupakan sumber inovasi.Kotak 4
Inovasi Kecil Tapi Berkelanjutan
Setiap inovator selalu berharap untuk menghasilkan 
inovasi yang akan menjadi serangkaian terobosan 
yang mengagumkan. Namun, menurut Rosabeth Moss 
Kanter, dalam kondisi perekonomian global yang belum 
sepenuhnya pulih, inovasi seringkali berisiko tinggi bagi 
perusahaan apalagi startup yang masih labil dan belum lagi 
harus mempertimbangkan para konsumen yang tak terlalu 
menyukai perubahan.
 Karena itu, daripada harus bermimpi menelurkan 
inovasi besar yang akan dicatat dalam sejarah, pusatkan 
tenaga dan pikiran Anda untuk melakukan upaya inovasi 
dalam skala yang lebih masuk akal. Demikian saran Kanter. 
Caranya dengan fokus untuk mengerjakan hal-hal ‘kecil’ 
tetapi memiliki dampak dan manfaat yang tidak kecil bagi 
perbaikan kehidupan.
Carilah perbaikan dan penyempurnaan yang bisa 
diterapkan dalam setiap produk dan layanan yang Anda 
tawarkan kepada masyarakat luas. Gunakan berbagai 
eksperimen kecil dan sederhana tetapi efektif dan tak 
banyak memakan biaya bagi perusahaan dengan tujuan 
untuk menguji animo konsumen terhadap ide baru yang 
Anda benamkan dalam produk dan layanan baru. 
Carilah inovasi yang dengan mudah bisa disesuaikan 
penerapannya oleh konsumen dan jangan sampai inovasi 
ini  memberatkan investasi. Inovasi ini  memiliki 
peluang untuk digemari dan konsumen.
Dalam wirausaha, inovasi dan kreativitas adalah dua 
hal yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya ibarat anak 
panah, yang bisa melesat menghasilkan bisnis yang terus 
berkembang dan menguntungkan.
Menghadapi persaingan yang semakin kompleks 
dan ekonomi global, Zimmerer menyebut kreativitas tidak hanya penting untuk 
menciptakan keunggulan kompetitif, tapi juga penting bagi 
kesinambungan perusahaan. Artinya, dalam menyiasati 
tantangan global, diperlukan sumber daya manusia 
kreatif dan inovatif sekaligus berjiwa kewirausahaan. 
Wirausahalah yang dapat menciptakan nilai tambah dan 
keunggulan. Nilai tambah itu dihasilkan melalui kreativitas 
dan inovasi. kunci utama seseorang yang 
memutuskan menjadi wirausahawan adalah berpikir 
kreatif. Tanpa kreativitas, mimpi seorang wirausahawan 
hanyalah angan-angan saja.
Beberapa tahun terakhir, riset mengenai kreativitas 
dalam bisnis meningkat pesat. Menurut Richard Florida 
(dalam Frederick, Kuratko & Hodgetss, 2006), kreativitas 
manusia merupakan faktor utama ekonomi dan 
kemasyarakatan. Kita sekarang bahkan memiliki ekonomi 
berlandaskan kreativitas manusia dan tak pelak lagi, kata 
Florida, kreativitas adalah sumber keuntungan kompetitif.
terdapat dua aspek kreativitas yaitu proses dan manusia. 
Proses berorientasi pada tujuan, dirancang untuk 
mengatasi masalah. Manusia merupakan sumber daya 
yang menentukan penyelesaian masalah.
McPherson seperti dikutip Hubeis  menyatakan bahwa kreativitas adalah 
kemampuan menghubungkan dan merangkai ulangpengetahuan di dalam pikiran manusia yang membiarkan 
dirinya untuk berpikir secara lebih bebas dalam 
membangkitkan hal-hal baru, atau menghasilkan gagasan 
yang mengejutkan pihak lain dalam menghasilkan hal 
yang bermanfaat.
Definisi yang lebih spesifik dikemukakan oleh Evans 
 Menurut Evans, kreativitas 
adalah keterampilan untuk menentukan pertalian baru, 
melihat subjek dari perspektif baru dan membentuk 
kombinasi baru dari dua atau lebih konsep yang telah 
tercetak dalam pikiran dan juga merupakan pembangkit 
ide baru. 
Dari dua pengertian ini  dapat dikatakan 
bahwa kreativitas merupakan sekumpulan ide, berupa 
pengetahuan atau pengalaman yang berada dalam pikiran 
manusia yang kemudian digabungkan menjadi hal yang 
sifatnya kreatif yang berguna pada dirinya sendiri ataupun 
orang lain atau organisasi dalam situasi dan kondisi yang 
tidak menentua. 
Dalam pandangan Hubeis  kreativitas adalah pertimbangan subjektif dan 
berkonteks khusus mengenai segala sesuatu yang baru 
serta merupakan hasil perilaku secara individu maupun 
kolektif. 
Definisi-definisi di atas membawa kita pada 
pemahaman bahwa kreativitas pada hakikatnya adalah:
1. Dimiliki oleh setiap orang (baik pada tingkat kemampuan 
yang kecil maupun besar)
2. Memerlukan pencapaian dari suatu prespektif yang 
baru. Paling tidak baru untuk orang ini .
3. Persperktif yang baru ini, dicapai dengan membawa 
bersama pengalaman yang tidak berhubungan 
sebelumnya.
4. Kreativitas mendambakan sesuatu yang lebih berkualitas.
5. Seseorang harus mendekati lingkungannya dengan cara 
yang holistic.
6. Orang yang kreatif harus berfantasi, bermain, dan 
berpikir.
7. Orang yang kreatif bersikap spontan, fleksibel, dan 
terbuka terhadap pengalaman.
8. Spontanitas dari manusia adalah sumber dari kreativitas.
Orang kreatif mudah dikenali. Terdapat beberapa 
atribut khas yang melekat pada orang kreatif  yaitu:
1. Memiliki nilai intelektual dan artistik.
2. Minat pada kompleksitas.
3. Peduli pada pekerjaan dan pencapaian.
4. Tekun.
5. Berpikir mandiri.
6. Toleransi terhadap keraguan.
7. Otonom.
8. Percaya diri.
9. Siap mengambil risiko.
Di sisi lain, Raudsepp  juga memberi 
ciri khas orang kreatif sebagai berikut:
1. Sensitif terhadap permasalahan.
2. Lancar – kemampuan untuk men-generik ide-ide yang 
banyak.
3. Fleksibel.
4. Keaslian.
5. Responsif terhadap perasaan.
6. Terbuka terhadap fenomena yang belum jelas.
7. Motivasi.
8. Bebas dari rasa takut gagal.
9. Berpikir dalam imajinasi.
10. Selektif.Bagi wirausahawan, kreativitas adalah proses. 
Kreativitas adalah sikap. Maka, naluri kreativitas harus 
diasah terus dalam kehidupan sehari-hari, misalnya saat 
melihat peluang bisnis, dan dalam menghadapi iklim 
kompetisi. Hal-hal sekecil apapun, bagi wirausahawan, 
layak diperlakukan secara kreatif.
mengidentifikasi 
empat fase proses kerja kreatif. Keempat fase ini  
adalah:
1. Latar belakang atau akumulasi pengetahuan.
Penciptaan atau kreasi yang sukses biasanya didahului 
oleh penyelidikan dan pengumpulan informasi. Hal 
ini  dapat dilakukan dengan banyak membaca, 
mengikuti seminar atau workshop, serta menyerap 
informasi umum terkait masalah yang sedang dikaji.
2. Proses inkubasi pemikiran.
Individu kreatif akan membiarkan isi kepalanya 
dipenuhi informasi. Proses inkubasi biasanya terjadi saat 
mereka tidak sedang beraktivitas yang terkait dengan 
masalah yang tengah ditangani. Bisa saja proses inkubasi 
ini  berlangsung saat tidur. Maka, sediakanlah 
waktu luang untuk aktivitas ringan, olahraga, dan 
lainnya, agar proses inkubasi berlangsung.
3. Pengalaman dengan ide
Merupakan fase paling menarik dari proses kreatif. 
Fase ini terjadi saat idea tau solusi yang sedang dicari 
berhasil ditemukan. Banyak ahli yang menyebut proses 
ini sebagai faktor eureka.
4. Evaluasi dan implementasi
Adalah langkah yang paling sulit dalam ikhtiar kreatif 
karena membutuhkan kedisiplinan dan ketekunan. 
Wirausaha yang sukses dapat mengidentifikasi ide 
yang dapat dijalankan sekaligus punya keterampilan mengimplementasikannya. Hal yang paling pentig 
adalah, mereka tidak akan menyerah jika menemui 
halangan. Bahkan, sudah menjadi rahasia umum bahwa 
kesuksesan sebuah kreativitas didahului oleh banyak 
kegagalan. Sebab, pada hakikatnya ide terbaik memang 
muncul dari proses uji coba.
Bagi wirausahawan, berpikir kreatif dapat membantu 
memecahkan masalah sekaligus menemukan solusi. Ada 
beberapa manfaat berpikir kreatif , antara 
lain:
1. Menemukan gagasan, ide, peluang, dan inspirasi baru.
2. Mengubah masalah atau kesulitan dan kegagalan 
menjadi pemikiran cemerlang untuk langkah 
selanjutnya.
3. Menemukan solusi yang inovatif.
4. Menemukan kejadian yang belum pernah dialami atau 
yang pernah dialami sehingga menjadi penemuan baru.
5. Menemukan teknologi baru.
6. Mengubah keterbatasan menjadi kekuatan atau 
keunggulan.
Agar wirausawahan dapat mengembangkan pola pikir 
kreatif, memberi 
beberapa solusi, di antaraya:
1. Berpikir lateral
Berpikir lateral dikembangkan oleh Edward de Bono. 
Makna berpikir lateral adalah berpikir yang berlawanan 
dengan pola kebiasaan dan bukannya bergerak searah 
dengan pola ini . Menurut de Bono, hakikat 
berpikir lateral adalah keluar dari penjara ide-ide lama. 
Meski begitu, berpikir lateral tidak dimaksudkan untuk 
melawan pemikiran vertikal, namun keduanya saling 
melengkapi.2. Berpikir out of the box
Maksudnya, berpikir di luar pola kebiasaan, dengan 
meninggalkan zona nyaman. Berpikir out of the 
box diperlukan oleh wirausahawan agar dapat 
memenangkan kompetisi sekaligus bertahan di tengan 
persaingan yang makin ketat. 
3. Memandang hubungan antar elemen.
Untuk meningkatkan kreativitas, wirausaha harus 
memandang hubungan antara elemen dan individu 
dengan berbeda. Kemampuan ini dapat dikembangkan 
dengan cara memandang benda dan manusia sebagai 
hubungan yang saling melengkapi dengan benda dan 
manusia lainnya. Hubungan ini  akan memicu 
pada pandangan baru yang bermuara pada ide, produk, 
dan jasa baru.
Ada anggapan bahwa kreativitas sifatnya genetik dan 
hanya milik orang tertentu. Pandangan seperti itu jelas 
keliru. Sebab, pemikiran kreatif bisa dikembangkan dan 
dipelajari oleh setiap orang.  merangkumnya 
sebagai berikut:
1. Mulai berimajinasi dan terus berimajinasi. Caranya:
a. Menggambarkan pemikiran kita tentang suatu 
kejadian yang unik, menarik, dan aneh.
b. Membayangkan benda atau produk lalu membuat 
prototipe-nya.
2. Berpikir berbeda dengan orang lain atau berlawanan.
3. Belajar berpikir optimis, bukan pesimis dalam 
menghadapi masalah yang belum terjawab.
4. Selalu membuat konsep, misalnya dengan:
a. Sketsa perencanaan dan ide.
b. Corat-coret dalam setiap pemikiran.
c. Menguraikan kejadian sebuah pengalaman.
d. Menggambarkan apa yang baru saja terjadi.e. Membuat perincian dari berbagai sisi.
5. Berpikir, melihat, dan memvisualisasikan hal dari 
segala aspek.
6. Berpikir lebih detail.
7. Melihat produk, gambar, atau hal lebih lama untuk 
menemukan perbedaan.
8. Mengamati perubahan yang terjadi.
9. Menggabungkan pemikiran yang terdiri atas 
pengetahuan, pengalaman, dan informasi yang baru, 
atau kejadian yang dialami.
10. Selalu berpikir bahwa barang, produk, atau hal yang kita 
lihat belum sempurna dan masih bisa disempurnakan.
Kreativitas bagi seorang wirausahawan adalah harga 
mati. Para wirausahawan akan berhasil jika mengembangkan 
proses berpikir kreatif serta melaksanakan hal baru atau 
lama dengan cara baru (inovasi).

Beberapa tahun terakhir, muncul genre baru 
wirausaha yang bermodalkan ide, inovasi, dan kreativitas. 
Wirausaha jenis ini menghasilkan produk berupa barang 
yang diproduksi massal, namun juga tak sedikit yang 
menghasilkan jasa. Wirausaha (industri) kreatif kini telah 
menjadi andalan mahasiswa dan anak muda yang berpikiran 
maju, tak hanya mengandalkan diri untuk menjadi pekerja. 
Pemerintah pun membuka peluang wirausaha kreatif, 
bahkan mewadahinya dalam kementerian tersendiri, yakni 
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
 memberi alasan munculnya wirausaha 
kreatif. Menurutnya, untuk unggul dalam persaingan, bisnis 
tidak lagi mengandalkan teknologi saja, tetapi melibatkan 
faktor lain yang menjadi kunci sukses dalam memulai bisnis 
dan dapat dijadikan peluang, yakni kemampuan berpikir
kreatif serta pemikiran untuk menciptakan produk atau 
jasa yang kreatif agar bisnis baru bisa berkembang.
pebisnis yang kreatif 
dibutuhkan untuk menjadi rekan dan penunjang kesuksesan 
perusahaan besar. Maka, munculnya pengusaha muda 
yang kreatif akan menciptakan model entrepreneur gaya 
baru, creativepreneur. Mereka adalah wirausahawan yang 
menciptakan kreasi tiada henti sebagai inti bisnisnya.
Di Indonesia, industri (wirausaha) kreatif 
 didefinisikan sebagai industri 
yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan 
serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan 
serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan 
mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu 
ini .
Tidak seperti industri pada umumnya, industri kreatif 
merupakan kelompok industri yang terdiri atas berbagai 
jenis industri dan memiliki keterkaitan dalam proses 
pengeksploitasian ide atau kekayaan intelektual menjadi 
nilai ekonomi tinggi yang dapat menciptakan kesejahteraan 
dan lapangan pekerjaan. Inggris yang merupakan pelopor 
industri kreatif mengelompokkan 13 sektor usaha kreatif, 
yakni periklanan, arsitektur, seni dan barang antik, 
kerajinan, desain, fesyen, film dan video, piranti lunak 
interaktif (games), musik, seni pertunjukkan, penerbitan, 
komputer dan piranti lunak, televisi, serta radio.
Indonesia mengelompokkan industri kreatifnya ke 
dalam 14 kelompok  yakni:
1. Arsitektur.
2. Desain.
3. Fesyen.
4. Film, video, dan fotografi.
5. Kerajinan.
6. Komputer dan piranti lunak.7. Musik.
8. Barang seni.
9. Penerbitan dan percetakan.
10. Periklanan.
11. Permainan interaktif.
12. Riset dan pengembangan.
13. Seni pertunjukkan.
14. Televisi dan radio.
Di dalam industri kreatif, kreativitas memegang 
peranan sentral sebagai sumber daya utama. Industri 
kreatif lebih banyak membutuhkan sumber daya kreatif 
yang berasal dari kreativitas manusia daripada sumber 
daya fisik. Namun demikian, sumber daya fisik tetap 
diperlukan terutama dalam peranannya sebagai media 
kreatif. Apalagi, industri kreatif mengutamakan desain 
dalam penciptaan produk. Industri kreatif membutuhkan 
kreativitas individu sebagai input utama dalam proses 
penciptaan nilai.
Hal yang penting diketahui dalam industri kreatif 
adalah rantai penciptaan, karena pemahaman atas rantai 
penciptaan ini  berguna untuk menentukan strategi 
pengembangan. Urutan pengembangannya adalah sebagai 
berikut ,
1. Kreasi, terdiri atas; edukasi, inovasi, ekspresi, 
kepercayaan diri, pengalaman dan proyek, proteksi, 
agen talenta.
2. Produksi, terdiri atas; teknologi, jaringan outsourcing 
jasa, skema pembiayaan
3. Distribusi, terdiri dari; Negosiasi Hak Distribusi, 
Internasionalisasi, Infrastruktur
4. Komersialisasi, terdiri dari; Pemasaran, Penjualan, 
Layanan (Services), Promosi
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabinet 
Indonesia Bersatu II, Mari Elka Pangestu mengatakan, 
pada tahun 2011, sektor ekonomi kreatif merupakan sektor 
keempat terbesar dari 10 sektor ekonomi nasional dalam 
hal penyerapan tenaga kerja setelah sektor pertanian, 
peternakan, kehutanan & perikanan, perdagangan, hotel 
dan restoran, serta sektor jasa. Sektor ekonomi kreatif 
menyerap tenaga kerja melalui terciptanya usaha-usaha 
baru. Subsektor yang menyerap tenaga kerja terbesar 
adalah subsektor fesyen, kuliner dan kerajinan dengan 
pertumbuhan tertinggi di subsektor kerajinan sebesar 1,42 
persen ,
Sejalan dengan meningkatnya kelas menengah, pangsa 
pasar industri kreatif dipastikan semakin besar. Untuk itu, 
diperlukan generasi muda berjiwa wirausaha yang kreatif, 
inovatif, dan berani maju untuk mengembangkan 14 sektor 
industri kreatif ini . 
Inovasi dalam wirausaha membuka peluang 
diversifikasi produk dan pangsa pasar. Lingkungan bisnis 
yang kompetitif dan dinamis menuntut wirausaha untuk 
selalu adaptif dan mencari terobosan terbaru. Karakter 
cepat puas diri akan membawa bisnis menuju kemunduran. 
Maka, inovasi adalah jawaban untuk wirausaha yang 
sukses.
Inovasi sebagai kreativitas yang diterjemahkan menjadi 
sesuatu yang dapat diimplementasikan dan memberikan 
nilai tambah atas sumber daya yang kita miliki. Jadi, untuk 
senantiasa dapat berinovasi, kita memerlukan kecerdasan 
kreatif.
Inovasi merupakan kunci perkembangan ekonomi 
dari perusahaan manapun, wilayah (propinsi) dalam
suatu negara, dan negara itu sendiri. Ketika teknologi 
berubah, produk lama penjualannya menurun dan industri 
lama berkurang jumlahnya. Inovasi merupakan struktur 
pembangun masa depan ekonomi
Bagi wirausahawan, inovasi bersifat untuk 
memanfaatkan perubahan daripada menciptakannya. 
Mencari inovasi dilakukan dengan memanfaatkan 
perubahan pada penemuan yang menyebabkan perubahan. 
Ide inovatif dapat bersumber pada kreativitas eksternal 
dan internal.
Menghadapi persaingan yang semakin kompleks dan 
ekonomi global, kreativitas tidak hanya penting untuk 
menciptakan keunggulan kompetetif, tapi juga penting bagi 
kesinambungan perusahaan. Artinya, dalam menyiasati 
tantangan global, diperlukan sumber daya manusia 
kreatif dan inovatif sekaligus berjiwa kewirausahaan. 
Wirausahalah yang dapat menciptakan nilai tambah dan 
keunggulan. Nilai tambah itu dihasilkan melalui kreativitas 
dan inovasi.
Kreativitas adalah proses. Kreativitas adalah sikap. 
Maka, naluri kreativitas harus diasah terus dalam kehidupan 
sehari-hari, misalnya saat melihat peluang bisnis, dan dalam 
menghadapi iklim kompetisi. Hal-hal sekecil apapun, 
bagi wirausahawan, layak diperlakukan secara kreatif. 
Kreativitas bagi seorang wirausahawan adalah harga mati. 
Para wirausahawan akan berhasil jika mengembangkan 
proses berpikir kreatif serta melaksanakan hal baru atau 
lama dengan cara baru (inovasi).



