menilai perusahaan 3





 ri bahwa pengungkapan 

laporan yang lebih komprehensif (tidak hanya sekedar 3 

laporan keuangan) akan mendukung strategi perusahaan. 

Selain itu dapat menunjukkan komitmen mereka terhadap 

sustainable development.  

Pengungkapan sustainability report juga dapat 

meningkatkan kinerja keuangan dan membangun legitimasi 

perusahaan. Praktik dan Pengungkapan Tanggungjawab 

Sosial Perusahaan merupakan konsekuensi logis dari imple-

mentasi konsep Corporate Governance, yang menyatakan 

bahwa perusahaan perlu memperhatikan kepentingan sta-

keholders-nya, sesuai dengan aturan yang ada dan menjalin 

kerja sama yang aktif dengan stakeholders-nya demi kelang-

sungan hidup jangka panjang perusahaan (Utama, 2007). 

Perusahaan harus mengungkapkan kinerja ekonomi, sosial, 

dan lingkungan perusahaan terhadap para stakeholder 

secara bersama-sama dalam upaya penciptaan nilai pemilik 

saham. 

Penciptaan nilai bagi  pemilik saham utama konsisten 

dengan pencapaian tujuan dari stakeholder lainnya, seperti: 

pemilik saham minoritas, prospective investor, konsumen  

pemasok, kreditor dan komunitas lainnya. Pemikiran lain 

yang melandasi Corporate Social Responsibility (Tanggung-

jawab Sosial Perusahaan ) yang sering di anggap inti dari 

etika bisnis yaitu  bahwa perusahaan tidak hanya mempu-

nyai kewajiban–kewajiban ekonomi dan legal (artinya 

kepada pemilik saham atau shareholder) tetapi juga kewa-

jiban-kewajiban kepada pihak lain yang berkepentingan 

(stakeholder) yang jangkauannya melebihi kewajiban-kewa-

jiban di atas kepada semua stakeholder. Tanggungjawab 

sosial dari perusahaan terjadi antara sebuah perusahaan 

dengan semua stakeholder, termasuk didalamnya yaitu  

pelanggan atau customer, pegawai, komunitas, pemilik atau 

investor, pemerintah, supplier bahkan juga competitor. 

 Beberapa usulan  mengam-

bil langkah lebih lanjut dan meminta manajer untuk menga-

sumsikan kewajiban bagi untuk karyawan, lingkungan, dan 

stakeholders lainnya serta bagi pemilik saham perusahaan.  

Berbagai kritik, seperti kebijakannya yang signifikan yang 

dibuat manajer lebih sulit dimonitor, diukur kinerja mereka, 

dan sebaliknya perlu cek dan pada tugas. Manajer memak-

simalkan nilai perusahaan jangka panjang, membuat 

perusahaan lebih kompetitif. Dengan demikian, pertim-

bangan itu  akan memperkuat hubungan Kinerja 

Keuangan terhadap Nilai Perusahaan. Hal ini akan menjadi  

pertimbangan dalam menilai perusahaan dalam keputusan 

mengenai Kinerja Keuangan.  

Pemilik saham berkepentingan memasukan pertim-

bangan aspek tanggungjawab sosial perusahaan, khusus-

nya controling shareholders dalam Kepemilikan Institusi 

karena kelompoknya (large shareholders) akan lebih banyak 

menerima manfaat dari kebijakan keuangan ini. Tujuan 

akhirnya yaitu  meksimalisasi kekayaan pemilik saham 

melalui peningkatan Nilai Perusahaan akibat pengaruh 

Kepemilikan Institusi yang telah mempertimbangkan 

Pengungkapan Tanggungjawab Sosial Perusahaan.   

 Perusahaan juga dapat memperoleh legitimasi 

dengan memperlihatkan Tanggungjawab Sosial Perusahan 

melalui pengungkapan Tanggungjawab Sosial Perusahan 

termasuk dalam laporan tahunan perusahaan  investor juga 

lebih menyukai perusahaan yang mengungkapkan informasi 

sosialnya. Pengungkapan Tanggungjawab Sosial Perusahan 

merupakan bagian dari akuntansi pertanggung jawaban 

sosial yang mengkomunikasikan informasi sosial kepada 

stakeholder.  Selain itu juga, akun-

tansi pertanggungjawaban sosial dapat memberikan infor-

masi mengenai sejauh mana organisasi atau perusahaan 

memberikan kontribusi positif maupun negatif terhadap 

kualitas hidup manusia dan lingkungannya.  

Dari perspektif ekonomi, perusahaan akan mengung-

kapkan suatu informasi jika informasi itu  dapat ikut 

meningkatkan nilai perusahaan. Perusahaan akan memper-

oleh legitimasi sosial dan memaksimalkan kekuatan keua-

ngannya dalam jangka panjang melalui penerapan Tang-

gungjawab Sosial Perusahan ,Pengungkapan 

CSR dalam laporan tahunan merupakan salah satu cara 

perusahaan untuk membangun, mempertahankan, dan 

melegitimasi kontribusi perusahaan dari sisi ekonomi dan 

politis ,

Para konsumen akan lebih mengapresiasi perusa-

haan yang mengungkapkan Tanggungjawab Sosial Perusa-

han dibandingkan dengan perusahaan yang tidak mengung-

kapkan Tanggungjawab Sosial Perusahan, mereka akan 

membeli produk yang sebagian laba dari produk itu  

disisihkan untuk kepentingan sosial lingkungan,  misalnya 

untuk beasiswa, pembangunan fasilitas masyarakat, prog-

ram  pelestarian lingkungan, dan lain sebagainya.   

Dari perspektif ekonomi, perusahaan akan pengung-

kapan informasi jika informasi itu  akan ikut dalam 

meningkatkan Nilai Perusahaan. Dengan menerapkan Tang-

gungjawab Sosial Perusahan diharapkan perusahaan akan 

memperoleh legitimasi sosial dan memaksimalkan keuangan 

dalam jangka panjang  Saat ini, pengambilan keputusan 

ekonomi hanya dengan melihat kinerja keuangan suatu 

perusahaan sudah tidak relevan lagi. Investor individual 

tertarik terhadap informasi sosial yang dilaporkan dalam 

laporan tahunan. Untuk itu dibutuhkan suatu sarana yang 

dapat memberikan informasi mengenai aspek sosial, ling-

kungan dan keuangan secara sekaligus. Sarana itu  

dikenal dengan nama laporan keberlanjutan (sustainability 

reporting). Dengan menerapkan CSR, diharapkan perusa-

haan akan memperoleh legitimasi sosial dengan mening-

katnya kinerja keuangan sehingga dapat  memaksimalkan 

tujuan perusahaan jangka panjang. Hal ini mengindikasi-

kan bahwa perusahaan yang menerapkan Tanggungjawab 

Sosial Perusahaan mengharapkan akan direspon positif oleh 

para pelaku pasar (investor) sehingga memaksimumkan 

laba pemilik saham. 

Para ahli ekonomi klasik dan neoklasik menyatakan 

bahwa perusahaan tidak memiliki tanggungjawab selain 

memaksimumkan laba untuk pemilik saham. Jadi bisnis 

harus mengutamakan kinerja ekonomi. Namun untuk masa 

sekarang, prinsip itu  tidak layak lagi karena perusa-

haan juga harus memikirkan kepentingan stakeholders lain 

(karyawan, pemasok, masyarakat umum). Level yang domi-

nan dan banyaknya power perusahaan yang  konsentrasi  

serta adanya perusahaan multinasional, mengarah kepada 

pandangan bahwa perusahaan seharusnya diminta mem-

berikan pertanggungjawaban untuk beragam stakeholders 

nya  Kepentingan stakeholders  

yang diakomdasi akan semakin diperkuat persepsi invstor 

pada penilaian Kinerja Keuangan yang telah memper-

timbangkan Tanggungjawab Sosial Perusahaan. 

Investor memerlukan informasi mengenai prospek 

perusahaan yang akan dipilihnya sebagai tempat menanam 

dana. Akan tetapi, sebagai pihak luar investor tidak menge-

tahui seluruh informasi perusahaan sebanyak yang diketa-

hui manajemen Karena itu, 

manajer  yang memiliki informasi lebih baik memberikan 

sinyal kepada investor tentang prospek perusahaan dimasa 

mendatang.  

Manajer pada umumnya mempunyai motivasi untuk 

menyampaikan informasi yang baik (good news) mengenai 

perusahaannya kepada pihak luar secepat mungkin.. 

Contoh penyampaian informasi-informasi dalam laporan 

tahunan perusahaan mengenai Pengungkapan Tanggung-

jawab Sosial Perusahan yang diharapkan dapat memberikan 

informasi mengenai prospek perusahan dimasa depan pada 

investor. Dari perspektif ekonomi, perusahaan akan 

mengungkapkan suatu informasi jika informasi itu  

akan meningkatkan nilai perusahaan. Informasi utama 

yaitu  potensi kinerja keuangan dan informasi sosial 

sebagai penunjang informasi keuangan. Jadi pengungkapan 

informasi Tanggungjawab Sosial Perusahan dapat dinyadi-

kan sinyal sehingga dengan informasi itu  diharapkan 

dapat meyakinkan sehingga publik akan terkesan dalam hal 

ini akan terefleksi pada harga saham sekuritas 

Para peneliti menyatakan bahwa dalam konteks 

strategi, program sosial perusahaan yang dinyatakan dalam 

pengungkapan informasi sosial perusahaan  yang ada dalam 

Laporan Tahunan, merupakan alat untuk mengarahkan 

permintaan sosial. Karena berbagai bukti empiris menyim-

pulkan bahwa laporan tahunan kepada pemilik saham juga 

dinikmati oleh para stakeholders lainnya. Seiring mening-

katnya loyalitas konsumen dalam waktu yang lama, maka 

penjualan perusahaan akan semakin membaik, sehingga 

diharapkan penerimaan  perusahaan juga meningkat, yang 

ditunjukan dari kinerja keuangan.  

Dalam hal ini Tanggungjawab Sosial Perusahan 

berperan penting dalam meningkatkan Nilai Perusahaan 

melalui peningkatan penjualan perusahaan dengan cara 

melakukan meningkatnya legitimasi masyarakat. Manfaat 

lainnya dari pengungkapan informasi Tanggungjawab Sosial 

Perusahan yaitu  memberikan rasa keamanan dan kepas-

tian dalam berinvestasi. Hal ini dapat meningkatkan nilai 

saham perusahaan. Pengungkapan Tanggungjawab Sosial 

Perusahan merupakan sinyal yang memberikan fasilitas 

informasi terhadap para investor dalam pengambilan kepu-

tusan.  

Dengan demikian, pengungkapan informasi Tang-

gungjawab Sosial Perusahan ini berkorelasi dengan strategi 

perusahaan untuk mencapai tujuan tertentu seperti, mem-

peoleh tambahan sumber keuangan atau pengamanan 

akses ke pasar modal. Hal ini akan berdampak langsung 

pada Kinerja Keuangan. Pengungkapan informasi CSR itu 

sendiri merupakan suatu hal yang bersifat endogeneous.  

Analisis meta terhadap 52 studi yang dilakukan oleh; 

 menemukan bahwa kebaikan perusa-

haan melalui Tanggungjawab Sosial Perusahan ditanggapi 

positif oleh masyarakat. Hal ini tercermin dari adanya 

pengaruh positif antara pengungkapan Tanggungjawab 

Sosial Perusahan dengan kinerja perusahaan.    

menunjukkan bah-

wa Pengungkapan Tanggungjawab Sosial Perusahan tidak 

berpengaruh pada nilai perusahaan. Hal ini juga menun-

jukkan bahwa perusahaan program Tanggungjawab Sosial 

Perusahan bukan merupakan faktor penting untuk diper-

timbangkan oleh investor dalam berinvestasi.  

Ada faktor lain yang dapat dipakai  oleh investor 

dalam berinvestasi seperti Kinerja keuangan, ukuran peru-

sahaan, dll. Stakeholder theory berpandangan bahwa peru-

sahaan harus melakukan pengungkapan sosial sebagai 

salah satu tanggungjawab kepada para stakeholder. Pene-

litian ini memakai  pengungkapan Tanggungjawab 

Sosial Perusahan sebagai variabel pemoderasi dengan pemi-

kiran bahwa pasar akan memberikan apresiasi positif yang 

ditunjukkan dengan peningkatan harga saham perusahaan. 

Peningkatan ini akan menyebabkan Nilai Perusahaan juga 

meningkat.  

Dalam kaitannya dengan strategi bisnis, maka akti-

fitas sosial di lingkungan sekitarnya, banyak perusahaan 

semakin menyadari pentingnya menerapkan program Tang-

gungjawab Sosial Perusahan sebagai bagian dari strategi 

bisnisnya. Pengungkapan Tanggungjawab Sosial Perusahan 

yaitu  basis teori tentang perlunya sebuah perusahaan 

membangun hubungan harmonis dengan masyarakat tem-

patan. Konsep Tanggungjawab Sosial Perusahan meman-

dang perusahaan sebagai agen moral.  

Parameter keberhasilan suatu perusahaan dalam 

pandangan Tanggungjawab Sosial Perusahan yaitu  menge-

depankan prinsip moral dan etis, yakni menggapai suatu 

hasil terbaik dengan memperhatikan kepentingan kelompok 

masyarakat yang lain. Dengan informasi keuangan dalam 

kinerja keuangan akan lebih berpengaruh positif  dalam 

persepsi investor jika menyertakan juga laporan sosial 

perusahaan. Sehingga diharapkan harga saham di pasar 

akan seamkin tinggi.   

Harga saham yang telah terdaftar di BEI sangat 

penting untuk diperhatikan karena tidak selamanya harga 

saham tetap, kadang naik, kadang turun. Jika harga saham 

di pasar modal naik, maka perusahaan akan mencapai nilai 

maksimal sehingga tujuan perusahaan tercapai. Akan tetapi 

jika harga saham di pasar modal rendah maka nilai 

perusahaan menjadi minimal sehingga tujuan perusahaan 

tidak dapat tercapai. Harga saham suatu perusahaan dapat 

dipengaruhi juga oleh kualitas pengungkapan tanggung-

jawab sosial perusahan. 

Hal ini berarti juga bahwa pengungkapan TSP dapat 

mempengaruhi nilai perusahaan. Investor cenderung lebih 

tertarik dengan perusahaan yang mengungkapkan Tang-

gungjawab Sosial Perusahan lebih tinggi sebagai tempat 

menanamkan modalnya karena semakin tinggi kualitas 

tanggungjawab sosial perusahan maka kelangsungan hidup 

perusahaan lebih terjamin.  

 


Berdasarkan uraian di atas, hubungan Kinerja Keua-

ngan dan Nilai Perusahaan dimoderassi Pengungkapan 

Tanggungjawab Sosial Perusahan ditunjukan pada gambar 4. 

sebagai berikut: 

 

 

Gambar 4. Hubungan  Kinerja Keuangan (Financial 

Performance) dan Nilai Perusahaan  yang 

dimoderasi Pengungkapan Tanggungjawab 

Sosial Perusahaan  

 

B. Implikasi Nilai Perusahaan, Kinerja Keuangan, dan  

Pengungkapan Tanggungjawab Sosial Perusahaan 

 

1). Harga saham 

Implikasi mengenai Kinerja Keuangan berpenga-

ruh positif  terhadap Nilai Perusahaan yang dimoderasi 

Pengungkapan Tanggungjawab Sosial Perusahaan, ter-

kait harga saham. Bahwa jika harga saham di pasar 

modal naik, maka perusahaan akan mencapai nilai 

maksimal sehingga tujuan perusahaan tercapai. Akan 

tetapi jika harga saham di pasar modal rendah maka 

Nilai Perusahaan menjadi minimal sehingga tujuan 

perusahaan tidak dapat tercapai.  

Kinerja Keuangan 

(Financial Performance) 

Nilai Perusahaan  

(Firm Value) 

Pengungkapan  

Tanggungjawab Sosial 

Perusahaan 

(Corporate Social 

Responsibility 

Disclosure) 

 

Harga saham suatu perusahaan dapat dipenga-

ruhi oleh kualitas PTSP. Hal ini berarti juga bahwa 

pengungkapan TSP dapat mempengaruhi Nilai Perusa-

haan. Investor cenderung lebih tertarik dengan perusa-

haan yang melakukan PTSP  lebih tinggi sebagai tempat 

menanamkan modalnya karena semakin tinggi kualitas 

TSP maka kelangsungan hidup perusahaan lebih 

terjamin. 

 

2) Insentif perusahaan 

Implikasi berikutnya mengenai  Kinerja Keuangan 

berpengaruh positif  terhadap Nilai Perusahaan yang 

dimoderasi Pengungkapan Tanggungjawab Sosial Peru-

sahaan terkait insentif perusahaan. Bahwa tujuan 

manajemen seharusnya yaitu  memaksiumkan keka-

yaan pemilik saham, yang artinya memaksimalkan nilai 

saham. Ketika memaksimalkan nilai saham yang dimak-

sud yaitu  jangka panjang yang sebenarnya, yang bisa 

jadi berbeda dengan harga saham saat ini. Manajer yang 

baik memahami arti penting jangka panjang yaitu  

suatu hal yang konsisten dengan tanggungjawab sosial.  

Dari uaraian di atas dapat dinyatakan bahwa 

Kinerja Keuangan perusahaan berhubungan dengan 

usaha keseluruhan dan bagaimana perusahaan seha-

rusnya memberikan insentif yang tepat jika perusahaan 

itu  ingin manajernya memusatkan perhatian pada 

maksimalisasi jangka panjang. (Brigham & Houston, 

2010). Dengan demikian untuk menjcapainya dengan 

memperhatikan seluruh kepentingan stakeholders mela-

lui tanggungjawab sosial perusahaan. Jadi informasi 

Kinerja Keuangan dalam laporan keuangan akan sema-

kin dengan memasukan informasi PTSP  akan semakin 

memperkuat penilaian investor pada perusahaan.  

