merger akusisi g
kerumitan merger dan akuisisi menyediakan konteks yang sangat baik untuk
menganalisa efek keragaman gender TMT terhadap kinerja perusahaan.
ada argumen yang mengatakan bahwa seiring dengan peningkatan
keragaman TMT, pengambilan keputusan strategi akan semakin baik sebab
keragaman ini memiliki lebih banyak sumber daya pengetahuan, baik
dalam menetapkan masalah maupun menyelesaikan masalah, Selain itu tim yang heterogen atau beragam juga memiliki
kemampuan memproses informasi yang lebih baik dibandingkan dengan
tim yang homogen sehingga meningkatkan kualitas pengambilan keputusan
Namun keragaman ini juga menimbulkan efek negatif dalam
pembuatan keputusan. Keragaman tingkat tinggi dapat menurunkan
integrasi tim seperti dalam hal komunikasi kecepatan pengambilan keputusan
bahwa pemimpin wanita lebih inovatif proaktif dan transformasional serta lebih hati-hati
dan menghindari risiko dibandingkan dengan
pemimpin pria. Hal ini yang membuat TMT yang ada wanita di
dalamnya akan menghasilkan kualitas yang lebih baik dalam pengambilan
keputusan. Namun, keragaman ini juga dapat meningkatkan konfl ik
interpersonal sebab keragaman ini akan menimbulkan kebencian, amarah
serta frustasi di dalam tim . Sehingga dapat dikatakan
bahwa keragaman gender TMT berpengaruh terhadap pengambilan
keputusan secara positif dan secara negatif.
TMT yang beragam lebih mampu melakukan environmental scanning
dibanding TMT homogen. Selain itu wanita juga lebih mampu dalam
kegiatan networking sebab jaringan wanita lebih bervariasi dibanding pria
baik dalam komposisi maupun karakteristik hubungan . Wanita
juga lebih menghindari risiko dan lebih berhati-hati dalam menyeleksi ,Sehingga secara keseluruhan keragaman gender dalam
TMT dapat meningkatkan kualitas seleksi dan cenderung menyeleksi target
yang tidak terlalu berisiko. Atas argumen ini peneliti menduga bahwa
keragaman gender TMT akan meningkatkan kinerja dalam jangka pendek
sebelum mencapai proses integrasi. Oleh sebab itu dibentuklah hipotesis
pertama:
H1 : Keragaman gender dalam TMT berhubungan positif dengan kinerja
pra integrasi pada merger dan akusisi
Dalam tahap integrasi diperlukan tindakan yang tegas dan bertujuan
dari anggota TMT. Pengambilan keputusan yang jelas, pemahaman tujuan
dan tindakan yang tepat dapat mengurangi ketidakpastian serta kecemasan
anggotanya Keragaman gender dapat
menghalangi proses tindakan yang tegas dan bertujuan ini . Halangan
pertama yaitu diperlukannya waktu yang lebih lama dalam memproses
berbagai informasi Kedua, kekuatan sentralisasi
sangat diperlukan dalam pengambilan keputusan yang cepat. sebab
wanita cenderung membagi kekuatan mereka, tim yang memiliki gender
beragam akan lebih condong ke desentralisasi sehingga akan memperlambat
pengambilan keputusan. Ketiga, konfl ik dan perdebatan dapat mengganggu
proses pengambilan keputusan
Dengan adanya argumen-argumen yang menyatakan efek negatif
keragaman gender TMT dalam proses integrasi ini , peneliti berhipotesis:
H2 : Keragaman gender dalam TMT berhubungan negatif dengan kinerja
pasca-integrasi pada merger dan akuisisi.
Walaupun keragaman gender dalam TMT memberikan efek negatif
bagi kinerja pasca integrasi, pengalaman pengakuisisi diduga mampu
mengurangi efek negatif ini . Pengalaman akuisisi sebelumnya dapat
membentuk pedoman bagi organisasi yang membantu para anggota TMT
dalam mengatur proses integrasi baik sekarang maupun masa depan , Seiring dengan pengembangan rutinitas dan kemampuan
pengakuisisi, efek negatif dari keragaman gender ini akan semakin
berkurang. Selain itu kemampuan yang semakin bertambah ini juga
membantu anggota TMT dalam mengambil keputusan selama proses
integrasi. Pengalaman akuisisi juga akan mengurangi hambatan kinerja pasca integrasi dengan cara menyamakan visi, meningkatkan kecepatan
pengambilan keputusan dan menghasilkan konsensus strategis yang lebih
besar. Sehingga peneliti membuat hipotesis yang ketiga:
H3 : Hubungan negatif antara keragaman gender dalam TMT dengan
kinerja pasca integrasi secara positif dimoderasi oleh pengalaman
dalam akuisisi.
Hasil dari penelitian ini yaitu :
Terbukti bahwa keragaman gender dalam TMT berhubungan positif
dengan kinerja pra integrasi pada merger dan akusisi
Terbukti bahwa keragaman gender dalam TMT berhubungan negatif
dengan kinerja pasca-integrasi pada merger dan akuisisi.
Terbukti bahwa hubungan negatif antara keragaman gender dalam
TMT dengan kinerja pasca integrasi secara positif dimoderasi oleh
pengalaman dalam akuisisi.
“Double-edged sword” keragaman gender telah menunjukkan adanya efek
positif pada tahap seleksi dan efek negatif pada tahap integrasi merger
dan akuisisi jika perusahaan memiliki anggota TMT wanita. Selain itu
ditemukan juga bahwa pengalaman pengakuisisi dapat mengurangi efek
negatif keragaman dengan adanya rutinitas organisasi dan pedoman yang
membantu anggota TMT dalam mengambil keputusan dan mencapai
mufakat (konsensus) secara cepat.
Penelitian ini meneliti keragaman jender TMT dalam konteks
merger dan akuisisi sebab pada konteks ini memerlukan pengambilan
keputusan yang tepat di tengah-tengah perubahan yang kompleks sehingga
meningkatkan peran TMT itu sendiri. Peneliti menemukan bahwa memiliki
anggota TMT wanita dapat memberikan manfaat maupun biaya pada
merger dan akuisisi. Namun dengan adanya pengelolaan sumber daya,
networking serta pemrosesan informasi yang baik akan mengurangi konfl ik
antarpribadi maupun hambatan dalam tahap integrasi.
Penelitian ini juga memberikan kontribusi menarik bagi penelitian
selanjutnya. Pertama, penelitian selanjutnya memperoleh kesempatan
dalam memeriksa moderator hubungan antara keragaman jender dan proses integrasi merger selain pengalaman pengakuisisi. Kedua, penelitian
selanjutnya dapat mempertimbangkan bagaimana perbedaan kekuatan
dalam keragaman jender TMT dapat memberi efek pada hasil merger dan
akuisisi di berbagai tahapan proses. Ketiga, penelitian selanjutnya juga dapat
mempertimbangkan peran keragaman anggota TMT pada perusahaan target
merger dan akuisisi. TMT perusahaan target dapat memberikan sumber
daya pada perusahaan pengakuisisi serta memiliki peran penting dalam
tahap integrasi sebab dapat meningkatkan value creation (Graebner, 2004).
Keempat, keragaman TMT dapat diteliti lebih mendalam yaitu meliputi
ras maupun etnis yang mungkin juga mempengaruhi kinerja perusahaan
merger dan akuisisi.
Walaupun banyak perusahaan yang telah melakukan merger akuisisi,
namun banyak juga di antaranya yang mengalami kegagalan. Untuk
meneliti kegagalan ini , banyak peneliti yang mengaitkan pentingnya
faktor sumber daya manusia dalam aktivitas M&A (Aguilera and Dencker,
2004). Namun hanya sedikit penelitian sebelumnya yang membahas tentang
hubungan antara kepemimpinan transformasional dan kinerja pasca akuisisi
(Nemanich dan Keller, 2007). Adanya research gap ini mendorong
peneliti untuk meneliti lebih lanjut tentang hubungan antara kepemimpinan
transformasional dan kinerja pasca akuisisi dengan memakai mediator
yaitu perilaku karyawan, pada konteks ekonomi transisi. Penelitian ini juga
menyoroti pentingnya kepemimpinan transformasional pada tingkat hirarki yang lebih rendah terutama selama terjadi perubahan organisasi seperti saat
akuisisi berlangsung.
Pemimpin yang transformasional memberi dukungan pada bawahannya
melalui karisma mereka (an idealized infl uence), mengkomunikasikan visi
yang menarik dan menginspirasi (inspirational motivation), mendorong
kreativitas dan inovasi dalam organisasi (intellectual stimulation), serta
merespon kebutuhan dan masalah yang dihadapi karyawan (individual
considerations) (Bass, 1999). Pemimpin transformasional menggambarkan
masa depan sebagai sesuatu yang berbeda dengan masa sekarang sehingga
menginspirasi karyawannya untuk bekerja dalam rangka mewujudkan
masa depan ini (Nemanich dan Keller, 2007). Visi masa depan yang
kuat yang dimiliki oleh pemimpin transformasional mendorong karyawan
menghadapi tantangan baru, menambah usaha dan bekerja lebih efi sien
selain itu pemimpin transformasional juga
menyadari pentingnya perubahan dan mampu mengarahkan karyawan
dalam rangka beradaptasi pada perubahan ini serta menginspirasi
mereka mencapai tujuan yang menantang
Sikap kepemimpinan ini tentu dapat meningkatkan kinerja
pasca akuisisi. Pengaruh ini akan semakin kuat pada tingkat hirarki
yang rendah sebab mereka lebih dekat dengan karyawan. Hal ini
memungkinkan mereka dalam mendengar keluhan dan membantu masalah
yang dihadapi karyawan dengan cara melakukan percakapan tatap muka.
Dengan adanya pertukaran interpersonal ini , karyawan akan lebih
termotivasi dan berkomitmen dalam mencapai tujuan organisasi yang akan
berpengaruh terhadap peningkatan kinerja pasca akuisisi.
Penelitian-penelitian terdahulu telah meneliti dampak dari
kepemimpinan transformasional terhadap kinerja perusahaan ( kepemimpinan transformasional berkontribusi terhadap
peningkatan kinerja perusahaan. juga menemukan
bahwa pada masa perubahan, pemimpin transformasional mendorong
masing-masing karyawan dalam tim dalam mebangung kreativitas dan
inovasi.Pernyataan dan penelitian-penelitian di atas mendorong peneliti
merumuskan hipotesis pertama:
H1 : Pada konteks akuisisi, kepemimpinan transformasional yang
menginspirasi dan mendorong karyawan serta merespon masalah
mereka, memiliki pengaruh positif terhadap kinerja pasca akuisisi
Banyak penelitian sebelumnya yang berfokus pada bagaimana karyawan berperilaku terhadap proses perubahan , Bahkan ada istilah “merger syndrome” di mana karyawan bereaksi
secara tertekan sebab adanya perubahan yang tidak dapat terhindarkan
sesudah M&A berlangsung sehingga dapat berpengaruh buruk terhadap
hubungan antarpribadi mereka. Kesulitan karyawan dalam menghadapi
perubahan akuisisi dapat menimbulkan persepsi negatif mereka terhadap
akuisisi yang membuat komitmen mereka berkurang terhadap perusahaan
baru ini . Meskipun banyak penelitian
yang menyoroti reaksi negatif karyawan terhadap M&A, masih ada beberapa penelitian lain yang menyoroti reaksi positif mereka ,Alasan di balik perilaku positif mereka yaitu mereka mempersepsikan akuisisi sebagai suatu kesempatan dan bukan ancaman serta menyadari
bahwa perubahan itu penting. Jadi perilaku positif maupun negatif mereka
dipengaruhi oleh bagaimana mereka mempersepsikan masa depan perusahaan itu.
Beberapa penelitian telah meneliti hubungan antara kepemimpinan
transformasional dan perilaku karyawan terhadap perubahan . bahwa pemimpin
transformasional berpengaruh positif terhadap motivasi karyawan, kepuasan
mereka serta keefektifan mereka dalam bekerja. bahwa pemimpin transformasional berpengaruh
terhadap penerimaan akuisisi, kepuasaan pekerjaan serta kinerja karyawan.
Dari pernyataan dan penelitian terdahulu ini peneliti merumuskan
hipotesis kedua yaitu:
H2 : Pada konteks akuisisi, kepemimpinan transformasional yang menginspirasi dan. mendorong karyawan serta merespon masalah mereka,
memiliki pengaruh positif terhadap perilaku karyawan terhadap perubahanDalam meneliti hubungan antara kepemimpinan transformasional
dengan kinerja perusahaan, banyak penelitian terdahulu yang memakai
berbagai variabel mediasi. Salah satu variabel yang berperan sebagai
mediasidalam hubungan antara kepemimpinan transformasional dan kinerja
paska akuisisi yaitu sikap karyawan atas perubahan yang terjadi melalui
merger akuisisi. saat karyawan merasa bahwa mereka diperlakukan
secara adil, mereka kemungkinan besar akan membangun suatu sikap dan
perilaku positif dalam mendukung dan mencapai tujuan organisasi. Yang
paling penting yaitu kepemimpinan yang berkarisma dapat memotivasi
karyawan untuk meletakkan tujuan organisasi di atas tujuan pribadinya
dimana hal ini akan berdampak positif terhadap kinerja perusahaan.
Oleh sebab itu, peneliti menganggap bahwa sikap karyawan terhadap
perubahan yaitu mediator dari hubungan antara kepemimpinan
transformasional terhadap kinerja paska akuisisi
H3 : Dalam konteks akuisisi, sikap karyawan terhadap perubahan
yaitu mediator dari hubungan positif antara kepemimpinan
transformasional terhadap kinerja paska akuisisi
Untuk menguji semua hipotesis ini , data diambil dari sumber
primer selama 3 bulan dari bulan Februari hingga April 2013 yaitu
perusahaan-perusahaan Serbia yang menjadi subjek akuisisi selama lebih
dari 10 tahun (dari tahun 2002 hingga 2011). Sampel akhir dalam penilitian ini
yaitu 208 responden. Pengujian hipotesis dilakukan dengan memakai
multiple linear regression.
Pengujian H1 dan H2 dilakukan dengan memakai regresi linier
berganda. Hasilnya menunjukkan bahwa H1 dapat diterima, sedang
untuk H2 hanya dapat diterima sebagian. Peneliti lalu melakukan
prosedur milik Baron dan Kenny (1986) untuk menguji efek mediasi dari
sikap karyawan terhadap perubahan dalam hubungan antara kepemimpinan
transformasional dan kinerja akuisisi. Hasilnya menunjukkan bahwa
variabel sikap karyawan terhadap perubahan memiliki efek signifi kan
terhadap kinerja paska akuisisi.
Literatur ini mengindikasikan bahwa efi siensi reaksi dari karyawan
untuk berubah tergantung kepada kepemimpinan yang bagus yang dapat menciptakan suasana yang kondusif dan karyawan membuat karyawan
mampu melihat tujuan besar dari merger akuisisi. Secara keseluruhan,
penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam kondisi perubahan yang
kompleks seperti merger dan akuisisi, pemimpin harus dapat memahami
apa yang menjadi kebutuhan dan aspirasi karyawan. Dalam kondisi seperti
itu, kepemimpinan transformasional sangat diperlukan untuk peningkatan
kinerja sesudah akuisisi. Pemimpin harus dapat bertindak dan berperilaku
yang menginspirasi dan menstimulasi sehingga dapat menciptakan sikap
positif karyawan yang akhrinya berdampak kepada kinerja sesudah akuisisi.
Selain itu, dengan menyediakan dukungan dan bantuan serta merespon
semua masalah karyawan, pemimpin yang transformasional akan membantu
karyawan untuk menghadapi tantangan dari suatu perubahan dan bekerja
dengan lebih baik sehingga dapat berkontribusi pada peningkatan kinerja
paska merger.
Sample : Semua aktivitas Merger dan Acquisisi bilateral (crossborder) dari 9 negara berkembang di Asia yaitu China,
Hong Kong, India, negara kita , Korea, Malaysia, Philipina,
Singapura dan Thailand selama tahun 2000 hingga 2009.
Data didapatkan dari Thomson One Reuter.
Metode : Regression Model
Merger dan Akuisisi (M&A) dapat dilakukan oleh perusahaan-perusahaan
dalam satu negara atau yang biasa disebut dengan merger akuisisi domestik
dan yang dapat dilakukan oleh perusahaan-perusahaan antar negara
atau yang biasa disebut dengan M&A Cross-Border. Sebenarnya, secara
konseptual, M&A Cross-Border terjadi sebab adanya alasan yang sama dengan merger akuisisi domesik yaitu sebab saat kombinasi dari kedua
perusahaan ini dapat meningkatkan kinerja bisnis kedua perusahaan.