Persaingan antar wirausahawan saat ini semakin sengit. 
Tak jarang ditemukan, mereka memperebutkan pangsa 
pasar yang sama. Karena itu, wirausahawan dituntut tahan 
banting, pantang menyerah, dan terus mencari peluang 
baru.
Dengan alasan itulah, sebelum berkecimpung ke dunia 
bisnis, seorang wirausahawan seharusnya mengenali 
potensi diri. Apakah mereka termasuk individu yang berani 
mengambil risiko, tahan banting, kuat dengan tekanan, 
anti stres, atau tidak. 
Salah satu potensi diri yang wajib dimiliki setiap 
pengusaha adalah sikap ketahanmalangan/adversitas 
(adversity/sikap tahan banting). Menurut penggagas 
advesitas, Paul Stoltz, sikap ketahanmalangan merupakan 
faktor pembentuk sukses orang-orang besar. Berdasarkan 
penelitian Stoltz, ditemukan fakta bahwa orang hebat dan 
sukses adalah mereka yang tahan terhadap penderitaan, 
berani menghadapi tantangan dan risiko dalam perjalaan 
hidupnya. 
Menurut Stoltz dalam buku Adversity Quotient: Turning 
Obstacles into Opportunities (2000), kehidupan yang dijalani 
manusia dapat dibagi atas tiga kategori, yakni: quitters
(diam dan tidak dinamis), camper (selalu mencoba tetapi mudah menyerah setelah mendapat tantangan), dan climber 
(berani dan bertahan menghadapi tantangan kehidupan). 
Kesuksesan menurut Stoltz ibarat puncak gunug tertinggi 
yang mampu didaki oleh manusia. Orang sukses adalah 
mereka yang mau dan mampu mendaki hingga ke puncak 
gunung. Mereka inilah yang termasuk kategori climber atau 
pendaki.
Karakter camper ciri khasnya adalah ingin sukses 
tapi tidak sampai di puncak gunung. Mereka ingin 
mendaki gunung sebagaimana halnya climber, tetapi 
cepat menyerah ketika mendapatkan tantangan (badai) 
dalam perjalanan mendaki ke puncak bukit. Mereka tidak 
melanjutkan perjalanan dan memilih untuk mendirikan 
tenda/kemah (camp) di tengah perjalanan ini . Mereka 
berharap bahwa tantangan akan berhenti sehingga dapat 
melanjutkan perjalanan. Namun tantangan (badai) ini  
tidak hilang karena merupakan sifat alami ketinggian. 
Mereka selamanya berada di tempat ini , menikmati 
serta berpuas diri sampai di situ, meskipun mereka tidak 
pernah sampai di puncak sukses yang sesungguhnya.
Karakter yang lebih buruk adalah quitters. Mereka 
adalah orang yang menghindari tantangan mendaki 
gunung. Mereka adalah tipe orang yang mencari 
kesenangan dan zona nyaman dalam hidupnya. Tipikal 
wirausahawan bukanlah quitters, melainkan climber. Sifat 
quitters lebih banyak ditemukan pada sosok pekerja, yang 
memang menikmati zona nyamannya sebagai karyawan 
dengan gaji di tangan setiap bulan.
Adversitas, menurut kamus Webster, termasuk 
peristiwa-peristiwa celaka. Jika seseorang berpikir 
adversitas, maka akan memikirkannya mulai dari apa 
yang orang alami, seperti tiba-tiba putus cinta, kesulitan 
keuangan, depresi emosi, dan perkembangan karir yangtidak menyenangkan. Orang tidak tahu bahwa adversitas 
akan datang dan merupakan realitas yang tidak diharapkan.
Ketegaran diri merupakan indikator dari kecerdasan 
adversitas (adversity quotient), terletak pada kerelaan 
menerima segala hal dengan lapang dada (Ronni, 2006). 
Terkait dengan hal ini, William James, bapak psikologi 
terapan, secara filosofis mengungkapkan: “Be willing to have 
it so … be willing to have it so, because acceptance of what has 
happened is the first step in overcoming the consequences of any 
misfortune” (bersedialah menerima apa pun dengan ikhlas, 
karena penerimaan terhadap apa pun yang terjadi adalah 
langkah pertama dalam mengatasi akibat dari segala 
kemalangan) ,
Pernyataan ini  menunjukkan bahwa dalam 
kehidupannya setiap orang senantiasa berhadapan atau 
sekurang-kurangnya berhubungan dengan kemalangan, 
ketidakberuntungan, atau kesulitan, entah dalam ukuran 
kecil maupun besar. Kondisi ini, dalam kenyataannya, 
tidak dapat dihindari oleh siapa pun. Faktanya, tidak ada 
seorang pun manusia di muka bumi yang terhindar sama 
sekali dari kemalangan atau kesulitan. 
Pengalaman mengajarkan bahwa kehidupan dan karir 
kepemimpinan seseorang tidak terlepas dari kekecewaan, 
frustrasi, hambatan dan krisis. Semua itu muncul dalam 
berbagai bentuk: kematian, sakit, kerugian keuangan, 
perceraian, pegawai yang marah, konflik antarpribadi, 
tantangan etika, dan kecemburuan. Semua peristiwa yang 
bisa menghambat jalan pemimpin menuju sukses. Tidak 
seorangpun diselamatkan. Seperti kematian dan beban, 
adversitas selalu ada ,
Adversitas bukan hanya ditakdirkan, tetapi dalam 
lingkungan usaha yang kacau dan bergolak sekarang 
ini, adversitas tampaknya lebih sering muncul daripada sebelumnya. Pengelompokan adversitas pimpinan dapat 
dilihat dari: nasib malang, uji coba, dan adversitas itu sendiri . Oleh karena itu, terkait dengan 
kemalangan, kesulitan, kesengsaraan, atau tantangan 
ini , Csikzentmihaly menulis, “Dari semua sifat yang 
bisa kita pelajari, tidak ada watak yang lebih bermanfaat, 
lebih penting dari kelangsungan hidup, dan lebih besar 
kemungkinannya untuk memperbaiki mutu kehidupan, 
daripada kemampuan untuk mengubah kesulitan menjadi 
tantangan yang menyenangkan .” Hal ini 
mengisyaratkan bahwa kesulitan memang telah menjadi 
bagian dari kehidupan umat manusia dan karena itu harus 
dihadapi dan dijadikan tantangan. 
Kemalangan, kesulitan atau kesengsaraan tidak cukup 
hanya dicita-citakan untuk diantisipasi, tetapi lebih dari 
itu perlu untuk segera diatasi dengan cepat. Cara untuk 
mengatasi itu misalnya dapat bersandar dari kondisi yang 
faktual bahwa dalam realitasnya ada seseorang mengeluh 
dan meratap, tetapi ada yang tidak; ada yang tegang 
dan gelisah, tetapi ada juga yang memiliki kedamaian 
yang terpancar dari dalam; ada pula orang akan mencari 
lebih banyak uang, lebih banyak wibawa, lebih banyak 
kesenangan dan lebih banyak hiburan, tetapi ada pula 
yang cukup puas dengan kehidupannya . Maknanya adalah bahwa kemalangan, 
kesulitan atau kesengsaraan dapat diringankan dengan 
pemahaman mendalam tentang berbagai fenomena hidup, 
dengan argumen empirik bahwa kondisi yang tidak 
membahagiakan itu telah terbukti menerpa setiap manusia 
dan karena itu perlu ditanggapi biasa saja, tidak berlebihan, 
sehingga tidak betul-betul dirasakan sebagai kemalangan, 
kesulitan, atau kesengsaraan yang benar-benar sangat 
menghimpit.Untuk bisa sampai pada tataran itu tentu dibutuhkan 
keberanian, yaitu keberanian untuk melihat dan 
memandang kemalangan, kesulitan atau kesenggsaraan 
secara realistis, sebagai bagian dari kehidupan manusia yang 
tak terpisahkan namun perlu dipecahkan. Sebagaimana 
kemalangan, kesulitan atau kesengsaraan yang seolah￾olah given, keberanian juga merupakan anugerah yang 
memberi seseorang kemampuan menghadapi bahaya 
tanpa harus diliputi dengan ketakutan. Keberanian bukan 
bersifat mutlak. Keberanian tergantung pada situasi dan 
orang. Keberanian muncul dalam berbagai cara. Apa yang 
menuntut keberanian dari seseorang tampaknya mudah bagi 
orang lain. Keberanian tidak selalu menyangkut tindakan 
heroik kesatria di medan tempur. Keberanian juga menjadi 
tindakan orang biasa dalam mencari kehidupan lebih baik 
. Keberanian bukan merupakan 
pengalaman emosi murni – apa yang sering disebut guts oleh 
banyak orang. Keberanian memiliki komponen rasional. 
Ini bukan hanya merupakan sesuatu yang dilakukan 
tanpa berpikir. Keberanian menuntut pembuatan suatu 
pilihan dengan adanya adversitas ,
Dengan demikian, keberanian merupakan kondisi pikiran. 
Ini berkaitan dengan bagaimana manusia mengalami 
situasi terentu dan bagaimana harus menghadapi rasa 
takut. Membiarkan diri didominasi oleh rasa takut akan 
meninggalkan sedikit pilihan kecuali tenggelam. Terlalu 
yakin bahwa orang bisa menangani sesuatu bisa mengarah 
pada kenekadan dan kekerasan. Tetapi mengenali rasa 
takut, terlalu yakin bisa menangani situasi, dan mengambil 
inisiatif meskipun ada rasa takut, merupakan tindakan 
yang berani ,
Semua tindakan keberanian dikaitkan dengan kesulitan 
dan kesengsaraan. Tantangan keras selalu merupakan konteks yang memengaruhi saat-saat berani. Jika semua itu 
mudah, tidak memerlukan keberanian. Tampak jelas bahwa 
tantangan, kesengsaraan, kesulitan atau bahaya membuka 
agenda bagi keberanian, menyelamatkan sesuatu. Ini 
semua bersifat relatif ,
Adversitas berkaitan dengan keberanian untuk 
menghadapi kesulitan, kemalangan, kesengsaraan dan 
tantangan. Oleh sebab itu adversitas menjadi perjuangan 
di dua tingkatan: pribadi (intern) dan umum (ekstern). 
Penyelesaian krisis atau peristiwa adversitas menuntut 
kedua tingkatan itu dikelola serentak. Misalnya para 
pemimpin menjadi sosok umum. Meskipun ada perjuangan 
pribadinya, kalangan usaha harus terus maju. Dunia nyata 
memiliki tuntutan yang tidak bisa diabaikan. Namun, 
tingkat intern atau pribadi merupakan pusat untuk 
menaklukkan semua adversitas. Inilah di mana masalah 
itu dirasakan oleh emosi dan bergeser serta berubah secara 
mental 

Setiap orang memiliki adversitas dengan kadar yang 
berbeda-beda. Kadar ini  dapat dinamakan kecerdasan 
adversitas. Kecerdasan adversitas (Adversity Quotient
– AQ) memasukkan dua komponen penting dari setiap 
konsep praktis, yaitu teori ilmiah dan penerapannya di 
dunia nyata. Hasil riset selama 19 tahun dan penerapannya 
selama 10 tahun merupakan terobosan penting dalam 
pemahaman tentang apa yang dibutuhkan untuk mencapai 
kesuksesan. Suksesnya pekerjaan dan hidup ditentukan 
oleh AQ, karena:
1. AQ memberi tahu seberapa jauh individu mampu 
bertahan menghadapi kesulitan dan kemampuan untuk 
mengatasinya. 
2. AQ meramalkan apa yang mampu mengatasi kesulitan 
dan siapa yang akan hancur.
3. AQ meramalkan siapa yang akan melampaui harapan￾harapan atas kinerja dan potensi mereka serta siapa 
yang akan gagal.
4. AQ meramalkan siapa yang akan menyerah dan siapa 
yang akan bertahan ,
AQ mempunyai tiga bentuk. Pertama, AQ adalah suatu 
kerangka kerja konseptual yang baru untuk memahami dan 
meningkatkan semua segi kesuksesan. AQ berlandaskan 
pada riset yang berbobot dan penting, yang menawarkan 
gabungan pengetahuan yang praktis dan baru, yang 
merumuskan kembali apa yang diperlukan untuk mencapai 
kesuksesan. Kedua, AQ adalah ukuran untuk mengetahui 
respons terhadap kesulitan. Selama ini pola-pola bawah 
sadar ini sebetulnya sudah dimiliki individu. Sekarang 
untuk pertama kalinya, pola-pola ini  dapat diukur, 
dipahami dan diubah. Ketiga, AQ adalah serangkaian 
peralatan yang memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki 
respons terhadap kesulitan, yang berakibat memperbaiki 
efektivitas pribadi dan profesional secara keseluruhan .
AQ mulai dengan individu, tetapi melampaui batas 
individu. AQ dapat meramalkan (Stoltz, 2000):
• Kinerja • Kesehatan emosional.
• Motivasi • Kesehatan jasmani
• Kreativitas • Daya tahan
• Produktivitas • Perbaikan sedikit demi sedikit
• Pengatahuan • Tingkah lauk
• Energi • Umur panjang
• Penghargaan • Respons terhadap perubahan
• Kebahagiaan, vitalitas, 
dan kegembiraan
Dengan kondisi seperti itu AQ mendasari semua 
segi kesuksesan. Orang-orang yang memiliki AQ lebih 
tinggi menikmati serangkaian manfaat, termasuk kinerja, 
produktivitas, kreativitas, kesehatan, ketekunan, daya 
tahan, dan vitalitas yang lebih besar daripada mereka yang 
rendah AQ-nya ,
Untuk melihat kadar AQ seseorang, antara lain dapat 
dilihat dari tiga tipe individu, yakni: quiters, campers, dan 
climbers. Tipe quiters tercermin dari individu-individu 
yang memilih keluar, menghindari kewajiban, mundur 
dan berhenti. Quiters adalah orang-orang yang berhenti; 
menghentikan pendakian, menolak kesempatan yang 
diberikan, mengabaikan, menutupi, atau meninggalkan 
dorongan inti yang manusiawi untuk mendaki, dan dengan 
demikian juga meninggalkan banyak hal yang ditawarkan 
oleh kehidupan. Campers atau orang-orang yang berkemah, 
pergi tak seberapa jauh, mudah bosan, mengakhiri 
pendakiannya dan mencari tempat datar yang rata dan 
nyaman sebagai tempat bersembunyi dari situasi yang tidak 
bersahabat, memilih menghabiskan sisa-sisa hidup dengan 
duduk di situ. Berbeda dengan Quitters, Campers sekurag￾kurangnya telah menanggapi tantangan pendakian, telah 
mencapai tingkat tertentu. Perjalanannya mungkin memang 
mudah, atau mungkin telah mengorbankan banyak hal 
dan telah bekerja dengan rajin untuk sampai ke tempat 
dimana kemudian berhenti. Pendakian yang tidak selesai 
itu oleh sementara orang dianggap sebagai ”kesuksesan”. 
Ini merupakan pandangan keliru yang sudah lazim bagi 
orang yang menganggap kesuksesan sebagai tujuan yang 
harus dicapai, jika dibandingkan dengan perjalanannya. 
Namun demikian, meskipun Campers telah berhasil 
mencapai tempat perkemahan, mereka tidak mungkin 
mempertahankan keberhasilan itu tanpa melanjutkan pendakiannya. Karena, yang dimaksud dengan pendakian 
adalah pertumbuhan dan perbaikan seumur hidup pada 
diri seseorang . Climbers, atau si pendaki, 
adalah untuk orang yang seumur hidup membaktikan 
dirinya pada pendakian. Tanpa menghiraukan latar 
belakang, keuntungan atau kerugian, nasib buruk atau 
nasib baik, terus mendaki. Climbers adalah pemikir yang 
selalu memikirkan kemungkinan-kemungkinan, dan 
tidak pernah membiarkan umur, jenis kelamin, ras, cacat 
fisik atau mental, atau hambatan lainnya menghalangi 
pendakiannya ,
Quitters menjalani kehidupan yang tidak terlalu 
menyenangkan. Quitters meninggalkan impian-impiannya 
dan memilih jalan yang dianggap lebih datar dan lebih 
mudah. Ironisnya, seiring dengan berlalunya waktu, 
Quitters mengalami penderitaan yang jauh lebih pedih 
daripada yang ingin dielakkan dengan memilih untuk 
tidak mendaki. Saat yang paling memilukan dan me￾nyedihkan adalah sewaktu Quitters menoleh ke belakang 
dan melihat bahwa kehidupan yang telah dijalani ternyata 
tidak menyenangkan. Inilah nasib Quitter, orang yang 
berhenti. Quitters sering menjadi sinis, murung, dan mati 
perasaannya. Menjadi pemarah dan frustrasi, menyalahkan 
semua orang di sekelilingnya, dan membenci orang-orang 
yang terus mendaki. Quitters juga sering menjadi pecandu, 
entah itu pecandu alkohol, narkoba, atau acara-acara 
televisi yang tidak bermutu. Quitters mencari pelarian 
untuk menenangkan hati dan pikiran (Stoltz, 2000).
Seperti Quitters, Campers juga menjalani kehidupan 
yang tidak lengkap. Perbedaannya terletak pada 
tingkatnya. Karena lelah mendaki, campers mungkin 
merasa cukup senang dengan ilusinya sendiri tentang apa 
yang sudah ada, dan mengorbankan kemungkinan untuk melihat atau mengalami apa yang masih mungkin terjadi.
Campers biasanya merasa tidak ada salahnya berhenti 
mendaki supaya bisa menikmati hasil jerih payahnya, atau 
tepatnya, menikmati pemandangan dan kenyamanan yang 
sudah diperoleh selama pendakian yang belum selesai itu. 
Sambil memasang tenda, campers memfokuskan energinya 
pada kegiatan mengisi tenda dengan barang-barang yang 
sedapat mungkin membuatnya nyaman. Ini berarti campers
melepaskan kesempatan untuk maju, yang sebenarnya 
dapat dicapai jika energi dan sumber dayanya diarahkan 
dengan semestinya ,
Campers menciptakan semacam ”penjara yang nyaman” 
—sebuah tempat yang terlalu enak untuk ditinggalkan. Di 
sini kehidupan memang bukan segala-galanya, sekadar 
cukup baik. Campers memiliki pekerjaan yang bagus dan 
gaji serta tunjangan-tunjangan yang sangat layak. Namun, 
masa-masa yang penuh gairah, masa belajar dan tumbuh, 
dan energi kreatifnya telah lama hilang. Hidup tampaknya 
mudah sekali; tahu apa yang akan terjadi, dan masa-masa 
penuh kecemasan telah lama berlalu — selain kesadaran 
yang mulai menggerogoti batin, kesadaran bahwa banyak 
mimpi berlalu tanpa pernah terwujud, dan perubahan 
terus-menerus mengancam tempat perkemahan. Para 
camper adalah satisficer (dari kata satisfied = puas dan suffice 
= mencukupi). Puas dengan mencukupkan diri, dan tidak 
mau mengembangkan diri. Campers berhasil mencukupi 
kebutuhan dasarnya, yaitu makanan, air, rasa aman, 
tempat berteduh, bahkan rasa memiliki, yang berarti telah 
melewati kaki gunung. Namun, dengan berkemah, campers
mengorbankan bagian puncak, aktualisasi diri. Akibatnya, 
campers menjadi sangat termotivasi oleh kenyamanan dan 
rasa takut. Takut kehilangan tempat berpijak, dan mencari 
rasa aman dari perkemahan yang kecil dan nyaman Climbers menjalani bidupnya secara lengkap. Untuk 
semua hal yang dikerjakan, benar-benar dipahami 
tujuannya dan bisa dirasakan gairahnya. Climbers
mengetahui bagaimana perasaan gembira yang 
sesungguhnya, dan mengenalinya sebagai anugerah dan 
imbalan atas pendakian yang telah dilakukan. Karena tahu 
bahwa mencapai puncak itu tidak mudah, maka climbers 
tidak pernah melupakan ”kekuatan” dari perjalanan yang 
pernah ditempuhnya. Climbers tahu bahwa banyak imbalan 
datang dalam bentuk manfaat-manfaat jangka panjang, dan 
langkah-langkah kecil sekarang ini akan membawanya pada 
kemajuan-kcmajuan lebih lanjut di kemudian hari. Climbers 
selalu menyambut tantangan-tantangan yang disodorkan 
kepadanya (Stoltz, 2000). Climbers sering merasa sangat 
yakin pada sesuatu yang lebih besar daripada dirinya. 
Keyakinan ini membuatnya bertahan manakala gunung 
terasa menakutkan dan sulit ditaklukkan, serta setiap 
harapan untuk maju mendapat tantangan hebat. Climbers 
yakin bahwa segala hal bisa dan akan terlaksana, meskipun 
orang lain bersikap negatif dan sudah memutuskan bahwa 
jalannya tidak mungkin ditempuh. Climbers sangat gigih, 
ulet dan tabah. Terus bekerja keras pada waktu mendaki. 
Saat batu besar menghadang di jalan atau menemui jalan 
buntu, akan mencari jalan lain. Saat merasa lelah dan 
kaki sudah tidak dapat diayunkan lagi, akan melakukan 
intropeksi diri dan terus bertahan. Kata berhenti tidak 
terdapat dalam kamus para Climber. Climber memiliki 
kematangan dan kebijaksanaan untuk memahami bahwa 
kadang-kadang dirinya perlu mundur sejenak supaya 
dapat bergerak maju lagi. Mundur adalah bagian alamiah 
dari pendakian. Hasilnya, climbers menempuh kesulitan￾kesulitan hidup dengan keberanian dan disiplin sejati .Salah satu instrumen yang dapat digunakan dalam 
mengukur adversitas adalah Adversity Response Profile
(ARP). ARP telah dicoba oleh lebih dari 7.500 orang dari 
seluruh dunia dengan berbagai macam karier, usia, ras, 
dan kebudayaan. Analisis formal terhadap hasil-hasilnya 
mengungkapkan bahwa instrumennya merupakan tolok 
ukur yang valid untuk mengukur bagaimana orang 
merespons kesulitan dan merupakan peramal kesuksesan 
yang ampuh. Penelitian-penelitian di berbagai perusahaan, 
sekolah, dan dengan atlet-atlet memperlihatkan bahwa 
ARP merupakan peramal kinerja yang efektif dan berperan 
dalam serangkaian kesuksesan lainnya. ARP juga memiliki 
validitas yang hebat. Dengan kata lain, hasilnya masuk 
akal, tanpa mempedulikan latar belakang seseorang ,
Melalui tes ulangan dan tes lanjutan, ARP juga telah 
terbukti sangat andal. Kaum profesional, para mahasiswa, 
eksekutif, dan atlet-atlet yang melakukan tesnya lebih dari 
satu kali selama beberapa bulan, tanpa ikut serta dalam 
program pelatihan AQ, menunjukkan hasil yang sangat 
konsisten. Sedangkan individu-individu yang mengikuti 
program ini  memperlihatkan perbaikan-perbaikan 
yang nyata dalam respons-responsnya terhadap kesulitan. 
C. Peran Adversitas dalam Wirausaha
Dengan memiliki adversitas yang baik, seseorang akan 
dapat belajar tentang: (1) menciptakan paradigma baru 
yang akan menggeser pertemuan negatif atau kerugian ke 
dalam peluang-peluang pembelajaran, (2) meningkatkan 
manajemen diri, menghentikan sikap menyalahkan dan 
mengurangi sabotase emosional, (3) menyentuh definisi 
awal reaksi ketidakefektivan terhadap persoalan-persoalan 
dan tantangan, (4) mengurangi stress dan miskomunikasi, (5) meningkatkan kesehatan, kesejahteraan dan kebahagiaan, 
(6) meningkatkan pengertian dan komunikasi di dalam tim 
atau perusahaan, dan (7) meningkatkan sikap kompetitif, 
kreativitas dan kemampuan belajar ,
Konsep kewirausahaan sangat erat dengan AQ. 
Di dalam konsep kewirausahaan, seorang wirausaha 
harus memiliki sikap mental positif, memiliki motivasi 
berprestasi yang tinggi dan tidak mudah menyerah dalam 
menjalankan bisnisnya 
Dalam konsep kewirausahaan juga dijelaskan 
bahwa terdapat perbedaan antara seorang pedagang 
dan wirausaha. Seorang pedagang adalah orang yang 
melakukan kegiatan bisnisnya secara rutin, tetapi terdapat 
kecenderungan tidak mengembangkan usahanya.
Di sisi lain, salah satu syarat untuk menjadi seorang 
wirausaha adalah berupaya semaksimal mungkin 
untuk mengembangkan usahanya agar lebih maju dari 
sebelumnya. Konsep ini sangat erat kaitannya dengan 
adversity quotient, khususnya yang membahas mengenai 
tiga tipe orang yang melakukan pendakian. Pendakian 
yang dilakukan oleh ketiga tipe orang ini  adalah 
upaya untuk mencapai kesuksesan dalam bidang yang 
dikerjakan. Jika konsep ini diterapkan dalam bisnis, maka 
seseorang yang ingin sukses dalam bisnisnya adalah orang 
yang selalu mendaki agar dapat terus mencapai puncak 
(kesuksesan), tetapi jika orang ini  mudah menyerah 
dengan tantangan yang dihadapi atau sudah merasa cukup 
puas dengan kondisinya sekarang maka ia tidak akan 
dapat terus meraih kesuksesan, dan tidak dapat dikatakan 
sebagai seorang wirasaha yang sukses. Setiap orang di 
dalam melakukan kegiatan bisnisnya pasti memiliki 
masalah dalam pengembanganya, namun yang berbeda untuk meraih kesuksesan dalam bisnis adalah daya juang 
yang dimiliki oleh orang ini  (Lisan & Ida, 2011).
Karakter wirausaha sukses sejalan dengan adversitas. 
Mereka yang memiliki sikap adversitas tinggi, cenderung 
memilih menjadi climber, dan meninggalkan posisi zona 
nyaman, zona yang membuat usaha tidak berkembang dan 
jalan di tempat. 
Kasmir (2011) menyebut beberapa ciri wirausahawan 
sukses (berhasil), antara lain: (1) memiliki visi dan tujuan 
yang jelas, (2) inisiatif dan selalu proaktif, (3) berorientasi 
pada prestasi, (4) berani mengambil risiko, (5) kerja keras, 
(6) tanggung jawab atas segala aktivitas, (7) komitmen, dan 
(8) menjaga hubungan baik dengan barbagai pihak. Ciri￾ciri ini  tentunya bersesuaian dengan sikap adversitas, 
yakni sikap wirausahawan yang selalu ingin meraih hasil 
puncak.
AQ merupakan modal bagi seorang wirausaha yang 
ingin sukses. Sebab, wirausahawan adalah orang yang 
selalu ingin mengembangkan usaha, dan dalam fase 
pengembangan ini , sudah barang tentu terdapat 
tantangan dan hambatan. Maka, jika wirausahwan 
tidak memiliki AQ, maka jangan harap ia bisa terus 
bertahan di tengah iklim bisnis yang kompetitif, apalagi 
mengembangkan usaha ini .
Kotak 5
Kolonel Sanders dan Pelajaran tentang Kegagalan
Siapa yang tak kenal dengan ikon kolonel tua di 
produk makanan cepat saji Kentucky Fried Chicken (KFC)? 
Ya, Kolonel Sanders. Ikon ini  bagaikan magnet, yang 
siap menarik setiap orang untuk mampi ke gerai waralaba 
KFC kapan saja.Konsep waralaba KFC memang sukses besar. Tapi, hal 
itu dilakukan Kolonel Sanders tidak sekali jalan. Ia butuh 
waktu lama meyakinkan resep andalannya ke restoran￾restoran di Amerika Serikat, hingga akhirnya bisa diterima 
masyarakat. 
Kolonel Sanders adalah tipikal wirausahawan tahan 
banting. Betapa tidak. Dia memulai usaha pada di usia 66 
tahun, pensiunan angkatan darat dari negara adidaya, hanya 
memiliki uang dari tunjangan hari tuanya yang semakin 
menipis. Sanders memiliki keahlian dalam memasak, dia 
tawarkan resep masakannya ke lebih dari 1.000 restoran 
di negaranya. Akhirnya restoran yang ke-1008, menerima 
resepnya ini . Impian Sanders hanya sederhana, yakni 
bagaimana memiliki uang yang layak untuk hidup di hari 
tuanya.
Perjalanan hidup Sanders memang berliku. Pada umur 
7 tahun ia sudah pandai memasak di beberapa tempat 
memasak. Pada usia 10 tahun ia mendapatkan pekerjaan 
pertamanya di pertanian dengan gaji 2 dolar sebulan. 
Ketika berumur 12 tahun ibunya kembali menikah dan ia 
meninggalkan rumah tempat tinggalnya dekat Henryville, 
Ind., untuk mendapatkan pekerjaan di pertanian di daerah 
Greenwood, Ind. Dia berganti-ganti pekerjaan selama 
beberapa tahun, pertama sebagai tukang parkir pada usia 
15 tahun di New Albany, Ind., dan kemudian pada usia 
16 tahun menjadi tentara yang dikirim selama 6 bulan di 
Kuba. 
Setelah itu ia menjadi petugas pemadam kebakaran, 
belajar ilmu hukum melalui korespondensi, praktik dalam 
pengadilan, asuransi, operator kapal feri, penjual ban, 
dan operator bengkel. Pada usia 40 tahun Kolonel mulai 
memasak untuk orang yang bepergian yang singgah di 
bengkelnya di Corbin. Ia belum punya restoran pada saat itu, tetapi ia menyajikan makanannya pada meja makannya 
di ruang makan di bengkelnya.
Semakin banyak orang yang datang ke tempatnya 
untuk makan, akhirnya ia pindah ke seberang jalan dekat 
penginapan dan restoran yang kapasitasnya 142 orang. 
Selama hampir 9 tahun ia menggunakan resep yang 
dibuatnya dengan teknik dasar memasak hingga saat ini. 
Percaya diri dengan kualitas ayam gorengnya, Kolonel 
meyakinkan dirinya untuk membuka usaha waralaba 
yang dimulai tahun 1952. Ia pergi jauh menyeberangi 
Negara bagian dengan mobil dari satu restoran ke restoran 
lainnya, memasak sejumlah ayam untuk pemilik restoran 
dan karyawannya. Jika reaksi yang terlihat bagus, ia 
menawarkan perjanjian untuk mendapatkan pembayaran 
dari setiap ayam yang laku terjual. Pada tahun 1964, 
Kolonel Sanders mempunyai lebih dari 600 outlet waralaba 
untuk ayam gorengnya di seluruh Amerika dan Kanada. 
Pada tahun itu, ia menjual bunga dari pembayarannya 
untuk perusahaan Amerika sebanyak 2 juta dolar kepada 
sejumlah grup investor termasuk John Y. Brown Jr., yang 
kemudian menjadi Gubernur Kentucky dari tahun 1980 
sampai 1984. Kolonel mengingatkan untuk menjadikan 
terbuka perusahaannya bagi publik. Pada tahun 1976, 
sebuan survey independen memberi peringkat kedua 
dunia sebagai selebriti yang terkenal di dunia.
Salah satu potensi diri yang wajib dimiliki setiap 
pengusaha adalah sikap ketahanmalangan/adversitas 
(adversity/sikap tahan banting). Menurut penggagas 
advesitas, Paul Stoltz, sikap ketahanmalangan merupakan 
faktor pembentuk sukses orang-orang besar.
Kehidupan yang dijalani manusia dapat dibagi atas 
tiga kategori, yakni: quitters (diam dan tidak dinamis), 
camper (selalu mencoba tetapi mudah menyerah setelah 
mendapat tantangan), dan climber (berani dan bertahan 
menghadapi tantangan kehidupan). Kesuksesan, menurut 
Stoltz, ibarat puncak gunung tertinggi yang mampu didaki 
oleh manusia. Orang sukses adalah mereka yang mau dan 
mampu mendaki hingga ke puncak gunung. Mereka inilah 
yang termasuk kategori climber atau pendaki.
Ketegaran diri merupakan indikator dari kecerdasan 
adversitas (adversity quotient), terletak pada kerelaan 
menerima segala hal dengan lapang dada. Hal ini karena 
dalam kehidupannya setiap orang senantiasa berhadapan 
atau sekurang-kurangnya berhubungan dengan 
kemalangan, ketidakberuntungan, atau kesulitan, entah 
dalam ukuran kecil maupun besar. Kondisi ini, dalam 
kenyataannya, tidak dapat dihindari oleh siapa pun. 
Faktanya, tidak ada seorang pun manusia di muka bumi 
yang terhindar sama sekali dari kemalangan atau kesulitan. 
Setiap orang memiliki adversitas dengan kadar 
yang berbeda-beda. Kadar ini  dapat dinamakan 
kecerdasan adversitas. Kecerdasan adversitas (Adversity 
Quotient – AQ) memasukkan dua komponen penting dari 
setiap konsep praktis, yaitu teori ilmiah dan penerapannya 
di dunia nyata.
AQ mendasari semua segi kesuksesan. Orang-orang 
yang memiliki AQ lebih tinggi menikmati serangkaian 
manfaat termasuk kinerja, produktivitas, kreativitas, 
kesehatan, ketekunan, daya tahan, dan vitalitas yang lebih 
besar daripada mereka yang rendah AQ-nya
Konsep kewirausahaan sangat erat kaitannya dengan 
AQ. Di dalam konsep kewirausahaan, seorang wirausaha 
harus memilki sikap mental positif, memiliki motivasi berprestasi yang tinggi dan tidak mudah menyerah dalam 
menjalankan bisnisnya.