 

3) Mandatory 

Implikasi berikutnya mengenai  Kinerja Keuangan 

yang dimoderasi Pengungkapan Tanggungjawab Sosial 

Perusahaan terbukti berpengaruh positif terhadap Nilai 

Perusahaan yaitu  terkait mandatory. Bahwa Pengung-

kapan Tanggungjawab Sosial Perusahaan (PTSP) menjadi 

sangat penting dalam memoderasi Kinerja Keuangan 

terhadap Nilai Perusahaan, karena tidak hanya karena 

TSP telah diamanatkan Undang-Undang (mandatory) 

saja. Jika TSP dianggap penting hanya karena UU, 

perusahaan akan cenderung terpaksa dan stengah hati 

melaksanakan TSP. Harus ada pemahaman filosofis dan 

komitmen etis tentang TSP.  

Pentingnya TSP perlu dilandasi oleh kesadaran 

perusahaan terhadap fakta tentang adanya jurang yang 

semakin menganga antara kemakmuran dan keme-

laratan, baik pada tataran global maupun nasional. 

Alasan itu, diwajibkan atau tidak, TSP harus merupa-

kan komitmen dan kepedulian para pelaku bisnis untuk 

ambil bagian mengurangi nestapa kemanusiaan. Mem-

beri gaji pada karyawan dan membayar pajak pada 

negara kurang patut dijadikan alasan bahwa perusa-

haan tidak perlu melaksanakan TSP. Terlebih di Indo-

nesia yang menganut residual welfare state, distribusi 

pendapatan mengalami distorsi luar biasa. Manfaat 

pajak sering tidak sampai kepada masyarakat, terutama 

kelompok lemah dan rentan seperti orang miskin, 

pekerja sektor informal, kaum perempuan, anak-anak, 

dan Komunitas Adat Terpencil (KAT). Akibatnya, seba-

gian besar dari mereka hidup tanpa perlindungan sosial 

yang memadai.  

 

4) Nilai masyarakat 

Implikasi berikutnya mengenai  Kinerja Keuangan 

yang dimoderasi Pengungkapan Tanggungjawab Sosial 

Perusahaan terbukti berpengaruh positif terhadap Nilai 

Perusahaan yaitu  terkait nilai masyarakat. Bahwa  

dalam beberapa dekade terakhir telah terjadi semacam 

evolusi dalam praktek pelaporan keuangan yaitu sema-

kin banyaknya informasi yang diungkapkan melalui 

pengungkapan sosial perusahaan secara sukarela. 

Salah satu aspek yang diungkapkan secara sukarela 

dalam pelaporan keuangan itu  yaitu  informasi 

tentang aspek sosial dan lingkungan berkaitan dengan 

kegiatan bisnis yang dijalankannya perusahaan agar 

terlihat legitimasi di mata stakeholdersnya.  

Menurut The World Business Council for Sustai-

nable Development, Corporate Social Responbility (CSR) 

merupakan komitmen untuk memberikan kontribusi 

bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan melalui ker-

jasama dengan karyawan, komunitas setempat, dan 

masyarakat untuk meningkatkan kualitas kehidupan. 

Hal ini sejalan dengan legitimacy theory yang menyata-

kan setiap perusahaan memiliki kontrak dengan masya-

rakat berdasarkan nilai-nilai keadilan masyarakat dan 

bagaimana perusahaan menanggapi berbagai kelompok 

untuk melegitimasi tindakan perusahaan.  

 

5) Kesungguhan implemntasi 

Implikasi berikutnya mengenai  Kinerja Keuangan 

yang dimoderasi Pengungkapan Tanggungjawab Sosial 

Perusahaan terbukti berpengaruh positif terhadap Nilai 

Perusahaan yaitu  terkait kesungguhan impelemntasi. 

Bahwat emuan hasil penelitian ini dikaitkan dengan 

kesungguhan pelaksanaan TSP. Selain fakta di atas, 

kesungguhan implementasi TSP harus diakui juga 

diperburuk oleh kinerja TSP yang dilakukan oleh 

berbagai perusahaan.  

Dalam hal ini implementasi TSP masih kerap 

menunjukkan kecenderungan hanya sebagai kegiatan 

kosmetik. Pengungkapan TSP bukan menjadi sekedar 

fungsi kepentingan public relations, citra perusahaan 

atau reputasi dan kepentingan perusahaan untuk men-

dongkrak nilai di bursa saham. TSP hanya dilakukan 

sebagai pemenuhan kecenderungan global tanpa sub-

stansi distribusi kesejahteraan sosial dan pelestarian 

lingkungan, jauh dari gagasan John Elkington (1997) 

dalam Kotler &  Lee (2005) tentang konsep triple bottom 

line. Nuansa kosmetik itu tercermin di berbagai aspek 

sejak perumusan kebijakan dan penentuan orientasi 

program, pengorganisasian, pendanaan, eksekusi prog-

ram hingga evaluasi dan pelaporan pengungkapan TSP.   

Di sisi lain, dengan mengikuti perkembangan 

pelaksanaan PTSP dari sisi internal perusahaan (atau 

asosiasi korporasi dan lembaga antar negara), kecen-

derungan positif pelaksanaan TSP juga telah berkem-

bang cukup jauh. Upaya-upaya nyata dan membumi 

yang dilandasi niat baik untuk memperbaiki kondisi 

sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat serta peles-

tarian lingkungan sudah dilakukan. Standar-standar 

TSP semakin dekat dengan tuntutan keadilan sosial dan 

lingkungan, terutama dikarenakan banyaknya masukan 

dari berbagai organisasi masyarakat sipil yang kritis. 

Upaya-upaya itu  memang masih belum optimal, 

namun, bila diletakkan dalam dimensi waktu, upaya-

upaya ini telah memberikan harapan dan optimisme.   

 

6) Etis dan moral 

Implikasi berikutnya mengenai  Kinerja Keuangan 

yang dimoderasi Pengungkapan Tanggungjawab Sosial 

Perusahaan terbukti berpengaruh positif terhadap Nilai 

Perusahaan yaitu  terkait etis dan moral. Bahwa 

temuan hasil penelitian ini dikaitkan dengan etis dan 

moral. Bagi perusahaan masa kini, tuntutan etis dan 

moral implementasi TSP tidak hanya bersifat eksternal 

(tekanan dari masyarakat global tentang perlunya peru-

bahan etika dan paradigma dalam melakukan bisnis), 

tetapi juga bersifat tekanan internal (dalam rangka 

memperbaiki kebijakan bisnis, kinerja dan citra). Saat 

ini, setiap perusahaan seperti berpacu dengan waktu 

untuk, cepat atau lambat  mempraktikkan substansi 

gagasan yang terkandung dalam TSP.   

TSP sebagai instrumen yang dapat dipakai  

untuk mendorong perusahaan untuk mewujudkan 

gagasan keadilan sosial (redistribusi kesejahteraan dan 

kepemilikan) dan lingkungan dalam kerangka pemba-

ngunan yang berkelanjutan dan memperkuat informasi 

Kinerja Keuangan yang dibutuhkan investor. Implemen-

tasi yang baik dari instrumen Kinerja Keuangan yang 

dimoderasi oleh Pengungkapan Tanggungjawab Sosial 

Perusahaan ini membutuhkan penjabaran nilai-nilai 

etika sosial dan lingkungan lebih jauh dalam organisasi 

perusahaan. Prasyarat ini membutuhkan proses yang 

biasanya tidak singkat,tetapi akan berpengaruh positif 

jangka panjang sehingga meningkatkan penilaian positif 

bagi investor.   

 

7) Sasaran strategi 

Implikasi berikutnya mengenai Kinerja Keuangan 

yang dimoderasi Pengungkapan Tanggungjawab Sosial 

Perusahaan terbukti berpengaruh positif terhadap nlai 

perusahaan yaitu  terkait sasaran strategi. Bahwa 

Setiap sasaran strategik yang ditetapkan dalam 

perspektif non keuangan harus mempunyai hubungan 

kausal dengan sasaran keuangan, baik secara langsung 

maupun tidak langsung. Model hubungan ini menekan-

kan bahwa ukuran keuangan dan non keuangan harus 

menjadi bagian sistem informasi terintegritas untuk 

seluruh stakeholder perusahaan. Ukuran kinerja finan-

sial hanya menceritakan sebagian, tidak semua, tinda-

kan masa lalu dan tidak mampu memberikan pedoman 

yang memadai bagi upaya penciptaan nilai finansial 

masa depan yang dilaksanakan saat ini dan kemudian 


manajemen laba 3




 mengutamakan kepentingan pribadi meskipun merugikan pihak lain. Bahkan dalam perkembangannya permasalahan agensi juga menjadi permasalahan antara pengelola dengan pihak lain yang mempunyai hubungan dengan perusahaan, yaitu calon investor, kreditur, supplier, regulator, dan stakeholder lainnya. Permasalahan yang muncul dari keinginan manajer untuk mengoptimalkan kesejahteraan pribadi dengan mengelabui pemilik dan stakeholder lain yang tidak mempunyai akses dan sumber informasi yang memadai.   A.  PERMAINAN MANAJERIAL  Secara konseptual laporan keuangan merupakan media komunikasi utama antara manajer perusahaan dengan stakeholder. Apalagi saat ini memang belum ada media informasi lain yang dapat dipakai kedua belah untuk melakukan komunikasi bisnis. Manajer memakai  laporan keuangan untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah dilakukan dan dialaminya selama mengoperasikan perusahaan. Sementara di sisi lain laporan keuangan dipakai oleh stakeholder untuk melihat, menilai, meminta pertanggungjawaban manajer atas apa yang telah dilakukan dan dialami manajer itu. Laporan keuangan juga dipakai stakeholder untuk menentukan tindakan yang selanjutnya harus dilakukan terkait dengan hubungan bisnisnya itu. Oleh sebab itu laporan keuangan harus dapat dimengerti dan dipahami oleh semua pihak yang  

membutuhkan informasi itu. Alasan inilah yang menjelaskan mengapa laporan keuangan harus memenuhi beberapa kaidah kualitatif agar dapat menjalankan fungsinya secara optimal. Ada beberapa kaidah agar laporan keuangan dapat menjalankan fungsinya itu, pertama, laporan keuangan harus menyediakan informasi yang relevan dengan kebutuhan pemakainya. Atau dengan kata lain, laporan keuangan yang relevan adalah laporan keuangan yang dapat memenuhi kebutuhan informasi semua pihak yang membutuhkan. Kedua, laporan keuangan harus netral dari keinginan pihak-pihak tertentu yang ingin mengambil keuntungan pribadi dari informasi yang disajikan dalam laporan itu. Ketiga, laporan keuangan harus menyajikan informasi yang lengkap atau komprehensif. Oleh sebab itu laporan keuangan harus mengungkapkan semua informasi mengenai kinerja dan kondisi perusahaan. Selain itu laporan keuangan tidak boleh menyembunyikan informasi untuk kepentingan pihak tertentu. Keempat, laporan keuangan harus mempunyai daya banding dan uji. Laporan keuangan dikatakan mempunyai daya banding bila  informasi yang disajikannya dapat dibandingkan dengan informasi pada periode atau perusahaan yang berbeda. sedang  daya uji adalah kemampuan laporan keuangan untuk tetap menghasilkan informasi yang sama bila  diuji kembali dengan memakai  metode yang sama.       Kaidah-kaidah inilah yang membuat laporan keuangan layak dipakai  sebagai media yang menginformasikan apa yang telah dilakukan dan dialami suatu perusahaan selama satu periode tertentu. Kaidah-kaidah ini juga membuat stakeholder mempunyai informasi yang valid dan memadai untuk memastikan apa yang seharus dilakukan untuk mengamankan kepentingannya. Sebaliknya laporan keuangan yang disusun tanpa memenuhi kaidah di atas akan diragukan validitas informasinya. Dampaknya, stakeholder tidak memperoleh informasi yang valid dan memadai untuk memastikan apa yang seharusnya dilakukan. Oleh sebab itu akurasi informasi yang disampaikan manajer dalam laporan keuangan secara langsung akan mempengaruhi ketepatan keputusan yang dibuat stakeholder. Atau dengan kata lain informasi bagus akan menghasilkan keputusan yang bagus, sebaliknya informasi keliru akan menghasilkan keputusan yang keliru pula.  usaha  menyelewengkan informasi dengan tidak mengikuti kaidah ini tidak hanya terjadi di atas kertas. Meski standar akuntansi sudah berusaha mengatur agar  

laporan keuangan disusun dengan mentaati kaidah-kaidah baku namun bukti empiris justru menunjukkan salah satu biang keladi keruntuhan dunia usaha adalah usaha  menyelewengkan informasi ini. Manajer seringkali menyusun dan menyajikan informasi tanpa mentaati kaidah-kaidah itu, tetapi justru mengikuti moral hazard-nya atau keinginan untuk memperkaya diri sendiri meski merugikan orang lain. Informasi yang seharusnya netral justru diselewengkan untuk memenuhi dari kepentingan-kepentingan tertentu. Informasi yang seharusnya lengkap dan komprehensif justru disembunyikan atau ditunda pengungkapannya agar kepentingan-kepentingan tertentu dapat tercapai. Akibatnya informasi menjadi tidak netral dan relevan lagi dengan kebutuhan pemakainya. Informasi hanya relevan dengan kebutuhan manajer sebab  disusun untuk memenuhi kepentingan manajer itu. usaha  penyelewengan ini juga membuat informasi akuntansi itu tidak mungkin lagi dapat dibandingkan dan diuji dengan informasi-informasi lain.   Secara konseptual usaha  menyelewengkan informasi ini dilakukan dengan mempermainkan komponen-komponen dalam laporan keuangan, baik dengan mempermainkan besar kecilnya maupun menyembunyikan atau menunda pengungkapan komponen tertentu. Menariknya, usaha  ini dapat dilakukan tanpa harus melanggar standar akuntansi yang selama ini dipakai  secara umum. Hanya dengan mengganti metode dan prosedur akuntansi tertentu dengan metode dan prosedur akuntansi yang lain besar kecilnya komponen laporan keuangan dapat diatur sesuai keinginan manajer perusahaan. Selain itu manajer juga dapat mempermainkan komponen-komponen laporan keuangan dengan menentukan atau mengubah nilai estimasi yang dipakainya. Hingga banyak pihak yang mengatakan bahwa usaha  mempermainkan laporan keuangan ini dapat dilakukan justru sebab  diakomodasi difasilitasi oleh prinsip akuntansi sendiri. 

  Tabel 2.1 Tujuh Permainan Manajerial  Mencatat pendapatan terlalu cepat. Mencatat pendapatan palsu. Mengakui pendapatan lebih cepat satu periode.  Mengakui biaya periode berjalan menjadi biaya periode sebelum atau sesudahnya. Tidak mengungkapan semua kewajibannya. Mengakui pendapatan periode berjalan menjadi pendapatan periode  

sebelumnya. Mengakui pendapatan masa depan menjadi pendapatan periode berjalan. 



Ada beberapa cara yang dipakai perusahaan untuk mempermainkan besar kecilnya laba, yaitu dengan mengakui dan mencatat pendapatan terlalu cepat atau sebaliknya, mengakui dan mencatat pendapatan palsu, mengakui dan mencatat biaya lebih cepat atau lebih lambat dari yang seharusnya, dan tidak mengungkapkan kewajibannya. Secara konseptual usaha  mempermainkan besar kecilnya komponen laporan keuangan ini sulit untuk dideteksi dan diketahui oleh pemakai informasi keuangan, meskipun laporan keuangan menyertakan catatan yang menjelaskan secara rinci komponen-komponen dalam laporan itu. Alasannya, pertama, pemakai laporan keuangan tidak mempunyai kemampuan yang memadai untuk memahami catatan-catatan itu secara baik. Kedua, tidak semua metode atau prosedur yang dipakai perusahaan dapat dipahami oleh pemakai laporan keuangan.  1. Mengakui dan mencatat pendapatan lebih cepat satu periode atau lebih usaha  ini dilakukan manajer dengan mengakui dan mencatat pendapatan periode-periode yang akan datang atau pendapatan yang secara pasti belum dapat ditentukan kapan dapat terealisir sebagai pendapat periode berjalan (current revenue). Hal ini mengakibatkan pendapatan periode berjalan menjadi lebih besar daripada pendapatan sesungguhnya. Meningkatnya pendapatan ini membuat laba periode berjalan juga menjadi lebih besar daripada laba sesungguhnya. Akibatnya, kinerja perusahaan periode berjalan seolah-olah lebih bagus bila dibandingkan dengan kinerja sesungguhnya. Meskipun hal ini akan mengakibatkan pendapatan atau laba periode-periode berikutnya akan menjadi lebih rendah dibandingkan pendapatan atau laba sesungguhnya. usaha  semacam ini dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi investor akan mau membeli sahamnya, menaikkan posisi perusahaan ke level yang lebih baik, dan sebagainya. 2. Mengakui pendapatan lebih cepat satu periode atau lebih usaha  ini dilakukan mengakui pendapatan periode berjalan menjadi pendapatan periode sebelumnya. Hingga pendapatan periode berjalan menjadi lebih kecil daripada pendapatan sesungguhnya. Semakin kecil pendapatan akan membuat laba periode berjalan juga akan menjadi semakin kecil daripada laba sesungguhnya. 

Akibatnya, kinerja perusahaan untuk periode berjalan seolah-olah lebih buruk atau kecil bila dibandingkan dengan kinerja sesungguhnya. usaha  semacam ini dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi keputusan investor agar menjual sahamnya (management buyout), mengecilkan pajak yang harus dibayar kepada pemerintah, dan menghindari kewajiban pembayaran hutang.    3. Mencatat pendapatan palsu usaha  ini dilakukan manajer dengan mencatat pendapatan dari suatu transaksi yang sebenarnya tidak pernah terjadi, sehingga pendapatan ini juga tidak akan pernah terealisir sampai kapanpun. usaha  ini mengakibatkan pendapatan periode berjalan menjadi lebih besar daripada pendapatan sesungguhnya. Meningkatnya pendapatan ini membuat laba periode berjalan juga menjadi lebih besar daripada laba sesungguhnya. Akibatnya, kinerja perusahaan periode berjalan seolah-olah lebih bagus bila dibandingkan dengan kinerja sesungguhnya. usaha  semacam ini dilakukan perusahaan dengan mengakui pendapatan palsu sebagai piutang, yang pelunasan kasnya tidak akan pernah diterima sampai kapanpun. usaha  ini dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi investor akan mau membeli sahamnya, menaikkan posisi perusahaan ke level yang lebih baik, dan sebagainya.  4. Mengakui dan mencatat biaya lebih cepat atau lambat usaha  ini dapat dilakukan manajer mengakui dan mencatat biaya periode-periode yang akan datang sebagai biaya periode berjalan (current cost). usaha  semacam ini membuat biaya periode berjalan menjadi lebih besar daripada biaya sesungguhnya. Meningkatnya biaya ini membuat laba periode berjalan juga akan menjadi lebih kecil daripada laba sesungguhnya. Akibatnya, kinerja perusahaan untuk periode berjalan seolah-olah lebih buruk atau kecil bila dibandingkan dengan kinerja sesungguhnya. Meskipun hal ini akan mengakibatkan biaya periode-periode berikutnya menjadi lebih kecil dan sebaliknya laba periode-periode berikutnya akan menjadi lebih besar dibandingkan pendapatan atau laba sesungguhnya. usaha  semacam ini dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi keputusan investor agar menjual sahamnya (management buyout), mengecilkan pajak yang harus dibayar kepada pemerintah, dan menghindari kewajiban pembayaran hutang.     