Perbedaan antara M&A Cross-Border dan domestik terletak pada perbedaan
geografi , budaya, pemerintahan tiap negara, serta efek pajak internasional
Belakangan ini, M&A Cross-Border menjadi salah satu pilihan yang
banyak dipraktekkan perusahaan-perusahaan di seluruh dunia. Hal ini dapat
dibuktikan dengan meningkatnya saham outward foreign direct investment
(OFDI) secara global dari US$549 milyar di tahun 1980 hingga menjadi US$
19 triliun di tahun 2009. OFDI tahunan negara-negara berkembang di dunia
mengalami perkembangan yang pesat yang bahkan turut memberikan
kontribusi cukup signifi kan selama kesulitan ekonomi yang baru saja
terjadi. Dari semua negara berkembang, Negara-negara berkembang di Asia
memberikan kontribusi OFDI yang paling besar yaitu mencapai lebih dari
US$2 triliun atau 10,5% dari total semua di dunia pada tahun 2009.
FDI (Foreign Direct Investment) akhir-akhir ini sebagian besar dilakukan
dalam bentuk M&A cross-border dibandingkan dengan investasi greenfi eld
. Hal ini dapat dibuktikan dengan meningkatnya jumlah
M&A cross-border dari tahun 1998 yang sebesar 23% menjadi 45% di tahun
2007. Di tahun 2008, jumlah M&A mencapai US$707 milyar yang meningkat
hampir sepuluh kali lipat dari tahun 1991-1996 yang hanya sebesar US$77
milyar. Walaupun sebagian besar pembelian M&A berasal dari negara maju
namun pertumbuhan pembelian M&A dari negara berkembang sudah
meningkat sangat signifi kan dalam beberapa dekade terakhir.
Tetapi, perkembangan merger dan akusisi yang semakin pesat dan
semakin terlibatnya banyak perusahaan dari berbagai negara tidak diimbangi
dengan perkembangan literatur mengenai merger dan akuisisi. Penelitianpenelitian terdahulu banyak yang berfokus pada kegiatan merger akusisi
domestik yang hanya berpusat pada transaksi antar perusahaan publik yang
ada di Amerika Serikat. meneliti kegiatan M&A selama
2000-2010 dalam 9 negara Asia berkembang yaitu China, Hong Kong,
India, negara kita , Korea, Malaysia, Philipina, Singapura dan Thailand. Hal
ini disebabkan sebab negara-negara ini yaitu pemain-pemain
utama aktivitas M&A di Asia.Foreign Direct Investment (FDI) sendiri biasanya terjadi sebab keputusan
dari perusahaan multinasional (MNE) untuk masuk ke dalam produksi
internasional dan memindahkan sebagian aktivitasnya ke negara lain
dalam bentuk M&A cross-border atau bentuk lainnya. Namun, belum ada
kerangka berpikir analitis yang menjelaskan mengenai semua motivasi
dari seluruh kegiatan investasi yang ada di suatu negara.
mencoba membuat model yang menunjukkan hubungan positif antara
pendapatan suatu negara (GDP) dengan tingkat investasi negara ini .
Namun, model yang dihasilkan ini kurang dapat
menjelaskan sebab lingkungan FDI dan M&A yang semakin kompleks.
Hal ini mengindikasikan bahwa ada beberapa faktor krusial lainnya yang
menentukan level investasi. Perusahaan-perusahaan memiliki motivasimotivasi tertentu untuk berinvestasi di negara lain. Motivasi ini dapat dibagi
menjadi 5 kelompok besar berdasarkan teori dan literatur empiris, yaitu:
Motivasi untuk mendapatkan sumber daya alam tertentu dari negaranegara yang kaya dengan sumber daya alam terutama sumber daya
alam yang langka akan menarik minat para pemain M&A cross-border.
Kesempatan untuk ekspansi atau akses ke pangsa pasar baru yang
bertujuan untuk memperkuat pasar yang sudah ada atau untuk
membangun dan membuat pasar baru (market development).
Meningkatkan efi siensi sehingga biasanya para investor akan mencari
wilayah berbiaya rendah dan memiliki kesempatan skala ekonomi
untuk kegiatan produksi dan operasi.
Kesempatan untuk mendapatkan aset sehingga perusahaan yang
mengakuisisi dapat menciptakan, menjaga dan memelihara posisi
bersaing mereka. Biasanya motivasi ini mengarah pada investasi dari
negara berkembang kepada negara yang lebih maju dibandingkan
dengan investasi antar negara berkembang
Financial development, dimana perekonomian suatu negara memegang
peranan penting dalam mempengaruhi keputusan investor untuk
investasi di luar negeri.
Model empiris dari penelitian ini yaitu M&A cross-border bilateral
antara negara yang ditetapkan sebagai fungsi dari ukuran pasar antara
perekonomian negara yang mengakuisisi dengan negara yang diakuisisi dengan proxy GDP per kapita yang sesungguhnya dan jarak negara. Sampel
yang dipakai yaitu semua aktivitas M&A cross-border dari 9 negara
berkembang di Asia yaitu China, Hong Kong, India, negara kita , Korea,
Malaysia, Philipina, Singapura dan Thailand selama tahun 2000 hingga
2009. Data didapatkan dari Thomson One Reuter yang meliputi tanggal
pengumuman, tanggal kesepakatan efektif, negara asal pengakuisisi dan
target akuisisi, nilai transaksi dan cara pembayaran.
Peneliti mengharapkan adanya hubungan yang positif antara ukuran
pasar negara tuan rumah dengan M&A cross-border dan hubungan negatif
antara jarak dengan M&A cross border. Hipotesis utama dari penelitian ini
yaitu implikasi fi nancial development terhadap M&A cross-border. Financial
development diukur dengan jumlah kredit relatif yang disediakan oleh bank
atau institusi keuangan terhadap GDP, kapitalisasi pasar saham relatif
terhadap GDP (equity) dan jumlah total mata uang lokal obligasi relatif
terhadap GDP (bond).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terbukti adanya hubungan
positif yang signifi kan antara proxy dari fi nancial development dengan M&A
cross-border. Selain itu, terbukti bahwa sektor perbankan masih memegang
peranan penting dalam memfasilitasi kegiatan M&A cross-border sebab hasil
menunjukkan bahwa nilai sektor perbankan (credit) lebih tinggi dibandingkan
equity dan bonds yang juga memiliki hubungan yang positif signifi kan
terhadap M&A cross-border. Hal ini bisa saja terjadi apabila di wilayah
ini metode pembayaran M&A cross-border masih banyak didominasi
oleh kas sehingga pinjaman dari bank memegang peranan penting dalam
memfasilitasi suatu transaksi. Hanya saja, banyak negara yang tidak
menganjurkan untuk memakai bonds sebagai sumber pendanaan untuk
melakukan investasi terutama di luar negeri. Hal ini sesuai dengan pecking
order theory of corporate capital structure yang menyatakan bahwa suatu
perusahaan akan memprioritaskan dan mengurutkan sumber pendanaan
mereka berdasarkan biaya pendanaan yang harus dikeluarkan
Ukuran pasar yaitu faktor lain yang berkontribusi dalam
meningkatnya M&A cross-border. Namun hasil penelitian menunjukkan
bahwa hubungan antara keduanya relatif rendah dan lemah sehingga
ditemukan bahwa ada faktor-faktor lain yang lebih dapat menjelaskan pergerakan dari aktivitas M&A cross-border. Hal yang serupa juga terjadi
dengan variabel jarak yang memiliki hubungan negatif signifi kan terhadap
M&A cross-border sebab biaya informasi meningkat dengan jarak terutama
apabila dalam informasi yang asimetris.
Selain hal-hal ini , tujuan/destinasi M&A cross-border juga
memegang peranan penting dalam menentukan peran pembangunan
keuangan di negara asal. Negara maju dan negara berkembang memiliki
hasil penelitian yang berbeda. Hasil menunjukkan bahwa kebanyakan
investasi di negara yang berpenghasilan tinggi dilakukan dengan tukar
menukar saham sedang sebaliknya, di negara yang berpenghasilan
sedang dan rendah, sektor perbankan masih memegang peran krusial dalam
mendorong aktivitas M&A cross-border.
Seiring dengan meningkatnya integrasi ekonomi di dunia, M&A cross-border
menjadi hal yang semakin penting di masa mendatang baik bagi negara
berkembang maupun negara maju. Hal ini terbukti sebab hingga tahun
2007, sepertiga merger yang telah dilakukan di dunia berasal dari dua negara
yang berbeda. Alasan-alasan untuk melakukan OFDI dan M&A cross-border
bagi perusahaan-perusahaan di negara berkembang juga tidak jauh berbeda
dengan yang ada di negara maju termasuk memperluas kesempatan untuk
bertumbuh atau membangun pangsa pasar baru, dekat dengan pelanggan,
dan akses terhadap teknologi dan pengetahuan.
Adanya hubungan yang negatif signifi kan antara jarak dan M&A
cross-border yaitu suatu hal yang sudah diperkirakan, namun
hubungan yang rendah antara variabel ukuran pasar menunjukkan bahwa
faktor-faktor lain yang menjadi faktor pemicu M&A cross-border yang lebih
penting. Selain itu, pembangunan sektor keuangan di suatu negara menjadi
salah satu yang dapat memicu terjadinya merger dan akuisisi cross-border.
Negara yang lebih maju cenderung memiliki persyaratan pendanaan dan
modal untuk M&A yang lebih kompleks terutama apabila perusahaan target
berada di negara yang jauh lebih maju dibandingkan negara asalnya. Dalam hal
pendanaan, kredit di bank masih menjadi faktor dominan dalam pendanaan
eksternal walaupun pendanaan melalui equity juga cukup signifi kan.
Selama beberapa dekade terakhir, banyak penelitian yang membahas
mengenai pengaruh perbedaan budaya terhadap kinerja perusahaan merger
akuisisi (M&A). Beberapa di antaranya mengatakan bahwa perbedaan
budaya dapat menjadi hambatan besar dalam mencapai integrasi. Hal
ini konsisten dengan hipotesis cultural distance yaitu kesulitan,
biaya dan risiko akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya
perbedaan budaya di antara dua individu, grup, atau organisasi (Hofstede,
1980). Sementara beberapa penelitian menemukan adanya hubungan
negatif antara perbedaan budaya dengan kinerja perusahaan merger dan
akuisisi. Namun ada juga penelitian lain yang memiliki pandangan berbeda
yang mengatakan bahwa perbedaan budaya antara perusahaan-perusahaan
ini dapat menghasilkan value creation dan pembelajaran antar satu
sama lain
Dalam penelitian ini peneliti berpendapat bahwa perbedaan
budaya dalam merger dan akuisisi jauh lebih kompleks dibanding yang
dijelaskan dalam hipotesis cultural distance. Peneliti mengemukakan bahwa
hasil penelitian yang berlawanan ini disebabkan sebab mereka
membandingkan perusahaan yang memiliki level berbeda dalam hal:
budaya (nasional atau organisasi) dan organisasi yang diteliti (pengakuisisi
atau target). Selain itu penelitian-penelitian terdahulu tidak terlalu fokus
meneliti perbedaan budaya mana yang mempengaruhi kinerja perusahaan
merger dan akuisisi. Maka dengan menghubungkan perspektif sumber daya
manusia dan organisasi dalam perusahaan merger dan akusisi, peneliti ingin mengembangkan dan meneliti lebih lanjut mengenai pengaruh perbedaan
budaya terhadap kinerja merger dan akuisisi.
Penelitian ini lebih fokus pada aspek-aspek integrasi sosiokultural yang
bersangkutan dengan realisasi sinergi. Sinergi yang dimaksud yaitu
pembentukan perilaku positif terhadap organisasi baru dan penyatuan
identitas serta kepercayaan antar anggota organisasi. ada bukti yang
lebih mendalam pada penelitian sosial-psikologi yang menyatakan bahwa
seseorang akan lebih tertarik pada orang lain yang memiliki perilaku serta
nilai yang mirip dengannya (Darr dan Kurtzberg, 2000). Penelitian lain
menyebutkan bahwa konfl ik akan semakin meningkat saat anggotaanggota organisasi tidak saling menghormati nilai-nilai dan tidak ada
kepercayaan satu sama lain (Lewicki dan Bunker, 1995).
Di sisi lain, manajer yang mengakuisisi biasanya berperilaku superior
dan memperlakukan anggota perusahaan target sebagai inferior. Dalam
merger dan akuisisi lintas budaya biasanya muncul perasaan permusuhan,
kebencian dan ketidakpercayaan yang mungkin disebabkan oleh pandangan
stereotip antar satu sama lain. Argumen-argumen ini mendorong
peneliti membuat hipotesis pertama:
Hipotesis 1 (H1
) : Perbedaan budaya antara perusahaan merger
berhubungan negatif dengan hasil integrasi sosial
budaya.
Peneliti terdahulu menyatakan bahwa akan sulit memprediksi apakah
manfaat perbedaan budaya dalam hal peningkatan transfer kemampuan,
berbagi sumber daya serta pembelajaran satu sama lain akan mengimbangi
atau melebihi hambatan yang disebabkan oleh perbedaan itu sendiri. Dengan
kata lain integrasi sosial budaya yang buruk tidak akan mencapai realisasi
sinergi yang baik. Selain itu seiring dengan meningkatkan cultural distance,
akan semakin besar kemungkinan meningkatnya praktek perusahaan yang
tidak kompatibel sehingga justru merusak kesuksesan transfer kemampuan,
pembagian sumber daya serta pembelajaran satu sama lain Oleh sebab itu peneliti menyimpulkan hipotesis kedua yaitu:Hipotesis 2 (H2
) : Perbedaan budaya antara perusahaan merger berhubungan negatif dengan realisasi sinergi
bahwa persepsi perbedaan budaya
mempengaruhi harapan investor mengenai kinerja masa depan perusahaan.
Hal ini didasarkan pada prinsip utama ekonomi yaitu pasar saham
menggabungkan semua informasi yang tersedia ke dalam harga saham saat
ini. Pasar saham juga tidak hanya mempertimbangkan kinerja keuangan
perusahaan namun juga faktor lain seperti sumber daya manusia dan
situasi organisasi ini . Sehingga dapat dikatakan bahwa investor juga
mempertimbangkan kesesuaian budaya dalam penggabungan perusahaan
ini . Dari penelitian terdahulu ini peneliti menyimpulkan hipotesis
berikutnya yaitu:
Hipotesis 3 (H3
) : Perbedaan budaya antara perusahaan merger berhubungan negatif dengan return pemegang saham pengakuisisi/acquirers.
Peneliti memakai moderat dalam menghubungkan antara
perbedaan budaya dengan realisasi sinergi dan return pemegang saham.
Dua moderat yang dipakai antara lain dimensi perbedaan budaya
dan tingkat keterkaitan antar perusahaan. Telah dikemukakan bahwa
budaya organisasi dan budaya nasional yaitu dimensi yang berbeda
dengan berbagai macam sikap dan perilaku.
menyatakan bahwa budaya nasional lebih memiliki kesadaran dan lebih
menerima perubahan dibanding budaya organisasi. Selain itu ditemukan
bahwa perbedaan budaya tingkat organisasi berhubungan negative dengan
komitmen serta kerja sama karyawan perusahaan. Penelitian ini juga
menunjukkan bahwa beberapa masalah terkait integrasi sosial budaya justru
semakin kuat dalam tingkat domestik dibanding tingkat cross-border. Hal
ini disebab kan level nasional cenderung lebih memperhatikan isuisu budaya yang penting namun kurang terlihat, dibanding level organisasi
yang cenderung menngabaikannya. Pernyataan ini mendorong peneliti
menyimpulkan hipotesis keempat yaitu:
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, perbedaan budaya dapat
meningkatkan keunggulan bersaing suatu perusahaan sebab adanya
sumber daya dan kemampuan yang unik dan potensial. Namun nyatanya tidak semua perbedaan budaya memiliki nilai yang berpotensi. bahwa akuisisi antar negara yang berbeda
dapat meningkatkan pengembangan keahlian teknologi, memicu solusi
baru dan mendorong inovasi sebab perbedaan level nasional ini lebih
memiliki beragam ide, praktik dan rutinitas yang melengkapi satu sama lain.