wirausaha 2

bekerja tanpa lelah, menjadikan usaha sebagai 
sahabat sejati, dan loyal terhadap usaha yang dijalankan.
6. Devotion
Seorang wirausahawan sangat mencintai pekerjaannya. 
Mereka tidak pernah lelah untuk menjalaninnya karena 
menjalaninya dengan senang hati. Mereka sangat 
mencintai produk atau jasa yang dihasilkan, karena 
dapat dijual dengan efektif.
7. Details
Wirausahawan harus dapat memperhatikan hal￾hal kecil. Mereka tidak akan membiarkan hal sepele 
menyebabkan pasar tidak percaya lagi terhadap
bisnisnya, yang dapat menyebabkan usaha gulung tikar.
8. Destiny
Wirausahawan bertanggung jawab terhadap tujuan 
usahanya, bebas dan tidak bergantung pada orang lain.
9. Dollars
Dollars yang dimaksud disini adalah uang. Dalam 
suatu wirausaha uang dijadikan sebagai pengukur 
kesuksesan bisnis, karena tujuan wirausaha adalah 
keuntungan.
10. Distribute
Wirausahawan memperhatikan setiap karakteristik 
orang-orang di sekitarnya, yang pada akhirnya dapat 
menyalurkan kepemilikkan bisnis kepada orang yang 
dipercaya (orang yang berdedikasi).
Karakteristik setidaknya menjadi penyaring alami 
seorang wirausahawan. Tanpa karakteristik yang khas, 
hanya akan membuat wirausaha sebagai ajang coba-coba. 
Banyak yang ingin menjalankannya, namun karena tidak 
memiliki karakter, akhirnya harus berhenti di tengah jalan. 
Tanpa karakter kuat, wirausaha tidak akan berjalan. 
Apalagi, jika ketakutan, baik takut rugi, takut gagal, atau 
takut yang lainnya, selalu menggelayuti. Hendro (2011) 
mengungkap enam karakteristik wirausaha berdasarkan 
kekuatan emosi, yaitu:
1. Pandai mengelola ketakutannya
Seorang yang smart and good entrepreneur pandai 
mengelola ketakutannya untuk membangkitkan 
keberanian dan kepercayaan diri dalam menghadapi 
risiko. Dengan kata lain, seorang wirausaha haruslah 
berjiwa risk manager, bukan risk taker.
2. Mempunyai ‘iris mata’ yang berbeda dengan yang lain
Iris mata adalah cara seseorang memandang sesuatu 
(masalah, kesulitan, perubahan,diri sendiri, lingkungan,tren, kejadian) untuk memunculkan kreativitas 
agar tercipta ide, gagasan, konsep, lalu mencoba 
meningkatkan nilai (add value). Dengan demikian, 
seseorang yang mempunyai jiwa entrepreneur yang kuat 
memiliki pola pandang yang berbeda dengan orang 
lain.
3. Pemasar sejati atau penjual ulung
Tanpa keterampilan ini, seorang wirausaha akan 
memulai dengan lebih berat dan membutuhkan lebih 
banyak waktu. Keterampilan ini akan mempermudah 
seorang wirausahawan dalam membangun bisnis, 
mempercepat pertumbuhan bisnis, dan mengurangi 
ketergantungan modal yang besar.
4. Melawan arus dan menyukai tantangan baru
Seorang smart and good entrepreneur cenderung tida suka 
mengikuti arus atau terperangkap di dalam kehidupan 
yang monoton. Wirausahawan selalu tidak bisa diam, 
berpikir, dan terus berpikir, karena pada hakikatnya, 
mereka adalah creative and smart worker.
5. High determination (keteguhan hati)
Perbedaan entrepreneur sejati dengan yang biasa saja 
adalah dalam hal durability, firm, dan determination. 
Keteguhan hati ini  membuat wirausahawan sejati 
akan berbeda dalam memandang kegagalan. Kegagalan 
adalah persepsi orang yang merasa buntu dan tidak 
tahu apa yang harus ia lakukan dan tidak ingin mencari 
jalan keluar.
6. Selalu mencari yang terbaik (perfeksionis)
Seorang smart and good entrepreneur mampu memberikan 
apa yang lebih baik lagi bagi pelanggan. Namun, 
yang harus diingat adalah, perfeksionis bagai pisau 
bermata dua. Bila mampu mencapai yang terbaik dan 
memberikannya yang terbaik, tidak menjadi masalah. Akan jadi bumerang bila tidak mampu menanggung 
kesempurnaan diri dan pikiran sehingga berakibat 
fatal, misalnya frustrasi dan putus asa. Adalah tugas 
seorang entrepreneur untuk mengubah hal ini  
menjadi kekuatan.
Imam Sukardi (dalam Suryana dan Bayu, 2010) 
mengidentifikasi sembilan karakteristik wirausahawan 
yang paling sering ditemukan, di antaranya:
1. Sifat instrumental
Seorang wirausahawan dalam berbagai situasi selalu 
memanfaatkan segala sesuatu dalam lingkungannya 
demi tercapainya tujuan pribadi dalam berusaha.
2. Sifat prestatif
Dalam berbagai situasi selalu tampil lebih baik, lebih 
efektif dibandingkan dengan hasil yang tercapai 
sebelumnya.
3. Sifat keluwesan bergaul
Selalu berusaha untuk cepat menyesuaikan diri dalam 
berbagai situasi hubungan antar manusia, aktif bergaul, 
membina kenalan-kenalannya dan mencari kenalan 
baru, serta berusaha untuk dapat terlibat dengan 
mereka yang ditemui dalam kegiatan sehari-hari.
4. Sifat kerja keras
Selalu terlibat dalam situasi kerja, tidak mudah 
menyerah sebelum pekerjaan selesai. Mengutamakan 
kerja dan mengisi waktu dengan perbuatan nyata untuk 
mencapai tujuan.
5. Sifat keyakinan diri
Selalu percaya pada kemampuan diri, tidak ragu-ragu 
dalam bertindak, bahkan berkecenderungan untuk 
melibatkan diri secara langsung dalam berbagai situasi 
dengan optimisme untuk berhasil.6. Sifat pengambil risiko
Selalu memperhitungkan keberhasilan dan kegagalan 
dalam setiap kegiatannya khususnya untuk mencapai 
keinginannya. Akan melangkah bila kemungkinan 
untuk gagal tidak terlalu besar.
7. Sifat swa kendali
Dalam menghadapi berbagai situasi selalu mengacu 
pada kekuatan dan kelemahan pribadi dan batas-batas 
kemampuan dalam berusaha. Selalu menyadari dengan 
adanya pengendalian diri ini maka setiap kegiatannya 
menjadi lebih terarah dalam mencapai tujuannya.
8. Sifat inovatif
Selalu mendekati berbagai masalah dengan berusaha 
menggunakan cara-cara baru yang lebih bermanfaat. 
Terbuka terhadap gagasan, pandangan, dan penemuan 
baru yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan 
kinerjanya. Tidak terpaku pada masa lalu, tapi selalu 
berpandangan ke depan untuk mencari cara-cara baru 
atau memperbaiki cara-cara yang biasa dilakukan 
orang lain untuk peningkatan kinerja. Cenderung 
melakukan sesuatu dengan cara yang khas, unik dari 
hasil pemikirannya. Termasuk dalam sifat inovatif ini 
adalah kecenderungan untuk selalu meniru tetapi 
melalui penyempurnaan tertentu (imitatif inovatif).
9. Sifat kemandirian
Selalu mengembalikan perbuatannya sebagai tanggung 
jawab pribadi. Keberhasilan dan kegagalan merupakan 
konsekuensi pribadi wirausaha. Mementingkan 
otonomi dalam bertindak, pengambilan keputusan dan 
pemilihan berbagai kegiatan dalam mencapat tujuan. 
Lebih senang bekerja sendiri, menentukan dan memilih 
cara kerja yang sesuai dengan dirinya. Ketergantungan 
pada orang lain merupakan suatu yang bertentangan dengan kata hatinya. Seorang wirausahawan dapat saja 
bekerja dalam kelompok selama mendapat kebebasan 
bertindak dan dalam mengambil keputusan.
Karakter-karakter ini  memang wajib dimiliki oleh 
seorang calon wirausahawan. Tanpa karakter, bisnis yang 
digeluti hanya akan berjalan biasa-biasa saja, minim warna 
dan aroma, sulit berkembang, dan besar kemungkinan 
mengalami kemunduran. Padahal, dalam iklim kompetisi 
seperti saat ini, hanya sang pemenanglah yang mampu 
bertahan.
Hendro (2011) menemukan 12 ciri yang biasanya 
dimiliki oleh seorang wirausahawan yang telah sukses, 
antara lain:
1. Mempunyai mimpi-mimpi yang realistis dan tinggi, 
yang mampu diubah menjadi cita-cita yang harus 
ia capai. Hidupnya harus berubah karena kekuatan 
emosionalnya, sehingga mimpi itu bisa terwujud 
(power of dream).
2. Mempunyai empat karakter dasar kekuatan emosional 
yang saling mendukung untuk sukses, determinasi, 
persistent, keberanian, perjuangan, dan resiko 
kepemimpinan.
3. Menyukai tantangan dan tidak pernah puas dengan 
apa yang didapat (High achiever).
4. Mempunyai ambisi dan motivasi yang kuat (motivator).
5. Memiliki keyakinan yang kuat akan kemampuannya 
bahwa “dia bisa” (power of mind).
6. Seorang yang visioner dan mempunyai daya kreativitas 
yang tinggi.
7. Risiko kepemimpinan, tidak hanya pengambil risiko.
8. Memiliki strong emotional attachment (kekuatan 
emosional).
9. Seorang problem solver.10. Mampu menjual dan memasarkan produknya (seller).
11. Mudah bosan dan terkesan bagi orang lain sulit diatur.
12. Seorang kreator ulung