5. Mengakui dan mencatat biaya lebih lambat usaha  ini dapat dilakukan dengan mengakui biaya periode berjalan menjadi biaya periode sebelumnya. Hingga biaya periode berjalan menjadi lebih kecil daripada biaya sesungguhnya. Semakin kecilnya biaya ini membuat laba periode berjalan juga akan menjadi lebih besar daripada laba sesungguhnya. Akibatnya membuat kinerja perusahaan untuk periode berjalan seolah-olah lebih baik atau besar bila dibandingkan dengan kinerja sesungguhnya. usaha  ini dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi investor akan mau membeli sahamnya, menaikkan posisi perusahaan ke level yang lebih baik, dan sebagainya.  6. Tidak mengungkapkan semua kewajiban. usaha  ini dapat dilakukan manajer menyembunyikan eluru atau sebagian kewajibannya, sehingga kewajiban periode berjalan menjadi lebih kecil daripada kewajiban sesungguhnya. Sebagai contoh adalah kewajiban berupa hutang yang disembunyikan perusahaan. Menurunnya kewajiban berupa hutang ini akan membuat biaya bunga periode berjalan menjadi lebih kecil dari yang sesungguhnya, sehingga laba periode berjalan pun akan menjadi lebih kecil daripada laba sesungguhnya. Akibatnya membuat kinerja perusahaan untuk periode berjalan seolah-olah lebih bagus bila dibandingkan dengan kinerja sesungguhnya. usaha  semacam ini dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi keputusan investor agar mau membeli saham yang ditawarkannya, menghindari kebijakan multi papan, dan sebagainya.   Meskipun terkesan hanya mempermainkan besar kecilnya angka-angka dalam laporan keuangan, tetapi sebenarnya permainan ini dilakukan manajer sebab  keinginannya menyembunyikan sesuatu yang tidak ingin diketahui pihak lain. usaha  ini bisa dilakukan manajer dengan tujuan untuk melindungi kecurangan-kecurangan yang telah dilakukannya. Hal ini dilakukan untuk mengamankan posisi, kepentingan, dan kesejahteraan pribadinya meski harus merugikan posisi, kepentingan, dan kesejahteraan pihak-pihak lain. Inilah yang menyebabkan manajemen laba cenderung melanggar peraturan dan disebut sebagai kecurangan manajerial. Meski demikian tetap ada pihak yang menganggap manajemen laba bukan sebagai kecurangan dan semata-mata hanya merupakan permainan akuntansi yang difasilitasi dan diakomodasi oleh prinsip akuntansi berterima umum.  

Argumen di atas disebabkan sebab  adanya kebebasan yang dimiliki seseorang yang mencatat transaksi dan menyusun laporan keuangan untuk memilih metode dan prosedur akuntansi yang sangat beragam. Seandainya seorang manajer ingin membuat labanya menjadi lebih besar dari nilai yang sesungguhnya pada suatu periode tertentu, maka banyak kemungkinan yang bisa dilakukannya. Sebagai contoh adalah dengan mengubah estimasi usia ekonomis aktiva tetap menjadi lebih besar dan mengganti metode depresiasinya menjadi garis lurus, mengecilkan prosentase biaya kerugian piutang, mengganti metode pengakuan persediaan menjadi FIFO, dan lain-lain. sedang  jika manajer ingin membuat labanya menjadi lebih kecil dari nilai yang sesungguhnya, maka manajer dapat melakukan, misalnya, mengubah estimasi usia ekonomis aktiva tetap menjadi lebih kecil dan mengganti metode depresiasinya menjadi sado menurun, membesarkan prosentase biaya kerugian piutang, mengganti metode pengakuan persediaan menjadi LIFO, dan lain-lain. Oleh sebab itu secara konkret ada tiga target permainan dalam manajemen laba, yaitu: 1. Meninjau kembali dan mengubah berbagai estimasi akuntansi  Permainan manajerial ini bisa dilakukan dengan meninjau kembali dan mengubah berbagai estimasi akuntansi yang selama ini telah dipakai  perusahaan. Sebagai contoh adalah umur ekonomis aktiva tetap (tangible assets) dan aktiva tidak berwujud (intangible assets), prosentase biaya kerugian piutang, dan lain-lain. Perubahan estimasi akuntansi ini memang diperbolehkan dan diakui oleh prinsip akuntansi berterima umum meski sebenarnya rawan menjadi obyek permainan penyusun laporan keuangan. Oleh sebab itu agar semua perubahan estimasi akuntansi ini dapat diketahui oleh pemakai laporan keuangan maka standar akuntansi mensyaratkan bahwa perubahan ini harus diungkapkan dalam catatan kaki laporan keuangan (footnotes of financial statement).  Namun kenyataannya, walau sudah diungkapkan dalam laporan keuangan, lebih banyak pemakai laporan keuangan yang tidak memahami bagaimana membaca dan memahami pentingnya catatan kaki ini. Hingga perusahaan yang melakukan pengungkapan perubahan estimasi akuntansi justru akan memperoleh keuntungan dibandingkan perusahaan yang tidak mengungkapkan hal itu. Alasannya: a. usaha  mengungkapkan semua perubahan estimasi akuntansi akan membuat perusahaan terbebas dari pelanggaran terhadap standar akuntansi, sehingga  

perusahaan terbebas dari tuduhan mengelabui pemakai laporan keuangan. Hal ini membuat “nilai” perusahaan akan meningkat dimata stakeholder, yang secara langsung akan meningkatkan harga saham perusahaan bersangkutan di pasar modal.   b. Seandainya perusahaan memang berniat mengelabui pemakai laporan keuangan dengan mengubah estimasi akuntansi maka usaha  inipun tidak mudah untuk diketahui oleh pihak lain sebab  ketidakmampuan pihak-pihak itu memahami laporan keuangan secara integral dan komprehensif. Akibatnya, pemakai laporan keuangan mempercayai perusahaan tidak melakukan kecurangan dalam melaporkan kinerja. Hingga membuat harga saham perusahaan bersangkutan stabil bahkan cenderung naik. Sementara perusahaan yang mengelabui pemakai laporan keuangan dengan mengubah estimasi akuntansi, sebenarnya mulai membuat masalah yang sulit dihentikan dan bila  telah mencapai mencapai titik nadir akan menghancurkan perusahaan itu sendiri. Hal ini disebabkan manajemen laba pada dasarnya dilakukan dengan menggeser biaya saat ini menjadi biaya periode masa depan dan pendapatan periode masa depan menjadi pendapatan saat ini, agar laba yang dilaporkan lebih tinggi dari laba sesungguhnya. Sebaliknya, jika perusahaan menginginkan laba yang dilaporkan lebih rendah dari laba sesungguhnya, maka usaha  yang dilakukan adalah menggeser biaya periode masa depan menjadi biaya saat ini dan pendapatan saat ini menjadi pendapatan periode masa depan. Atau dengan kata lain, perusahaan mempunyai pilihan untuk melaporkan apa yang sesungguhnya terjadi atau merekayasa labanya menjadi lebih besar atau kecil. Namun, usaha  geser-menggeser biaya dan pendapatan ini sebenarnya tidak mungkin dapat dilakukan perusahaan secara berkelanjutan dalam jangka panjang. Ada dua hal yang menyebabkannya: a. Perusahaan akan menanggung akumulasi biaya dan pendapatan periode masa lalu atau masa depan yang menyebabkan kinerja perusahaan menjadi sangat rendah atau tinggi. Situasi ini tidak mungkin dapat ditanggung perusahaan dalam jangka panjang. Perusahaan akan mengalami kesulitan likuiditas pada saat harus mengungkapkan apa yang sebenarnya telah dan sedang terjadi.  b. Ada pihak eksternal yang mengetahui dan menangkap kecurangan yang dilakukan perusahaan itu. Artinya, meski sulit untuk dideteksi, usaha  permainan  

manajerial semacam ini kemungkinan besar juga bisa terungkap, apalagi oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan untuk memahami laporan keuangan secara integral dan komprehensif, misalkan akuntan publik.   2. Mengubah atau mengganti metode akuntansi  Secara konseptual manajer mempunyai kebebasan untuk mengubah atau mengganti metode akuntansi yang selama ini dipakainya dengan metode akuntansi lain. Hal inilah yang mendorong atau memotivasi seorang manajer untuk mengoptimalkan kepentingan dan kesejahteraan pribadi. Seorang manajer hanya mau memakai  suatu metode akuntansi tertentu bila  ada manfaat yang bisa diperoleh. Hingga metode akuntansi yang tidak memberi manfaat jika dipakai  dalam melaporkan kinerja tidak akan dipakai  atau diganti dengan metode lain oleh manajer bersangkutan. Apalagi jika manajer mengetahui bahwa tidak semua pemakai laporan keuangan dapat memahami dampak dari perubahan metode-metode akuntansi itu.     Meski mempunyai kebebasan untuk mengubah atau mengganti metode akuntansi secara bebas, namun perusahaan mempunyai kewajiban untuk mengungkapkan semua metode yang dipakainya dalam laporan keuangan. Namun kenyataannya, banyak pemakai laporan keuangan yang tidak memahami bagaimana membaca dan memahami laporan keuangan secara komprehensif, termasuk memahami pengaruh perubahan metode akuntansi yang dipakai perusahaan. Inilah yang membuat perusahaan yang mengungkapkan perubahan metode akuntansi yang dipakai akan memperoleh manfaat positif daripada menyembunyikan perubahan-perubahan itu. Ada beberapa hal yang mendasarinya: a. usaha  mengungkapkan perubahan- perubahan metode akuntansi akan membuat perusahaan terbebas dari pelanggaran standar akuntansi, sehingga perusahaan terbebas dari tuduhan mengelabui pemakai laporan keuangan. Hal ini membuat “nilai” perusahaan akan meningkat dimata stakeholder, yang akan meningkatkan harga saham perusahaan bersangkutan di pasar modal. Hal ini disebabkan, selain dipengaruhi oleh laba, harga saham suatu perusahaan juga dipengaruhi oleh goodwill perusahaan bersangkutan.   b. usaha  mengubah metode akuntansi tidak mudah untuk diketahui oleh pihak lain sebab  ketidakmampuan pihak-pihak itu memahami laporan keuangan secara integral dan komprehensif. Oleh sebab itu seandainya perusahaan memang  

berniat mengelabui pemakai laporan keuangan maka kecurangan inipun tidak mudah diketahui pemakai laporan keuangan. Pemakai laporan keuangan tidak dapat memahami bahwa perusahaan sudah melakukan kecurangan dalam melaporkan kinerja, sehingga membuat harga saham perusahaan bersangkutan stabil bahkan cenderung naik. 3. Permasalahan cadangan   Secara konseptual cadangan (reserves) merupakan “laba yang ditarik kebelakang dari periode pengakuan sesungguhnya dan memakai  pada saat dibutuhkan”. Sebagai contoh adalah cadangan kerugian piutang, penurunan nilai persediaan, dan lain-lain. Hal ini dilakukan perusahaan dengan tujuan agar laba yang dilaporkan perusahaan pada periode berjalan tidak terlalu tinggi. Sebaliknya, pada saat menginginkan labanya menjadi lebih tinggi maka perusahaan dapat memakai  cadangan itu untuk mengatur laba sesuai dengan keinginannya itu. Secara konseptual perataan laba ini dilakukan perusahaan agar: a. Dalam konteks kompensasi manajerial maka usaha  perataan laba ini dilakukan manajer agar setiap periode dapat selalu memperoleh bonus yang dijanjikan pemilik perusahaan, apalagi jika bonus dihitung berdasarkan laba yang diperoleh perusahaan. Manajer akan meratakan laba agar laba yang dilaporkan tidak melebihi batas atas (cap) dan tidak kurang dari batas bawah (boogey) untuk memperoleh bonus sebab kelebihan laba itu tidak akan dipakai lagi untuk menentukan berapa besarnya bonus yang dapat diterima manajer itu. sedang  kelebihan laba yang belum dilaporkan pada periode berjalan akan dilaporkan pada periode berikutnya, sehingga dalam setiap periode manajer dapat memperoleh bonus yang dijanjikan pemilik perusahaan. b. Dalam konteks perpajakan maka usaha  perataan laba ini dilakukan agar perusahaan dapat mengatur jumlah pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah pada periode berjalan. Ada dua tujuan yang ingin dicapai perusahaan yang melakukan hal ini, yaitu: § Perusahaan hanya ingin penundaan pembayaran pajak sesungguhnya. Artinya, meski pajak yang dibayarkan pada periode berjalan relatif lebih rendah dibandingkan pajak sesungguhnya namun penurunan ini tetap akan dibayarkannya pada periode-periode mendatang.   

§ Perusahaan menginginkan pajak yang dibayarkannya benar-benar lebih rendah dibandingkan kewajibannya. sedang  pajak periode berjalan yang disembunyikan tetap akan disembunyikan sampai kapanpun dan tidak akan dibayarkan pada periode-periode mendatang. Namun usaha  untuk membuat cadangan ini sebenarnya tidak diijinkan dalam ruang lingkup prinsip akuntansi berterima umum, sebab  prinsip akuntansi mensyaratkan bahwa laba baru dapat diakui bila  ada kepastian laba ini  dapat diperoleh dan direalisasi. Selain itu, usaha  ini sebenarnya akan membuat laporan keuangan menjadi tidak mencerminkan kondisi fundamental perusahaan yang sesungguhnya. Akibatnya, pemakai laporan keuangan akan memperoleh informasi yang menyesatkan dan membuat keputusan untuk mengalokasikan sumberdaya menjadi keliru. Investor keliru dalam menilai dan menentukan harga saham yang mencerminkan kondisi fundamental perusahaan. Debitur keliru dalam menilai kemampuan perusahaan dalam menyelesaikan kewajiban hutangnya. Pemerintah keliru dalam menilai dan menghitung pajak yang harus ditarik dari perusahaan bersangkutan. Aktivitas semacam ini, walaupun harus diungkapkan dalam laporan keuangan, bukan hal yang mudah untuk dideteksi dan terdeteksi. Ada kecenderungan pemakai laporan keuangan yang hanya melihat bottom line dari informasi keuangan itu tanpa mau bersusah payah mempelajari dan memahami pelaporan keuangan (financial reporting) secara integral dan komprehensif. Padahal laporan keuangan hanya akan bisa “berbicara” jika pemakainya memahami seluruh informasi yang disajikan dalam pelaporan keuangan itu. Pemakai laporan keuangan tidak mungkin dapat mempunyai pemahaman yang integral dan komprehensif hanya dengan memahami satu komponen informasi tertentu. Apalagi akuntansi sebenarnya banyak melibatkan subyektifitas dalam melakukan estimasi pengukuran suatu komponen atau item tertentu. Atas dasar alasan itulah Schilit membuat daftar 10 petunjuk untuk mendeteksi permainan laba ini. Walau masih sangat umum, namun diharapkan petunjuk ini dapat menjadi kunci dalam usaha  untuk mereduksi manajemen laba dalam dunia bisnis.   

  

 Tabel 2.2 Sepuluh Cara Mendeteksi Permainan Manajemen Manajemen tidak jujur Lingkungan pengendalian yang tidak mencukupi Perubahan auditor, konsultan hukum eksternal, atau CFO Perubahan prinsip akuntansi dan estimasi Defisit yang cukup besar dalam arus kas operasi relatif terhadap laba bersih Perbedaan subtansial antara pertumbuhan penjualan dan penerimaan Kenaikan atau penurunan laba kotor yang besar Mencatat pendapatan dari pembeli yang beresiko Keberadaan komitmen dan kontijensi.