M&A cross-border yang yaitu bagian dari culture distance juga
dapat menghasilkan berbagai macam manfaat dalam hal skala ekonomi,
ketersediaan sumber daya yang langka dan masih banyak lagi Sehingga dapat disimpulkan bahwa strategi M&A cross-border
akan lebih mampu mengeksploitasi peluang pasar asing dibanding strategi
lain. Argumen-argumen ini mendorong peneliti menyimpulkan
hipotesis keempat yaitu:
Hipotesis 4A : Perbedaan budaya level organisasi antara perusahaan
merger lebih berhubungan negatif dengan integrasi sosial
budaya dibanding perbedaan budaya level negara (crossborder)
Hipotesis 4B : Perbedaan budaya level organisasi antara perusahaan
merger lebih berhubungan negatif dengan realisasi sinergi
dibanding perbedaan budaya level negara (cross-border)
Hipotesis 4C : Perbedaan budaya level organisasi antara perusahaan
merger lebih berhubungan negatif dengan return
pemegang saham dibanding perbedaan budaya level
Negara (cross-border)
Tingkat keterkaitan antar perusahaan dapat menjadi moderator
yang cukup potensial antara perbedaan budaya dan hasil dari merger dan
akuisisi sebab sangat berpengaruh pada level integrasi
Peneliti terdahulu menyatakan bahwa merger dan akuisisi yang memiliki
hubungan kuat umumnya memerlukan level integrasi yang lebih tinggi
yang dapat mengantar perusahaannya menuju organisasi yang lebih besar
serta memiliki karyawan yang berinteraksi secara intensif.
juga berargumen bahwa perbedaan antara satu budaya dengan yang lainnya
tidak terlalu memiliki arti sampai budaya ini harus berinteraksi satu sama lain. Sejalan dengan pendapat ini , merger dan akuisisi yang
memerlukan level integrasi yang rendah akan memerlukan lebih sedikit
interaksi antar anggota dalam masing-masing perusahaannya sehingga
mengurangi tekanan paska akuisisi dan kemungkinan terjadinya masalah
antara budaya ini .
Selain itu perusahaan merger yang keterkaitannya kuat akan memakan
biaya lebih besar dan meningkatkan masalah dalam hal budaya maupun
sumber daya di dalamnya . Integrasi dengan level tinggi juga
dapat memicu karyawan lebih menolak perubahan sehingga justru
mengagalkan realisasi sinergi. Situasi ini akan semakin parah jika
perbedaan budaya semakin besar.
bahwa saat tim top
management lebih menoleransi perbedaan budaya, maka ekspektasi earning
pasar akan semakin tinggi. saat merger dan akuisisi dalam integrasi
yang kuat, pengakuisisi akan cenderung kurang menoleransi budaya
dan justru memaksakan budaya dan prakteknya terhadap perusahaan
target. Hal ini dapat menimbulkan konfl ik dan menurunkan kinerja
karyawan seperti pernurunan produktivitas, tingginya tingkat absensi
bahkan perpindahan karyawan (Hambrick dan Cannella, 1993). Penelitianpenelitian ini mendorong peneliti menyimpulkan hipotesis kelima:
Hipotesis 5A : Perbedaan budaya berhubungan negatif dengan hasil
integrasi sosial budaya saat level keterkaitan antar
perusahaan tinggi
Hipotesis 5B : Perbedaan budaya berhubungan negatif dengan realisasi
sinergi saat level keterkaitan antar perusahaan tinggi
Hipotesis 5C : Perbedaan budaya berhubungan negatif dengan return
pemegang saham saat level keterkaitan antar perusahaan
tinggi
Hasil penelitian dari penelitian ini menunjukkan seperti di bawah ini:
Terbukti bahwa perbedaan budaya antara perusahaan merger
berhubungan negatif dengan hasil integrasi sosial budaya.
Terbukti bahwa perbedaan budaya antara perusahaan merger
berhubungan negatif dengan realisasi sinergi. Terbukti bahwa perbedaan budaya antara perusahaan merger
berhubungan negatif dengan return pemegang saham pengakuisisi /
acquirers.
Terbukti bahwa perbedaan budaya level organisasi antara perusahaan
merger lebih berhubungan negatif dengan integrasi sosial budaya
dibanding perbedaan budaya level negara (cross-border)
Terbukti bahwa perbedaan budaya level organisasi antara perusahaan
merger lebih berhubungan negatif dengan realisasi sinergi dibanding
perbedaan budaya level negara (cross-border)
Tidak terbukti bahwa perbedaan budaya level organisasi antara
perusahaan merger lebih berhubungan negatif dengan return pemegang
saham dibanding perbedaan budaya level Negara (cross-border)
Terbukti bahwa perbedaan budaya berhubungan negatif dengan hasil
integrasi sosial budaya saat level keterkaitan antar perusahaan tinggi
Terbukti bahwa perbedaan budaya berhubungan negatif dengan
realisasi sinergi saat level keterkaitan antar perusahaan tinggi
Tidak terbukti bahwa perbedaan budaya berhubungan negatif dengan
return pemegang saham saat level keterkaitan antar perusahaan tinggi
Hasil dari meta-analisis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa
perbedaan budaya memiliki dampak terhadap integrasi sosial budaya,
realisasi sinergi dan return pemegang saham. Penelitian ini memakai
meta analisis yang memisahkan hasil penelitian-penelitan dan mendeteksi
efek moderasi yang tidak diuji dalam penelitian-penelitian terdahulu
sehingga menghasilkan hasil menarik dalam meta analisis penelitian ini.
Dengan meta analisis, peneliti dapat mencapai konklusi bahwa perbedaan
budaya dapat menjadi harta maupun kewajiban dalam merger dan akuisisi,
tergantung dari dimensi budaya dan tingkat keterkaitan antar perusahaan.
Hasil dari analisa moderator menunjukkan bahwa merger dan akuisisi
yang memerlukan level integrasi yang tinggi justru menciptakan hambatan
menuai manfaaat integrasi berupa masalah sosial budaya. Bahkan semakin
kuat level intergrasinya, akan semakin tinggi risiko kegagalan implementasi
dan realisasi sinergi dalam perusahaan ini . sedang merger dan
akuisisi yang memerlukan level integrasi yang lebih rendah, khususnya yang
memiliki perbedaan budaya dalam level nasional (cross-border) lebih mampu menciptakan manfaat dari integrasi itu sendiri tanpa harus menghadapi
masalah sosial budaya.
Penelitian ini memberikan wawasan baru mengenai dampak perbedaan
budaya terhadap merger dan akuisisi. Namun seperti penelitian-penelitian
lainnya, penelitian ini juga memiliki batasan dan kekurangan yang mungkin
dapat dikembangkan bagi penelitian selanjutnya. Hambatan pertama yaitu
penelitian ini meneliti dampak perbedaan budaya pada perusahaan pra
merger terhadap kinerja perusahaan pasca merger. Sehingga ada beberapa
isu yang berhubungan dengan proses integrasi yang butuh dieksplorasi lebih
lanjut, termasuk proses integrasi yang bersifat sementara; bagaimana sosialbudaya dan proses integrasi tugas berinteraksi dalam menghasilkan sinergi
realisasi; dan bagaimana perbedaan-perbedaan budaya ini mampu
mengembangkan pemindahan kemampuan dan pembelajaran satu sama
lain. Hal-hal tersbut tidak dapat dengan mudah diteliti dengan penelitian
cross-sectional maupun dengan survei. Penelitian langsung di lapangan atau
studi masalah longitudinal dapat menghasilkan pemahaman yang lebih kaya
mengenai pengaruh perbedaan budaya terhadap kesuksesan merger dan
akuisisi.
Hambatan kedua yaitu moderator yang dipakai dalam penelitian
ini hanya menangkap aspek statis dalam hubungan antara pengakuisisi dan
target. Padahal sebenarnya dampak perbedaan budaya terhadap merger
dan akuisisi ini juga sangat tergantung dari bagaimana perbedaan
ini dikelola seperti adanya toleransi budaya dari pengakuisisi, tingkat
otonomi atau keefektifan kepemimpinan. Sehingga isu selanjutnya yang
perlu dipertanyakan dan diteliti lebih lanjut bukan lagi mengenai apakah
perbedaan budaya menjadi persoalan dalam merger dan akuisisi, namun
lebih kepada bagaimana perbedaan ini mempengaruhi proses integrasi
dan apa yang dapat dilakukan untuk mengelola perbedaan ini secara
lebih efektif.
Dalam persaingan pasar global yang semakin ketat, perusahaan akan
mengalami kemunduran apabila tidak melakukan perkembangan terus
menerus untuk memenuhi strategi yang diperlukan untuk menghadapi
lingkungan yang semakin kompetitif. Untuk memenuhi kebutuhan ini ,
merger dan akuisisi menjadi pilihan strategi yang sering dipakai oleh
perusahaan susaha mendapatkan sumber daya yang baru. Walaupun
strategi ini sering dipakai oleh perusahaan-perusahaan di seluruh dunia, bahwa sebanyak 60% hingga
80% dari semua kegiatan M&A tidak berhasil untuk meningkatkan nilai/
value organisasi. Penelitian ini didasari oleh penelitian-penelitian terdahulu
yang mencoba untuk menjelaskan kesuksesan dan kegagalan merger dengan
strategi yang dimiliki.
Kegiatan M&A menurut perspektif resources-based dapat dilihat
sebagai suatu tindakan strategik yang dapat membantu perusahaan untuk
mendapatkan sumber daya yang ada untuk tetap mengikuti perubahan
lingkungan yang ada , bahwa penekanan strategi terutama strategi
prioritas perusahaan akan berdampak pada kinerja keuangan perusahaan.
Berdasarkan hal-hal ini , peneliti berpendapat bahwa persamaan atau
perbedaan strategi menjadi kunci penting perusahaan merger dan dengan
adanya penekanan terhadap strategi dapat diketahui apakah konfi gurasi
sumber daya perusahaan merger dapat meningkatkan nilai (value). Dengan
memeriksa reaksi investor terhadap berbagai tipe motif merger, perusahaan
dapat memposisikan merger untuk memberi sinyal nilai kepada investor.
Secara ringkas, ada tiga tujuan utama dalam penelitian ini, yaitu:
Menekankan pentingnya penyelarasan strategi sebagai salah satu hal
yang berpengaruh terhadap peningkatan nilai (value) organisasi pascamerger yang dapat menyamakan orientasi strategi perusahaan hasil
merger.Melihat dampak motif merger dalam peningkatan nilai organsiasi atas
proses M&A yang terjadi.
Mendemonstrasikan bagaimana aspek marketing terutama iklan (yang
berhubungan dengan R&D) dapat mempengaruhi peningkatan nilai
dalam aktivitas merger dan akuisisi di industri yang berbeda.
Dalam penelitian ini, portfolio abnormal return menjadi variabel dependent
yang menangkap adanya peningkatan nilai dalam konteks merger.
Konsisten dengan penelitian terdahulu peneliti fokus kepada dampak merger akuisisi kepada
perusahaan gabungan dan menilai keseluruhan portfolio abnormal return
yang timbul di perusahaan gabungan. Pengukurannya didasarkan pada
reaksi pasar saham terhadap perusahaan pengakuisisi dan perusahaan
target atas dilakukannya merger. Apabila hal ini dilakukan maka dapat
menangkap keyakinan investor sehingga dapat mengetahui selisih antara
nilai perusahaan gabungan dibandingkan dengan nilai kedua perusahaan
sebelum bergabung yang dimana ekspektasinya dapat tercermin pada arus
kas perusahaan gabungan di masa depan.
Mensinergikan strategi (strategic alignment) berarti melihat seberapa
banyak kesamaan konfi gurasi sumber daya pemasaran dan R&D yang
dimiliki oleh perusahaan gabungan. Penekanan keselarasan strategi
yang tinggi berarti perusahaan gabungan memiliki kesamaan pola yang
tinggi atas alokasi sumber dayanya sehingga dapat meningkatkan kinerja
perusahaan dengan tiga cara. Pertama, apabila perusahaan gabungan dapat
mengelompokkan sumber daya maka dapat meningkatkan economies of scale
baik dari sisi produksi dan distribusi yang berdampak pada pengurangan
biaya dan meningkatnya kinerja perusahaan pasca merger, Kedua, merger antar perusahaan dengan strategi sejenis
dapat memfasilitasi pemasaran dan integrasi organisasi dan memperkuat
hubungan dengan pelanggan (Homburg and Bucerius 2005). Dan yang
terakhir, perusahaan gabungan akan memiliki norma dan nilai yang sama
yang menjadi salah satu alasan kuat keberhasilan merger Banyak penelitian terdahulu yang
menemukan bahwa kesamaan antar perusahaan gabungan meningkatkan
nilai dan berdampak besar bagi kinerja perusahaan ,Dengan banyaknya diskusi mengenai peran penting baik tinggi atau
rendahnya penekanan strategi dalam mempengaruhi kinerja pasca merger
secara positif maka terbentuklah hipotesis:
H1 : Tingginya penekanan keselarasan strategi berdampak pada lebih
besarnya nilai perusahaan sesudah merger diumumkan dibandingkan
dengan rendahnya penekanan keselarasan strategi
H1Alt : Rendahnya penekanan keselarasan strategi berdampak pada lebih
besarnya nilai perusahaan sesudah merger diumumkan dibandingkan
dengan tingginya penekanan keselarasan strategi
Namun peneliti sadar bahwa motivasi dari merger itu sendiri harus
dipertimbangkan sehingga motivasi-motivasi yang memicu terjadinya
merger harus dijelaskan terlebih dahulu. Basis dari merger dibagi menjadi
dua yaitu konsolidasi dan diversifi kasi (Anand and Singh 1997). Dengan
memakai konsolidasi, perusahaan dapat memperkuat posisinya di
pasar produk yang sudah ada, meningkatkan efi siensi, mampu menawarkan
banyak produk. Dengan peningkatan yang dialami, perusahaan dapat
mencapai efi siensi dalam hal produksi, pemasaran bahkan distribusi yangdapat membawa perusahaan pada sinergi operasional yang lebih tinggi dan
biaya yang lebbih rendah ,
sedang dengan diversifi kasi, perusahaan mampu memperluas
bisnisnya baik di bidang/industri bisnis yang sama maupun berbeda.
Tujuan utama dari diversifi kasi yaitu mencapai economies of scope diantara
tahap-tahap produksi yang sukses (Wernerfelt 2005). dengan industri
terkait, perusahaan dapat meningkatkan teknologi atau produk ( sedang dengan bisnis yang tidak terkait perusahaan
dapat meningkatkan pangsa pasar dengan produk-produk terbaru.
Peneliti berpendapat bahwa baik merger konsolidasi maupun diversifi kasi
dapat menciptakan atau menurunkan nilai tergantung dari penekanan
keselarasan strategi diantara perusahaan-perusahaan yang terlibat merger.
Dengan mempertimbangkan motif merger dalam penelitian ini maka dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H2a : Merger berbasis konsolidasi dibawah penekanan keselarasan strategi
yang tinggi berdampak pada meningkatnya nilai perusahaan sesudah
pengumuman merger dikeluarkan dibandingkan dengan merger
berbasis konsolidasi dibawah penekanan keselarasan strategi yang
rendah
H2b : Merger berbasis diversifi kasi dibawah penekanan keselarasan strategi
yang rendah berdampak pada meningkatnya nilai perusahaan sesudah
pengumuman merger dikeluarkan dibandingkan dengan merger
berbasis diversifi kasi dibawah penekanan keselarasan strategi yang
tinggi
Pengujian terhadap model menunjukkan bahwa dampak dari selisih/
perbedaan penekanan strategi yaitu negatif dan signifi kan yang artinya
penekanan strategi yang semakin mirip/sama semakin baik bagi perusahaan
gabungan. Hasil ini lebih mendukung hipotesis 1 (H1
) dibandingkan hipotesis
1 alternatif (H1Alt). Selain itu, model juga menunjukkan bahwa perbedaan
penekanan strategi dalam konsolidasi yaitu negatif dan signifi kan. Hal
ini berarti bahwa merger dalam motivasi konsolidasi dengan penekanan
keselarasan strategi yang tinggi mengarahkan perusahaan pada peningkatan
nilai yang lebih tinggi sehingga membuktikan hipotesis 2a (H2a). Di lain pihak, dampak perbedaan penekanan strategi diantara pihak pengakuisisi
dan target dalam motivasi diversifi kasi menghasilkan hasil yang positif
dan signifi kan. Hasil ini berarti bahwa rendahnya penekanan keselarasan
strategi dalam motivasi diversifi kasi membawa pada return yang tinggi
sehingga hipotesis 2b (H2b) terbukti.
Dari beberapa penelitian seperti Tower Watson (), Davis ()
dan Limieux () dalam melakukan Merger dan Akuisisi tentu
banyak sekali faktor yang menentukan keberhasilan dan kegagalan
perusahaan. Menurut beberapa penelitian, ada 20 faktor yang mempengaruhi
keberhasilan dan kegagalan dalam merger dan akuisisi. Dari dua puluh
faktor ini lalu di rangkum menjadi tiga kelompok besar yaitu
aspek due diligence, budaya dan kepemimpinan.