Selama ini, hal yang paling menghantui para calon 
wirausahwan adalah perasaan gagal. Padahal, dengan 
kegagalan ini , calon wirausahawan sebenarnya 
sedang ditempa, apakah akan terus menggeluti bisnisnya 
atau putar haluan. Mereka yang berani keluar dari rasa 
takut akan kegagalan itulah yang telah menerapkan prinsip 
wirausaha dengan baik.
Di samping itu, seorang wirausahawan juga harus 
berpikir optimis atas peluang dan usaha yang dilakukan. 
Dengan demikian, semangat dan kemauan keras serta 
ketekunan akan menciptakan usaha yang maju dan terus 
berkembang. 
Kasmir (2011) menekankan beberapa prinsip yang 
harus menjadi pegangan wirausahawan, di antaranya:
1. Berani memulai.
2. Berani menanggung risiko.
3. Penuh perhitungan.
4. Memiliki rencana yang jelas.
5. Tidak cepat puas dan putus asa.
6. Optimis dan penuh keyakinan.
7. Memiliki tanggung jawab.
8. Memiliki etika dan moral.
Seperti halnya Kasmir, Saiman (2009) menempatkan 
keberanian untuk gagal sebagai prinsip utama wirausaha. 
Berani di sini artinya tidak berpikir dua kali untuk 
memulai usaha, pantang menyerah, dan tidak takut gagal. 
Selengkapnya prinsip wirausaha menurut Saiman adalah 
sebagai berikut:
1. Jangan takut gagal.
Banyak yang berpendapat bahwa untuk berwirausaha 
dianalogkan dengan impian seseorang untuk dapat 
berenang. Walaupun teori mengenai berbagai gaya 
berenang sudah bertumpuk, sudah dikuasai dengan 
baik dan literaturnya lengkap, tidak ada gunanya kalau 
tidak di ikuti menyebur ke dalam air. Demikian halnya 
untuk berusaha, tidak ada gunanaya berteori kalau 
tidak terjun langsung, sehingga mengalami, jangan 
takut gagal sebab kegagalan adalah kesuksesan yang 
tertunda.
2. Penuh semangat.
Hal yang menjadi penghargaan terbesar bagi pembisnis 
atau perwirausahaan bukanlah tujuannya melainkan 
lebih kepada proses dan perjalanannya. Itulah mengapa 
seorang wirausahawan membutuhkan semangat. 
3. Kreatif dan Inovatif.
Kreativitas dan inovasi adalah modal bagi seorang 
pengusaha. Seorang wirausaha tidak boleh berhenti 
dalam berkreativitas dan berinovasi dalam segala hal.
4. Penuh perhitungan dalam mengambil risiko.
Risiko selalu ada dimanapun kita berada. Seringkali kita 
menghindari risiko yang satu, tetapi menemui bentuk 
risiko lainnya. Namun yang harus diperhitungkan 
adalah perhitungkan dengan baik-baik sebelum 
memutuskan sesuatu, terutama yang tingkat risikonya 
tinggi.
5. Sabar, ulet dan tekun.
Prinsip lain yang tidak kalah penting dalam berusaha 
adalah kesabaran dan ketekunan. Sabar dan tekun 
meskipun harus menghadapi berbagai masalaha, 
percobaan, dan kendala bahkan diremehkan oleh orang 
lain.6. Optimis.
Adalah modal usaha yang cukup penting bagi 
usahawan, sebab kata optimis nerupakan sebuah 
prinsip yang dapat memotivasi kesadaran kita sehingga 
apapun usaha yang kita lakukan harus penuh optimis 
bahwa usaha yang kita laksanakan akan sukses.
7. Ambisius.
Seorang wirausahawan harus berambisi, apapun jenis 
usaha yang akan dijalankannya.
8. Pantang menyerah 
Prinsip pantang menyerah adalah bagian yang harus 
dilakukan kapanpun waktunya.
9. Jeli membaca peluang pasar.
Peka terhadap pasar atau dapat baca peluang pasar 
adalah prinsip mutlak yang harus dilakukan oleh 
wirausahawan, baik pasar ditingkat lokal, regional, 
maupun internasional. Peluang pasar sekecil apapun 
harus diidentifikasi dengan baik, sehingga dapat 
mengambil peluang pasar ini  dengan baik.
10. Berbisnis dengan standar etika.
Setiap pebisnis harus senantiasa memegang secara baik 
tentang standar etika yang berlaku secara universal.
11. Mandiri.
Kemandirian harus menjadi panduan dalam 
berwirausaha. Mandiri dalam banyak hal adalah kunci 
penting agar kita dapat menghindarkan ketergantungan 
dari pihak atau para pemangku kepentingan atas usaha 
kita.
12. Jujur.
Kejujuran adalah mata uang yang akan laku di mana￾mana. Jadi, jujur kepada pemasok dan pelanggan atau 
kepada seluh pemangku kepentingan perusahaan 
adalah prinsip dasar yang harus dinomorsatukan dalam 
berusaha.13. Peduli lingkungan.
Seorang pengusaha harus memiliki kepedulian 
terhadap lingkungan sehingga harus turut serta 
menjaga kelestarian lingkungan tempat usahanya. 
14. Membangun relasi
Mengembangkan jejaring usaha perlu untuk 
meningkatkan pembelajaran dan pengetahuan akan 
kewirausahawan kita. Semakin banyaknya relasi akan 
menciptakan peluang dalam mengembangkan dan 
mencapai usaha yang baik. Usaha yang baik dan maju 
bukan berarti rasa puas dan rasa nyaman yang telah 
kita dapatkan, karena dengan rasa puas dan nyaman 
ini  justru menurunkan semangat usaha.

Ketika Julius Caesar berhasil memperluas kekuasaan 
Roma hingga ke Samudra Atlantik, menguasai Inggris, 
Perancis, sekaligus menjadi penguasa terhebat Romawi, 
semua itu tidak dilakukan dengan tiba-tiba. Caesar selalu 
merencanakannya dengan matang. Setiap detil terencana 
dengan sempurna, tanpa ada yang terlewat. 
Begitu juga dengan wirausaha. Analogi perencanaan 
model Caesar bisa kita gunakan. Jika bisnis yang kita 
jalankan ingin terus berkembang, membutuhkan 
perencanaan yang matang. Dalam wirausaha, perencanaan 
adalah kata kunci. Tanpa perencanaan, wirausaha akan 
berjalan datar, tidak memberi hasil optimal.
Perencanaan awal wirausaha adalah mengenali 
makna wirausaha itu sendiri. Hendro (2011) menyebut 
pada tahap ini, orang mulai mengetahui arti dan manfaat 
kewirausahaan. Di tahap ini, seorang calaon wirausaha 
biasanya mulai1. Bersentuhan dengan kewirausahaan untuk mengetahui 
tujuan, maksud, dan manfaatnya bagi individu, 
lingkungan, dan negara.
2. Berorientasi pada pola pikir orang yang sukses dalam 
bisnis.
3. Belajar lebih dalam tentang kewirausahaan.
4. Menyadari bahwa ada alternatif setelah lulus selain 
mencari kerja, yakni menciptakan lapangan kerja.
5. Mempersiapkan karir hidup.
6. Mengerti bahwa menjadi wirausahawan sukses 
bukanlan milik sekelompok orang saja.
Setelah mengenali makna wirausaha, tahap selanjutnya 
adalah tertarik dengan wirausaha. Hal ini ditandai dengan 
pamahaman bahwa setiap orang punya jiwa kewirausahaan, 
hanya saja belum diberdayakan dan dikembangkan.
Tahapan berikutnya adalah mempersiapkan diri 
dan merencanakan bisnis. Tahap persiapan adalah fase 
yang akan menjadikan calon wirausahawan menemukan 
inspirasi bisnis secara teori, konsep, serta cara menemukan 
peluang. Di tahapan ini, mempersiapkan bisnis mencakup 
empat fase, yaitu:
1. Tahap mengenal diri untuk menemukan asal peluang 
bisnis.
2. Mempelajari peluang bisnis dengan berpikir kreatif.
3. Menganalisis dan memanfaatkan inspirasi bisnis.
4. Mengubah dan memanfaatkan peluang menjadi bisnis.
Kasmir (2011) mengungkapkan, terdapat beragam cara 
dan sebab orang untuk memulai atau merintis usaha. Di 
antaranya:
1. Faktor keluarga pengusaha.
2. Sengaja terjun menjadi wirausaha.
3. Kerja sampingan.
4. Coba-coba.
5. Terpaksa.
Di antara kelima faktor ini , sengaja terjun menjadi 
wirausaha adalah faktor utama yang menghasilkan 
wirausahawan andal. Sebab, mereka belajar dari kesuksesan 
orang lain, mengukuti contoh pengusaha berhasil.
Lebih lanjut menurut Hendro (2011), tahap berikutnya 
adalah merencanakan kerangka bisnis, yakni dengan 
menjalankan:
1. Perencanaan bisnis.
2. Konsep dan aspek manajemen bisnis.
3. Hal-hal yang berisi tentang pengetahuan lain yang akan 
dirangkai oleh kewirausahaan sebagai benang merah 
pengikat ilmu ini .
Setelah persiapan bisnis matang dan menemukan 
peluang emas, segera rencanakan konsep bisnis dengan 
mengikuti tahapan:
1. Menentukan visi dan misi bisnis.
2. Menentukan model bisnis, apakah secara individu, 
rekanan, atau jenis lain.
3. Membuat rencana bisnis (business plan).
4. Mulai mempelajari aspek-aspek pengetahuan penting 
dalam bisnis, yakni keuangan, HRD, produksi, 
persediaan, pemasaran.
5. Memulai dan menentukan kapan bisnis mulai 
dijalankan.
Pada intinya, semakin matang perencanaan bisnis, 
maka semakin besar pula peluang sukses bisnis ini  
pada masa datang. Banyak calon wirausaha yang mengeluh, kalau tidak 
punya modal, mau usaha apa. Keluhan seperti ini wajar￾wajar saja. Apalagi masalah permodalan merupakan 
penghambat terbesar mandeknya program kewirausahaan 
di Indonesia.
Ada dua pengertian umum tentang modal, yakni yang 
terkait kapital (uang), dan tenaga (keahlian). Modal dalam 
bentuk uang diperlukan untuk membiayai segala keperluan 
usaha, mulai dari biaya pra-investasi, pengurusan izin, 
investasi untuk pembelian aktiva tetap, sampai modal kerja 
(Kasmir, 2011). 
Seorang wirausahan harus cerdik dalam mencari dan 
mengatasi masalah permodalan. Menurut Kasmir (2011), 
dari sisi asal (sumber), terdapat dua jenis permodalan, yaitu: 
modal sendiri dan modal pinjaman. Modal sendiri diperoleh 
dari pemilik perusahaan dengan cara mengeluarkan saham. 
Kerugian menggunakan modal sendiri adalah jumlahnya 
sangat terbatas dan sulit untuk memperolehnya. Berikutnya 
adalah modal asing atau modal pinjaman. Modal jenis 
ini diperoleh dari pihak luar perusahaan dan biasanya 
bersumber pinjaman. Menggunakan modal pinjaman 
untuk bisnis akan menimbulkan beban biaya bunga, biaya 
administrasi, provisi, dan komisi yang besarnya relatif. 
Penggunaan modal pinjaman mewajibkan pengembalian 
setelah jangka waktu tertentu.
Bagi para wirausahawan pemula, modal adalah 
masalah serius. Sebab, jika menggunakan modal sendiri, 
tentu saja belum mencukupi. Kalaupun harus meminjam, 
ada berbagai syarat yang harus dipenuhi, misalnya 
penggunaan agunan (jaminan), dan lainnya. Padahal, 
usaha yang sedang dirintis ini  baru berjalan dan 
belum memberi keuntungan.
Mengatasi masalah permodalan ini, wirausahawan 
harus cerdik. Sumber modal bisa diekplorasi dari mana 
saja. Bahkan, bisa memanfaatkan relasi, kalau memang 
kenal dengan baik dan mau memberi penjaman. 
Meski penting, namun sesungguhnya modal bukanlah 
segala-galanya. Sebab, banyak juga pengusaha yang 
bermodal ‘dengkul’ bisa sukses. Ir. Ciputra adalah salah 
satu pengusaha yang sejak awal karirnya mengaku 
bermodal ‘dengkul’.
Selain itu, modal besar bukanlah jaminan bahwa 
usaha akan sukses. Dengan demikian, modal besar 
bukanlah harga mati. Alifuddin (2012) menyebut bahwa 
banyak wirausaha yang kini menjadi pengusaha besar 
sebelumnya adalah pengusaha kecil dengan modal kecil 
pula. Karena perjuangannya yang tidak mengenal lelah, 
akhirnya mereka meraih kesuksesan. Sebagai pengusaha, 
kita bisa jadikan contoh visi luar biasa Bill Gates, perintis 
perusahaan komputer perangkat lunak terbesar di dunia, 
Microsoft Corporation. Bill Gates adalah sosok pengusaha 
sukses pada akhir abad ke-20 dalam golongan bisnis.
Keberhasilan Bill Gates adalah karena dia memiliki 
visi, motivasi dan komitmen yang jelas untuk merebut 
kesuksesan. Jelasnya, keberhasilan Bill Gates bukan semata￾mata hanya karena mengandalkan materi atau uang, tetapi 
karena komitmen dan visinya yang luar biasa sehingga dia 
dikenal sebagai pengusaha yang sangat sukses.
Fred Smith, pendiri dan CEO Federal Express Corpo￾ration, menyatakan bahwa agar kita bisa menjadi wirausaha 
yang sukses, mestinya kita memiliki kemampuan membaca 
sesuatu yang tidak bisa dibaca orang lain. Ataukah kita 
mampu melakukan sesuatu yang berbeda dengan apa yang 
dilakukan orang lain.
Banyak orang yang berani berbisnis dengan 
mengandalkan modal besar, tapi sedikit sekali yang 
bertahan sampai puncak tujuan. Biasanya, banyak 
pengusaha besar yang tiba-tiba jatuh atau bangkrut dan 
sulit bangkit kembali.
Kita sering menemukan seorang wirausaha mendirikan 
sebuah perusahaan dengan modal seadanya, tapi karena 
dikelola dengan semangat yang menggebu-gebu akhirnya 
menjadi perusahaan besar. Celakanya, setelah pendirinya 
meninggal dunia, kemudian dikelola ahli warisnya, 
perlahan-lahan ternyata perusahaan warisan itu jatuh dan 
tak bisa dipertahankan lagi. Penyebabnya, antara lain, 
karena ahli waris penerus perusahaan itu tidak memiliki 
strategi dan pengalaman bisnis. Mengelola bisnis itu seperti 
mengelola seni dan yang mengetahui bagaimana seni 
memimpin perusahaan adalah pendiri atau pemiliknya. 
Oleh karena itu, sangat sedikit orang lain yang dapat 
mengetahui persis taktik dan cara yang dipergunakan oleh 
pendiri perusahaan itu. 
Namun, kita tidak perlu takut karena kita harus 
berusaha keras. Jika kita gagal mempertahankan bisnis 
yang kita kelola, sebaiknya kita tidak perlu putus asa. Asal 
kita mau bangkit, lalu membenahi perusahaan, lambat laun 
akan ada perbaikan. Selain membutuhkan pengalaman 
yang prosesnya cukup panjang, pengalaman juga bisa 
menjadi barang yang sangat berharga untuk dipergunakan 
sebagai bekal merintis usaha baru.
Kita perlu membedakan antara kegagalan dan 
kesuksesan. Boleh jadi, kita bisa kehilangan uang banyak, 
tapi pengalaman adalah bekal yang cukup berharga untuk 
mendidik diri sendiri. Agar kita tidak jatuh bangkrut, 
sebaiknya kita memiliki tabungan pribadi agar kita dapat 
memanfaatkannya sebagai bekal untuk berbisnis lagi.
Kita jangan kehilangan kesempatan memulai kembali 
usaha. Kalau perlu kita mencoba berbagai bisnis dengan 
memulai dari yang kecil-kecil, sampai membuahkan hasil. 
Berapapun jenis bisnis yang kita pilih sebaiknya sesuai 
dengan hobi atau kegemaran kita.
Bisnis yang ditekuni dengan latar hobi tentu akan 
menyenangkan. Kita akan menjalankannya dengan suka 
cita, tekun, penuh dedikasi, sehingga meraih kesuksesan. 
Kunci sukses dalam bisnis adalah kesenangan. Kita 
tidak akan pernah sukses dalam pekerjaan jika kita tidak 
menyukai pekerjaan itu.
Mustahil pemain musik yang sukses adalah orang 
yang benci musik. Sama halnya seorang pembalap 
mobil takut jatuh dan seorang ahli bedah takut darah. 
Mestinya kita memilih bisnis yang tepat dengan diri kita, 
agar bisnis yang kita tekuni bisa bertahan lama. Modal 
awal berbisnis adalah menumbuhkan rasa percaya diri. 
Apabila seseorang menjalankan bisnisnya tetapi tidak 
sesuai dengan kegemarannya, itu berarti menggeluti bisnis 
dengan perasaan kurang percaya diri. Dengan begitu, ia 
bisa saja membenci orang-orang yang harus berhubungan 
dengannya. Akibatnya, semangat hidupnya meredup, 
bahkan hilang.
Jadi, sebagai wirausaha sebaiknya kita memiliki visi 
dan misi yang jauh ke depan. Selain itu, kita sebaiknya 
juga memanfaatkan intuisi, bahkan kalau perlu membuat 
terobosan dan perubahan spektakuler agar kita bisa maju 
dan berkembang. Hanya dengan cara seperti itu, kita akan 
mampu melihat masa depan dengan lebih baik. Karena 
itu, sebagai wirausaha sebaiknya kita selalu optimis bahwa 
masa yang akan datang adalah milik kita. Maka dari itu, 
sekaranglah saatnya kita merebutnya. Bukan sebaliknya, 
kita hanya berpangku tangan
Dunia bisnis, apapun jenis usahanya, perlu keterbukaan. 
Mengapa? Karena kita ingin menciptakan unit bisnis yang 
memberikan peluang kepada setiap orang untuk ikut 
berjuang mencari uang. Pengaruh keterbukaan bukan 
terhadap pelayanan semata, tetapi juga turut menentukan 
jalannya perusahaan, yang kemudian berimplikasi kepada 
pemilik dan semua karyawan. Dengan keterbukaan, semua 
ikut berpikir dan bertindak seperti pemilik, bukan sekedar 
sebagai orang yang digaji. Itulah model usaha yang 
mungkin dapat diterapkan saat ini, ketika perekonomian 
Indonesia tidak mengalami perbaikan yang signifikan dan 
dihadapkan pada persaingan global yang sangat masif.
Dalam manajemen terbuka, secara ekonomi hari 
depan seseorang ditentukan oleh keadaan usaha. Gaji yang 
diperoleh karyawan tergantung pada sehat tidaknya usaha 
yang dijalankan. Jadi sebenarnya jika hanya beberapa orang 
saja yang tahu pasang surut nasib perusahaan, karyawan 
hanya dianggap ”poin” yang kurang beruntung. Meski 
mendapat gaji rutin dan cukup, mereka tidak mempunyai 
hak mengendalikan sendiri nasibnya.
Lain halnya dengan sebuah perusahaan yang 
menerapkan manajemen terbuka, karyawan benar-benar 
menjadi pemain yang ikut menentukan perkembangan 
perusahaan, setidaknya yang terkait dengan tanggung 
jawab mereka. Suatu saat saya mencoba menikmati betapa 
lezatnya sajian masakan Padang di rumah makan Sari 
Bundo di Jakarta. Dengan ramah dan simpatik pelayanan￾nya mengundang pengunjung tidak henti-hentinya 
berdatangan mulai dari mahasiswa, wartawan, pengusaha, 
pejabat, bahkan artis dan para menteri. Meskipun harganya 
relatif mahal — dibandingkan dengan rumah makan Sop 
Saudara atau coto Makasar di Casablanca Jakarta Selatan,
namun rumah makan Padang ini  merupakan rumah 
makan terlaris di Jakarta. Keberhasilannya antara lain 
karena rata-rata karyawan yang dipekerjakan masih relatif 
muda, dan dalam kondisi kemudaan itu mereka proaktif, 
bahkan menggebu-gebu. Selain itu, loyalitas mereka sangat 
tinggi dengan sistem manajemen bagi hasil, kekeluargaan, 
transparan dan terbuka.
Bisnis adalah sesuatu yang menyenangkan. Bisnis 
merupakan permainan yang segar dan menumbuhkan rasa 
percaya. Ada hadiahnya pula. Pemenangnya mendapat 
sejumlah uang, sedang yang kalah bangkrut. 
Karyawan biasanya memikirkan jabatan atau gaji. 
Tapi, dalam manajemen terbuka, yang dipikirkan adalah 
aspek bisnisnya. Sebab, manajemen terbuka mengundang 
semua karyawan atau sebagian besar dari mereka ikut tahu 
tentang pembukuan, kalkulasi keluar masuk atau cash flow 
uang. Itu membuat pekerjaan menjadi terkait satu sama lain, 
sehingga tumbuh semangat saling mengingatkan, bekerja 
sama lebih erat, dan sama sekali tidak saling meninggalkan 
atau menghindari tanggung jawab.
Persaingan manajemen perusahaan yang terbuka 
sebenarnya merupakan usaha untuk memenangi 
persaingan yang semakin tajam di pasar ekonomi. Kita 
semua mengetahui bahwa dunia bisnis bergerak sangat 
cepat, sementara perusahaan yang masih mengandalkan 
manajemen tertutup atau manajemen klasik akan 
mati perlahan-lahan. Apalagi sejak akhir abad ke-20 
memang terjadi persaingan luar biasa. Ada beberapa 
penyebabnya. Pertama, globalisasi, ketika dunia semakin 
sempit. Hubungan antarnegara semakin dekat dan saling 
memengaruhi. Bukan hanya Amerika Serikat dan Eropa 
yang menjadi tantangan ekonomi dan pesaing, tapi juga 
Taiwan, Korea, Thailand, hingga negara-negara Amerika 
Selatan.Kedua, revolusi informasi. Dengan revolusi ini relasi 
antarmanusia di seluruh dunia menjadi makin cepat. Apa 
yang dihasilkan di negara-negara Eropa dan Amerika 
dalam waktu sekejap dapat diketahui di negara-negara 
lain di kawasan Asia. Karena itu, informasi telah menjadi 
industri yang sekaligus mempercepat jalannya informasi 
itu sendiri.
Ketiga, saling memengaruhi. Salah satu akibat dari 
globalisasi dan revolusi informasi adalah adanya spirit 
pengaruh, meniru atau menerjemahkan apa yang sudah 
dihasilkan suatu bangsa/negara. Mengapa demikian? 
Pertama, setelah mendengar dan melihat suatu produk, 
seseorang akan berpikir, mengapa tidak berpikir dan 
berbuat begitu. Hal itu mendorong orang berusaha 
membuat produk serupa, meniru, atau menjiplak produk 
orang lain dengan harga yang relatif lebih murah dan lebih 
baik.
Kedua, akan tumbuh suatu keyakinan bahwa orang 
lain dapat mengerjakan apa yang sudah dikerjakan orang 
lain. Itu mendorong perusahaan lebih keras mencoba 
dengan segala cara. Ada usaha untuk mengerjakan dengan 
cara sendiri yang khas dan lebih canggih.
Bagi yang belum mampu meniru, ada semangat 
bertanya, semangat memperoleh atau mengumpulkan 
lebih banyak informasi. Alhasil, perusahaan akan mampu 
memproduksi sendiri apa saja yang pernah mereka lihat, 
meskipun itu hasil tiruan (imitasi).
Tapi, kita harus menyadari bahwa manajemen terbuka 
bukanlah obat segala permasalahan perusahaan. Manajemen 
terbuka hanya menaikkan jumlah penjualan, baik kualitas 
dan kuantitas. Karena itu, untuk membuat perusahaan 
maju diperlukan pemikiran yang kompleks. Salah satunya 
dengan membuka pembukuan agar lebih banyak yangberpikir, tidak hanya bergantung pada seorang direksi 
atau manajer, dan kadang-kadang membuat karyawan 
merasa memiliki perusahaan. Manajemen terbuka tidak 
dapat berdiri sendiri. Langkah itu harus disertai dengan 
banyak perbaikan dan cara menghadapi saran yang masuk, 
cara memadukan berbagai pendapat, pelaksanaan yang 
tepat, dan kontrol yang baik. Tanpa itu semua, manajemen 
terbuka hanya seperti slogan yang cuma baik diucapkan, 
tapi tak membuahkan hasil. Karena itu, manajemen terbuka 
sifatnya filosofis, bukan metode yang dipergunakan tahap 
demi tahap, langkah demi langkah.
Pada umumnya karyawan memandang manajemen 
sebagai suatu kesempatan. Kesempatan untuk belajar. 
Cobalah cari bekal sebanyak-banyaknya, siapa tahu 
perusahaan Anda beruntung dengan menerapkan 
manajemen terbuka.