Ada alasan utama mengapa seorang manajer perusahaan mengelola dan mengatur laba padahal aktivitas ini cenderung melanggar peraturan. Secara sederhana, seorang manajer mengelola laba adalah untuk menciptakan kesejahteraan bagi pemilik atau pemegang saham (stockholders) perusahaan yang dikelolanya. Hal ini sejalan dengan teori agensi yang menegaskan bahwa kewenangan yang diterima manajer dari pemilik perusahaan untuk mengelola dan menjalankan perusahaan membawa konsekuensi logis yang harus dijalankan dan manajer dan pemilik perusahaan. Manajer mempunyai kewajiban untuk meningkatkan nilai perusahaan dan kesejahteraan pemilik serta mempunyai hak untuk menerima penghargaan atas apa yang telah dilakukannya.  Sementara, disisi lain, pemilik perusahaan mempunyai kewajiban untuk memberi penghargaan kepada pengelola perusahaan sebab  telah bekerja untuk meningkatkan nilai perusahaan dan kesejahteraannya. Meski secara teoritis kelihatan indah, yang terjadi justru sebaliknya. Setiap pihak hanya berusaha  memaksimalkan kesejahteraannya dengan mengorbankan kesejahteraan orang lain. Pemilik selalu mendorong dan mendesak manajer untuk bekerja lebih keras agar nilai perusahaannya dapat meningkat lebih cepat dan besar. sedang  manajer bersedia melakukan hal itu bukan untuk memaksimalkan kesejahteraan pemilik namun juga untuk memaksimalkan kesejahteraannya sendiri.   Tentu ada sesuatu yang menjadi alasan mengapa mengapa manajer termotivasi melakukan hal ini. Motivasi-motivasi inilah yang mempengaruhi pola rekayasa manajerial yang dilakukan manajer perusahaan. Artinya, bagaimana pola rekayasa ini  

sangat tergantung pada apa yang ingin dicapai oleh manajer bersangkutan. Manajer bisa merekayasa labanya menjadi lebih tinggi atau lebih rendah daripada laba sesungguhnya tergantung motivasi apa yang mendasarinya. Demikian juga bila  manajer merekayasa laba agar cenderung selalu sama selama beberapa periode. Semua umum ada beberapa motivasi-motivasi yang mendorong manajer untuk berperilaku oportunis ini, yaitu motivasi bonus, kontrak, politik, pajak, perubahan CEO, IPO atau SEO, dan mengkomunikasikan informasi ke investor. Pengelompokan ini sejalan dengan tiga hipotesis utama dalam teori akuntansi positif (positive accounting theory), yang menjadi dasar pengembangan pengujian hipotesis untuk mendeteksi manajemen laba, yaitu: 1. Bonus plan hypothesis Bonus plan hypothesis menyatakan bahwa “managers of firms with bonus plans are more likely to use accounting methods that increase current period reported income”. Ada bukti empiris yang menyatakan bahwa perjanjian (kontrak) bisnis manajer dengan pihak lain merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat manajemen laba yang dilakukan perusahaan. Ada variabel yang selama diuji berkaitan dengan perjanjian bisnis ini , yaitu bonus atau kompensasi manajerial (bonus or managerial compensation). Dalam bonus atau kompensasi manajerial, pemilik perusahaan berjanji bahwa manajer akan menerima sejumlah bonus jika kinerja perusahaan mencapai jumlah tertentu. Janji bonus inilah yang merupakan alasan bagi manajer untuk mengelola dan mengatur labanya pada tingkat tertentu sesuai dengan yang disyaratkan agar dapat menerima bonus.  Seandainya pada tahun tertentu kinerja sesungguhnya berada di bawah syarat untuk memperoleh bonus, maka manajer akan melakukan manajemen laba agar labanya dapat mencapai tingkat minimal untuk memperoleh bonus. Sebaliknya, jika pada tahun ini  kinerja yang diperoleh manajer jauh di atas jumlah yang disyaratkan untuk memperoleh bonus, manajer akan mengelola dan mengatur agar laba yang dilaporkan (reported earnings) menjadi tidak terlalu tinggi. Kelebihan laba sesungguhnya dengan laba yang dilaporkan akan disajikan pada tahun berikutnya. usaha  ini membuat manajer cenderung akan selalu memperoleh bonus dari periode ke periode. Akibatnya, pemilik perusahaan terpaksa harus kehilangan sebagian dari kesejahteraannya yang dibagikan kepada manajer sebagai bonus.  

2. Debt (equity) hypothesis Debt (equity) hypothesis yang menyatakan bahwa “the larger the firms debt to equity ratio, the more likely managers use use accounting methods that increase income”. Dalam konteks perjanjian hutang, manajer akan mengelola dan mengatur labanya agar kewajiban hutangnya yang seharusnya diselesaikan pada tahun tertentu dapat ditunda untuk tahun berikutnya. Hal ini merupakan usaha  manajer untuk mengelola dan mengatur jumlah laba yang merupakan indikator kemampuan perusahaan dalam menyelesaikan kewajiban hutangnya. Manajer akan melakukan pengelolaan dan pengaturan jumlah laba untuk menunda bebannya pada periode bersangkutan dan akan diselesaikannya pada periode-periode mendatang. usaha  seperti ini dilakukan agar perusahaan dapat memakai  dana itu untuk keperluan lainnya. Walau sebenarnya hanya masalah waktu pengakuan (timing) kewajiban, namun hal ini sebenarnya telah mengakibatkan pihak yang ingin mengetahui kondisi perusahaan yang sesungguhnya akan memperoleh dan memakai  informasi yang keliru. Akibatnya, pihak-pihak ini membuat keputusan bisnis yang keliru pula.   3. Political cost hypothesis Political cost hypothesis yang menyatakan bahwa “larger firms rather than small firms are more likely to use accounting choices that reduce reported profits”. Alasan terakhir adalah masalah pelanggaran regulasi pemerintah. Sejauh ini ada beberapa regulasi yang dikeluarkan pemerintah yang berkaitan dengan dunia usaha, misalkan undang-undang perpajakan, anti-trust dan monopoli, dan sebagainya. Undang-undang mengatur jumlah pajak yang akan ditarik dari perusahaan berdasarkan laba yang diperoleh perusahaan selama periode tertentu. Atau dengan kata lain, besar kecilnya pajak yang akan ditarik oleh pemerintah sangat tergantung pada besar kecilnya laba yang dicapai perusahaan. Sehingga perusahaan yang memperoleh laba lebih besar akan ditarik pajak yang lebih besar pula dan perusahaan yang memperoleh laba lebih kecil akan ditarik pajak yang lebih kecil pula.  Kondisi inilah yang merangsang manajer untuk mengelola dan mengatur labanya dalam jumlah tertentu agar pajak yang harus dibayarkannya menjadi tidak terlalu tinggi, sebab  manajer, sebagai pengelola, tentu tidak ingin kewajiban yang harus diselesaikannya terlalu membebaninya. Hal ini sangat mudah dilakukan perusahaan,  

yaitu dengan “menarik” biaya periode yang akan datang menjadi biaya periode berjalan dan, sebaliknya, mengakui pendapatan periode berjalan menjadi pendapatan periode yang akan datang. usaha  lain yang dilakukan perusahaan untuk menghemat pajak adalah dengan mempermainkan laba pada saat ada pergantian peraturan perundang-undang yang memberlakukan tarif pajak lebih rendah dimasa depan. Perusahaan menunda pengakuan laba periode berjalan dan baru akan diakui pada saat peraturan yang baru itu diperlakukan secara efektif.    B.  DEFINISI MANAJEMEN LABA Ada alasan mendasar mengapa manajer melakukan manajemen laba. Secara konseptual harga pasar saham suatu perusahaan secara signifikan dipengaruhi oleh laba, resiko, dan spekulasi. Oleh sebab itu perusahaan yang labanya selalu mengalami kenaikan dari period ke periode secara konsisten akan mengakibatkan resiko perusahaan ini mengalami penurunan lebih besar dibandingkan prosentase kenaikan laba. Hal inilah yang mengakibatkan banyak perusahaan yang melakukan pengelolaan dan pengaturan laba sebagai salah satu usaha  untuk mengurangi resiko. Secara logika hal ini  bisa dipahami sebab  manusia merupakan pribadi yang cenderung menghindari resiko (risk adverse) yang selalu berusaha mengeliminasi atau meminimalkan kerugian yang mungkin akan dialaminya, walaupun usaha  yang dilakukannya mungkin merugikan pihak lain. Kondisi inilah yang mengakibatkan sampai saat ini manajemen laba masih dipertanyakan apakah merupakan aktivitas yang melanggar prinsip akuntansi berterima umum atau bukan. Inilah yang mengakibatkan sampai saat ini ada belum ada kesepakatan dikalangan akademisi maupun antara akademisi dengan praktisi mengenai definisi manajemen laba yang diakibatkan perbedaan pandangan terhadap manajemen laba. Sebagian pihak menilai manajemen laba merupakan perbuatan curang yang melanggar prinsip akuntansi. usaha  ini dilakukan dengan memanfaatkan metode dan standar akuntansi yang ada untuk mengelabui pemakai laporan keuangan. Sementara sebagian yang lain menilai manajemen laba sebagai aktivitas yang lumrah dilakukan manajer dalam menyusun laporan keuangan, apalagi jika usaha  rekayasa manajerial ini dilakukan dalam ruang lingkup prinsip akuntansi. Hal inilah yang menyebabkan setiap pihak yang concern pada permasalahan ini mencoba untuk mendefinisikannya  

manajemen laba sesuai dengan penilaian dan pemahamannya, baik secara positif maupun negatif. Akibatnya, saat ini ada cukup banyak definisi dan batasan mengenai manajemen laba yang membuat spektrum usaha  rekayasa manajerial ini menjadi luas.  Oleh sebab itu sejalan dengan berkembangnya riset  akuntansi keuangan dan keperilakukan saat ini ada beberapa definisi manajemen laba yang berbeda antara satu dengan lainnya sesuai dengan pemahaman dan penilaian orang yang mendefinisikan terhadap aktivitas pengelolaan dan pengaturan laba itu. Namun demikian bila  dicermati sebenarnya ada benang merah yang menghubungan satu definisi dengan definisi lain. Artinya, meski memakai  terminologi yang berbeda namun secara garis besar definisi-definisi itu mempunyai pengertian serupa. Secara umum ada beberapa definisi yang berbeda satu dengan yang lain, yaitu definisi manajemen laba yang diciptakan oleh Davidson, Stickney, dan Weil (1987), Schipper (1989), National Association of Fraud Examiners (1993), Fisher dan Rosenzweig (1995), Lewitt (1998), serta Healy dan Wahlen (1999).  1. Davidson, Stickney, dan Weil  Earnings management is the process of taking deliberate steps within the constrains of generally accepted accounting principles to bring about desired level of reported earnings (Manajemen laba merupakan proses untuk mengambil langkah tertentu yang disengaja dalam batas-batas prinsip akuntansi berterima umum untuk menghasilkan tingkat yang diinginkan dari laba yang dilaporkan).    2. Schipper Earnings management is a purposes intervention in the external financial reporting process, with the intent of obtaining some private gain (a opposed to say, merely faciliting the neutral operation of the process (Manajemen laba adalah campur tangan dalam proses penyusunan pelaporan keuangan ekternal, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi (pihak yang tidak setuju mengatakan bahwa hal ini hanyalah usaha  untyuk memfasilitasi operasi yang tidak memihak dari sebuah proses))  3. National Association of Certified Fraud Examiners Earningsn management is the intentional, deliberate, misstatement or omission of material facts, or accounting data, which is misleading and, when considered with all the information made available, would cause the reader to change or alter his or 

judgement or decision (Manajemen laba adalah kesalahan atau kelalaian yang disengaja dalam membuat laporan mengenai fakta material atau data akuntansi sehingga menyesatkan saat  semua informasi itu dipakai untuk membuat pertimbangan yang akhirnya akan yang menyebabkan orang yang membacanya akan mengganti atau mengubah pendapat atau keputusannya).    4. Fisher dan Rosenzweig  Earnings management is a actions of a manager which serve to increase (decrease) current reported earnings of the unit which the manager is responsible without generating a corresponding increase (decrease) in long- term economic profitability of the unit (Manajemen laba adalah tindakan-tindakan manajer untuk menaikkan (menurunkan) laba periode berjalan dari sebuah perusahaan yang dikelolanya tanpa menyebabkan kenaikkan (penurunan) keuntungan ekonomi perusahaan jangka panjang) 5. Lewitt Management laba is flexibility in accounting allows it to keep pace with business innovations. Abuses such as earnings occur when people exploit this pliancy.Trickery is employed to abscure actual financial volatility. This in turn, make the true consequences of management decisions (Manajemen laba adalah fleksibilitas akuntansi untuk menyetarafkan diri dengan inovasi bisnis. Penyalahgunaan laba saat  publik memanfaatkan hasilnya. Penipuan mengaburkan volatilitas keuangan sesungguhnya. Itu semua untuk menutupi konsekuensi dari keputusan-keputusan manajer). 6. Healy dan Wahlen  Earnings management occurs when managers uses judgment in financial reporting and in structuring transactions to alter financial reports to either mislead some stakeholders about underlying economics performance of the company or to influence contactual outcomes that depend on the reported accounting numbers (Manajemen laba muncul saat  manajer memakai  keputusan tertentu dalam pelaporan keuangan dan mengubah transaksi untuk mengubah laporan keuangan untuk menyesatkan stakeholder yang ingin mengetahui kinerja ekonomi yang diperoleh perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kotrak yang memakai  angka-angka akuntansi yang dilaporkan itu).  

Melihat definisi di atas ada kesamaan terminologi yang dipakai  setiap definisi itu, yaitu langkah tertentu yang disengaja untuk mengatur laba (Davidson, Stickney, dan Weil), campur tangan dalam penyusun laporan keuangan (Schipper), kesalahan atau kelalaian yang disengaja dalam membuat laporan keuangan (National Association of Fraud Examiners), tindakan untuk mengatur laba (Fisher dan Rosenzweig), fleksibilitas yang mendorong penyalahgunaan laba (Lewitt), serta memakai  keputusan tertentu untuk mengubah laporan keuangan (Healy dan Wahlen). Walaupun memakai  terminologi yang berbeda secara konseptual definisi-definisi itu mempunyai benang merah yang menghubungkan satu definisi dengan definisi lainnya, yaitu menyepakati bahwa manajemen laba merupakan aktivitas manajerial untuk “mempengaruhi” dan mengintervensi laporan keuangan. Secara konseptual apa yang dilakukan manajer itu bisa diterima, sejauh yang dilakukan manajer masih dalam ruang lingkup prinsip akuntansi berterima umum. Atau dengan kata lain, bila  manajemen laba yang dilakukan seorang manajer merupakan “permainan” memilih metode dan standar akuntansi yang sesuai dengan kebutuhannya dan diungkapkan dalam laporan keuangan, maka tindakan ini  tidak dikategorikan sebagai kecurangan. Namun, pemerhati lain, khususnya para praktisi, menganggap bahwa selama tindakan yang dilakukan seorang manajer untuk mempengaruhi laporan keuangan ini dilakukan untuk mengambil keuntungan bagi dirinya sendiri dengan memanfaatkan ketidaktahuan orang lain akan informasi mengenai perusahaan yang sesungguhnya, maka manajemen laba dianggap sebagai perbuatan curang. Apalagi secara empiris terbukti bahwa manajemen laba telah mengakibatkan keputusan yang dibuat pemakai laporan keuangan menjadi keliru. Maka untuk memahami lebih lanjut apakah manajemen dikategorikan sebagai kecurangan atau bukan maka diperlukan telaah lebih mendalam terhadap definisi-definisi itu.  1. Manajemen laba dapat dilakukan dengan berbagai macam cara Secara umum definisi-definisi di atas menyebutkan bahwa usaha  mempengaruhi laporan keuangan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara sesuai dengan kepentingan manajer. Namun beberapa definisi secara tegas ada yang menekankan bahwa selama apa yang dilakukan manajer masih dalam ruang lingkup prinsip akuntansi berterima umum maka akan tetap diakui dan diperbolehkan. Artinya, manajemen laba sebenarnya merupakan usaha  untuk merekayasa angka-angka  

dalam laporan keuangan dengan mempermainkan metode dan prosedur akuntansi yang dipakai  perusahaan.   Sebagai contoh adalah keputusan manajer untuk mengatur besar kecilnya estimasi akuntansi untuk umur ekonomis dan nilai residu aktiva tetap, kewajiban manfaat pensiun dan manfaat pasca-bekerja yang lain, pajak ditangguhkan, serta kerugian dari piutang tak tertagih dan kerusakan aktiva. Contoh lain adalah keputusan manajer untuk memilih berbagai metode akuntansi yang dipakai untuk melaporkan transaksi yang dilakukan perusahaan, misalkan metode garis lurus atau depresiasi yang dipercepat untuk aktiva tetap atau LIFO, FIFO, rata-rata tertimbang untuk metode penghitungan harga pokok persediaan. Semua metode dan prosedur itu akan membuat laba berbeda besarnya sesuai dengan metode dan prosedur yang dipilih dan dipakai  perusahaan.  Selain keputusan-keputusan untuk memilih metode atau prosedur akuntansi tertentu maka seorang manajer juga diberi kebebasan untuk merubah metode dan prosedur akuntansi yang dipakai nya. Standar akuntansi hanya mensyaratkan agar semua perubahan itu diungkapkan dengan jelas dalam laporan keuangan, khususnya dalam catatan kakinya. Sebagai informasi yang menyertai laporan keuangan maka catatan kaki merupakan media untuk menginformasikan segala sesuatu yang diperlukan agar informasi dalam laporan keuangan menjadi lebih jelas. Tujuan pengungkapan itu adalah agar apa dilakukan manajer dapat diketahui oleh orang lain, terutama oleh orang-orang yang memahami bahwa hal itu secara resmi diakui dan diterima oleh prinsip akuntansi. Selain itu pengungkapan ini juga bertujuan agar manajer perusahaan tidak dituduh telah menyelewengan informasi yang seharusnya diketahui oleh publik.    Meskipun demikian ada kendala yang tidak bisa dihindari dalam pengungkapan informasi ini, yaitu tidak semua orang bisa memahami pentingnya dan bagaimana cara membaca catatan kaki itu secara integral dan komprehensif. Publik cenderung hanya melihat laporan keuangan yang merupakan informasi utama tanpa memperhatikan informasi-informasi lain yang menyertai laporan keuangan itu. Inilah yang mengakibatkan pengungkapan informasi perubahan metode atau prosedur akuntansi menjadi kurang bermanfaat untuk dilakukan. Hingga perusahaan yang melakukan sebenarnya tidak akan dirugikan dan kehilangan apapun tetapi  