ASPEK DUE DILIGENCE
Due diligence yaitu penilaian mendalam mengenai hukum, keuangan,
dan risiko bisnis yang terkait dengan merger atau akuisisi, yang dilakukan
kedua belah pihak terlepas sebagai pihak yang membeli, menjual, atau
menggabungkan perusahaan. Due diligence dilakukan bukan tanpa adanya
tujuan. Berikut ini yaitu tujuan dilakukannya due diligence menurut Davis ).
Untuk memastikan harga dan metode pembayaran yang tepat jika
sepakat melakukan merger dan akuisisi.
Untuk menentukan detail yang mungkin relevan dalam penyusunan
perjanjian merger atau akuisisi
Untuk mengevaluasi risiko hukum dan keuangan dari transaksi
Untuk mengevaluasi kondisi fi sik peralatan dan juga properti berwujud
dan tidak berwujud lainnya yang termasuk dalam transaksi
Untuk menganalisis masalah terjadinya monopoli yang potensial yang
dapat menghambat merger atau akuisisi
Untuk memastikan kepatuhan terhadap hukum yang relevan dan
mengungkapkan pembatasan regulasi untuk transaksi yang diusulkan
Untuk mengetahui kewajiban atau risiko yang mungkin dapat
menghancurkan kesepakatan
Faktor yang memicu keberhasilan dan kegagalan merger dan
akuisisi menurut Mallikarjunapa dan Nayak (2007) yang terkait dalam due
diligence yaitu kelengkapan dan kecukupan due Diligence. Due diligence yang
tidak lengkap dan tidak memadai cukup sering memicu kegagalan
merger. Ada 2 hal menurut Lemieux dan Banks (2007) yang penting dalam
due diligence yang mempengaruhi kelengkapan dan kecukupan due diligence
yang nantinya akan mempengaruhi keberhasilan suatu due diligence, yaitu
jumlah orang yang melakukan due diligence dan durasi pelaksanan due
diligence.
Due diligence harus dilakukan dalam waktu yang cukup dan realistis
untuk memperoleh data-data dan informasi yang memadai untuk menilai
apakah merger dan akuisisi dapat dilakukan, menguntungkan dan dapat
bertahan di dunia bisnis. Seringkali due diligence dilakukan dalam tempo
yang terlalu singkat atau biasanya proses due diligence dilakukan tidak
sampai selesai, sebab masing-masing pihak terlalu percaya satu sama
lain. Ada kemungkinan perusahaan ini yaitu perusahaan yang
besar dan sukses, tetapi tidak menutup kemungkinan perusahaan ini
memiliki masalah yang tidak diketahui pihak luar, seperti kecurangan
dalam pelaporan keuangan, yang tentu saja tidak bisa diketahui melalui due
diligence yang dilakukan dalam waktu yang singkat.
Jumlah orang yang melakukan due diligence juga sebaiknya tidak
terlalu banyak namun cukup untuk mendapatkan informasi yang cukup
dan berguna dalam proses due diligence demi keberhasilan merger atau
akuisisi dalam jangka waktu due diligence yang telah ditentukan. Berikut ini
yaitu lingkup standard due diligence yang harus diperiksa menurut Davis
(2009) yang nantinya dapat menentukan keberhasilan due diligence dari segi
kelengkapan dan kecukupan. Status organisasi
Memastikan memiliki semua dokumen penting perusahaan seperti
akta pendirian dan laporan tahunan saat ini, untuk memastikan bahwa
perusahaan yang dibeli sudah sepatutnya diatur sebagai perusahaan,
kemitraan terbatas, LLC, dan sebagai entitas lainnya. Identitas petinggi
dan direktur, serta otoritasnya juga harus diketahui. Selain itu semua
notulen, catatan, dan suara pemegang saham, serta rapat direksi harus
diperiksa untuk memastikan bahwa transaksi merger dan akusisi
ini disetujui. Selain itu langkah-langkah pertahanan perusahaan
yang akan dibeli, seperti hak untuk membeli saham tambahan atau
pembatasan direksi sebagai otoritas, harus diperiksa dan dievaluasi
dampaknya pada transaksi merger dan akuisisi yang akan dilakukan.
Kewajiban kontraktual
Semua kewajiban kontraktual harus diperiksa, seperti perjanjian
pemasok, perjanjian joint venture, sewa, lisensi, perjanjian kerja, dan
kewajiban keuangan. Pembeli harus menentukan kewajiban kontraktual
itu akan dilanjutkan atau tidak , dan apakah rencana penjualan kepada
pembeli akan menghasilkan konsekuensi pada kontrak apapun. Setiap
persetujuan kontrak perlu dianalisa untuk mencari masalah apapun pada
kewajiban kontraktual pembeli. Hutang kepada pemasok, serta hutang
kepada bank dan pihak lain harus dikonfi rmasi dan dipertimbangkan
dalam setiap perhitungan nilai akuisisi.
Karyawan
Pembeli mungkin akan mempertahankan karyawan kunci dari perusahaan yang akan dibeli, atau memfasilitasi perubahan kepemimpinan,
atau tetap mempekerjakan karyawan yang sudah lama. Pembeli juga
harus mempertimbangkan kontrak karyawan untuk menentukan gaji,
bonus, dan benefi t, serta apakah merger dan akuisisi akan menyebabkan pembeli membayar kompensasi tambahan. Kontrak serikat, keluhan dan pengaduan semuanya harus diperiksa. Status karyawan yang
bukan warga negara juga harus diperiksa, sebab ijin imigrasi biasanya
dipengaruhi oleh nama dari pemberi kerja, dan jika sebab merger dan
akuisisi pemberi kerja berubah, maka hal ini akan berpengaruh pada
karyawan ini . Pemeriksaan latar belakang dan sejarah kejahatan
dari karyawan kunci, pendiri, dan petinggi juga harus dilakukan. Asuransi
Kontrak asuransi harus ditinjau untuk kecukupan cakupan, konfl ik
dengan perjanjian asuransi pembeli, dan kepatuhan oleh penjual.
Pemberi asuransi harus diberitahu tentang perubahan kepemilikan.
Pajak
Pajak selama beberapa tahun sebelumnya harus diperiksa, dan
pembayaran pajak terutang, cukai, pajak penghasilan dan pajak lainnya
harus dikonfi rmasi dengan otoritas perpajakan.
Akuntansi
Pembeli harus memastikan bahwa perusahaan yang dibeli telah
memakai standar akuntansi yang benar dalam menyiapkan laporan
keuangan yang akurat dan lengkap. Perusahaan yang akan dibeli
biasanya tidak mau membuktikan kepatuhan pada standar-standar
ini , sebab praktik akuntansi mereka tidak serinci dan tidak seketat
sesuai standar-standar ini , sehingga memilih untuk dimerger atau
diakuisisi dibandingkan melakukan IPO susaha menjadi terbuka.
Imbalan kerja
Imbalan kerja seperti dana pensiun dan dana untuk cacat harus ditinjau
untuk menentukan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku.
Pendanaan imbalan ini harus dikaji oleh para ahli. Perusahaan
pembeli ingin tahu apakah imbalan atau kompensasi akan dipicu oleh
rencana penjualan. Dampak dari transaksi pada setiap opsi kepemilikan
saham karyawan (ESOP) harus dievaluasi.
Litigasi dan kewajiban produk
Tuntutan hukum yang ada harus diperiksa untuk menentukan
kewajiban yang berpotensi akan ditanggung pembeli dan juga ancaman
masalah hukum.
Kewajiban lingkungan
Penilaian lokasi limbah berbahaya mungkin cocok untuk semua
bangunan yang dimiliki atau dikuasai oleh penjual. sebab pihak yang
mencemari mungkin bertanggung jawab atas biaya pembersihan bahkan
sesudah properti dijual, pembeli juga mungkin perlu untuk menilai
properti yang telah dijual oleh perusahaan yang akan dibeli. Pembeli
mungkin bertanggung jawab atas biaya pembersihan sebagai operator
atau pemilik bangunan yang didapatkan dari merger dan akuisisi. Penilaian dari akuisisi
Proyeksi keuangan, yang yaitu satu-satunya indikator yang wajar
dari nilai akuisisi kepada pembeli, hanyalah tebakan untuk kinerja masa
depan. Pembeli perlu mempelajari pasar dan basis pelanggan dari penjual
dan memprediksi pengaruh transaksi pada para pelanggan. Pelanggan
dari perusahaan yang diakuisisi atau dimerger harus dihubungi untuk
menentukan masalah kontrol kualitas atau kekurangan produk lainnya,
serta untuk memverifi kasi piutang. Pesaing juga harus diperhatikan,
untuk menentukan bagaimana kinerja perusahaan yang akan dibeli
relatif terhadap kompetisi dan prediksi pesaing di masa depan mengenai
pasar.
Antitrust. Pembeli harus memeriksa apakah merger dan akuisisi yang
dilakukan akan menghasilkan monopoli atau tidak.
Aturan luar negeri. Banyak perusahaan yang melakukan merger
atau akuisisi dengan perusahaan luar negeri. Ahli hukum lokal harus
disewa pada awal proses untuk menganalisa hukum setempat untuk
menentukan transaksi merger atau akuisisi bisa dilakukan atau tidak,
dan untuk menyediakan pendapat mendalam dari setiap konsekuensi
hukum tambahan dari transaksi merger atau akuisisi.
Properti intelektual
Semua paten, hak cipta, merek dagang dan rahasia dagang yang dimiliki
oleh perusahaan yang akan dibeli perlu diidentifi kasi dan dikatalogkan.
Tingkat review akan tergantung pada nilai yang diberikan oleh pembeli
untuk aset ini . Jika tujuan utama pembeli dalam membuat akuisisi
ini yaitu untuk memperoleh produk kunci untuk meningkatkan lini
produk, maka paten atau hak cipta yang melindungi hak-hak dalam
produk yang akan menjadi jauh lebih penting. Pembeli perlu memastikan
bahwa paten yang dimiliki oleh perusahaan yang akan dibeli, dan bahwa
karyawan yang menemukan atau menciptakan produk tidak mengklaim
hak-hak individu. Setiap lisensi paten perlu ditinjau. Klaim paten akan
menentukan dengan tepat apa yang menjadi hak perusahaan untuk
melarang pihak lain untuk membuat dan memasarkan produk serupa.
Jika paten tidak dibuat secara cermat dan pintar, pembeli mungkin
menemukan bahwa aset yang paling berharga menjadi tidak berharga
sebab pesaing dapat melakukan reverse engineering atau bekerja di
sekitar itu. Penyimpanan dokumen. Pembeli perlu mengetahui lokasi semua
dokumen, termasuk catatan keuangan dan pajak, catatan sumber daya
manusia, dan bukti kepatuhan pemerintah.
Sebelum melakukan due diligence, sebaiknya ditentukan dahulu
lingkup informasi yang harus dicari, apakah semua informasi mengenai
salah satu pihak, atau sebagian informasi saja seperti pendapatan saja, atau
cash fl ow saja, dan lain-lain. Dalam due diligence sebaiknya informasi yang
didapatkan sebaiknya sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Informasi
yang terlalu banyak hanya membuang waktu dan sumber daya, sebab tidak
semuanya dipakai dalam mengambil keputusan terkait due diligence. Tetapi
informasi yang terlalu sedikit lebih berpotensi memicu kegagalan
dalam merger akuisisi, sebab keputusan meger dan akuisisi yang diambil
tidak berdasarkan informasi minimal yang diperlukan untuk melakukan
merger atau akuisisi, atau dapat dikatakan terjadi information asymmetry.
masalah 1: Mitta Steel Due Dilligence
Contoh masalah keberhasilan merger dan akuisisi yang terkait due diligence
yaitu proses akuisisi pabrik baja Siscartsa II di Meksiko oleh ISPAT
Steel (sekarang Mittal Steel), perusahaan dari India pada tahun 1991.
Sebelum melakukan akuisisi terhadap Siscartsa II, Mittal Steel melakukan
due diligence terlebih dahulu terhadap Siscartsa II yang dilakukan oleh 20
orang manager yang mewakili semua fungsi dari cabang ISPAT steel di
Trinidad dan negara kita . Mereka dibagi dalam tim yang masing –masing
akan melakukan due diligence di area keuangan, pemasaran, manajemen
dan biaya. Selain itu setiap tim diminta untuk memeriksa hasil pemeriksaan
tim lainnya untuk mengurangi bias dan ketidaktelitian dalam due diligence.
Hasil dari due diligence yang dilakukan ISPAT Steel yaitu bahwa Iscartsa II
sering terganggu sebab masalah teknis, hanya beroperasi pada kapasitas
20%, memproduksi lembaran baja yang berkualitas rendah, dan banyak
karyawannya yang tidak bersemangat dalam bekerja. sesudah menemukan
masalah dalam pabrik baja ini , ISPAT tetap melakukan akuisisi dengan
biaya $ 220 juta yang menurut mereka tepat, sebab mereka melihat Siscartsa
II memiliki potensi yang bagus di masa depan selama masalah-masalah yang
ditemukan dalam due diligence ini dapat diatasi. Ternyata ISPAT tidak
salah, dan dengan strategi yang tepat dalam mengatasi masalah-masalah yang ditemukan dalam due diligence dan juga kerja keras dari karyawankaryawannya, Siscartsa menjadi salah satu pusat pendapatan ISPAT Steel.
masalah 2: Sherwood Brands Due Dilligence
Contoh kegagalan merger dan akuisisi terkait due diligence yaitu Sherwood
Brands dan Asher Candy, di mana Sherwood Brands mengakuisisi
Asher Candy sesudah melakukan due diligence selama 21 hari, walaupun
tidak menerima semua informasi yang diinginkan dari due diligence yang
dilakukan. Dalam masalah ini, Sherwood Brands telalu percaya pada proyeksi
pendapatan di masa depan yang dibuat oleh Asher Candy. Namun sesudah
proses akuisisi terjadi, Sherwood Brands baru menemukan bahwa ternyata
banyak kewajiban Asher Candy yang tidak diungkapkan, seperti kegagalan
dalam membayar dana pensiun sebesar $401.000 dan pajak yang belum
dibayar.
masalah 3: CIMB Niaga
Bank Niaga dan Bank Lippo telah bergabung menjadi Bank CIMB Niaga
pada 1 November 2008. Penggabungan kedua bank ini yaitu opsi
terbaik bagi seluruh pemangku kepentingan yang diambil oleh Pemegang
Saham dalam rangka mematuhi kebijakan Bank negara kita khususnya
mengenai Kebijakan Kepemilikan Tunggal. Merger ini menghasilkan bank
dengan total aset di atas Rp 100 triliun dan mengkokohkan posisi sebagai
bank keenam terbesar di negara kita berdasarkan aset. Kebanyakan proses
merger gagal untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Namun hal ini tidak
terjadi pada merger yang dilakukan CIMB Niaga. Memahami masalah-masalah
mengenai gagalnya merger yaitu langkah awal untuk mencegah hal
itu terjadi pada proses mergernya.
lalu CIMB Niaga mulai dengan merumuskan due diligence dan
tata kelola proses merger dengan suatu pendekatan yang terstruktur. Hal ini
diperlukan sebab kompleksitas proses merger serta ketatnya jadwal waktu,
sementara CIMB Niaga harus memastikan bahwa operasional perbankan
terus berlangsung secara efi sien. CIMB Niaga harus mempertahankan
kualitas layanan nasabah selama proses merger. Proses due diligence ini
terdiri dari dua tahapan yaitu conduct feasibility study selama 5 bulan dan
regulatory approval selama 5 bulan. Proses ini dimulai pada 14 Maret 2008. lalu pada 22 Juni 2008 perjanjian merger ini telah ditandatangi.
Due diligence dilakukan dengan mengumpulkan berbagai informasi
mengenai aspek keuangan, aspek hukum dan aspek peraturan dari
transaksi merger
merger akusisi h
yaitu penandatangan S&P, menerima semua persetujuan peraturan yang
diperlukan dalam merger, dan penyelesaian transaksi merger. Di dalam
proses due diligence ini dilakukan pula dealexecution. Deal Team dibentuk
dari anggota-anggota dari Bank Niaga, Bank Lippo, dan CIMB Group. Tim
ini bertanggungjawab atas sejumlah besar tugas yang meliputi mengelola
transaksi merger, me-review pekerjaan yang telah dilakukan taskforces, dan
menelusuri perkembangan dengan teliti. Untuk memastikan merger telah
sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku, maka Deal Team didukung oleh
Financial Advisor, Public Accountant, Legal Consultant dan Independent Valuer.
Berikutnya dibentuklah Business, Operational & IT Integration yang
melibatkan bisnis dan unit pendukung bank. Tim ini bertugas untuk
menetapkan metode, proses, kebutuhan-kebutuhan dan penyesuaian
produk-produk dari bank yang bergabung. Hasil yang didapat oleh tim
ini yaitu perumusan Target Operating Model (TOM) untuk seluruh bisnis
dan fungsi pendukung, serta merumuskan biaya penggabungan. Proses
pengembangan rencana merger dilakukan selama 5 bulan, dilanjutkan
dengan memulai rencana penggabungan selama kurang lebih 6 bulan, dan
barulah melaksanakan penggabungan selama kurang lebih 12 bulan.