Dr. Spencer Johnson, penulis dan pembicara yang me￾miliki reputasi internasional. Karena kepopulerannya, ia 
dikenal dan akrab di kalangan pakar dan praktisi manajemen 
di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Spencer, misalnya, 
terkenal karena bukunya, The One Minute Manager, yang 
ditulis bersama konsultan manajemen legendaris Kenneth 
Blanchard. Buku itu sudah diterjemahkan ke dalam bahasa 
Indonesia dengan judul Manajer Satu Menit.
Dalam buku yang lain, Who Moved My CHESS, ia 
menganalisis bagaimana karakter dan tindakan manusia 
tatkala dihadapkan pada perubahan. Menurut Spencer, 
dari waktu ke waktu kehidupan seseorang selalu berubah, 
baik kehidupan profesional maupun personalnya. la 
mengupas empat karakter berbeda yang biasa muncul 
pada diri seseorang. Salah satunya adalah how, tipe belajar beradaptasi secara tepat waktu dan melihat perubahan 
akan membawa pada kondisi yang lebih baik. Pesan 
moral yang ingin disampaikan Spencer adalah, kita harus 
mengantisipasi perubahan, cepat beradaptasi terhadap 
perubahan, menikmati perubahan, dan bersiaplah berubah 
dengan cepat.
Sebagai wirausaha yang baik, mestinya kita selalu 
proaktif. Sikap proaktif sangat diperlukan bagi seorang 
wirausaha, terutama dalam mengantisipasi perubahan yang 
terus bergulir. Istilah proaktif sudah lazim dikenal dalam 
pustaka manajemen. Istilah itu berarti kita bertanggung 
jawab atas kehidupan kita sendiri. Sebab, perilaku kita 
adalah suatu fungsi dari sebuah keputusan. Sebaliknya, 
bukan keadaan pribadi, karena kita dapat menyisihkan 
perasaan menjadi nilai-nilai atas prakarsa serta tanggung 
jawab untuk mewujudkannya. Sebaiknya kita menengok 
kembali kata-kata responsibility-responseability yang berarti 
kemampuan memilih tanggung jawab.
Orang yang sangat proaktif menyadari benar 
adanya tanggung jawab. Ia tidak menyalahkan keadaan 
atau kondisi dan situasi terhadap perilakunya. Sebab, 
perilakunya adalah produk dari kondisinya sendiri yang 
terbangun dari pikiran dan perasaan. Secara alamiah, kita 
bersifat proaktif. 
Dengan proaktif, kita akan menjadi kreatif karena 
sering terpengaruh oleh lingkungan fisik. Misalnya, kalau 
cuaca sedang bersahabat, kita akan merasa nyaman. 
Sebaliknya, kalau cuaca tidak menguntungkan atau buruk, 
akan memengaruhi sikap dan prestasi kita. Orang yang 
proaktif membawa cuaca dalam dirinya sendiri, termasuk 
cuaca hujan atau cerah, tidak akan terpengaruh. Kalau ia 
memproduksi karya bermutu, itu bukan akibat fungsi yang 
ditentukan oleh keadaan cuaca. Jelasnya, orang kreatif dikendalikan perasaan. Karena itu, keadaan dan kondisi 
lingkungan sangat menentukan.
Orang proaktif dikendalikan oleh nilai-nilai yang 
dipilih dengan cermat, diseleksi dari lubuk hati. Orang 
yang proaktif masih dapat dipengaruhi oleh orang lain 
atau orang-orang yang berasal dari luar dirinya. Namun, 
secara sadar atau tidak, tanggapannya pada rangsangan 
ini  merupakan pilihan yang berangkat dari sebuah 
nilai. Karena itu, orang yang proaktif selalu membiasakan 
diri berubah sesuai dengan tantangan hidup. Demikian 
pula sebagai wirausaha yang ingin sukses, sebaiknya 
tidak berhenti atau statis, melainkan terus bergerak seiring 
dengan dinamika perkembangan zaman.

Kewirausahaan merupakan perilaku individu yang 
memiliki semangat, kemampuan untuk memberikan 
tanggapan yang positif terhadap peluang memperoleh 
keuntungan untuk diri sendiri dan/atau pelayanan yang 
lebih baik pada pelanggan/masyarakat; dengan selalu 
berusaha mencari dan melayan langganan lebih banyak dan 
lebih baik, serta menciptakan dan menyediakan produk 
yang lebih bermanfaat, melalui keberanian mengambil 
risiko, kreatif, inovatif, dan kemampuan manajemen. 
Kewirausahaan menuntut semangat pantang menyerah, 
berani mengambil risiko untuk memenangkan persaingan 
usaha.
Hal yang menjadi penyaring alami seorang 
wirausahawan adalah karakteristiknya. Tanpa karakteristik 
yang khas, hanya akan membuat wirausaha sebagai ajang 
coba-coba. Banyak yang ingin menjalankannya, naman 
karena tidak memiliki karakter, akhirnya harus berhenti 
di tengah jalan. Tanpa karakter kuat, wirausaha tidak akan
berjalan. Apalagi, jika ketakutan, baik takut rugi, takut 
gagal, dan takut yang lainnya, selalu menggelayuti.
Di samping itu, seorang wirausahawan juga harus 
berpikir optimis atas peluang dan usaha yang dilakukan. 
Dengan demikian, semangat dan kemauan keras serta 
ketekunan akan menciptakan usaha yang maju dan terus 
berkembang. 
Jika bisnis yang kita jalankan ingin terus berkembang, 
membutuhkan perencanaan yang matang. Dalam 
wirausaha, perencanaan adalah kata kunci. Tanpa 
perencanaan, wirausaha akan berjalan datar, tidak memberi 
hasil optimal.
Seorang wirausahan harus cerdik dalam mencari dan 
mengatasi masalah permodalan. Dari sisi asal (sumber), 
terdapat dua jenis permodalan, yaitu modal: sendiri dan 
modal pinjaman. Modal sendiri diperoleh dari pemilik 
perusahaan dengan cara mengeluarkan saham. Kerugian 
menggunakan modal sendiri adalah jumlahnya sangat 
terbatas dan sulit untuk memperolehnya. Sumber modal 
bisa diekplorasi dari mana saja. Bahkan, bisa memanfaatkan 
relasi, kalau memang kenal dengan baik dan mau memberi 
penjaman. 
Meski penting, namun sesungguhnya modal bukanlah 
segala-galanya. Sebab, banyak juga pengusaha yang 
bermodal ‘dengkul’ bisa sukses. Ir. Ciputra adalah salah 
satu pengusaha yang sejak awal karirnya mengaku 
bermodal ‘dengkul’.
Ketika bisnis sudah berjalan, maka sepantasnya 
wirausahawan menerapkan manajemen terbuka. Tujuannya 
adalah agar dapat memberi pembelajaran kepada semua 
pihak, termasuk karyawan. Pada akhirnya, wirausaha juga 
dituntut proaktif, tidak berhenti atau statis, melainkan terus 
bergerak seiring dengan dinamika perkembangan zaman.