justru akan memperoleh manfaat, yaitu dikenal sebagai perusahaan yang transparan dalam mengungkapkan informasi. Hal ini secara langsung akan berdampak positif terhadap integritas dan kredibilitas manajer maupun perusahaan bersangkutan.   Kebebasan manajer untuk memilih dan memakai  standar akuntansi serta ketidaktahuan stakeholder terhadap informasi yang diungkapkan dalam catatan kaki itulah yang mendorong perilaku oportunis seorang manajer. Kedua hal itu dimanfaatkan manajer untuk mengoptimalkan kepentingan dan kesejahterannya. Semua keputusan manajerial yang seharusnya diambil untuk kepentingan dan kesejahteraan stakeholder diselewengkan demi kepuasan pribadi. Hal ini disebabkan adanya kesenjangan informasi antara manajer dengan stakeholder. Manajer sebagai pengelola perusahaan cenderung lebih menguasai informasi mengenai perusahaan dibandingkan pihak lain. Hingga laporan keuangan yang seharusnya merupakan media komunikasi antara manajer dengan berbagai pihak yang mempunyai hubungan dengan perusahaan ini dimanfaatkan manajer menjadi media untuk mencari keuntungan sesaat oleh manajer.  usaha  itu dilakukan manajer dengan mempengaruhi laporan keuangan, yaitu dengan menyembunyikan, menunda, atau mengubah  informasi-informasi yang ada dalam laporan itu. Ada berbagai macam cara yang dapat dipakai  manajer untuk itu, misalnya, mempercepat pengakuan penjualan periode mendatang menjadi penjualan periode berjalan. Hal ini dilakukan bila  penjualan menurun merosot sementara perusahaan berharap tingkat penjualan yang pasti. Selanjutnya bila  penjualan periode berikutnya tetap namun sebenarnya perusahaan berharap penjualan meningkat maka perusahaan akan meningkatkan aktivitas rekayasa labanya. Inilah yang akan terus dilakukan sampai perusahaan merasa tidak mampu lagi untuk melanjutkan aktivitas rekayasa atau pada saat hal ini diketahui oleh orang saat  pemeriksaan dilakukan.  Cara yang lain adalah dengan mengatur dan menentukan waktu yang paling tepat dalam pembelian atau pengiriman dan penerimaan persediaan yang diperlukan yang mempunyai pengaruh terhadap alokasi harga pokok dan pendapatan bersih. usaha  manjerial untuk mempengaruhi laporan keuangan ini juga bisa dilakukan dengan memilih apakah membuat atau menunda pengeluaran discretionary, seperti pengeluaran research and development (R&D), iklan, dan perawatan. Bahkan untuk  

merekayasa informasi keuangan manajer juga bisa melakukan strukturisasi transaksi-transaksi perusahaan, misalkan kombinasi bisnis yang direstrukturisasi untuk meningkatkan kualitas untuk akuntansi pooling atau pembelian, kontrak leasing yang direstrukturisasi menjadi kewajiban yang di-on atau of-balance sheet-kan, dan investasi ekuitas yang direstrukturisasi untuk menghindari atau memerlukan konsolidasi.  Maka secara singkat manajemen laba dapat dikatakan sebagai perilaku manajer untuk bermain-main dengan komponen akrual yang discretionary untuk menentukan besar kecilnya laba, sebab standar akuntansi memang menyediakan berbagai alternatif metode dan prosedur yang bisa dimanfaatkan. usaha  ini diakui dan diperbolehkan dalam standar akuntansi selama apa yang dilakukan perusahaan diungkapkan secara jelas dalam laporan keuangan. Meski kewajiban untuk mengungkapkan semua metode dan prosedur akuntansi ini belum mampu untuk mengeliminasi usaha -usaha  curang manajer untuk memaksimalkan keuntungan untuk dirinya sendiri. 2. Tujuan manajemen laba adalah mengelabui pemakai laporan keuangan Selain sebagai penyusun dan penyedia laporan keuangan dari perusahaan yang dikelolanya, manajer juga merupakan salah satu pemakai informasi itu. Artinya, laporan keuangan tidak hanya dipersiapkan atau disajikan untuk stakeholder namun juga untuk pengelola perusahaan itu sendiri, baik untuk membuat keputusan operasi, deviden, maupun investasi. Atas dasar pemikiran itulah laporan keuangan harus memenuhi kaidah-kaidah tertentu sehingga dapat menjadi informasi yang berkualitas dan dapat memenuhi kebutuhan semua orang yang membutuhkannya. Hingga tidak hanya manajer sebagai pihak yang menyusun laporan keuangan itu yang akan memperoleh memperoleh informasi berkualitas namun juga semua pihak yang mempunyai hubungan dengan perusahaan. Apalagi laporan keuangan merupakan informasi utama yang dipakai  untuk membuat keputusan-keputusan ekonomi.  Namun kesenjangan informasi antara manajer dan stakeholder telah membuat manajer cenderung menjadi pihak yang lebih superior dalam menguasai informasi dibandingkan pihak lain. Secara konseptual kesenjangan informasi semacam ini mendorong manajer untuk berperilaku oportunis dalam mengungkapkan informasi  

mengenai perusahaan. Manajer hanya akan mengungkapkan suatu informasi tertentu jika ada manfaat yang diperolehnya. sedang  bila  tidak manfaat yang bisa diperolehnya maka manajer akan menyembunyikan atau menunda pengungkapan informasi itu, bahkan kalau diperlukan manajer akan mengubah informasi itu.  usaha  mempermainkan informasi ini tidak selalu dilakukan manajer untuk membuat informasi menjadi lebih bagus dibandingkan dengan informasi sesungguhnya. Ada kalanya informasi justru diubah menjadi lebih buruk dibandingkan dengan informasi sesungguhnya. Sebagai contoh adalah perusahaan dapat memakai  keputusan akuntansi untuk menyatakan laba lebih rendah (understate) yang dipakai  untuk memberikan isyarat bahwa perusahaan itu mempunyai prospek masa depan yang bagus.  Secara konseptual usaha  menyembunyikan, menunda pengungkapan, dan mengubah informasi ini dilakukan manajer untuk mengelabui pemakai laporan keuangan yang ingin mengetahui kondisi dan kinerja perusahaan. Alasannya, usaha  ini dilakukan manajer untuk menyesatkan pihak lain yang ingin mengetahui dan menilai kinerja dan kondisi perusahaan. Atau dengan kata lain, usaha  manajerial itu merupakan tindakan-tindakan yang disengaja untuk menipu pihak lain yang menyebabkan pihak bersangkutan kehilangan kekayaan. Hingga “keberhasilan” manajemen laba dinilai saat  seorang manajer berhasil menyesatkan pihak lain dalam menilai perusahaan yang dikelolanya. Pemahaman ini sejalan dengan teori agensi yang menyatakan bahwa pemisahan kepemilikan dan pengelolaan perusahaan akan mendorong manajer berusaha memaksimalkan kesejahteraan, meski harus mengelabui pihak lain.  usaha  di atas akan berhasil bila  manajer mengetahui pemakai laporan keuangan tidak mempunyai akses dan sumber informasi yang memadai. Meskipun sebenarnya pemakai laporan juga melakukan antisipasi, berusaha memahami, dan mentoleransi manajemen laba itu. Inilah yang membuat manajer harus berhati-hati dalam memilih dan memakai  metode atau prosedur akuntansi untuk mengolah laporan keuangan. Secara konseptual ada banyak cara yang dilakukan manajer untuk mempengaruhi laporan keuangan, misalnya keputusan mengenai umur ekonomis dan nilai sisa (residu) aktiva jangka panjang, kewajiban manfaat pensiun dan manfaat post-employment yang lain, pajak ditangguhkan, dan kerugian piutang tak  

tertagih dan kerusakan aktiva. Selain itu, eksekutif dapat “bermain” dengan memakai  berbagai metode akuntansi, misalnya metode depresiasi atau metode pengakuan persediaan. Atau secara singkat dikategorikan sebagai berikut: a. Memilih metode dan standar akuntansi.  bila  seorang manajer memakai  pemilihan metode akuntansi tertentu, maka kebijakan ini relatif lebih mudah diketahui oleh pemakai laporan keuangan. Alasannya, prosedur  yang dipakai  manajer dalam menyusun laporan keuangan harus diungkapkan dengan jelas dalam catatan laporan keuangan bersangkutan, termasuk jika terjadi perubahan metode dan prosedur akuntansi yang dipakai . b. Mengendalikan berbagai akrual.  bila  seorang manajer mengendalikan transaksi akrual maka kebijakan ini lebih relatif lebih sulit untuk terdeteksi oleh pemakai laporan keuangan sehingga manajer cenderung memilih kebijakan rekayasa dengan mengendalikan berbagai akrual. Secara konseptual usaha  semacam ini akan membuat komponen akrual perusahaan menjadi lebih besar dibandingkan komponen kasnya.  Secara konseptual usaha  untuk mengungkapkan metode dan prosedur akuntansi yang dipakai  atau diubah perusahaan dalam laporan keuangannya dapat meminimalisir usaha  rekayasa manajerial ini. Ada harapan dengan pengungkapan itu pemakai laporan keuangan dapat mengetahui apa yang dipakai  dan telah diubah perusahaan dalam menginformasikan laporan keuangannya. Meski demikian ada dua keterbatasan pemakai laporan keuangan dalam menginterprestasikan laporan keuangan yang mengakibatkan manajemen laba dapat secara leluasa dilakukan manajer perusahaan, yaitu: a. Kriteria penyajian laporan keuangan merupakan hal rawan terhadap kebijakan manajerial, sehingga seorang manajer memiliki peluang untuk menetapkan rekayasa kebijakan, yang merupakan fleksibilitas dalam memperhitungkan nilai laba yang dilaporkan, sebab  memang akuntansi memberikan peluang bagi manajer untuk mencatat fakta tertentu dengan cara tertentu dan melibatkan subyektifitas dalam penyusunan estimasi. b. Tidak ada observasi yang sempurna terhadap kebijakan manajemen, mengingat tidak semua kebijakan manajemen dapat diobservasi oleh pemakai laporan  

keuangan. Meski ada kewajiban bagi perusahaan untuk mengungkapkan semua metode dan prosedur akuntansi yang dipakai  namun tidak semua kebijakan manajerial dapat diketahui atau diakses secara leluasa oleh pemakai laporan keuangan. Banyak informasi yang tetap tersebunyi yang sulit diketahui oleh publik.  3. Ada biaya dan manfaat manajemen laba  Ilmu ekonomi merupakan ilmu yang selalu menekankan adanya biaya (costs) dan manfaat (benefits) dari setiap aktivitas yang dilakukan oleh seseorang, yang diperhitungkan sebelum orang itu melaksanakan apa yang telah direncanakan. Tujuannya, agar orang dapat meminimalkan biaya yang harus ditanggungnya dan mengoptimalkan manfaat yang diperoleh dari aktivitas-aktivitas yang dilakukannya. Aktivitas yang memberikan manfaat lebih besar dibandingkan biaya yang diperlukan merupakan aktivitas yang layak untuk dikerjakan. sedang  aktivitas yang memberikan manfaat lebih kecil dibandingkan biaya yang diperlukan merupakan aktivitas yang sebaiknya tidak dikerjakan, ditunda pengerjaannya, atau direvisi sebelum dikerjakan, untuk menghindari kerugian (regret).  Secara konseptual biaya tidak selalu harus dimaknai sebagai pengeluaran berupa uang tunai yang harus dikeluarkan seseorang (out of pocket cost) saat  memilih suatu aktivitas tertentu. Biaya dapat dimaknai sebagai hilangnya kesempatan untuk mengerjakan suatu aktivitas tertentu sebab  seseorang telah memilih aktivitas yang lain (opportunity cost). Demikian juga dengan manfaat yang tidak harus dimaknai sebagai pendapatan berupa uang tunai yang dapat diterima dari aktivitas-aktivitas yang dilakukannya. Manfaat dapat dimaknai sebagai kesempatan yang diperoleh untuk mengerjakan suatu aktivitas tertentu sebab  seseorang memilih untuk tidak mengerjakan aktivitas yang lain. Biaya dan manfaat semacam ini memang relatif lebih sulit untuk dihitung dan ditentukan dibandingkan biaya dan manfaat yang dapat dikeluarkan atau diterima secara tunai. Tetapi berdasarkan pengalaman pribadi atau pihak-pihak lain biaya dan manfaat semacam ini dapat ditentukan besar kecilnya.  

  

                 Oleh sebab itu sebelum melakukan manajemen laba seorang manajer harus mempertimbangkan biaya dan manfaat yang ditanggung dan dirasakannya. Apalagi manajemen laba sebenarnya merupakan aktivitas dengan pola tindakan-tindakan tertentu yang tidak boleh keliru dalam menerapkannya. Sebagai contoh, bila  manajer menginginkan agar saham yang ditawarkannya direspon secara positif oleh pasar maka pola manajamen laba yang harus dilakukannya adalah penaikkan laba. Hal ini disebabkan ada hubungan positif antara laba dengan harga saham. Semakin tinggi laba yang dicapai perusahaan akan membuat semakin tinggi harga saham perusahaan bersangkutan. Hingga seandainya manajer keliru dalam memilih pola tindakan, yaitu dengan penurunan laba, maka apa yang sebenarnya ingin dicapainya tidak mungkin dapat terwujud.  


Contoh lain adalah pada saat manajer ingin menghindari kewajiban membayar pajak maka harus melakukan manajemen laba dengan pola penurunan laba atau meratakan laba pada saat ingin mengoptimalkan bonus yang ingin diperolehnya. Kekeliruan dalam menentukan pola tindakan akan membuat manajer terpaksa membayar pajaknya lebih tinggi atau gagal untuk memperoleh bonus. Untuk itu, sebelum melaksanakan niatnya untuk merekayasa laba, manajer harus mempertimbangkan apakah biaya yang harus dikeluarkan sepadan dengan manfaat yang diperolehnya. Apalagi aktivitas mengelola dan mengatur laba ini memerlukan biaya yang tidak sedikit, baik biaya tunai maupun opportunity cost.  Biaya tunai ini dikeluarkan untuk mengubah bukti-bukti transaksi maupun metode dan prosedur akuntansi yang akan dipakai  sebagai dasar penyusunan laporan keuangan. Hal ini disebabkan untuk mengubah bukti

manajemen laba 4




 -bukti transaksi itu manajer harus bekerja sama dengan pihak lain yang menjalin hubungan bisnis dengan perusahaan yang mengakibatkan timbulnya bukti-bukti itu. Selain itu manajer juga memerlukan biaya tunai untuk menjalin kerjasama yang saling menguntungkan dengan pihak-pihak yang mempunyai tugas mengawasi dan mengendalikan manajer, yaitu auditor internal, komisaris, maupun akuntan publik. Artinya, semakin besar komponen yang akan direkayasa membuat semakin besar pula biaya yang harus ditanggung manajer perusahaan.    Selain itu opportunity cost juga harus ditanggung perusahaan yang melakukan manajemen laba. Perusahaan yang merekayasa labanya menjadi kehilangan kesempatan untuk menyajikan informasi yang relevan, netral, lengkap, serta mempunyai daya banding dan daya uji. Perusahaan terpaksa harus menyajikan informasi yang tidak mencerminkan nilai fundamental yang sesungguhnya kepada publik. Opportunity cost yang lebih tinggi harus ditanggung perusahaan saat  aktivitas rekayasa manajerial ini diketahui oleh publik. Perusahaan akan mengalami krisis kepercayaan publik yang dapat mengakibatkan harga sahamnya jatuh, dijauhi publik, bahkan bangkrut. Sebagai contoh adalah skandal keuangan Enron, Worldcom, dan Xerox di Amerika Serikat. Terbongkarnya skandal ini telah mengakibatkan perusahaan-perusahaan itu bangkrut sebab  dijauhi publik dan manajernya diseret ke pengadilan. Atau dengan kata lain, biaya yang harus ditanggung perusahaan ini lebih besar dibandingkan manfaat yang diterima.  

Meski manfaat bukan hal yang mudah untuk ditentukan namun usaha  ini tetap harus dilakukan untuk meminimalisir resiko yang harus ditanggung perusahaan. Manfaat manajemen laba ini akan berbeda antara satu dengan yang lain, tergantung dari tujuan yang ingin dicapai pelaku. Sebagai contoh adalah perusahaan yang menginginkan harga sahamnya bagus harus mempertimbangkan apakah tujuan ini dapat tercapai dengan melakukan rekayasa manajerial dengan pola penaikkan laba. Maka perusahaan harus membuat agar aktivitas rekayasa ini tidak mudah diketahui oleh publik agar tujuannya tercapai. Hingga perusahaan tidak perlu gagal memperoleh manfaat seperti yang diinginkannya, yaitu harga sahamnya bagus, integritas manajer tetap terjaga, dan kredibilitas perusahaan di mata publik tetap baik.  

 .   Ada yang menarik sejalan dengan perkembangan riset -riset  akuntansi keuangan sejak pertengahan tahun 1985-an. riset  akuntansi ini tidak lagi hanya terfokus angka-angka yang tercantum dalam laporan keuangan namun juga berusaha mengurai perilaku etis seseorang saat  mencatat transaksi dan menyusun laporan keuangan. Hingga riset -riset  itu tidak hanya memakai  laporan keuangan sebagai basis telaah dan analisis, namun juga data-data mengenai perilaku dan pemahaman etis seseorang dalam proses pencatatan transaksi dan pembuatan laporan 

keuangan. Secara konseptual telaah dan analisis ini menarik dilakukan sebab laporan keuangan sebenarnya merupakan cermin perilaku oportunis seseorang yang menyusun laporan keuangan itu. Artinya besar kecilnya kinerja yang disajikan dalam laporan keuangan akan dipengaruhi oleh keinginan dan kepentingan penyusunnya dan bukan semata-mata oleh kinerja perusahaan sesungguhnya. Inilah yang menjadi dasar berkembangnya konsep-konsep dalam teori akuntansi positif.  Secara konseptual ada tiga hipotesis dalam teori akuntansi positif yang dipergunakan untuk menguji perilaku etis seseorang dalam mencatat transaksi dan menyusun laporan keuangan. Pertama, bonus plan hypothesis yang menyatakan bahwa rencana bonus atau kompensasi manajerial akan cenderung memilih dan memakai  metode-metode akuntansi yang akan membuat laba yang dilaporkannya menjadi lebih tinggi. Konsep ini membahas bahwa bonus yang dijanjikan pemilik kepada manajer perusahaan tidak hanya memotivasi manajer untuk bekerja dengan lebih baik tetapi juga memotivasi manajer untuk melakukan kecurangan manajerial. Agar selalu bisa mencapai tingkat kinerja yang memberikan bonus, manajer mempermainkan besar kecilnya angka-angkat akuntansi dalam laporan keuangan sehingga bonus itu selalu didapatnya setiap tahun. Hal inilah yang mengakibatkan pemilik mengalami kerugian ganda, yaitu memperoleh informasi palsu dan mengeluarkan sejumlah bonus untuk sesuatu yang tidak semestinya.   Kedua, debt (equity) hypothesis yang menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai rasio antara hutang dan ekuitas lebih besar cenderungan akan  memilih dan memakai  metode-metode akuntansi yang akan membuat laba yang dilaporkannya menjadi lebih tinggi. Konsep ini membahas bahwa manajer cenderung melangar perjanjian hutang bila  ada manfaat dan keuntungan tertentu yang dapat diperolehnya. Dalam konteks perjanjian hutang, manajer akan mempermainkan laba agar kewajiban hutang-piutang yang seharusnya diselesaikan dapat ditunda untuk periode berikutnya. Meski permainan ini sebenarnya hanya masalah waktu pengakuan (timing) kewajiban, namun hal ini telah mengakibatkan semua pihak yang ingin mengetahui kondisi perusahaan yang sesungguhnya akan memperoleh informasi yang keliru dan membuat keputusan bisnis menjadi keliru pula. Akibatnya, terjadi kesalahan dalam mengalokasikan sumberdaya.    