Langkah berikutnya yaitu pembentukan integration committee.
Integration committee ini terdiri dari Integration Governance Committee (IGC),
Integration Steering Committee (ISC), dan Integration Program Offi ce (IPO).
Ketiganya memiliki ruang lingkup dan tugas yang berbeda-beda. IPO
mengawasi kemajuan tiap-tiap tim, membantu menyelesaikan permasalahan
antar tim yang timbul, dan mengkoordinir program merger keseluruhan
untuk memastikan proses merger yang tertib dan optimal. Dari waktu ke
waktu secara berkala, IPO melaporkan perkembangan kepada ISC proses
merger. IGC menetapkan arah program merger dan tujuan yang ingin
dicapai, serta membuat berbagai keputusan strategis terkait merger. ISC
bertanggungjawab menyelesaikan masalah-masalah di tingkat makro yang
terkait dengan pencapaian tujuan-tujuan di lingkup global. Secara berkala,
ISDC melaporkan kemajuan proses merger kepada IGC. Tahapan-tahapan
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi suatu organisasi/perusahaan
yaitu budaya dari organisasi ini . Budaya yaitu keyakinan
yang membentuk suatu norma perilaku dan menentukan yang dapat
dilakukan didalam sebuah organisasi. Budaya dapat didefi nisikan sebagai
sistem kepercayaan yang tertanam dalam masyarakat dan tercermin dalam
perilaku organisasi dan orang-orang. Menurut Hofstede, budaya yaitu
sebuah pemikiran yang membedakan anggota satu kelompok dari kelompok lainnya. Budaya ini secara tidak langsung mengatur bagaimana suatu
organisasi harus bertindak. Faktor budaya di dalam Merger dan Akusisi
dapat dilihat melalui perspektif budaya organisasi dan budaya nasional.
Budaya Nasional
Budaya nasional ini ada didalam sebuah lingkup suatu negara. Budaya
nasional memiliki pengaruh yang besar bagi organisasi yakni melalui
karyawan organisasi ini . Hal ini terlihat dalam respon karyawan atas
proses merger akuisisi yang terjadi di dalam organisasi. Salah satu studi
yang paling menonjol pada nilai-nilai budaya (national cultural dimensions)
yang dilakukan oleh Hofstede, merumuskan enam dimensi budaya: power
distance, uncertainty avoidance, individualism, masculinity, long-term orientation
dan indulgence. Dimensi ini dipakai untuk membandingkan antara satu
budaya negara dengan budaya negara lain. Hal ini akan bermanfaat saat
sebuah organisasi melakukan M&A cross-border.
Dengan memakai kerangka Hofstede ini maka organisasi dapat
mendapatkan gambaran mengenai organisasi yang sedang dijadikan target
merger akuisisi. Hal ini dapat dilanjutkan dengan membandingkan organisasi
yang dimiliki oleh organisasi yang membeli (bidder). Dimensi pertama yaitu
“power distance”,yaitu suatu tingkat kepercayaan atas suatu “power”.
Budaya di mana orang menganggap lebih superior dibandingkan dengan
yang lain sebab status sosial, gender, ras, umur, pendidikan, kelahiran,
pencapaian, latar belakang atau faktor lainnya yaitu bentuk power
distance yang tinggi. Dalam konteks negara kita , secara siginifkan terlihat
bahwa budaya ini sangat tinggi terjadi di negara kita dibandingkan negara
lain seperti Jerman atau USA. “Uncertainty Avoidance” yakni mengenai
kemampuan atau keinginan untuk beradaptasi terhadap ketidakpastian.
negara kita memiliki skor yang hampir sama dengan USA namun lebih
rendah dibandingkan Jerman. “Individualism” yakni yaitu tingkatan di mana
individu terintegrasi ke dalam kelompok. Collectivism yang yaitu
paradoks dari individualism akan mengacu pada ketergantungan individu
yang besar pada individu yang lain. Dalam hal ini tentu saja individualism
negara Asia seperti negara kita sangat rendah dibandingkan Jerman dan
USA. “Masculinity” yakni menyangkut perbedaan budaya dengan analogi
jenis kelamin. Pada budaya masculinity yang ditonjolkan yaitu ketegasan
dan kompetitif, sedang pada femininity yang yaitu lawan dari
masculinity yaitu kesopanan dan perhatian. negara kita memiliki nilai
masculinity terendah dibandingkan Jerman dan USA. “Long-term orientation”
yakni menjelaskan tentang pandangan seseorang terhadap waktu baik masa
lalu, sekarang dan masa yang akan datang. Pada budaya dengan long-term
orientation nilai kehematan dan ketekunan lebih diutamakan sedang pada
budaya dengan short-term orientation lebih menghargai sebuah tradisi. Dalam
konteks negara kita memiliki nilai long-term yang lebih rendah dibandingkan
Jerman namun lebih tinggi dibandingkan USA. Terakhir yaitu Indulgence,
yang yaitu tingkatan budaya dalam hal pengendalian akan keinginan
manusia. Tingkatan indulgence yang rendah seperti negara kita artinya
masyarakat negara kita memiliki tingkat pengendalian yang cukup tinggi
(restraint) atas keinginan manusia dalam rangka mematuhi norma yang
ada di masyrakat. Dibawah ini yaitu perbandingan tiga negara (Asia,
Eropa, USA) atas culture nations dengan model Hofstede.
Budaya Organisasi
Menurut Silversweig and Allen, budaya organisasi yaitu
seperangkat perilaku yang diharapkan didukung oleh sebuah kelompok.
Sementara Robins (2000), dalam Organizational Behavior, menambahkan
bahwa kompatibilitas budaya organisasi yang akan bergabung dalam
sebuah merger seringkali menjadi faktor non ekonomi yang krusial dalam
mendukung keberhasilan sebuah proses merger. Budaya organisasi
yaitu sebuah nilai yang dapat menjadi sebuah pegangan manusia
dalam menjalankan kewajibannya dan perilakunya saat berada di dalam
sebuah organisasi.
Analisis dari budaya organisasi membantu untuk mengidentifi kasi
struktur dari organisasi dan kepercayaan dari karyawan. Hofstede membagi
budaya organisasional ke dalam enam dimensi praktek: (1) Process-Oriented
vs. Results Oriented, (2) Employee-Oriented vs. Job-Oriented, (3) Parochial vs.
Professional, (4) Open System vs. Closed System (5) Loose Control vs. Tight Control
(6) Normative vs. Pragmatic.
1. “Process Oriented versus Result Oriented” menekankan pada organisasi
yang berorientasi proses dengan organisasi yang berorientasi pada
hasil. Organisasi dengan budaya berorientasi hasil lebih dinamis
dibandingkan dengan organisasi dengan budaya berorientasi proses.
2. “Employee-Oriented vs. Job-Oriented” menekankan pada organisasi yang
berorientasi pegawai dengan organisasi yang berorientasi pekerjaan.
Budaya organisasi yang berorientasi pegawai artinya organisasi ini
mendahulukan kepentingan dan kebutuhan pegawai dibandingkan
pekerjaaan. sedang budaya organisasi berorientasi pekerjaan
beranggapan bahwa pekerjaan yaitu yang terpenting. Pekerjaan harus
selalu didahulukan.
3. “Parochial vs. Professional” yakni pada budaya organisasi Parochial,
tingkat ketergantungan karyawan pada atasan dan pada organisasi
cenderung sangat tinggi. Sebaliknya, pada budaya Profesional tingkat
ketergantungan karyawan pada organisasi cenderung rendah sebab
alasan organisasi merekrut mereka yaitu semata-mata sebab
kompetensi yang mereka miliki.
4. “Open System vs. Closed System” yakni menjelaskan penerapan budaya
terbuka dan tertutup pada lingkungannya. Dengan budaya sistem
terbuka, maka organisasi menjadi lebih terbuka dan responsif atas
perubahan dan mendorong terjadinya learning organization. sedang
pada budaya sistem tertutup dijelaskan bahwa organisasi seakan-akan sebuah mesin yang bekerja mengikuti pola yang sudah ada tanpa banyak
melakukan perubahan.
5. “Loose Control vs. Tight Control” yakni adanya Budaya organisasi yang
serba longgar berdampak pada ketidakdisiplinan karyawan dan
organisasi. Sebaliknya pada organisasi dengan budaya yang ketat
menjelaskan bahwa organisasi menerapkan aturan-aturan organisasi
secara ketat dan kaku. Penyimpangan terhadap aturan sangat tidak
ditolerir.
6. “Normative vs. Pragmatic” yang menjelaskan orientasi organisasi
terhadap konsumen. Pada budaya pragmatis, konsumen yaitu
segalanya. Aturan dan prosedur dapat saja dilanggar jika hal ini
menghambat pencapaian hasil dan pemenuhan kebutuhan konsumen.
sedang organisasi dengan budaya normatif menjelaskan bahwa
organisasi memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga aturanaturan ini .
Pengaruh Budaya dalam Merger dan Akuisisi
Salah satu dari faktor dalam teori merger dan akuisi yakni perbedaan
budaya antar partisipan. Budaya yaitu sesuatu yang tidak terpisahkan
dalam sebuah merger atau akuisisi. Baik national culture maupun corporate
culture memberikan dampak terhadap kinerja organisasi. Hofstede, Stahl
dan Voigt mengembangkan pemikiran dalam hal integrasi dalam merger
dan akuisi. Mereka membuktikan bahwa budaya dari perusahaan yang
menggabungkan usahanya dengan perusahaan lain harus kompatibel dalam
rangka untuk keberhasilan berintegrasi.
Peleburan budaya sesudah merger dan akuisisi dianggap sebagai
atribut penting untuk mencapai sebuah keberhasilan. Hal itu juga menjadi
saksi bahwa orang-orang menolak untuk menerima perubahan budaya. Di
dalam sebuah perusahaan, budaya perusahaan yang mengakuisi dan yang
diakuisisi dapat dievaluasi secara positif atau benar-benar ditolak. Sebagian
besar sesudah dilakukan merger dan akuisisi, manajemen berfokus untuk
mengurangi kesalahpahaman yang disebabkan oleh perbedaan budaya.
Tentu dalam hal ini sangat penting bagi perusahaan yang mengakuisisi
untuk mengerti dalam mengatur perubahan budaya perusahaan yang
diakuisisi.Sebuah langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi perbedaan
budaya yakni dengan interaksi, komunikasi dan cultural learning. Adanya
sebuah interaksi diharapkan dapat mendukung pembelajaran mengenai
budaya. Menurut Schweiger (1993), menemukan bahwa cultural learning
dapat dilakukan dalam memfasilitasi pemahaman, kesamaan budaya,
komunikasi dan kerjasama.
Poor Cultural Fit
Cultural fi t dan pelaksanaan akuisisi ini berhubungan satu sama lain.
Masalah budaya ini tentunya akan sangat berpengaruh saat melakukan
merger dan akuisisi. Tentu cukup susah untuk melakukan implementasi
merger apabila belum membenahi masalah cultural fi t. Kurangnya cultural
fi t antara perusahaan yang melakukan merger tentunya akan menimbulkan
kesalahpahaman, kebingungan dan konfl ik. Dibutuhkan cultural due diligence
yang tepat untuk keberhasilan M&A. Cultural due diligence melibatkan
langkah-langkah seperti menentukan pentingnya budaya dan menilai
budaya perusahan yang diakuisisi maupun perusahaan yang mengakuisi.
Hal ini diperlukan untuk mengidentifi kasi dampak kesenjangan budaya,
dan mengembangkan dan melaksanakan strategi untuk memakai
informasi dalam profi l budaya untuk menilai dampak perbedaan yang
dimiliki. Hal yang penting yang harus dianalisa pada culture due diligence yaitu sebagai berikut:
Kepemimpinan, gaya, hubungan dan praktik manajemen
Prinsip pemerintahan
Prosedur formal
Kebiasaan
Kepuasan karyawan
Kepuasan pelanggan
Pendorong utama dari bisnis
Karakteristik organisasi
Persepsi dan harapan
Bagaimana pekerjaan dilakukan di dalam organisasi
Tidak selamanya temuan yang didapatkan dari due diligence sesuai
dengan keinginan pelaku merger atau akuisisi. Kadang-kadang muncul
suatu temuan yang tidak diharapkan dalam due diligence yang nantinya akan menjadi penyebab gagalnya suatu proses merger atau akuisisi. ada tiga
pilihan yang dapat dipilih dalam menyikapi temuan ini :
Mengakhiri transaksi merger dan akuisisi
Mengubah syarat transaksi untuk mengurangi resiko yang ditemukan
Mengubah rencana bisnis terkait transaksi merger dan akuisisi
Culture Due Diligence
Culture due diligence sama pentingnya dengan fi nancial dan legal due diligence.
Perusahaan harus mengevaluasi apakah kebudayaan kedua perusahaan
nantinya dapat dipadukan atau tidak. Perpaduan kedua budaya perusahaan
baru terjadi sesudah terjadinya merger atau akuisisi, di mana kedua
perusahaan dipaksa untuk bekerja sama. Jika perusahaan tidak melakukan
culture due diligence, maka perusahaan tidak akan mengetahui apakah
budaya perusahaan mereka dapat disatukan atau tidak, dan jika perusahaan
tidak memiliki budaya yang tidak dapat dipadukan, tentu saja akan terjadi
perpecahan dalam perusahaann yang nantinya akan mempengaruhi kinerja
perusahaan, yang berujung pada gagalnya proses merger dan akuisisi yang
telah dilakukan. Hal yang mungkin terjadi jika tidak melakukan culture
due diligence yaitu perusahaan mungkin kehilangan karyawan kunci
sebab perbedaan budaya yang terjadi sebab merger dan akuisisi, yang
tentunya hal ini akan mempengaruhi kinerja perusahaan dan nantinya
juga akan berujung pada kegagalan merger atau akuisisi. Berbeda jika
perusahaan melakukan culture due diligence, perusahaan menjadi mengerti
apakah kebudayaan kedua perusahaan dapat dipadukan atau tidak,
sehingga untuk menghindari kegagalan, perusahaan dapat membatalkan
kesepakatan merger atau akuisisi sebelum hal ini terjadi. Dan jika
perusahaan melakukan culture due diligence, perusahaan akan mendapatkan
keunggulan bersaing dibandingkan perusahaan yang tidak melakukan culture
due diligence, dan dapat mempertahankan nilai dari kedua perusahaan yang
menjadi nilai kunci keberhasilan perusahaan dan nantinya akan menjadi
nilai yang akan membawa keberhasilan pada merger dan akuisisi yang telah
dilakukan. Bagian culture due diligence ini akan lebih dalam dibahas dalam
bab berikutnya.
Kepemimpinan itu bukan tentang kebutuhan pemimpin, akan tetapi
lebih berfokus kepada kebutuhan orang dan organisasi yang dipimpin.
Gaya kepemimpinan bukanlah sesuatu yang harus dicoba terus menerus,
untuk melihat mana yang sesuai dengan perusahaan, sebaliknya, gaya
kepemimpinan harus disesuaikan dengan kebutuhan dari situasi yang ada
di perusahaan ,ada 4 tipe gaya kepemimpinan yang
dikenal dalam organisasi, yaitu:
1. Autocratic. Gaya kepemimpinan ini memungkinkan manajer untuk
mengambil keputusan dengan pemikirannya sendiri tanpa membutuhkan
ide orang lain. Disini manajer memiliki otoritas penuh sehingga manajer
cenderung akan memaksakan kehendak kepada karyawan. Tidak ada
satupun karyawan yang berani menentang pemimpin yang memiliki
tipe autocratic. Contoh negara yang memakai gaya kepemimpinan
autocratic yaitu Kuba dan Korea Utara.
2. Participative. Participative atau juga bisa disebut demokratis yaitu
gaya kepemimpinan yang menghargai masukan dari anggota tim dan
rekan kerja, tetapi untuk tanggung jawab keputusan akhir tetap ada pada
pemimpin ini . Gaya kepemimpinan demokratis ini meningkatkan
semangat kerja karyawan, sebab mereka diberi kesempatan untuk
berkontribusi didalam pengambilan sebuah keputusan. Kesulitan
pemimpin yang menganut gaya kepemimpinan ini yaitu saat
dibutuhkannya keputusan dengan waktu yang pendek.
3. Transactional. Gaya kepemimpinan ini berfokus kepada hasil kinerja
manajer dan karyawan dan dengan hasil kinerja ini akan
menentukan apakah manajer dan karyawan mendapat reward atau
hukuman. Tujuan yang akan dicapai telah ditetapkan bersama–sama,
dan semua pihak setuju untuk mengikuti arah dan kepemimpinan
manajer untuk pencapaian tujuan itu. Dengan gaya kepemimpinan ini
manajer memiliki otoritas untuk meninjau hasil kinerja dan melakukan
pelatihan kepada karyawan yang berhasil maupun gagal mencapai
tujuan.