Dalam beberapa tahun terakhir, perekonomian 
Indonesia tumbuh rata-rata di atas 6% per tahun. Namun, 
pertumbuhan ini  ternyata belum menetes ke bawah. 
Indikasinya adalah, masih besarnya angka kemiskinan 
dan pengangguran. Data Badan Pusat Statitistik (2012) 
menyebutkan, hingga Agustus 2012, terdapat 7,244 juta 
pengangguran, sementara jumlah penduduk miskin 
mencapai 30,018 juta jiwa. 
Untuk mengurangi angka penganguran dan kemiskinan 
ini , pemerintah bekerja keras menciptakan lapangan 
kerja baru. Sumbernya tentu saja melalui investasi untuk 
pendirian perusahaan/pabrik, perluasan lahan pertanian, 
proyek infrastruktur, dan yang kini sedang digalakkan 
adalah mencetak sebanyak mungkin wirausaha.
Dalam rangka menggenjot jumlah wirausaha, 
pemerintah memberikan dukungan kebijakan supaya 
mereka dapat berperan meningkatkan kesejahteraan 
rakyat, misalnya melalui program penyaluran Kredit Usaha 
Rakyat (KUR) yang besarnya Rp. 20-25 triliun setiap tahun 
(Kompas, 19 Maret 2013).
Data Kementerian Koperasi dan UKM mengungkapkan, 
Indonesia saat ini memiliki sekitar 3,7 juta wirausaha 
atau 1,5% dari jumlah penduduk. Idealnya, dibutuhkanwirausaha sebanyak minimal 2% dari total jumlah penduduk 
untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bangsa. 
Sebagai perbandingan, jumlah wirausaha di Malaysia, 
Singapura, Thailand, Korea Selatan, dan Amerika Serikat 
sebanyak 2,1-11,5% dari populasi penduduk (Kompas, 19 
maret 2013).
Salah satu terobosan pemerintah untuk menggairahkan 
masyarakat berwirausaha adalah dengan menelurkan 
Gerakan Kewirausahaan Nasional (GKN). Ide dasar GKN 
adalah terbukanya peluang mengembangkan bisnis, 
karena Indonesia memiliki sumber daya alam melimpah, 
pertumbuhan ekonomi tinggi, dan pendapatan nasional 
yang semakin besar. Di samping itu, kebutuhan barang dan 
jasa di tanah air pun semakin besar, seiring bertumbuhnya 
konsumen dan kelas menengah.
GKN secara khusus membidik kaum muda. 
Sebab, merekalah yang memiliki peluang besar untuk 
menciptakan lapangan kerja melalui kewirausahaan. 
Peluang yang dimaksud adalah tingginya pertumbuhan 
ekonomi Indonesia secara berkelanjutan dalam beberapa 
tahun belakangan (Kompas, 19 Maret 2013).
Bersisian dengan hal ini , salah seorang pelopor 
gerakan entrepreneurship (kewirausahaan) di Indonesia, Ir. 
Ciputra, mengatakan bahwa bangsa Indonesia amat kaya, 
sumber daya manusianya hebat, sumber daya alamnya 
salah satu yang terbaik di dunia. Apa saja ada di Indonesia. 
Minyak bumi, gas, batubara, emas, perak, tembaga, hutan 
tropis terbesar ketiga di dunia, dan tanah yang demikian 
subur. 
Kenyataannya, menurut Ciputra, Indonesia masih 
tertinggal jauh dengan negara-negara maju. Jepang, 
Korea Selatan, dan Taiwan, sumber daya alamnya minim, 
namun ketiga negara ini  mampu menjadi negara 
industri dengan kemampuan yang mencengangkan. 
Pendapatan penduduknya berkali lipat dibandingkan 
Indonesia. Beberapa aspek ini  menjadi alasan Ciputra 
menggalakkan entrepreneurship. Ia mengeluarkan uang 
pribadi untuk mendorong gerakan ini  berjalan, dan 
belakangan sejumlah lembaga serta badan usaha membantu 
programnya (Kompas, 5 April 2013).
Di mata Ciputra, entrepreneurship adalah bagaimana 
menjadikan sesuatu yang tidak berguna menjadi berguna. 
Misalnya, mengubah sampah menjadi ‘emas’ serta 
mengubah barang murahan menjadi barang dengan nilai 
ekonomi amat tinggi. Atau mengubah seseorang yang tidak 
tahu bisnis sama sekali menjadi sangat tahu berbisnis.
Hal penting yang harus digarisbawahi, tegas Ciputra, 
masyarakat tidak boleh terlena di zona nyaman. Mereka 
mesti menyiapkan diri, misalnya jika terkena pemutusan 
hubungan kerja (PHK), tidak perlu bingung karena sudah 
memiliki sumber penghasilan lain. Itulah mengapa pria 
kelahiran Parigi, Sulawesi Tengah, 24 Agustus 1931, 
itu, selalu bersemangat mengampanyekan pentingnya 
entrepreneurship. 
Upaya yang dilakukan Ciputra, juga para penggagas 
kewirausahaan lainnya di Indonesia, adalah sebuah 
ikhtiar untuk mengubah pola pikir mayoritas masyarakat 
Indonesia, dari mental pekerja menjadi berjiwa wirausaha. 
Hal ini  tentu bukan pekerjaan gampang. Apalagi, 
sudah menjadi rahasia umum kalau orang Indonesia lebih 
senang menjad karyawan, mendapat gaji tetap setiap bulan, 
sekaligus berada di zona nyaman. 
Karena itulah, diperlukan perubahan mendasar 
untuk mengubah paradigma pekerja menjadi wirausaha. 
Misalnya melalui pendidikan kewirausahaan yang 
ditanamkan sejak sekolah menengah. Sejauh ini, pemerintah berupaya untuk melakukan hal ini , 
yakni lewat pendidikan prakarya dan kewirausahaan 
dalam kurikulum 2013. Namun, kompetensi inti dan dasar 
mata pelajaran prakarya dan pendidikan kewirausahaan 
Kurikulum 2013 lebih ditekankan pada prakarya semata. 
Prakarya yang dipelajari di jenjang pendidikan menengah 
meliputi kerajinan, rekayasa, budidaya, dan pengolahan. 
Adapun pendidikan kewirausahaan belum terlihat jelas 
kompetensinya (Kompas, 27 Februari 2013).
Pelajar Indonesia harus memanfaatkan kesempatan 
pendidikan kewirusahaan itu sebaik-baiknya. Apalagi, 
di tengah tren pendidikan kewirausahaan yang terus 
melesat di berbagai negara. Frederick, Kuratko & Hodgetts 
(2006) menyebutkan bahwa kurikulum kewirausahaan 
berkembang cepat. Riset di Amerika Serikat menunjukkan, 
mahasiswa arsitektur, olahraga, atau kesehatan, yang 
mengambil mata kuliah pilihan wirausaha, setelah lulus 
cenderung berprofesi sebagai wirausaha. Bukti lain 
mengungkapkan, ide terbaik kompetisi perencanaan bisnis 
justru berasal dari mahasiswa non-bisnis, dan beberapa 
inisiatif wirausaha inovatif tidak melibatkan sekolah 
bisnis (Frederick, Kuratko & Hodgetts, 2006). Hal ini  
mengindikasikan bahwa pendidikan kewirausahaan harus 
dipelajari oleh semua mahasiswa, meskipun mahasiswa 
ini  tidak mengambil bisnis sebagai program studi 
utamanya.
Meski pendidikan kewirausahaan baru diperkenalkan 
di Indonesia dalam dua dekade terakhir, namun hal 
ini  bukanlah ganjalan untuk mencetak wirausaha 
andal. Kuncinya terletak pada keseriusan dan kemauan 
semua stakeholder—pemerintah, swasta, kalangan pendidik, 
dan masyarakat—untuk terus menggelorakan semangat 
wirausaha. Ada adagium menarik tentang orang Indonesia. 
Biasanya, mereka akan melakukan sesuatu setelah kepepet. 
Kreativitas mereka baru muncul karena tekanan dari sana 
sini. Misalnya, setelah terkena PHK, baru mencari jalan 
untuk wirausaha. Saat uang betul-betul sulit diperoleh 
padahal kebutuhan begitu mendesak, barulah wara-wiri 
cari modal usaha. Dengan kata lain, baru bergerak setelah 
terdesak. Hal ini  memang lumrah saja. Namun, 
jika dikaitkan dengan konteks yang lebih luas, misalnya 
wirausaha, tentu hal ini  kurang pas. Sebab, menjadi 
wirausaha butuh perencanaan, pemikiran, dan konsep 
yang matang serta tidak bisa dilakukan secara tiba-tiba. 
Pelajaran menarik bisa dipetik dari pengalaman Ibnu 
Riyanto, pemilik usaha batik Trusmi terluas di Indonesia 
(Kompas, 6 April 2013). Ketika memulai usaha, ia masih 
terbilang muda. Kuliah pun tidak sempat dijalaninya. 
Namun, tekadnya adalah memajukan usaha batik. Pangkal 
masalahnya adalah kegagalan orangtua Ibnu untuk 
mengembangkan dan memperluas usaha batiknya. Maka, 
ia pun memutuskan untuk terjun langsung menangani 
usaha batik. Awalnya, Ibnu hanya berdagang kain putih 
untuk batik yang dijajakan di lingkungan keluarga 
yang lebih dulu membuka usaha batik. Namun, karena 
berdagang kain putih saja keuntungannya kecil, ia nekat 
berdagang batik di Pasar Tanah Abang. Nasib baik mulai 
menghampiri dirinya, ketika pelanggan batik di Tanah 
Abang mulai ramai. Lambat laun, usaha batik Ibnu mulai 
menuai sukses. Kuncinya adalah lincah menjalin relasi, 
tidak pernah berpuas diri, gencar mencari peluang, serta 
memanfaatkan teknologi (membuka toko online) untuk 
menembus pangsa pasar yang lebih luas (Kompas, 6 April 
2013).
Memutuskan untuk menjadi wirausaha juga dilakoni 
Wawang Supriyadi (Kompas, 23 Maret 2013). Wawang 
menggeluti usaha kerajinan miniatur dan hiasan dari 
logam. Mulanya, Wawang yang sarjana ekonomi itu 
melihat usaha kerajinan yang dijalankan sang ayah. Ia pun 
belajar soal cetak-mencetak dan mencampurkan logam 
yang dikerjakan ayahnya. Wawang kemudian belajar 
sendiri membuat master, membuat pelat cetakan, hingga 
penyelesaian akhir. Setelah cukup belajar, ia pun akhirnya 
terjun menggeluti bisnis ini  pada tahun 1999. Dengan 
modal awal Rp. 10 juta, kini bisnis Wawang telah beromzet 
Rp. 200 juta per bulan. Kunci sukses Wawang adalah jeli 
melihat peluang. Ia memanfaatkan serbuan mainan China 
sebagai tantangan untuk melahirkan kerajinan miniatur 
yang khas Indonesia. 
Kedua contoh anak muda yang terjun menjadi wirausaha 
ini  patut ditiru pemuda Indonesia lainnya. Keduanya 
berani mengambil risiko dan mampu mendobrak pola 
pikir lama, dari orientasi karyawan menjadi pengusaha. 
Keberanian mengubah pola pikir inilah yang sayangnya 
jarang dimiliki orang Indonesia. 
Urgensi wirausaha pada dasarnya adalah mengubah 
pola pikir dari mental pekerja menjadi mental pengusaha. 
Inilah sulitnya, di mana mental pekerja ini  bahkan 
sudah dikenalkan sejak masih kanak-kanak. Bagaimana 
tidak. Ketika orangtua bertanya pada anak, mau jadi apa 
kelak ketika dewasa, jawabannya pasti ingin jadi dokter, 
tentara, pilot, atau PNS. Jarang sekali yang menjawab ingin 
jadi pengusaha. 
Untuk mengatasi hal itu, kata Kasmir (2011), perlu 
diciptakan iklim yang dapat mengubah pola pikir, baik 
mental maupun motivasi orangtua, dosen, dan mahasiswa 
agar kelak anak-anak dibiasakan untuk menciptakan 
lapangan kerja ketimbang mencari pekerjaan. Perubahan ini  jelas memerlukan waktu dan bertahap. Misalnya 
dengan mendirikan sekolah yang berwawasan wirausaha 
atau menerapkan mata kuliah kewirausahaan, yang akan 
mengubah dan menciptakan pola pikir mahasiswa dan 
orangtua (Kasmir, 2011)
Di samping itu, dalam pendidikan kewirausahaan, 
perlu ditekankan keberanian untuk memulai wirausaha. 
Para mahasiswa ditantang untuk tidak takut rugi atau 
bangkrut. Hal ini misalnya bisa dimulai dengan menggeluti 
wirausaha dengan memanfaatkan hobinya. Hal lain yang 
juga perlu ditekankan adalah, wirausaha membuat semua 
kendali berada di tangan kita (Kasmir, 2011). Ini artinya, 
masa depan kita sendiri yang menentukan, bukan orang 
lain. 
Sejauh ini, beberapa instansi dan kementerian terkait 
mulai mengembangkan program untuk menciptakan 
sebanyak mungkin wirausahawan. Kementerian Koperasi 
dan UKM gencar dengan Gerakan Kewirausahaan Nasional 
serta terlibat aktif mengampanyekan iklan layanan 
masyarakat “Daripada Wara Wiri Cari Kerja, Mending 
Wirausaha”. Kemudian Bank Mandiri dengan program 
“Wirausahawan Muda Mandiri” serta Kementerian 
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang mengembangkan 
program wirausaha kreatif. 
Kotak 1
Belajar dari Si Anak Singkong
Chairul Tanjung (CT) adalah pengusaha papan atas 
negeri ini. Jaringan usaha di bawah bendera CT Corp 
menggurita, mulai dari media, ritel, hingga perbankan. 
Namun, untuk sampai pada tahap seperti sekarang, tidak 
dilalui dengan gampang. Chairul Tanjung merintisnya dari bawah, yakni ketika masih menjadi mahasiswa kedokteran 
gigi. 
Keinginan kuat untuk keluar dari kemiskinan menjadi 
latar belakang utama Chairul Tanjung memulai usaha. 
Sebagai anak rantau, ia tak ingin status mahasiswa 
membebani kedua orang tuanya. Ia pun mencari-cari 
peluang usaha yang pas dilakoni oleh seorang mahasiswa. 
Maka, munculah peluang usaha foto kopi, yang ternyata 
bisa membawa ‘napas lega’ bagi Chairul Tanjung.
Mencermati lembar demi lembar buku biografi Chairul 
Tanjung, ada beberapa pelajaran yang bisa dipetik sebagai 
modal wirausaha, yakni:
1. Kreatif dan inisiatif
Hal ini misalnya dapat dilihat ketika Chairul Tanjung 
memutuskan membuka usaha foto kopi diktat 
kuliah. Meskipun terlihat sepele, namun mampu 
membuat Chairul jadi mahasiswa kaya ketika itu. 
Hal inilah yang harus dimiliki oleh para calon 
wirausaha, tidak sekadar menjadi ‘follower’ tetapi 
menjadi ‘pionir’ berbekal kreativitas dan inisiatif.
2. Kerja keras
Ketika kuliah, Chairul Tanjung tidak sekadar menjadi 
mahasiswa, namun ia juga seorang aktivis kampus 
dan pengusaha sekaligus. Ketiganya dilakukan 
secara total dan tidak setengah-setengah
3. Berani mengambil risiko
Setiap wirausahawan harus punya mental ini. Berani 
mengambil risiko untuk mengembangkan usaha. 
Chairul Tanjung bahkan berani mengambil alih 
sebuah bank yang dalam kondisi ‘megap-megap’ 
bahkan perbankan bukanlah dunianya. Akhirnya, 
ia tidak hanya bisa menolong bank ini , namun 
juga membesarkannya.Kelas menengah baru bermunculan di Indonesia. Hal 
itu seiring dengan tingginya pertumbuhan ekonomi dalam 
beberapa tahun terakhir. Kelas menengah didefinisikan 
sebagai mereka yang mempunyai pengeluaran dengan 
rentang 2-20 dollar Amerika (USD) per kapita per hari 
berdasarkan paritas daya beli/purchasing power parity (ADB, 
2010). Definisi ini adalah khas untuk masyarakat Asia. 
Rentang pengeluaran perkapita ini  dibagi lagi ke 
dalam tiga kelompok, yaitu: masyarakat kelas menengah 
bawah (lower middle class) dengan pengeluaran perkapita 
perhari sebesar 2-4 USD; kelas menengah tengah (middle￾middle class) sebesar 4-10 USD; dan kelas menengah 
atas (upper-middle class) 10-20 USD. Dengan rentang 
pengeluaran 2-20 USD, maka didapatkan jumlah kelas 
menengah Indonesia sebanyak 134 juta (2010) atau sekitar 
56% dari seluruh penduduk, jumlah yang cukup besar.
McKinsey Global Institute (2012) menyebut kelas 
menengah dengan istilah “consuming class”. Definisinya 
adalah individu yang memiliki pendapatan sebesar 3600 
USD (berdasarkan paritas daya beli) ke atas. Dengan definisi 
ini, maka jumlah kelas menengah Indonesia mencapai 45 
juta pada tahun 2010 dan akan meroket menjadi 134 juta 
pada tahun 2030.
Survey Nielsen (2012) menyebutkan bahwa 
kelas menengah Indonesia adalah pihak yang paling 
diuntungkan akibat pertumbuhan ekonomi. Konsumsi 
mereka meningkat, begitu juga dengan kualitas hidupnya. 
Konsekuensinya adalah bertambahnya permintaan barang￾barang konsumsi, mulai dari peralatan elektronik hingga 
produk kecantikan. Begitu juga dengan permintaan jasa, 
misalnya layanan kesehatan, asuransi, dan pendidikan.
Ada beberapa fakta terkait kecenderungan konsumsi 
kelas menengah Indonesia (Nielsen, 2012), yakni:1. Belanja bulanan untuk makanan mencapai 37%. 
2. Sebanyak 88% kelas menengah mengaku akan 
bereksperimen dengan merek.
3. Lebih dari setengah (53%) berbelanja di pasar modern 
dua kali sebulan.
4. Mereka cenderung mengunjungi minimarket terdekat 
dengan rumah, yang dicari adalah beragam macam 
barang, layanan yang ramah dan lingkungan yang 
nyaman.
5. Tempat dengan tingkat pengeluaran tertinggi adalah 
mini market, diikuti supermarket, sementara peritel 
tradisional masih dikunjungi untuk mencari makanan 
segar. 
Fakta-fakta ini  setidaknya menyiratkan satu hal: 
besarnya peluang wirausaha di Indonesia. Tingkat konsumsi 
yang tinggi, baik barang maupun jasa, sudah seharusnya 
diimbangi dengan persediaan (suplai) yang tinggi pula. 
Problemnya, suplai ini  belum sepenuhnya dapat 
dipenuhi oleh orang Indonesia. Maka, barang impor pun 
merajalela. Padahal, jika peluang ini  dimanfaatkan, 
maka tujuan wirausaha, yakni menambah angkatan kerja 
dan mengurangi kemiskinan akan tercapai. 
Ketika memutuskan untuk wirausaha, maka yang 
pertama kali harus dilakukan adalah memutar ide dan 
kejelian melihat peluang. Ide dan peluang ini , dapat 
ditemukan di segala aspek kehidupan masyarakat dan 
semua kegiatan ekonomi. 
Maka, kata kunci dalam melihat peluang adalah 
kreativitas. Kreativitas acapkali datang dalam bentuk ide. 
Ide digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa. Ide 
dapat digerakkan melalui perubahan cara atau metode 
yang lebih baik untuk kepentingan pelanggan dalam 
memenuhi kebutuhan barang dan jasa. Walau demikian, tak sedikit wirausahawan yang 
sukses bukan berdasarkan ide sendiri, tetapi berdasarkan 
hasil pengamatan dan penerapan ide lain. Agar ide-ide 
yang potensial menjadi peluang, maka wirausahawan 
harus mencari dan mengidentifikasi sumber peluang bisnis 
ini . Kegiatan mengidentifikasikan merupakan upaya 
awal seorang wirausahawan untuk dapat masuk ke pasar. 
Dengan identifikasi ini , wirausahawan akan dapat 
mengetahui tingkat persaingan, strategi, kekuatan, dan 
kelemahan pesaing, dan memperkirakan pola persaingan.
Pada dasarnya ide dan peluang dapat tumbuh di mana 
saja, kapan saja oleh siapa saja. Semakin banyak ide yang 
muncul semakin kreatif manusia meraih peluang. Semakin 
banyak meraih peluang semakin banyak juga keberhasilan.
Saat ini, yang menjadi pekerjaan rumah besar adalah 
bagaimana mendobrak keinginan kaum muda untuk 
menekuni wirausaha. Apalagi menjadi wirausaha di usia 
muda menjadi tantangan tersendiri apabila melihat kondisi 
bangsa Indonesia saat ini. Masih lemahnya ekonomi 
sektor riil serta banyaknya pengangguran dan kemiskinan 
seharusnya menjadi cambuk generasi muda untuk berani 
memulai berwirausaha.
Secara keseluruhan, seperti telah diungkap di bagian 
awal buku ini, jumlah pengangguran di Indonesia adalah 
7,244 juta orang. Angka ini  jelas menunjukkan 
masalah besar dalam perkembangan perekonomian dan 
sosial di Indonesia yang memicu  melonjaknya 
jumlah pengangguran berpendidikan di Indonesia. Hal 
ini , secara tidak langsung juga akibat cara pandang 
yang ditekankan kepada para pemuda Indonesia adalah 
mencari pekerjaan, dan bukan sebaliknya, menciptakan 
lapangan pekerjaan.
Dalam konteks sekarang, di tengah tantangan 
dan kendala yang dihadapi generasi muda, mental kewirausahaan mesti ditumbuhkan dan terus didorong. 
Mereka harus kreatif, inovatif, dan berani mengambil 
risiko untuk memulai usaha. Keluarga, tak pelak lagi, 
menjadi lingkungan pertama yang menumbuhkan mental 
kewirausahaan anak. Dunia perguruan tinggi juga sudah 
saatnya diubah menjadi kawah candradimuka pembentukan 
mental wirausaha. Kemitraan swasta, pemerintah dan 
lembaga pendidikan harus mendukung terciptanya iklim 
kondusif bagi wirausaha muda.
D.Pandai Memanfaatkan Peluang
Laksana perawan di sarang penyamun. Istilah itulah 
yang mungkin tepat untuk mengungkapkan peluang 
yang kerap menjadi buruan banyak orang. Setiap orang, 
mulai dari pengusaha, pejabat, manajer, hingga karyawan 
biasa antusias mengejar dan kemudian menemukannya. 
Karena itu, siapa pun yang berhasil menemukan dan 
lalu memanfaatkannya, itu merupakan keberhasilan. Jika 
dianalogikan peluang ibarat sebuah perkawinan yang 
selanjutnya melahirkan anak dengan nama keberhasilan 
(Alifuddin, 2012). 
Negara kita memiliki sumber daya alam dan sumber 
daya manusia yang berlimpah. Namun, kita tidak memiliki 
kemampuan dan pengetahuan untuk mengelola kekayaan 
alam itu. Coba bandingkan dengan beberapa negara lain 
yang tandus dan tidak memiliki sumber daya alam yang 
potensial namun mereka eksis karena memiliki pengetahuan 
dan teknologi yang baik. Mereka hidup makmur dan keluar 
sebagai pemenang dalam persaingan global. Simaklah 
kesuksesan ekonomi negara-negara dengan kondisi alam 
yang tandus seperti Taiwan, Singapura, dan Jepang. 
Mereka justru sukses luar biasa.Jadi, sumber daya manusia berupa ilmu pengetahuan 
dan teknologi merupakan keunggulan komparatif bagi 
masa depan umat manusia. Persoalannya, bagaimana 
sumber daya manusia yang kita miliki bisa mengelola 
sumber daya alam yang tersedia di bumi Indonesia. Apa 
yang harus dilakukan supaya Indonesia bisa unggul 
dan memiliki perusahaan-perusahaan yang mampu 
menghasilkan keuntungan besar? Jawabannya adalah: 
generasi penerus bangsa ini perlu memiliki dan dibekali 
dengan pengetahuan tentang kewirausahaan agar 
terpenuhi sumber daya manusia yang berkualitas dan 
berpengetahuan luas untuk mengelola usaha terutama 
usaha yang berbasis dan memanfaatkan potensi alam 
Indonesia.
Satu hal yang perlu kita ingat dalam wirausaha adalah 
belajar. Di antaranya dengan mengambil pengalaman dari 
bisnis masa lalu. Contohnya, tentu kita masih ingat ketika 
pada tahun 1970-an ngetrend gaya rambut gondrong dengan 
bisnis rambut palsu dan industri fashion model gombrong, 
sandal dan sepatu tinggi. Memasuki tahun 1980-an model 
dan gaya ini  berubah dan kembali meniru gaya pada 
era 60-an dengan model serba mini dan pendek. Industri 
wieg jatuh karena model rambut dipotong cepak ala militer.
Memasuki tahun 1990-an seiring dengan melubernya 
informasi dan komunikasi global, gaya anak-anak muda 
mulai berubah mengikuti gaya model fungki, rambut 
pirang, pakaian seronok dan warna warni. Bukankah 
semua itu adalah potensi bisnis yang tiada habisnya? 
Pertanyaannya, kapan kita memulainya?! Jawabannya: 
sekarang, atau tidak sama sekali.
Ketika memilih wirausaha sebagai pegangan hidup, 
tentu tidak semudah yang kita bayangkan. Jalan yang 
akan kita lalui tidak selalu mulus, ada saja hambatan yang 
merintangi. Hambatan ini  bisa berasal dari dalam diri 
maupun dari luar (lingkungan). 
Hambatan dari dalam misalnya mental. Kerapkali, 
ketika menemui kegagalan dalam wirausaha, kita meratapi 
kegagalan ini . Malas bangkit dan mencoba kembali. 
Padahal, kegagalan adalah hal lumrah. Justru, di situlah 
mental kita diuji. Apakah sanggup menjadi seorang 
wirausahawan andal atau tidak. Para pengusaha sukses 
tidak sekali jalan membangun usaha. Mereka jatuh bangun 
terlebih dahulu, baru kemudian menemukan formula yang 
pas, dan sukses.
Kemudian kurang bisa mengenali potensi diri. 
Mengenali diri adalah memahami siapa diri kita 
sebenarnya. Jika seseorang mengenal dirinya, ia akan 
menemukan kebenaran tentang dirinya (Suryana & Bayu, 
2010). Dalam konteks wirausaha, kemampuan memahami 
diri sendiri ditentukan oleh pengetahuan dan keterampilan. 
Seorang wirausahawan perlu memiliki pengetahuan 
yang cukup untuk dapat mengarahkan dirinya guna 
memperoleh peluang usaha, menyusun konsep usaha, 
membuat perencanaan, dan opersional usaha. Di sisi lain, 
keterampilan juga tidak bisa diremehkan. Sebab, hal itu 
berguna untuk mengembangkan, memimpin, mengelola, 
dan mengatur strategi usaha ,
Begitu juga dengan kreativitas. Kalau sudah menjalani 
satu usaha, kita cenderung berkutat di usaha ini , 
tidak kreatif untuk mengembangkannya, atau bahkan 
mendiversifikasi usaha. Padahal, dalam teori siklus hidup 
produk seperti yang dikemukakan oleh Levitt (1978), ketika produk sudah mencapai kedewasaan (maturity), harus 
dilakukan upaya luar biasa agar produk ini  bertahan. 
Misalnya dengan diversifikasi atau merekonstruksi ulang 
produksi ini . Jika tidak, produk ini  akan mati 
dengan sendirinya.
Diversifikasi produk atau jasa memerlukan kreativitas. 
Sayangnya, kreativitas kerap dihambat oleh hal-hal yang 
tidak perlu. Misalnya, tidak berani berkesperimen, tidak 
mau mengambil risiko, kurang up date dengan keadaan 
sekitar, dan menjauhi kritik. Jika kita punya daya keatif, 
bukan mustahil produk dan jasa kita akan bertahan lama.
Jika penghambat dari dalam sudah diketahui dan 
diatasi, seorang wirausaha juga harus memperhitungkan 
faktor yang berasal dari luar. Misalnya, kurang memahami 
karakteristik pasar, faktor sosial budaya yang tidak bisa 
menerima suatu produk atau jasa, minimnya permodalan, 
kurangnya dukungan pemerintah, dan lain-lain.
Bagi seorang wirausahawan, mengidentifikasi faktor 
penghambat adalah hal penting. Tujuannya, supaya bisnis 
yang kita jalankan terarah, tidak berhenti di tengah jalan, 
tahan banting, dan terus berkembang.
Selain faktor eksternal dan internal, penghambat 
wirausaha juga dapat berasal dari sisi makro, yakni pembuat 
kebijakan atau pemerintah. Wakil Presiden periode 2009-
2014, Boediono, mengungkap enam penghambat wirausaha 
(Kontan, 12 November 2012), yakni:
1. Ketertiban hukum atau law and order. Hal ini untuk 
membuat aturan main agar lebih jelas. Apalagi, Apalagi 
saat ini masih terjadi di beberapa daerah ada pungutan 
liar sehingga memengaruhi sisi ketertiban hukum.
2. Kestabilan makro. Ekonomi harus tetap stabil, tidak 
naik turun yang membuat wirausaha sulit berkembang.
3. Infrastruktur. Isu ini jadi penting karena memengaruhi 
kemudahan dan perkembangan bisnis.
4. Regulasi. Selama ini, masih ada persinggungan antara 
peraturan daerah dan pusat terkait otonomi daerah 
yang dapat memengaruhi bisnis.
5. Finansial. Ketersediaan layanan finansial perlu 
didukung sektor perbankan melalui program financial 
inclusion.
6. Minimnya tenaga kerja terlatih. Meskipun sektor yang 
dibidik adalah UKM, tetap saja wirausaha memerlukan 
tenaga kerja terlatih untuk mendukung bisnis. 
Menurut Boediono, harus diambil langkah konkret 
penyelesaian atas keenam penghambat ini  supaya 
wirausaha di Indonesia berkembang, tidak saja kuantitas, 
tetapi juga kualitasnya. Maka, dibutuhkan sinergi semua 
pihak, pembuat kebijakan, pemerintah, dan swasta untuk 
menghasilkan wirausaha yang tangguh. 
F. Rangkuman
Untuk mengurangi angka kemiskinan dan 
pengangguran, diperlukan terobosan mendasar. Cara-cara 
konvensional semacam penyediaan lahan pertanian atau 
pembangunan proyek infrastruktur tidak lagi memadai. 
Jawabannya terletak pada wirausaha.
Bangsa Indonesia memerlukan wirausaha yang 
memulai bisnisnya dari usia muda. Hal itu sekaligus 
untuk mengubah pola pikir mayoritas masyarakat, dari 
mental pekerja menjadi mental pengusaha. Mengubah 
mindset bisa dilakukan, salah satunya melalui pendidikan 
kewirausahaan sejak sekolah menengah atas.
Potensi wirausaha di Indonesia sangat besar. Hal ini 
ditopang oleh tingginya pertumbuhan ekonomi serta 
semakin banyaknya kelas menengah, yang membutuhkan 
tidak saja barang, tetapi juga jasa.
Seorang wirausaha harus jeli dan pandai memanfaatkan 
peluang. Peluang wirausaha dapat ditemukan di segala 
aspek kehidupan masyarakat dan semua kegiatan 
ekonomi. Maka, kata kunci dalam melihat peluang adalah 
kreativitas. Kreativitas acapkali datang dalam bentuk ide. 
Ide digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa, dari 
situlah wirausaha bermula.
Di samping itu, wirausaha juga harus mengenali 
hambatan, yang datang dari dalam dan luar, serta 
yangberbentuk kebijakan. Hambatan dari dalam misalnya 
malas menggali potensi diri, tidak kreatif, gampang 
putus asa. Hambatan dari luar seperti tidak memahami 
karakteristik pasar, faktor sosial budaya, dan lainnya. 
Faktor penghambat yang berupa kebijakan antara lain 
regulasi yang tumpang tindih, infrastruktur, dan minimnya 
tenaga kerja terlatih. 