Ketiga, political cost hypothesis yang menyatakan bahwa perusahaan cenderung memilih dan memakai  metode-metode akuntansi yang dapat mengecilkan atau memperbesar laba yang dilaporkannya. Konsep ini membahas bahwa manajer perusahaan cenderung melanggar regulasi pemerintah bila  ada manfaat dan keuntungan tertentu yang dapat diperolehnya. Dalam konteks regulasi yang dikeluarkan pemerintah yang berkaitan dengan dunia usaha ini, misalkan undang-undang perpajakan, manajer akan mempermainkan laba agar agar kewajibannya yang harus dibayarkannya menjadi tidak terlalu tinggi. Hal ini disebabkan manajer tidak ingin kewajiban itu terlalu membebaninya. Akibatnya, laba yang diperoleh perusahaan tidak dialokasikan sebagaimana menerimanya sebab  tidak diberikan kepada pihak yang seharusnya berhak untuk menerimanya.  Ketiga hipotesis ini sebenarnya merupakan sisi lain dari teori agensi yang menekankan pentingnya penyerahan wewenang pengelolaan perusahaan dari pemilik kepada pihak lain yang mempunyai kemampuan untuk menjalankan perusahaan dengan lebih baik. Sebagai penerima wewenang untuk mengelola perusahaan, manajer seharusnya bekerja untuk mewakili kepentingan dan demi kesejahteraan pemilik. Namun yang terjadi sebaliknya, manajer bekerja demi kepentingan dan kesejahteraan pribadi. Bahkan dalam perkembangannya manajer tidak hanya mengambil hak pemilik tetapi juga mengambil hak semua pihak lain yang mempunyai hubungan bisnis dengan perusahaan. Hal ini dilakukan manajer dengan menyajikan informasi yang telah diubah sesuai dengan keinginannya, meski membuat pihak yang menerima informasi itu menjadi keliru dalam memahami dan membuat keputusan ekonomi.   usaha  mengubah informasi akuntansi inilah yang disebut dengan manajemen laba. Secara konseptual ada tiga motivasi yang dapat menjelaskan mengapa seorang manajer melakukan usaha  manajerial itu, yaitu motivasi pasar modal, kontraktual (bonus atau kompensasi manajerial dan hutang), dan antitrust atau regulasi pemerintah yang lain. bila  dicermati maka motivasi-motivasi ini sejalan dengan hipotesis teori akuntansi positif yang juga membahas permasalahan agensi, yaitu permasalahan kontraktual dan biaya politis suatu perusahaan. Oleh sebab itu bisa dikatakan bahwa teori akuntansi positif merupakan basis pengembangan riset -riset  manajemen laba. Bahkan pengujian terhadap perilaku dan perilaku oportunis manajer ini sebenarnya merupakan usaha  untuk menguji hipotesis-hipotesis teori akuntansi itu.     

 

 A.  MOTIVASI PASAR MODAL riset -riset  pasar modal berjalan seiring dengan perkembangan teori akuntansi dan pasar modal di seluruh dunia. Teori-teori akuntansi ini berkembang mengikuti perkembangan konsep manajemen korporasi modern sejak awal abad 20. Sebagai sub sistem dari sistem manajerial, akuntansi memang tidak bisa melepaskan diri dari apa yang sedang terjadi dalam manajemen sebuah perusahaan. Hal disebabkan akuntansi merupakan salah satu komponen yang menjalankan fungsi manajemen, khususnya bidang keuangan. Apapun yang dilakukan dan dialami manajemen perusahaan akan dirasakan dan dialami fungsi akuntansi. Inilah yang membuat akuntansi rawan untuk diintervesi dan ditekan oleh fungsi manajemen di atasnya. Oleh sebab itu prinsip akuntansi mensyaratkan agar laporan keuangan diperiksa dahulu oleh pihak yang netral dari intervesi dan tekanan manajemen perusahaan sebelum dinyatakan layak dipublikasikan, yaitu akuntan publik yang memang mempunyai wewenang untuk melakukan hal itu.    Selain itu, perkembangan teori akuntansi ini merupakan hasil adopsi dari berbagai teori ilmu lain, yang mempunyai kemampuan untuk menjelaskan fenomena-fenomena akuntansi. Sebagai contoh adalah teori keperilakukan (behavioral theory) yang diadopsi dari ilmu psikologi. Teori ini dipakai  untuk menjelaskan fenomena perilaku oportunis penyusun laporan keuangan pada saat mencatat atau menyusun informasi keuangan itu. Contoh lain adalah teori keorganisasian (organization theory) dari ilmu manajemen yang dipakai  untuk menjelaskan bahwa laporan keuangan sangat dipengaruhi struktur organisasi bersangkutan. Selain itu juga ada ilmu manajemen juga teori sinyal (signaling theory) yang dipakai  untuk menjelaskan bahwa pada dasarnya laporan keuangan dimanfaatkan perusahaan untuk memberi sinyal positif maupun negatif kepada pemakainya. Demikian juga dengan teori agensi yang dipakai  untuk menjelaskan bahwa laporan keuangan merupakan akibat pemisahan kepemilikan dan kepengelolaan perusahaan.  Faktor lain yang mempengaruhi studi pasar modal adalah perkembangan pasar modal itu sendiri. Perkembangan pasar modal ini sebenarnya merupakan dampak dari perubahan orientasi dunia usaha. bila  beberapa dekade yang lalu dunia usaha cenderung memilih memakai  dana pinjaman atau hutang untuk mengembangkan  

bisnisnya (debt oriented). Saat ini dunia usaha telah mengalami perubahan orientasi dalam mencari dana. Dunia usaha tidak lagi menggantungkan diri pada perbankan atau lembaga keuangan lain untuk memenuhi kebutuhan dana operasional dan investasi namun lebih menyukai memakai  dana yang diperoleh dari pasar modal (stock market oriented). Ada beberapa alasan yang mendasarinya: 1. Bunga hutang yang harus dibayarkan kepada kreditur relatif lebih tinggi dibandingkan deviden yang dibayarkan kepada investor, sehingga menjadi beban periodik yang harus ditanggung oleh perusahaan. Hal ini membuat perusahaan mempunyai kinerja periode berjalan menjadi rendah. 2. Biaya bunga merupakan pengeluaran periodik yang wajib dibayar meski perusahaan sedang mengalami kesulitan keuangan. Sementara pembayaran deviden  tergantung pada kebijakan perusahaan, apakah periode akan membagi deviden dan tidak tergantung pada laba yang diperoleh perusahaan.  3. Hutang merupakan kewajiban yang harus dilunasi perusahaan pada suatu saat sedang  dana pasar modal merupakan sebagian modal perusahaan yang tidak harus dikembalikan kepada pemiliknya. Hutang juga merupakan kewajiban yang harus diselesaiakan meskipun perusahaan bersangkutan mengalami kesulitan keuangan, bahkan mengalami kebangkrutan. Sementara di sisi lain publik juga mulai mengalami perubahan orientasi dalam menyimpan dana. bila  beberapa dekade yang lalu publik cenderung memilih perbankan atau lembaga keuangan lain sebagai tempat menginvestasikan dana, saat ini publik cenderung memilih memanfaatkan pasar modal untuk menginvestasikan dana yang dimilikinya. Publik tidak lagi menggantungkan diri pada perbankan atau lembaga keuangan lain untuk menyimpan dana, publik lebih menyukai pasar modal untuk menginvestasikan dananya. Ada beberapa alasan yang mendasarinya: 1. Semakin rendahnya bunga tabungan dibandingkan deviden yang diterimanya dari perusahaan yang menjadi tempat menginvestasikan dananya. Kondisi ini membuat investasi di pasar modal menjadi lebih menguntungkan dibandingkan menyimpan dana di bank aatu lembaga keuangan lain.  2. usaha  menginvestasikan dana di pasar modal berarti seseorang telah menjadi salah seorang pemilik (owner) perusahaan bersangkutan. Bahkan bila  hak kepemilikannya mayoritas, orang ini akan  mempunyai suara yang cukup signifikan  

dalam menentukan dalam memilih manajer dan mempengaruhi kebijakan-kebijakan perusahaan. Secara konseptual ada hubungan sebab-akibat antara perkembangan teori akuntansi dan pasar modal yang mendorong perkembangan riset  pasar modal ini. Dalam teori manajemen modern dijelaskan pentingnya pemisahan dan kepemilikan perusahaan. Tujuannya, agar perusahaan dikelola secara profesional oleh orang yang memahami bagaimana menjalankan sebuah perusahaan dengan baik. Apalagi jika perusahaan telah mencapai skala operasi tertentu yang mengakibatkan pemilik tidak mungkin secara langsung bias mengoperasikan semua aktivitas perusahaannya seorang diri. Pemilik membutuhkan bantuan orang lain yang mempunyai kemampuan untuk menjalankan fungsi yang seharusnya dilakukannya. Bahkan seandainya diperlukan semua kewenangan pengelolaan perusahaan dapat dilepas dan dijalankan orang lain. Hingga dalam teori manajemen modern ini pemilik cukup menjalankan fungsi pengawasan dan pengendalian terhadap pengelola perusahaannya.     Tuntutan pemisahan kepemilihan dan kepengelolaan ini semakin kencang untuk perusahaan publik atau perusahaan yang telah melepaskan sebagian sahamnya ke publik, sebab dalam perusahaan publik tidak ada lagi pemilik tunggal. Sebagai perusahaan dengan kepemilikan terbuka maka kepemilikan dibagi-bagi untuk siapapun yang memegang saham perusahaan bersangkutan. Setiap pemegang saham menjadi mempunyai hak suara untuk menentukan siapa yang harus mengelola dan membuat kebijakan dasar perusahaan. Meski demikian pemegang saham mayoritas tetap akan mempunyai hak suara lebih besar dibandingkan pemegang saham yang lain. Hal ini mengakibatkan pemegang saham mayoritas menjadi pihak yang mampu dan bisa mempengaruhi keputusan dan kebijakan manajerial perusahaan. Namun demikian jarang sekali ada pemegang saham mayoritas yang secara langsung mengoperasikan perusahaan. Pemegang saham mayoritas tetap cenderung menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada orang-orang yang lebih profesional dalam menjalankan perusahaan.  Ada alasan penting mengapa pemegang saham mayoritas tidak menjalankan perusahaan secara langsung. Sebagai perusahaan dengan kepemilikan terbuka maka integritas dan kredibilitas perusahaan merupakan kunci utama diterima tidaknya saham perusahaan itu oleh publik. Penilaian ini juga mencakup apakah perusahaan telah dikelola mengikuti kaidah-kaidah bisnis atau tidak, termasuk apakah perusahaan  

dikelola oleh orang-orang yang hanya mewakili kepentingan pemegang saham mayoritas atau tidak. Publik cenderung akan memilih perusahaan-perusahaan yang dikelola oleh para profesional yang integritas dan kredibilitas telah teruji. Inilah yang mengakibatkan pemegang saham mayoritas menyerahkan pengelolaan perusahaan ke orang lain. Meski pemegang saham ini tetap bisa mempengaruhi dan mengintervensi keputusan dan kebijakan manajerial perusahaan. Oleh sebab itu bisa dikatakan bahwa dalam sebuah perusahaan terbuka pemisahan kepemilikan dan kepengelolaan merupakan hal penting. Secara konseptual pemisahan ini mendorong terjadinya asimetri informasi antara manajer perusahaan dengan pihak eksternal yang tidak mempunyai akses dan sumber informasi yang memadai. Sebagai pihak yang yang menguasai informasi lebih banyak dibandingkan pihak lain, manajer akan berperilaku oportunis, yaitu mendahulukan kepentingannya di atas kepentingan pihak lain. Kewajiban manajer sebagai pengelola perusahaan untuk mengungkapkan semua informasi mengenai apa yang dilakukan dan dialaminya kedalam laporan keuangan dimanfaatkan untuk mencari keuntungan pribadi. Laporan keuangan yang seharusnya menginformasikan nilai dan kondisi fundamental perusahaan dipakai  untuk kepentingan pribadi. Hal ini dilakukan dengan menyembunyikan, menunda pengungkapan, atau mengubah informasi fundemental menjadi informasi palsu pada saat perusahaan akan melakukan suatu transaksi tertentu.   A.1.  PENAWARAN SAHAM PERDANA   Penawaran saham perdana atau initial public offerings (IPO) merupakan penawaran saham suatu perusahaan private untuk pertama kalinya kepada publik. Sebagai perusahaan private maka seluruh kepemilikan perusahaan itu dimiliki dan dikuasai oleh orang, keluarga atau kelompok tertentu, sehingga perusahaan semacam ini seringkali disebut sebagai perusahaan keluarga atau perusahaan tertutup. Hal inilah yang membuat pemilik mempunyai hak dan tanggung jawab yang tidak terbatas dalam perusahaan. Artinya, pemilik dapat menikmati seluruh keuntungan yang diperoleh perusahaan seorang diri sekaligus harus menanggung resiko yang mungkin muncul seorang diri pula. Hal ini berbeda dengan perusahaan terbuka yang kepemilikan tidak lagi hanya dikuasai oleh orang atau kelompok tertentu. Atas dasar kelebihan dan  

kelemahan penawaran saham secara terbuka maka ada beberapa tujuan yang ingin dicapai perusahaan yang melakukan penawaran, yaitu: 1. Perusahaan memperoleh tambahan dana Perusahaan memperoleh tambahan dana yang akan dipakai  untuk membiayai dan mengembangkan usaha. Saat ini memang ada perubahan orientasi perusahaan dalam mencari dana tambahan, yaitu perusahaan cenderung lebih menyukai mencari dana di pasar modal daripada memakai  dana pinjaman atau hutang. Alasannya, perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membayar bunga pinjaman setiap periode. Padahal bunga akan menambah beban periodik perusahaan pada saat perusahaan sedang mengalami kesulitan keuangan, apalagi pada saat mengalami kerugian. Selain itu dana yang diperoleh dari investor tidak mewajibkan perusahaan untuk mengembalikan seperti halnya dana pinjaman. 2. Membagi-bagikan resiko perusahaan Secara konseptual perusahaan tidak hanya memperoleh keuntungan (return) dalam proses operasinya tetapi juga harus menanggung resiko (risk) yang mungkin timbul dari kegiatan-kegiatan bisnisnya. Semakin tinggi keuntungan yang diharapkan perusahaan maka semakin tinggi pula resiko yang mungkin harus ditanggungnya. Atau sebaliknya, semakin tinggi resiko yang harus ditanggung perusahaan semakin tinggi pula keuntungan yang mungkin akan diperolehnya. Oleh sebab itu, dengan menjadi perusahaan publik maka pemilik tidak lagi menanggung kemungkinan resiko seorang diri. Resiko akan ditanggung bersama-sama dengan pemegang-pemegang saham yang lain, meskipun keuntungan yang diperolehnya pun harus juga dibagi dengan pemegang saham lain. Oleh sebab itu usaha  menjual sebagian kepemilikan ini sebenarnya mencerminkan usaha  pemilik lama sebenarnya usaha  untuk membagi-bagikan (sharing) resiko perusahaan kepada pihak lain.      Perusahaan harus menyediakan prospektus yang berisi informasi keuangan dan non keuangan mengenai nilai dan kondisi perusahaan pada saat melakukan penawaran saham perdana itu. Secara umum informasi keuangan terdiri dari neraca (balance sheet), laporan laba rugi (income statement), laporan arus kas (cash flow statement), dan penjelasan atas laporan keuangan. sedang  informasi non keuangan berisi informasi mengenai underwriter, auditor independen, konsultan hukum, nilai penawaran saham, prosentase saham yang ditawarkan, umur perusahaan, dan informasi lain yang  

mendukung. Informasi-informasi dalam prospektus ini akan memberikan gambaran mengenai kondisi, prospek ekonomi, rencana investasi, serta ramalan laba dan dividen yang akan dijadikan dasar dalam pembuatan keputusan rasional mengenai resiko dan nilai saham yang ditawarkan perusahaan Informasi ini dibutuhkan investor untuk menilai, menentukan, dan membuat keputusan apakah perusahaan bersangkutan merupakan perusahaan yang layak dipilih sebagai tempat untuk menginvestasikan dananya.  Pada saat IPO prospektus merupakan satu-satunya sumber informasi dalam proses penawaran saham perdana ini sebab selain prospektus hampir tidak ada sumber informasi lain yang tersedia untuk investor. Sebagai perusahaan tertutup yang mayoritas kepemilikannya dikuasai keluarga atau kelompok tertentu maka jarang ada media yang meliput nilai dan kondisi perusahaan itu sebelum perusahaan go public. Oleh sebab itu investor cenderung menyandarkan diri kepada prospektus untuk mengetahui informasi dan menilai perusahaan yang melakukan penawaran saham itu. Investor menjadi tergantung pada informasi yang dicantumkan dalam prospektus. Ini mengakibatkan semakin banyak informasi yang ada dalam prospektus berarti semakin banyak pula informasi yang dapat diterima investor, sebaliknya semakin sedikit informasi yang ada dalam prospektus berarti semakin sedikit pula informasi yang dapat diterima investor. Oleh sebab itu kualitas informasi yang diterima dan dikuasai investor sangat tergantung pada kualitas informasi yang ada dalam prospektus perusahaan pada saat penawaran perdana.  Secara konseptual minimnya informasi yang tersedia ini akan mendorong dan memotivasi manajer perusahaan untuk melaporkan informasi yang menguntungkan dirinya dengan mempercantik laporan keuangan (fashioning accounting reports). usaha  ini sebenarnya logis mengingat manajer berkeinginan menaikkan kesempatan untuk memperoleh issue fully subscribed. Apalagi jika melihat hubungan positif antara informasi akuntansi dan harga saham perusahaan bersangkutan. Semakin bagus informasi yang dipublikasikan perusahaan semakin bagus pula harga saham perusahaan bersangkutan atau sebaliknya semakin buruk informasi yang dipublikasikan perusahaan semakin buruk pula harga sahamnya. Oleh sebab itu perusahaan cenderung menginformasikan hal-hal yang positif agar investor juga secara positif merespon saham yang ditawarkan. Manajer akan menyembunyikan, menunda, atau mengubah informasi  

yang dapat membuat investor  mempunyai persepsi negatif terhadap perusahaan sebab hal ini akan mengakibatkan harga saham perusahaan bersangkutan jatuh.  Inilah sebabnya mengapa manajer melakukan manajemen laba pada saat penawaran saham perdana. Perusahaan memiliki dorongan untuk melakukan manajemen laba yang dapat meningkatkan penerimaan melalui pengaturan tingkat laba yang dilaporkan dalam prospektus. Perusahaan melaporkan labanya lebih tinggi (overstate) dibandingkan laba sesungguhnya saat  penawaran itu. usaha  rekayasa manejerial ini bahkan dilanjutkan perusahaan selama beberapa periode setelah malakukan penawaran itu. Secara konseptual dorongan untuk melakukan usaha  rekayasa manajerial ini lebih besar dilakukan oleh perusahaan yang melakukan penawaran saham perdana dibandingkan dengan perusahaan yang tidak melakukan penawaran saham. Hingga bila  angka-angkanya diperbandingkan maka angka-angka rekayasanya pun juga lebih besar dibandingkan perusahaan yang tidak melakukan penawaran saham perdana.  