4. Transformational. Transformational sangat bergantung kepada komunikasi
dari manajemen untuk tercapainya tujuan perusahaan. Pemimpin akan
berusaha untuk memotivasi karyawan dan meningkatkan produktivitas mereka melalui komunikasi dan visibilitas yang tinggi. Ciri–ciri
yang sangat menonjol dalam gaya kepemimpinan ini yaitu adanya
pendelegasian tugas untuk setiap tim yang ada di perusahaan.
Gaya kepemimpinan diatas memiliki sudut pandang masing–masing
dalam mengatur dan mengelola sebuah perusahaan, dimana ada kelebihan
dan kekurangannya. Ini yaitu konsekuensi bagi perusahaan yang
akan melakukan merger dan akuisisi. Kedua perusahaan yang melakukan
merger harus berjuang menghadapi gaya kepemimpinan masing-masing.
Kerjasama di bidang ekonomi sekarang tidak memiliki batasan apapun,
perusahaan dapat bekerja sama dengan perusahaan di negara lain, sehingga
membuat merger dan akuisisi menjadi salah satu strategi yang dipakai
untuk memperbesar pasar perusahaan ini .
Merger dan akuisisi lintas benua itu memiliki berbagai macam resiko,
salah satunya ada pada gaya kepemimpinan perusahaan ini . Gaya
kepemimpinan sebuah perusahaan di tiap negara dapat berbeda–beda,
sehingga perusahaan yang akan melakukan merger dan akuisisi juga harus
menetapkan gaya kepemimpinan mana yang akan dipakai , dan salah satu
pihak pasti akan elakukan adaptasi. Merger dan akuisisi sendiri memiliki
aturan masing– masing didalam penentuan gaya kepemimpinan yang mana
yang akan dipakai sesudah dilakukan merger dan akuisisi.
Merger itu kombinasi dari dua perusahaan dan hanya satu perusahaan
yang survive, berarti untuk gaya kepemimpinannya harus memakai
salah satu perusahaan. Pihak manajemen wajib untuk menentukan
gaya kepemimpinan yang akan dipakai , dan salah satu pihak wajib
untuk beradaptasi terhadap gaya kepemimpinan. sedang akuisisi
itu dua perusahaan masih berdiri, salah satu perusahaan hanya memiliki
beberapa persen saham perusahaan lainnya. Berarti untuk akuisisi gaya
kepemimpinannya masih memakai dan mempertahankan milik masing–
masing perusahaan, pada akuisisi yang paling penting yaitu pencapaian
tujuan yang sudah ditentukan bersama. Jadi gaya kepemimpinannya boleh
berbeda, asalkan tujuan yang sudah ditentukan harus tercapai.
Contoh pengaruh gaya kepemimpinan di dunia ekonomi, yaitu:
Daimler yaitu perusahaan asal Jerman, dan Chrysler berasal dari
Amerika. Pada saat itu merger antara 2 perusahaan ini yaitu akuisisi terbesar perusahaan Amerika oleh perusahaan luar. Melalui strategi
ini Daimler Chrysler akan menjadi produsen otomotif terbesar kelima
di dunia. Saat itu direncanakan bahwa merger ini akan membuat
distribusi produk mereka semakin efi sien dan menguntungkan, memang
rencana itu sukses di awal–awal periode.
Daimler dan Chrysler memiliki kultur dan perbedaan gaya
kepemimpinan yang sangat tajam. Daimler memiliki karakter pengambilan
keputusan secara birokrasi, sementara Chrysler mengedepankan kreativitas
dari karyawannya. Gaya kepemiminan Chrysler lebih fl eksibel dan
mudah untuk melakukan adaptasi. Chrysler menjunjung tinggi efi siensi,
pemberdayaan dan kesamaaan kedudukan antar karyawan. Berbeda
dengan Daimler yang mementingkan otoritas dan pengambilan keputusan
secara terpusat. Daimler dan Chrysler gagal sebab 2 perusahaan ini
memiliki ego yang sangat tinggi, jadi meskipun sudah melakukan merger
masing – masing perusahaan ini tetap ingin mempertahankan gaya
kepemimpinan masing – masing, sehingga terjadi perbedaan yang berujung
kepada kegagalan.
Seperti dibahas dalam bab sebelumnya, perbedaan budaya perusahaan
antara perusahaan yang akan bergabung dapat menjadi penyebab
utama kegagalan dalam proses penggabungan. Dalam konteks
merger dan akuisisi, perbedaan budaya perusahaan dapat dipahami sebagai
perbedaan kepercayaan, nilai-nilai dan praktik-praktik antara perusahaan
yang mengambilalih dengan perusahaan yang diambil alih (Schein, 2010).
Model di atas menunjukkan kinerja perusahaan yang melakukan
akuisisi dipengaruhi oleh kemampuan menggabungkan budaya perusahaan
yang mana meliputi cultural due diligence, cross-cultural communication,
connection, dan control. Cultural due diligence yaitu penetapan kesesuaian
budaya dalam akuisisi internasional. Kesesuaian budaya bukan berarti
budaya ini harus sama persis, melainkan dua kebudayaan yang dapat
digabungkan. Cultural due diligence dilakukan sebelum proses akuisisi
yang mana dapat memampukan pihak pengambilalih menentukan apakah
penggabungan dari budaya yang berbeda ini memiliki kemungkinan
keberhasilan sesudah tahap akuisisi terjadi. Faktor kedua yang perlu
dilakukan sebelum proses akuisisi yaitu cross-cultural communication,
yaitu komunikasi dua arah antara perusahan yang terlibat dalam akuisisi
yang mana dapat memastikan bahwa manajer dan pekerja dari masingmasing perusahaan dapat saling bertukar informasi mengenai budaya
perusahaan mereka. Buruknya komunikasi antar kedua belah pihak dapat memicu timbulnya ketidakjelasan, ketakutan dan desas-desus antara
perusahaan yang terlibat, sehingga dapat memicu gagalnya proses
akuisisi. Faktor ketiga yaitu connection, yaitu ikatan sosial dan hubungan
terstruktur antara perusahaan yang terlibat dalam akuisisi. Dan yang terakhir
yaitu control yang mana harus dilakukan agar dapat membentuk komitmen,
kepercayaan dan kerjasama antara perusahaan yang bergabung yang dapat
berkontribusi bagi keberhasilan penggabungan budaya perusahaan. Control
ini harus dilakukan baik dari sisi perusahaan pengambilalih maupun
perusahaan yang diambil alih.Bagian proses perencanaan meliputi evaluasi perbedaan budaya yang
dilakukan sebelum merger dan selama proses negosiasi berlangsung.
Dengan kata lain, penting untuk melakukan evaluasi (apabila pengukuran tidak dilakukan) atas perbedaan budaya sesegera mungkin sebelum proses
due diligence dilakukan. Evaluasi budaya dan perbedaan budaya yaitu
tugas yang cukup kompleks. Metode evaluasi yang dipakai dapat berupa
direct atau indirect contact dengan perusahaan yang akan diambilalih. Berikut
ini yaitu sumber-sumber yang dapat memberikan informasi mengenai
perusahaan target.
Informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan itu sendiri, yang
menggambarkan karakteristik, paham, misi perusahaan dan sebagainya.
Sumber yang baik dari informasi ini dapat berupa laporan perusahaan
pada web site-nya atau berupa press releases.
Artikel-artikel dan wawancara dengan manajer senior yang mana dapat
membantu mengumpulkan pendekatan-pendekatan manajemen dalam
menangani berbagai isu.
Ceramah dan pidato yang diberikan oleh anggota tim manajemen dari
perusahaan target.
Mengumpulkan informasi dari beberapa perusahaan di sektor industri
dimana perusahaan target beroperasi.
Wawancara dengan manajer dan pekerja dari perusahaan sendiri yang
pernah bekerja atau memiliki hubungan bisnis dengan perusahaan
target.
Percakapan dan wawancara dengan klien, pemasok dan pesaing yang
pernah berhubungan dengan perusahaan target.
Percakapan dan wawancara dengan pemegang informasi, seperti
akuntan, pengacara, konsultan manajemen, orang bank, dan lain-lain
yang pernah berhubungan dengan manajer dari perusahaan target.
Percakapan dengan manajer dan pekerja dari perusahaan target dalam
waktu yang berbeda-beda seperti workshop, seminar, exhibitions, dan
lain-lain.
Apabila perusahaan target yaitu perusahaan publik, maka informasi
bisa didapatkan dari laporan tahunan yang dapat memberikan informasi
mengenai budaya perusahaan. Semua informasi yang telah dikumpulkan
lalu diperiksa reliabilitasnya dan memastikan validitasnya. Informasi
ini juga yang akan dipakai oleh tim dalam melakukan negosiasi. Setiap
tim dapat memberikan ranking terhadap informasi atau perbedaan budaya
perusahaan target, sehingga mereka dapat mempertimbangkan dan
membuat keputusan berdasarkan urutan perbedaan budaya ini .
Penelitian-penelitian terkait merger dan akuisisi telah banyak dilakukan oleh
peneliti terdahulu. Mereka melakukan analisa terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi kesuksesan dan kegagalan merger dan akuisisi dari berbagai
sisi, contohnya memakai variabel dari sisi due diligence, dari sisi budaya
perusahaan, dari sisi kinerja keuangan dan lain sebagainya.Hasil penelitian
yang didapatkan pun beraneka ragam. Ada penelitian yang menunjukkan
hasil positif, hasil negatif, atau tidak adanya pengaruh antara variabel yang
diteliti dengan kesuksesan dan kegagalan merger dan akuisisi. Beberapa
penelitan terdahulu ini telah dirangkum dalam tabel berikut ini, yang
mana telah menjadi dasar bagi penelitian ini. Hampir semua penelitian
yang telah dirangkum dalam tabel ini menunjukkan bahwa budaya
perusahaan sangat mempengaruhi kesuksesan dan kegagalan merger dan
akuisisi. Dan sebagian besar penelitian ini menyimpulkan bahwa
perbedaan budaya telah memicu gagalnya merger dan akuisisi yang
dilakukan.
Merger dan akuisisi yaitu proses penggabungan dua atau lebih
perusahaan dengan nilai, budaya dan gaya yang berbeda menjadi satu unit
yang bersatu. Berdasarkan teori yang telah dijelaskan sebelumnya, ada
dua jenis merger yaitu horizontal merger dan vertical merger. Horizontal
merger yaitu penggabungan perusahaan dengan area bisnis yang serupa/
mirip, contohnya yaitu Chevron dan Texaco. Sementara vertical merger
yaitu penggabungan perusahaan dengan area bisnis yang berbeda,
contohnya yaitu AOL dan Time Warner, yang mana akan menjadi contoh
penggabungan yang dijelaskan pada bab ini nantinya.
Merger dan akuisisi tidak hanya dilihat dari perspektif keuangan
saja, tetapi juga penggabungan dua perusahaan yang berbeda dan dua
budaya yang berbeda yang mana akan membawa beberapa hambatan bagi
perusahaan-perusahaan yang bergabung ini apabila tidak diatasi
pada tahapan sebelum melakukan merger dan akuisisi. Oleh sebab itu,
manajemen dari tiap perusahaan perlu terlibat secara aktif dalam proses
penggabungan ini sehingga mereka dapat memahami perbedaan,
khususnya perbedaan budaya, yang terjadi dan dapat merencanakan
perubahan secara perlahan-lahan, sehingga nantinya proses merger dan
akuisisi ini dapat membawa keberhasilan.
masalah 1: AOL & Time Warner
Selama merger dan akuisisi, pemimpin dari kedua perusahaan akan
menghadapi banyak tantangan antara lain: cultural management, stress
management, redundancies, restrukturisasi sumber daya manusia, keengganan
untuk berubah, ketidakamanan dalam bekerja, penurunan talenta, motivasi
yang rendah dan lain sebagainya. Semua faktor yang disebutkan ini
yaitu dampak dari perubahan yang akan terjadi akibat merger dan
akuisisi. Berdasarkan survey KPMG disebutkan bahwa sekitar 80% dari
merger dan akuisisi gagal sebab penanganan yang tidak tepat atas perubahan
manajemen ini . Berikut ini yaitu daftar beberapa perusahaan yang
gagal sebab kegagalan penanganan perbedaan yang terjadi
Tabel Daftar Merger dan Akuisisi yang Gagal
Daftar Merger dan Akuisisi yang Gagal Tahun
AOL/Time Warner 2000
HP/Compaq 2001
Alcatel/Lucent 2008
Daimler Benz/Chrysler 1998
Novell/Word Perfect 1994
National Semiconductor/Fairchild Semiconductor 1999
JDS Uniphase/SDL 2000
Mattel/The Learning Company 1999
Borland/Ashton Tate 1991
Excite/@Home 1999
Perubahan yaitu sesuatu yang tidak dapat dihindari dalam merger
dan akuisisi. Sebagai seorang manajer, kita harus dapat berkomunikasi dengan para karyawan dan bagaimana cara kita mengatasi berbagai macam masalah yang muncul akan sangat mempengaruhi kesuksesan dan kegagalan
merger dan akuisisi. Masalah utama yang seringkali dihadapi yaitu ketidakmauan untuk berubah atau mempelajari budaya perusahaan lainnya. Hal
ini tentu saja menjadi tugas yang berat bagi manajemen perusahaan.
Dalam pembahasan kali ini, kami akan menjelaskan contoh perusahaan
yang melakukan merger dan akuisisi yang berhasil dan gagal dari sisi
budaya perusahaan. Perusahaan yang gagal yaitu merger antara AOL
dan Time Warner (Ray, 2012), sedang perusahaan yang berhasil yaitu
merger antara Deutsche Bank dan Bankers Trust, British Petroleum dan
Amoco, Volvo dan Ford (Salama, Holland, & Vinten, 2003). Namun dalam
pembahasan ini penulis berfokus pada satu contoh merger yang berhasil
yaitu Volvo dan Ford.
Sejumlah perusahaan di seluruh dunia mencoba memperluas
perusahaannya memakai merger dan akuisisi. Namun dalam
beberapa masalah, kurangnya kesadaran akan budaya perusahaan justru akan
memberikan hasil sebaliknya. Salah satu contohnya yaitu kegagalan merger
AOL dan Time Warner untuk memindahkan aset perfi lman dan musik Time
Warner ke AOL sebagai akibat perbedaan budaya sesudah merger terjadi.
Bagi Warner bergabung dengan perusahaan yang sudah ada yaitu
cara yang lebih efektif untuk mendistribusikan bisnisnya secara online
dalam rangka membangun kapabilitas perusahaannya. Membentuk internet
branch sendiri akan memakan waktu dan biaya yang besar. Kombinasi
dari broadband system, media contents dan subscriber base milik Warner akan
menciptakan sinergi dan keuntungan strategis dengan online brand, internet
infrastructure dan subscriber base dari 30 juta pelanggan milik AOL.
AOL didirikan pada tahun 1983 dan pada tahun 1985 diberi nama
Quantum Computer. Pada tahun 1991, perusahaan berganti nama menjadi
America Online (AOL). Di tahun 1992 perusahaan menjadi go public di
NASDAQ (National Association of Securities Dealers Automated Quotations).
Harga sahamnya meningkat dalam 2 tahun. Sementara profi l Time Warner
yaitu Time Warner yaitu hasil merger antara Time dan Warner
Brothers di tahun 1989 yang bernilai $14 milyar. Time didirikan tahun 1922,
yang mana bisnis utamanya yaitu penerbitan majalah dan Warner Brothers
didirikan tahun 1923 dengan bisnis utamanya yaitu produksi fi lm.
Merger antara AOL dan Time Warner dilakukan pada 11 Januari
2001.The Federal Communication Commission di USA menyetujui merger
antara AOL (Internet Service Provider terbesar di dunia) dengan Time
Warner (perusahaan media dan entertainment di bidang majalah, studio
fi lm, TV kabel, dan produksi musik dan berita). Tujuan dari penggabungan
perusahaan ini agar Time Warner dapat menambah sekitar 30 juta
konsumen baru dari pelanggan AOL dan untuk menyebarkan produknya
melalui jaringan internet, sementara AOL akan memakai high speed cable lines Time Warner untuk mengirimkan kepada pelanggan AOL mengenai
produk Time Warner yaitu majalah, buku, musik dan fi lm. Penggabungan
usahan ini dapat menciptakan 130 juta pelanggan.Jenis merger yang
dilakukan AOL dan Time Warner ini termasuk dalam jenis vertical merger,
sebab telah menggabungkan perusahaan dengan industri yang berbeda,
model ekonomi yang berbeda, dan batasan geografi s yang berbeda.
sesudah penggabungan usaha dilakukan tidak seperti yang diharapkan,
pertumbuhan serta profi tabilitas AOL terhenti sebab pengaruh iklan
dan subscriber slowdown sebab adanya dot-com bubble dan sebab resesi
ekonomi sesudah September 2001. Nilai dari AOL turun secara signifi kan dan
memicu AOL-Time Warner melaporkan kerugian sebesar 99 miliar
dolar Amerika pada tahun 2002. Total nilai saham AOL juga turun dari 226
miliar dolar Amerika menjadi sekitar 20 miliar dolar Amerika.