Dalam sebuah organisasi, misalnya institusi bisnis, 
kepemimpinan sangat penting. Pemimpinlah yang 
membuat arah dan kebijakan tentang bisnis, untuk 
kemudian diimplementasikan oleh anak buah (bawahan). 
Sebagian besar institusi bisnis yang menjadi besar dan 
terus berkembang ditopang oleh gaya kepemimpinan yang 
andal dan profesional. Keunggulan wirausaha yang sukses 
dibandingkan dengan wirausaha yang gagal terletak 
pada dinamika dan efektivitas kepemimpinan. Pimpinan 
wirausaha merupakan unsur pokok di dalam setiap 
perusahaan.
Kepemimpinan, menurut Suryana dan Bayu (2010), 
adalah kemampuan, proses, atau fungsi yang digunakan 
dalam memengaruhi orang lain untuk berbuat sesuatu 
dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Pada suatu 
kegiatan, kepemimpinan merupakan upaya membantu 
diri sendiri atau orang lain mencapai suatu tujuan.
Di sisi lain, menurut Sopiah (2008), kepemimpinan 
adalah proses mengarahkan dan memengaruhi aktivitas 
yang berkaitan dengan tugas dari para anggota kelompok. 
Definisi ini  berimplikasi pada tiga hal (Sopiah, 2008), 
yakni:1. Kepemimpinan harus melibatkan orang lain, yaitu 
bawahan atau pengikut. Karena kesediaan mereka 
menerima pengarahan dari pemimpin,anggota 
kelompok membantu menegaskan status pemimpin 
dan memungkinkan terjadinya proses kepemimpinan. 
Tanpa bawahan, maka semua sifat kepemimpinan 
menjadi tidak relevan.
2. Kepemimpinan mencakup distribusi kekuasaan yang 
tidak sama di antara pemimpin dan anggota kelompok. 
Pemimpin mempunya wewenang untuk mengarahkan 
beberapa aktivitas anggota kelompok, yang caranya 
tidak sama antara pemimpin yang satu dengan yang 
lain.
3. Di samping secara sah mempu memberikan perintah 
atau pengarahan kepada bawahan atau pengikutnya, 
pemimpin juga harus memengaruhi bawahan dengan 
bermacam cara.
Daft dan Carcic (2008) mendefinisikan kepemimpinan 
sebagai kemampuan untuk memengaruhi orang ke arah 
pencapaian tujuan organisasi. Memengaruhi berarti 
hubungan antarorang tidak pasif dan pengaruh didesain 
untuk mencapai tujuan. Taylor yang dikutip oleh Drafke 
(2009) menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah ”the
ability to influence the activities of others, through the process 
of communication, toward the attainment of goal.” Pengertian 
ini menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan 
untuk memengaruhi aktivitas orang lain melalui proses 
komunikasi ke arah pencapain tujuan. Definisi yang hampir 
sama dikemukakan oleh Kinicki dan Kreitner (2008), yaitu: 
”leadership is the ability influence people toward te attainment 
of goals.” Kepemimpinan adalah kemampuan untuk 
memengaruhi orang ke arah pencapaian tujuan organisasi.Robbins dan Judge (2007) menjelaskan kepemimpinan 
sebagai kemampuan untuk memengaruhi sebuah kelompok 
ke arah pencapaian visi atau seperangkat tujuan. Menurut 
Greenberg dan Baron (2003), kepemimpinan merupakan 
proses yang digunakan oleh seseorang untuk memengaruhi 
anggota kelompok ke arah pencapaian tujuan kelompok 
organisasi.
Definisi-definisi di atas pada umumnya memandang 
kepemimpinan sebagai aktivitas yang berkelanjutan, 
diarahkan untuk menimbulkan dampak pada perilaku 
orang lain yang pada akhirnya difokuskan pada upaya 
untuk mewujudkan tujuan-tujuan organisasi. Definisi 
ini  juga mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan 
menyangkut sebuah proses pengaruh sosial yang dalam hal 
ini pengaruhnya disengaja oleh seseorang terhadap orang 
lain untuk mengatur aktivitas-aktivitas serta hubungan di 
dalam kelompok atau organisasi.
Kepemimpinan merupakan sebuah proses kompleks 
yang memerlukan banyak keterampilan. Menurut 
Robbins (2001), salah satu fondasi utama kepemimpinan 
adalah kepercayaan. Boon dan Holmes (dalam Robbins, 
2001) menjelaskan bahwa kepercayaan merupakan suatu 
pengharapan positif bahwa orang lain tidak akan — melalui 
kata-kata, tindakan, atau keputusan — bertindak secara 
oportunistik. Dari definisi ini , setidaknya ada dua 
kata kunci penting dari kepercayaan, yaitu pengharapan 
positif dan secara oportunistik. Istilah pengharapan 
positif dalam pengharapan ini  mengasumsikan 
bahwa pengetahuan dan keakraban dengan pihak lain. 
Menurut Rotter (dalam Robbins, 2001), kepercayaan 
adalah suatu proses ketergantungan-historis yang 
didasarkan pada sampel-sampel pengalaman yang relevan 
namun terbatas. Pengharapan itu membutuhkan waktu untuk membentuknya, dibangun sedikit demi sedikit 
dan terakumulasi. Sementara istilah secara oportunistik 
merujuk pada risiko dan kerentanan yang inheren dalam 
setiap hubungan kepercayaan. Menurut Rempel, Holmes 
dan Zanna (dalam Robbins, 2001), kepercayaan mencakup 
membuat seseorang rentan seperti ketika, misalnya, 
minyingkapkan informasi intim atau bergantung pada 
janji-janji. Karena sifat ini juga, kepercayaan memberikan 
peluang bagi kekecewaan atau pengambilan manfaat dari 
kepercayaan.
Dalam kehidupan sehari-hari, kepemimpinan 
seringkali diartikan sama dengan manajemen. Padahal, 
keduanya memiliki perbedaan. Menurut Drafke (2009), 
kepemimpinan berhubungan secara langsung dengan 
orang dan perilakunya. Kepemimpinan hanyalah salah satu 
aspek dari manajemen. Sementara manajemen merupakan 
sebuah konsep yang lebih luas, termasuk aktivitas 
kepemimpinan, tetapi mungkin juga melibatkan fungsi￾fungsi non perilaku yang tidak secara langsung berpengaruh 
terhadap orang lain. Manejemen berhubungan dengan 
isu global, seperti menjaga kelangsungan organisasi, dan 
bekerja baik dengan hirarki, sedangkan kepemimpinan 
melibatkan inisiasi aksi dan percepatan perubahan. 
Pada akhirnya, manajemen adalah proses perencanaan, 
pengorganisasioan, pengkoordinasian, pengarahan, dan 
pengendalian aktivitas orang lain.
Capowski (dalam Kinicki dan Kreitner, 2008) melihat 
perbedaan antara kepemimpinan dan manajemen dari segi 
kualitas yang dibutuhkan. Kualitas yang dibutuhkan dari 
seorang pemimpin mencakup: jiwa, visioner, bersemangat, 
kreatif, fleksibel, menginspirasi, inovasi, berani, imajinatif, 
ekperimental, memiliki inisiatif perubahan, dan memiliki 
kekuasaan pribadi. Sementara kualitas yang dibutuhkan 
seorang manajer adalah pikiran, rasional, konsultasi, gigih, pemecahan masalah, tegas, analitis, terstruktur, penuh 
pertimbangan, berwibawa, stabil, dan kekuasaan posisi.
Dalam menjalankan fungsi kepemimpinan, seorang 
pemimpin dituntut untuk memiliki banyak kompetensi 
agar efektif dalam menjalankan fungsi kepemimpinannya. 
Menurut Joseph (2007), ada sepuluh kompetensi yang perlu 
dimiliki oleh seorang pemimpin, yakni: 
Pertama, adalah arah diri (self direction). Arah diri 
merupakan kemampuan menyusun tujuan untuk dirinya 
yang mengarahkan pada tujuan dengan dedikasi pemikiran 
tunggal. Hal ini merupakan kunci dorongan personal dalam 
memimpin. Beberapa orang menyusun tujuannya tetapi 
tidak diikuti dengan dorongan personal. Sementara yang 
lainnya memulai dengan bekerja atas tujuan-tujuannya, 
tetapi mungkin tidak sampai akhir. 
Kedua, fleksibilitas (flexibility), yaitu kemampuan 
untuk mengubah dirinya sesuai dengan situasi. Esensi dari 
fleksibilitas mental adalah kemampuan untuk menangani 
situasi yang berbeda dalam cara yang berlainan, khususnya 
untuk menanggapi hal-hal yang baru, komplek dan situasi 
yang problematik.
Ketiga, tim kerja (team work), yang merupakan 
kemampuan untuk bekerja bersama terhadap visi bersama. 
Kemampuan ini  untuk mengarahkan individu 
melaksanakan tujuan organisasi. Kemampuan kerja tim 
antara lain mencakup: bekerja bersama dalam suatu 
kelompok untuk mencapai tujuan bersama, mencapai 
hasil yang ingin dicapai, merayakan kesuksesan, memiliki 
pimpinan tim yang jelas, memiliki tujuan yang jelas, 
mendukung satu sama lain dalam mencapai tujuan, masing￾masing anggota memiliki kemampuan untuk memengaruhi 
keputusan, dan masing-masing anggota memiliki tanggung 
jawab personal atas kinerja dan kualitasnya.Keempat, strategi (strategy). Strategi adalah kejadian 
suatu tindakan yang diadopsi sesudah disaring secara 
ekstensif melalui data-data yang tersedia dan sesudah 
dievaluasi dari alternatif solusi yang bervariasi. Strategi 
juga merupakan kemampuan untuk memahami dan 
menginterpretasikan informasi untuk tindakan-tindakan 
tertentu yang akan diimplementasikan.
Kelima, pengambilan keputusan (decision making). 
Pengambilan keputusan merupakan studi yang 
mengidentifikasi dan memilih alternatif-alternatif yang 
didasarkan pada nilai dan preferensi dari pembuat 
keputusan. Membuat keputusan berdampak bahwa ada 
alternatif-alternatif pilihan untuk dipertimbangkan dan 
dalam kasus ini tidak hanya mengidentifikasi banyak 
alternatif yang mungkin, tetapi juga memilih salah satu 
yang terbaik dan cocok dengan tujuan, kehendak, gaya 
hidup, nilai dan sebagainya.
Keenam, mengelola perubahan (managing change). 
Megelola perubahan merupakan kemampuan untuk 
beradaptasi terhadap perubahan skenario tanpa kehilangan 
keefektivan dan efisiensi. Mengelola perubahan mencakup 
mengelola perubahan tugas, area praktik profesional dan 
tubuh pengetahuan. 
Ketujuh, delegasi (delegation). Delegasi adalah kesediaan 
untuk menugaskan tanggung jawab kepada yang lain. 
Delegasi merupakan fungsi manajerial yang penting 
untuk mengurangi beban tugas pimpinan. Delegasi 
membutuhkan kepercayaan yang cukup terhadap orang 
yang diberikan delegasi tugas.
Kedelapan, komunikasi (communication). Komunikasi 
adalah proses yang mana informasi melewati atau dibawa 
dalam berbagai bentuk. Komunikasi bisa dalam bentuk 
organisasi atau tim dalam sebuah organisasi. Komunikasi yang efektif tergantung pada tiga faktor, yaitu kepercayaan, 
emosi dan alasan. 
Kesembilan, negosiasi (negotiation). Negosiasi adalah 
proses dimana dua pihak memecahkan perselisihan, 
setuju atas terjadinya suatu tindakan atau mencoba 
untuk memperoleh hasil yang saling menguntungkan. 
Kepentingan yang saling diuntungkan merupakan bagian 
penting dalam negosiasi dan tidak boleh hanya satu pihak 
saja yang diuntungkan. 
Kesepuluh, kekuasaan dan pengaruh (power and 
influence). Kekuasaan adalah kemampuan untuk 
menggunakan pengaruh dalam organisasi atau individu di 
luar wewenang yang diturunkan dari jabatan.