 Anehnya meski mengetahui bahwa laporan keuangan yang dipublikasikan perusahaan telah direkayasa menjadi lebih indah dibandingkan informasi sesungguhnya namun investor tetap memusatkan perhatian kepada informasi laba daripada informasi arus kas. Investor tetap membutuhkan dan memakai  informasi laba yang berbasis akrual untuk menilai dan membuat keputusan invetasinya. Padahal sebenarnya laporan arus kas merupakan informasi yang relatif bebas dari usaha  rekayasa manajerial sebab memakai  basis kas untuk menyusunnya. Hal ini disebabkan informasi laba lebih mampu memprediksi arus kas masa depan dibandingkan informasi arus kas. Inilah yang membuat perusahaan yang melakukan penawaran saham cenderung melakukan manajemen laba berpola penaikkan laba agar sahamnya direspon secara positif oleh pasar. Bahkan rekayasa itu tidak hanya dilakukan terhadap laporan keuangan periode panawaran saja namun juga dilakukan terhadap laporan keuangan selama beberapa sebelum penawaran. Apalagi usaha  restatement semacam ini memang diperkenankan oleh prinsip akuntansi berterima umum. Meski perusahaan mempunyai keleluasaan untuk merekayasa informasi-informasi yang disampaikannya kepada publik, namun usaha  ini tidak mungkin dilakukan secara terus menerus. Sebagai sebuah informasi mengenai kinerja yang berisi angka-angka akuntansi maka usaha  untuk menyembunyikan, menunda, atau memalsukan informasi sebenarnya hanyalah merupakan usaha  untuk mengundur pengakuan atau pencatatan suatu transaki atau persitiwa. Atau dengan kata lain, usaha -usaha  seperti ini hanyalah permainan di atas kertas belaka. Oleh sebab secara garis besar keterbatasan manajemen laba adalah:  1. Publik akan mengetahui apa saja yang dilakukan perusahaan Hal ini bisa terjadi pada pada saat perusahaan harus menjalani proses pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh akuntan publik. Akuntan publik pada saat melakukan pemeriksaan harus melakukan crosscheck terhadap komponen-komponen laporan keuangan, termasuk meminta konfirmasi dari perusahaan atau pihak lain yang menjalin hubungan bisnis dengan perusahaan bersangkutan. usaha  ini merupakan usaha untuk mengidentifikasi terjadi kecurangan-kecurangan korporasi. bila   

menemukan indikasi perusahaan melakukan kecurangan maka akuntan public bersangkutan mempunyai kewajiban untuk menolak memberikan opini dan melaporkan kepada regulator yang berwenang untuk menangani kecurangan-kecurangan itu.  2. Perusahaan pada suatu saat akan kehilangan kemampuannya untuk melanjutkan proses rekayasa manajerial ini Apalagi pada saat perusahaan harus menginformasikan nilai dan kondisi perusahaan yang sesungguhnya. Bahkan secara tidak langsung perusahaan harus mengungkapkan semua usaha  rekayasa yang pernah dilakukan dalam laporan keuangannya. bila  usaha  rekayasa manajerial yang dilakukannya berpola penurunan laba maka suatu saat  perusahaan harus menanggung konsekuensinya yang berupa penaikkan kinerja (overperformance). Sebaliknya bila  usaha  rekayasa manajerial yang dilakukannya berpola penaikkan laba maka suatu saat  perusahaan harus menanggung konsekuensinya berupa penurunan kinerja (underperformance). Situasi semacam ini juga akan dialami perusahaan yang melakukan manajemen laba pada saat penawaran saham perdana. Perusahaan akan mengalami kenaikkan kinerja selama beberapa periode sebelum penawaran, memuncak pada saat penawaran, dan akhirnya mengalami penurunan kinerja selama beberapa periode setelah penawaran saham. Oleh sebab itu bisa diduga perusahaan akan mengalami penurunan kinerja setelah melakukan penawaran saham perdana. Bahkan bila  perekonomian makro secara umum sedang mengalami penurunan, perusahaan yang baru saja melakukan penawaran saham akan mengalami penurunan kinerja lebih tinggi dibandingkan perusahaan-perusahaan lain. Hal ini menandakan bahwa perusahaan bersangkutan selain harus menanggung menurunnya perekonomian juga menanggung konsekuensi dari manajemen laba yang pernah dilakukannya.   A.2.  SEASONED EQUITY OFFERINGS Seasoned equity offerings (SEO) merupakan penawaran saham tambahan yang dilakukan oleh perusahaan publik yang memerlukan tambahan dana untuk membiayai kegiatan operasional maupun investasinya. Alasan lain mengapa sebuah perusahaan melakukan SEO adalah mencari dana untuk membayar hutang jangka panjangnya yang  

akan jatuh tempo. Secara konseptual penawaran saham ini dapat dilakukan dua cara, pertama, melalui mekanisme right issue atau menjual hak (right) kepada pemegang saham lama untuk membeli saham tambahan itu dengan harga tertentu dan pada saat tertentu. Mekanisme ini biasa dilakukan oleh perusahaan yang kepemilikannya terkonsentrasi, dengan tujuan untuk melindungi kepentingan pemegang saham lama agar dapat mempertahankan proporsi kepemilikannya sama seperti sebelum penawaran ekuitas ini (preemptive right). Mekanisme ini biasa dipakai oleh perusahaan-perusahaan di pasar modal negara berkembang (emerging market) yang kepemilikannya cenderung terkonsentrasi pada orang, keluarga, atau kelompok tertentu.   Kedua, melalui mekanisme second offerings, third offerings, dan seterusnya.  atau menjual saham tambahan ini kepada setiap investor di pasar yang ingin membelinya tidak hanya kepada pemegang saham lama. Mekanisme ini biasa dipakai oleh perusahaan-perusahaan di pasar modal negara maju (developing market) yang kepemilikannya cenderung tersebar pada banyak pihak dan tidak ada pemegang saham mayoritas. Namun berbeda dengan right issue maka harga saham dalam mekanisme ini secara murni ditentukan oleh besarnya penawaran dan permintaan di pasar. Harga saham akan tinggi bila  permintaan pasar tinggi, sebaliknya harga saham akan rendah bila  permintaan pasar juga rendah.  Ada kelemahan mekanisme SEO dibandingkan memakai  dana pinjaman, yaitu SEO membuat kepemilikan perusahaan semakin menyebar, sebab SEO merupakan proses menjual kepemilikan perusahaan kepada orang lain. Atau dengan kata lain, orang yang membeli saham SEO berarti akan menjadi salah satu pemilik perusahaan. Namun dibalik kelemahan SEO ada beberapa kelebihan yang menjadi alasan mengapa perusahaan cenderung memilih memakai  mekanisme SEO untuk memperoleh tambahan dana dibandingkan memakai  dana pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lain, yaitu: 1. Mekanisme SEO tidak perlu membayar bunga pinjaman yang relatif lebih tinggi dibandingkan besarnya deviden yang harus dibagikan kepada investor. Apalagi deviden akan dibagikan hanya saat  perusahaan memperoleh laba saja, namun bila  tidak memperoleh laba yang cukup besar atau menderita kerugian maka perusahaan tidak wajib untuk membagikan deviden. Ini berbeda dengan bunga pinjaman yang harus dibayarkan kepada kreditur yang tanpa melihat apakah  

perusahaan memperoleh laba atau tidak. Hal ini lebih meringankan keuangan perusahaan daripada harus membayarnya secara periodik.  2. Dana pinjaman atau hutang merupakan kewajiban yang harus diselesaikan perusahaan pada suatu saat sedang  dana yang diperoleh dari mekanisme SEO menjadi bagian dari modal perusahaan yang harus dikembalikan. Artinya, orang yang membeli saham tambahan ini akan menjadi salah satu pemilik perusahaan seperti halnya pemilik yang lain, dengan hak dan kewajiban yang proporsional sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya. Secara konseptual pemegang saham menempati urutan terakhir bila  perusahaan menyelesaikan kewajiban-kewajibannya pada saat dinyatakan pailit atau bangkrut.  3. bila  dana perusahaan telah habis untuk menyelesaikan kewajiban-kewajiban yang lain maka pemegang saham tidak akan memperoleh apapun dari saham yang dipegangnya. Hal ini sebenarnya konsekuensi pemegang saham sebagai pemilik perusahaan yang harus mau dan bertanggung jawab menanggung segala resiko yang muncul dari bisnis yang dijalankan perusahaannya. Hal ini lebih meringankan keuangan perusahaan daripada suatu saat harus menyediakan dana segar untuk mengembalikan pinjamannya itu. 4. Mekanisme SEO lebih memberikan nilai tambah dibandingkan dengan memakai  dana pinjaman. Secara konseptual dana yang diperoleh dari SEO akan diakui sebagai tambahan modal sehingga dalam struktur neraca dimasukkan dalam komponen modal saham. Hal ini membuat kinerja solvabilitas perusahaan lebih terjaga daripada seandainya perusahaan memakai  dana pinjaman sebab dana ini akan membuat nilai hutang perusahaan menjadi lebih tinggi. 5. Mekanisme SEO akan membuat harga saham perusahaan di pasar modal juga akan terjaga seandainya perusahaan mempunyai kinerja solvabilitas yang bagus. Alasannya, pada dasarnya investor akan memakai  ukuran-ukurang kinerja keuangan perusahaan sebelum memutuskan akan menginvestasikan dananya pada perusahaan bersangkutan atau tidak. Hingga semakin bagus kinerja keuangan perusahaan semakin bagus pula kinerja sahamnya, sebaliknya semakin buruk kinerja keuangan perusahaan semakin buruk pula kinerja sahamnya. Inilah sebabnya mengapa perusahaan memilih memakai  mekanisme SEO daripada memakai  hutang.   

bila  dalam penawaran saham perdana investor cenderung memakai  laporan keuangan sebagai satu-satunya sumber informasi maka dalam SEO ada lebih banyak informasi yang dapat dimanfaatkan investor sebelum membuat keputusan investasinya. Sebagai perusahaan publik dengan pengelolaan yang terbuka maka apa yang dilakukan dan dialami perusahaan selama periode tertentu dapat diketahui oleh publik. Perusahaan tidak lagi menjadi organisasi tertutup yang bebas melakukan apa saja sesuai dengan keinginan pengelolanya. Setiap keputusan dan kegiatan akan diawasi, dikontrol, dan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Bahkan keputusan dan kegiatan itu harus dilakukan dengan mengikuti kaidah dan norma bisnis yang diterima secara umum. usaha -usaha  penyelewengan dalam mengelola perusahaan pun dapat menjadi subyek tuntutan hukum yang akan diselesaikan di pengadilan. Harapannya, hak publik untuk memperoleh informasi yang relevan, akurat, dan netral dapat dipenuhi. Oleh sebab itu berbeda dengan penawaran saham perdana maka investor mempunyai akses dan sumber untuk memperoleh informasi yang lebih memadai dalam SEO ini. Selain memakai  informasi laporan keuangan maka investor dapat memakai  berbagai akses dan sumber informasi lain untuk menilai apakah perusahaan layak dipakai  sebagai tempat mengivestasikan dananya. Secara konseptual hal ini membuat investor lebih mudah dalam membuat keputusan-keputusan investasi. Namun demikian ternyata asimetri informasi antara manajer perusahaan dengan investor tetap ada. Meski di pasar tersedia informasi yang memadai manajer tetap merupakan pihak yang lebih superior dibandingkan pihak lain. Hal inilah yang mendorong dan memotivasi manajer untuk berperilaku oportunis dengan melakukan manajemen laba agar mempunyai kesempatan untuk memiliki issue fully subscribed. Bahkan semakin besar asimetri informasi semakin besar pula dorongan manajer bersikap curang (fraud) dalam melaporkan kinerja. Tujuannya, menyesatkan investor dalam menilai saham yang ditawarkan.   usaha  ini sebenarnya wajar dilakukan manajer perusahaan yang melakukan SEO sebab secara teoritis memang terbukti ada hubungan positif antara kinerja perusahaan dengan harga saham perusahaan bersangkutan. Semakin tinggi kinerja perusahaan semakin tinggi pula harga sahamnya, sebaliknya semakin rendah kinerjanya semakin rendah pula harga saham perusahaan bersangkutan. Maka tidak mengherankan  

bila  perusahaan melakukan rekayasa manajerial dengan pola penaikkan laba selama beberapa periode sebelum SEO. usaha  rekayasa ini juga dilakukan manajer pada periode panawaran sehingga pada saat penawaran kinerja perusahaan terlihat lebih bagus dibandingkan kinerja sesungguhnya. Tujuannya perusahaan untuk menginformasikan hal-hal yang positif ini adalah agar investor juga secara positif merespon saham yang ditawarkan.  Hal itu sejalan dengan konsep windows of opportunity yang menjelaskan bahwa manajer yang oportunis melakukan SEO untuk dengan memanfaatkan asimetri informasi antara manajer dan pasar. Konsep ini juga menjelaskan bahwa kebanyakan perusahaan akan melakukan penawaran saham tambahan pada saat sahamnya overvalued, puncak overvalution adalah pada saat penawaran, dan kesalahan estimasi penilaian secara signifikan berkaitan dengan probabilitas bahwa perusahaan akan melakukan SEO. Atau dengan kata lain, manajer berperilaku oportunis saat  mengetahui investor overoptimism terhadap nilai penawaran saham tambahan itu. Hingga manajer hanya akan mengeluarkan ekuitas tambahan jika percaya bahwa nilai perusahaannya overvalue. Jadi, jika kinerja jangka panjang perusahaan merupakan refleksi dari kegagalan pasar dalam mengumpulkan informasi yang disampaikan pada saat pengumuman, maka perusahaan yang memanfaatkan windows of opportunity hanya menerima manfaat saat  pasar belum melakukan koreksi terhadap pengumuman ini .   

Anehnya, meskipun average return perusahaan yang melakukan SEO hanya 7% per tahun sedang  perusahaan yang tidak melakukan penawaran rata-rata 15% per tahun, penawaran saham tambahan ini tetap mendapat respon positif dari investor. Apalagi jika investor menangkap sinyal bahwa dana yang diperoleh dari hasil SEO ini akan dipakai  untuk diinvestasikan pada kesempatan yang menguntungkan. Selain itu pasar juga akan bereaksi secara positif bila  melihat bahwa perusahaan yang melakukan penawaran saham itu pertumbuhannya yang tinggi. Inilah yang membuat perusahaan yang mencoba memberi sinyal positif saat  melakukan penawaran saham tambahan. usaha  memberi sinyal positif itu manajer melakukan manajemen laba penaikkan laba agar kinerja perusahaannya kelihatan lebih baik dibandingkan kinerja sesungguhnya selama beberapa periode sebelum penawaran. Bahkan untuk itu perusahaan  juga mengatur agar kinerjanya seolah-olah mengalami peningkatan selama beberapa periode. Hal ini dilakukan untuk memberi sinyal bahwa perusahaan mempunyai kesempatan bertumbuh yang tinggi.  Secara konseptual manajemen laba tidak mungkin dilanjutkan perusahaan dalam jangka waktu yang cukup lama. Hal ini disebabkan, pertama, publik akan mengetahui bahwa perusahaan telah melakukan aktivitas rekayasa manajerial dengan menyembunyikan, menunda, atau mengubah informasi yang seharusnya diungkap secara terbuka. Kedua, perusahaan pada suatu saat akan kehilangan kemampuannya untuk melanjutkan proses rekayasa manajerial ini. Suatu saat  perusahaan harus menginformasikan nilai dan kondisi perusahaan yang sesungguhnya. Bahkan secara tidak langsung perusahaan harus mengungkapkan semua usaha  rekayasa yang pernah dilakukan dalam laporan keuangannya. Perusahaan pun harus menanggung dampak yang muncul dari usaha -usaha  rekayasa yang pernah dilakukannya. bila  perusahaan melakukan manajemen laba berpola penurunan laba maka suatu saat  perusahaan akan mengalami penaikkan kinerja (overperformance). Sebaliknya bila  perusahaan  