Pada bulan Mei 2009 Time Warner memutuskan untuk berhenti
beroperasi dengan AOL. Salah satu faktor yang memicu AOL tidak
lagi menjadi bagian dari Time Warner mulai 9 Desember 2009 yaitu sebab
perbedaan budaya. Perbedaan budaya ini membuat AOL-Time Warner
tidak dapat menciptakan sinergi untuk meningkatkan kinerja perusahaan
dan tujuan yang semula diharapkan tidak dapat tercapai.
Budaya yaitu sekelompok nilai-nilai yang juga mempengaruhi
strategi manajemen serta mempengaruhi hubungan kerja dan layanan
terhadap konsumen. Budaya sangat mempengaruhi strategi dari organisasi
ini , sehingga apabila ada konfl ik budaya akan dua perusahaan
yang tergabung, maka akan sangat berpengaruh terhadap kinerja perusahaan
dan berdampak pada pelayanan terhadap konsumen. Budaya yaitu
faktor yang sangat mempengaruhi kesuksesan dan kegagalan merger dan
akuisisi sebab budaya dapat membawa konsekuensi yang tidak dapat
diprediksi dan tidak diinginkan jika proses pembuatan keputusan tidak
mempertimbangkan sisi budaya. Konfl ik budaya perusahaan bisa terjadi
apabila dua perusahaan ini memiliki pendapat yang berbeda tentang
apa yang terjadi, apa yang harus diukur, bagaimana membuat keputusan
yang baik, bagaimana mengelola sumber daya, bagaimana mensupervisi
karyawan, bagaimana membagikan informasi dan lain-lain. Konfl ik budaya
dapat mengganggu tidak hanya perusahaan yang terlibat dalam proses
merger, tetapi juga dapat memicu konfl ik di seluruh industri.
Konfl ik budaya dalam proses merger dan akuisisi terjadi dalam 4
tahap (Ray, 2012):
Tahap pertama, perbedaan belum muncul dan manajemen mengira
semuanya menjadi mudah seperti kehidupan nyata.
Tahap kedua, perbedaan mulai muncul, seperti gaya kepemimpinan,
symbol, ritual, dan mulai kelihatan dengan jelas.
Tahap ketiga, perbedaan ini semakin bertambah dan setiap orang
mulai menemukan perbandingan antara “kita” dan “mereka”.
Tahap keempat, bagian atas dan bawah dapat dilihat.
Perbedaan budaya dalam merger AOL dan Time Warner memicu
sinergi tidak terbentuk dengan baik.Untuk mengatasi perbedaan budaya
ini , maka diperlukanlah analisa strategi budaya perusahaan.AOL
memiliki budaya perusahaan yang cepat dan kolaboratif, sedang Time
Warner memiliki budaya perusahaan yang lambat dan desentralisasi.
Berikut ini yaitu tabel yang menunjukkan perbedaan dimensi budaya dari
merger yang dilakukan AOL dan Time Warner.
AOL Time Warner
Perusahaan internet terbesar dengan
sistem manajemen terpusat
Time Warner memiliki sistem
manajemen desentralisasi yang
memberikan otonomi pada tingkat
divisi
AOL memakai teknologi tingkat
tinggi berbasis Internet Service Provider
(ISP)
Time Warner yaitu perusahaan
yang sebelumnya terpisah dari sektor
computing, telekomunikasi, dan media
entertainment
AOL reltif masih kecil dan baru sejak
berdirinya tahun 1991
Time Warner sudah besar dengan 44
juta majalah dan 12 juta pelanggan TV
kabel, dan juga mature
Top-down management style Improvisational style
Unitary culture dari AOL
berkonsentrasi untuk menyediakan
layanan internet bagi para pelanggan
Diversifi ed enterprises – bergerak dalam
media dan entertainment namun juga
menyediakan majalah, studio fi lm, TV
kabel dan produksi majalah dan berita
Ketat dalam keuangan atau
pengurangan biaya
Pemboros, sebab Time Warner
menghabiskan banyak uangnya untuk
pemasaran
AOL dan Time Warner gagal menerapkan visi mereka dan tidak
mampu menciptakan lingkungan perusahaan yang bersinergi seperti yang
diinginkan. Analisa struktur budaya AOL dan Time Warner menunjukkan
bahwa merger dan akuisisi bukanlah strategi dan hal yang biasa, perhatian
yang diberikan terhadap desain percampuran atau penggabungan budaya
perusahaan masih sangat sedikit di antara kedua perusahaan yang
bergabung ini. Pandangan diri dari manajemen atas dan konsep sinergi
yang palsu dapat membawa ke dalam konfl ik budaya. Diketahui juga bahwa
Divisional Autonomy pada Time Warner enggan untuk berbagi informasi
yang diperlukan untuk menciptakan layanan internet tetap berjalan, adanya
komunikasi yang buruk dan perbedaan pendapat mengenai bisnis utama
yang tidak kelihatan di awal merger, telah menjadi sumber penyebab
terjadinya bentrokan budaya perusahaan dari kedua perusahaan.
Kedua perusahaan ini gagal menggabungkan budaya perusahaannya
masing-masing, serta gagal menemukan strategi untuk dapat mengatasi
perbedaan ini . Pemimpin dari kedua perusahaan ini juga telah
gagal untuk meyakinkan semua divisinya bahwa merger dan akuisisi
ini akan membawa keuntungan bagi masing-masing perusahaan.
Perbedaan budaya yang terjadi ini sebagai akibat tidak dilakukannya
culture due diligence oleh kedua perusahaan sebelum melakukan merger dan
akuisisi.Culture due diligence yaitu proses menganalisa key cultural domains
yang meliputi:
kepemimpinan dan praktik manajemen, gaya dan hubungan manajemen,
prinsip pemerintahan,
prosedur formal,
praktik informal,
kepuasan pekerja,
kepuasan pelanggan,
key business drivers,
karakteristik perusahaan,
persepsi dan ekspektasi, dan
bagaimana pekerjaan diselesaikan di perusahaanm
Dengan melakukan culture due diligence, maka perusahaan yang
akan terlibat merger akan mengetahui terlebih dahulu bagaimana budaya
perusahaan dari perusahaan target, sehingga perusahaan pengambilalih
dapat memperkirakan apakah perusahaannya mampu bergabung dan
menyatukan budaya perusahaannya dengan perusahaan target. Bila
perusahaan pengambilalih yakin dengan adanya merger dan akuisisi
ini dapat meningkatkan profi tabilitas dan kinerja perusahaan tanpa
terhambat oleh perbedaan budaya, maka keputusan untuk melakukan
merger dan akuisisi yaitu keputusan yang tepat. Namun apabila sejak
awal perusahaan pengambilalih tidak yakin akan merger ini sebagai
akibat adanya perbedaan budaya yang terlalu besar dan sulit diatasi,
maka sebaiknya keputusan merger dan akuisisi ini dapat dipikirkan
kembali. Hal inilah yang terjadi pada merger antara AOL dan Time Warner.
Perbedaan yang sangat besar terjadi antara budaya perusahaan keduanya,
dan disebab kan mereka tidak melakukan culture due diligence sebelumnya,
maka dapat dikatakan merger dan akuisisi yang dilakukan antara AOL dan
Time Warner gagal.
masalah 2: Volvo & Ford
Berikutnya yaitu penjelasan mengenai merger yang dilakukan antara
Volvo dan Ford yang yaitu contoh nyata merger yang berhasil.
Kedua perusahaan ini berhasil mengembangkan cara mereka sendiri untuk
bergabung bersama. Volvo dan Ford juga memiliki perbedaan budaya
perusahaan (Salama, Holland, & Vinten, 2003), seperti yang ditampilkan
pada tabel berikut.
Volvo Ford
Decentralized fi rm dan teamwork oriented.
Volvo menerapkan participatory style of
management yang membebaskan level
bawah untuk membuat keputusan
Structured, hierarchical dan centralized
Manajemen, pekerja, dan serikat
pekerja mampu bekerjasama dalam
rangka pencapaian hasil bisnis yang
baik
Manajemen atas kurang dapat
bekerjasama dengan pekerja bagian
bawah
Pekerja Volvo mendapat gaji setiap
bulan, termasuk juga blue collarworkers
Pekerja Ford bagian blue collar workers
tidak mendapat gaji setiap bulan
Melihat beberapa perbedaan budaya perusahaan yang terjadi antara
Volvo dan Ford, menjadikan para pekerja dari kedua perusahaan ini
berada dalam proses pembelajaran akan nilai-nilai dan kepercayaan dari
tiap perusahaan, yang mendasari perilaku dan praktik bisnis mereka yang
berbeda. Kesadaran akan perbedaan budaya ini dipandang sebagai suatu
hal yang penting dalam usaha menggabungkan kedua perusahaan dan
memaksimalkan potential synergies. Perbedaan yang terjadi tidak dapat
diatasi, melainkan harus saling menghargai dan masing-masing perusahaan
harus memahami perbedaan ini .
Strategi penggabungan dan proses akulturasi Volvo dan Ford
yaitu pembelajaran yang menarik bagi kedua pihak. Pekerja Volvo
merasakan sekali dampak pergerakan dari penggabungan AB Volvo Groups
dengan Ford Motors Group.Sebelumnya Volvo memegang 51% dari seluruh
bisnis di grupnya, yang meliputi bis, mesin kapal laut dan produk terkait
lainnya.sesudah diambilalih oleh Ford, maka posisi ini telah berubah
secara drastis. Volvo kini hanya memegang 8% dari total bisnis pada Ford
Motor Company. Hal ini tentu saja yaitu perubahan yang sangat
besar bagi Volvo.Dulunya Volvo memegang mayoritas bisnis namun kini
menjadi minoritas. Namun hal ini tidak membuat Volvo menyerah dalam
posisinya. Volvo dan Ford berusaha untuk menggabungkan dua product lines
utama mereka. Ford Motor Company mendirikan 2 divisi utama: Premium
Automotive Group (PAG) dan Ford Cars. Divisi Ford berkonsentrasi pada
produk-produk yang lebih tradisional seperti Ford Fiesta.Sementara divisi
PAG berfokus pada produknya yang premium, seperti Jaguar, Land-Rover,
Astin Martin, Lincoln dan Volvo.
Sebelum melakukan merger dan akuisisi, kedua perusahaan ini
melakukan due diligence untuk memahami dan mengenal lebih dalam
perusahaan target.Proses due diligence ini memakan waktu sekitar
6 bulan dan berfokus terutama pada sinergi faktor keuangan. lalu
dibentuklah integration team. Tim ini melaporkan hasil pemahaman yang
mereka dapatkan mengenai perusahaan target kepada para eksekutif Volvo
dan Ford. Integration team dibentuk untuk menemukan sinergi di beberapa
area seperti power trend, pembelian, pemasaran, R&D, dan lain-lain. Tim ini
terdiri dari sejumlah anggota dari kedua perusahaan dengan jumlah yang
sama dan bekerja bersama-sama dengan dasar yang sama yaitu mengatasi
perbedaan budaya dari kedua perusahaan.
Salah satu area yang diperhatikan oleh tim integrasi yaitu technology
transfer. Volvo engineers telah mentransfer sistem teknologinya seperti
mesin-mesin baru, bahan mentah yang berbeda dan lebih modern kepada
Ford. Proses transfer ini dirasakan oleh para pekerja dari kedua perusahaan
sebagai hasil yang sangat positif dari proses akuisisi. Para pekerja Volvo
sangat menikmari hubungan yang baik dengan dealer mobil. Menjadi brand
yang kecil, sangat sulit bagi Volvo untuk menemukan dealer yang tepat
yang hanya menjual Volvo dalam lingkup yang terbatas. Namun kini Volvo
menjadi lebih tertarik dengan pasar dealer sesudah bergabung dengan Ford.
Penggabungan ini memicu kinerja keuangan semakin kuat.
Aspek lainnya yang juga menarik dari penggabungan Volvo dan Ford
yaitu research and development dan pengembangan bahan bakar di masa
mendatang. Aktivitas ini masih dikembangkan dalam Ford group dan Volvo
telah memberikan pekerjanya untuk bergabung dalam proyek ini .
Volvo menyerahkan engineer-nya yang terbaik dalam proses pengembangan
proyek ini . Semuanya ini dilakukan demi tercapainya peningkatan
kinerja perusahaan sesudah merger dilakukan.
Berdasarkan penjelasan masalah merger antara Volvo dan Ford di
atas, maka dapat dilihat bahwa proses merger yang dilakukan kedua
perusahaan ini telah berhasil membawa pada peningkatan kinerja
keuangan. Meskipun kedua perusahaan ini juga memiliki perbedaan
budaya perusahaan, namun sebab sebelum proses merger telah dibentuk
integration team yang bertugas untuk melakukan culture due diligence, maka
perbedaan budaya ini tidak menjadi hambatan bagi merger Volvo dan
Ford. Pekerja dari masing-masing perusahaan berusaha memahami dan
mempelajari budaya dari perusahaan ini . Hal ini tidak lain dilakukan
dengan tujuan untuk meminimalkan ketidaknyamanan di tempat kerja dan
meningkatkan kesadaran untuk bekerjasama dan mencipatakan budaya
perusahaan yang baru. Bahkan Volvo rela menyerahkan engineer terbaiknya
untuk bergabung dalam pengembangan proyek bahan bakar yang sedang
diteliti oleh Ford.Ide-ide baru telah diciptakan dan ide yang lama menjadi
menantang, sehingga diperlukan budaya perusahaan yang baru yang dapat
menciptakan profi tabilitas dan kinerja yang lebih baik lagi.Analisa masalah 1 & 2
Dari kedua contoh masalah yang telah dibahas di atas, maka dapat dilihat
bahwa budaya perusahaan sangat berpengaruh terhadap kesuksesan dan
kegagalan proses merger dan akuisisi. Budaya perusahaan sebenarnya
memegang dua peranan, yaitu sistem kepercayaan yang memampukan
penerjemahan dunia yang kompleks dan ketidakpastian menjadi lebih
dikenal, yang kedua yaitu menyediakan kesinambungan dan stabilitas
saat ancaman perubahan mengurangi pengetahuan yang ada Peranan ini menjadikan budaya perusahaan hal yang
penting bagi siapa yang membagikannya, namun pada saat yang bersamaan
budaya juga dapat menjadi sulit dalam memikul perubahan yang diperlukan,
seperti dalam masalah merger dan akuisisi, dan telah menjadi akar penyebab
konfl ik budaya antara dua perusahaan yang bergabung
Dalam melakukan merger atau akuisisi antara dua perusahaan
dibutuhkan proses atau tahapan yang harus dilewati sebelum
perusahaan melakukan merger atau akuisisi ini . Hal ini agar
semua dapat berjalan sesuai rencana. Tahap melakukan merger dan akuisisi
di negara kita berdasarkan UU no. 40 tahun 2007 meliputi:
1. Memenuhi Syarat-syarat Penggabungan
Syarat-syarat penggabungan sudah diatur dalam Undang-Undang
Perseroan dan Peraturan Pemerintah. Melakukan merger & akuisisi
berarti juga harus mendapat persetujuan dan memperhatikan
kepentingan instansi yang terkait, mulai dari perusahaan, para pemegang
saham, karyawan, kreditor dan mitra usaha, hingga masyarakat. Hal itu
agar nantinya tidak ada hal-hal yang terjadi yang dapat menghalangi
proses merger & akuisisi.
2. Menyusun Rancangan Penggabungan
Semua direktur perusahaan yang berniat untuk mengkonsolidasikan
atau menggabungkan perusahaan harus mempersiapkan rancangan
merger & akuisisi, yang harus disetujui oleh Dewan Komisaris dan
Direksi perusahaan masing-masing. Minimal, rancangan yang dibuat
ada hal-hal berikut: Nama perusahaan yang berniat untuk melakukan merger atau
akuisisi.
Alasan dan penjelasan tentang diusulkan merger atau akuisisi oleh masing-masing direktur perusahaan yang berniat untuk melakukan merger atau akuisisi dan syarat-syarat dalam
melakukan merger atau akuisisi.
Prosedur untuk mengkonversi saham masing-masing perusahaan
kedalam saham perusahaan hasil merger atau akuisisi.