Dalam menjalankan fungsi kepemimpinannya, seorang 
pemimpin menggunakan pendekatan yang berbeda-beda. 
Mejia dan Balkin (2007) mengklasifikasikan kepemimpinan 
menjadi empat kelompok, yaitu teori kepemimpinan yang 
ditinjau berdasarkan orang (person-based theories), teori 
situasional (situational theories), teori terpencar (dispersed 
theories), dan teori pertukaran (exchange theories).
Pertama, teori kepemimpinan yang didasarkan pada 
pendekatan orang. Ada beberapa teori kepemimpinan 
yang tergabung dalam kelompok ini, antara lain teori 
sifat dan teori perilaku. Untuk teori sifat berkembangan 
dari hasil studi-studi tentang kepemimpinan pada akhir 
abad ke-18 dan awal abad ke-19 yang pada umumnya 
terkait pada orientasi kepemimpinan menurut keturunan 
(raja dan bangsawan). Para peneliti berasumsi bahwa 
pemimpin itu tidak mungkin berasal dari orang biasa 
yang berstatus sosial rendah. Studi ini kemudian terkenal 
sebagai The Great Man Theory of Leadership. Teori ini
berpandangan bahwa seorang yang dilahirkan sebagai 
pemimpin otomatis menjadi pemimpin (Munandar, 1997). 
Kemudian studi kepemimpinan memusatkan perhatian 
pada ciri pribadi pemimpin, yang dikenal dengan trait 
theory. Teori-teori kepemimpinan mulai menghubungkan 
ciri kesuksesan dengan pemilikan bakat-bakat istimewa. 
Ratusan studi mengenai trait dilaksanakan selama tahun 
1930-an hingga tahun 1940-an. Studi ini mengungkapkan 
kualitas pribadi yang sulit dipahami. Banyak penelitian 
dilakukan dengan hasil yang mengecewakan. Sejumlah 
trait yang ditemukan hanya mampu mengungkapkan 
tipe orang yang memiliki kemampuan untuk menduduki 
posisi-posisi kepemimpinan dan tidak mengungkapkan 
tipe seperti apakah yang akan berhasil sebagai seorang 
pemimpin.
Teori kepemimpinan yang menggunakan pendekatan 
perilaku dapat dipilah menjadi dua, yaitu pendekatan 
perilaku berdasarkan struktur inisiasi (initiatinng 
structure) dan pertimbangan (consideration) serta 
pendekatan perilaku berdasarkan penghargaan (reward) 
dan menghukum (punishing). Terkait dengan model 
pertama yaitu untuk struktur pemicu (initiating structure), 
menunjukkan sejauhmana pemimpin mendefinisikan dan 
menstrukturkan peran karyawan dalam mencapai tujuan. 
Stukrur inisiasi mencakup inisiasi, organisasi dan produksi. 
Inisiasi adalah tindakan mengorganisasikan, memfasilitasi, 
dan kadang-kadang menolak ide-ide dan praktek baru. 
Organisasi adalah mendefinisikan dan menstrukturkan 
pekerjaan, menjelaskan peran pemimpin dan pengikut, 
dan mengkoordinasikan tugas-tugas karyawan. Produksi 
adalah menetapkan tujuan dan memberikan insentif bagi 
upaya-upaya dan produktivitas karyawan. Kemudian 
untuk aspek pertimbangan (consideration), merefleksikan sejauhmana pemimpin menciptakan hubungan 
kerja yang dicirikan oleh kepercayaan yang saling 
menguntungkan, hormat terhadap ide-ide karyawan, dan 
mempertimbangkan perasaan karyawan. Pertimbangan 
mencakup keanggotaan, integrasi, komunikasi, pengakuan 
dan perwakilan. Keanggotaaan adalah membaur dengan 
karyawan, menekankan hubungan tidak formal, dan 
pertukaran pelayanan personal. Integrasi ialah mendorong 
sebuah iklim yang menyenangkan, mengurangi konflik, 
dan meningkatkan penyesuaian individu terhadap 
kelompok. Komunikasi adalah memberikan informasi 
terhadap karyawan, mencari informasi untuk karyawan 
dan menunjukkan kesadaran atas persoalan-persoalan 
yang berdampak terhadap karyawan. Pengakuan ialah 
mengungkapkan kesetujuan atau ketiaksetujuan atas 
perilaku karyawan. Perwakilan yaitu bertindak atas nama 
kelompok, mempertahankan kelompok dan mendahulukan 
kepentingan kelompok (Colquitt & LePine, 2009).
Untuk pendekatan kepemimpinan yang berorientasi 
perilaku, pemberian penghargaan terjadi ketika seorang 
pemimpin memberikan penguatan secara positif kepada 
bawahan agar terjadi perilaku-perilaku yang dikehendaki. 
Jika bawahan dapat melakukan pekerjaan dengan baik, 
maka pemimpin memberikan pengakuan melalui pujian, 
hadiah, atau keuntungan-keuntungan lain yang kasat 
mata seperti peningkatan upah dan promosi. Pemimpin 
memberikan penghargaan untuk memastikan karyawan 
memiliki kinerja pada tingkatan yang tertinggi. Selanjutnya 
untuk pemimpin yang berorientasi menghukum terjadi 
ketika seorang pemimpin mencerca atau menanggapi 
seccara negatif terhadap bawahan yang melakukan 
perilaku-perilaku yang tidak dikehendaki. Meskipun 
perilaku menghukum dapat menjadi efektif, namun juga memicu perilaku yang membahayakan di dalam organisasi. 
Umumnya lebih efektif jika menggunakan penguatan 
untuk menghentikan perilaku-perilaku yang tidak 
dikehendaki jika dibandingkan dengan menggunakan 
hukuman. Hukuman dapat menimbulkan sesuatu yang 
tidak diinginkan seperti kemarahan (George & Jones, 2007).
Kedua, teori situasional. Teori-teori kepemimpinan 
yang tergabung dalam kelompok ini adalah Fiedler’s 
Contingency Model dan Path-Goal Theory. Terkait dengan teori 
pertama, Fred E. Fiedler mengembangkan sebuah elaborasi 
model kontingensi, yang berpegang bahwa pemimpin 
terbaik ditentukan oleh situasi kerja pemimpin. Model 
Fiedler menetapkan kondisi yang mana pemimpin harus 
menggunakan tugas, dan hubungan, gaya memotivasi. 
Fiedler juga menggunakan istilah kontrol situasi yang 
diartikan sejauhmana pemimpin dapat mengendalikan dan 
memengaruhi hasil usaha-usaha kelompok. Pengukuran 
kendali situasi berdasarkan tiga faktor, yaitu: (1) hubungan 
pemimpin anggota, yaitu sejauhmana anggota menerima 
dan mendukung pemimpinnya, (2) struktur tugas, yakni 
sejauhmana mengetahui secara nyata apa yang dilakukan 
dan seberapa baik serta apakah tugas-tugas secara rinci 
diselesaikan, dan (3) kekuasaan posisi (position power), 
menunjukkan sejauhmana organisasi menyediakan 
pemimpin dengan: (a) penghargaan dan hukuman kepada 
anggota organisasi, dan (b) wewenang formal yang sesuai 
untuk melakukan pekerjaan (DuBrin, 2007).
Pendekatan yang kedua adalah Path-Goal Theory. Dalam 
pendekatan ini pada intinya ada empat cara yang digunakan 
oleh seorang pemimpin, yitu direktif, suportif, partisipatif, 
dan orientasi tugas. Direktif (directive) mencakup perilaku 
mengklarifikasi yang menyediakan sebuah struktur 
psikologis untuk bawahan. Pemimpin mengklarifikasikan tujuan kinerja, maksud mencapai tujuan ini , dan 
menetapkan standar-standar kinerja yang akan dinilai. 
Hal itu juga mencakup kebijaksanaan penggunaan 
penghargaan dan tindakan disiplin. Kepemimpin direktif 
sama dengan kepemimpinan orientasi tugas. Suportif 
(sopportive) merupakan perilaku ini memberikan dukungan 
psikologis untuk karyawan. Pemimpin bersikap ramah 
dan mudah didekati, membuat pekerjaan menyenangkan, 
memperlakukan karyawan degan rasa hormat yang adil, 
dan menunjukkan perhatian pada status, kebutuhan 
dan kesejahteraan karyawan. Kepemimpinan suportif 
sama dengan kepemimpinan yang berorientasi pada 
orang. Partisipatif (partisipative) berusaha mendorong dan 
memfasilitasi keterlibatan bawahan dalam pengambilan 
keputusan di luar aktivitas kerja normal. Pemimpin 
berkonsultasi dengan karyawan, meminta sarannya, 
dan mengambil ide-idenya dalam pertimbangan yang 
serius sebelum mengabil sebuah keputusan. Kepimpinan 
partisipatif berhubungan dengan keterlibatan karyawan 
dalam keputusan. Orientasi prestasi (achievement-oriented) 
berupaya mendorong karyawan untuk mencapai kinerja 
puncak. Pemimpin menetapkan tujuan yang menantang, 
mengaharapkan karyawan memiliki kinerja pada 
tingkat yang paling atas, secara terus menerus mencari 
perbaikan pada kinerja karyawan, dan menunjukkan 
derajat kepercayaan tinggi sehingga karyawan akan 
mengambil tanggungjawab dan melakukan tujuan-tujuan 
yang menantang. Kepemimpinan yang berorientasi pada 
prestasi mengaplikasikan teori penetapan tujuan. 
Selain kedua pendekatan di atas, juga terdapat teori 
kepemimpinan situasional yang dikembangkan Paul 
Hersey dan Kenneth Blanchard. Menurut teori ini, perilaku 
kepemimpinan yang efektif antara lain tergantung pada tingkat kesiapan pengikut. Kesiapan berarti sejauhmana 
kemampuan yang dimiliki pengikut dan kesediaan untuk 
menyelesaikan tugas. Kesediaan merupakan kombinasi 
dari kepercayaan diri, komitmen dan motivasi. Teori 
kepemimpinan situasional ini  melahirkan empat 
gaya kepemimpinan spesifik, yaitu telling (S1), selling 
(S2), participating (S3) dan delegating (S4). Keempat 
gaya ini  merupakan kombinasi dari tugas dengan 
orientasi hubungan perilaku kepemimpinan. Pemimpin 
didorong untuk menggunakan gaya telling untuk 
pengikut yang memiliki deraja kesiapan rendah. Gaya ini 
mengombinasikan perilaku kepemimpinan berorientasi 
tugas tinggi, seperti memberikan pengarahan, dengan 
perilaku orientasi hubungan rendah, seperti supervisi 
yang tertutup. Apabila kesiapan pengikut meningkat, 
maka kepemimpinan dianjurkan untuk secara berangsur￾angsur bergerak dari gaya telling ke selling, participating, 
dan puncaknya adalah delegating (Kinicki & Kreitner, 2008).
Ketiga, teori yang terpencar. Teori kepemimpinan yang 
tergabung dalam kategori ini antara lain substitute leadership 
dan self leadership. Substitute leaderhip atau kepemimpinan 
pengganti merupakan teori kepemimpinan yang 
dipertimbangkan untuk melawan teori kepemimpinan 
yang berdasarkan pada orang. Teori kepemimpinan yang 
berdasarkan orang menekankan pada pentingnya sifat 
dan perilaku pemimpin. Sementara teori kepemimpinan 
pengganti menekankan pada pentingnya karakteristik 
situasi. Teori ini berdasarkan pada ide bahwa setidaknya 
pada beberapa situasi, kepemimpinan tidak hanya efektif, 
tetapi juga tidak relevan. Orang cenderung menyesuaikan 
kepemimpian dan menekankan pada pentingnya sifat-sifat 
pemimpin jika dibandingkan dengan kondisi aktual yang 
pantas. Teori ini juga berusaha menidentifikasi karakteristik tempat kerja yang dapat mengganti untuk kepemimpinan 
atau menetralisasi upaya-upaya yang dibuat oleh seorang 
pemimpin (Mejia & Balkin, 2007).
Untuk kepemimpinan diri (self-leadership) menekankan 
pada tanggung jawab individu karyawan untuk 
mengembangkan prioritas kerjanya yang telah disesuikan 
dengan tujuan organisasi. Manajer adalah fasilitator yang 
meningkatkan kapasitas kepemimpinan diri bawahan 
dan mendorong karyawan untuk mengembangkan 
keterampilan mengendalikan diri. Ada dua mekanisme 
penting dalam kepemimpinan diri, yaitu: (1) pemberdayaan 
(empowerment), atau proses mentransfer kendali perilaku 
kerja individu dari supervisor ke karyawan. Karyawan harus 
dibekali dengan keterampilan, peralatan, dan informasi￾informasi sehingga wewenang dan tanggung jawab-nya 
dapat sukses didelegasikan kepadanya; (2) pemodelan 
peran (role modeling), yaitu manajer memberikan contoh 
perilaku-perilaku yang diharapkan untuk dilakukan oleh 
karyawan. Pemodelan peran akan menjadi lebih efektif jika 
karyawan dapat melihat hubungan antara adopsi perilaku￾perilaku yang dikehendaki dengan hasil positif, seperti 
upah yang lebih tinggi, promosi, atau pengakuan publik 
(Mejia & Balkin, 2007).
Keempat, teori pertukaran. Teori kepemimpinan 
yang tergabung dalam kelompok ini antara lain teori 
kepemimpinan transformasional, teori kepemimpinan 
transaksional, teori kepemimpinan otentik atau 
kharismatik. Teori kepemimpinan transformasional 
ditandai kemampuan pemimpin untuk mengartikulasikan 
visi bersama tentang masa depan, secara intelektual 
menstimulasi karyawan, dan menaruh perhatian terhadap 
perbedaan individual karyawan (Brown & Keeping, 
2005). Menurut Keegan & Hartogg (2004), kepemimpinan transformasional terkait dengan identifikasi diri yang kuat, 
penciptaan visi bersama untuk masa depan, dan hubungan 
antara pemimpin dan pengikut berdasar pada suatu hal 
yang lebih daripada sekadar pemberian penghargaan 
agar patuh. Pemimpin transformasional mendefisikan 
kebutuhan untuk perubahan, menciptakan visi baru, 
memobilisasi komitmen untuk menjalankan visi dan 
mentransformasi pengikut baik pada tingkat individual 
maupun tingkat organisasi. Kemampuan pemimpin untuk 
mengartikulasikan suatu visi yang atraktif bagi masa depan 
adalah elemen utama dari kepemimpinan transformasional. 
Menurut Kinicki dan Kreitner (2008), model kepemimpinan 
transformasional banyak menghasilkan perubahan 
organisasi secara signifikan karena bentuk kepemimpinan 
ini menekankan pada tingkatan yang lebih tinggi pada 
motivasi intrinsik, kepercayaan, komitmen dan loyalitas 
dari bawahan.
Kepemimpinan transaksional (transactional leadership) 
didasarkan pada konsep pertukaran antara pemimpin 
dan pengikut. Pemimpin menyediakan pengikut sumber 
daya dan penghargaan untuk ditukar dengan motivasi, 
produktivitas dan pelaksanaan tugas yang efektif. 
Kepemimpinan transaksional mengajarkan kepada 
pemimpin agar menyediakan penghargaan untuk 
menguatkan perilaku yang sesuai dan mencegah perilaku 
yang tidak sesuai. Pemimipin transaksional adalah 
pemimpin yang bertanggung jawab, andal, memiliki logika 
tinggi dan berpikiran jernih. Pemimpin meyakinkan bahwa 
sistem yang ada terpelihara dengan baik. Dalam situasi 
konflik, pemimpin menggunakan aturan dan prosedur. 
Prosedur dan standar operasional bekerja dengan baik 
sepanjang hari seperti hari kemarin.Teori kepemimpinan karismatik dicitrakan sebagai 
kepemimpinan yang penting dalam hubungannya dengan 
kepuasan. Weber (dalam Wang & Jiang, 2005). memandang 
pemimpin karismatik sebagai mistis, narsistik, dan memiliki 
kemampuan personal yang magnetis. Pemimpin karismatik 
berinteraksi dengan orang lain melalui keyakinan-keyakinan 
dan perilaku yang unik. Pengaruh karismatik berakar 
pada nilai-nilai pemimpin, karakteristik kepribadian, 
dan perilaku, atribusi pengikut, konteks, atau beberapa 
kombinasi dari faktor-faktor ini . Pemimpin karismatik 
bersifat percaya diri, dominan, ekstraver, dan keyakinan 
kuat akan nilai-nilai yang dianut, serta keyakinan dan 
moral yang dianggap benar. Tendensi perilaku pemimpin 
karismatik adalah melibatkan inspirasi untuk memotivasi 
tindakan kolektif, berperilaku dalam berbagai cara yang 
dapat menghasilkan model bagi pengikutnya, sensitif 
terhadap kecenderungan lingkungan, perilaku yang tidak 
konvensional, berani mengambil risiko, memformulasikan 
dan mengartikulasikan suatu visi. Sementara Nyquist dan 
Spence (dalam Andre, 2008) menjelaskan lima karakteristik 
dari kepemimpinan karismatik, yaitu: (1) percaya diri (self 
confidence), menjadi percaya diri baik dalam kemampuan 
personal maupun dalam memutuskan, (2) visi (vision), 
mengartikulasikan visi, menekankan ideologi, (3) perilaku 
yang tidak konvensional (unconventional behavior), 
menunjukkan perilaku yang baru, tidak konvensional, 
dan melawan norma-norma, (4) sensitivitas lingkungan 
(environmental sensitivity), menjadi realistik mengenai 
ketersediaan sumber daya dan memberikan batasan￾batasan yang mungkin tentang apa yang dapat dan 
tidak dapat dilakukan, (5) sensitivitas terhadap bawahan 
(sensitivity ti followers), tanggap terhadap kebutuhan dan 
kemampuan bawahan, dan (6) model peran (role modeling), mengembangkan citra sebagai agen perubahan, seseorang 
yang membuat sesuatu terjadi.
Kepemimpinan memerlukan serangkaian sifat-sifat, 
ciri, atau perangai tertentu yang menjamin keberhasilan 
pada setiap situasi. Pemimpin akan berhasil bila memiliki 
sifat, ciri, dan perangai ini .
Terdapat tiga pendekatan dalam telaah kepemimpinan 
untuk mengetahui sifatnya. Pendekatan pertama 
memandang kepemimpinan sebagai pemunculan paduan 
ciri. Pendekatan kedua mengidentifikasi perilaku yang 
berkaitan dengan kepemimpinan yang efektif (Sopiah, 
2008). Asumsi yang lazim untuk kedua pendekatan 
ini  adalah bahwa individu yang memiliki ciri yang 
tepat atau memperlihatkan perilaku yang tepat akan tampil 
sebagai pemimpin dalam situasi kelompok apa saja yang ia 
masuki. Pandangan ketiga mengasumsikan bahwa kondisi 
yang menentukan efektivitas kepemimpinan berbeda￾beda sesuai dengan situasi tugas yang harus diselesaikan, 
keterampilan dan harapan bawahan, lingkungan organisasi, 
pengalaman masa lampau, dan yang lainnya.
Penggagas dan penulis buku Choice Theory,
William Glasser M.D (1998) —yang mengurai perilaku 
manusia berdasarkan motivasi dari dalam (internal)— 
mengungkapkan, setidaknya terdapat delapan sifat 
kepemimpinan, antara lain:
1. Memberi teladan tentang arti sukses kepada bawahan. 
Alasan umum seseorang tidak berusaha keras dalam 
bekerja adalah karena mereka tidak tahu persis tujuan 
mereka bekerja. Ketiadaan tujuan dan arah sering 
mematahkan motivasi kerja. Oleh sebab itu, seorang 
pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bisa
memberi contoh kesuksesan yang bisa diraih para 
bawahannya.
2. Beri bawahan Anda peralatan yang mereka butuhkan. 
Banyak orang mempersepsikan, tugas seorang 
pemimpin adalah menyelesaikan masalah bawahannya. 
Namun, sebenarnya itu bukan tugas atasan. Daripada 
terus-menerus turun tangan menyelesaikan masalah 
orang lain, lebih baik berikan bawahan cara dan rambu 
untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.
3. Jangan sungkan untuk memuji keberhasilan bawahan. 
Tak hanya kritik, pujian dan apresiasi terhadap hasil 
kerja bawahan juga dapat memotivasi produktivitas 
dan membangun kepercayaan diri bawahan untuk 
lebih sukses lagi.
4. Berikan ruang untuk kesalahan. 
Sesungguhnya kesalahan adalah guru terbaik bagi 
pembelajaran, maka berilah toleransi bagi kesalahan 
yang dilakukan bawahan. Terkadang kesalahan 
dilakukan bawahan bukan karena ia tidak becus bekerja, 
tapi karena ketidaktahuannya akan suatu hal.
5. Delegasikan tugas tanpa banyak turut campur. 
Pemimpin yang baik adalah seorang yang mampu 
mempercayakan tugas secara penuh kepada 
bawahannya. Biarkan bawahan mengatasi kendala 
pekerjaannya sendiri. Namun, di sisi lain pastikan 
seorang pemimpin selalu ada untuk membantu saat 
mereka membutuhkan.
6. Lebih baik bertanya daripada memberi nasihat 
Seringkali bawahan tahu lebih banyak daripada 
pemimpin. Tanyakan pendapat mereka tentang 
masalah-masalah yang sedang mereka hadapi di kantor. 
Dengan demikian, seorang pemimpin membantu 
mereka menyimpulkan sendiri jalan keluar terbaik dari masalah ini . Hindari memberi nasihat, karena 
akan terkesan menggurui. 
7. Bersikap ramah. 
Aturan mainnya sederhana. Jangan berharap orang 
lain bersikap ramah kepada pemimpin jika pemimpin 
sendiri tidak ramah terhadap orang lain. Seorang 
pemimpin yang baik tak perlu menjadi galak untuk 
bisa tegas dan efektif memanajeri bawahannya. Dengan 
bersikap ramah, pemimpin akan selalu bisa melihat sisi 
positif dari setiap karyawan dan memotivasi mereka 
untuk bekerja lebih baik lagi.
Kepemimpinan terkait erat dengan hubungan antar 
manusia. Saat bawahan percaya bahwa pemimpin tulus 
peduli dengan mereka, mereka akan berusaha lebih baik 
dalam bekerja. Kenali lebih dekat bawahan, dengarkan 
cerita dan keluh kesahnya. Pada akhirnya, kualitas 
kepemimpinan seseorang dapat dilihat dari kualitas 
hubungannya dengan orang-orang di sekitarnya.
Sifat kepemimpinan harus dikembangkan sendiri 
karena sifat ini  berbeda-beda setiap orang. Kesadaran 
bahwa kita sendiri yang menentukan kadar kemampuan 
kepemimpinan kita untuk melakukan perbaikan. Tidak ada 
cara terbaik agar menjadi pemimpin. Wirausahawan adalah 
individu yang telah mengembangkan gaya kepemimpinan 
mereka sendiri ,

Perilaku kepemimpinan dapat dipelajari. Oleh 
karena itu, dapat terjadi bahwa individu yang dilatih 
dalam perilaku kepemimpinan yang tepat akan mampu 
memimpin secara lebih efektif. Meski begitu, penelitian 
menunjukkan bahwa perilaku kepemimpinan yang tepat dalam satu situasi tidak selalu cocok untuk situasi yang 
lain ,
Berdasarkan teori perilaku kepemimpinan, perilaku 
spesifik membedakan pemimpin dengan yang bukan 
pemimpin. Teori perilaku adalah yang paling menyeluruh, 
dihasilkan dari penelitian yang dimulai di University of 
Ohio pada akhir dasawarsa 1940-an. Peneliti di universitas 
ini  mengidentifikasi dimensi independen perilaku 
pemimpin. Di awali dengan lebih dari beberapa dimensi, 
akhirnya mereka menyempitkan menjadi dua kategori, 
yang secara hakiki menjelaskan kebanyakan perilaku 
kepemimpinan yang digambarkan oleh bawahan. Kedua 
dimensi itu adalah struktur prakarsa dan pertimbangan 
(Robbins, 2008).
Thoha (2004) menyebut empat perilaku kepemimpinan. 
Pertama, kepemimpinan instruktif: memberitahukan 
kepada para bawahan tentang apa yang diharapkan 
dari mereka, member pedoman yang spesifik, meminta 
para bawahan untuk mengikuti peraturan dan prosedur, 
mengatur waktu, dan mengkoordinir pekerjaan mereka. 
Kedua, kepemimpiman suportif: pemimpin yang member 
perhatian kepada kebutuhan para bawahan, memperlihatkan 
perhatian terhadap kesejahteraan mereka dan menciptakan 
suasana yang bersahabat dalam unit kerja mereka. Ketiga, 
kepemimpinan partisipatif: berkonsultasi dengan para 
bawahan dan memperhitungan opini serta saran mereka. 
Keempat, kepemimpinan delegatif: menetapkan tujuan 
yang menantang, mencari perbaikan kinerja, menekankan 
keunggulan kinerja, dan mem perlihatkan kepercayaan 
bahwa para bawahan akan mencapai standar yang tinggi.
Perilaku pemimpin menyangkut dua bidang utama 
(), yakni:
1. Berorientasi pada tugas yang menetapkan sasaran, 
merencanakan, dan mencapai sasaran.
2. Berorientasi pada orang, yang memotivasi dan membina 
hubungan manusiawi.
Pemimpin yang mempunyai orientasi tugas cenderung 
menunjukkan perilaku sebagai berikut (Suryana & Bayu, 
2010):
1. Merumuskan secara jelas perannya sendiri maupun 
peran staf.
2. Menetapkan tujuan-tujuan yang sukar, tetapi dapat 
dicapai dan memberitahukan kepada anak buah apa 
yang diharapkan dari mereka. 
3. Menentukan prosedur untuk mengukur kemajuan 
menuju tujuan dan untuk mengukur pencapaian tujuan 
ini , yakni tujuan yang dirumuskan secara jelas 
dan kas.
4. Melaksanakan peranan kepemimpinan secara aktif 
dalam merencanakan, mengarahkan, membimbing, 
dan mengendalikan kegiatan yang berorientasi tujuan.
5. Berminat meningkatkan produktivitas.
Di sisi lain, pemimpin yang berorientasi orang 
menunjukkan pola perilaku sebagai berikut 
1. Menunjukkan perhatian atas terpeliharanya 
keharmonisan dalam organisasi dan menghilangkan 
ketegangan.
2. Menunjukkan perhatian pada orang sebagai manusia 
dan bukan sebagai alat produksi.
3. Menunjukkan pengertian dan rasa hormat atas 
kebutuhan, tujuan, keinginan, perasaan, dan ide 
bawahan.
4. Mengupayakan komunikasi timbal balik yang baik 
dengan staf.
5. Menerapkan prinsip penekanan ulang untuk 
meningkatkan prestasi karyawan.
6. Mendelegasikan kekuasaan dan tanggung jawab serta 
mendorong inisiatif.
7. Menciptakan suasana kerja sama dan gugus kerja dalam 
organisasi.

Fungsi pemimpin adalah mengarahkan, membina, 
mengatur, dan menunjukkan orang-orang yang dipimpin 
supaya mereka senang, sehaluan, terbina, serta menurut 
kehendak dan tujuan pemimpin (Suryana & Bayu, 2010). 
Kegagalan pemimpin dalam menjalankan tugasnya 
menunjukkan kegagalan pemimpin sendiri. Begitu juga 
sebaliknya, keberhasilan seorang pemimpin menunjukkan 
kesuksesan pemimpin itu sendiri.
Pemimpin pada dasarnya adalah seorang manajer. 
Maka, ia pun harus paham dengan fungsi-fungsi 
manajemen secara umum. Dalam institusi bisnis/usaha, 
fungsi pemimpin adalah sebagai berikut 
1. Koordinasi, yakni pemimpin harus mampu menjalin 
koordinasi yang baik antar kegiatan dan organisasi.
2. Pengarahan, yakni harus mampu memberikan 
pengarahan yang benar supaya tidak terjadi 
penyimpangan dan keterlambatan terhadap strategi 
dan kebijakan organisasi yang telah ditetapkan.
3. Komunikasi, yaitu seorang pemimpin yang harus 
mampu berkomunikasi, baik kepada atasan maupun 
bawahan.
4. Konsultasi, yaitu seorang pemimpin harus mampu 
mengambangkan sikap konsultatif ke atas dan ke 
bawah serta memupuk keterbukaan.
5. Pelayanan, yakni harus rendah hati dan mampu member 
pelayanan yang baik dan memuaskan.

Untuk dapat menjalankan fungsi kepemimpinan 
dengan baik, maka seorang pemipin harus memiliki sifat 
kreatif, inovatif, dan komunikatif, yakni kemampuan 
untuk mentransfer dan menerapkan gagasan serta praktik 
pembauran yang berdaya guna dan berhasil guna bagi 
kepentingan lembaga dan orang banyak. Faktor yang 
memengaruhi fungsi kepemimpinan seorang pemimpin 
adalah karakter kepribadian, kelompok yang dipimpin, 
dan situasi 
Prinsip umum kepemimpinan yang baik adalah: 
semakin besar perhatian pada karyawan, semakin keras 
mereka bekerja. Dengan demikian, fungsi kepemimpinan 
sesuai dengan pemimpinnya. Jika mementingkan 
karyawan, peluang sukses lebih besar. Jika pemimpin 
bersifat manusiawi dalam hubungan dengan karyawan, 
dipastikan bakal membawa efisiensi dan laba yang lebih 
besar. Karakter yang harus dimiliki wirausaha, seperti 
dikutip , pada jiwa wirausaha 
yaitu:
1. Berani bertindak.
2. Membangun tim yang baik.
3. Menjadi pendengar yang baik.
4. Berani mengambil risiko.
5. Having mentor.
6. Pikiran yang terbuka.
7. Membangun kepercayaan.
F. Kunci Sukses Pemimpin
Fakta telah menunjukkan bahwa hanya orang-orang 
kreatif dan inovatif yang bisa bertahan dalam persaingan 
bisnis, terutama di tengah-tengah krisis multidimensional 
dan persaingan hebat. Pribadi yang kreatif dan inovatif 
ditandai dengan tingginya kepercayaan diri, jauh dari rasa
takut, dan selalu siap mengantisipasi segala tantangan 
dalam bisnis, bahkan dalam keadaan yang tak terduga 
sekalipun. Selain itu, ketika tak mampu menyelesaikan 
suatu masalah dengan strategi tertentu, ia dapat dengan 
cerdik menyelesaikan masalah dengan daya pikir dan 
kreasi baru. Hal ini menunjukkan bahwa kreativitas dan 
inovasi sangat vital dalam bisnis (Alifuddin, 2012).
Bagaimana kreativitas dan inovasi dapat dikembang￾kan? Paling tidak ada empat langkah yang perlu dilakukan 
dengan baik. Pertama, selalu berpikir inovatif. Dalam 
kerangka itu, sebuah usaha perlu ditetapkan tahap￾tahap kesuksesan dalam marketing plan-nya – yang kerap 
disebut dengan rencana pengembangan usaha, baik dari 
aspek posisi, pembagian penghasilan, maupun pemberian 
fasilitas. Jika berhasil meraih kesuksesan, itu adalah buah 
dari berpikir inovatif. Karena itu, untuk mendapatkan hasil 
kerja yang memuaskan, perlu menempuh berbagai cara 
yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Kedua, berani introspeksi diri. Kita perlu menyediakan 
waktu menilai kejadian dan aktivitas masa lalu agar 
semakin memahami bagaimana strategi meraih kesuksesan 
sekaligus menghindari kegagalan. Caranya adalah 
melakukan evaluasi diri, lalu membandingkan dengan 
kenyataan dan target yang disusun dari awal. Seandainya 
realisasi masih jauh dari target, sebaiknya kita memikirkan 
cara dan strategi baru untuk meningkatkan produktivitas. 
Selain pekerjaan yang sedang berjalan, sebaiknya juga 
dilakukan evaluasi melalui pertemuan secara berkala dan 
intensif antara karyawan dan pimpinan. Dalam pertemuan 
itu, setiap bagian membahas berbagai masalah dan 
solusinya. Tujuannya, agar mereka punya kemampuan 
berpikir dan berdiskusi untuk menentukan ide baru yang 
dapat dikembangkan.Ketiga, berani mencoba. Untuk menumbuhkan sikap 
kreatif dan inovatif, kepada para karyawan perlu ditekankan 
untuk mencoba hal-hal baru, baik dalam penjualan mau￾pun sponsorship. Meskipun semua itu membutuhkan 
pengorbanan, baik dalam aspek biaya maupun perlunya 
ketabahan ketika menghadapi