melakukann manajemen laba berpola penaikkan laba maka suatu saat  perusahaan akan mengalamai penurunan kinerja (underperformance). Oleh sebab itu perusahaan yang melakukan manajemen laba berpola penaikkan laba pada saat SEO juga akan mengalami penurunan kinerja yang cukup signifikan setelah melakukan penawaran saham itu. Penurunan kinerja ini akan dialami perusahaan selama beberapa periode setelah penawaran. Bahkan dalam kondisi perekonomian makro sedang mengalami penurunan, perusahaan akan mengalami penurunan kinerja lebih tinggi dibandingkan perusahaan-perusahaan lain. Hal ini menandakan bahwa perusahaan bersangkutan selain harus menanggung menurunnya perekonomian juga menanggung konsekuensi dari manajemen laba yang pernah dilakukannya. Sejalan dengan penurunan kinerja ini maka harga saham perusahaan bersangkutan di pasar modal akan mengalami penurunan. Hal ini disebab pada dasarnya tinggi-rendahnya harga saham suatu perusahaan akan ditentukan dan dipengaruhi oleh tinggi-rendahnya kinerja perusahaan bersangkutan.    C.3.  TRANSAKSI DAN PERISTIWA LAIN Selain transaksi saham pada saat penawaran saham perdana dan SEO maka ada transaksi-transaksi lain yang terjadi di pasar modal, sebagai contoh adalah management buyouts, yaitu usaha  manajer perusahaan untuk membeli kembali saham perusahaan yang sudah beredar secara luas di tengah masyarakat. Tujuannya, manajer ingin mempunyai atau menguasai kepemilikan perusahaan yang dikelolanya (managerial ownership). Oleh sebab itu manajer berusaha  agar dapat membeli saham perusahaannya sendiri semurah-murahnya sehingga dapat membeli saham sebanyak mungkin. Serupa dengan transaksi-transaksi lain di pasar modal maka laba perusahaan akan menentukan nilai saham perusahaan bersangkutan. Atau dengan kata lain secara konseptual harga saham dipengaruhi oleh laba perusahaan. Artinya semakin tinggi laba perusahaan semakin tinggi pula harga saham perusahaan bersangkutan. Sebaliknya, semakin rendah laba perusahaan semakin rendah hara saham perusahaan bersangkutan.  Oleh sebab itu informasi laba sangat penting dalam proses management buyouts. Ini sebabnya mengapa manajer perusahaan yang melakukan buyouts mempunyai dorongan untuk melakukan manajemen laba dengan melaporkan labanya lebih rendah (understate) daripada sesungguhnya. Tujuannya, agar saham perusahaan bersangkutan  

harganya jatuh dibawah harga fundementalnya, sehingga manajernya dapat membeli saham-saham itu dengan harga lebih murah dibanding harga sesungguhnya. Secara empiris aktivitas rekayasa manajerial ini berhasil mengelabui pasar agar mau menjual dan menghargai saham perusahaan itu lebih rendah. Namun setelah berhasil menguasai saham-saham itu maka manajer itu akan merekayasa laba lagi dengan pola penaikkan laba untuk mengembalikan harga saham perusahaan ke tingkat yang sebenarnya.    Selain management buyout maka kebijakan multi papan (multiboard system) yang diperlakukan di pasar modal juga merupakan salah satu pendorong sebuah perusahaan melakukan manajemen laba. Secara konseptual kebijakan multi papan adalah proses untuk mendisiplinkan pasar yang dilakukan pengelola pasar modal di suatu negara. Dalam sistem ini maka perusahaan yang dinilai tidak dapat memenuhi kriteria pencatatan di papan utama, misalkan ukuran keuangan, likuiditas, persentase kepemilikan saham dan keaktifan perdagangan, dan lain-lain, akan diturunkan ke papan pengembangan. bila  pada suatu saat perusahaan bersangkutan dinilai telah berhasil memenuhi kriteria-kriteria itu maka akan dikembalikan ke papan pencatatan utama. Hal inilah yang mendorong manajer melakukan manajemen laba. Alasannya, pertama, penurunan status pencatatan merupakan prestasi negatif bagi manajer sebagai seorang agen yang menjalankan wewenang dari prinsipal. Kedua, penurunan ini dapat mempengaruhi harga saham perusahaan bersangkutan.   Atas dasar alasan inilah manajer melakukan manajemen laba agar terhindar dari degradasi dari papan pencatatan utama ke pencatatan pengembangan. usaha  rekayasa manajerial ini bisa dilakukan dengan pola penaikkan laba atau perataan laba. Pola penaikkan laba dipilih bila  selama periode pengawasan perusahaan mempunyai kinerja yang rendah, semantara perataan laba dipilih pada saat periode pengawasan perusahaan mempunyai kinerja yang relatif fluktuatif antara tinggi dan rendah. Pola perataan laba ini dipilih agar kinerja perusahaan tidak terlalu tinggi atau terlalu rendah, yang penting perusahaan tidak dikenai kebijakan degradasi pencatatan saham. Selain ini maka manajemen laba juga dilakukan perusahaan yang berada di papan pencatatan pengembangan. usaha  rekayasa manajerial ini dilakukan dengan pola penaikkan laba untuk mengusahakan agar laba perusahaan selalu di atas batas minimal degradasi penacatatan saham. usaha  ini dilakukan agar perusahaan dapat dinaikkan laba ke papan pencatatan utama.    

 Tingkat pengungkapan (disclosure) laporan keuangan ternyata juga merupakan pendorong sebuah perusahaan untuk melakukan manajemen laba. Secara konseptual tingkat pengungkapan akan membantu pemakai laporan keuangan untuk memahami isi dan angka yang diinformasikan dalam laporan keuangan. Ada tingkatan pengungkapan yang selama ini dikenal, yaitu pengungkapan penuh, cukup, dan wajar. Pengungkapan penuh merupakan usaha  perusahaan untuk mengungkapkan seluruh informasi yang dimilikinya, baik informasi keuangan maupun non keuangan. Sementara pengungkapan cukup merupakan usaha  perusahaan untuk mengungkapkan informasi sesuai dengan diwajibkan oleh standar akuntansi. Sementara pengungkapan penuh merupakan usaha  perusahaan untuk mengungkapkan informasi secara cukup ditambah dengan informasi-informasi lain yang dapat mempengaruhi kewajaran laporan keuangan seperti contigencies, commitments, dan sebagainya.       Secara konseptual tingkat pengungkapan perusahaan dipengaruhi oleh asimetri informasi yang terjadi di pasar. Semakin tinggi asimetri informasi akan membuat tingkat pengungkapan yang dilakukan perusahaan semakin rendah. Artinya, semakin tinggi asimetri informasi akan membuat manajer semakin leluasa untuk mengatur informasi apa yang saja yang harus diungkapkan, disembunyikan, ditunda, atau diubah. usaha  semacam inilah yang disebut dengan manajemen laba. Oleh sebab itu salah satu cara untuk mengelimanasi usaha  rekayasa manajerial adalah dengan membuat peraturan tentang keharusan bagi perusahaan untuk mengungkapan informasi-informasi tertentu secara wajib (mandated disclosure) dan sukarela (voluntary disclosure). usaha  ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan yang dipublikasikan perusahaan.        Peristiwa lain yang mempengaruhi manajer sebuah perusahaan melakukan aktivitas rekayasa manajerial terhadap informasi yang diungkapkannya dalam laporan keuangan, yaitu kewajiban menerapkan prinsip good corporate governance. Secara konseptual usaha  membangun kesetaraan, transparansi, akuntabilitas, dan responsibilitas dalam mengelola sebuah perusahaan dapat menjadi penghambat bagi aktivitas rekayasa manajerial. Oleh sebab itu perusahaan yang menerapkan prinsip good corporate governance secara konsisten akan meningkat kualitas laporan keuangan dan menurun tingkat manajemen labanya. Sementara perusahaan yang tidak menerapkan prinsip-prinsip itu cenderung lebih buruk kualitas laporan keuangannya. Inilah sebabnya  

mengapa perusahaan-perusahaan yang secara konsisten menerapkan prinsip good corporate governance akan memperoleh premium di pasar modal lebih tinggi dibanding perusahaan lain.   Ada alasan penting mengapa prinsip good corporate governance dapat menghambat aktivitas rekayasa manajerial dan meningkatkan kualitas laporan keuangan. Secara konseptual manajer perusahaan melakukan manajemen laba didorong oleh adanya asimetri antara manajer bersangkutan dengan pihak-pihak lain. Bahkan semakin tinggi asimetri informasi semakin besar pula dorongan bagi manajer untuk merekayasa labanya. Oleh sebab itu prinsip good corporate governance menekankan pentingnya pembentukan komite audit dan komisaris independen disetiap perusahaan untuk mengeliminasi asimetri informasi antara manajer dengan pihak-pihak lain. Alasannya, pengawasan dan pengendalian dapat berjalan secara efektif bila  dilakukan oleh pihak yang independen dengan kepentingan manajerial. Untuk itu komite audit dan komisaris independen harus merupakan orang-orang yang bebas dari tekanan dan intervensi manajerial.       

B.  MOTIVASI KONTRAKTUAL Ada permasalahan serius yang muncul seiring dengan pemisahan kepemilikan dan kepengelolaan sebuah perusahaan. Secara konseptual pemisahan ini bertujuan agar perusahaan dapat dikelola secara profesional oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan untuk itu. Sementara pemilik hanya menjalankan fungsi pengawasan dan pengendalian tanpa harus terjun mengoperasikan perusahaan secara langsung. Profesionalisme pengelolaan perusahaan akan muncul seandainya setiap pihak menjalankan perannya masing-masing tanpa mengintervensi kepentingan pihak lain. Sebaliknya permasalahan agensi akan muncul seandainya ada pihak yang mendahulukan kepentingan pribadi dengan mengintervensi kepentingan pihak lain. Permasalahan inilah yang memicu konflik kepentingan antara manajer dan pemilik perusahaan.  Permasalahan agensi ini semakin berkembang seiring dengan perkembangan bisnis perusahaan yang membuat hubungan bisnis perusahaan semakin luas dengan berbagai pihak. bila  pada mulanya permasalahan agensi hanya muncul diantara manajer dan pemilik maka dalam perkembangannya permasalahan ini juga menjadi pemicu konflik kepentingan antara manajer dengan pihak lain yang mempunyai hubungan bisnis dengan perusahaan. Sebagai contoh adalah konflik kepentingan antara manajer dengan calon investor, manajer dengan kreditur, maupun manajer dengan regulator. Hal ini bisa terjadi sebab  manajer cenderung selalu berusaha memaksimalkan kepentingan dan kesejahteraan pribadi dari hubungan bisnis yang dijalin dengan pihak-pihak itu. Hubungan bisnis yang seharusnya dijalin dengan dasar saling menguntungkan semua pihak dimanfaatkan manajer untuk mencari keuntungan-keuntungan pribadi. usaha  mencari keuntungan pribadi ini bisa dilakukan manajer disebabkan kesuperiorannya dalam menguasai informasi mengenai perusahaan dibandingkan pihak lain. Sebagai pengelola perusahaan manajer mengetahui dan menguasai seluruh informasi mengenai perusahaan, baik informasi bagus maupun buruk. Hal ini mendorong manajer bersikap oportunis dengan hanya mempublikasikan informasi-informasi yang memberi manfaat bagi dirinya. Informasi yang kurang menguntungkan bagi dirinya jika diketahui oleh orang lain tidak akan dipublikasikan kepada publik. Hingga manajer akan memilih mana informasi yang harus disembunyikan, ditunda  

publikasinya, maupun diubah sesuai dengan kepentingan yang ingin dicapainya. Akibatnya informasi yang disampaikan kepada pihak lain menjadi tidak mencerminkan nilai perusahaan yang sesungguhnya. Inilah yang mengakibatkan terjadi kesalahan alokasi sumberdaya perusahaan yang seharusnya diterima pihak lain yang mempunyai hubungan dengan perusahaan itu. Hal ini terjadi sebab  pihak-pihak itu memakai  informasi yang telah direkayasa oleh manajer perusahaan untuk membuat keputusan-keputusan strategisnya. Akibatnya, pihak-pihak itu menjadi tidak bisa menerima hasil yang optimal dari hubungan bisnisnya dengan perusahaan. Pemilik menjadi tidak dapat menerima hasil dari modal yang ditanamkan kedalam perusahaan secara optimal, seperti yang diharapkannya. Kreditur menjadi tidak dapat menerima hasil dan pengembalian dari dana yang dipinjamkannya kedalam perusahaan secara optimal. Bahkan pemilik dan kreditur bisa kehilangan dana bila  usaha  ini dilakukan secara terus menerus dalam jangka panjang. Oleh sebab itu secara umum motivasi kontrak ini muncul sebab  perjanjian antara manajer dengan pihak lain yang berbasis pada kompensasi manajerial (managerial compensations) dan perjanjian hutang (debt convenant).   1. Motivasi bonus merupakan dorongan bagi manajer dalam melaporkan laba yang diperolehnya untuk memperoleh bonus yang dihitung atas dasar laba ini . Jika laba lebih rendah daripada target yang ditetapkan maka akan mendorong manajemen unntuk melakukan manipulasi dengan mentransfer laba masa depan menjadi laba sekarang dengan harapan akan memperoleh bonus. Bahkan agar dapat memperoleh bonus lebih besar manajer memakai  mengundurkan diri dalam pendekatan chief executive officers (CEO) dipakai  sebagai strategi untuk memaksimalkan laba sebagai usaha  untuk menaikkan bonus.  2. Pelanggaran perjanjian hutang (debt covenant violations) membuktikan adanya pemakaian akrual dengan menaikkan laba dalam laporan keuangan tahunan perusahaan yang melanggar perjanjian ini . Perjanjian hutang terbukti mempunyai pengaruh terhadap pilihan akuntansi pada tahun pelaporan dan tahun terjadinya pelanggaran itu. Perusahaan yang dinyatakan melanggar perjanjian hutang secara signifikan akan menaikkan laba sehingga rasio debt-to-equity dan interest coverage pada level yang ditentukan.      

B.1.  KOMPENSASI MANAJERIAL Permasalahan agensi antara manajer dengan pemilik perusahaan terjadi sebab  ada pihak yang selalu berusaha memaksimalkan kepentingan dan kesejahteraan pribadinya dengan memanfaatkan pihak lain. Pemilik selalu mendorong dan memotivasi manajer agar selalu bekerja untuk memaksimalkan dan meningkatkan nilai perusahaan yang dimilikinya. Alasannya, meningkatnya nilai perusahaan secara langsung akan meningkatkan kesejahteraan pemilik. Hingga semakin tinggi peningkatan nilai perusahaan akan membuat semakin tinggi pula peningkatan kesejahteraan yang dapat dinikmati pemilik. Untuk itulah berbagai usaha  dilakukan pemilik untuk mendorong dan memotivasi manajer agar mau dan bersedia bekerja lebih baik dibandingkan periode-periode sebelumnya.    Bahkan agar manajer termotivasi mau bekerja lebih baik dan keras maka pemilik menjanjikan sejumlah bonus yang akan diberikan bila  kinerja yang dicapainya di atas rata-rata periode-periode sebelumnya. Untuk itu pemilik menetapkan angka tertentu sebagai batas bawah (boogey) dan batas atas (cap) untuk memperoleh bonus. Seorang manajer akan memperoleh sejumlah bonus bila  laba perusahaan yang dikelolanya di atas batas bawah, sebaliknya manajer tidak akan menerima bonus bila  laba perusahaannya tidak mencapai batas bawah. sedang  batas atas diperlukan untuk menentukan maksimal perolehan laba yang akan dipakai sebagai dasar penghitungan bonus. Artinya, manajer hanya akan memperoleh bonus untuk laba yang berada diantara batas atas dan bawah, sedang  kelebihannya tidak akan diperhitungkan sebagai penghitung bonus.           

 Secara konseptual dengan skema bonus ini semua pihak akan memperoleh keuntungan dan meningkat kesejahteraannya. Pemilik akan memperoleh keuntungan berupa meningkatnya nilai perusahaan yang dimilikinya yang berdampak pada peningkatan kesejahteraannya. Oleh sebab itu semakin baik manajer bekerja maka semakin tinggi kinerja perusahaan walaupun bonus yang harus diberikan kepada manajer akan semakin tinggi. Bagi pemilik hal ini tidak menjadi masalah besar sebab manfaatnya yang diterima pemilik berupa peningkatan kesejahteraan lebih tinggi dibandingkan bonus yang harus dibagikan kepada manajer. sedang  manajer akan memperoleh keuntungan berupa peningkatan pendapatan yang diterimanya yang berdampak pada peningkatan kesejahteraannya. Semakin baik manajer bekerja maka semakin tinggi kinerja perusahaan sehingga bonus yang harus diterimanya akan semakin tinggi. Hal inilah yang mendorong manajer untuk selalu mempunyai kinerja dalam rentang perhitungan bonus. usaha  manajer untuk selalu mempunyai kinerja dalam rentang bonus ini akhirnya memotivasi manajer untuk bersikap oportunis agar dapat selalu menerima bonus setiap periode. Manajer bersedia untuk memaksimalkan nilai perusahaan bukan untuk mengoptimalkan kesejahteraan pemilik, tetapi untuk mengoptimalkan kesejahteraannya sendiri. usaha  ini dilakukan dengan mengatur laba agar selalu dalam posisi diantara boogey dan cap setiap periode. bila  laba sesungguhnya di bawah batas bawah yang telah ditetapkan maka manajer akan melakukan rekayasa manajerial agar laba bisa di atas batas bawah sehingga manajer tetap dapat mendapat bonus pada periode pelaporan ini . Sebaliknya, seandainya laba sesungguhnya di atas batas atas, manajer akan mengatur agar laba dapat dilaporkan dibawah batas atas, sementara selisih laba yang belum dilaporkan akan “disimpan” sebagai cadangan untuk periode-periode berikutnya.  Secara konseptual cadangan merupakan “laba yang ditarik kebelakang dari periode pengakuan sesungguhnya dan memakai  pada saat dibutuhkan”. Sebagai contoh adalah cadangan kerugian piutang, penurunan nilai persediaan, akumulasi depresiasi aktiva tetap, akumulasi amortisasi aktiva tak berwujud, dan lain-lain. Hal ini dilakukan perusahaan dengan tujuan agar laba yang dilaporkan perusahaan pada periode berjalan tidak terlalu tinggi. Hingga pada saat bila  menginginkan labanya menjadi  

lebih tinggi dari laba sesungguhnya maka perusahaan dapat memakai  cadangan itu untuk mengatur laba sesuai dengan kepentingannya. usaha  semacam ini disebut dengan perataan laba (income smoothing) yang dilakukan agar laba perusahaan setiap periode tidak terlalu tinggi sekaligus tidak terlalu rendah, dibandingkan laba sesungguhnya yang dicapai perusahaan.      usaha  membuat cadangan ini sebenarnya tidak diijinkan dalam ruang lingkup prinsip akuntansi berterima umum, sebab  prinsip akuntansi mensyaratkan bahwa laba baru da