Perubahan-perubahan yang terjadi antara kedua perusahaan sesudah
dilakukan merger akuisisi. Dalam berbagai masalah merger akuisisi,
perubahan yang terjadi misalnya mengenai anggaran dasar.
Neraca dan laporan laba rugi terbaru selama tiga tahun terakhir
dari perusahaan yang berniat untuk mengkonsolidasikan atau
menggabungkan.
Rincian ketetapan status karyawan.
Pengaturan mengenai adanya perselisihan yang terjadi antar
pemegang saham dan kreditur.
Analisis manajemen pada masalah-masalah keuangan dan
operasional terkait dengan semua perusahaan yang bersangkutan.
Konfi rmasi perusahaan konsolidasi mengenai pemindahan hak dan
asumsi seluruh kewajiban perusahaan yang berpartisipasi dalam
merger.
Adanya kawajiban untuk memberitahukan rencana kepada
pemegang saham masing-masing perusahaan mengenai hal-hal
penting yang perlu diketahui.
3. Penggabungan Disetujui oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Penggabungan yang sudah disetujui oleh Dewan Komisaris perusahaan
masing-masing lalu diajukan kepada RUPS untuk mendapat
persetujuan. Untuk menyetujui penggabungan ini , RUPS yang
diadakan paling sedikit tiga perempat dari jumlah seluruh saham
dengan hak suara hadir atau diwakili dan keputusan yaitu sah apabila
disetujui paling sedikit tiga perempat bagian dari jumlah suara yang
dikeluarkan. Jika RUPS pertama gagal dapat diadakan RUPS kedua
dengan kuorum kehadiran paling sedikit dua pertiga, dan apabila gagal
lagi bisa mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri
agar ditetapkan kuorum RUPS yang baru.4. Pembuatan Akta Penggabungan
sesudah masing-masing RUPS menyetujui rancangan penggabungan yang
diajukan, maka rancangan ini dibuat kedalam Akta Penggabungan
yang dibuat didepan notaris yang lalu diberitahukan kepada
Menteri Hukum dan HAM untuk dicatat. Kalau ada perubahan pada
anggaran dasar maka perlu adanya persetujuan dari menteri.
5. Pengumuman Hasil Penggabungan
sesudah semua tahapan sebelumnya sudah selesai dilakukan maka hasil
dari tahapan-tahapan atau proses sebelumnya harus diumumkan oleh
Direksi perusahaan pada 2 surat kabar juga pada karyawan secara
tertulis. Pengumuman ini dilakukan paling lambat 30 hari sejak tanggal
berlakunya penggabungan. Hal ini agar pihak ketiga mengetahui
adanya penggabungan yang dilakukan. Dalam hal ini pengumuman
ini terhitung sejak tanggal persetujuan Menteri atas perubahan
anggaran dasar.
ASPEK HUKUM M&A DI negara kita
Secara umum merger dan akuisisi di negara kita diatur berdasarkan undangundang dan peraturan berikut:
UU No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) serta
peraturan pelaksanaannya. UU ini tidak hanya membahas ketentuan
mengenai merger tetapi juga mengatur ketentuan mengenai pemisahan
perseroan. Selain itu, UU No. 40 Tahun 2007 juga turut memperhatikan
kepentingan karyawan serta memuat prosedur dan tata cara melakukan
merger dan akuisisi.
Peraturan Pemerintah RI No 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan,
Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas. Peraturan ini juga
menekankan perlindungan secara khusus pada kepentingan perusahaan,
perlindungan terhadap kepentingan para kreditor,pemegang saham
minoritas, dan karyawan perusahaan, serta kepentingan masyarakat
dan persaingan usaha yang sehat.
Peraturan Pemerintah RI No 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi
dan Akuisisi Bank. Peraturan ini dibuat untuk mengatur aktivitas
merger dan akuisisi yang dilakukan pada sektor Perbankan serta diatur
juga dalam Surat Keputusan Direksi Bank negara kita Nomor 32/51/KEP/DIR tanggal 14 mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara
Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank Umum. Merger, Konsolidasi
dan Akuisisi Bank dapat dilakukan atas:
o inisiatif Bank yang bersangkutan; atau
o permintaan Bank negara kita ; atau
o inisiatif badan khusus yang bersifat sementara dalam rangka
penyehatan perbankan.
Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank dilakukan dengan memperhatikan
kepentingan Bank, kreditor, pemegang saham minoritas dan karyawan
Bank; dan kepentingan rakyat banyak dan persaingan yang sehat dalam
melakukan usaha Bank. Pada PP RI No. 28/1999 menjelaskan pula
mengenai prosedur yang dilakukan dan syarat-syarat dalam merger,
konsolidasi dan akuisisi dalam sektor perbankan.
UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Peraturan Presiden
RI no 39 tahun 2014 tentang bidang usaha yang tertutup dan bidang
usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal,
Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) No.5
tahun 2013 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan non-Perizinan
Penanaman Modal sebagaimana telah diamandemen oleh Peraturan
Nomor 12 tahun 2013. Undang-undang dan peraturan ini hanya
berlaku untuk merger dan akusisi yang melibatkan investasi asing.
PP RI No. 57 Tahun 2010 tentang Peleburan Badan Usaha dan
Pengambilalihan Saham Perusahaan yang dapat memicu
terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Secara
garis besar PP RI No. 57 Tahun 2010 menyangkut 4 (empat) hal yaitu cara
penilaian merger dan akuisisi yang memicu praktik monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat, batas nilai notifi kasi atau pemberitahuan,
tata cara penyampaian pemberitahuan, serta konsultasi. Pada Pasal 2
disebutkan pelaku usaha dilarang melakukan Penggabungan Badan
Usaha, Peleburan Badan Usaha, atau Pengambilan saham perusahaan
lain yang dapat memicu terjadinya Praktik Monopoli dan/atau
Persaingan Usaha Tidak Sehat. Hal ini dapat terjadi jika pelaku usaha
diduga melakukan:
a. perjanjian yang dilarang;
b. kegiatan yang dilarang; dan/atau
c. penyalahgunaan posisi dominan.KPPU memberikan penilaian yang telah berlaku efektif secara yuridis
dan diduga dapat memicu terjadinya Praktik Monopoli dan/
atau Persaingan Usaha Tidak Sehat, penilaian dilakukan dengan
memakai analisis:
a. konsentrasi pasar;
b. hambatan masuk pasar;
c. potensi perilaku anti persaingan;
d. efi siensi; dan/atau
e. kepailitan.
Untuk M & A di sektor lain, perusahaan diwajibkan untuk mematuhi
hukum tertentu dan peraturan (misalnya, sektor perbankan, sektor
asuransi, sektor Broadcasting dan sektor telekomunikasi). Hal ini
disebabakan, sebab pada sektor industri tertentu memiliki badan
tertentu yang mengatur M&A, seperti perusahaan keuangan dan
asuransi diatur oleh Departemen keuangan, perbankan diatur oleh Bank
negara kita .
BADAN REGULASI TERKAIT M&A DI negara kita
BKPM
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yaitu sebuah badan
layanan penanaman modal Pemerintah negara kita yang dibentuk
dengan maksud untuk menerapkan secara efektif penegakan hukum
terhadap penanaman modal asing maupun dalam negeri , BKPM bertugas untuk membuat kebijakan terkait dengan
penanaman modal sesuai dengan peraturan perundang-undangan
di negara kita . Setiap ada investor asing maupun dalam negeri yang
hendak menanamkan modalnya harus melalui syarat dan ketentuan
yang ditetapkan oleh BKPM. Dalam M&A, BKPM diperlukan untuk
memberikan persetujuan regristasi saat adanya perubahan dalam
rencana investasi
Bapepam-LK
Bapepam-LK yaitu sebuah lembaga di bawah Kementerian Keuangan
negara kita yang bertugas membina, mengatur dan mengawasi sehari-hari
kegiatan pasar modal serta merumuskan dan melaksanakan kebijakan
dan standardisasi teknis di bidang lembaga keuangan Otoritas Jasa Keuangan
Sektor jasa keuangan yaitu sektor industri yang kompleks dan selalu
berubah sehingga para pelaku usaha harus mampu bertahan dan
regulator harus mampu mengikuti perubahan yang terjadi. Untuk
mengurangi risiko yang ada pada sektor ini, pemerintah menyadari
pentingnya lembaga yang mengawasi kegiatan sektor jasa keuangan.
Oleh sebab itu, pemerintah membentuk lembaga independen OJK.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yaitu lembaga Negara yang dibentuk
berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 yang berfungsi
menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi
terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan baik di
sektor perbankan, pasar modal, dan sektor jasa keuangan non-bank
seperti Asuransi, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga
Jasa Keuangan lainnya (Website OJK, 2016). Tugas Kementerian
Keuangan dan Bapepam-LK ke OJK pada 31 Desember 2012, sedang
pengawasan di sektor perbankan beralih ke OJK pada 31 Desember 2013.
Pembentukan OJK ini ditujukan untuk mewujudkan sistem keuangan
yang stabil, meningkatkan transparansi, melindungi kepentingan
konsumen, serta mengurangi praktik kecurangan. Hal ini diharapkan
kegiatan sektor jasa keuangan berjalan efektif dan efi sien.
KPPU
Pemerintah negara kita berusaha untuk menjaga persaingan yang sehat
antar pelaku usaha di negara kita . Pemerintah negara kita mendirikan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), yaitu institusi pemerintah
independen yang didirikan untuk memenuhi larangan praktik monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat. Komisi ini berhak mengambil
tindakan sesuai dengan kewenangannya terhadap merger dan akuisisi
yang diduga memicu praktek monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat dan juga berhak membatalkan merger dan akuisisi apabila
terbukti dapat memicu praktek monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Entitas yang melakukan merger dan ingin mengubah anggaran dasar
harus memberitahu atau mendapatkan persetujuan dari Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia.
Salah satu tujuan kegiatan merger dan akuisisi yaitu untuk melakukan
penghematan pajak secara legal. Peraturan perpajakan terkait merger dan
akuisisi diperbarui pada tahun 2008 sebab pada tahun-tahun sebelumnya
banyak perusahaan yang melakukan merger dengan tujuan untuk
mendapatkan keuntungan pajak. Peraturan-peraturan perpajakan yang
berlaku yang berkaitan dengan penggabungan usaha, dalam bentuk merger
dan akuisisi, meliputi (Karyadi and Irawati, 2015):
Peraturan No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (Hasil
amandemen dari Peraturan No. 7 Tahun 1983)
Peraturan No. 42 Tahun 2009 tentangg Value Added Tax (Hasil amandemen
dari Peraturan No. 8 Tahun 1983)
Peraturan No. 20 Tahun 2000 tentang akuisisi tanah atau bangunan
(Hasil amandemen dari Peraturan No. 21 Tahun 1997).
Aspek perpajakan juga memiliki pengaruh dalam menentukan metode
apa yang akan dipakai untuk melakukan transaksi penggabungan usaha.
Dalam Undang-Undang Perpajakan No.10 Tahun 1994 dinyatakan bahwa
Pasal 4 Ayat 1 Huruf d Angka 1: menyebutkan bahwa keuntungan
sebab penjualan atau pengalihan harta termasuk keuntungan sebab
likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau
pengambilan usaha yaitu salah satu objek pajak.
Pasal 10 Ayat 3: mengatur tentang dasar pengenaan pajak atas
penggabungan usaha. Dalam pasal ini diatur bahwa “Nilai perolehan atau
pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan,
peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilan usaha yaitu
jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga
pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan”
Oleh sebab itu secara garis besar, dalam penggabungan usaha ada
2 metode kemungkinan yang dipakai , yaitu metode By Purchase dan By
Pooling of Interest.
By Purchase: Dalam metode ini, harta kekayaan yang diperoleh oleh
perusahaan yang melakukan penggabungan usaha harus dicatat dan diakui sebesar nilai pasarnya. Maka dari itu dalam metode ini ada
pengenaan pajak atas aktiva tidak berwujud atau goodwill.
By Pooling of Interest: Dalam metode ini, semua harta, hutang, dan hak
pemegang saham dicatat dan diakui sebesar nilai buku. Maka dalam
metode ini tidak ada pengenaan pajak sebab tidak ada penambahan
nilai asset.
Metode yang diperbolehkan dalam pemindahan atau transfer
aset dalam praktek merger atau akuisisi, yaitu metode By Purchase yang
didasarkan pada nilai pasar. Keuntungan yang muncul akibat dari transaksi
penggabungan usaha, dalam bentuk merger dan akuisisi, dapat dinilai,
sedang kerugian yang muncul akibat dari transaksi ini diklaim sebagai
pengurang dari pendapatan perusahaan. Pemindahan atau transfer aset
antar perusahaan yang didasarkan pada nilai buku (metode By Pooling of
Interest) diperbolehkan tetapi di bawah persetujuan yang dinyatakan oleh
Direktur Jendral Pajak, dimana rencana merger yang dimiliki perusahaan
harus lulus tes tujuan bisnis oleh Direktur Jendral Pajak. Kerugian pajak yang
dimiliki oleh perusahaan yang bergabung atau merger tidak dapat secara
otomatis ditransferkan ke perusahaan yang masih bertahan. Umumnya,
merger dan konsolidasi dapat dilakukan dengan dasar bebas pajak (kecuali
PPN) tersedia kondisi tertentu yang harus dipenuhi yaitu:
Pengalihan aset harus dicatat pada nilai buku dan kesatuan saat
mentransfer
Persetujuan untuk merger atau konsolidasi harus diperoleh dari Direktur
Jenderal Pajak (dalam praktek ini mungkin menjadi persetujuan pascatransaksi bahkan jika persetujuan prinsip diperoleh sebelum transaksi
terjadi)
Akuntan publik wajib menyampaikan laporan tentang hal-hal yang
ditentukan. Pengajuan ini dianggap telah selesai disetujui jika
tidak ada penolakan dalam satu bulan.
ISU KARYAWAN ATAS AKTIVITAS M&A DI negara kita
Pada saat perusahaan akan melakukan merger dan akuisisi, karyawan
yaitu salah satu aspek yang pent ing yang perlu dipertimbangkan
sebab karyawan bisa mempengaruhi kelancaran proses merger dan akuisisi.
Hampir semua karyawan menganggap tindakan merger dan akuisisi yaitu hal yang negatif sehingga mereka akan langsung resah saat perusahaan
tempat mereka bekerja mengumumkan akan melakukan merger dan akuisisi.
Dalam UU No. 40 Tahun 2007, karyawan termasuk salah satu pihak
yang harus diperhatikan kepentingannya dalam M&A. Menurut Pasal 127
UU-PT, setiap rencana perubahan kepemilikan harus diumumkan kepada
seluruh karyawan paling lambat 30 hari sebelum pemanggilan Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam rangka perubahan kepemilikan di
perusahaan.
Undang-undang mengenai ketenagakerjaan diatur dalam UndangUndang No 13 Tahun 2003. Dalam UU ini dijelaskan tentang pemutusan
hubungan kerja (PHK) terkait merger dan akuisisi pada Pasal 163 (Republik
negara kita , 2003):
(1) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap
pekerja/buruh dalam hal terjadi perubahan status, penggabungan,
peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh
tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka pekerja/buruh
berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali sesuai ketentuan Pasal
156 ayat (2), uang perhargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal
156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156
ayat (4).
(2) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap
pekerja/buruh sebab perubahan status, penggabungan, atau peleburan
perusahaan, dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh
di perusahaannya, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon
sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan
masa kerja 1 (satu) kali ketentuan dalam Pasal 156 ayat (3), dan uang
penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).
PERBANDINGAN M&A DI negara kita DAN ASEAN
Kegiatan merger dan akuisisi telah dilakukan tidak hanya di negara maju
tetapi juga di Asia Tenggara. Di negara ASEAN kegiatan investasi yang
dilakukan antar negara mencapai US$ 4,4 milliar pada tahun 2009, dimana
banyak dilakukan di Singapura (46%), negara kita (31%), dan Thailand (13%)
(KPPU, 2010). Ketiga negara ini memiliki berbagai aturan investasi terutama
yang berkaitan dengan merger dan akuisisi. Hal ini penting untuk menjaga kegiatan pasar yang kompetitif dan efi sien. Untuk peraturan yang berkaitan
dengan merger dan akuisisi, baru 5 (lima) negara ASEAN yang memiliki
hukum persaingan yaitu negara kita , Singapura, Thailand, Vietnam dan Laos.
Aturan merger dan akuisisi yang dimiliki tiap negara berbeda-beda dari
berbagai aspek, baik itu cakupan, sifat notifi kasi, pembiayaan, dan sanksi
yang terkait. Tabel dibawah ini menunjukkan perbedaan aturan merger di
ASEAN